UJI KINERJA MESIN PEMBUBUK KOPI TIPE DISK MILL PADA BERBAGAI UKURAN DAN TINGKAT PENYANGRAIAN BIJI KOPI
Oleh: YOSE RIZAL KURNIAWAN F14102047
2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
UJI KINERJA MESIN PEMBUBUK KOPI TIPE DISK MILL PADA BERBAGAI UKURAN DAN TINGKAT PENYANGRAIAN BIJI KOPI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : YOSE RIZAL KURNIAWAN F14102047
2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
UJI KINERJA MESIN PEMBUBUK KOPI TIPE DISK MILL PADA BERBAGAI UKURAN DAN TINGKAT PENYANGRAIAN BIJI KOPI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : YOSE RIZAL KURNIAWAN F14102047 Dilahirkan pada tanggal 19 Mei 1984 di Kebumen Tanggal Lulus : Menyetujui , Bogor, September 2006 Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc
Dr. Ir. Sri Mulato, MS.
Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS
Yose Rizal Kurniawan. F141020247. Uji Kinerja Mesin Pembubuk Kopi Tipe Disk Mill pada Berbagai Ukuran dan Tingkat Penyangraian Biji Kopi. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria,M.Sc dan Dr. Ir. Sri Mulato, MS. RINGKASAN Kopi merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai kontribusi terhadap pendapatan petani kopi dan perekonomian negara Indonesia. Kopi banyak dinikmati oleh penduduk Indonesia sebagai minuman penyegar dengan citarasa sangat khas. Minuman tersebut didapatkan dari seduhan kopi dalam bentuk bubuk. Kopi bubuk merupakan produk kopi sekunder yang sedang dikembangkan dan diorientasikan ke arah industri hilir. Pengembangan produk sekunder kopi memberikan beberapa keuntungan bagi Indonesia antara lain peningkatan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan menjual biji kopi beras, peluang lapangan kerja, pengembangan industri terkait dan peningkatan konsumsi per kapita kopi di dalam negeri yang saat ini relatif rendah, dan mengurangi ketergantungan terhadap pasar biji kopi beras ke luar negeri. Pengembangan industri hilir kopi dapat dilakukan dengan meningkatkan cita rasa kopi yang diproduksi. Cita rasa tinggi kopi bubuk diharapkan dapat meningkatkan konsumsi kopi bubuk, sehingga permasalahan konsumsi kopi domestik yang rendah secara bertahap dapat diselesaikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi cita rasa seduhan kopi yaitu penggilingan. Penggilingan kopi sangrai akan menghaluskan kopi sangrai sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air panas. Ukuran partikel yang lebih kecil memungkinkan kontak partikel kopi dan air yang lebih baik. Pengembangan industri hilir kopi bubuk juga dapat dilakukan dengan penyediaan mesin produksi yang efisien dan mampu menghasilkan produk yang kompetitif. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia telah merancang mesin penggiling (grinder) tipe disk-mill yang cocok dengan harga terjangkau oleh pengusaha kecil baik secara teknologis maupun harga. Mesin ini diharapkan merupakan salah satu alternatif penyediaan sarana pengolahan kopi bubuk untuk pengembangan industri skala kecil dan menengah. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2006 di Laboratorium Rekayasa Alat dan Mesin Pengolahan dan Laboratorium Pasca Panen, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kopi robusta. Biji kopi beras robusta diperoleh dari kebun percobaan Kaliwining, Jember. Biji kopi beras telah mengalami proses pengolahan primer dan sortasi ukuran biji. Ukuran biji yang digunakan adalah sangat kecil, kecil, dan sedang. Kadar air biji kopi 12-14 %. Kadar kotoran 0%, dan densitas kamba 684 kg/m3. Peralatan yang digunakan adalah roaster tipe silinder datar kapasitas 10kg, grinder tipe disk-mill kapasitas 30 kg/jam, fluke 20 channel, komputer, kabel termokopel, tachometer TECPEL 1501, chromameter Minolta CR-300, ayakan RETSCH/ASTM, wet-sieving RETSCH, timbangan (ketelitian 0.1gram dan 0.02 kg). Mesin pembubuk biji kopi tipe disk mill terdiri dari mesin penggerak sebagai sumber tenaga. Hopper berfungsi sebagai penampung dan pengarah biji
kopi sebelum masuk ke ruang penggiling. Pada mesin pembubuk terdapat gigi stasioner, terbuat dari besi cor yang berfungsi sebagai pembubuk biji kopi pada posisi diam, gigi rotor terbuat dari besi poros yang berfungsi sebagai pembubuk pada posisi berputar, gigi sirip yang berfungsi mengarahkan bubuk kopi hasil pembubukan menuju saringan, saringan yang berfungsi sebagai tempat keluarnya bubuk kopi dan menentukan ukuran butiran kopi. Rangka mesin yang berfungsi sebagai tempat dudukan mesin pembubuk terbuat dari besi segi empat. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah kapasitas tertinggi mesin pembubuk kopi tipe disk-mill adalah 52 kg/jam dengan bahan yang diumpankan adalah biji ukuran kecil tingkat penyangraian ringan yang diperoleh pada kecepatan awal 5800 rpm dan bukaan hopper 25 %, serta ukuran saringan 200 mesh. Rendemen mesin pembubuk kopi mendekati 100% dengan rendemen terendah sebesar 98.9%. Suhu bubuk kopi selama 6 menit pembubukan mengalami peningkatan sampai suhu 44°C. Konsumsi bahan bakar paling efisien sebesar 15 ml/kg pada saat bahan yang diumpankan adalah biji ukuran sangat kecil tingkat penyangraian sedang. Efisiensi sistem transmisi mesin pembubuk dengan beban adalah 99 % sedangkan efisiensi tanpa beban adalah 98.3%. Proses pembubukan menghasilkan butiran kopi dengan ukuran sangat halus dengan ukuran partikel terbanyak dibawah 230 mesh yang mencapai lebih dari 50%. Bubuk kopi hasil penyangraian gelap mempunyai ukuran partikel terhalus dengan butiran berukuran di bawah 230 mesh sebanyak 56.52 %. Warna permukaan biji kopi sangrai menunjukkan warna yang lebih gelap dibandingkan warna daging biji kopi sangrai., sehingga warna bubuk kopi lebih cerah dibandingkan warana kopi sangrai. Pembubukan kopi menyebabkan penurunan densitas kamba. Aroma dan citarasa kopi tidak mengalami perubahan signifikan pada proses pembubukan selama 6 menit dengan peningkatan suhu mencapai 44°C. Kelarutan semakin meningkat dengan meningkatnya derajat penyangraian. Kelarutan tertinggi sebesar 30.5% diperoleh pada tingkat penyangraian gelap. Berdasarkan penelitan disarankan perlunya dilakukan uji kinerja dengan variasi ukuran saringan. Selain itu juga dilakukan penelitian besarnya kecepatan putar yang optimal dengan tingkat kebisingan rendah. Saran konkret bahan pembubukan yaitu biji ukuran sedang dan tingkat penyangraian sedang dengan kapasitas kerja mesin 43 kg/jam.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 19 Mei 1984, sebagai anak pertama dari pasangan Muhammad Abdul Cholik dan Suliestyaningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Tamanwinangun 2 Kebumen pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 1999 penulis lulus dari SLTPN 2 Tegal dan menamatkan pendidikan dari SMUN 1 Tegal pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis diterima melalui jalur USMI di Institut Pertanian Bogor, sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2002/2003 penulis aktif sebagai staf Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Keasramaan Badan Eksekutif Mahasiswa-Tingkat Persiapan Bersama (BEM-TPB). Tahun 2003/2004 penulis diamanahi sebagai Ketua Biro Kesekretariatan Forum Bina Islami Fateta (FBI-F), Ketua Ikatan Mahasiswa Tegal IPB (IMT IPB), dan staf Departemen Sosial Badan Eksekutif Mahasiswa Fateta (BEM Fateta). Selanjutnya pada tahun 2004/2005 penulis diamanahi sebagai Ketua Divisi Syiar FBI Fateta dan aktif sebagai staf Departemen PSDM HimatetaIPB. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengukuran Lingkungan, mata kuliah Penerapan Komputer, dan mata kuliah Motor Bakar dan Tenaga Pertanian pada tahun 2004/2005. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan praktek lapang di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember dengan judul laporan “Aspek Keteknikan Pertanian pada Manufakturing Mesin di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember, Jawa Timur”.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul : Uji Kinerja Mesin Pembubuk Kopi Tipe Disk Mill pada Berbagai Ukuran dan Tingkat Penyangraian Biji Kopi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini, terutama kepada : 1. Dr. Ir. Sri Mulato, MS yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan penelitian ini, juga atas dana dan fasilitas penelitian, 2. Prof. Dr. Hadi Karya Purwadaria,MSc yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan penelitian dan penyusunan laporan, 3. Dr. Ir. Leopold O. Nelwan,MSi selaku dosen penguji, 4. Pak Edy Suhariyanto, Pak Kaswan dan Bu Ninik for all, 5. Pak Yusi dan Bu Sulis atas bantuan dan waktu yang diberikan, 6. Teman-teman di laboratorium pasca panen PPKKI atas bantuan dan perhatiannya, 7. Mas Teguh, Heri, Agie, Agung, Ujang, Fikri, Dian, Arif, Aan, Bowo, Singgih, dan teman-teman seperjuangan penelitian, magang dan PKL di PPKKI atas bantuan dan kebersamaannya, 8. Karim, Achmad dan Ari ”Ado” Sembodo, thanks for the material, space and time, 9. Bapak, Ibu, Adik serta seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini, 10. Saudara-saudaraku di lingkar kecil+MR di Bogor dan Jember serta saudarasaudariku seperjuangan, 11. Santri ikhwan PPM Al-Inayah 1, never wanna say goodbye,
12. Sahabat-sahabatku TEP ’39 atas dukungannya sehingga penulis dapat menyusun skripsi dengan lancar, dan 13. semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satupersatu. Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dalam menyususn skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi terpenuhinya skripsi sesuai dengan harapan. Semoga skripsi ini bermanfaat sebagaimana mestinya.
Bogor, September 2006
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................. ii DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ vii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG......................................................................... 1 B. TUJUAN PENELITIAN ..................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOLOGI TANAMAN KOPI............................................................. 4 B. ANATOMI BUAH KOPI .................................................................. 6 C. PROSES PRODUKSI KOPI BUBUK............................................... 7 D. PENYANGRAIAN ............................................................................ 8 E. PEMBUBUKAN.............................................................................. 11 F. ANALISIS USAHA......................................................................... 14 III. BAHAN DAN METODE A. WAKTU DAN TEMPAT ................................................................. 19 B. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 19 C. PERLAKUAN................................................................................... 20 D. PENGAMATAN............................................................................... 20 E. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 23 F. PELAKSANAAN PENELITIAN...................................................... 24 G. KONSTRUKSI ALAT DAN MEKANISME KERJA...................... 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYANGRAIAN BIJI KOPI......................................................... 26 A.1. Suhu Penyangraian..................................................................... 26
A.2. Densitas Kamba dan Warna ....................................................... 32 B. MESIN PEMBUBUK KOPI TIPE DISK-MILL.............................. 34 B.1. Kapasitas ....................................................................................... 34 B.2. Suhu .............................................................................................. 38 B.3. Konsumsi Bahan Bakar................................................................. 39 B.4. Efisiensi......................................................................................... 40 C. SIFAT FISIK BUBUK KOPI .......................................................... 42 C.1. Distribusi Partikel ......................................................................... 42 C.2. Warna ............................................................................................ 43 C.3. Densitas Kamba ............................................................................ 44 C.4. Aroma dan Citarasa....................................................................... 45 C.5. Kelarutan ....................................................................................... 47 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ............................................................................... 48 B. SARAN ............................................................................................ 49 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 50
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Komposisi kimia biji kopi kering................................................ 7 Tabel 2.2. Basis perhitungan skala usaah pengolahan kopi bubuk secara kelompok........................................................................ 15 Tabel 2.3. Kebutuhan msin sangrai dan mesin pembubuk biji kopi .......... 15 Tabel 2.4. Jenis dan jumlah sarana penunjang proses produksi kopi bubuk................................................................................. 15 Tabel 2.5. Jenis dan jumlah kemasan biji kopi .......................................... 16 Tabel 2.6. Jenis dan luas bangunan pabrik kopi bubuk.............................. 17 Tabel 2.7. Analisa kelayakan proses produksi kopi bubuk........................ 18 Tabel 4.1. Perbedaan kecerahan kopi sangrai dan kopi bubuk .................. 43 Tabel 4.2. Perubahan densitas kamba kopi sangrai dan kopi bubuk......... 45 Tabel 4.3. Perubahan aroma kopi sangrai dan kopi bubuk ........................ 46 Tabel 4.4. Perubahan citarasa kopi sangrai dan kopi bubuk. ..................... 46
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1.
Penampang melintang buah kopi ........................................... 6
Gambar 2.2
Tahapan proses produksi kopi bubuk..................................... 7
Gambar 2.3.
Detail pembubuk LePage Cut .............................................. 13
Gambar 2.4.
Bagian dari Gump grinder.................................................... 14
Gambar 3.1.
Minolta Chromameter CR-300............................................. 21
Gambar 3.2.
Metodologi Penelitian .......................................................... 23
Gambar 3.3.
Mesin pembubuk kopi tipe disk-mill ................................... 25
Gambar 4.1.
Profil kenaikan suhu pada tingkat penyangraian ringan biji kopi ukuran sangat kecil. ............................................... 27
Gambar 4.2.
Profil kenaikan suhu pada tingkat penyangraian ringan biji kopi ukuran kecil ........................................................... 28
Gambar 4.3.
Profil kenaikan suhu pada tingkat penyangraian ringan biji kopi ukuran sedang ........................................................ 28
Gambar 4.4.
Profil kenaikan suhu pada tingkat penyangraian sedang biji kopi ukuran sangat kecil ................................................ 29
Gambar 4.5.
Profil kenaikan suhu pada tingkat penyangraian sedang biji kopi ukuran kecil ........................................................... 29
Gambar 4.6.
Profil kenaikan suhu pada tingkat penyangraian sedang biji kopi ukuran sedang ........................................................ 30
Gambar 4.7.
Profil kenaikan suhu pada tingkat penyangraian gelap biji kopi ukuran sangat kecil ................................................ 30
Gambar 4.8.
Profil kenaikan suhu pada tingkat penyangraian gelap biji kopi ukuran kecil ........................................................... 31
Gambar 4.9.
Profil kenaikan suhu pada tingkat penyangraian gelap biji kopi ukuran sedang ........................................................ 31
Gambar 4.10. Densitas kamba dan kecerahan biji pada tiga tingkatan penyangraian ........................................................................ 33 Gambar 4.11. Kapasitas mesin dengan variasi lebar bukaan hopper.......... 35 Gambar 4.12. Kapasitas mesin pembubuk kopi dengan variasi ukuran biji dan tingkat penyangraian ..................................................... 35
Gambar 4.13. Perubahan putaran unit pembubuk pada variasi beban ........ 36 Gambar 4.14. Rendemen hasil dengan variasi ukuran biji dan tingkat penyangraian ........................................................................ 37 Gambar 4.15. Profil perubahan suhu operasi mesin pembubuk kopi ......... 38 Gambar 4.16. Konsumsi bahan bakar mesin pembubuk kopi..................... 39 Gambar 4.17. Hubungan antara putaran poros tenaga penggerak dan putaran unit pembubuk......................................................... 41 Gambar 4.18. Hubungan antara putaran poros tenaga penggerak dan putaran unit pembubuk tanpa beban .................................... 41 Gambar 4.19. Sebaran ukuran partikel bubuk kopi hasil pembubukan mesin pembubuk tipe disk-mill ............................................ 42 Gambar 4.20. Kelarutan bubuk kopi ........................................................... 47
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Mesin sangrai tipe silinder datar berputar kapasitas 10 kg... 53
Lampiran 2.
Mesin pembubuk kopi tipe disk-mill .................................... 54
Lampiran 3
Kopi sangrai dan kopi bubuk dari biji ukuran sangat kecil .. 55
Lampiran 4
Kopi sangrai dan kopi bubuk dari biji ukuran kecil ............. 56
Lampiran 5
Kopi sangrai dan kopi bubuk dari biji ukuran sedang .......... 55
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kopi merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai kontribusi terhadap pendapatan petani kopi dan perekonomian negara Indonesia. Daerah produksi kopi tersebar di hampir semua provinsi, mulai Aceh hingga Papua. Pada tahun 2002, produksinya sebesar 569 111 ton, terdiri atas 528 817 ton (92.9%) dihasilkan perkebunan rakyat, 29 901 ton (5.3%) perkebunan besar negara, dan 10 398 ton (1.8%) perkebunan besar swasta (Abdoellah, 2003). Ini menunjukkan bahwa sebagian besar komoditas kopi dihasilkan oleh petani. Sebagai komoditas ekspor, meskipun masih didominasi oleh bentuk produk primer, perolehan devisa dari ekspor komoditas pertanian salah satunya diperoleh dari kopi (Tondok, 1999). Dari total produksi biji kopi nasional yang mencapai 600 000 ton per tahun, hanya 20% yang diolah dan dipasarkan dalam bentuk sekundernya antara lain kopi sangrai, kopi bubuk, kopi cepat saji, dan beberapa produk turunan lainnya. Padahal, pengembangan produk yang demikian dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka peluang pasar dan menyerap tenaga kerja di pedesaan (Mulato et al., 2006) Kopi banyak dinikmati oleh penduduk Indonesia sebagai minuman penyegar dengan citarasa sangat khas. Minuman tersebut didapatkan dari seduhan kopi dalam bentuk bubuk. Kopi bubuk merupakan produk kopi sekunder yang sedang dikembangkan dan diorientasikan ke arah industri hilir. Pengembangan produk sekunder kopi memberikan beberapa keuntungan bagi Indonesia antara lain peningkatan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan menjual biji kopi beras, peluang lapangan kerja, pengembangan industri terkait dan peningkatan konsumsi per kapita kopi di dalam negeri yang saat ini relatif rendah, dan mengurangi ketergantungan terhadap pasar biji kopi beras ke luar negeri (Mulato, 2002). Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 200 juta, pangsa pasar bubuk kopi berpeluang cukup besar. Konsumsi kopi domestik sekarang ini masih sangat rendah, yaitu hanya 70 000 ton/tahun atau sekitar 0.5 kg/kapita/tahun. Pada masa para krisis ekonomi diperkirakan angka konsumsi sekitar 0.65-
0.7kg/kapita/tahun (Yahmadi dalam Martadinata et al., 2001). Tingkat konsumsi kopi di negara produsen relatif rendah yaitu kurang dari 1 kg/kapita/tahun, karena umumnya termasuk kelompok negara berkembang yang daya belinya relatif rendah, kecuali Brasil yang tingkat konsumsinya relatif tinggi sekitar 4-5 kg/kapita/tahun. Oleh karena itu, pengembangan industri hilir kopi bubuk mempunyai prospek usaha yang baik (Martadinata et al., 2001). Pengembangan industri hilir kopi dapat dilakukan dengan meningkatkan cita rasa kopi yang diproduksi. Cita rasa tinggi kopi bubuk diharapkan dapat meningkatkan konsumsi kopi bubuk, sehingga permasalahan konsumsi kopi domestik yang rendah secara bertahap dapat diselesaikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi cita rasa seduhan kopi yaitu penggilingan (Sivetz & Desrosier, 1979). Penggilingan kopi sangrai akan menghaluskan kopi sangrai sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air panas. Ukuran partikel yang lebih kecil memungkinkan kontak partikel kopi dan air yang lebih baik (Sulistyowati, 2001). Tingkat kehalusan bubuk kopi sangat ditentukan oleh ukuran ayakan yang dipasang di bagian bawah mesin pembubuk. Makin halus ukuran ayakan di dalam silinder pembubuk, ukuran partikel bubuk kopinya makin halus. Pada mesin pembubuk tipe atrisi, jika dipasang ayakan 200 mesh, sebagian besar (79.12%) bubuk kopi akan mempunyai ukuran antara 0.074-0.09 mm. Kapasitas mesin bubuk adalah 60 kg biji kopi sangrai per jam (Martadinata et al., 2001). Pada mesin pembubuk tipe burr-mill, jika digunakan lubang ayakan ukuran 80 mesh, maka akan diperoleh distribusi ukuran partikel bubuk sebanyak 24 % bubuk kopi tertahan di ayakan 140 mesh dan 79 % sisanya tertahan di ayakan 200 mesh. Dengan demikian ukuran partikel bubuk kopi yang dihasilkan berkisar antara 0.06 dan 0.075 mm (Mulato et al., 2006) Pengembangan industri hilir kopi bubuk juga dapat dilakukan dengan penyediaan mesin produksi yang efisien dan mampu menghasilkan produk yang kompetitif. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia telah merancang mesin penggiling (grinder) tipe disk-mill yang cocok dengan harga terjangkau oleh
pengusaha kecil baik secara teknologis maupun harga. Mesin ini diharapkan merupakan salah satu alternatif penyediaan sarana pengolahan kopi bubuk untuk pengembangan industri skala kecil dan menengah.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah menguji kinerja mesin pembubuk (grinder) kopi tipe disk mill. Tujuan yang lebih khusus adalah sebagai berikut 1. mengkaji kinerja mesin pembubuk kopi pada ukuran biji kopi, dan tingkat penyangraian yang berbeda, 2. mengetahui mutu kopi bubuk hasil penggilingan kopi sangrai pada ukuran biji kopi dan tingkat penyangraian yang berbeda.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BIOLOGI TANAMAN KOPI Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan dengan batang, cabang dan ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan dengan tanaman lain. Tanaman ini mempunyai beberapa jenis cabang yang sifat dan fungsinya agak berbeda. Meskipun
kopi
merupakan
tanaman
tahunan,
tetapi
umumnya
mempunyai perakaran yang dangkal. Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada kemarau panjang bila di daerah perakarannya tidak diberi mulsa. Secara alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan (okulasi) yang batang bawahnya merupkan semaian. Tanaman kopi yang bibitnya berasal dari bibit stek, cangkokan atau bibit okulasi yang batang bawahnya merupakan bibit stek tidak memiliki akar tunggang sehingga relatif mudah rebah. Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur + 2 tahun. Mula-mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang reproduksi. Tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas, dan hanya dihasilkan oleh tanaman-tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal dari kuncup-kuncup sekunder dan reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga. Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol. Ada 5 jenis buah kopi yang dikenal yaitu arabika, robusta, ekselsa, hibrida, liberika. Buah kopi arabika dan robusta banyak dibudidayakan di Indonesia.
1. Kopi Arabika (Coffea arabica) Beberapa sifat penting kopi arabika : a. Daerah yang ketinggiannya antara 700-1700 m dpl dan suhu 16-20 ºC b. Daerah yang iklimnya kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman c. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 dpl d. Rata-rata produksi sedang (450-500 kg kopi beras/ha/tahun), tetapi mempunyai harga dan kualitas yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya. Bila
dikelola
secara
intensif
produksinya
bisa
mencapai
1.5-2
ton/ha/tahun. Rendemen + 18% e. Umumnya berbuah sekali dalam setahun. Beberapa varietas kopi yang termasuk kopi arabika dan banyak diusahakan di Indonesia antara lain : Abesinia, Pasumah, Marago Type dan Congensis. Masingmasing varietas tersebut mempunyai sifat agak berbeda dengan yang lainnya. 2. Kopi Robusta (Coffea robusta) Beberapa sifat penting kopi robusta : a. Resisten terhadap penyakit HV b. Tumbuh pada ketinggian 400-700 m dpl, tetapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl, dengan temperatur 21-24°C c. Daerah yang bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut, dengan 3-4 kali hujan kiriman d. Produksi lebih tinggi daripada kopi arabika dan liberika (rata-rata + 0.91.3 ton kopi beras/ha/tahun). Dan bila dikelola secara intensif bisa berproduksi 2 ton/ha/tahun. e. Kualitas buah lebih rendah daripada kopi arabika, tetapi lebih tinggi daripada kopi liberika. f. Rendemen + 22%. Beberapa varietas yang termasuk kopi robusta antara lain Quillou, Uganda, dan Chanephora (Lablink, 2001). Indonesia tergolong produsen kopi robusta terbesar, dengan produksi sekitar 6.8 juta karung atau sekitar 400 000 ton setahun. Produksi yang demikian
besar ini menjadikan Indonesia sebagai negara produsen utama kopi robusta, diikuti Ivory Coast (4.0 juta karung atau sekitar 250 000 ton/tahun), Uganda (2.5 juta karung atau sekitar 150 000 ton setahun), Kamerun, Madagaskar, Zaire yang rata-rata menghasilkan 70-100 ribu ton setahun dan beberapa negara lainnya (Siswoputranto, 1993).
B. ANATOMI BUAH KOPI
Gambar 2.1. Penampang melintang buah kopi (Mutua, 2000). Bagian–bagian penting yang membentuk buah kopi adalah kulit buah, daging buah, kulit tanduk, kulit ari, biji, dan tangkai. Kulit buah terdiri satu lapisan yang tipis berwarna hijau tua saat masih muda, kuning saat setengah masak dan merah saat masak penuh (fully ripe). Warna tersebut akan berubah menjadi kehitam-hitaman setelah melewati masak penuh (over ripe). Daging buah kopi masak mengandung lendir dan senyawa gula yang rasanya manis. Lapisan lendir pada buah muda sangat sedikit, bertambah sampai buah masak penuh dan berkurang setelah buah lewat masak (Yusianto & Mulato, 2003). Buah kopi umumnya terdiri atas sepanjang biji yang saling melekat. Biji kopi tertutup oleh kulit tanduk yang keras dan kulit ari yang tipis menempel langsung di permukaan biji kopi. Biji kopi merupakan produk akhir dari proses pengolahan kopi dengan komposisi kimia seperti pada Tabel 2.1. Kaffein mempunyai sifat sebagai perangsang syaraf dan merupakan senyawa yang sangat penting dalam bidang farmasi dan kedokteran, sedang kaffeol merupakan komponen penambah citarasa dan aroma (Mulato et al., 2006).
Tabel 2.1. Komposisi kimia biji kopi kering (Mulato et al., 2006) Komponen
Persentase (%)
Air
11-12
Kaffein
1-2
Lemak
12-13
Gula
8-9
Selulosa
18-19
Senyawa yang mengandung N
12-13
Senyawa tanpa mengandung N
33-34
Abu
3-4
C. PROSES PRODUKSI KOPI BUBUK Diagram alir proses produksi kopi bubuk ditampilkan pada Gambar 2.2. Biji kopi Panen buahberas masak
Penyangraian Panen buah masak
Pendinginan Panen buah masak Pencampuran Panen buah masak Penghalusan Panen buah masak
Pengemasan Panen buah masak Pengepakan Panen buah masak Pemasaran Panen buah masak
Gambar 2.2. Tahapan proses produksi kopi bubuk (Mulato et al., 2006). Biji kopi beras hasil sortasi menurut kelompok mutu dapat dicuci. Pencucian dimaksudkan untuk membersihkan biji kopi beras dari kontaminan yang menyebabkan cacat rasa seperti jamur, benda asing, serangga dan biji hitam
atau biji kopong (hampa). Aliran air bersih akan mengapungkan kontaminan yang ringan (mengapung) dan membersihkan jamur yang menempel di permukaan. Biji kopi yang terendam menunjukkan biji bernas karena densitasnya lebih besar dari pada air. Warna biji yang demikian terlihat cerah dan bersih. Bau asing juga akan hilang terikut atau tercuci oleh air yang mengalir lewat lobang-lobang di dasar bak pencuci. Biji kopi yang sudah bersih dikeringkan dengan cara penjemuran (jika cuaca baik) atau dengan pengering mekanis sampai kadar air akhir biji kopi mencapai 12-13% (Martadinata et al., 2001). Kegiatan selanjutnya yaitu penyangraian dan pembubukan. Kopi bubuk dikemas dalam tiga jenis kemasan yang berbeda sesuai dengan golongan mutunya, yaitu golongan mutu I, II, atau III. Golongan mutu I menggunakan kemasan aluminium foil dengan kapasitas kemasan 250 gram. Selain mempunyai penampilan yang bagus, daya simpan bubuk kopi di dalam kemasan aluminium mampu bertahan sampai 1 tahun tanpa mengalami perubahan mutu. Dengan demikian, nilai ini dipakai dipakai sebagai batas kadaluwarsa. Sedangkan masa kadaluwarsa kemasan plastik hanya 6 bulan. Dengan demikian, berat bubuk kopi dalam kemasan plastik dipilih 50 gram dan 100 gram agar cepat habis sebelum masa kadaluwarsa berakhir. Penurunan aroma bubuk kopi umumnya disebabkan oleh oksidasi udara atau penguapan senyawa-senyawa aromatik yang mudah terbang (Martadinata et al., 2001). Pengemasan bubuk kopi pada penelitian ini dilakukan secara manual dengan hand press atau hand sealer. Pemberian label tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah seluruh tahapan proses pengemasan selesai. Hasil pengamatan terhadap produk yang rusak menunjukkan bahwa sebanyak 1.80-2.0 % kemasan ditarik ulang dari pasaran (konsumen) karena bocor dan label rusak (Martadinata et al., 2001). D. PENYANGRAIAN Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian (Mulato et al., 2006). Penyangraian biji kopi merupakan proses yang penting dalam industri perkopian dan amat menentukan mutu minuman kopi yang diperolehnya. Proses ini mengubah biji-biji kopi mentah yang tidak enak menjadi bahan minuman dengan aroma dan citarasa lezat. Proses penyangraiannya dapat menggunakan
tekanan atmosfer dengan udara panas, dengan hembusan gas atau melalui kontak dengan bahan metal panas (Siswoputranto, 1993). Penyangraian diselaraskan dengan permintaan dan kegemaran konsumen yang sebagian menyenangi light roast (sangraian ringan), medium roast (sangraian sedang), atau dark roast (sangraian gelap). Cara sangrai yang berlainan ini selain berpengaruh pada citarasa, juga turut menentukan warna bubuk kopi yang dihasilkan. Derajat pana amat menentukan (Siswoputranto, 1993). Teknologi penyangraian harus disesuaikan dengan jenis biji kopi: Arabika atau Robusta, dibedakan dari daerah asalnya dan diatur menurut ukuran biji kopi. Keadaan ini mengharuskan pabrik-pabrik kopi untuk memperoleh bijibiji kopi yang seragam mutu dan seragam ukuran biji kopinya. Tidak tercampurkan macam-macam jenis kopi, tidak beragam ukuran biji kopinya, tidak tercampur biji-biji pecah ataupun biji-biji kecil. Tidak tercampur kotoran dan benda-benda asing yang bisa merusak citarasa minuman kopinya (Siswoputranto, 1993). Selama proses penyangraian, ada tiga tahapan reaksi fisik dan kimiawi berjalan secara berurutan, yaitu (Sivetz & Desrosier, 1979) : a. penguapan air dari dalam biji. b. penguapan senyawa volatil (senyawa yang mudah menguap) antara lain aldehid, furfural, keton, alkohol, dan ester. c. pirolisis atau pencoklatan biji. Selain keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan citarasa, kesempurnaan reaksi sangrai dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu panas dan waktu (Sivetz & Desrosier, 1979). Pada tahap awal proses, energi panas yang tersedia di dalam ruang sangrai digunakan untuk menguapkan air. Kadar air biji kopi yang semula 12% turun cepat menjadi 4% pada saat pemanasan berlangsung 14 menit. Setelah itu, penurunan kadar air berlangsung
relatif lambat dan
mencapai 2.8% pada selang waktu pemanasan 22 menit (Mulato, 2002). Bersamaan dengan penguapan air, beberapa senyawa volatil yang terkandung di dalam biji kopi ikut teruapkan. Peristiwa ini ditandai dengan penurunan kecepatan curah sebagai akibat dari perubahan fisik biji kopi seperti pengembangan volume (swelling) dan pembentukan pori-pori. Di dalam jaringan
sel sehingga berat biji kopi per satuan volume menjadi lebih kecil (Sivetz & Desrosier, 1979). Pada awalnya, biji kopi beras dengan kadar air 12% mempunyai kerapatan curah 615 kg/m3. Setelah biji kopi disangrai selama 8 menit, kerapatan curahnya berkurang menjadi 506 kg/m3. Pada penyangraian selanjutnya, kerapatan curah biji kopi turun secara tajam menjadi 317 kg/m3 pada penyangraian menit ke-22. Fenomena ini berlainan dengan profil penurunan kadar air yang cenderung mendekati nilai kadar air kesetimbangan dengan kelembaban udara pada suhu ruang sangrai, sehingga molekul air sulit diuapkan dari dalam biji kopi (Mulato, 2002). Secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi berbagai kecoklatan. Tingkat warna coklat biji kopi sangrai sangat tegantung pada suhu dan waktu penyangraian dan dipakai sebagai salah satu tolok ukur tingkat penyangraian. Jika tingkat kecerahan dipakai sebagai ukuran untuk membedakan ketiga warna biji kopi sangrai tersebut, maka diperoleh nilai Lovibond biji kopi beras berkisar antara 60-65. Setelah mengalami penyangraian ringan (light), sebagian 34-35. Penelitian menggunakan alat sangrai tipe silinder berputar dengan operasi batch dan pemanasan langsung menunjukkan bahwa tingkat sangrai ringan dicapai pada kisaran suhu sangrai antara 185-190ºC dengan waktu sangrai 15 menit, tingkat sangrai medium dicapai pada suhu 205ºC dengan waktu 22 menit dan tingkat sangrai gelap diperoleh setelah 27 menit pada suhu mendekati 220ºC. Waktu sangrai ditentukan setelah suhu ruang sangrai mencapai mencapai 150ºC saat dimana biji kopi sebanyak 15 kg dimasukkan ke dalam silinder sangrai. Suhu tersebut dipilih pada saat sumber panas memberikan kondisi suhu operasi yang stabil. Tidak semua roaster mengandalkan otomatisasi, komputer, atau mencocokkan warna biji dengan color chart, tapi lebih mengandalkan ketrampilan, pengalaman, pengetahuan dan kemampuan deteksi terhadap bau, citarasa, bentuk/warna untuk menemukan penyangraian terbaiknya (Big Valley Coffee Company, 2004 dalam Yusianto, 2003).
E. PEMBUBUKAN Proses pembubukan biji kopi setelah disangrai merupakan tahap penting dalam industri kopi. Penampilan yang menarik bubuk kopi akan meningkatkan pula permintaan akan berbagai jenis kopi di pasaran. Dikenal hasil pembubukan biji kopi yang dibedakan menjadi: coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), dan very fine (bubuk amat halus) (Siswoputranto, 1993). Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehinggga senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air panas. Mesin penghalus biji kopi sangrai yang umum digunakan oleh industri kopi bubuk adalah tipe burrmill (Mulato et al., 2006). Burr-mill terdiri atas dua buah piringan terbuat dari lempengan batu atau baja, yang satu berputar (rotor) dan yang lainnya diam (stator). Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Proses gesekan yang sangat intensif akan menyebabkan panas di mesin dan akan berpengaruh pada mutu kopi bubuk (kehilangan aroma). Oleh karena, mesin penghalus sebaiknya dioperasikan secara terputus. Jika suhu bubuk kopi sudah panas, maka mesin dihentikan dan dibuka tutupnya untuk mendinginkan bagian dalam komponen penggilingnya dan kemudian mesin dapat dioperasikan kembali (Mulato et al., 2006). Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh ukuran ayakan yang dipasang pada bagian dalam mesin pembubuk. Makin halus ukuran ayakan di dalam silinder pembubuk, ukuran partikel bubuk kopinya makin halus. Jika lubang ayakan digunakan ukuran 80 mesh, maka akan diperoleh distribusi ukuran partikel bubuk 24 % bubuk kopi tertahan di ayakan 140 mesh dan 79% sisanya tertahan di ayakan 200 mesh. Dengan demikian ukuran partikel bubuk kopi yang dihasilkan oleh mesin pembubuk tipe burr-mill berkisar antara 0.06 dan 0.075 mm (Mulato et al., 2006). Martadinata et al.(2001) melaporkan biji kopi tersangrai yang dimasukkan ke dalam mesin pembubuk tipe atrisi kapasitas 60 kg per jam,
sebagian besar (79.12 %) bubuk kopi akan mempunyai ukuran antara 0.0740.09mm. Ukuran ayakan 200 mesh. Gaya pukul (impact) dan geser (shear) dari rotor mesin pembubuk telah mengubah bentuk fisik biji kopi yang semula oval menjadi butiran kopi yang sangat halus (Widyotomo & Mulato, 2000). Pada dasarnya semain halus bubuk kopi, semakin cepat diperoleh hasil seduhan kopinya. Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan pula dengan dengan cara penyeduhan kopi yang digemari masyarakat. Di pabrik-pabrik dipergunakan alat-alat pembubuk kopi yang bekerja secara masinal dan dengan kapasitas-kapasitas besar. Pabrik-pabrik ini menghasilkan blends dari campurancampuran biji-biji kopi dari berbagai negara, juga dari berbagai cara penyangraiannya, untuk menghasilkan citarasa-citarasa khas yang digemari konsumen (Siswoputranto, 1993). Beberapa jenis alat pembubuk yang dikenal antara lain (Sivetz & Desrosier, 1979): 1. Mortar and Pestle (Penumbuk dan lumpang) Peralatan ini masih dipergunakan di beberapa daerah sebagai peralatan dasar untuk menghaluskan biji kopi sangrai menjadi bubuk. Negara muslim masih banyak menggunakan jenis pembubuk ini. Hasil pembubukan sangat baik. 2. Burr-Mill Burr-mill biasa dipakai untuk menggiling biji-bijian dan masih banyak dipakai oleh industri-industri di daerah terbelakang di dunia. Sebuah batu berbentuk bundar yang lebar dengan permukaan bergerigi berputar berhadapan dengan batu bundar yang sama
dengan posisi diam. Biji-bijian diumpankan
melaui lubang di bagian tengah batu yang diam, yang kemudian mengalami pengecilan ukuran. Biji-bijian tersebut menjadi butiran-butiran kecil agar dapat keluar dari ruang penghalusan. Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Sekarang ini, batu diganti dengan piringan besi tuang bergerigi. 3. LePage Cut Pembubuk ini terdiri dua gulungan pemotong. Salah satu gulungan mempunyai pisau pemotong yang berjajar melintang, dan lainnya mempunyai
pisau pemotong yang membujur. Kedua gulungan akan menjepit dan menghancurkan biji kopi. Pengecilan ukuran lebih efisien dibandingkan tipe piringan. Hasil pembubukan lebih seragam ukurannya, suhu lebih rendah, dan kerja gulungan lebih ringan.
Gambar 2.3. Detail pembubuk LePage Cut (Sivetz & Desrosier, 1979).
4. Gump Grinder Untuk memenuhi permintaan hasil pembubukan yang lebih halus, ditambahkan gulungan dan penghancur, menyebabkan tiga proses pengecilan ukuran bertingkat. Kemudian, sepasang gulungan ditambahkan. Biji kopi akan melalui dua penghancur dan dua penghalus atau empat prose pengecilan ukuran bertingkat. Gambar 2.4 menunjukkan struktur Gump Grinder dimana terdapat tiga proses peretakan dan satu set gulungan pembubuk. Satu set gulungan pembubuk selanjutnya diperlukan dalam pembubukan komersil untuk kopi kemasan vakum dengan bubuk kopi yang halus.
Gambar 2.4. Bagian dari Gump grinder (Sivetz & Desrosier, 1979).
F. ANALISIS USAHA 1. Kebutuhan Alat dan Mesin Kapasitas alat dan mesin dirancang dengan basis produksi kopi bubuk seperti disajikan pada Tabel 2.2, sedangkan jenis dan jumlahnya disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2. Basis perhitungan skala usaha pengolahan kopi bubuk secara kelompok (Mulato, 2003) Parameter produksi Produksi kopi bubuk, ton/bulan Konvesi kopi beras ke bubuk kopi, % Kebutuhan biji kopi beras, ton/bulan Produktivitas kebun, ton/ha/tahun Luasan kebun per satuan koperasi, ha
Nilai 3.75 75 5 0.8 75
Tabel 2.3. Kebutuhan mesin sangrai dan mesin pembubuk biji kopi (Mulato, 2003) Basis perhitungan Kapasitas sangrai, kg/batch Waktu sangrai per batch, menit Kapasitas sangrai per jam, kg Hari kerja per bulan, hari Lama operasi sangrai per hari, jam/hari Konversi biji kopi beras/biji kopi sangrai, % Produksi kopi sangrai per hari, kg Kebutuhan mesin sangrai, buah Konversi biji kopi sangrai/kopi bubuk, % Produksi kopi bubuk per hari, kg Kapasitas mesin pembubuk, kg/jam Kebutuhan mesin pembubuk, buah Lama operasi mesin pembubuk, jam/hari
Nilai 25.00 30.00 60.00 25.00 4.00 85 170 1.00 88.25 150 30.00 1.00 5.00
2. Sarana Penunjang Tabel 2.4. Jenis dan jumlah sarana penunjang proses produksi kopi bubuk (Mulato, 2003) Sarana Penunjang Peralatan kantor dan telekomunikasi, paket Bak penyimpan biji kopi beras @25 kg, buah Bak penyimpan biji kopi sangrai @25 kg, buah Bak penyimpan bubuk kopi @ 25 kg,buah Alat pengemas, buah Alat penanda, buah Alat laboeratorium, paket Alat bengkel sederhana, paket Sepeda motor, buah Generator listrik, 10 kVA, unit Tangki minyak kapasitas 1000 liter, unit Tangki air kapasitas 40 m3 dan pompa, unit Gerobak dorong, buah
Jumlah 1 10 8 6 2 2 1 1 1 1 1 1 5
Selain peralatan pokok, proses produksi biji kopi beras dan kopi bubuk memerlukan sarana penunjang untuk kelancaran operasionalnya (Tabel 2.4). Alat tersebut antara lain untuk proses pengemasan , sarana laboratorium untuk uji kualitas bahan baku dan mutu kopi bubuk, dan sarana penunjang lain seperti generator listrik sebagai sumber listrik tambahan saat sumber listrik PLN padam dan sarana angkut bahan baku dan bahan jadi serta sebuah sepeda untuk keperluan tugas luar. 3. Bahan Pembantu Bahan pembantu
utama yang digunakan adalah kemasan. Tujuan
pengemasan adalah untuk mempertahankan aroma dan cita rasa kopi bubuk selama diangkut, didistribusikan ke konsumen dan selama dijajakan di toko, di pasar tradisional dan di pasar swalayan dan selama disimpan oleh pemakai. Jika tidak dikemas secara baik, kesegaran aroma dan citarasa kopi bubuk akan berkurang secara signifikan setelah satu atau dua minggu . Tabel 2.5. Jenis dan jumlah kemasan biji kopi dan kopi bubuk (Mulato, 2003) Jenis kemasan Untuk biji kopi: Jenis kemasan Kapasitas per kemasan, kg Kebutuhan, buah
Sak plastik 40 1 500
Untuk kopi bubuk: Jenis kemasan Kapasitas per kemasan, kg Kebutuhan, lembar Kemasan kardus: Isi bersih, kg Kebutuhan, buah
I
II
III
Aluminium 250 36 000
Plastik 100 90 000
Plastik 50 540 000
10 1 800
10 1 800
10 5 400
Beberapa jenis kemasan yang umum adalah plastik transparan, aluminium foil, metal, dan gelas, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan dari aspek daya simpan, kepraktisan penggunaan dan harga. Selain keawetan, tampilan kemasan juga harus mampu menarik perhatian pembeli kopi bubuk. Hal ini penting terutama untuk konsumen dari golongan “packaging appearance minded”. Rancangan gambar, warna, dan tulisan harus dicetak dengan
jelas di permukaan agar kemasan menarik pembeli dan tampil beda dengan produk-produk sejenis yang telah beredar di pasaran. Untuk mempermudah pemasaran dan distribusi ke konsumen, kemasankemasan kopi bubuk dalam jumlah tertentu dikemas lagi di dalam kardus (karton). Kardus diberi label nama perusahaan, merek dagang, jenis mutu, ukuran kemasan, bentuk kemasan, dan label produksi yang jelas. Sebelum dipasarkan, kemasankemasan kardus disimpan di dalam gudang dengan sanitasi, penerangan, dan ventilasi yang cukup. Kebutuhan kemasan dan pengepak disajikan pada Tabel 2.5. 4. Lahan dan Bangunan Kebutuhan lahan untuk menempatkan alat dan mesin serta sarana penunjang proses produksi kopi bubuk disajikan pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Jenis dan luas bangunan pabrik kopi bubuk (Mulato, 2003) Bangunan Pabrik Gudang biji kopi beras Lantai jemur Gudang kopi bubuk Kantor dan laboatorium Jumlah
Luas m2 120 100 700 100 100 1120
5. Analisis Ekonomis Kelayakan ekonomis produksi kopi bubuk dianalisis dengan menghitung beberapa parameter finansial seperti titik impas atau BEP (Break Even Point), IRR (Internal Rate of Return), Pay Back Period, dan B/C rasio (Tabel 2.7). Investasi untuk pendirian unit pengolahan kopi bubuk adalah sebesar Rp 207 935 000,. Biaya ini termasuk untuk pengadaan lahan dan gedung untuk peralatan produksi, gudang berikut dengan instalasinya sampai seluruh peralatan siap berproduksi. Biaya tetap terdiri atas gaji pegawai dan operator pabrik, pengeluaran perawatan gedung, alat dan mesin serta sarana penunjangnya, depresiasi alat dan gedung serta bunga bank (16%). Total biaya tetap adalah Rp 109 275 734,-. Biaya variabel dikeluarkan untuk keperluan pembelian bahan baku (buah kopi), operasioanal pabrik (listrik, bahan bakar dan air), pembelian sak karung,
biaya umum, dan pengawasan mutu. Dengan asumsi kapasitas produksi penuh (45 ton kopi bubuk per tahun), total biaya variabel adalah Rp 507 308 615,-. Dengan tingkat produksi 45 ton kopi bubuk, maka harga pokok kopi bubuk adalah Rp 13 700,- per kg. Harga ini merupakan harga jual minimal kopi bubuk ke pasar bebas dan belum memperhitungkan keuntungan. Untuk menghadapi pemasaran kopi bubuk yang begitu ketat, maka harga jual harus ditentukan sedemikian rupa sehingga kompetitif dengan harga jual dari produk sejenis yang telah beredar dan dikenal oleh masyarakat luas. Dengan harga jual kopi bubuk sebesar sebesar Rp 20 000,- per kg, keuntungan atau manfaat ekonomis yang diperoleh petani dari kepemilikan unit pengolahan kopi bubuk selama kelompok ini nampaknya cukup baik. Nilai indikator kelayakan , B/C rasio dan IPP masing-masing adalah adalah 3.42 dan 40.50%, sedang nilai BEP dan Pay Back Periodnya adalah 35% dan 2.40 tahun. Tabel 2.7. Analisa kelayakan proses produksi kopi bubuk (Mulato, 2003) Komponen biaya Investasi: Biaya lahan dan gedung Alsin dan sarana penunjangnya Jumlah Biaya tetap: Gaji pegawai Perawatan Depresiasi Bunga Jumlah Biaya variabel: Bahan baku, promosi, kemasan, distribusi dll Biaya bahan bakar Biaya listrik Jumlah Neraca biaya: Total pengeluaran Harga pokok, Rp/kg Harga jual, Rp/kg kopi bubuk Indikator kelayakan: B/C rasio IRR, % BEP, % Pay Back Period, tahun
Nilai, Rp 94 625 000 113 310 000 207 935 000 88 340 000 2 687 050 8 600 500 9 648 184 109 275 734 474 863 615 5 670 000 26 775 000 507 308 615 616 584 349 13 702 20 000 3.42 40.50 35 2.40
III. BAHAN DAN METODE
A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2006 di Laboratorium Rekayasa Alat dan Mesin Pengolahan dan Laboratorium Pasca Panen, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.
B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kopi robusta. Biji kopi beras robusta diperoleh dari kebun percobaan Kaliwining, Jember. Biji kopi beras telah mengalami proses pengolahan primer dan sortasi ukuran biji. Ukuran biji yang digunakan adalah sangat kecil, kecil, dan sedang. Kadar air biji kopi 1214 %. Kadar kotoran 0%, dan densitas kamba 684 kg/m3. Peralatan yang digunakan adalah roaster tipe silinder datar kapasitas 10kg, grinder tipe disk-mill kapasitas 30 kg/jam, fluke 20 channel, komputer, kabel termokopel, tachometer TECPEL 1501, chromameter Minolta CR-300, ayakan RETSCH/ASTM, wet-sieving RETSCH, timbangan (ketelitian 0.1gram dan 0.02 kg), oven. Mesin sangrai terdiri atas tiga bagian penting yaitu, silinder sangrai, motor penggerak, sumber panas dan pendingin. Silinder sangrai mempunyai diameter 40 cm dan panjang 60 cm berkecepatan 12 rpm. Penggerak adalah motor listrik 0.5 HP, 220 V, 1 fase, 1420 rpm. Sumber panas menggunakan alat pembakar minyak tanah disalurkan dari sebuah tangki bertekanan optimal 0.2 MPa. Bak pendingin biji kopi sangrai berbentuk prisma segienam tegak bersisi 34.5 cm dan tinggi 25 cm. Bak pendingin disangga tiga buah kaki tinggi 10 cm. Sebuah kipas pendingin, jenis sentrifugal, dipasang di bagian bawah bak pendingin. Mesin pembubuk kopi tipe disk-mill adalah modifikasi dari mesin pembubuk biji-biian. Modifikasi yang terdapat pada mesin pembubuk kopi adalah sirip dalam sebanyak 4 buah, sirip luar sebanyak 4 buah dan boks tempat bubuk kopi yang dipasang di bagian bawah unit pembubuk.
C. PERLAKUAN Perlakuan yang diberikan terhadap mesin pembubuk kopi terdiri dari tiga parameter yaitu 1. tingkat sangrai (ringan, medium, gelap) 2. ukuran biji kopi (sangat kecil, kecil, dan sedang)
D. PENGAMATAN Pengamatan terhadap kinerja mesin dan mutu hasil pembubukan dianalisa dengan parameter sebagai berikut: 1. Kapasitas kerja mesin Kapasitas kerja mesin pembubuk kopi tipe disk-mill dihitung dengan persamaan berikut :
Km =
Bu ........................................................................................... 1 t
Dimana
: Km = kapasitas kerja mesin (kg/jam) Bu
= berat bahan yang diumpankan (kg)
t
= waktu pembubukan (jam)
2. Konsumsi bahan bakar Konsumsi bahan bakar dihitung secara volumetrik dengan mengukur volume bensin yang dihabiskan setiap kali pembubukan. Konsumsi bahan bakar dinyatakan dalam volume bensin yang dibutuhkan untuk membubuk 1 kg kopi sangrai (l/kg). 3. Efisiensi sistem transmisi Efisiensi sistem transmisi
dihitung dengan analisis regresi linier.
Persamaan yang didapatkan dari analisis regresi linier digunakan untuk menghitung kecepatan puli unit pembubuk aktual. Pengukuran dilakukan pada saat operasi dengan beban dan tanpa beban.
η=
D2 × v2 × 100 0 0 ......................................................................... 2 D1 × v1
Dimana
: η
= efisiensi (%)
D2
= diameter puli unit pembubuk (cm)
D1
= diameter puli motor penggerak (cm)
v2
= kecepatan puli unit pembubuk aktual (rpm)
v1
= kecepatan puli motor penggerak (rpm)
4. Rendemen giling
Rb =
Bb × 100% ................................................................................ 3 Bs
Dimana
: Rb
= rendemen pembubukan (%)
Bb
= berat bubuk kopi hasil pembubukan (kg)
Bs
= berat biji kopi sangrai yang dibubuk (kg)
5. Perubahan suhu selama penyangraian dan penggilingan Perubahan suhu diamati menggunakan termokopel yang dihubungkan dengan sistem pencatat data fluke pada komputer. Titik-titik pengukuran suhu saat penyangraian yaitu ruang bakar, ruang sangrai, dan cerobong asap. Titik-titik pengukuran suhu saat pembubukan yaitu corong output dan bubuk kopi. Suhu lingkungan diukur sebagai pembanding. 6. Warna (kecerahan) Pengukuran warna dilakukan menggunakan Chromameter Minolta CR300 (Yusianto et al., 2005). Untuk kopi sangrai, pengamatan dilakukan secara visual dan menggunakan Chromameter. Untuk bubuk kopi, pengukuran hanya menggunakan Chromameter.
Gambar 3.1. Minolta Chromameter CR-300. 7. Densitas kamba Densitas kamba diukur dengan mengukur volume kopi seberat 150 gram dengan ukur. Perhitungan densitas kamba adalah hasil bagi antara menggunakan gelas berat kopi dan volume kopi (kg/m3).
8. Distribusi partikel bubuk kopi Distribusi partikel bubuk kopi merupakan keragaman hasil penggilingan dari bahan baku kopi sangrai dengan tingkat sangrai berbeda. Distribusi ukuran partikel bubuk kopi setelah penggilingan ditentukan dengan mengunakan ayakan. Distribusi partikel dihitung berdasarkan banyaknya jumlah bubuk kopi yang tertampung pada tiap ayakan. 9. Uji organoleptik Sebanyak 10 gram kopi bubuk ini dimasukkan
ke dalam ke dalam
mangkok volume 150 cc. Selanjutnya dituangkan air mendidih ke dalamnya sampai penuh. Perbandingan antara kopi dengan air tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan aroma kopi pada konsentrasi 1-3% padatan terlarut. Partikel kopi akan membentuk kuncup pada permukaan seduhan. Permukaan seduhan diaduk dengan sendok pengujian secara perlahan-lahan, dibiarkan kembali. Mula-mula kopi akan terapung pada permukaan air. Selanjutnya partikel kopi akan tengggelam atau turun ke dasar mangkok. Kemudian secara perlahan-lahan kopi diaduk untuk membebaskan gas karbondioksida. Karbon dioksida berfungsi sebagai pembawa komponen aroma kopi. Partikel kopi terapung dibuang. Untuk menentukan citarasanya seruputlah seduhan kopi tersebut dari sendok kuat-kuat sehingga terdengar bunyi seperti bunyi sedang berkumur (Atmawinata, 2003; Sulistyowati & Sumartono, 2003). Uji organoleptik dilakukan oleh panelis dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 10. Kelarutan bubuk kopi Bubuk kopi sebanyak 10 gram dilarutkan dengan air mendidih 150 ml, dibiarkan 2-3 menit. Diaduk kemudian disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Ampas yang tersisa dalam dalam beakerglass dilarutkan dengan air mendidih, diaduk dan disaring. Pekerjaan dilakukan sampai 3 kali. Ampas pada kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 4-5 jam. Berat sampel yang terlarut adalah berat kering sampel dikurangi berat kering ampas. Kelarutan adalah perbandingan antara berat sampel yang terlarut dengan berat kering sampel.
E. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ditampilkan pada Gambar 3.2. Biji kopi beras yang telah diukur kadar air, kadar kotoran, dan densitas kambanya disortasi menjadi tiga kategori ukuran yaitu sangat kecil, kecil, dan sedang. Selanjutnya setiap kategori di sangrai dengan tingkat ringan, sedang, dan gelap. Hasil penyangraian kemudian dibubuk. Kadar air Kerapatan Kadar kotoran
Biji kopi beras
Grader
Ayakan
Sangat kecil
Roaster
Kecil
Medium
Sangrai
Biji kopi sangrai
Gelap
Grinder
Medium
Giling
Bubuk kopi
Ringan Kapasitas Konsumsi bensin Efisiensi &Slip Rendemen Suhu Warna Densitas Kamba Distribusi partikel Kelarutan Aroma & citarasa
Gambar 3.2. Urutan percobaan giling dan parameter yang diukur.
F. PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan Biji kopi beras 5 kg disangrai menggunakan roaster tipe silinder berputar kapasitas 10 kg, lalu dilakukan penyangraian 3 tingkat yaitu ringan, sedang, dan gelap dengan ukuran biji sangat kecil, kecil, dan sedang. Perbedaan tingkat sangrai ditentukan secara visual dan pengukuran
densitas
kamba.
Pengamatan
dilakukan
terhadap
perubahan suhu penyangraian, konsumsi minyak tanah, dan rendemen. Konsumsi minyak tanah dihitung secara gravimetrik dengan timbangan ketelitian 0.02 kg. Rendemen dihitung berdasarkan penimbangan berat biji kopi beras dan kopi sangrai mneggunakan timbangan ketelitian 0.1 gram. 2. Penelitian Utama Proses penggilingan biji kopi sangrai dilakukan dengan beberapa langkah berikut: a. Menyediakan biji kopi sangrai dan robusta yang akan digiling b. Menimbang berat kopi sangrai c. Menyalakan motor bensin sehingga mesin pembubuk beroperasi. d. Memasukkan biji kopi sangrai pada mesin pembubuk (tiap ukuran biji kopi dan tiap tingkat penyangraian) e. Mengukur kecepatan puli (tacho meter) f. Menghitung lama penggilingan (stopwatch) g. Mengukur volume bensin yang dipakai. h. Menimbang berat bubuk kopi i. Mengukur warna bubuk kopi j. Mengukur kelarutan bubuk kopi k. Uji organoleptik aroma dan citarasa bubuk kopi l. Mengukur densitas kamba bubuk kopi m. Mengamati distribusi ukuran partikel bubuk kopi (ayakan)
G. KONSTRUKSI ALAT DAN MEKANISME KERJA
Unit pembubuk biji kopi mempunyai diameter disk sepanjang 270 mm. Terdapat sirip dalam sebanyak 4 buah dan sirip luar sebanyak 4 buah. Gigi stasioner berjumlah 8 buah masing-masing berdiameter 20 mm. ukuran ayakan yang dipasang di sekeliling ruang pembubukan berukuran 200 mesh. Transmisi daya menggunakan puli dan sabuk karet V. Unit penggerak menggunakan motor bensin model GX 160 berdaya maksimum 5.5 HP. Mesin pembubuk biji kopi tipe disk mill terdiri dari mesin penggerak sebagai sumber tenaga. Hopper berfungsi sebagai penampung dan pengarah biji kopi sebelum masuk ke ruang penggiling. Pada mesin pembubuk terdapat gigi stasioner, terbuat dari besi cor yang berfungsi sebagai pembubuk biji kopi pada posisi diam, gigi rotor terbuat dari besi poros yang berfungsi sebagai pembubuk pada posisi berputar, gigi sirip yang berfungsi mengarahkan bubuk kopi hasil pembubukan menuju saringan, saringan yang berfungsi sebagai tempat keluarnya bubuk kopi dan menentukan ukuran butiran kopi. Rangka mesin yang berfungsi sebagai tempat dudukan mesin pembubuk terbuat dari besi segi empat. Mesin pembubuk kopi digerakkan oleh motor bensin. Motor dihidupkan samapai mendapatkan puli yang stabil, kemudian kopi sangrai dimasukkan ke hopper lalu pintu hopper dibuka dan secara teratur kopi didorong ke ruang pembubukan (gigi stasioner dan gigi rotor) selanjutnya gigi stasioner dan gigi rotor ini yang melakukan proses pembubukan dan kopi hasil pembubukan keluar melaui saringan terus ke lubang pengeluaran menuju tempat penampungan.
Gambar 3.3. Mesin pembubuk kopi tipe disk-mill.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENYANGRAIAN BIJI KOPI 1. Suhu Penyangraian
Proses penyangraian membutuhkan energi panas untuk menumbuhkan aroma dan citarasa khas kopi yang ada di dalam biji kopi (Sivetz & Desrosier, 1979). Ruang silinder mendapatkan energi panas melalui dua media pindah panas. Pertama, pindah panas secara konveksi bebas asap panas hasil reaksi pembakaran minyak tanah yang bersinggungan langsung dengan dengan seluruh permukaan dinding silinder. Kedua, pindah panas secara radiasi dari permukaan nyala api yang bersuhu tinggi ke permukaan bawah dinding silinder. Energi panas dari sumber tersebut kemudian merambat lewat dinding silinder bagian luar secara konduksi dan kemudian memanaskan ruangan di dalam silinder secara merata. Mekanisme pindah panas yang demikian menyebabkan terjadinya gradient suhu (Mulato, 2002). Alat sangrai perlu dipanaskan terlebih dahulu sampai mencapai suhu operasi
sebelum biji kopi kering dimasukkan ke dalam silinder sangrai
(Martadinata et al., 2001). Pemanasan memerlukan waktu 8-10 menit untuk mencapai suhu ruang pembakaran 180-205ºC. Suhu ruang sangrai mencapai 115ºC. Suhu ruang sangrai mengalami peningkatan karena intensif menerima panas. Pada saat proses penyangraian terjadi suhu ruang bakar sebagai sumber panas mempunyai suhu paling tinggi. Menurut Wardana (2001), suhu asap mempunyai profil yang hampir sama dengan suhu tungku karena suhu asap adalah akibat dari panas yang diberikan oleh tungku yang tidak terserap
ke dalam
silinder penyangraian. Fluktuasi suhu cerobong asap terpengaruhi suhu ruang bakar. Biji kopi beras yang akan disangrai dikelompokkan menjadi tiga ukuran biji, yaitu sangat kecil, kecil dan sedang. Pengelompokan biji berdasarkan ukurannya menggunakan tiga jenis ayakan berlubang segiempat. Ayakan pertama memiliki lubang bersisi 7.5 mm, lubang ayakan kedua bersisi 6.5 mm, dan lubang ayakan ketiga bersisi 5.5 mm. Biji kopi ukuran sedang adalah biji kopi yang lolos ayakan pertama tetapi tidak lolos ayakan kedua. Biji kopi ukuran kecil adalah biji
kopi yang lolos ayakan kedua tetapi tidak lolos ayakan ketiga. Biji kopi ukuran sangat kecil adalah biji kopi yang lolos ayakan ketiga. Selama proses penyangraian, ada tiga tahapan reaksi fisik dan kimiawi berjalan secara berurutan, yaitu (Sivetz & Desrosier, 1979): 1. penguapan air dari dalam biji 2. penguapan senyawa volatil (senyawa yang mudah menguap) antara lain aldehid, furfural, keton, alkohol, dan ester 3. pirolisis atau pencoklatan biji Penyangraian biji kopi beras ukuran sangat kecil dengan tingkat penyangraian ringan diselesaikan dalam waktu 23 menit. Waktu sangrai ditentukan setelah biji kopi sebanyak 5 kg dimasukkan ke dalam silinder sangrai. Suhu penyangraian mencapai 200ºC. 400 350
suhu (C)
300 250 200 150 100
lingkungan ruang sangrai
50
ruang bakar cerobong asap
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
menit ke-
Gambar 4.1. Profil perubahan suhu pada tingkat penyangraian ringan biji kopi ukuran sangat kecil. Penyangraian biji kopi beras ukuran kecil dengan tingkat penyangraian ringan menghabiskan waktu 27 menit. Suhu penyangraian mencapai 208ºC. Biji kopi beras ukuran sedang memerlukan waktu 29 menit untuk mencapai tingkat penyangraian ringan. Suhu maksimal penyangraian adalah 209ºC. Penyangraian biji kopi dengan tingkat sangrai ringan memerlukan capaian suhu yang berbeda untuk ukuran biji kopi beras yang berbeda.
350
300
suhu (C)
250
200 150
100
lingkungan ruang sangrai
50
ruang bakar cerobong asap
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
menit ke-
Gambar 4.2. Profil perubahan suhu pada tingkat penyangraian ringan biji kopi ukuran kecil.
350
300
suhu (C)
250
200
150
100
lingkungan ruang sangrai
50
ruang bakar cerobong asap
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
menit ke-
Gambar 4.3. Profil perubahan suhu pada tingkat penyangraian ringan biji kopi ukuran sedang.
300
250
suhu (C)
200
150
100
lingkungan ruang sangrai
50
ruang bakar cerobong asap
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
menit ke-
Gambar 4.4. Profil perubahan suhu pada tingkat penyangraian sedang biji kopi ukuran sangat kecil. 350
300
suhu (C)
250
200
150
100
lingkungan ruang sangrai
50
ruang bakar cerobong asap
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
menit ke-
Gambar 4.5. Profil perubahan suhu pada tingkat penyangraian sedang biji kopi ukuran kecil. Penyangraian biji kopi beras ukuran sangat kecil dengan tingkat penyangraian sedang diselesaikan dalam waktu 24 menit. Suhu penyangraian mencapai 204ºC. Suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk menyangrai biji berukuran lebih besar, yaitu 212ºC untuk biji ukuran kecil dan 215ºC untuk biji ukuran sedang. Dengan karakter peningkatan suhu yang sama, untuk mencapai suhu yang lebih tinggi dibutuhkan waktu yang lebih lama. Penyangraian biji ukuran sangat kecil, kecil, dan sedang berturut–turut membutuhkan waktu penyangraian 24, 26, dan 29 menit.
350
300
suhu (C)
250
200
150
100
lingkungan ruang sangrai
50
ruang bakar cerobong asap
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
menit ke-
Gambar 4.6. Profil perubahan suhu pada tingkat penyangraian sedang biji kopi ukuran sedang. 350
300
suhu (C)
250
200
150
100
lingkungan ruang sangrai
50
ruang bakar cerobong asap
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
menit ke-
Gambar 4.7. Profil perubahan suhu pada tingkat penyangraian gelap biji kopi ukuran sangat kecil. Penyangraian dengan tingkat sangrai gelap menunjukkan bahwa biji ukuran sedang memerlukan waktu penyangraian yang lebih lama dibandingkan biji berukuran lebih kecil. Biji ukuran sedang membutuhkan lama penyangraian 33 menit ,sedangkan biji ukuran kecil dan sangat kecil membutuhkan lama penyangraian 29 menit dan 25 menit. Meskipun biji ukuran sangat kecil membutuhkan capaian suhu tertinggi dibandingkan biji ukuran kecil dan sedang, yaitu mencapai 221ºC, sedangkan biji ukuran kecil dan sedang hanya mencapai
suhu sekitar 211ºC dan 216ºC, tetapi waktu penyangraian biji ukuran sangat kecil paling singkat. 400 350
suhu (C)
300 250 200 150 100
lingkungan ruang sangrai
50
ruang bakar cerobong asap
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
menit ke-
Gambar 4.8. Profil perubahan suhu pada tingkat penyangraian gelap biji kopi ukuran kecil. 400 350 300
suhu (C)
250 200 150 100
lingkungan cerobong asap
50
ruang sangrai
0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
menit ke-
Gambar 4.9. Profil perubahan suhu pada tingkat penyangraian gelap biji kopi ukuran sedang. Penyangraian
biji
berukuran
lebih
besar
membutuhkan
suhu
penyangraian yang lebih tinggi atau waktu penyangraian yang lebih lama. Sebaliknya, penyangraian biji berukuran lebih kecil memerlukan suhu penyangraian yang lebih rendah atau lama penyangraian yang lebih singkat. Biji berukuran kecil mempunyai lebar biji yang kecil pula, jarak perambatan panas
dalam jaringan sel biji kopi pendek, sehingga penguapan air dan senyawa volatil lebih cepat dibandingkan pada biji berukuran lebih besar. Menurut Sulistyowati et al. (1996), dengan suhu dan lama penyangraian yang sama menyebabkan biji kopi yang berukuran lebih kecil tersangrai dengan derajat yang lebih tinggi daripada biji yang berukuran lebih besar, sehingga penyusutan lebih banyak. Pirolisis pada biji berukuran lebih kecil akan terjadi lebih awal. Menurut Mulato (2002), pirolisis terjadi setelah suhu penyangraian mencapai di atas 180ºC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai (Sivetz & Desrosier, 1979). Sedang secara fisik, pirolisis ditandai perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi berbagai kecoklatan. Konsumsi minyak tanah yang diperlukan berkisar antara 0.4-0.6 kg. Konsumsi bahan bakar tergantung dari efisiensi pembakaran bahan bakar tersebut. Menurut Mulato (2002), efisiensi pembakaran bahan bakar minyak antara 5075%. Alat pembakar minyak menggunakan tipe evaporasi dan atomisasi yang bekerja secara berurutan. Jika minyak dalam fase gas terdispersi menjadi partikel sangat kecil dan bercampur dengan oksigen, efisiensi maksimal 75% dapat diperoleh. Rendemen adalah perbandingan berat hasil penyangraian (kopi sangrai) dengan bahan penyangraian (kopi beras). Rata-rata rendemen untuk penyangraian ringan, sedang, dan gelap berturut-turut adalah 78 %, 81%, dan 83%. Rendemen dapat digunakan untuk memprediksi hasil akhir dalam jalur produksi kopi sangrai dan kopi bubuk. 2. Densitas Kamba dan Warna
Bersamaan dengan penguapan air, beberapa senyawa volatil yang terkandung di dalam biji kopi ikut teruapkan. Peristiwa ini ditandai dengan penurunan kerapatan curah sebagai akibat dari perubahan fisik biji kopi seperti pengembangan volume dan pembentukan pori-pori di dalam jaringan sel sehingga berat biji kopi per satuan volume menjadi lebih kecil (Sivetz and Desrosier, 1979). Menurut Syarif dan Irawati (1988), densitas kamba sangat penting diketahui bagi bahan hasil pertanian yang akan disimpan. Densitas kamba digunakan dalam merencanakan suatu gudang penyimpanan, volume alat
pengolahan maupun sarana transportasi. Besar kecilnya densitas kamba suatu bahan hasil pertanian dipengaruhi oleh kandungan air, ukuran partikel dan kekasaran permukaannya. 450
25 densitas kamba kecerahan 20
350 300
15
250 200
10
150 100
kecerahan
densitas kam ba (kg/m 3)
400
5
50 0
0 ringan
sedang
gelap
tingkat penyangraian
Gambar 4.10. Densitas dan kecerahan biji kopi pada tiga tingkatan penyangraian. Densitas kamba merupakan salah satu tolok ukur penting dalam mengetahui tingkat penyangraian biji kopi. Densitas kamba biji kopi beras adalah 684 kg/m3. Setelah mengalami proses penyangraian, densitas kamba biji kopi turun menjadi 380-419 kg/m3 pada tingkat penyangraian ringan, 346-378 kg/m3 pada tingkat penyangraian sedang, dan 292-343 kg/m3 pada tingkat penyangraian gelap. Sifat fisik lain yang dapat dijadikan standar untuk menentukan tingkat penyangraian adalah warna. Warna kopi adalah tolok ukur yang paling mudah digunakan untuk mengetahui tingkat penyangraian kopi. Warna biji kopi pada tingkat penyangraian ringan adalah coklat muda-sedang, warna coklat tua mengindikasikan tingkat penyangraian sedang. Warna biji kopi coklat gelap disertai permukaan berminyak dikategorikan pada tingkat penyangraian gelap. Menurut Sivetz (1963), warna permukaan kopi sangrai kurang baik untuk menunjukkan derajad penyangraian. Permukaan biji bisa menunjukkan warna yang lebih gelap daripada warna bagian dalam biji kopi. Gambar 4.10 menunjukkan nilai kecerahan pada permukaan biji kopi sangrai. Nilai kecerahan merupakan ukuran jumlah sinar yang dipantulkan ulang suatu benda saat diberi penyinaran dengan panjang gelombang tertentu.
Kecerahan pada biji kopi sangrai dianalisis secara subyektif (visual) yang didasarkan pada nilai Chromameter Minolta CR-300. Kendala pengukuran nilai kecerahan biji kopi sangrai menggunakan Chromameter adalah adanya ruang kosong antar biji dan warna biji yang kurang seragam. Kecerahan biji kopi sangrai ringan berada pada kisaran 20 (18-22), biji kopi sangrai sedang berada pada kisaran 15 (14-17), dan biji kopi sangrai gelap pada kisaran 11 (9-13).
B. MESIN PEMBUBUK KOPI TIPE DISK MILL 1. Kapasitas
Hasil uji awal menunjukkan bahwa kapasitas optimum mesin pembubuk kopi tipe disk-mill adalah 30 kg/jam. Aliran bahan dimulai dari hopper. Biji kopi sangrai terlebih dahulu ditampung dalam hopper. Bukaan hopper dibuka, lalu biji kopi akan keluar mengalir melalui bukaan hopper menuju inlet badan pembubuk. Selanjutnya biji kopi masuk ke dalam ruang pembubukan. Pengujian yang pernah dilakukan oleh Balai Pengujian Mutu dan Mesin Pertanian menggunakan kecepatan puli unit pembubuk 5900-6700 rpm (Deptan, 2004). Pengujian ulang dilakukan pada kecepatan puli unit pembubuk 5000 rpm dengan variasi bukaan hopper. Bahan pembubukan adalah biji kopi penyangraian sedang. Ukuran saringan yang dipasang di bagian bawah mesin pembubuk adalah 200 mesh. Semakin lebar bukaan hopper semakin banyak bahan yang masuk ruang pembubukan mengakibatkan semakin tinggi kapasitas mesin. Kapasitas mengalami peningkatan sampai kapasitas 73 kg/jam diperoleh pada bukaan hopper 1.9 cm. Pada bukaan 2 cm, mesin pembubuk berhenti pada saat operasi karena beban terlalu besar. Pengujian dilakukan kembali pada kecepatan awal 5800 rpm. Kecepatan pada saat operasi turun menjadi 5300 rpm. Pengujian dengan lebar bukaan hopper 1.5cm menunjukkan mesin berhenti pada saat operasi. Pada pengujian seterusnya dengan variasi input bahan menggunakan kecepatan puli 5800 rpm dengan bukaan hopper 25% ( 4.2 x 1.35 cm). Bukaan hopper penuh berukuran 4.2 x 5.4 cm.
80 70
kapasitas (kg/jam)
60 50 40 30 20 10 0 1.35
1.5
1.65
1.75
1.9
2
bukaan hopper (cm)
Gambar 4.11. Kapasitas mesin pembubuk dengan variasi lebar bukaan hopper. 60 ringan
sedang
gelap
kapasitas (kg/jam)
50
40
30
20
10
0 sangat kecil
kecil
sedang
ukuran biji
Gambar 4.12. Kapasitas mesin pembubuk kopi dengan variasi ukuran biji dan tingkat penyangraian. Kapasitas maksimal ditunjukkan input biji kopi ukuran kecil penyangraian ringan yaitu sebesar 52 kg/jam. Pencapaian kapasitas ini sedikit lebih besar dari pada ketika input bahan adalah biji kopi ukuran sangat kecil penyangraian sedang. Kapasitas yang dicapai adalah 51 kg/jam. Secara umum ukuran biji yang kecil memudahkan lolosnya bahan dari lubang hopper. Kapasitas mesin ketika input bahan adalah biji kopi sangat kecil pada tingkat penyangraian
ringan dan sedang relatif tinggi seperti terlihat pada Gambar 4.12. Begitu pula halnya ketika input bahan adalah biji kopi ukuran kecil penyangraian ringan dimana pengembangan volume biji tidak sebesar biji kopi ukuran kecil penyangraian sedang. Berbeda halnya dengan kapasitas mesin ketika input bahan adalah biji kopi penyangraian gelap. Minyak yang muncul di permukaan biji memicu rendahnya kapasitas mesin. Minyak tersebut justru menghambat pergerakan antarbiji dalam hopper. Akibatnya biji kopi sulit lolos dari bukaan hopper. Selain berpengaruh pada kapasitas mesin, hal ini juga berpengaruh pada putaran puli unit pembubuk. Kecepatan putaran unit pembubuk berubah pada input bahan yang berbeda. Kecepatan putar sangat berkaitan erat dengan kekerasan dan kuantitas beban yang diterima. Menurut Sivetz & Desrosier (1979), semakin mudah menghaluskan biji kopi sangrai yang berkadar air semakin rendah. Kopi penyangraian ringan lebih tahan dan lebih liat daripada kopi penyangraian gelap yang keras dan rapuh. 5900 biji sangat kecil
putaran pembubuk (rpm)
5800
biji kecil biji sedang 5700
5600
5500
5400
5300 tanpa beban
sangrai ringan
sangrai sedang
sangrai gelap
beban
Gambar 4.13. Perubahan putaran unit pembubuk pada variasi beban. Pada beban biji penyangraian ringan putaran pembubuk menurun tajam dari 5825 rpm menjadi 5380 rpm pada biji ukuran kecil dan sangat kecil, 5540 rpm pada biji ukuran sedang. Ketika beban yang diumpankan adalah biji kopi
penyangraian sedang maka beban pembubukan menjadi lebih ringan dan kecepatan putaran cenderung lebih tinggi. Pembubukan biji kopi penyangraian gelap menggunakan putaran pembubuk yang paling tinggi (penurunan kecepatan putar pembubuk paling rendah) dibandingkan dua jenis beban lainnya karena biji kopi penyangraian gelap lebih rapuh dan kuantitas yang rendah akibat sulit keluar dari bukaan hopper. Rendemen bubuk kopi adalah salah satu faktor dalam menentukan kualitas mesin pembubuk. Rendemen mesin pembubuk yang rendah menunjukkan banyak butiran kopi yang terbuang. Gambar 4.14 menunjukkan rendemen bubuk kopi dari kinerja mesin pembubuk kopi tipe disk-mill. Rendemen hasil tinggi mendekati 100%, rendemen terendah mencapai 98.9 % yang berarti 1.1% bubuk kopi yang hilang. Rendemen mesin pembubuk kopi berkisar antara 98.9% 99.9%. 100.0 ringan
sedang
gelap
99.8
rendemen (%)
99.6 99.4 99.2 99.0 98.8 98.6 98.4 sangat kecil
kecil
sedang
ukuran biji
Gambar 4.14. Rendemen hasil dengan variasi ukuran biji dan tingkat penyangraian. Butiran halus bubuk kopi yang beterbangan ke udara karena sifatnya yang sangat ringan menyebabkan susut berat (Martadinata et al., 2001). Penyebab lainnya adalah pecahan dan butiran kopi yang terlempar keluar melalui inlet badan pembubuk akibat putaran gigi pembubuk. Rendahnya rendemen biji kopi
penyangraian gelap dimungkinkan karena banyaknya minyak yang menguap oleh panas yang ditimbulkan gesekan dalam mesin pembubuk. 2. Suhu
Proses pembubukan terjadi karena pukulan gigi-gigi pembubuk dengan kecepatan tinggi terhadap biji-biji kopi sangrai. Gesekan terjadi antara gigi pembubuk dan biji kopi, dan antara biji kopi satu dengan yang lain. Proses gesekan yang intensif akan menyebabkan timbul panas di mesin (Mulato et al., 2006). 60 lingkungan
bubuk kopi
corong output
suhu (C)
50
40
30
20 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
m enit ke-
Gambar 4.15. Profil perubahan suhu operasi mesin pembubuk kopi. Menit pertama menunjukkan suhu pada mesin pembubuk ketika belum diberi beban. Suhu pada corong output yaitu 33ºC dan suhu bubuk kopi adalah 31ºC. Suhu bubuk kopi pada menit pertama adalah suhu dalam wadah bubuk kopi yang belum terisi bubuk. Mulai setelah menit pertama sampai menit keenam, input bahan dimasukkan melalui hopper. Terlihat adanya peningkatan suhu pada corong output. Suhu bubuk kopi adalah 32ºC. suhu pada corong output meningkat sampai suhu 49ºC, sedangkan bubuk kopi meningkat sampai 44ºC. Suhu pada corong output lebih tinggi daripada suhu bubuk kopi dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan ruang pembubukan. Pembubukan selesai setelah menit keenam. Suhu pada corong output masih terus meningkat sampai suhu 51ºC, kemudian turun sampai dibawah suhu bubuk. Keberlanjutan kenaikan suhu pada corong output dikarenakan pelepasan panas dari ruang pembubukan setelah proses pembubukan terjadi. Suhu bubuk kopi setelah pembubukan relatif stabil karena
penyimpanan panas oleh bubuk kopi dan panas tertahan di dalam boks bubuk kopi. Untuk menurunkan suhu pada bubuk kopi dengan cepat, boks bubuk kopi harus dibuka dan dihubungkan dengan udara lingkungan. 3. Konsumsi Bahan Bakar
Kebutuhan bahan bakar mesin dapat dikaitkan dengan beban yang diterima mesin. Apabila beban yang diterima mesin besar maka mesin membutuhkan kerja yang berat. Sebaliknya, mesin akan melakukan kerja yang ringan jika beban yang diterima kecil. Semakin berat kerja mesin semakin banyak bahan bakar yang digunakan dan semakin ringan kerja mesin semakin sedikit bahan bakar yang dihabiskan. 35 ringan
sedang
gelap
konsumsi bahan bakar (mL/kg)
30 25 20 15 10 5 0 sangat kecil
kecil
sedang
ukuran biji
Gambar 4.16. Konsumsi bahan bakar mesin pembubuk kopi. Hasil terbaik diperoleh pada saat input bahan adalah biji ukuran sangat kecil penyangraian sedang. Untuk menghaluskan 1 kg kopi sangrai, hanya dibutuhkan 15 ml bensin, yang berarti mesin melakukan kerja paling ringan pada saat menghaluskan kopi sangrai jenis ini. Pada setiap kategori ukuran biji, pembubukan biji penyangraian sedang selalu menghabiskan bensin paling sedikit. Kerja yang ringan dari mesin disebabkan sifat fisik biji penyangraian sedang yang rapuh, sehingga mudah dihancurkan. Untuk menghaluskan 1 kg biji kopi ukuran kecil penyangraian sedang dibutuhkan 16 ml bensin, sedangkan untuk biji kopi ukuran sedang dibutuhkan 24 ml bensin. Biji kopi hasil penyangraian ringan tidak serapuh biji penyangraian sedang, dikarenakan waktu penyangraian yang lebih
sedikit, membutuhkan kerja yang lebih berat untuk menghaluskan biji penyangraian ringan. Setiap kilogram kopi sangrai hasil penyangraian ringan dapat dihaluskan dengan menghabiskan bensin sebanyak 20 ml untuk biji ukuran sangat kecil, 23 ml untuk biji ukran kecil, dan 28 ml untuk biji ukuran sedang. Pembubukan kopi sangrai hasil penyangraian gelap membutuhkan bensin 31 ml/kg untuk biji ukuran sangat kecil, 28 ml/kg untuk biji ukuran kecil dan sedang. Pencapaian yang rendah ini mungkin disebabkan karena kapasitas biji penyangraian gelap yang rendah. Minimnya biji penyangraian gelap yang lolos dari bukaan hopper akibat minyak di permukaan biji menyebabkan sedikitnya biji kopi sangrai yang tergerus di ruang pembubukan. Kerja mesin yang telah menghabiskan bahan bakar tidak termanfaatkan dengan optimal. Biji ukuran sangat kecil lebih mudah digiling daripada biji ukuran kecil dan sedang seperti terlihat pada Gambar 4.16. Pembubukan biji kopi sangrai ukuran sangat kecil membutuhkan bensin yang lebih sedikit dibandingkan biji kopi sangrai ukuran kecil dan sedang. Selain itu, pembubukan biji ukuran kecil lebih mudah daripada biji ukuran sedang. Ukuran biji yang lebih kecil juga memudahkan dalam proses pembubukan. Ukuran biji yang lebih kecil dapat mengurangi beban mesin untuk menghaluskan biji menjadi butiran yang lebih kecil lagi. 4. Efisiensi
Mesin pembubuk kopi tipe disk mill menggunakan sistem penerusan daya puli dan sabuk karet V dari sumber tenaga penggerak ke unit pembubuk. Untuk menekan kehilangan putaran atau slip selama proses penerusan daya berlangsung maka digunakan sistem penegang sabuk karet (Widyotomo et al., 2004). Efisiensi penerusan daya akan semakian efisien jika slip yang terjadi di sistem transmisi rendah. Puli tenaga penggerak memiliki ukuran diameter 200 mm, dan putaran diteruskan ke puli utama unit pengupas yang memiliki ukuran diameter 80 mm. Secara teoritis, jika putaran poros tenaga penggerak 2234 rpm maka putaran yang diperoleh di poros unit pembubuk sebesar 5585 rpm. Hasil analisis regresi linier dari kurva sebagaimana ditampilkan pada Gambar 4.17 diperoleh persamaan y= 2.1869x+ 645.69, yaitu hubungan antara kecepatan putar
motor penggerak sebagai sumbu x, dan putaran unit pengupas sebagai sumbu y dengan nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 93.81. Berdasarkan persamaan tersebut maka pada kecepatan putar poros tenaga penggerak sebesar 2234 akan diperoleh kecepatan aktual unit pengupas sebesar 5531 rpm. Selisih putaran tersebut dapat terjadi karena adanya slip antara puli dan sabuk karet V pada saat berputar. Efisiensi sistem transmisi sebesar 99%, sehingga slip yang terjadi antara puli dan sabuk karet V sebesar 1%.
putaran pembubuk (rpm)
5650
5600
5550
5500
y = 2.1869x + 645.69 R2 = 0.9381
5450
5400
5350 2170
2180
2190
2200
2210
2220
2230
2240
2250
2260
227
putaran penggerak (rpm)
Gambar 4.17. Hubungan antara putaran poros tenaga penggerak dan putaran unit pembubuk. 5900
putaran pembubuk (rpm)
5800 5700 5600 5500 5400
y = 2.3074x + 337.22 R2 = 0.9998
5300 5200 5100 2100
2150
2200
2250
2300
2350
putaran penggerak (rpm)
Gambar 4.18. Hubungan antara putaran poros tenaga penggerak dan putaran unit pembubuk tanpa beban.
2400
Kehilangan putaran yang terjadi di dalam sistem transmisi puli dan sabuk karet V dapat terjadi karena beberapa hal diantaranya permukaan sabuk karet V sudah halus, dan sabuk karet V tidak terkait erat dengan puli (Widyotomo & Mulato, 2004). Semakin kecil nilai slip yang dihasilkan dari sistem transmisi maka penerusan daya dari tenaga penggerak ke unit pembubuk lebih efisien. Hasil analisis regresi linier dari kurva sebagaimana ditampilkan pada Gambar 4.18 sebagai diperoleh persamaan y=2.3074x + 337.22, yaitu hubungan antara kecepatan putar motor penggerak sebagai sumbu x, dan putaran unit pembubuk sebagai sumbu y dengan nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 99.98. Secara teoritis, jika putaran poros motor penggerak adalah 2247 rpm maka putaran poros unit pembubuk adalah 5617.5 rpm. Beradsarkan persamaan kurva pada Gambar 4.17, dengan putaran poros tenaga penggerak 2247 rpm didapatkan putaran poros aktual unit pembubuk 5522 rpm. Dengan demikian, efisiensi sistem transmisi pada saat kondisi tanpa beban adalah 98.3%, sehingga slip yang terjadi sebesar 1.7 %. C. SIFAT FISIK BUBUK KOPI 1. Distribusi Partikel
distribusi berat partikel (%)
60
tingkat sangrai ringan
50
tingkat sangrai sedang tingkat sangrai gelap
40
30
20
10
0 100
140
200
230
<230
mesh
Gambar 4.19. Sebaran ukuran partikel bubuk kopi hasil pembubukan mesin pembubuk tipe disk-mill. Analisis saringan penting dilakukan untuk menentukan pengaruh penggilingan terhadap perubahan distribusi (%berat) dan ukuran partikel bubuk
kopi. Berat partikel yang tertahan di mesh 100 pada bubuk kopi hasil penyangraian ringan sebesar 43.9%, bubuk kopi hasil penyangraian sedang sebesar 41.62%, dan bubuk kopi hasil penyangraian gelap sebesar 37.02%. Butiran kopi yang tertahan di saringan 100 mesh berukuran lebih besar dari 0.15 mm. Partikel yang berukuran di bawah mesh 230 pada bubuk kopi hasil penyangraian ringan sebesar 51.62%, bubuk kopi hasil penyangraian sedang sebesar 53.27%, dan bubuk kopi hasil penyangraian gelap sebesar 56.52%. Persentase terbesar pada setiap jenis bubuk kopi adalah partikel berukuran dibawah 230 mesh. Berarti butiran kopi kebanyakan berukuran lebih kecil dari 0.063mm. Sivetz & Desrosier (1979) menjelaskan bahwa hasil pembubukan pembubuk tipe disk mill seringkali berukuran ekstrim halus, mendekati tepung. Butiran kopi yang halus berukuran 0.38 mm. Perbandingan ketiga jenis bubuk menunjukkan bahwa bubuk kopi hasil penyangraian gelap merupakan bubuk terhalus dengan partikel berukuran di bawah 230 mesh sebesar 56.52%. Untuk penyangraian ringan dan penyangraian sedang sebesar 51.62% dan 53.27%. Sivetz & Desrosier (1979) menjelaskan kopi penyangraian gelap akan selalu menghasilkan bubuk kopi yang lebih halus daripada kopi sangrai ringan. 2. Warna
Tabel 4.1. Perbedaan kecerahan kopi sangrai dan kopi bubuk Ukuran
Tingkat
Kopi
Kopi
biji
sangrai
sangrai
bubuk
ringan
20
31
sedang
16
26
3
gelap
12
18
4
ringan
22
32
sedang
15
25
6
gelap
11
17
7
ringan
21
31
sedang
15
24
gelap
11
17
No 1 2
5
8 9
Sangat kecil
Kecil
Sedang
Tingkat kecerahan pada bubuk kopi menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada biji kopi sangrai. Warna pada permukaan biji kopi sangrai adalah warna tergelap dari seluruh bagian biji kopi. Warna daging biji kopi sangrai lebih cerah daripada permukaannya. Permukaan biji kopi adalah bagian yang mendapatkan intensitas panas paling tinggi, sehingga ketika dihaluskan menjadi bubuk, warna bubuk menjadi lebih cerah daripada warna biji kopi sangrai. Menurut Sivetz (1963), warna permukaan kopi sangrai kurang baik untuk menunjukkan derajad sangrai. Permukaan biji bisa menunjukkan warna yang lebih gelap daripada warna bagian dalam biji kopi. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada biji kopi hasil penyangraian ringan perubahan tingkat kecerahan mencapai 10 derajat. Kecerahan biji sangrai adalah 20-22 dan kecerahan bubuk adalah 31-32. Perubahan tingkat kecerahan pada biji kopi hasil penyangraian sedang juga mencapai 10 derajat. Perubahan 6 derajat kecerahan terjadi biji kopi hasil penyangraian gelap. Keseragaman warna daging dan permukaan biji kopi hasil penyangraian gelap lebih tinggi daripada biji kopi sangrai ringan dan sedang. 3. Densitas Kamba
Besar kecilnya densitas kamba suatu bahan hasil pertanian dipengaruhi oleh kandungan air, ukuran partikel dan kekasaran permukaannya. Densitas kamba kopi mengalami penurunan ketika berubah bentuk fisik dari biji menjadi bubuk. Banyaknya ukuran partikel yang ekstrim halus menyebabkan penurunan densitas. Menurut Sivetz (1963), ukuran partikel yang terlalu halus bisa menyebabkan kepadatan lebih rendah karena sifatnya yang sangat halus. Kekasaran permukaan butiran kopi juga menyebabkan densitas bubuk kopi yang rendah. Densitas kamba bubuk kopi hasil penyangraian gelap mendekati densitas kamba biji kopi hasil penyangraian gelap. Banyaknya pori-pori dalam jaringan sel dan tingginya tingkat pengembangan volume biji kopi sangrai gelap menyebabkan berat per volume biji kopi hasil penyangraian gelap mendekati atau bahkan lebih rendah daripada berat per volume bubuk kopi hasil penyangraian gelap. Densitas kamba
bubuk kopi hasil penyangraian ringan berada pada
kisaran 365 kg/m3. Bubuk kopi hasil penyangraian sedang dan hasil penyangraian gelap berada pada kisaran 340 kg/m3 dan 300 kg/m3.
Tabel 4.2. Perubahan densitas kamba kopi sangrai dan kopi bubuk No
Ukuran
Kopi sangrai (kg/m )
(kg/m3)
ringan
383
366
sedang
361
332
3
gelap
296
298
4
ringan
419
366
sedang
378
345
6
gelap
319
292
7
ringan
413
363
sedang
374
340
gelap
307
303
2
5
8
biji Sangat kecil
Kecil
Sedang
9
3
Kopi bubuk
sangrai
1
4.
Tingkat
Aroma dan Citarasa
Aroma adalah kesan yang dirasakan dari gas atau uap yang terlepas dari seduhan kopi ketika dihirup melalui hidung (dicium). Unsur citarasa kopi yang dapat ditamgkap oleh indera pencicip meliputi karakter-karakter pahit, asam, manis, dan asin. Secara harfiah unsur-unsur tersebut sulit untuk diterangkan karena tidak bersifat mandiri atau terpisah melainkan bersifat kompleks. Setiap unsur akan saling terkait dengan unsur lainnya (Ismayadi, 2003). Aroma dan citarasa dibandingkan antara biji kopi sangrai sebelum giling dengan setelah giling (kopi bubuk). Adapun skor penilaiannya adalah 0 (tidak ada), 1-2 (rendah), 3-4 (rendah-sedang), 5-6 (sedang), 7-8 (sedang-tinggi), 9-10 (tinggi). Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya gaya gesek dan gaya pukul antara biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Proses gesekan dan pukulan yang sangat intensif akan menyebabkan timbul panas di mesin dan akan berpengaruh pada mutu kopi bubuk yaitu kehilangan aroma (Mulato et al.,2006). Pembubukan yang dilakukan selama penelitian rata-rata terjadi selama 6 menit dan suhu bubuk kopi setelah itu meningkat menjadi 45-50°C. Peningkatan suhu yang dialami menunjukkan tidak ada perubahan signifikan pada aroma dan citarasa kopi. Panas yang ditimbulkan gesekan dan pukulan dalam ruang
pembubukan tidak banyak menguapkan senyawa volatil pembentuk aroma dan citarasa pada kopi. Skor untuk aroma dan citarasa berada pada kisaran 5-6 (sedang) dan 7-8 (sedang-tinggi). Tabel 4.3. Perubahan aroma kopi sangrai dan kopi bubuk No
kecerahan bubuk kopi
kualitas aroma sangrai
intensitas aroma
bubuk
sangrai
bubuk
1
32
7.125
7.25
5.75
6.5
2
31
8.125
8
7.25
7.5
3
30
7.5
7.25
7
6.75
4
26
7.5
7.5
6.5
7.5
5
25
7.5
7.75
7
7.25
6
23
7.75
7.75
6.5
7.5
7
20
7.25
6.5
7.5
7.75
8
18
6.25
6.25
7.25
7.5
9
13
6.5
6.5
7.5
7.5
Tabel 4.4. Perubahan citarasa kopi sangrai dan kopi bubuk No
kecerahan bubuk
kualitas citarasa
intensitas citarasa
sangrai
sangrai
bubuk
Bubuk
1
32
7.125
7.25
5.75
6.5
2
31
8.125
8
7.25
7.5
3
30
7.5
7.5
7
7
4
26
7.5
7.5
6.5
7.75
5
25
7.5
7.75
7
7.25
6
23
7.5
8
6.75
7.75
7
20
7.25
6.5
7.5
7.75
8
18
6.25
6.5
7
7.5
9
13
6.25
6.5
7.75
7.5
Hasil pengujian menggunakan beberapa jenis bubuk kopi yang berbeda tingkat kecerahannya menunjukkan adanya peningkatan dan sekaligus penurunan pada kualitas aroma dan citrasa bubuk kopi. Hal yang paling dominan terjadi adalah peningkatan intensitas aroma dan citarasa pada sebagian besar bubuk kopi.
Perubahan
bentuk
kopi
sangrai
menjadi
butiran-butiran
halus
dapat
mempermudah senyawa volatil larut dalam air panas. 5.
Kelarutan 31 ringan
sedang
gelap
kelarutan (%)
30
29
28 sangat kecil
kecil
sedang
ukuran biji
Gambar 4.20. Kelarutan bubuk kopi . Minuman kopi didapatkan dari proses ekstraksi kopi. Ekstraksi dengan cara menyeduh dengan air panas akan lebih mudah dilkukan pada ukuran kopi yang lebih kecil. Pembubukan kopi sangrai akan mengubah biji kopi sangrai menjadi butiran kopi dengan ukuran yang lebih kecil. Senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air panas. Pengamatan terhadap kelarutan bubuk kopi akan menunjukkan persentase butiran bubuk kopi yang larut dalam air panas atau butiran kopi yang terekstrak. Biji kopi hasil penyangraian gelap pada setiap ukuran biji mempunyai kelarutan tertinggi yaitu 30.5%. Kelarutan bubuk kopi hasil penyangraian ringan yaitu 29.5% pada biji ukuran sangat kecil, 28.5% pada biji ukuran kecil, dan 29% pada biji ukuran sedang. Kelarutan meningkat pada bubuk kopi hasil penyangraian sedang yaitu 30% pada biji ukuran sangat kecil, 29.5% pada biji ukuran kecildan sedang. Menurut Lestari (2004), ukuran biji kopi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase total padatan terlarut. Semakin besar nilai total padatan terlarut dihasilkan dari biji kopi dengan volume peningkatan yang lebih besar. Illy & Viani (1995) juga menjelaskan bahwa kelarutan dalam air panas akan meningkat dengan peningkatan derajat sangrai.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Penyangraian biji kopi dengan ukuran yang lebih besar dan tingkat penyangraian yang lebih tinggi membutuhkan suhu akhir yang lebih tinggi atau waktu penyangraian yang lebih lama. Tingkat penyangraian ringan pada biji ukuran sangat kecil, kecil, dan sedang diperoleh pada suhu udara penyangraian dan lama penyangraian 200°C dan 23 menit, 208°C dan 7menit, dan 209°C dan 27 menit. Tingkat penyangraian sedang pada biji ukuran sangat kecil, kecil, dan sedang diperoleh pada suhu udara penyangraian dan lama penyangraian 204°C dan 24 menit, 212°C dan 26 menit, 215°C dan 29 menit. Tingkat penyangraian gelap pada biji ukuran sangat kecil, kecil, dan sedang diperoleh pada suhu udara penyangraian dan lama penyangraian 221°C dan 25 menit, 211°C dan 29menit, 216°C dan 32 menit. 2. Kapasitas tertinggi mesin pembubuk kopi tipe disk-mill adalah 52 kg/jam dengan bahan yang diumpankan adalah biji ukuran kecil pada tingkat penyangraian ringan yang diperoleh pada kecepatan awal 5800 rpm dan bukaan hopper 25 %, serta ukuran saringan 200 mesh. 3. Rendemen mesin pembubuk kopi berkisar antara 98.9% - 99.9%. 4. Suhu bubuk kopi selama 6 menit pembubukan mengalami peningkatan sampai suhu 44°C. 5. Konsumsi bahan bakar paling efisien sebesar 15 ml/kg pada saat bahan yang diumpankan adalah biji ukuran sangat kecil tingkat penyangraian sedang. 6. Efisiensi sistem transmisi mesin pembubuk dengan beban adalah 99 % sedangkan efisiensi tanpa beban adalah 98.3%. 7. Proses pembubukan menghasilkan butiran kopi dengan ukuran sangat halus dengan ukuran partikel terbanyak dibawah 230 mesh yang mencapai lebih dari 50%. Tingkat sangrai gelap mempunyai ukuran partikel terhalus dengan butiran berukuran di bawah 230 mesh sebanyak 56.52 %.
8. Warna permukaan biji kopi sangrai menunjukkan warna yang lebih gelap dibandingkan warna daging biji kopi sangrai, sehingga warna bubuk kopi lebih cerah dibandingkan warna kopi sangrai. 9. Pembubukan kopi menyebabkan penurunan densitas kamba. 10. Aroma dan citarasa kopi tidak mengalami perubahan signifikan pada proses pembubukan selam 6 menit dengan peningkatan suhu mencapai 44°C. 11. Kelarutan semakin meningkat dengan meningkatnya derajat penyangraian. Kelarutan tertinggi sebesar 30.5% diperoleh pada tingkat penyangraian gelap.
B. SARAN
Berdasarkan penelitan disarankan perlunya dilakukan uji kinerja dengan variasi ukuran saringan. Selain itu juga dilakukan penelitian besarnya kecepatan putar yang optimal dengan tingkat kebisingan rendah. Saran konkret bahan pembubukan yaitu biji ukuran sedang dan tingkat penyangraian sedang dengan kapasitas kerja mesin 43 kg/jam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, S. 2003. Perkembangan perkopian Indonesia (1696-2002). Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 19(3): 146-155. Anonim. 2001. Biologi tanaman kopi. www.lablink.or.id/Agro/Kopi/kopi-bi.htm. 29 Juni 2001. Anonim. 2004. Keterangan Hasil Pengujian Mesin Pembubuk Biji Kopi Sangrai Merek: Kopkar Sekar Tipe: Disk Mill. Direktorat Alsintan Departemen Pertanian. Atmawinata, O. 2003. Peranan uji cita rasa dalam pengendalian mutu kopi. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi. Jember, 5-6 Agustus 2003. Illy, A.& R. Viani. 1995. Expresso Coffee: The Chemistry of Quality. Academic Press Limited. London. Ismayadi, C. 2003. Karakteristik dan deskripsi cita rasa kopi. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi. Jember, 5-6 Agustus 2003. Lestari, H. 2004. Dekafeinasi Biji Kopi (Coffea canephora) Varietas Robusta dengan Sistem Pengukusan-Pelarutan. Tesis. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, UGM, Yogyakarta. Martadinata, S. Mulato, E. Suharyanto. 2001. Kajian teknis dan ekonomis alat dan mesin produksi kopi bubuk skala kelompok tani. Pelita Perkebunan, 17(3): 125-136. Mulato, S. 2002. Perancangan dan pengujian mesin sangrai biji kopi tipe silinder. Pelita Perkebunan, 18(1): 31-45. Mulato, S. 2003. Pengembangan industri kopi bubuk skala kecil untuk meningkatkan nilai tambah usaha tani kopi rakyat. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 19(2): 72-82. Mulato, S., S. Widyotomo, E. Suharyanto. 2006. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Mutua, J. 2000. Post harvest handling and processing of coffee in african countries. www.fao.org/docrep/003/X6939E/X6939e00.HTM. Desember 2000. Siswoputranto, P.S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius: Yogyakarta. Sivetz, M. 1963. Coffee Processing Technology. Vol.II. The AVI Publishing Co. Inc. Connecticut. Sivetz, M., N.W. Desrosier. 1979. Coffee Technology. The AVI Publ. Inc. Connecticut. Sulistyowati. 2001. Faktor yang berpengaruh terhadap citarasa seduhan kopi. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 17(2): 138-148. Sulistyowati, B. Sumartono. 2003. Metode uji cita rasa kopi. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi. Jember, 5-6 Agustus 2003. Sulistyowati, B. Sumartono, C. Ismayadi. 1996. Pengaruh ukuran biji dan lama penyangraian terhadap beberapa sifat fisiko-kimia dan organoleptik kopi robusta. Pelita Perkebunan, 12(1): 48-60. Syarief, R., A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa: Jakarta. Tondok, A.R. 1999. Kebijakan pengembangan kopi di Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 15(1): 1-21. Wardana, A.S. 2001. Optimasi Proses Penyangraian Kopi dengan Alat Tipe Silinder Horisontal Berputar. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Widyotomo, S., S. Mulato. 2004. Kinerja mesin pengupas kulit kopi kering tipe silinder horisontal. Pelita Perkebunan, 20(2): 75-96. Widyotomo, S., S. Mulato, E. Suharyanto. 2004. Pemecahan buah dan pemisahan biji kakao secara mekanis. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 20(3): 138-143.
Yusianto, S. Mulato. 2003. Pengolahan dan komposisi kimia biji kopi : pengaruhnya terhadap citarasa seduhan. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi. Jember, 5-6 Agustus 2003. Yusianto. 2003. Karakter fisik dan citarasa kopi hasil penyangraian sistem pemanasan langsung . Pelita Perkebunan, 19(3): 152-170. Yusianto, R. Hulupi, Sulistyowati, S. Mawardi, C. Ismayadi. 2005. Sifat fisiko kimia dan cita rasa beberapa varietas kopi arabika. Pelita Perkebunan, 21(3): 202-224.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Mesin sangrai tipe silinder datar berputar kapasitas 10 kg.
Lampiran 2. Mesin pembubuk kopi tipe disk-mill.
Lampiran 3. Kopi sangrai dan kopi bubuk dari biji ukuran sangat kecil.
Lampiran 4. Kopi sangrai dan kopi bubuk dari biji ukuran kecil.
Lampiran 5. Kopi sangrai dan kopi bubuk dari biji ukuran sedang.