TRANSAKSI (AKAD) PERDAGANGAN DI SWALAYAN MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM )( بيع املعاطة Drs. H. Marjaya, MA Dosen DPK STAINU Jakarta
PENDAHULUAN Sistem atau cara perdagangan akan terus berjalan dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan tehnologi, karena itu secara alami merupakan keniscayaan yang akan terus berkembang. Sejalan dengan perkembangan kemodernan model perdagangan, maka hukum islam pun harus sanggup mengakomodirnya, karena Islam suatu ajaran yang sudah akmal (sempurna) dapat mengakomodir segala permasalahan yang timbul. Masalah-masalah yang timbul itu jika betul-betul tidak bertentangan dengan syari’at secara jelas dan tegas, maka harus diakomodir dan dikembangkan, tetapi jika masalah-masalah tersebut secara jelas dan tegas bertentangan dengan syari’at islam, maka harus ditolak. Dalam transaksi jual beli atau perdagangan dalam islam harus ada seghat atau ijab kabul (serah terima) sebagai bukti saling merelakan (‘an tarodin). Penjual berucap menyerahkan barang, Pembeli berucap menerima barang seraya menyerahkan uang pembayaran. Sedangkan dalam transaksi perdagangan yang modern yang dilakukan di swalayan atau supermarket dsb. tidak ada ucapan serah terima (ijab kabul), menyikapi hal tsb rusak-kah perdagangan semacan itu, benar atau tidak-kah Vol. 03 No. 02 September 2015
61
Drs. H. Marjaya, MA.
perdagangan semacam itu?. Bagaimana menurut pandangan Hukum Islam. Untuk menjawab pertanyaan seperti itu kita akan memulai dengan menjelaskan sistem perdagangan yang ada dalam hukum Islam dikenal dengan sebutan بيع المعاطة, karena perdagangan ini yang mungkin sejalan dengan sistem perdagangan swalayanan tsb. PENGERTIAN BA’I UL-MU’ATHAH
)( بيع المعاطة
Secara Etimologi, “Ba’i” artinya jual beli atau perdagangan, Sedangkan “Mu’athah” (bahasa Arab) berasal dari kata artinya memberikan – saling معاطة تعاطئ يتعاطئ تعاطاء memberikan sesuatu. Secara terminologi perdagangan Mu’athah ialah transaksi (akad) jual beli (perdagangan) saling menyerahkan antara penjual dan pembeli, penjual menyerahkan barang, pembeli menerima barang dan menyerahkan uang pembayaranya, tanpa mengucapkan ijab kabul dengan lisan, tetapi Ijab kabul dilakukan dengan perbuatan saling menyerahkan). Dalam perdagangan di swalayan, Kasir/Penjual memberikan barang yang dibeli sebagai Ijab seraya menerima uang dari pembeli yang diberikan kepadanya. Sementara si pembeli menerima barangan yang dibeli (sebagai kabul) seraya menyearahkan uang untuk membayar barang yang dibelinya kepada Kasir/penjual. Yang menjadi dasar hukum perdangan secara umum ialah ayat al-Quran, sebagaimana termaktub: a) Dalam surat al-Baqoroh : 275
واحل اهلل البيع وحرم الربا Allah menghalalkan jual beli (perdagangan) dan mengharamkan riba 92 : kasiN-la tarus malAb) 62
Mozaic: Islam Nusantara
Transaksi (Akad) Perdagangan di Swalayan Menurut Pandangan Hukum Islam
ياايهاالذين امنوا التأكلوا اموالكم بينكم بالباطل إال أن تكون جتارة عن تراض منكم Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan harta-harta di antara kalian dengan jalan bathil, kecuali (yang tidak bathil itu) dengan cara perdagangan yang saling merelakan dari kalian.
Dua ayat tersebut adalah dasar hukum perdagangan secara umum, sedangkan dasar hukum yang mengkerucut kepada العادة perdagangan dengan transaksi العرف perbutan saling menyerahkan adalah kaidah ushul fiqih yaitu yang berarti artinya adat kebiasaan manusia yang sudah menjadi darah daging dan adat itu secara tegas dan jelas tidak bertentangan dengan محكمةDalam العادةkondisi ini, maka berlakulah kaidah ushul syari’at. fiqh adat kebiasaan itu dapat menjadi hukum. Selain dasar hukum “perdagangan swalayan” dengan kaidah ushul fiqih, juga kita akan melihat pengertian transaksi atau akad dan macam-macamnya. PENGERTIAN AKAD (TRANSAKSI) Akad secara etimologi berarti “perikatan, perjanjian, dan permufakatan” (Transaksi).
الربط بني أطراف الشىء كان ربطا حسيا أم معنويا من جانب أم من جانبني Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi dari satu segi maupun dari dua segi. Akad/transaksi secara terminologi adalah “Pertalian Ijab (Pernyataan menyerahkan/melakukan ikatan) dan Qabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengauh kepada objek perikatan tersebut”. Contoh Ijab adalah pernyataan seorang penjual/orang I “saya Vol. 03 No. 02 September 2015
63
Drs. H. Marjaya, MA.
menjual barang ini kepadamu” atau “saya serahkan barang ini kepadamu”. Contok Qabul “Saya beli barang ini” atau “Saya terima barang ini”. SYARAT, RUKUN DAN MACAM-MACAM AKAD PERDAGANGAN 1. Syarat Akad Perdagangan. Ada 2 (dua) macam syarat akad/
transaksi:
a. Syarat-syarat yang bersifat umum yaitu syarat-syarat
yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad/ transaksi, diantara syarat tsb ialah:
1) Kedua pihak yang berakad memiliki kecapakan (ah-
liah);
2) Orang yang dijadikan objek akad dapat menerima
hukumnya;
3) Akad itu diizinkan oleh syara’; 4) Akad itu tidak dilarang oleh syara’; 5) Akad itu dapat memberi faedah; 6) Ijab itu berjalan terus sebelum terjadi kabul. Jika
ijab dicabut sebelum kabul, maka tidak sah transaksi tsb;
7) Ijab dan Kabul mesti bersambung jangan ada selan-
gan selingan, sehingga bila orang yang ijab itu telah berpisah, sebelum terjadinya kabul, maka transaksi itu tidak sah.
b. Syarat-syarat yang bersifat khusus yaitu syarat-syarat
yang wajib ada dalam sebahagian akad, syarat khusus ini disebut juga syarat idhofi (tambahan/ ikutan) yang harus ada di samping syarat-syarat umum seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.
64
Mozaic: Islam Nusantara
Transaksi (Akad) Perdagangan di Swalayan Menurut Pandangan Hukum Islam
2. Rukun-rukun akad a.
al-‘Aqidani, (dua orang yang berakad);
b. Ma’qud ‘alaih, benda yang dijadikan objek akad; c.
Maudhu’ al-‘Aqdi, Maksud atau tujuan utama melakukan ‘akad;
d. Shighat al-‘Aqdi (iajab kabul). Shegat harus jelas, ha-
rus bersesuaian antara iajab dan kabul, dan shegat itu harus menggambarkan kesungguhan kedua belah pihak
3. Macam-macam Akad dalam perdagangan atau jual beli.
Dilihat dari keabsahan, akad/transaksi dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian: a) Akad Shahih, ialah akad yang telah memenuhi syarat dan rukun akad; dan b) Akad yang tidak Shahih, ialah akad yang terdapat kekurangan dalam syarat dan rukun akad. Dilihat dari Cara dalam berakad/ bertransaksi, maka akad terbagi kepada 5 macam: 1) Dengan Lafadz (Ucapan); 2) Dengan al-Kitabah (Tulisan); 3) Dengan al-Isyarah (Isyarat); 4) Dengan Ta’athi (Perbuatan saling memberikan); dan 5) Dengan Lisanul Hal (sikap prilaku orang bertransaksi itu sah seperti seperti sahnya akad dengan lisan/ ucapan).
SHIGAT AKAD DAPAT BEBERAPA CARA
DIUNGKAPKAN
DENGAN
1. Akad dengan Lafadz. Shigat akad atau ijab qabul dengan
lafadz yang banyak digunakan atau laksanakan orang, sebab paling mudah dan cepat dipahami oleh kedua belah pihak. Tentu saja kedua belak pihak harus mengerti ucapan masing-masing serta menunjukan keridhoannya. a.
Isi Lafadz. Tidak disyaratkan untuk menyebutkan barang/benda yang dijadikan objek akad/transaksi, baik dalam jual beli, sewa menyewa atau hal lain, Vol. 03 No. 02 September 2015
65
Drs. H. Marjaya, MA.
menurut jumhur Ulama kecuali akad Pernikahan yang harus disebutkan objeknya sebab Objek akad pernikahan bukan benda atau barang meleinkan manusia, juga pernikahan itu upara yang suci sakral. b. Lafadz Shighat. Lafadz shighat akad/ijab Qabul para
Ulama sepakat menggunakan Fi’il Madli, karena merupakan kata kerja yang paling mendekati maksud akad/transaksi.
2. Akad dengan Tulisan. Diperbolehkan akad dengan tulisan,
baik bagi orang mampu bicara maupun bagi orang yang tidak dapat bicara, dengan syarat tulisa itu harus jelas, tegas dan dapat dipahami oleh kedua belah pihak. Namun demikian dalam akad nikah tidak boleh menggunakan tulisan, karena akad harus dihadiri oleh saksi-saksi yang mendengar ucapan yang akad, kecuali bagi orang yang tidak dapat berbicara. Ulama Syafi’iyah dan hanabilah membolehkan akad dengan tulisan jika yang berakad itu tidak hadir, tetapi jika yang berakad itu hadir, maka tidak diperbolehkan menggunakan tulisan, sebab ketika kedua belah pihak hadir tulisan tidak dibutuhkan untuk akad.
3. Akad dengan Perbuatan. Dalam akad terkadang tidak di-
gunakan ucapan, tetapi cukup dengan perbuatan yang menunjukan saling meridhoi, misalnya menjual memberikan barang kepada si pembeli, sipembeli menyerahkan uangnya, tanpa ucapan serah terima barang dan uang. Hal seperti ini di dunia perdagangan yang sudah cukup modern ini telah berjalan di masyarakat, baik masyarakat kota maupun masyarakat desa, bahkan sudah menjadi urf atau budaya yang mendunia dengan tumbuhnya supermarket, hipermarket bahkan mini market di desa-desa sekalipun, semuanya sudah menggunkanakan cara transakasi akad perdangan dengan perbuatan.
4. Akad dengan Isyarat. Bagi orang yang mampu berbicara
66
Mozaic: Islam Nusantara
Transaksi (Akad) Perdagangan di Swalayan Menurut Pandangan Hukum Islam
tidak dibenarkan akad dengan isyarat, tetapi ia harus dengan ucapan/lisan atau tulisan. Adapun bagi merek yang tidak bisa berbicara, maka boleh melakukan akad denga isyarat. Tetapi jika tulisannya bagus lebih dianjurkan menggunakan tulisan. Hal dibolehkannya akad dengan isyarat bagi mereka yang cacat bicara sejak lahir, jika ia cacat bicara tidak bawaan atau tidak sejak lahir, maka lebih baik jangan menggunakan isyarat tetapi tulisa. 5. Akad dengan Lisanul Hal (sikap prilaku orang bertransaksi
itu sah seperti seperti sahnya akad dengan lisan/ ucapan), misalnya seseorang langsung saja menaruh barang berharga di meja orang lain, orang lain itu tau dan melihat betul dan paham maksud seseorang itu menaruh barang di mejanya itu, mereka tidak ada ucapan atau perkataan, tetapi mereka masing-masing memahami maksudnya, maka perilaku mereka itu sah dalam transaksi jual beli seperti sahnya transaksi dengan ucapan. Seperti di lampu merah atau di pasar dan atau mobil atau dimana saja, tiba-tiba ada orang yang menaruh barang (barang dagangan) di meja atau dipangkuan seseorang, tentu orang yang ditaruhi barang tsb mengetahuinya bahwa itu adalah barang dagangan, jika dia mau membelinya, maka ia langsung membayarnya.
KESIMPULAN 1. Ba’iu al-Mu’athoh adalah perdangan dengan transaksi
berupa perbuatan saling memberikan atau menyerahkan masing-masing kewajibannya, Penjual melalui kasir menyerahkan barang yang telah dihitung di mesin hitung toko swalayan kepada pembeli (sebagai ijab). Sedangkan Pembeli menerima barang yang dibeli yang telah dihitung harganya di mesin hitung, sebagai kabul seraya menyerahkan uang pembayarannya. Sikap “saling memberikan atau menyerahkan kewajibannya” di antara pembeli dan penjual/kasir ketika bertransaksi itu adalah “AKAD atau Vol. 03 No. 02 September 2015
67
Drs. H. Marjaya, MA.
TRANSAKSI” atau Ijab dan Kabul. 2. Transaksi jual beli atau perdagangan seperti ini adalah
perdagangan yang sudah menjadi kebudayaan manusia di dunia ini, dan hal itu di dalam syari’at Islam terakomodir dalam fiqih islam (Hukum Islam), baik dengan dasar hukum kaidah ushul fiqih “adat itu menjadi hukum” atau dengan perdagangan yang mendasarkan pada “bai’u alMu’athah”.
3. Perdagangan semacam ini hampir di seluruh dunia sudah
dilaksanakan termasuk di Indonesia, misalnya di supermarket2 swalayan-swalayan, ketika belanja self service mencari barang sendiri, maka ketika dihitung di mesin hitung kasir, kasir memberikan/menyerahkan barang tsb kepada pembeli (sbg ijab), sedangkan pembeli menerima barang yang dibelinya seraya memberikan/ menyerahkan uangnya sebagai pembayaran atas barang-barang yang dibelinya (sbg Kabul), tanpa ada lafadz ucaapan serah terima atau ijab kabul dengan lisan dari keduanya, tetapi dengan perbuatan saling memberikan atau menyerahkan yang menjadi keharusannya masing-masing.
4. Unsur pokok Perdagangan atau Jual beli Mu’athah ini
adalah adanya ‘an tarodhin = “saling merelakan”. Saling merelakan itu sudah terealisasikan atau terbuktikan ketika kedua belah pihak itu saling menyerahkan atau memberikan uang dan barang antara penjual/kasir dengan pembeli, karena itu maka perdagangan mu’athah ini adalah mubah/Ja-iz/boleh. Jadi perdagangan model swalayan diperbolehkan dalam Hukum Islam.
Demikian makalah yang saya bisa sampaikan semoga ada manfaatnya bagi kita semua yang sudah terbiasa melakukan trnasaksi jual beli mu’athoh ini hampir setiap hari dan tentu kritik dan saran tetap kami butuhkan demi perbaikan bagi penulis. 68
Mozaic: Islam Nusantara