UJI AKURASI GPS GENGGAM TIPE NAVIGASI PADA BERBAGAI PENGGUNAAN DI LAPANGAN Oleh : Iwan Setiawan dan Priyambudi Santoso
Ringkasan Pada waktu ini, receiver GPS (Global Positioning System) banyak digunakan di Indonesia, demikian halnya pada kediklatan kehutanan. Dalam hal ini adalah untuk kegiatan yang terkait aplikasi-aplikasi tentang posisi, atau suatu lokasi tertentu, dan bahkan pemetaan serta navigasi. Terlebih lagi setelah ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Penataan Batas Kawasan Hutan dengan Menggunakan GPS oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan melalui Peraturan Nomor P.9/VII-SET/2012 tanggal 26 September 2012. Memang benar, bahwa receiver GPS memiliki beberapa kemudahan dan kelebihan, akan tetapi adanya pemahaman yang menganggap bahwa semua receiver GPS adalah canggih, dan langsung dapat menunjukkan posisi suatu titik dan dapat memetakan dengan teliti adalah kurang tepat atau kurang benar. Sebagai contoh; dalam pengujian akurasi terhadap receiver GPS Garmin 76CSx, ternyata ratarata akurasi untuk tempat tertutup tajuk pohon/kanopi 50% adalah 2.92 meter - 20.75 meter, dan untuk tempat tertutup tajuk pohon/kanopi 100% rata-rata akurasinya adalah 3.3 meter - 26.34 meter. Terkait data dan informasi hasil uji lapangan pada berbagai penggunaan di lapangan terhadap receiver GPS Garmin 76CSx ini, kiranya para pengampu aplikasi GPS di bidang kediklatan kehutanan, dapat lebih memahami dan melakukan pengayaan/penyempurnaan terhadap pembelajaran dan bahan ajarnya, baik di Pusat Diklat Kehutanan maupun di Balai-Balai Diklat Kehutanan. Kata Kunci : Global Posiyioning System, Titik kontrol, Garmin 76CSx.
Latar Belakang Pada waktu ini di Indonesia receiver GPS (Global Positioning System) banyak digunakan, terutama yang terkait dengan aplikasi-aplikasi yang menuntut informasi tentang posisi/koordinat, ataupun suatu lokasi tertentu, dan bahkan pemetaan serta navigasi. Perkembangan di bidang pengukuran dan pemetaan kehutanan, pemanfaatan receiver GPS menjadi makin dibutuhkan, karena alat itu memiliki beberapa kemudahan dan kelebihan. Dengan makin berkembangnya teknologi GPS, tampaknya kualitas ketelitian data dan informasi juga makin meningkat, perangkat lunak pengolah data juga semakin banyak ragamnya, harga jual beli di pasarpun semakin murah. Demikian pula jumlah merek dan jenisnya semakin kompetitif dan berorientasi kepada pengguna. Sehubungan dengan itulah, pemanfaatan receiver GPS menjadi tuntutan untuk diikuti oleh para teknisi pelaksana pengukuran dan pemetaan kehutanan, terlebih lagi setelah ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Penataan Batas Kawasan Hutan dengan Menggunakan GPS oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan melalui Peraturan Nomor P.9/VII-SET/2012 tanggal 26 September 2012. Banyak jenis GPS yang ada di pasaran yang digunakan untuk tujuan navigasi ataupun pemetaan, salah satunya adalah GPS Garmin 76CSx. Receiver GPS jenis ini cukup banyak di miliki oleh Pusat Diklat Kehutanan, yaitu berjumlah 15 unit. Disamping terdapat 8 unit GPS Garmin eTrex H. Kedua jenis receiver GPS ini sering dimanfaatkan untuk kepentingan praktik lapangan peserta Diklat-diklat teknis Kehutanan. Disamping ada kemudahan dan kelebihan penggunaan receiver GPS untuk pelaksana pengukuran dan pemetaan kehutanan, terdapat pula beberapa kendala/keterbatasan yang perlu diperhatikan, agar penggunaan GPS dapat optimal dan tepat guna. Di antaranya adalah : 1) Receiver GPS tidak dapat menerima sinyal secara optimal apabila terdapat penghalang antara posisi receiver dengan satelit GPS, misalnya pepohonan dan bangunan/gedung-gedung, karena terjadinya efek pantulan (multipath). Sehingga dalam penentuan posisi suatu tempat/titik di hutan harus dicari tempat terbuka, Atau jika tempatnya sudah ditentukan, maka antenna GPS harus ditempatkan setinggi mungkin, misalnya di atas tajuk pohon. Menurut Hasanuddin (1988), kendala utama obstraksi sinyal GPS oleh rerimbunan pohon akan terjadi dalam penentuan/rekonstriksi titik-titik batas di kehutanan. Terkait ini, dapat dikaji hasil pengujian receiver GPS dual frekuensi merk; LEICA GX1230GG antenna
1
LEIAX1202GG, TOPCON TPS HIPER antenna TPSHIPER_PRO, dan SOKKIA DAB07060243 antenna NCD07090033 di bawah kanopi hutan yang dilakukan tanggal 19 Mei 2007 oleh KK Geodesi FTSL ITB bersama Badan Planologi Kehutanan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di bawah ragam tutupan kanopi ~40%, ~60%, dan ~70%. Walaupun sifatnya masih sementara, hasil uji ini menunjukkan bahwa tampilan data satelitnya terputus-putus. Hal ini menjadi catatan, bahwa akan cukup sulit untuk mendapaykan nilai ambiguitas yang benar. 2) Masih ada saja kendala pemahaman/persepsi yang keliru, dalam hal ini anggapan bahwa semua receiver GPS adalah alat canggih yang langsung menunjukkan posisi suatu titik dan dapat memetakan dengan teliti. Padahal banyak receiver GPS yang beredar di pasar adalah jenis navigasi dengan ketelitian rendah (kesalahan posisi bisa >15 meter) yang memang tidak diperuntukkan bagi aplikasi pengukuran Geodetic teliti. Sehubungan dengan hal di atas, maka dalam upaya mendukung kepentingan pembelajaran dalam penerapan teknologi GPS di bidang kediklatan kehutanan, khususnya dalam upaya pengayaan dan penyempurnaan bahan pembelajaran, baik di Pusat Pusat Diklat Kehutanan maupun di Balai-Balai Diklat Kehutanan, dipandang penting memperoleh data dan informasi tentang keakuratan alat dengan melakukan pengamatan/pengujian lapangan dari alat bantu GPS Garmin 76CSx dimaksud. Dalam hal ini dilakukan pengamatan pada berbagai penggunaan di lapangan, yaitu; a) pada areal terbuka, b) setengah/sebagian tertutup kanopi/tajuk pohon/hutan (40%-50%) , dan c) di bawah tutupan kanopi/tajuk pohon/hutan yang lebat atau rimbun (≥70%). Dari permasalahan seperti di atas serta dari hasil pengolahan data dan analisis uji akurasi (studi kemampuan) sinyal GPS Garmin 76CSx di bawah ragam tutupan kanopi pohon hutan diharapkan akan memberikan parameter kemampuan tembus sinyal GPS Garmin 76CSx terbaik dalam situasi yang kurang menguntungkan.
Tujuan Tujuan uji ini adalah untuk melihat akurasi/kemampuan sinyal GPS versus persentase tutupan kanopi pohon/hutan. Karena penerapan teknologi GPS di bidang kehutanan, khususnya alat bantu GPS Garmin 76CSx untuk keperluan Diklat kehutanan, sehingga pengayaan/penyempurnaan bahan pembelajaran di Pusat Diklat Kehutanan dan Balai-Balai Diklat Kehutanan dinilai penting serta perlu adanya data dan informasi hasil uji lapangan pada berbagai penggunaan di lapangan.
Metode Pengujian Data GPS diambil masing masing selama ±2 jam setiap sesi pengamatan yang di bagi dalam berbagai penggunaan di lapangan ; a) pada areal terbuka, b) setengah/sebagian tertutup kanopi pohon/hutan (40%50%) , dan c) di bawah tutupan kanopi pohon/hutan yang lebat atau rimbun (≥70%). Teknik Pengujian GPS di bawah ragam kanopi ini dilakukan dengan metode static diferensial moda radial atau pengikatan secara radial. Satu titik ditempatkan sebagai base di suatu titik kontrol di daerah terbuka yang memungkinkan sinyal teramati dengan baik, kemudian titik lainnya ditempatkan di berbagai ragam tutupan kanopi yang kemungkinan sinyal GPS akan mengalami halangan.
Lokasi Pengujian 1) Di Kampus Pusat Diklat Kehutanan, Gunung Batu-Bogor. Titik kontrol yang dijadikan untuk kalibrasi adalah yang memberikan ketelitian koordinat geodetic sampai dengan level milimeter adalah 6° 35' 40.45443" S (Lintang Selatan), dan 106° 46' 33.26828" E (Bujur Timur).
2
Gambar : 1. Titik Kontrol Geodetik Pusat Diklat Kehutanan.
2) Di Komplek Kampus Balai Diklat Kehutanan Kadipaten, Majalengka. Titik kontrol yang dijadikan untuk kalibrasi adalah yang memberikan ketelitian koordinat geodetic sampai dengan level milimeter, dan di dalam sistem Nasional – Regional adalah 2 (dua) titik kontrol geodetic dengan koordinat masing-masing : BLK 1 = 6° 45' 48.95103" S, dan 108° 10' 57.31235" E, serta BLK 2 = 6° 45' 48.00196" S, dan 108° 11' 02.86314" E. 3) Di Komplek Kampus Balai Diklat Kehutanan Bogor di Rumpin. Titik kontrol yang dijadikan untuk kalibrasi adalah yang memberikan ketelitian koordinat geodetic sampai dengan level milimeter adalah 2 (dua) titik kontrol geodetik dengan koordinat masing-masing : Rmp 1 = 6° 26' 32.81357" S, dan 106° 38'36.90642" E, serta Rmp 2 = 6° 26' 30.03186" S, dan 106° 38'35.35677" E.
Gambar : 2. Titik kontrol geodetic Rpm 1 di Rumpin.
Pengumpulan Data Alat GPS yang digunakan terdiri dari 2 (dua) unit receiver GPS Garmin 76CSx, kompas, dan pita meter (rollmeter). Data-data GPS hasil pengamatan tersebut di olah dengan menggunakan beberapa software GPS untuk melihat kualitas data, hasil koordinat beserta ketelitiannya. Hasil-hasil tersebut nantinya akan menjadi masukan bagi kepentingan pemanfaatan GPS di bidang kehutanan, khususnya keperluan Diklat kehutanan, sehingga berguna untuk pengayaan/penyempurnaan bahan pembelajaran di Pusat Diklat Kehutanan dan Balai-Balai Diklat Kehutanan berdasarkan data dan informasi hasil uji lapangan pada berbagai penggunaan di lapangan.
3
Untuk menguji ketelitian receiver GPS Garmin 76CSx ini dilakukan dengan membandingkan posisi titik kontrol yang terdapat di Pusat Diklat Kehutanan, Balai Diklat Kehutanan Kadipaten, dan Balai Diklat Kehutanan Bogor di Rumpin. Untuk menguji ketelitian GPS Garmin 76CSx dilakukan pengamatan dengan metode absolut averaging pada titik-titik kontrol tersebut. Kemudian hasil pengamatan diplotkan ke dalam peta dengan menggunakan software SIG (Sistim Informasi Geografis) dan dibandingkan dengan koordinat titik kontrol. Dari perbandingan dua pengamatan ini akan didapat tingkat ketelitian dari GPS Garmin 76CSx dengan melihat jarak antara kedua data hasil pengamatan. Waktu dan pelaksanaan pengamatan dalam pengambilan data GPS di lapangan dilakukan pada Minggu II dan Minggu III bulan Juni 2010, serta Minggu III bulan Juli 2010. Titik GPS diamati dengan menggunakan 2 buah receiver GPS Garmin 76CSx dengan pengamatan data masing-masing lokasi selama ± 2 jam.
Analisis Data Dalam survei dengan GPS, pengolahan data GPS dimaksudkan untuk menghitung koordinat dari titik yang diukur (diamati) agar memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan. Ada beberapa karakteristik yang penting dari pengolahan survei GPS, yaitu : 1) Koordinat titik ditentukan dalam 3 dimensi terhadap suatu sistem koordinat kartesian yang geosentric yang didefinisikan oleh datum WGS 1984, dengan melakukan pengikatan ke titik-titik ikat nasional atau IGS (International GPS Service). 2) Proses estimasi vektor baseline maupun koordinat titik bertumpu pada metode hitungan perataan kuadrat terkecil (least-squares-adjustment). 3) Pengolahan data dilakukan setelah data dari beberapa receiver GPS yang terlibat dikumpulkan (postprocessing mode). 4) Pemuatan data GPS ke dalam software SIG. 5) Perbandingan data koordinat titik kontrol dengan data pengamatan receiver GPS 76CSx. 6) Perbandingan data pengamatan receiver GPS 76CSx di berbagai lokasi pengamatan. . Pengolahan baseline pada dasarnya bertujuan menghitung vektor baseline (dX, dY, dZ) menggunakan data fase sinyal GPS yang dikumpulkan pada dua titik ujung dari baseline yang bersangkutan, yang diilustrasikan pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar : 3. Pengolahan data baseline GPS
Koordinat titik-titik yang didapatkan dari pengolahan GPS biasanya adalah koordinat kartesian tiga dimensi (X, Y, Z) dalam datum WGS 1984 (Ellipsoid GRS 80). Koordinat kartesian tersebut selanjutnya dapat ditransformasikan menjadi koordinat geodetic (φ, λ, h atau L, B, H pada beberapa literatur ) atau dalam sistem koordinat proyeksi bidang datar seperti UTM seandainya diperlukan. Tahapan transformasi koordinat dalam bentuk gambar diagram diberikan sebagaimana di bawah.
4
Gambar : 4. Transformasi koordinat GPS
Hasil dan Pembahasan 1. Pengambilan Titik Pengukuran Secara Manual Di bawah adalah tabel lokasi pengambilan data, baik di Gunung Batu-Bogor, Kadipaten-Majalengka, dan Rumpin-Bogor. Pada pengambilan datanya meliputi; azimuth, jarak datar, dan prosen penutupan kanopi (tajuk pohon) yang dilengkapi dengan nama-nama jenis pohonnya. Dari data yang didapat, maka dapat diolah dan ditemukan tingkat akurasi alat (dalam satuan meter), hal ini di kalibrasikan dengan data dan informasi pada titik kontrol. Tabel: 1. Perhitungan tingkat akurasi alat GPS pada berbagai tutupan kanopi.
Catatan :
- Sawo hijau (Chrysophyllum cainito) - Kesambi (Schleicera oleosa) - Akasia (Acacia auriculiformis) - Ketapang (Terminalia cattapa - Mangga (Mangifera Spp.) - Salam (Eugiana Spp.)
- Lengkeng (Euphorbia longan) - Saga (Adenanthera Spp.) - Pinus (Pinus merkusit) - Kemiri (Aleurites mollucana) - Johar (Cassia siamea) - Beringin (Ficus benyamina)
5
2. Perhitungan Koordinat dari Pengukuran Cara Manual
Di bawah adalah tabel perhitungan koordinat dari pengukuran secara manual (Iangsung dari lapangan) pada berbagai lokasi pengambilan data, baik di Gunung Batu-Bogor, Kadipaten-Majalengka, dan Rumpin-Bogor. Tabel : 2. Perhitungan koordinat titik-titik pengukuran pada berbagai tingkat penutupan kanopi pohon.
Tabel : 3. Perhitungan koordinat latitude dan longitude titik-titik pengukuran di berbagai tingkat penutupan kanopi pohon.
3. Hasil Perbandingan Akurasi receiver GPS dalam berbagai Tutupan Kanopi Dari perhitungan-perhitungan di atas, maka dapat ditemukan perbandingan akurasi alat GPS Garmin 76CSx pada berbagai tutupan kanopi/tajuk pohon dalam satuan meter.
6
Tabel 4. Perhitungan Akurasi alat GPS Garmin 76CSx pada berbagai tutupan kanopi pohon.
Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan 1. Akurasi GPS Navigasi (Garmin 76CSx) pada tempat terbuka atau tidak tertutup tajuk pohon/kanopi (tree-crown) lebih tinggi dibandingkan dengan pada lokasi yang penutupan tajuknya sebesar 50%. dan terlebih lagi pada tutupan tajuk sebesar 100%. 2. Rata-rata akurasi GPS Navigasi (Garmin 76CSx) untuk tempat terbuka (tidak tertutup tajuk pohon) adalah 0 meter sampai dengan 0.57 meter. 3. Rata-rata akurasi GPS Navigasi (Garmin 76CSx) untuk tempat tertutup tajuk pohon/kanopi 50% adalah 2.92 meter - 20.75 meter. 4. Rata-rata akurasi GPS Navigasi (Garmin 76CSx) untuk tempat tertutup tajuk pohon/kanopi 100% adalah 3.3 meter - 26.34 meter.
B. Saran I Rekomendasi 1. Untuk kegiatan-kegiatan pengukuran di tempat terbuka, maka GPS Navigasi masih dapat dipergunakan. 2. Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan pengukuran di bawah tutupan kanopi pohon (tajuk pohon hutan), mulai dari 50% dipandang perlu ada tambahan penggunaan antenna (external-antenna) agar dapat mempertinggi akurasi basil ukuran. 3. Seyogiyanya pada setiap Balai Diklat Kehutanan (khususnya di lokasi KHDTK untuk Hutan Diklat) memiliki 2 (dua) titik kontrol yang akan dapat menjadi sarana bantu utama praktik pengukuran dan pemetaan. Disamping itu dapat dijadikan untuk kalibrasi alat, maka titik kontrol itu adalah yang memberikan ketelitian koordinat geodetic sampai dengan level milimeter. 4, Kiranya para pengajar/fasilitator/widyaiswara yang memberi pembelajaran tentang aplikasi GPS dapat menyampaikan pemahaman/persepsi yang tidak keliru, dalam hal ini tidak semua receiver GPS adalah alat canggih yang langsung menunjukkan posisi suatu titik yang pasti/tepat, dan dapat memetakan dengan sangat teliti.
Daftar Rujukan
1. Hasanuddin Z. Abidin, 1998. Aplikasi GPS dalam Bidang Kehutanan. Kelompok Keilmuan Geodesi – ITB. Jl. Ganesha 10, Bandung.
[email protected] 2. KK Geodesi FTSL ITB – BAPLAN Kehutanan, 2007. Titik Kontrol Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan – Gunung Batu – Bogor. 3. KK Geodesi FTSL ITB – Balai Diklat Kehutanan Kadipaten, 2007. Titik Kontrol BLK1 dan BLK2 Balai Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Kadipaten – Jawa Barat.
7
4. KK Geodesi FTSL ITB – BAPLAN Kehutanan, 2007. Laporan Pengamatan GPS: Test Kemampuan GPS di Ragam Tutupan Kanopi Hutan. 5. Owner's Manual. Getting Started. Turning on the GPSMAP 76CSx. www.garmin.com/manuals/GPSMAP76CSx OwnersManual.pdf
8