TRANSMISI BUDAYA DARI ASPEK KEBERAKSARAAN DI MUSEUM : UPAYA DOKUMENTASI PERMUSEUMAN Oleh : Kartika S.N.L.A.S. Mahasiswa Magister Ilmu Perpustakaan (Peminatan Kearsipan) Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tata cara pendokumentasian di museum mengenai budaya yang dimiliki oleh negara sehingga negara lain tidak bisa mengklaim budaya yang kita miliki secara sepihak. Sebagai contoh banyak budaya Indonesia yang diklaim oleh negara malaysia sehingga menimbulkan perang dingin antara 2 negara tersebut. Pengetahuan akan budaya harus ditingkatkan terutama oleh pihak museum sebagai badan yang memberi edukasi akan budaya dan sejarah dari suatu negara. Dalam museum juga harus memikirkan bagaimana cara pendokumentasiannya sehingga terkumpul informasi yang mutlak dan bisa diterima oleh masyarakat. Museum sebagai pusat informasi kebudayaan dan pengetahuan, menjelaskan tentang benda tersebut, asal-usul benda, informasi berupa grafik dan teks dari benda tersebut. Museum harus bersungguh-sungguh dalam mengadakan pengelolaan museum hingga koleksi yang dimiliki bisa dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat luas dan museum bisa menyebarkan informasi kepada masyarakat terkait dengan budaya yang dimiliki oleh negara sehingga masyarakat juga bisa ikut melindungi budaya dari pengakuan nagara lain. Kata kunci: transmisi budaya, keberaksaraan di museum, dan dokumentasi permuseuman A.
budaya menjadi sangat diperlukan dalam
PENDAHULUAN Budaya
gambaran
era globalisasi sekarang ini, salah satunya
karakteristik, identitas, ciri khas dan/
sebagai upaya filter dalam akulturasi
nilai
kelompok
budaya dan juga proteksi secara legal
pengetahuan
terhadap kepemilikan local genius. Jika
kultural ini dapat diwariskan dari satu
tidak, maka perselisihan hak milik atas
generasi ke generasi lain menjadi hal
suatu local genius dapat saja terjadi,
yang menarik untuk dikaji, bukan dari
seperti kasus sengketa klaim budaya yang
aspek
berulangkali dialami bangsa Indonesia.
adat
masyarakat.
menjadi
dari
suatu
Bagaimana
karakteristik
kelisanan
yang
membudaya pada masyarakat Indonesia,
Pada
www.nasional.
melainkan dari aspek keberaksaraan
news.viva.co.id, tercatat deretan budaya
dengan menilik peranan dari lembaga
yang
pengelola aset budaya seperti museum.
Malaysia antara lain: (1) tahun 2009
Perhatian dalam hal pengelolaan aset
Tarian Pendet-asal Bali diklaim Malaysia
diperselisihkan
Indonesia
dan
dengan menggunakannya sebagai iklan
tor dan gondang sembilan juga pernah
promosi kunjungan wisata yang muncul
diklaim oleh Malaysia.
di Discovery Channel. Tari Pendet
Beberapa
contoh
problematika
penyambutan yang diklaim Malaysia
tersebut tidak dapat terhindarkan seiring
selama ini tidak pernah dipatenkan oleh
dengan
penciptanya,
perkembangan ICT yang massive, tempat
Wayan
Rindi,
karena
era
keterbukaan
kandungan nilai spiritualnya yang luas ia
masyarakat
dapat
anggap tak bisa dimonopoli oleh manusia
mengakses
informasi
maupun bangsa tertentu. Rindi sendiri
kapanpun dan dimanapun ia berada
menciptakan Tari Pendet penyambutan
hanya dengan “one click”. Sebagaimana
sekitar tahun 1950; (2) tahun 2009 terjadi
dijelaskan oleh Feather (2002) bahwa
sengketa batik yang berakhir dengan
internet merupakan tools utama yang
pengakuan UNESCO atas batik sebagai
mengubah persebaran informasi menjadi
warisan budaya Indonesi; (3) Kesenian
sangat cepat. Jika tidak diimbangi dengan
Angklung
konstruksi
mudah
tanpa
situs
www.malaysiana.pnm.my
disebutkan
budaya (cultural awareness) tentu akan
Malaysia.
menjadi ancaman bahwasanya Indonesia
melakukan
dapat kehilangan identitas kulturalnya.
warisan
Budayawan berbagai
budaya
Indonesia
upaya
kepemilikan.
Di
untuk
membuktikan
Bandung
Dari
fenomena
akan
batas,
pada
sebagai
bersama
dengan
dari
kesadaran
inilah
penulis
misalnya,
mengembangkan perspektif kajian pada
Saung Angklung Udjo (SAU) mendirikan
museum dalam melaksanakan transmisi
museum
budaya dari aspek keberaksaraan.
angklung
yang
pertama
sekaligus satu-satunya di Indonesia; (4)
Pemaparan dalam artikel ini akan
Lagu Rasa Sayange – Khas Maluku
dimulai
disengketakan
yang
Tinjauan Konstitusional Peran Museum
kepemilikannya
di Indonesia; (2) Informasi, kebudayaan
hingga ke negeri Jepang. Di negeri
dan pengetahuan dalam koleksi museum;
Sakura itu ada Minoru Endo Music
(3) Komunikasi budaya : tradisi lisan dan
Foundation,
tulisan;
kemudian
di
tahun
ditelusur
yayasan
2007
yang
pernah
mengumpulkan lagu-lagu rakyat yang
pembahsasan
(4)
mengenai:
Ketentuan
(1)
Pokok
Dokumentasi Permuseuman.
populer di kawasan Asia; (5) Kesenian Wayang
Kulit
dan
Gamelan
disengketakan di tahun 2009; (6) Tari tor-
B.
PEMBAHASAN 1.
Tinjauan
Konstitusional
Peran Museum di Indonesia
Museum memegang peranan penting
dalam
perlindungan
kekayaan budaya bangsa, melalui kewenangan yang diatur pada Undang-undang
dapat sampai pada masyarakat dalam
bentuk
yang
mudah
diakses. Pelaksanaan Undang-undang
Republik
tersebut diatur lebih lanjut pada
Indonesia Nomor 11 tahun 2010
Peraturan Pemerintah Nomor 66
tentang
tahun
cagar
kewenangan
budaya. yang
Yaitu meliputi
2015
Pengadaan
tentang
museum.
koleksi
dapat
perlindungan, pengembangan dan
diperoleh melalui hasil penemuan,
pemanfaatan
hasil pencarian, hibah, imbalan
koleksi
dalam
rangka memajukan kebudayaan
jasa,
nasional untuk sebesar-besarnya
hadiah, warisan, atau konversi
kemakmuran rakyat.
(pasal 15). Koleksi museum yang
Museum merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat. Adapun tindakan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan koleksi museum berada di bawah tanggung jawab pengelola museum.” (UU RI, No 11 tahun 2010, Pasal 18 ayat (2) dan (3))
selanjutnya disebut koleksi adalah
Adanya
kata
“mengkomunikasikan” penjelas koleksi
bahwa tidak
menjadi
pengelolaan
berhenti
pada
pertukaran,
pembelian,
benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya dan/atau bukan cagar budaya yang merupakan bukti
material
dan/atau
hasil
material
budaya
alam
dan
lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata. Pemanfaatan museum oleh setiap orang dan/atau masyarakat
registrasi hingga display koleksi
hukum
adat
dilakukan
dengan
memperhatikan
tujuan pendidikan, pengembangan
perlindungannya (dari ancaman
bakat dan minat, pengembangan
yang disebabkan dari alam dan
kreativitas
manusia), namun juga termasuk
kesenangan
upaya promosi agar informasi
kepala
dan
untuk
inovasi,
serta
berdasarkan
izin
Museum
mengutamakan
dengan pelestarian
(Peraturan Pemerintah Nomor 66
Gambar 1: Bagan Tugas Museum di
tahun 2015, pasal 41). Museum
Bidang Pengkajian
sebagai
lembaga
permanen
tidak
mencari
keuntungan
guna
melayani
masyarakat
dengan
pengkajian,
pendidikan,
kesenangan. Pemerintah
tujuan
Nomor
b.
Pendidikan Museum
sebagai
lembaga
melaksanakan tugas di bidang pendidikan melalui
pemanfaatan
museum
untuk
dan
kepentingan pendidikan. Pada Pasal 42
(Peraturan
dijelaskan bahwa pemanfaatan museum
66
dalam penyediaan layanan pendidikan
tahun
2015).
dilakukan dengan cara: 1) mendatangkan peserta didik beserta
a.
Pengkajian Museum
pendidik ke Museum; sebagai
lembaga
2) menyelenggarakan Museum keliling;
melaksanakan tugas di bidang pengkajian melalui pengembangan museum. KOLEKSI tujuan : a. meningkatkan potensi nilai dan informasi koleksi untuk dikomunikasikan kepada masyarakat; b. pengembangan ilmu pengetahuan; c. pengembangan kebudayaan; dan/atau d. menjaga kelestarian koleksi.
dan/atau 3) memberikan
PENGELOLAAN tujuan : a. pengembangan lembaga Museum; b. mengukur dan meningkatkan kinerja pengelola museum; dan/atau c. pengembangan kebijakan pengelolaan museum
c.
Kesenangan Museum
dalam
kepada
memberikan
memberikan
masyarakat
rasa
harus
kesenangan
bagi
Kebudayaan,
dan
pengunjung. 2.
Informasi,
Pengetahuan PENGUNJUNG tujuan : meningkatkan pengelolaan dan pelayanan museum, dengan mengetahui : a. indeks kepuasan pengunjung terhadap pelayanan dan penyajian museum; b.harapan pengunjung terhadap pelayanan dan penyajian; dan/atau c.tingkat kepahaman pengunjung terhadap informasi yang disampaikan
Museum
dan Koleksi.
layanan PENGKAJI AN
penyuluhan
dalam
Koleksi
Museum Informasi dalam konteks museum dimanifestasikan pada museum memberikan
yang
objek koleksi
dikelola
interpretasi
agar
dengan dapat
dipahami oleh pengunjung museum. PROGRAM tujuan untuk mengetahui : a. tingkat keberhasilan program; b.indeks kepuasan masyarakat terhadap program museum; dan/atau c. harapan masyarakat terhadap program museum.
Kebutuhan informasi masyarakat dari suatu
museum
berhubungan
dengan
keingintahuan mereka tentang informasi dari koleksi yang ada di museum.
Koleksi tersebut bukan hanya benda yang
Sehingga penentuan lokasi yang tepat
diletakkan begitu saja tetapi koleksi yang
menjadi penting agar tidak mengurangi
dapat bercerita kepada mereka tentang
nilai
berbagai hal dari benda yang menjadi
mempertimbangkan aspek kemudahan
koleksi mereka. Dengan demikian setelah
dalam temu kembali saat penelusuran
mereka meninggalkan museum mereka
koleksi.
mendapatkan sesuatu berupa informasi tentang
berbagai
hal
dari
koleksi
museum.
dari
interview
yang
tersebut,
juga
Dengan keberagaman pengunjung dan
kebutuhan
(1998:42)
Berdasarkan
objek
informasinya
melihat
berupa perlunya
adanya
Orna
implikasi
manajemen sumber
dilakukan penulis pada pengelola Pusat
informasi
Informasi Majapahit (PIM) - Mojokerto,
memperhatikan
didapati
4
Different people, at different times, need
tingkatan informasi yang dapat diberikan
different types of information. ; (2) In
kepada pengunjung museum, yaitu : (1)
creating an information policy it is vital
informasi tentang benda itu sendiri; (2)
to have a clear view of who, in relation to
latar belakang benda; (3) informasi
your
berupa grafik; (4) informasi melalui teks.
information for what purposes.
penjelasan
bahwa
ada
Edson and Dean (1996) menjelaskan bahwa
di
museum dua
hal,
museum,
Museum
dengan yaitu:
requires
di
masa
(1)
which
mendatang
pengelola
museum
perlu
membutuhkan
kepemimpinan
menginterpretasikan
informasi
yang
memberikan panduan dan pendidikan
terkandung dalam objek koleksi museum
daripada
agar
atau
penjelasan. Agar lebih efektif, program-
memberikan pemahaman khusus dengan
program yang berkaitan dengan publik
melakukan tiga hal
yang berkaitan
harus lebih proaktif dan memberikan
dengan arti, yaitu: (1) menjelaskan atau
arah ke masa depan daripada sekedar
menerangkan; (2) menerjemahkan - dari
interpretasi selektif atas kegiatan masa
satu bahasa ke bahasa yang lain; (3)
lalu. Pengelola museum harus dapat
mempertunjukkan
atau
memahami
karya
berkembang
lebih
mudah
mempersembahkkan
dipahami
menurut
sekedar
isu-isu di
manajemen
yang
global masyarakat
dan
yang dan
–
mengkaitkannya dengan koleksi yang ada
misalnya interpretasi tarian. Setiap objek
di museum dalam hal memberikan arti
koleksi museum merupakan gabungan
yang berbeda atas isu-isu tersebut. Untuk
antara budaya dan ilmu pengetahuan.
itu, pengelola museum harus selalu
seseorang yang mudah dipahami
dididik
melalui
berbagai
pelatihan
Museum sekarang adalah tempat yang
berkaitan dengan kepemimpinan, dan
mempunyai nilai estetika tinggi dan patut
perencanaan dalam membangun dan
diacungi jempol, kata Ferlian pula.
mengimplementasikan program-program
Perkembangan museum harus selaras
yang memberikan arti bagi masyarakat.
dengan perkembangan teknologi, karena
Museum
jika tidak selaras maka museum akan
harus
tantangan
mampu
global
antarbudaya
di
tidak
menghadapi
mana
dapat
kontak
kehilangan peminatnya.
dielakkan,
Virtual
museum
juga
merupakan
termasuk berani menghadapi „image”
perwujudan dari perencanaan manajemen
museum yang dianggap kuno dan antik,
bencana. Belajar dari bencana Tsunami
kemudian mengubahnya menjadi sesuatu
Aceh – Indonesia pada tahun 2014 yang
yang
menimbulkan hancurnya banyak aset
menyenangkan.
pengembangan
telah
tangible, muncullah kebutuhan akan
menjadi salah satu capaian dari Museum
virtualitas sebagai dokumentasi terbaik
Nasional Indonesia, yaitu pengemasan
dari perwajahan secara fisik. Hakikatnya,
program
antara museum dan pengunjung terjadi
virtual
yang
Urgensi
lifelong
museum
demikian
learning “Art
berupa
Project”
dan
“Indoor Street View”.
komunikasi dan interaksi budaya melalui benda budaya yang dipamerkan. Museum
“Museum tak bisa lagi dipandang hanya sebagai warisan dalam negeri tetapi bagi masyarakat luar negeri juga. Pandangan masyarakat sudah global. Dengan ini kami berupaya mempromosikan kepada masyarakat luar negeri sehingga mereka juga bisa menikmati khasanah budaya dan sejarah kita” (Ferlian Staf Promosi Museum Nasional Indonesia, penggagas utama dari Google Art Project, 2015)
tidak hanya menyajikan benda-benda, melainkan
berupaya
berbagai
informasi
belakang
benda
menyampaikan mengenai
yang
latar
dipamerkan.
Koleksi museum bermakna kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Apabila unsur budaya
tidak
didokumentasikan,
cepat dan
diselamatkan, dilestarikan,
sudah tentu generasi sekarang tidak akan mengerti generasi sebelumnya, demikian pula generasi yang akan datang. Warisan masa lampau untuk masa depan telah
Museum
Nasional
Indonesia
menyediakan foto ruang-ruang koleksi museum secara panoramik (360 derajat) yang bisa diakses para pengguna internet.
menempatkan museum pada peran dan tanggung jawab yang penuh tantangan. 3.
Komunikasi Budaya: Tradisi Lisan dan Tulisan
Dalam
sebuah
wacana
Kompas, Rabu 11
di
agustus 2004,
perubahan di masyarakat itu. Menurut Ong,
kebudayaan
lisan
mengalami
Dr.Pudentioa MPSS, Ketua Asosiasi
perubahan walau perlahan. Ciri khas dari
Tradisi Lisan menyatakan bahwa bahwa
masyarakat lisan adalah kemampuan
tradisi lisan tidak sekedar penuturan,
mereka dalam menyesuaikan diri dengan
melainkan “konsep pewarisan sebuah
keadaan sekitar sambil terus menjaga
budaya dan bagian diri kita sendiri
keseimbangan
sebagai makhluk sosial”. Tradisi lisan
masyarakatnya. Jika ada norma atau
tidak
tradisi
semata-mata
diwakili
oleh
(equilibrium)
yang
dianggap
sudah
tidak
masyarakat
lisan
kebiasaan mengobrol di warung kopi.
diperlukan,
Tradisi ini juga berupa pertunjukan
“melupakan” norma atau nilai itu, sebab
kesenian yang kadang-kadang merupakan
masyarakat memang tidak mengandalkan
cara satu-satunya untuk menyampaikan
rekaman di luar kepala. Bandingkan
pesan dan membangun makna tertentu.
dengan masyarakat yang beraksara yang
Pertunjukan
Indonesia
tetap menyimpan norma dan nilai lama
misalnya, tidak serta merta punah ketika
dalam bentuk tulisan. Walaupun norma
industri penerbitan hadir. Bahkan ketika
dan nilai itu sudah dianggap usang,
kemudian
namun
wayang
ada
di
televisi,
pertunjukan
maka
di
masyarakat
dapat
tetap
wayang “hidup” kembali lewat tayangan
membacanya kembali untuk keperluan
semalam
analisis. Masyarakat lisan tidak memiliki
suntuk.
Rupa-rupa
tradisi
upacara adat di Indonesia mengandalkan
kebiasaan
kemampuan berpidato yang indah dan
mengandalkan kekinian ucapan-ucapan
megah. Perhatikanlah sebuah upacara
lisan dan keberadaan pengucapnya. Jika
perkawinan adat, maka akan tampaklah
pengucapnya sudah meninggal, dan jika
ada wakil-wakil keluarga yang terpilih
ingatan
berkat kemampuan mereka berbicara
dilanjutkan, maka hilanglah norma atau
secara
nilai yang terkandung di dalamnya.
berwibawa,
meyakinkan. masih
santun
Masyarakat
mempertahankan
dan
Indonesia kemampuan-
ini
karena
tentang
Masyarakat memiliki
semata-mata
ucapannya
tidak
tulisan
sebaliknya,
akan
rekaman
permanen
dari
kemampuan lisan ini sebagai bagian
tradisinya,
untuk mempertahankan moral tertentu.
masyarakat ini sulit mengubah sebuah
Tradisi lisan memang berkaitan
sehingga
sebenarnya
tradisi dengan begitu saja. Paradoksnya,
dengan kebudayaan yang konservatif,
kebudayaan
tulisan
juga
mendorong
namun tidak berarti bahwa tidak ada
semangat untuk terus menerus memeriksa
masa lampau untuk keperluan analisis.
berarti tradisi lisannya hilang begitu saja.
Dengan demikian, kebudayaan tulisan
Demikianlah
sekaligus
budaya dalam era globalisasi dan masif
mengembangkan
kesadaran
ICT
depan.
kebutuhan kegiatan manajerial informasi
dengan
tradisi
lisan
dan
tulisan.
4.
lost atau hilangnya budaya bersama
a.
dalam tradisi lisan, pengalaman dan pengetahuan adalah milik bersama. Di Bali, sampai dengan tahun 1970-an, para pelukis
tidak
mau
menandatangani
lukisan mereka. Para pematung dan penari
enggan
“pencipta”
mengakui
sebagai
Tradisi lisan lebih berhasil
merajut kedekatan komunitas (Ong dalam Pendit, 2007:34-37).
Peristiwa ini
mengandung pembelajaran bahwa aspek keberaksaraan dalam transmisi budaya juga diperlukan untuk mendukung tradisi lisan. Kedua cara berkomunikasi ini saling mengisi, saling melengkapi. Para ahli bahasa dan ilmu-ilmu sosial dalam Pendit (2007:38) sepakat bahwa kedua cara berkomunikasi ini – walaupun dapat dijadikan dua kutub terpisah- selalu saling berkait dan saling mengisi. Pada dasarnya pula, setiap masyarakat yang berbasis
tulisan
pastilah
mengalami
dahului budaya lisan. Ketika akhirnya masyarakat itu mengenal tulisan, tidak
mengarahkan
Ketentuan Pokok Dokumentasi
Permuseuman
yang dilakukan Ong diketahui bahwa
ini
di museum pada aspek keberaksaraan.
Transmisi secara lisan memiliki risk of
dengan penuturnya. Dalam sebuah studi
saat
komunikasi
tentang masa lalu, masa kini dan masa
Transmisi budaya dapat dilakukan
yang
dinamisasi
Pembukaan Ketentuan ini
adalah
karya
Komite Dokumentasi dari International Council of Museums (ICOM-CIDOC). Dimaksudkan sebagai pedoman bagi museum
ketika
membuat
kebijakan
dokumentasi dan manajemen koleksi. Pedoman ini memenuhi standar yang terdapat dalam ICOM Code of Ethics for Museums, 2006. Dokumentasi permuseuman erat dengan pembuatan dan pendayagunaan informasi tentang objek yang berada dalam koleksi sebuah museum. Dengan demikian akan mendukung manajemen koleksi museum. Informasi ini harus terekam baik secara manual atau dalam format digital dalam sistem dokumentasi permuseuman dan harus dapat diakses staf, peneliti, maupun masyarakat. Dengan
dokumentasi
permuseuman yang efektif maka sebuah museum adanya:
akan (1)
mampu
Kebijakan
memfasilitasi koleksi;
(2)
Pemeliharaan dan akuntabilitas koleksi;
(3) Akses, penggunaan dan interpretasi
standar, dan sistem dokumentasi
pada koleksi; (4) Penelitian koleksi.
(Code 1.14 and 8.11). Pada
b. Ketentuan Pokok
museum kecil, ketentuan ini dapat
1) Kebijakan
dipenuhi oleh kurator dengan
a) Sebagai bagian dari kebijakan
pendidikan atau pelatihan yang
umum sebuah museum, museum
memadai
harus
kebijakan
dokumentasi.
yang
sekaligus
museum besar, perlu ada satu atau
juga
komitmen
menerapkan
dokumentasi mencerminkan organisasi
pada
dokumentasi.
lebih
dalam
ahli
bidang
Sedang
pada
dokumentasi
bekerjsama
dengan
yang
kurator,
Kebijakan dokumentasi itu harus
konservator dan spesialis sistem
menjelaskan kebijakan prosedur
informasi (Code 1.15).
dan
standar
dokumentasi,
b) Museum
harus
pengadaan staf dokumentasi dan
sistem
sistemnya,
mengelola
serta
dokumentasi
layanan
kepada
para
menerapkan
dokumentasi informasi
yang tentang
objek dan mendukung prosedur
pengguna. Kebijakan dokumentasi
praktis
manajemen
koleksi,
harus mengikuti ICOM Code of
seperti
penambahan
koleksi,
Ethics
harus
manajemen peminjaman, lokasi
mempertimbangkan aturan khusus
objek dan kontrol perpindahannya
menyangkut kebijakan nasional
(Code 2.20). Sebagian dari sistem
ataupun kebijakan khusus tentang
itu bisa berbasis kertas, seperti
subjek yang ditangani. (ICOM
catatan
Code of Ethics, 2.1 and 2.20).
objek. Sedang lainnya, seperti
Apabila
katalog dan sistem pencariannya
for
Museumsdan
koleksi
tidak
dan
terdokumentasi dengan baik, harus
hendaknya
ada
komputer.
kebijakan
merencanakan
khusus
untuk
perbaikan
atau
penyempurnaan
sistem
dokumentasi museum itu.
berkas
memakai
sistem
3) Standar a) Baik sistem dokumentasi, maupun informasi yang disimpan harus memenuhi standar nasional dan
2) Personalia dan Sistem a) Museum harus memiliki atau
internasional
dengan
mempunyai akses kepada staf
mempertimbangkan
yang
lokal
menguasai
mengenai
prosedur,
(Code
2.20).
kebutuhan Beberapa
bagian dalam ICOM guide to
akses pada koleksi lebih luas
Running a Museum: a Practical
termasuk
pada
Handbookmemuat perbandingan
terpusat
lainnya
termasuk
Europeana
CIDOC
Conceptual
metadata seperti
(atau
pada
Reference Model (CRM), CIDOC
Indonesiana, yang harus mulai
Guidelines, AFRICOM Handbook
kita pikirkan dan rencanakan)
dan SPECTRUM. Termasuk yang
(Code 2.20, 3.2 dan 8.4).
harus juga diperhatikan adalah
b) Fasilitas
pencarian
(search
standar LIDO saat merencanakan
facilities) harus memungkinkan
kontribusi dan pertukaran data
staf atau pengguna menemukan
dengan sistem lain.
informasi
4) Akses informasi dan kebutuhan
yang
relevan
mengenai koleksi maupun objek tertentu. Itu semua hendaknya
pengguna a) Museum harus mengevaluasi
dimungkinkan
melalui
kebutuhan pengguna dan jika
pencarian melalui akses pada:
mungkin
layanan
nama, judul, jenis objek atau
khusus untuk masing-masing
klasifikasinya, jenis material,
kelompok
sesuai
lokasi dari koleksi, produser,
masing-masing
tanggal, tahun produksi, nomor
membuat
pengguna
kepentingan kelompok
seperti:
peneliti,
pengajar, pelajar, pembelajar, dan masyarakat umum. Layanan ini
hendaknya
penyediaan
objek, dan lainnya (Code 2.20 and 3.2). c) Sistem
tersebut
termasuk
menjadikan museum mampu
(ruang)
mencegah akses pada informasi
area
penelitian sehingga pengunjung
yang
dapat berkonsultasi pada catatan
sehubungan
dan
file,
pedoman.
rahasia
dengan
rincian
pada
terkait aturan hak penggandaan
Demikian
juga
(copyright), namun tetap harus memenuhi
(terpasang
informasi
bersifat
termasuk
hendaknya ada akses daring
katalog,
harus
=
Undang-Undang
online)
pada
Keterbukaan
atau
citra,
Informasi terbatas (restricted)
image
kontekstual,
dan
meliputi
antara
sumberdaya lainnya. Museum
tanda-tanda
hendaknya
termasuk
juga
menjadikan
Informasi.
lain
seperti
identifikasi cacat,
penilaian,
tempat
penyimpanan,
dan
dokumenter)
adalah
bagian
tempat ditemukan atau sejarah
integral dari sistem. Semua materi
dari objek arkeologis (Code
ini
2.20, 2.22, 3.2 and 8.6).
standar kearsipan. Rincian yang
riwayat
harus
setiap
dimasukkan
dikelola
mengikuti
diperoleh dari pihak luar seperti
5) Informasi dan prosedur a) Dokumentasi
harus
mencatat
objek
dalam
saat koleksi
pemilik
sebelumnya
harus
diverifikasi oleh museum. Hal ini penting
untuk
mendapatkan
museum. Jika objek memang
informasi yang benar mengenai
dimaksudkan tetap,
menjadi
koleksi
penggunaan objek dan sejarah
dicatat
metoda
dari donor atau vendor sebagai
harus
akuisisinya, tanggal, asal, dan kondisinya.
Museum
bagian rutin proses akuisisi.
harus
c) Setiap objek dibuatkan nomor
mendapatkan dari sumber objek
unik (inventaris) sebagai pengenal
tentang nama objek dan asal usul
dan harus dicatat dalam sistem
nya. Jika objek hanya dipinjam
dokumentasi.
sementara,
harus
ditandai dengan nomor ini. Lokasi
menyebutkan mengapa hal itu
objek disimpan atau dipajang
terjadi, disertai tanggal, sumber,
harus
antisipasi waktu pengembalian,
dokumentasi juga. Lokasi objek
dan kapan tepatnya objek itu
adalah lokasi pada saat normal
dikembalikan(Code 2.2-2.4).
maupun
dokumentasi
b) Museum informasi objek
Objek
dicatat
dalam
sementara,
termasuk
mencatat
lokasi
mengenai
asal-usul
perawatan di laboratorium.
diperoleh
sejak
d) Jika
terjadi
sedang
sistem
harus
yang
jika
harus
diakukan
kehilangan
atau
ditemukan atau dibuat sampai saat
pencurian objek, museum harus
kini,
mampu
termasuk
jika
mungkin
memberikan
kepada
merinci pembuatan atau proses
otoritas hukum informasi akurat
produksinya,
pengadaan,
agar upaya penemuan kembali
kepemilikan, dan penggunaannya
objek itu dapat lebih mudah
(Code 2.3). Dokumentasi perlu
dilakukan dan berhasil. Informasi
menyebut
yang
sumber
informasi.
diperlukan
antara
lain
Sumber material yang dimiliki
adalah: nomor unik registrasi,
museum
tanggal atau tahun pembuatan,
(termasuk
foto
material yang dipakai, ukuran,
baru dan lengkap dari semua
kondisi fisik, serta ciri-ciri khusus
objek yang ada, minmal meliputi:
dari objek.
nomor koleksi, lokasi objek, nama
e) Dokumentasi
harus
memuat
objek, dan kondisi fisik objek.
informasi mengenai hak pemilik
Jika ada objek tanpa nomor, dan
kekayaan
nomor tidak dapat ditemukan,
intelektual
terkait
dengan objek itu. Untuk menjaga
maka perlu dibuat nomor baru.
dan menghormati hak ini museum
h) Terkait dengan informasi rinci
harus
mendokumentasikan
mengenai sebuah objek, museum
pemilik atas kekayaan intelektual
harus
memberikan
informasi
ini, serta memantau perubahan
tentang tema dan keterkaitannya
kepemilikannya.
dengan
koleksi
secara
f) Sistem dokumentasi itu harus
keseluruhan. Ini akan memberi
mencakup hasil penelitian dan
keterangan rinci tentang orang,
publikasi lain tentang sebuah
organisasi, dan budaya terkait
objek
dengan
atau
referensi
terkait
koleksi,
seperti:
informasi tentangnya, termasuk
penyumbang, kolektor, produser,
entri
serta
dalam
sebuah
katalog
pemilik
semula,
dan
pameran. Jika objek itu disitir
pengguna. Jika dimungkinkan,
dalam
perlu juga diberikan informasi
sebuah
terbitan
atau
publikasi, hendaknya pengarang
tentang
sejarah
alam
atau penulis merujuk pada nomor
arkeologis
unik (inventaris) dari objek itu.
lingkungannya lengkap dengan
g) Jika koleksi yang ada belum
proses arkeologisnya (Code 3.3).
situs
dan dan
cukup terdokumentasi, museum
i) Sistem itu harus memiliki fasilitas
harus melakukan program untuk
yang memungkinkan informasi
menyempurnakan
koleksi
sistem
yang
dapat
digabungkan
ada dengan menetapkan agenda
dengan sistem sumberdaya lain
pelaksanaannya. Agenda harus
seperti sumberdaya pendidikan,
merinci kegiatan, termasuk “stock
interpretasi
opname”
dan
mempelajari
kembali semua catatan serta file yang
ada.
Menjadi
daring
materi,
pameran
(terpasang),
dan
sumberdaya pembelajaran.
prioritas
j) Sistem dokumentasi itu harus
adalah menyusun daftar inventaris
mengatur prosedur manajemen
koleksi, seperti langkah yang
udara dan cahayanya, adanya “back-up”
harus diikuti dan keputusan yang
dari berbagai file maupun catatan tentang
harus
akses terbatas pada file digital. Serta
diambil
ketika
koleksi
dipinjamkan pada lembaga lain. k) Sistem
harus
informasi
memasukkan
mengenai
tindakan
khusus manajemen koleksi terkait
jaminan akan dipindahnya semua file ini ke sistem baru jika ada pergantian sistem. (Code 1.6 and 2.20-2.22). C.
sebuah objek museum seperti
Eksistensi
museum
sebagai
konservasi, fotografi, peminjaman
lembaga pengelola aset budaya kini tidak
ke
lagi cukup dimaknai dengan melihat pada
luar
serta
dalam
penggunaannya
pameran
dan
penampilannya.
diakses
lagi,
koleksi
yang
berhasil
dihimpun.
Melainkan pada pemikiran bagaimana
l) Jika sebuah objek tidak dapat dokumentasinya
agar koleksi yang dihimpun menjadi berarti bagi masyarakat dalam upaya
harus tetap disimpan di museum.
konstruksi
Jika objek itu diberikan pada
budaya (cultural awareness). Beberapa
museum
dari
kasus sengketa budaya di Indonesia
harus
pernah menjadi isu global yang menandai
disampaikan. Secara rinci juga
adanya tantangan dalam kontak antar
harus ada keterangan mengapa
budaya, yaitu proteksi legal terhadap
objek
diakses
kepemilikan local genius. Penguatan
Termasuk
pada aspek keberaksaraan dalam proses
keputusan resmi atas kebijakan itu
transmisi budaya perlu menjadi perhatian
juga harus ditambahkan pada
karena tradisi lisan semakin rawan
dokumentasi terkait objek itu
dihadapkan dengan potensi risk of lost
(Code 2.12-2.17)
atau hilangnya budaya bersama dengan
lain,
kopi
dokumentasinya
sudah
mayarakat
6)
PENUTUP
Keamanan,
juga
tidak lagi.
Keberlanjutan
dan
bersama
akan
kesadaran
penuturnya. Pedoman dari International Council of Museums (ICOM-CIDOC)
preservasi Sistem harus menjamin keamanan
tentang dokumentasi permuseuman dapat
(security), keberlanjutan (sustainability)
menjadi referensi bagi pengelola museum
dan preservasi informasi untuk jangka
untuk
panjang,
pada
perlindungan kekayaan budaya bangsa
tempat yang tahan api, penyimpanan
dengan kewenangan yang telah diatur
materi kertas pada ruang yang terkontrol
pada Undang-undang Republik Indonesia
seperti
penyimpanan
mengoptimalkan
peran
Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2015 tentang museum.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Coburn, E. & Light, R. & McKenna, G. & Stein, R. & Vitzthum, A. (2010) LIDO Lightweight Information Describing Objects Version 1.0. (http://www.lidoschema.org/schema/v1.0/lido-v1.0-specification.pdf). Collections Trust (2011). SPECTRUM: The UK Museum Documentation Standard. 4th edition. Edited by Alex Dawson and Susanna Hillhouse. (http://www.collectionslink.org.uk/spectrum-standard). . Econ, Evol. 2004. Data, Information and Knowledge:Have We Got it Right?. Edson, Gary and Dean, David. 1996. The Handbook for Museums, London, Routledge. Feather, Jhon. 2003. Communicating Knowledge. KG. Saur Munchen. Further information about collections documentation is available from the CIDOC Web site (http://cidoc.icom.museum). International Council of Museums (1996). Handbook of standards. Documenting African collections. Paris: ICOM. ISBN 92-9012-029-0. [English-French edition.] (http://icom.museum/afridoc/). International Council of Museums (2006). ICOM Code of Ethics for Museums. Paris: ICOM. (http://icom.museum/ethics.html). International Council of Museums (1997). Handbook of standards. Documenting African collections. Paris: ICOM. ISBN 92-9012-639-6. [Arabic edition, ICOM-Tunis.]. International Council of Museums (2004). Running a museum: a practical handbook. Paris: ICOM. ISBN 92-9012-157-2. (Also in Arabic.). International Council of Museums. International Committee for Documentation (CIDOC) (1995). International Guidelines for Museum Object Information: The CIDOC Information Categories. Edited by a joint project team of the CIDOC Data and Terminology and the CIDOC Data Model Working Groups. Editors: Alice Grant, Joséphine Nieuwenhuis, Toni Petersen. Paris: CIDOC. Printed version, ISBN 92-9012-124-6. (http://www.cidoc.icom.org/guide/guide.htm). International Organization for Standardization (2006). Information and Documentation - a Reference Ontology for the Interchange of Cultural Heritage Information. ISO 21127:2006. Geneva: ISO. (http://www.iso.org/iso/en/CatalogueDetailPage.CatalogueDetail?CSNUMBER=34424&scopelist=PROGRAMME). (The CIDOC Conceptual reference Model, CRM, see http://cidoc.ics.forth.gr) Ketentuan Pokok Dokumentasi PermuseumanStatement of principles of museum documentation. Terjemahan bebas oleh: Blasius Sudarsono.
Ketingger, William J & Yuan Li. 2010. The Infological Equation Extended: Towards Conceptual Clarity in The Relationship Between Data, Information and Knowledge. European journal Of Information System. Kusumadewi, Anggi. Deretan Perseteruan Budaya Indonesia Malaysia. Diakses dari http://nasional.news.viva.co.id/news/read/326664-deretan-perseteruan-budaya-indonesiamalaysia. pada 15 September 2014. Munir, Ningky. 2008. Knowledge Management Audit : Pedoman Evaluasi Kesiapan Organisasi mengelola Pengetahuan. Jakarta : Mitra Kertajaya. Pendit, Putu Laxman. 2007. Mata Membaca, Kata Bersama. Jakarta : Cita Karyakarsa Mandiri. Museum. 2002. Museum International : Heritage Issues In The Information Society. Blackwell Publisher. Vol.54, no.4. Orna, Elizabeth and Charles Petitt. 1997. Information Management in Museums. K.G. Saur International Publishing Group. http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001317/131773e.pdf.