Pandangan Orientalis terhadap Hukum Islam Ma'mun Efendi Nur Abstract. This paper will explain about the Orientalist view of Islamic law. From this paper can be concluded that despite the Orientalist see the truth of Islam as a Samawi religion revealed to the prophet Muhammad that includes all aspects including the legal aspects of the norms and values derived from the Koran remains to twist the facts are subjective to undermine Islam by Muslims themselves on the grounds of scientific methodologies that now a rise to anticipate them GAZW Fikry (Intellectual war). But behind it there are also some attempts of some of the orient lists objective in presenting Islam as religions which resources from the Holy Book, AlQur’an. View of some orient lists on the Islamic law which was considered affected by the law Rum, because look at the element of conformity in one case, which incidentally Rum first law on the existence of Islamic law based on the Quran.
Pendahuluan Setiap muslim meyakini bahwa hukum Islam yang sering dikenal “Fiqh Islam” atau dengan predikat lain “Syariah Islam” sumber utamanya adalah al-Qur’an dan al-Hadits/ sunnah Rasul SAW, sementara pihak lain berpendapat yang bersifat kontradiktif dengan keyakinan tersebut dan pendapat tersebut muncul dari kalangan orientalis, dengan visinya yang biasa dilontarkan terhadap Islam secara utuh dalam semua aspek, satu diantara visinya adalah merupakan komentar terhadap hukum Islam (Syariah Islam) bahwa : “Hukum Islam banyak dipengaruhi oleh hukum-hukum/perundang-undangan yang berasal dari Roma (Hukum Rumawy) yang sudah diformulasikan dengan tradisi dan kondisi Arab pada saat itu”. Fenomena seperti ini sering
terjadi yang sifatnya terkadang berlebihan dalam dua visi tersebut, sehingga muncul tuduhan terhadap umat Islam sebagai apologi yang tidak berlandaskan fakta ilmiah dari satu sisi, begitu pula visi orientalis terhadap Islam yang sifatnya subjektif terselubung dengan dalih objektif ilmiah sering merugikan kepentingan Islam dan pemeluknya, namun realita seperti ini sangat diperlukan keberadaannya, terlebih berijtihad dengan metode berpikir yang matang, karena pada dasarnya pintu ijtihad akan selalu terbuka, sementara mayoritas umat Islam tenggelam dalam dilemma kejumudan akibat dalih taklid yang tanpa dasar. Tulisan singkat ini mencoba menyoroti pandangan orientalis terhadap Islam dalam aspek hukum dengan
18
Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011
pendekatan dingan.
analisis
dan
perban-
Latar Belakang Orientalis Munculnya orientalis secara kronologis bermula dari keinginan para pemuka terutama dari kalangan agamawan (Kristiani) untuk belajar dengan menetap di Andalusia, dimana saat itu Islam telah mencapai puncak kejayaannya, mereka belajar Islam dengan menetap di Andalusia cukup lama dan akhirnya sebagai perolehannya menerjemahkan bukubuku keislaman khususnya yang berbahasa Arab ke dalam bahasa mereka, dan terjadilah pemindahan buku-buku secara besar-besaran terutama yang terkait dengan keislaman dan yang tercatat hingga pada permulaan abad ke 19 M mencapai 250.000 judul buku. Pada tahun 1873 M diselenggarakan untuk pertama kalinya konferensi orientalis di ibu kota Perancis (Paris), tahun tersebut sebagai awal dari pada tahun berdirinya sejarah orientalis. Adapun latar belakang mereka dalam mengkaji Islam sebagai modif dan tujuannya pada prinsipnya berkisar pada dua motif ini dan mendasar, motif agamis dan motif objektif ilmiah, motif agamis karena mereka adalah para agamawan Kristiani yang secara fakta histories setelah adanya penekanan-penekanan dari pihak Yahudi dan Zionis
Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011
sebagai lawan umat Islam dan negaranegara Timur yang nota bene penduduknya mayoritas memeluk Islam, pemuka-pemuka Kristen memihak kepada Yahudi untuk kepentingannya. Kendati motif dasar orientalis dalam mengkaji Islam adalah agamis, namun tidak boleh menutup mata bahwa dirasakan sekarang ini motif objektif ilmiah mereka mulai nampak sekalipun proporsinya sangat minim. Sebagai bukti dibukanya studi-studi keislaman yang bersifat kelembagaan ilmiah dengan adanya beberapa fakultas Islamic Studies di beberapa Universitas Eropa dan Amerika seperti di University of Chicago, Miegill dan American University, banyak diantara mereka yang betul-betul obyektif tertarik pada Islam. Pandangan Orientalis Terhadap Syariah Dalam pendahuluan tulisan ini orientalis mensinyalir bahwa asas pengambilan hokum Islam banyak dipengaruhi oleh perundangan Rumawy yang tentunya sebagai dasar hukum yang berlaku di negara-negara sekuler mereka (Eropa, Australia dan Amerika) serta negara berkembang yang memakai hukum-hukum tersebut. Kaitannya dengan hal tersebut penulis akan mengemukakan dua perundangan (Islam dan Rumawy) dalam kasus-kasus tertentu sebagai bahan perbandingan dan kajian dengan
19
memberikan analisis terhadap pandangan orientalis yang berkenaan dengan aspek hukum Islam.
2. Kasus Perkawinan antar Saudara Nampak jelas perbedaan dalam hal ini antara hukum Islam dan Ruma-
wy, letak perbedaannya dalam ihwal beberapa ketentuan larangan perkawinan yang termasuk dalam kategori saudara (kakak, adik, dan sejenisnya), konsep persaudaraan dalam Islam sangat luas, yang bermula dari unsur satu ikatan ideologi, sampai pada pelaksanaan tatanan hukum yang mengacu pada kepentingan sosial, dalam hal ini terjadi persaudaraan dalam konteks hukum akibat dari netek bersama, dalam seperti ini keduanya dilarang untuk mengadakan ikatan perkawinan, sementara dalam hokum Rumawy tidak ada ketentuan yang mengacu kepada hal seperti ini. 3. Ciri-ciri khas masing-masing hukum a. Hukum Islam dalam aturanaturan/kaedah-kaedahnya selalu terkait erat dengan kode etik dan norma moral sosial secara fitri, sehingga selalu timbul dinamika hukum yang sesuai dengan objek hukum itu sendiri secara keseluruhan (manusia) sepanjang masa yang menuntut ijtihad-ijtihad dan upayaupaya pemecahan dari para ahli hukum umat Islam, dinamika hukum tersebut diantaranya adanya cabangcabang hukum yang timbul dari suatu hukum dasar yang telah dibukukan yang disebut FIQH. Sementara hukum Rumawy ciri-ciri hukumnya tidak terkait dengan kode etik moral dan norma susila sebagaimana hukum Islam, salah satu contoh adalah kasus
20
Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011
1. Kasus Utang Piutang Dalam perundangan Rumawy sang pemberi utang dibenarkan untuk mengambil hak-haknya sang penerima utang (yang berutang) sehingga ia berhak menjadikan penerima utang tersebut yang tidak mampu membayar sebagai budaknya yang sewaktu-waktu bisa diperjualbelikan, sementara dalam Syari’ah Islam sang penerima utang diberi kesempatan dan peluang untuk mengadakan pembayaran dengan seluasluasnya mana kala tidak mampu membayar, apabila masih tidak mampu membayar utang piutang, maka ia dilepaskan/dibebaskan secara hukum dari beban utang tersebut, beban tersebut beralih kepada pemimpinpemimpin Islam yang mampu, hal tersebut didasarkan pada Al-Qur’an 1: 280 yang artinya : “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran/ kesulitan, maka berilah tempo sampai dia berkelapangan. Dan sedekahkanlah (bagi yang memberi utang sebagian atau semua utangnya) itu, lebih baik bagimu jika kau mengetahui”.
hukum sebagai sanksi akibat perbuatan zina, disebut perbuatan zina, manakala ada unsur paksaan diantara kedua belah pihak, kalaupun tidak terjadi unsur tersebut, maka hukumannya sangat ringan bahkan terkadang tidak dikenakan sanksi hukum sama sekali tidak sebagaimana dalam hukum Islam, lihat al-Qur’an : “Seorang wanita dan pria yang berbuat zina (suka sama suka) maka hendaknya didera masing-masing seratus kali dera”Al-ayath. a. Adanya persamaan menerima sanksi hukum dalam Islam hal ini didasarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah sama. Dalam hal ini Allah SWT menyatakan “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah saudara” Sementara dalam perundangan Rumawy ada perbedaan ras dalam menentukan sanksi, sebagai contoh: “Barangsiapa yang mengganggu wanita baik-baik (bukan WTS) maka ia diberi sanksi dengan ketentuan-ketentuan: Pertama, Bagi yang berkedudukan terhormat dari kalangan terpandang hanya diambil sebagian hartanya. Kedua, bagi rakyat jelata didera dan dikucilkan/diusir. Banyak lagi contoh-contoh lain sebagai bahan perbandingan antara kedua perundangan (Islam dan Rumawy) lihat buku Aqidah dan Syar’ah dalam Islam oleh Moch. Abu Zahrah.
Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011
Kesimpulan Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut ini :Para orientalis kendati melihat kebenaran Islam sebagai Agama Samawi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW yang memuat semua aspek termasuk aspek hukum yang norma dan nilainya bersumber dari al-Qur’an masih tetap untuk memutarbalikkan fakta yang bersifat subjektif untuk merongrong Islam melalui pemeluk Islam itu sendiri dengan alasan metodologi ilmiah yang sekarang timbul untuk mengantisipasi mereka GAZW FIKRY (Intelektual Inflasi). Namun dibalik itu terdapat pula beberapa upaya objektif dari sebagian para orientalis dalam menyajikan Islam sebagai agama samawi. Pandangan sebagian orientalis terhadap hukum Islam yang dinilai terpengaruh oleh hukum Rumawy, karena melihat adanya unsur kesesuaian dalam satu hal yang secara kebetulan hukum Rumawy lebih dahulu keberadaannya dari pada hukum Islam yang berlandaskan al-Qur’an.
Daftar Pustaka Al-Qur’an dan Terjemahnya : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Depag Th. 1984/1985 . Abdel Qader Awdah, Prof. Dr : El-
21
Tashrey El-Jinaly El-Islamy Moqorinan Bi El Qanuon ElWadhiey. Daar el-kitab el-arabiy Beirut. Abdel Aziz Fahmey, Prof.: El-Sharia kamasdar Asasy Li Addustur 1853 Daar El-Sharouk Mesir. Ali Tantawy, Prof.: Asalah Ahkam ElSharia El-Islamiyyah artikel Majalah Manaar El-islam No. 3
Th. VIII Desember 1982. Ma’mun Efendi Nur, : Mengenal Beberapa Metode Orientalis Terhadap Kajian Islam Risalah WALISONGO Fak. Da’wah Edisi ke-49 Januari-Febr 1994.
22
Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011
Mohd. Abou Zahra, Prof. : Aqidah dan Syari’ah dalam Islam artikel majalah El-Wa’y El-islamy Agustus tahun 1977.