UNY Kedudukan Perempuan sebagai... (Rumita Kusumaningrum W.T.)
KEDUDUKAN PEREMPUAN SEBAGAI HAKIM PENGADILAN AGAMA MENURUT PANDANGAN PARA PRAKTISI HUKUM ISLAM DI YOGYAKARTA Oleh Rumita Kusumaningrum Wahyuning Tyas , Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan kedudukan perempuan sebagai hakim pengadilan agama menurut pandangan para praktisi hukum Islam di Yogyakarta, 2) Mendeskripsikan ada atau tidak faktor penghambat perempuan menduduki jabatannya sebagai hakim pengadilan agama menurut hakim perempuan pengadilan agama di Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di kantor Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta, Pusat Studi Wanita Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Majelis Ulama Indonesia di Yogyakarta, pada bulan Mei-Juli 2016. Penentuan subjek penelitian menggunakan teknik purposive. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta, Ketua Pusat Studi Wanita di Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia di Yogyakarta. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik cross check. Analisis data menggunakan teknik analisis in duktif, yaitu penarikan kesimpulan dari fakta-fakta yang khusus kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Kedudukan perempuan sebagai hakim di pengadilan agama menurut praktisi hukum Islam di Yogyakarta tidak ada larangan atau diperbolehkan dengan syarat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan undang-undang dan memiliki kemampuan, kapabilitas dan kompetensi dibidangnya, 2) Faktor penghambat perempuan menduduki jabatannya sebagai hakim pengadilan agama terdiri faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya yaitu kondisi perempuan saat hamil dan menstruasi merupakan proses psikologi yang berat saat memikul tugas sebagai hakim pengadilan agama. Faktor eksternal meliputi adanya pandangan masyarakat yang memiliki paham patrial culture dan berfikir konservatif bahwa pemimpin berada di tangan laki-laki, serta pemahaman agama (perbedaan penafsiran) menjadikan sulit dalam bekerja sama di wilayah kerjanya. Kata kunci : kedudukan perempuan, hakim perempuan, ketua pengadilan agama, praktisi hukum islam. Abstract This research aims to: 1) describe women’s position as the judge of Religion Court according to the Islamic Law practitian’s viewpoint in Yogyakarta, 2) describe the hinder factor for the women to be able to be in position as the judge of Religion Court in the view of Islamic Law pratician’s in yogyakarta. This research is a descriptive research with qualitative approach. This research was held in Yogyakarta Appellate Court of Religion, the Study Center of Women of Sunan Kalijaga Islamic State University in Yogyakarta, and Indonesian Ulema Coincil (MUI) in Yogyakarta. It was held on Mei – july 2016. The subject of the research is decided using purposive technic. Those are the judge of Yogyakarta Appellate Court of Religion, the head of the Study Center of Women of Sunan Kalijaga Yogyakarta Islamic State University, and the head of Indonesian
1
Ulema Coincil (MUI) in Yogyakarta. The data is being collected using interview and documentation technic. The validity is being observed using cross check technic. The data is being analysed using inductive analysis technic, it is draw conclusion from particular facts to general concusion. Based on the result of the research, it is concluded that: 1) there’s no interdiction on women’s position as the judge of Religion Court in the view of Islamic Law pratician in Yogyakarta so long that it meets the requirement stated by the law as well capable and competent in her area, 2) the factors that hinder women to secure her position as the judge of Religion Court consist of internal and external factors. The internal factors are women’s condition in pregnancy and menstruation, in which hard psychological process to carry to job as the judge of Religion Court. The external factors are the society viewpoint of patrial culture and conservative thinking that man should lead, as well as religion understanding (different commentation) make it hard to cooperate in her workfield. Keywords: women’s position, woman judge, the judge of religion court, islamic law practician.
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
PENDAHULUAN Persoalan
kepemimpinan
Peradilan Agama, hakim adalah pejabat
perempuan menjadi persoalan yang
yang melaksanakan tugas kekuasaan
penting dan serius sehingga tak henti-
kehakiman. Ia merupakan salah satu
hentinya
unsur
dibicarakan
oleh bangsa-
terpenting
dalam
lembaga
bangsa di dunia ini. Perbincangan itu
peradilan termasuk peradilan agama
tidak
dan memainkan peranan yang sangat
hanya dilakukan di kalangan
perempuan itu saja tetapi juga menjadi
besar
perbincangan di kalangan pria. Hal ini
pemberlakuan
dikarenakan
merupakan
semakin
banyaknya
dalam
melaksanakan
hukum orang
Islam yang
dan paling
pemimpin perempuan dalam segala
bertanggung jawab sepenuhnya dalam
bidang termasuk menjadi hakim.
menjaga dan mempertahankan hukum
Hakim
berarti
orang
yang
Islam.
melaksanakan hukum, karena hakim itu
Demikian
beratnya
tugas
memang bertugas mencegah seseorang
hakim, tentu tidak semua orang mampu
dari kezaliman. Kata hakim ini dalam
menduduki jabatan tersebut. Hal inilah
pemakaiannya dipersamakan dengan
yang
qadi yang berarti orang yang memutus
pemberian kriteria khusus bagi orang
perkara dan menetapkannya (Salam
yang akan diangkat menjadi hakim. Ini
Madkur, 1990: 11). Menurut Undang-
bertujuan untuk memastikan bahwa
menyebabkan
pentingnya
orang yang memegang jabatan hakim benar-benar
tidak
diragukan
kelayakannya.
yang menyatakan “Tidak akan pernah beruntung
Secara umum, bila berbicara mengenai
Selain itu adanya nash hadits
kesiapan
kaum
yang
menyerahkan urusan (pemerintahan/
menjadi
kekuasaan) mereka kepada seorang
hakim yang sering didiskriminasikan
wanita” (H.R. Al-Bukhari) dan “Bahwa
adalah pihak perempuan. Kemampuan
akal dan keberagaman wanita kurang
perempuan
dibanding akal dan keberagaman pria”
dalam
dipertanyakan.
Hal
untuk
suatu
hal
ini
selalu
ini
disebabkan
(H.R.
Ibnu
Majah),
yang
beberapa alasan yaitu adanya nash
mengindikasikan larangan perempuan
Alquran
menjadi
yang
secara
tekstual
pemimpin
atau
hakim.
mengisyaratkan keutamaan bagi laki-
Berdasarkan hadits tersebut ulama
laki untuk menjadi pemimpin atau
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabillah
hakim. Allah berfirman yang artinya:
menyimpulkan bahwa perempuan tidak
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanitawanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar (Q.S. An-nisa [4] : 34).
diperkenankan menjadi hakim. Mereka beranggapan
bahwa
memiliki
banyak
berbagai
aspek,
perempuan
kelemahan misalnya
dari
kurang
kecerdasan, wawasan, pergaulan, dan mengalami
keterbatasan
dalam
berintraksi dengan lawan jenis. Atas dasar itu mereka juga menyimpulkan bahwa kurangnya akal perempuan akan menyebabkan
kesaksian
perempuan
bernilai setengah jika dibandingkan dengan persaksian laki-laki. Meskipun pandangan
ini
subyektif
dengan
menyebut perempuan relatif lemah akalnya, maka perempuan dianggap tidak
dapat
yudikatif
menduduki kerena
jabatan menuntut
kesempurnaan akal (Bahnasawi, 1996:
28
293-294).
(Djazimah Muqqoddas, 2011:162).
Mayoritas ulama mazhab juga mengatakan
seorang
orang
yang
dinyatakan
lolos
Berkenaan dengan hal tersebut,
perempuan
apabila kita lihat kenyataan yang ada
memegang
dan berlaku sekarang ini, perempuan
jabatan sebagai hakim. Ketentuan ini
telah disejajarkan dengan pria dalam
berlaku di semua jenis kasus. Baik
hal eksistensinya sebagai hakim di
yang berkenaan dengan sengketa harta,
Pengadilan
qishash ataupun had, atau kasus-kasus
setelah adanya Undang-Undang No. 7
lainnya. Bila mereka tetap diberikan
tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
kepercayaan
maka
peluang wanita untuk menjadi hakim
pihak pemberi wewenang kepada yang
dan peran yang dapat mereka lakukan
bersangkutan
setelah menjabat jabatan hakim benar-
dinyatakan
tak
boleh
sebagai
hakim,
dihukumi
berdosa.
Ketetapan yang dihasilkan oleh hakim
mengandung
unsur
hakim pengadilan agama menurut Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 50
Sistem hukum Indonesia juga mengadopsi
perempuan.
Tahun 2009 perubahan kedua atas
keterlibatan
tentang Peradilan Agama, seseorang
bidang hukum, saat ini semakin banyak
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
hakim
perempuan. Peradilan
satunya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
dalam
jabatan
Salah
lagi
Untuk dapat diangkat sebagai
kebenaran (Djazimah, 2011: 14).
semakin
Terlebih
benar telah disamakan dengan pria.
perempuan itu pun dianggap batal walaupun
Agama.
diduduki
Hakim Agama
oleh
1. Warga negara Indonesia
perempuan
pertama
2. Beragama Islam
yang
3. Bertakwa kepada Tuhan Yang
diangkat pada 24 Juli 1957 melalui SK
Maha Esa
Menteri Agama adalah Ny. Prayitno.
4. Setia kepada Pancasila dan
Setahun setelah pengangkatan Ny.
Undang-Undang Dasar Negara
Prayitno,
Agama
Republik Indonesia Tahun 1945
menyelenggarakan kursus dan ujian
5. Sarjana syari’ah, sarjana hukum
hakim untuk Peradilan Agama. Hanya
Islam atau sarjana hukum yang
Departemen
menguasai hukum Islam
3
6. Lulus pendidikan hakim
Persyaratan
7. Mampu
secara
rohani
dan
jasmani
untuk
menjalankan
tugas dan kewajiban
dalam
bentuk
tersebut
datang
umum
tanpa
menyinggung asas personalitas yang didasarkan pada jenis kelamin tertentu.
8. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela
Sebagai
konsekuensinya
dapat
dipahami bahwa baik pria maupun
9. Berusia paling rendah 25 (dua
perempuan mempunyai peluang yang
puluh lima) tahun dan paling
sama untuk menjadi hakim agama.
tinggi 40 (empat puluh) tahun
Tetapi, ternyata konsep keseimbangan
10. Tidak pernah dijatuhi pidana
hakim laki-laki dan perempuan di atas
penjara
karena
melakukan
belum menjadi kenyataan. Ini dapat
kejahatan berdasarkan putusan
dibuktikan dari data www.badilag.net
pengadilan
tahun 2009 yang menunjukkan diagram
yang
telah
memperoleh kekuatan hukum
bahwa
hakim
perempuan
tetap.
berpendidikan S2 hanya 13% dan yang
Hal tersebut juga didukung oleh
bergelar
sarjana
yang
sebanyak
19%.
Djazimah Muqqoddas (2011: 263)
Sedangkan pada tingat banding, hakim
bahwa
terjadi,
perempuan yang berpendidikan S2
termasuk dalam peraturan perundang-
sebanyak 6,3% dan sarjana 4,3%
undangan,
(Djazimah
Muqoddas,
Sementara
di
perubahan
yang
ikut
bertambahnya
mendorong
perempuan
yang
2015:
Yogyakarta,
95).
jumlah
berkiprah di Peradilan Agama dan
hakim Pengadilan Tinggi Agama tahun
Peradilan Tinggi Agama. Mulai dari
2015 yaitu 16 orang laki-laki dan 5
persyaratan
tidak
orang perempuan. Sedangkan untuk
dibedakan berdasarkan jenis kelamin,
Pengadilan Agama Daerah Istimewa
melainkan pada kompetensi calon.
Yogyakarta, jumlah hakim tahun 2015
Kalaupun selama ini masih ada yang
yaitu 37 orang laki-laki dan 14 orang
berpandangan perempuan tidak bisa
perempuan. Selain itu dari kelima
menjadi hakim, pemikiran demikian
Pengadilan Agama yang ada di Daerah
lebih
Istimewa Yogyakarta hanya ada dua
hakim
didasarkan
patriarkis.
yang
pada
pandangan
hakim perempuan yang menduduki
jabatan sebagai ketua yaitu Dra. Hj. Siti Baroroh
M,Si
(Ketua
Kedudukan hakim perempuan
Pengadilan
di Peradilan Agama Daerah Istimewa
Agama Bantul), dan Hj. Sri Sulistyani
Yogyakarta ini memunculkan asumsi
Endang Setyawati, SH, M.Si (Ketua
bahwa
Pengadilan Agama Wates).
perempuan di Peradilan Agama dan
Djazimah Muqoddas (2015: 93) dalam
jurnalnya
yang
minimnya
lemahnya
kuota
hakim
kesempatan
untuk
berjudul
mengakses jabatan publik yang lebih
“Kontribusi Hakim Perempuan dalam
tinggi dilatarbelakangi oleh perdebatan
Penegakan
seputar keabsahan hakim perempuan
Hukum
di
Indonesia”
menyatakan salah satu indikatornya
oleh
adalah
patriarkis, meskipun ia telah diatur di
Peradilan
memberikan perempuan
para
ulama
dan
pandangan
Agama
kurang
kesempatan
bagi
dalam
dan
undangan. Kondisi ini jika dilihat
untuk
berkiprah
peraturan
dan
berkarir secara maksimal di lembaga
menurut
yudikatif ini. Hal ini dapat dibuktikan
hukum
dengan
berbeda karena pada dasarnya dalam
masih
minimnya
upaya
pandangan
perundang-
Islam
para
mungkin
bisa
Hukum
lembaga-lembaga pemerintahan.
mengisyaratkan secara khusus larangan
kriteria
dalam
persyaratan
tidak
ada
jadi
pemberdayaan hakim perempuan pada
Faktor lain mungkin datang dari
Islam
praktisi
yang
perempuan menduduki jabatan sebagai
untuk
hakim.
Inilah
yang
memberikan
menjadi hakim. Ada kemungkinan
inspirasi bagi peneliti untuk meneliti
dalam salah satu persyaratan dianggap
“Kedudukan
memberatkan perempuan jika menjabat
Hakim Pengadilan Agama Menurut
sebagai hakim. Kebanyakan orang
Pandangan Para Praktisi Hukum Islam
menganggap perempuan lemah dan
di Yogyakarta”.
Perempuan
sebagai
kurang bisa mengontrol emosi, apalagi METODE PENELITIAN
saat masa menstruasi dan hamil. Maka, hal
tersebut
dapat
Penelitian
mempengaruhi
penelitian
minimnya perempuan yang menduduki
ini
deskriptif
merupakan dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini
jabatan sebagai hakim.
berusaha mengkaji, menguraikan, dan
5
mendeskripsikan tentang kedudukan
2. Seorang
Ketua
Pusat
Studi
Univesitas
Islam
perempuan sebagai hakim pengadilan
Wanita
di
agama menurut hukum islam yang
Negeri
Sunan
disajikan
Yogyakarta.
dalam
bentuk
deskripsi
berupa kata-kata.
Pengadilan
Yogyakarta, Univesitas Kalijaga
Tinggi
Agama
Studi
Wanita
Negeri
Sunan
Pusat Islam
di
3. Seorang Ketua Majelis Ulama
Penelitian ini dilaksanakan di kantor
Kalijaga
Yogyakarta,
dan
Majelis
Indonesia Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan
teknik
wawancara
dan
dokumentasi untuk kemudian diperiksa keabsahan
datanya
menggunakan
Ulama Indonesia Yogyakarta dan telah
metode cross check. Data yang berhasil
dilaksanakan
dikumpulkan
pada
bulan
Mei-Juli
direduksi
dengan
2016. Penentuan subjek penelitian
memisahkan data-data yang dianggap
menggunakan teknik purposive yaitu
layak serta memenuhi syarat sebagai
penentuan subjek penelitian dengan
pedoman penggambilan kesimpulan.
kriteria atau pertimbangan tertentu.
Penyajian
data
Adapun kriteria yang digunakan untuk
deskriptif
atas
menentukan subjek dalam penelitian ini
dikategorisasikan dalam bentuk laporan
adalah mereka yang:
yang
1. Mengetahui dan melaksanakan
sistematis
dilakukan data
secara
yang
untuk
telah
selanjutnya
dianalisis
guna
Hukum Islam secara muamalah
kesimpulan
mengenai
dalam kehidupan sehari-hari
perempuan sebagai hakim pengadilan
kedudukan
2. Bekerja di bidang Hukum Islam
agama
3. Menggunakan
praktisi hukum Islam di Yogyakarta
Hukum
Islam
menurut
pengambilan
pandangan
para
sebagai mata pencahariaan
atas, maka subjek penelitian dalam
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Islam merupakan agama yang
penelitian ini sebagai berikut.
mengatur seluruh kehidupan manusia
Berdasarkan kriteria tersebut di
1. Dua orang Hakim Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta.
dan juga membicarakan semua hal dalam
berbagai
aspek,
termasuk
masalah makhluk Tuhan yang berjenis
kelamin
perempuan.
Ajaran
Islam
Berikut
ini
merupakan
menegaskan bahwa wanita perempuan
penjelasan hasil penelitian mengenai
adalah sama (linier) dengan laki-laki
kedudukan perempuan sebagai hakim
dari sisi kemanusiannya. tidak ada
Pengadilan Agama menurut pandangan
keistimewaan bagi satu atas yang lain.
para
Allah menciptakan dari hakikat yang
Yogyakarta dan faktor yang dapat
sama, perempuan memiliki ruh yang
menghambat perempuan menduduki
sejenis dengan ruh laki-laki (Suhardi
jabatannya sebagai hakim Pengadilan
dan Rachmadi, 2004: 173).
Agama menurut pandangan praktisi
Perempuan
saat
ini
sudah
praktisi
hukum
Islam
di
hukum Islam di Yogyakarta.
mengalami perkembangan yang pesat, Kedudukan Perempuan sebagai Hakim di Pengadilan Agama Menurut Pandangan Para Praktisi Hukum Islam di Yogyakarta
sudah mulai masuk keranah publik. Perpolitikan
sekarang
juga
sudah
menggandeng perempuan untuk mejadi
Perempuan
rekan kerja dalam berpolitik. Hukum
dan
laki-laki
Indonesia juga sudah menerima hakim
mempunyai kedudukan dan hak yang
perempuan,
sama,
walaupun
banyak
sehingga
perempuan
adalah
pandangan para ulama dan praktisi
mitra yang sejajar dalam kedudukan
yang
politik
berbeda
tentang
kedudukan
dan
hukum.
Perempuan
perempuan menjadi hakim. Baik itu
bukanlah subordinasi dari laki-laki,
hakim di pengadilan negeri atau di
tetapi memiliki kedudukan yang sama,
pengadilan agama.
baik dari sisi menurut ajaran Islam,
Penelitian ini mengurai tentang
seperti dalam hukum Islam, sistem
kedudukan perempuan sebagai hakim
politik dalam hukum Islam sehingga
pengadilan agama menurut praktisi
kiprah perempuan dalam kancah politik
hukum Islam di Yogyakarta. Praktisi
tidak hanya sebatas emansipasi atau
hukum Islam dalam penelitian ini
keikutsertaan, tetapi memiliki kapasitas
adalah seseorang yang bekerja dan
sebagai pribadi yang memiliki hak,
melakukan kegiatan di bidang hukum
kewajiban
Islam dalam kehidupan sehari-hari.
bersama-sama
kaum
laki-laki.
Demikian
dalam
menduduki
7
dan
pula
tanggungjawab
jabatan
sebagai
Agama
hakim
khususnya
Pengadilan
di
wilayah
Yogyakarta.
praktisi
hukum
Islam
menyatakan
bahwa perempuan dapat menduduki jabatan sebagai Hakim Pengadilan
Yogyakarta merupakan salah
Agama.
provinsi
yang
Alquran Surat An-Nahl ayat 97 dapat
memiliki hakim perempuan dan ketua
dijadikan pedoman bahwa perempuan
Pengadilan Agama yang diduduki oleh
dapat bekerja di wilayah publik yaitu
seorang
Kedudukan
menjadi hakim.
perempuan sebagai hakim dan ketua
Seorang
satu
di
Indonesia
perempuan.
Pengadilan
Agama
dengan
Hal
ini
didasarkan
perempuan
pada
dapat
syarat
menjadi hakim Pengadilan Agama jika
berkompeten di bidangnya. Dalam
berkompeten. Memang ada hadist yang
Alquran An-Nahl 97, Allah berfirman
melarang seorang perempuan menjadi
yang artinya:
pemimpin atau hakim, tapi hadist itu
“Barang siapa yang mengerjakann amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
memang
Surat tersebut dapat dijadikan
era sekarang seorang perempuan dapat
pedoman
kalau
asbabul
wurudnya.
Asbabul wurudnya memang wanita saat itu belum berkompeten. Nabi mengatakan
jangan
menyerahkan
urusan pada wanita, jika diberikan maka akan terjadi kehancuran. Hadist itu pada saat itu dimana wanita masih lemah dalam hal kompetensi. Dalam
dapat
menjadi hakim Pengadilan Agama jika
bekerja di wilayah publik termasuk
memiliki kompetensi yang dibutuhkan.
menjadi hakim, karena dalam surat
Pada zaman nabi, perempuan belum
tersebut perempuan dan laki-laki dapat
memiliki kompetensi sehingga pada
beramal apapun. Apabila perempuan
saat itu mendapat larangan. Saat itu
memang berkompeten di bidang hukum
wanita belum dapat bersaing dengan
Islam
menutup
laki-laki. Perempuan cenderung hanya
kemungkinan dapat menjadi hakim di
mengurusi urusan rumah dan belum
Pengadilan Agama. Hal ini berarti
memiliki pendidikan yang cukup untuk
maka
perempuan
ada
tidak
menduduki wilayah publik. Namun
kompetensi dibidangnya. Persyaratan
saat ini perempuan sudah berkembang
tersebut
dan mampu memiliki kompetensi yang
Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
disyaratkan, sehingga perempuan dapat
Perubahan Kedua atas Undang-Undang
menduduki
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
jabatan
sebagai
hakim
Pengadilan Agama.
dalam
Undang-
Agama. Berkaitan dengan hukum di
Kedudukan perempuan sebagai hakim
tertuang
Indonesia memang tidak ada landasan
pengadilan
agama
hukum tersediri dan peraturan tertulis
selama
memenuhi
yang melarang perempuan menduduki
kriteria yang diatur dalam Undang-
jabatan hakim, tetapi juga tidak ada
Undang Nomor 7 Tahun 1989 dalam
peraturan yang membatasi perempuan
pasal
menjadi
ketua.
Berkaitan
perempuan saat ini terbuka lebar.
hukum
Islam
perempuan
Landasan hukum yang dapat dijadikan
menduduki
sumber
Agama
Pengadilan Agama. Hal ini didasarkan
boleh dijabat oleh perempuan adalah
pada Alquran Surat An-Nahl ayat 97
UUD 1945, Undang-Undang Nomor 7
yang dapat dijadikan pedoman bahwa
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
laki-laki dan perempuan sama-sama
dan
demikian,
dapat beramal apapun. Oleh karena itu,
seorang perempuan dapat menduduki
perempuan dapat bekerja di wilayah
jabatan
sebagai
hakim
Pengadilan
publik
Agama
dengan
syarat
memenuhi
hakim Pengadilan Agama.
diperbolehkan
13
ayat
hakim
Alquran.
(1).
Kesempatan
Pengadilan
Dengan
kriteria yang telah diatur. Penelitian
ini
jabatan
termasuk
sebagai
menjabat
dengan dapat hakim
sebagai
Hasil penelitian ini menguatkan menunjukkan
penelitian terdahulu yang dilakukan
bahwa kedudukan perempuan sebagai
oleh Marzuki (2014) yang meneliti
hakim Pengadilan Agama menurut
tentang “Kepemimpinan perempuan
praktisi hukum Islam di Yogyakarta
dalam perspektif ulama pesantren di
tidak ada larangan atau diperbolehkan
Aceh”. Hasil penelitian tersebut juga
dengan syarat memenuhi kriteria yang
menyimpulkan bahwa Ulama Pesantren
telah ditetapkan undang-undang dan
di Aceh memiliki dua pandangan
memiliki kemampuan, kapabilitas dan
dalam meninjau kebolehan seorang
9
perempuan
menjadi
pemimpin.
terlepas dari pedoman hidup umat
Pertama, membedakan antara urusan
Islam, yaitu Alquran dan Hadist. Di
Syariah dan muamalah. Dalam urusan
dalam Alquran dan Hadist sendiri
syariah, para Ulama sepakat tidak
masih belum djelaskan secara rinci
membolehkan
tentang
seorang
perempuan
kepemimpinan
perempuan.
menjadi pemimpin, seperti menjadi
Oleh karena itu sangat perlu dijelaskan
Imam
ayat-ayat Alquran dan Hadist yang
shalat
dan
Khatib
Jumat.
Sedangkan dalam urusan muamalah,
berkaitan
mereka
seorang
perempuan. Beberapa ayat Alquran
perempuan menjadi pemimpin, seperti
yang ditafsirkan sebagai larangan bagi
menjadi ketua hakim, kepala sekolah,
perempuan untuk menjadi pemimpin
ketua PKK, ketua Koperasi dan lain-
dalam Islam, yaitu Q.S. An Nisa 4:34.
membolehkan
lain, hingga Jabatan legislatif dan
dengan
kepemimpinan
Ayat tersebut dipahami sebagai
eksekutif. Kedua, Ulama Pesantren di
dalil
Aceh “memberi celah” bagi perempuan
perempuan menjadi pemimpin. Akan
untuk menjadi pemimpin, yaitu mereka
tetapi, terdapat juga para ulama yang
pada dasarnya melarang atau tidak
menafsirkan ayat ini sebagai ayat khas
membolehkan
perempuan
yang memiliki penafsiran khusus, yaitu
menjadi pemimpin. Namun, apabila
tentang kepemimpinan dalam keluarga,
ada
yang
bukan dalam ruang publik, tepatnya
mencalonkan diri, dan dia memiliki
tentang kewajiban bagi laki-laki untuk
kemampuan
dijamin
memberikan
keagamaannya, maka hal tersebut tidak
keluarganya,
karena
dipermasalahkan, asalkan ia memiliki
bukanlah
kewajiban
kecakapan dan berada pada jalan
perempuan (Marzuki, 2014: 172).
di
seorang
antara
perempuan
dan
syariat Islam. Hal ini berarti perempuan diperbolehkan
menjadi
pemimpin
dalam urusan
muamalah termasuk
menjadi hakim Pengadilan Agama. Berbicara
tidak
Di beberapa diindikasikan
bolehnya
seorang
nafkah
samping ayat
kepada
hal
seorang
itu Alquran
sebagai
tersebut
ayat
terdapat yang yang
membolehkan bagi para perempuan
tentang
untuk menjadi pemimpin termasuk
kepemimpinan dalam Islam, tidak akan
menjadi hakim, yaitu: Alquran Surat
Al-Baqarah ayat 282, Alquran Surat At
menengahi di antara manusia, maka
Taubah ayat 71, Alquran Surat An-
keputusan
Naml ayat ayat 23-44, Allah Swt.
kecuali hal-hal yang dikhususkan oleh
menceritakan kisah dan pujian Allah
ijma’ yaitu masalah kepemimpinan
Swt. terhadap Ratu Balqis. Selain ayat-
besar (al-Imamah al-Kubro).
ayat Alquran, berikut beberapa Hadist yang
menerangkan
hukumnya
boleh
Undang-undang
Dasar
(sah)
1945
tentang
secara detail dinyatakan kesetaraan
yaitu
tersebut dalam Pasal 27 ayat (1) dan
Hadits Nabi: “Wanita adalah saudara
(2), Pasal 28, Pasal 30, dan Pasal 31.
dari laki-laki”, Hadits Nabi: “Allah
Perempuan juga dapat menjadi hakim
mengizinkan kalian perempuan keluar
untuk semua perkara. Pada Pasal 13
rumah untuk memenuhi kebutuhanmu”.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
Aisyah memimpin tentara laki-laki
tentang
dalam perang Jamal. Umar bin Khattab
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
mengangkat wanita bernama As-Syifa
Peradilan Agama, menyebutkan syarat-
sebagai akuntan pasar (Marzuki, 2014:
syarat menjadi hakim yang berlaku
173-174).
bagi semua orang.
kepemimpinan
perempuan,
Perubahan
atas
Undang-
Penelitian yang dilakukan oleh Faktor
Utary Maharany Barus (2005: 6) juga
Menduduki
dijelaskan bahwa Abu Said al-Hasan
wanita
Faktor penghambat perempuan menduduki jabatan sebagai hakim di
yakni dalam semua perkara. Alasan mereka
kemukakan
pengadilan agama menurut pandangan
untuk
hakim
mendukung pandangan tersebut ialah
didasarkan
selaku
praktisi
bekerja sebagai hakim yaitu terdiri dari
sebagai hakim. Selain itu, alasan adalah
perempuan
hukum Islam yang mengalami dan
wanita potensial dan boleh menjabat
lainnya
sebagai
Islam di Yogyakarta
boleh
menjabat menjadi hakim secara mutlak
yang
Jabatannya
Pandangan Para Praktisi Hukum
Jarir at-Tabari, dan Mazhab az-Zahri bahwa
Perempuan
Hakim Pengadilan Agama Menurut
bin Abi Hasan Yasar al-Basri, Ibnu
berpendapat
Penghambat
faktor internal dan faktor eksternal.
prinsip
Faktor
bahwa setiap orang yang mampu
11
internal
yaitu
kondisi
perempuan saat hamil dan menstruasi
lemah dari laki-laki, tetapi perbedaan
merupakan proses psikologi yang berat
tersebut tidak menyebabkan adanya
saat memikul tugas sebagai hakim
perbedaan dalam bakatnya (Murtadlo
Pengadilan Agama. Faktor eksternal
Muthahari,
meliputi adanya pandangan masyarakat
fukaha
yang memiliki paham patrial culture
kaum perempuan memiliki ciri-ciri
dan
bahwa
khusus, selain struktur fisik, yang
pemimpin berada di tangan laki-laki,
membedakannya dengan laki-laki, ciri-
serta pemahaman agama (perbedaan
ciri itu adakalanya kasat mata seperti
penafsiran) menjadikan sulit dalam
menstruasi, dan adakalanya abstrak
bekerjasama di wilayah kerjanya.
seperti perangai yang telah terpatri
berfikir
konservatif
Djazimah
Muqoddas
2005:
juga
108).
pernah
Kalangan
menyebutkan,
(2015)
dalam diri setiap perempuan (Abd al-
dalam penelitiannya juga menyebutkan
Qodir Manshur, 2009: 23). Dengan
bahwa
bagi
demikian sifat-sifat dasar yang dimiliki
perempuan masih tetap ada. Persepsi
perempuan sering dijadikan alasan
yang
politik
sebagai cara untuk menentang maupun
perempuan tidak terlepas dari pengaruh
menghambat seorang perempuan untuk
sistem dan nilai serta norma, steriotype
menjabat sebagai seorang pemimpin,
politik serta wacana yang ada di
hal tersebut dikarenakan pandangan
lingkungan
baik
orang yang masih menganggap bahwa
keluarga (suami, orang tua, mertua,
perempuan itu lemah dibandingkan
anak, dan lain-lain), teman sekerja
laki-laki.
kendala-kendala
membatasi
hak-hak
budaya
sekitar,
ataupun masyarakat pada umumnya. Terlebih lagi stigma ini ditopang dengan
penjelasan/interpretasi
atas
nama “agama” yang bertendensi bias
Simpulan 1. Kedudukan
perempuan
sebagai
hakim Pengadilan Agama menurut
gender. Para
ilmuan
seperti
Plato,
mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari
PENUTUP
segi
spiritual,
kekuatan mental
fisik
maupun
perempuan
lebih
praktisi
hukum
Islam
di
Yogyakarta tidak ada larangan atau diperbolehkan memenuhi
dengan
kriteria
yang
syarat telah
ditetapkan Undang-Undang dan
tugas sebagai hakim Pengadilan
memiliki kemampuan, kapabilitas
Agama. Faktor eksternal meliputi
dan
adanya
kompetensi
dibidangnya.
dengan
hukum
Indonesia
memang
tidak
ada
culture dan berfikir konservatif
tersediri
dan
bahwa pemimpin berada di tangan
peraturan tertulis yang melarang
laki-laki, serta pemahaman agama
perempuan
(perbedaan penafsiran) menjadikan
hakim,
hukum
menduduki
tetapi
peraturan
juga
perempuan
jabatan
tidak
yang
yang
ada
dapat
ketua. Saran Berdasarkan simpulan di atas,
menduduki maka
jabatan sebagai hakim Pengadilan
Alquran Surat An-Nahl
hendaknya
bahwa laki-laki dan perempuan
analisis kebutuhan.
bekerja di wilayah publik termasuk
2. Hakim
hakim
Pengadilan Agama. perempuan
jabatannya
yaitu
perempuan
saat
menstruasi
merupakan
perempuan
sebaiknya
mendapatkan
bimbingan
kehamilan
atau
menstruasi,
sehingga dalam menjalankan tugas
kondisi
hamil
Agama
pikiran dan emosi saat menghadapi
faktor internal dan faktor eksternal. internal
Pengadilan
psikologis dalam mengendalikan
sebagai
hakim Pengadilan Agama terdiri
Faktor
perempuan
secara kontinue sesuai dengan
Oleh karena itu, perempuan dapat
menduduki
hakim
mendapatkan diklat kompetensi
sama-sama dapat beramal apapun.
penghambat
saran
dan kompetensi yang memadai,
yang dapat dijadikan pedoman
2. Faktor
memberikan
1. Untuk meningkatkan kemampuan
ayat 97
sebagai
peneliti
sebagai berikut.
Agama. Hal ini didasarkan pada
menjabat
patrial
kerjanya.
Berkaitan dengan hukum Islam perempuan
paham
sulit dalam bekerjasama di wilayah
membatasi
menjadi
memiliki
masyarakat
Berkaitan
landasan
di
pandangan
dapat berpikir rasional.
dan
3. Perlunya adanya sosialisasi peran
proses
perempuan dalam ranah publik
psikologi yang berat saat memikul
13
dengan
masyarakat
untuk
mengubah mindset yang memiliki paham patrial culture dan berfikir konservatif. 4. Peneliti
selanjutnya
menambah seperti
subyek
ulama-ulama
perlu penelitian
Marzuki. 2014. Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Ulama Pesantren di Aceh. Jurnal Akademika Vol. 19 No. 1, hal. 167-184. Murtadlo Muthahari. 2005. Hak-Hak Wanita dalam Islam. Jakarta: Lentera
pondok
pesantren yang ada di Yogyakarta, sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abd al-Qadir Manshur. 2009. Buku Pintar Fikih Wanita:Segala Hal yang Ingin Anda Ketahui tentang Perempuan dalam Islam. Jakarta: Zaman. Ali Salim Bahsanawi.1996.Wawasan Sistem Politik Islam. Jakarta:Pustaka. Basiq Djalil, 2012. Peradilan Islam. Jakarta: Amzah. Erfaniah Zuhriah, 2009. Pengadilan Agama Indonesia (Sejarah Pemikiran dan Realita). Malang: UIN Malang Press. Djazimah Muqoddas. 2011. Kontroversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam Di Negara-Negara Muslim.Yogyakarta : LKiS. Djazimah Muqoddas. 2015. Kontribusi Hakim Perempuan dalam Penegakan Hukum di Indonesia. Asy-Syari’ah Vol. 17 No. 2 halaman 93-110.
Suhardi dan Rachmadi. 2004. AspekAspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Utary Maharany. 2005. Pemimpin Wanita dan Hakim Wanita dalam Pandangan Hukum Islam. E-USU Repository Sumatra Utara.