UJI POTENSI LAHAN KERING SUB-OPTIMAL UNTUK PENGEMBANGAN UBIKAYU UJ-5 DI PROVINSI LAMPUNG B. Hafif1*, S. Sabiham2, A. Iswandi2, A. Sutandi2, dan Suyamto3 1
Staf Peneliti BPTP Lampung Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB, 3 Peneliti Puslitbang Tanaman Pangan Kementerian Pertanian
2
ABSTRAK Lahan kering yang terhampar cukup luas (1,5 juta ha) di Provinsi Lampung secara umum terdiri dari hamparan tanah masam marginal yang juga dapat dikategorikan sebagai lahan sub-optimal. Salah satu tanaman yang saat ini banyak ditanam di lahan sub-optimal itu adalah ubikayu. Produksi ubikayu dari berbagai tempat di daerah ini sangat beragam mulai dari 7 ton/ha sampai dengan 45 ton/ha. Salah satu penyebab dari produksi yang beragam adalah kharakteristik tanah dan agroekologi lahan lokasi pengembangan yang berbeda, disamping cara pengelolaan lahan dan takaran penggunaan pupuk yang juga berbeda antar petani. Berkenaan dengan hal itu dilakukan suatu kajian untuk mengetahui potensi lahan kering sub-optimal yang terdiri dari tanah-tanah masam Hapludult, Kanhapludult, Plinthudult dan Hapludoks untuk areal pengembangan ubikayu UJ-5 di Provinsi Lampung. Hasil kajian menunjukan bahwa ubikayu UJ-5 tumbuh dan berproduksi sangat baik (rata-rata 57 ton/ha) bila ditanam pada tanah Hapludoks. Produksi UJ-5 pada tanah Kandiudult (48 ton/ha) dan Kanhapludult (47 ton/ha) juga kategori cukup baik. Produksi ubikayu UJ-5 yang lebih rendah (35 ton/ha) didapatkan pada tanah Plinthudult. Penyebab dari produksi yang lebih rendah adalah karena kesuburan tanah ini rendah (kandungan bahan organik dan KTK tanah lebih rendah) dan drainase tanah juga kurang baik. Sementara itu produksi umbi terlihat meningkat seiring dengan peningkatan takaran KCl yang ditambahkan ke kompos jerami sebagai pupuk organik ubikayu. Kata kunci: ubikayu UJ-5, lahan sub-optimal, tanah masam ABSTRACT Dry land which lay quite wide (1.5 million ha) in Lampung Province in general consists of acid soils which also be categorized as sub-optimal land. Production of cassava grown on sub-optimal land is very diverse ranging from 7 ton / ha to 45 tonnes / ha. One cause of the fluctuated production is due to difference of soil Characteristic and agroecology, as well as different land management and fertilization among the farmers. In this regard a study was done to determine the potential of sub-optimal dry land consisting of acidic soils; Hapludults, Kanhapludults, Plinthudults and Hapludoxs for cassava UJ-5 development area in Lampung. The study results showed that cassava UJ-5 grow and produce very good (average 57 tonnes / ha) when grown in soil Hapludoxs. Production UJ-5 on Kandiudults (48 ton / ha) and Kanhapludults (47 tonnes / ha) was also quite good category. Cassava production UJ-5 lower (35 t / ha) was found on the Plinthudults. The cause of the lower production was due to low soil fertility (lower organic matter content and soil CEC) and soil drainage is not good enough. Meanwhile, the production of tubers seen to increase with increasing dose of KCl were added to the compost as organic fertilizer of cassava. Keywords: cassava UJ-5, sub-optimal dry land, acid soils
79
PENDAHULUAN Lahan kering yang masih berpotensi untuk pengembangan komoditas pertanian di Provinsi Lampung lebih kurang seluas 1,5 juta ha (Sudaryanto et al., 2002). Lahan kering tersebut didominasi oleh tanah-tanah masam ordo Inseptisols, Ultisols dan Oksisols (Dai et al., 1989 dan Hikmatullah et al., 1990). Menurut Mulyani et al. (2003) luas tanah masam Inseptisol, Oksisol dan Ultisol di Provinsi Lampung masing-masing diperkirakan seluas 1,1, 1,0 dan 0,5 juta hektar. Beberapa kelompok besar (great group) tanah masam yang ditemukan di dalam ordo-ordo itu antara lain Distrudept, Hapludult, Hapludoks, Plinthudult dan Kandiudult (Widowati et al. 2003; Nasution 2003; BPTP Lampung 2004). Mengacu kepada definisi kualitas tanah yang dikemukakan oleh SSSA (1994), diacu dalam van Lynden et al. (2004) maka tanah masam dikategorikan sebagai tanah dengan kualitas rendah karena kapasitasnya untuk difungsikan di dalam sistem produksi tanaman berkelanjutan adalah rendah. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) adalah makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung di Indonesia (Agribisnis Indonesia 2005). Kandungan karbohidrat ubikayu segar kisaran 30-35%. Kandungan karbohidrat tersebut masing-masing 40% dan 25% lebih besar dari pada karbohidrat beras dan karbohidrat jagung. Kandungan pati ubikayu sekitar 24% antara lain dapat dimanfaatkan untuk bahan baku bioetanol (Tonukari 2004). Tanaman ini toleran terhadap berbagai faktor pembatas pertumbuhan diantaranya terhadap pH rendah, keracunan Al dan miskin hara pada tanah masam (Howeler 2002; Kawano 2003). Kelebihan itu membuat usahatani ubikayu dapat dilakukan secara sederhana (tanpa pupuk). Wargiono (2003) melaporkan hasil penelitin yaitu produksi ubikayu tanpa pupuk rata-rata 7 ton ha-1 di tanah
Ultisol
Lampung Varitas UJ-5 adalah salah satu varitas ubikayu yang direkomendasikan untuk bahan baku industri (Badan Litbang Departemen Pertanian 2010). Varitas UJ-5 memenuhi syarat sebagai sumber bahan baku FGE (fuel grade ethanol) yaitu memiliki sifat-sifat; 1) berkadar pati tinggi, 2) potensi hasil tinggi, 3) tahan cekaman biotik dan abiotik serta 4) daun tidak cepat gugur, 5) adaptif terhadap tanah masam (pH rendah) dan tanah alkali (pH tinggi), 6) adaptif pada kondisi populasi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma, dan 7) dapat dikembangkan pada pola tumpang sari (Wargiono et al. 2006; Prihandana et al. 2008). Varitas ini mulai dikenal petani pada tahun 2000 dengan potensi produksi sekitar 25-38 ton ha-1, kadar pati 20-30% berat basah (BB) dan kadar HCN>100 ppm (rasa agak pahit). Kekurangan varietas ini
80
adalah umur panen yang sedikit lebih lama (Wargiono et al. 2006; Ginting et al. 2006 diacu dalam Prihandana 2008; Badan Litbang Departemen Pertanian, 2010). Makalah ini menyajikan hasil kajian yang bertujuan mengetahui pertumbuhan dan produksi ubikayu UJ-5 yang ditanam pada empat jenis tanah masam di Provinsi Lampung.
BAHAN DAN METODA Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai dengan Agustus 2009. Lokasi kajian adalah di Tegineneng Lampung Selatan, Abung Semulih Lampung Utara, Kalibalangan Lampung Utara dan Kotabumi Selatan Lampung Utara. Lokasi terpilih merupakan sentra-sentra produksi ubikayu di Provinsi Lampung. Ubikayu varitas UJ-5 (Umas Jaya-5) yang diuji adalah ubikayu yang berasal dari Thailand yang awalnya dikenal sebagai ubikayu KU-50 (Kasetsart University-50). Varietas ini dikembangkan di Indonesia oleh perusahaan Agroindustri Umas Jaya Lampung, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan bahan baku industri. Pertumbuhan dan produksi ubikayu UJ-5 diuji pada empat (4) jenis tanah masam marginal (lahan sub-optimal) yaitu Kanhapludult Tegineneng, Plinthudult Abung Semulih, Hapludoks Kalibalangan dan Kandiudult Kotabumi Selatan. Referensi yang digunakan dalam memilih lokasi kajian adalah peta Satuan Lahan dan Tanah dari Pusat Penelitian Tanah Bogor (Dai et al., 1989 dan Hikmatullah et al., 1990). Ubikayu UJ-5 yang ditanam pada ke 4 jenis tanah diperlakukan sama antara lain 1) secara intercropping dengan rumput Brachiaria decumbens (BD) yaitu baris BD ditanam pada jarak 60 cm dari baris ubikayu, 2) diperlakukan dengan arbuscular mycorryza (AM), dan 3) diberi kompos jerami padi 2 ton ha-1 yang diperkaya kalium (K) yaitu 0 kg (K0), 50 kg (K50), 100 kg (K100) dan 200 kg (K200) KCl/ha. Penerapan perlakuan dimasing-masing lahan kering masam dirancang sacara split-split plot 2 x 2 x 4
yaitu 2 perlakuan petak utama (intercropping dan tanpa
intercropping dengan BD), 2 anak petak yaitu inokulasi AM dan tanpa inokulasi AM dan anak-anak petak yaitu perlakuan kompos jerami padi 2 ton ha-1 di perkaya K. Jumlah populasi UJ-5 untuk kajian ini dipertahankan 11.111 populasi/ha. AM dengan bahan pembawa zeolit dengan nama dagang mycover diaplikasikan 7-10 g/populasi ubikayu. Luas petak utama adalah 10 m x 12 m=120 m2 dan anak-anak petak berukuran 5 m x 6 m=30 m2.
81
Data yang diamati adalah karakteristik lahan, pertumbuhan dan hasil ubikayu UJ5 pada ke empat lahan sub-optimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lahan Hasil analisis sifat fisiko-kimia tanah lapisan olah (0-20 cm) untuk ke empat jenis tanah ditampilkan di dalam Tabel 1. Karakteristik tekstur tanah menjadi perhatian karena mempunyai efek penting terhadap kemampuan daya pegang air, aerasi dan porosity, permeabilitas (hydraulic conductivity), potensi kekerasan (compaction potential), ketahanan terhadap penetrasi akar, kapasita tukar kation dan ketahanan terhadap keasamanan (Mcgarry, 2007). Mengacu kepada segitiga tekstur tanah, maka tekstur Hapludoks Kalibalangan dikategorikan tekstur liat, tekstur Plinthudult Abung Semulih kategori liat berpasir, tekstur Kandiudult Kota Bumi Selatan kategori liat, dan tekstur Kanhapludult Tegineneng kategori lempung liat berdebu. Dari hasil analisis tekstur tersebut, tekstur tanah Kanhapludult Tegineneng dianggap sebagai tekstur tanah yang lebih baik karena tekstur lempung yaitu jumlah partikel pasir, debu dan liat yang cukup seimbang dianggap sebagai tekstur yang mendukung untuk pertumbuhan tanaman. Tabel 1 Sifat fisiko-kimia tanah lapisan olah (0-20 cm) dari empat (4) jenis tanah yang digunakan dalam penelitian di Provinsi Lampung. Karakteristik Tanah
Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) pH H2O KCl Bahan organik C-organik (%) N total (%) C/N P2O5-tersedia (ppm) K2O (HCl 25%)(mg100g1 ) Kation dapat dipertukarkan (NH4Acetat 1N, pH7) -1 Ca (cmol kg )
Hapludok s(Kaliba langan)
Plinthudult (Abung Semulih)
Kandiudult (Kotabumi Selatan)
Kanhaplu dult (Tegi neneng)
39 13 48
50 14 36
11 17 72
17 48 35
4,4 3,9
4,6 4,2
4,4 4,1
4,8 4,3
1,28 0,09 14 9,3 2
1,16 0,09 13 5,3 4
1,51 0,11 14 23,2 2
1,40 0,11 13 13,0 6
1,30 0,39 0,03
1,75 1,02 0,08
3,00 0,81 0,03
2,84 0,51 0,11
82
Mg (cmol kg-1) -1 K (cmol kg ) -1 Na (cmol kg ) -1 Jumlah (cmol kg ) KTK (cmol kg-1) KB (%) Al3+ (cmol kg-1) H+ (cmol kg-1) Kejenuhan Al (%)
0,05 1,77 6,04 29 1,26 0,26 71,1
0,09 2,94 5,02 59 0,47 0,21 16,0
0,07 3,91 8,56 46 0,71 0,17 18,2
0,05 3,01 6,65 45 0,13 0,13 4,3
Ke empat jenis tanah dikategorikan sebagai tanah masam (pH H2O < 5) (Tabel 1), yang menurut Mcgarry (2007) mempunyai karbon organik tanah (SOC) kategori sedang untuk Hapludoks, Hapludult dan Kanhapludult dan kategori rendah untuk Plinthudult Abung Semulih. Sedang berdasarkan kategori yang dikemukakan Landon (1991), dari hasil analisis sifat kimia tanah seperti N total, P tersedia K dapat dipertukarkan dan kation-kation tanah lainnya serta KTK dan KB maka ke empat tanah dapat dikategorikan sebagai tanah miskin. Pertumbuhan dan produksi ubikayu Histogram pada Gambar 1 memperlihatkan secara rata-rata bobot hasil dan biomasa ubikayu UJ-5 bagian atas yang ditanam pada ke 4 lahan sub-optimal (lahan kering masam). Rata-rata bobot umbi dan biomasa bagian atas terlihat lebih tinggi pada Hapludoks Kalibalangan dan lebih rendah pada Plinthudult Abung Semulih. Parameter yang sama antara percobaan di Kanhapludult Tegineneng dengan di Kandiudult Kotabumi Selatan terlihat hampir sama (Gambar 1).
Gambar 1.
Bobot umbi dan biomasa ubikayu UJ-5 bagian atas dari rata-rata pengujian pada empat tanah (lokasi) (TGN=Kanhapludult Tegineneng, ABS=Plinthudult Abung Semulih, KLB=Hapludoks Kalibalangan, dan KBS= Kandiudult Kotabumi Selatan) di Propinsi Lampung.
83
Pertumbuhan dan hasil ubikayu yang lebih rendah pada Plinthudult Abung Semulih (35 ton/ha) (Gambar 1) dikarenakan kesuburan tanah ini (kadar bahan organik dan KTK tanah) lebih rendah dibanding 3 tanah sub-optimal lainnya (Tabel 1) dan drainase tanah juga kurang baik yang terindikasi dari ditemukannya sifat plintit pada horizon B dan B/C. Hasil ubikayu yang lebih tinggi (57 ton ha-1) pada tanah Hapludoks Kalibalangan antara lain disebabkan kondisi struktur tanah Hapludoks yang dinilai relatif lebih baik sehingga aerasi tanah juga lebih baik. Kondisi fisik tanah yang baik membuat perkembangan akar (umbi) ubikayu menjadi lebih baik. Histogram pada Gambar 2 memperlihatkan bobot umbi dan biomasa ubikayu UJ5 bagian atas sebagai respon dari tanaman terhadap tiga (3) perlakuan (BD, AM dan K). Bobot umbi tertinggi (69,4 ton/ha) didapatkan pada ubikayu yang diperlakukan dengan mikoriza dan diberi kompos jerami padi diperkaya KCl 200 kg/ha (B0M1K200) pada tanah Hapludoks Kalibalangan (Gambar 4C). Indikasi yang sama dari pengaruh perlakuan terhadap bobot umbi juga ditemukan pada penanaman ubikayu di tanah Kanhapludult Tegineneng yaitu bobot umbi tertinggi (57 ton/ha ) didapatkan dari ubikayu UJ-5 yang diperlakukan dengan B0M1K200. Pengaruh yang cukup baik dari perlakuan intercropping ubikayu (B) dengan BD juga terlihat. Pada tanah Hapludoks Kalibalangan ubikayu yang diperlakukan dengan tanaman sela BD, tanpa inokulasi AM dan diberi kompos jerami diperkaya 200 kg/ha (B1M0K200) menghasilkan umbi 66,3 ton/ha. Gejala yang hampir sama juga didapatkan dari hasil pengujian di 3 lahan suboptimal lainnya (Gambar 2). Namun dari gambaran secara menyeluruh faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas ubikayu adalah pengayaan kompos jerami dengan KCl. Dari tampilan histogram terlihat pengayaan kompos jerami dengan berbagai takaran K (KCl) hampir berbanding lurus dengan peningkatan hasil ubikayu, artinya semakin banyak KCl ditambahkan ke kompos jerami padi, semakin banyak hasil ubikayu yang didapat. Pengaruh AM untuk perbaikan kesuburan tanah sudah terbukti dari hasil-hasil penelitian. AM diketahui mampu memperbaiki serapan hara tanaman karena hifa jamur ini nyata memperluas permukaan serapan hara perakaran (Chen 2008) dan kolonisasinya dengan perakaran ubikayu akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi ubikayu (Howeler 2002). Demikian pula BD mampu memperbaiki kualitas tanah masam dengan meningkatkan ketersediaan K tanah (tanaman menyerap K dan dikembalikan ke tanah bersama pangkasan daun), memperbaiki agregat tanah, memperkaya senyawa organik tanah, detoksi Al3+, dan memperbaiki sirkulasi hara sehinga kebutuhan hara tanaman lebih mudah terpenuhi (Wenz et al. 2003 dan
84
Gaume et al. 2004). Perlakuan pengayaan kompos jerami padi dengan 100 dan 200 kg KCl ha-1 berpengaruh terhadap perbaikan pertumbuhan, dan hasil ubikayu adalah sesuai dengan yang dikemukakan Suyamto (1998); El-Sharkawy dan Cadavid (2000) bahwa kecukupan kalium adalah diantara faktor kunci untuk perbaikan hasil dan mutu hasil ubikayu.
Gambar 2. Keragaan data bobot umbi dan biomasa (BM) ubikayu UJ-5 bagian atas sebagai pengaruh dari perlakuan interaksi BD (B0 dan B1), AM (M0 dan M1) dan kompos jerami padi diperkaya 0 (K0), 50 (K50), 100 (K100) dan 200 (K200) kg KCl ha-1 di 4 tanah/lahan sub-optimal di Propinsi Lampung.
KESIMPULAN Tanah Oksisol (Hapludoks) dan beberapa jenis dari tanah Ultisol yang didapatkan cukup luas sebagai hamparan Lahan kering masam/lahan sub-optimal di Provinsi Lampung, dinilai berpotensi untuk pengembangan ubikayu UJ-5. Ubikayu UJ5 yang ditanam pada tanah Hapludoks dan Kanhapludult atau Kandiudult bila diberi perlakuan mikoriza atau ditanam secara intercropping dengan Brachiaria decumbens, dan diberi kompos jerami padi diperkaya 100-200 kg KCl/ha mampu menghasilkan
85
umbi > 50 ton/ha. Keragaan ubikayu UJ-5 yang ditanam pada lahan kering masam Hapludoks dinilai lebih baik dibanding keragaan ubikayu UJ-5 yang ditanam pada lahan kering masam lainnya.
Sedangkan produksi umbi terlihat meningkat seiring
dengan peningkatan takaran KCl yang ditambahkan ke kompos jerami sebagai pupuk organik ubikayu. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas terlaksananya penelitian Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T). Juga kepada Staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan SDL serta Teknisi BPTP Lampung atas bantuannya. DAFTAR PUSTAKA
Agribisnis
Indonesia.
2005.
Peluang
ekspor
pasar
ubi
kayu
Indonesia.
http://agribisnis.deptan.go.id/index.php?files=Berita_Detail&id=276 [3 Mar 2008]. Badan
Litbang
Departemen
Pertanian.
2010.
Varitas
UJ-5.
http://www,litbang,deptan,go,id/ varietas/20 Januari 2010. BPTP Lampung. 2004. Peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agroekologi Kec. Tanjung Bintang dan Jati Agung. Kab. Lampung Selatan. BPTP Lampung. Chen JH. 2008. The Combined Use of Chemical and Organic Fertilizers and/or Biofertilizer for Crop Growth and Soil Fertility, Food & Fertilizer Technology Center. http://www.agnet.org/library/soilfert/fertilzr.html. [3 Mar 2008]. Dai, Darul, Hidayat, Sumulyadi, Hendra, Yayat, Hermawan, Buurman, dan Balsem. 1989. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Tanjung Karang Sumatera, Pusat Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian. El-Sharkawy MA, Cadavid LF. 2000. Genetic variation within cassava germplasm in response to potassium. Camb J 36: 323-334. Hikmatullah, Hidayat, Affandi, Suparma, Chendy, dan Buurman. 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Baturaja. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
86
Howeler RH. 2002. Cassava mineral nutrition and fertilization, Di dalam: Hillocks RJ, Thresh JM, Belloti AC, editor. Cassava:Biology, Production and Utilization, CAB International, hlm 115-147. Gaume AL, Gaume A, Rao I, Frossard E. 2004. Adaptation of Brachiaria species to Low-P soils. Rural Poverty Reduction through Research for Development”. Deutscher Tropentag. October 5-7, 2004. Berlin. Kawano K. 2003. Thirty years of cassava breeding for productivity-biological and social factors for success. Crop Sci 43:1325-1335. Landon, J.R. 1991. Booker Tropical Soil Manual. A handbook for soil survey and agricultural land evaluation in the tropics and subtropics. Booker Tate. Longman Scientific & Technical. McGarry, D. 2007. A methodology of Visual Soil – Field Assessment Tool to support, enhance, and contribute to the LADA Program.
Soil and Environmental
Scientist, Natural Resouce Scientist. Mulyani A, Hikmatullah, Subagyo H. 2003. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia, Di dalam Setyorini et al, editor. Prosiding Simposium Nasional Penggunaan Tanah Masam. Buku I. Bandar Lampung, 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 1-32.
Nasution I. 2003. Peningkatan produktivitas lahan kering pada tanah Plinthic Kandiudults Lampung dan Typic Hapludults Kalsel. Di dalam Setyorini et al. editor. Prosiding Simposium Nasional Penggunaan Tanah Masam. Buku II. Bandar
Lampung,
29-30
September
2003.
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 15-28. Prihandana . 2008. Bioetanol Ubikayu: Bahan Bakar Masa Depan. PT Agromedia Pustaka. Sudaryanto, G. Purwanto, Yusmeinardi, Dadain S., dan Nasrul . 2002. Zonasi Agroekologi Propinsi Lampung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Suyamto, H. 1998. Potassium increase cassava yield in alfisol soils. Bett Crops Int 12(2): 12-13.
87
Tonukari NJ. 2004. Cassava and the future of starch. Electron J Biotech Vol. 7 No. 1 Issue
of
April
15.
http://www.ejbiotehcnology.info/content/vol7/i
ssue1/
index.html [3 Mar 2008]. van Lynden GWJ, Mantel S, van Oostrum A. 2004. Guiding Principles for The Quantitative Assessment Of Soil Degradation; With a focus on salinization, nutrient decline and soil pollution. Rome. Food and Agriculture Organization Of The United Nations. Wargiono J. 2003. Pemupukan NPK dan Sistem Tanam Ubikayu pada Tanah Ultisol Lampung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22 (2): 114-120 Wargiono J, Hasanuddin A, Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubikayu Mendukung Industri Bioethanol. Puslitbangtan Bogor. 42 hlm. Wenzl P, Mancilla LI, Mayer JE, Albert R, Rao IM. 2003. Simulating infertile acid soils with nutrient solutions: The effects on Brachiaria species. Soil Sci Soc Am J 67:1457–1469. Widowati LR, Kencanasari A, Widati S, Maryam, Rochayati S. 2003. Pemupukan Ca dan Mg pada tanah sawah masam dari Lampung Tengah. Di dalam Setyorini et al. editor. Prosiding Simposium Nasional Penggunaan Tanah Masam. Buku II.
Bandar
Lampung,
29-30
September
2003.
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 295-308.
88
Pusat
Penelitian
dan