Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum Islam dari Pengaruh Hukum Romawi Oleh: Syarif Zubaidah*1
جاء التش���ريع اإلس�ل�امى ومبدأه إقرار احلس���ن والصالح واصالح ما هو ىف حاجة الى إصالح من المعامالت وحمو غري الصالح حموا كليا ,ويكفينا برهانا عىل استقالل الشريعة
االس�ل�امية عن كل ش���ريعة أخرى ,اال ان المستش���رقني قالوا بأن الشريعة اإلسالمية اس���تمدت بع���ض أحكامها من القانون الرومانى و ان الفق���ه الرومانى كان مصدرا عن
مصادرها ,وذلك ألن العرب الذين كانوا أقل مدينة من الرومانى عند الفتح قد أخذوا
كثريا من مبادئهم وأحكامهم من الفقه الرومانى .ويعزز هؤالء كالمهم بوجود تش���ابه ىف بعض المصطلحات العلمية بني الش���ريعة اإلس�ل�امية والقانون الرومانى .وهم يقولون بأن الشريعة اإلسالمية نقلت نقال من القانون الرومانى وهم لذلك يعتقدون بأن الفقه
اإلسالمى قد تأثر بالقانون الرومانى.
وبهذ البحث اريد أن اعرف حقيقة الشريعة اإلسالمية فهل يصح هذا القول ,فكيف
يرى فقهاء المس���لمني لمقابلة ارآء المستش���رقني .ونلخص من هذا البحث مما سبق أن
دعوى المستش���رقني بأن الش���ريعة اإلس�ل�امية مأخوذة من القانون الرومانى زعم وقول
أليستند إلى برهان صحيح وحجة قوية.
* Dosen Tetap Program Studi Hukum Islam (Syariah) Fakultas Ilmu Agama Islam UII Yogyakarta. Email:
[email protected]
285
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
I. Pendahuluan Hukum Islam, disebut juga dengan istilah Syariat Islam, isi kandungannya memuat seluruh aspek kehidupan manusia, tanpa ada kekurangan apapun. la mampu memberikan solusi terhadap setiap permasalahan umat yang muncul dari berbagai persoalan yang muncul di permukaan masyarakat baik individu maupun negara. Dengan kelengkapannya, hukum Islam mampu mengatur segala persoalan di bidang hukum, manajemen, politik dan masalah-masalah lain yang berhubungan dengan persoalan individual maupun persoalan kenegaraan yang berlaku untuk seluruh tempat dan sepanjang zaman. Hukum Islam yang di dalam penetapannya selalu mendasarkan dalildalil dari Al-Qur’an, Al-Sunnah, al-Ijmak, al-Qiyas dan dalil-dalil lainnya berdiri tegak, tanpa terpengaruh oleh perjalanan dan pergeseran waktu. Sebab nas-nasnya yang bersifat umum dan elastis itu relevan untuk sepanjang zaman, sehingga tidak memerlukan pergantian dan perubahan. Kendatipun demikian, hukum Islam tidak lepas dari tuduhan orangorang orientalis, di mana mereka menganggap bahwa hukum Islam itu tidak orisinil karena di dalam penetapannya dipengaruhi oleh hukum-hukum Romawi. Untuk membuktikan apakah pernyataan para orientalis itu benar dan bagaimana menurut pendapat para tokoh umat Islam maka hal ini merupakan masalah yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan.
II. Pendapat Orientalis tentang Hukum Islam. Pendapat ini muncul dari kalangan orientalis ekstrem, antara lain: 1. Ignaz Goldziher, di dalam bukunya: Principles of Law in Islam in Historians of the World”, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul: Mabadi’u al-Qanunifi al-Islamfi Tarikhi Mu ‘arrikhi alAlam. 2. Sherman, dalam bukunya: “Roman Law in The Modern World”. Kemudian dialihkan ke dalam bahasa Arab dengan judul: Al-Qanuni al-Rumanifi al-Alam al-Hadis. 3. Sheldon Amos, dalam bukunya: “Roman Civil Law”, atau dengan alih bahasa Arab: Al-Qanunu al-Rumawi.2 4. Von Kremer, Yoseph Schact, De Boer dan lai-lainnya.3 1 Atiyah Musyrifah. 1966. Al-Qada fi Al-Islam. Mesir: Syirkah al-Syirqi al-Ausat. Cet. ke-2. him. 111-112. 2 Subhi Mahmasani. Filsafat al-Tasyri fi Al-Islam, aiih bahasa: Ahmad Sudjono. Bandung: Al-Ma’arif. him. 199.
286
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
Mereka tersebut di atas, menyatakan bahwa sebagian hukum Islam, banyak atau sedikit itu diambil dari Undang-undang Romawi, bahkan Undang-undang Romawi itu menjadi sumber rujukan bagi hukum Islam. Alasan mereka adalah menurut catatan sejarah, ada sebagian kota pada saat itu, seperti Mesir, Bairut, Syam dan lain sebagainya di mana para penduduknya banyak yang mempelajari Undang-undang Romawi pada saat itu, kepemerintahan Romawi telah menetapkan berlakunya ketetapan hukum-hukum sesuai dengan prinsip-prinsip Undang-undang Romawi.4 Selanjutnya Ignaz Goldziher, menyatakan bahwa dengan undangundang atau aturan aturan yang dimiliki oleh bangsa Arab pada saat itu, mereka tidak sanggup mengatasi keperluan masyarakat luas yang telah berkembang, baik dilihat dari aspek perluasan wilayahnya maupun dari aspek peradabannya. Karena itu, mereka cepat-cepat untuk membuat aturan perundang-undangan dalam rangka untuk menghadapi keperluan masyarakatnya yang luas dengan cara mengambil dari undang-undang Romawi.5 Grunebaun, seorang guru besar di sebuah perguruan tinggi (Universitas Chicago) ia juga seorang tokoh peradaban Islam, mempersoalkan bahwa mengapa AI-Qur’an itu dalam hal-hal tertentu ada yang dinasah, yang berarti hukum itu dapat berubah-ubah?6 Secara detail, mereka menyatakan bahwa pengaruh hukum Romawi terhadap hukum Islam itu tampil dalam berbagai aspek, yang antara lain:
A. Aspek Yurisprudensi Islam Ignaz Goldziher di dalam bukunya: “Introduction to Islamic Theology and Law “ ia menyatakan bahwa tidaklah mengherankan apabila pengaruh kebudayaan asing telah membawa dampak terhadap evolusi metode hukum dan terhadap berbagai macam detail penerapannya. Yurisprudensi Islam memperlihatkan adanya jejak-jejak jelas dari pengaruh hukum Romawi, baik di dalam metodologinya maupun di dalam ketentuan-ketentuannya yang khusus.7 Pendapat ini didukung oleh Von Kremer di dalam bukunya Culturgeschichte des Orients Anter den Chalifen, ia menyatakan bahwa keserupaan di antara hukum Islam dengan hukum Romawi, terdapat dalam banyak masalah. Di antaranya adalah mengenai soal kaidah-kaidah dan 3
Atiyah Musyrifah. Op. Cit. him. 112. Abdul-Hamid Mutawali. 1976. Al-Syar’iat al-lslamiyah wa Mauqifi Ulama’-il-Mustasyriqin. Cairo: tp. him. 16. 5 Ibid. him. 4. 6 Ignaz Goldziher. 1991. Introduction to Islamic Theology and Law, alih bahasa Hersri Setiawan. Jakarta: INIS. him. 42. 5
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008 287
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
aturan-aturan tentang pembuktian atas si penggugat di muka pengadilan. Salah satu kaidah yang terkenal di kalangan orang Romawi, yaitu kaidah: al-Bayyinatu ‘alal-Mudda’i wal-Yaminu ‘alaman Ankara. Kaidah ini terdapat juga kesamaan di dalam Islam, yarg berarti pastilah kaidah tersebut berasal dari hukum Romawi yang kemudian dipetik oleh hukum Islam.8 Kebanyakan orientalis mengira bahwa qadi dan hakim harus sematamata mengacu kepada karya-karya mereka, karena ia (hakim) tidak punya hak untuk menafsirkan Al-Qur’an.9
B. Aspek Syari’at Islam (Figh Islam) Amos, di dalam bukunya: Roman Civil Law” menyatakan bahwa Syari’at Muhammad tidak lain daripada Undang-undang Romawi yang disusun oleh imperium Romawi Timur, yang di sana-sini diubah sedikit-sedikit sesuai dengan keadaan politik di daerah-daerah Arab.10 Pernyataan Amos ini, mendasarkan tuduhannya kepada adanya persamaan antara sebagian hukum fiqh dengan Codex Romawi dan adanya akulturasi yang tadinya di bawah pemerintahan Romawi. Selanjutnya ia menyatakan fiqh Islam itu tidak lain daripada undang-undang Romawi yang sudah diubah di sana-sini ke dalam gelanggang perubahan.11 Snouck Hurgronje menyatakan bahwa hukum Islam adalah milik masa lampau yang telah lewat dan ia berbeda dalam keadaan yang benar-benar pasif laksana kuburan.12 Evaristo Carusi, Ignaz Goldziher dan kawan-kawannya menyatakan bahwa kemiripan atau keserupaan antara hukum Islam dengan hukum Romawi terdapat dalam beberapa peristilahan, antara lain: 1. Kata fiqh, di dalam hukum Islam, adalah kata Jurisprudentia di dalam undang-undang Romawi dengan bahasa Latin. 2. Kata al-Ra’yu, di dalam hukum Islam adalah kata opinion, di dalam undang-undang Romawi.13 3. Kaidah yang terkenal di dalam undang-undang Romawi yang berbunyi: Actori incambit onus probandi terdapat juga di dalam hukum Islam yang berbunyi: al-bayyinatu ‘ala man idda’a wa al-yaminu ‘ala man Ankara.14 7
Atiyah Musyrifah. Op. Cit, him. 112. Muhammad Muslehuddin. 1991. Filsafai Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana. him. 216. 9 Atiyah Musyrifah. Op. Cit. him. 112. 10 Ibid. 11 Muhammad Muslehuddin. Op. Cit. him. 217. 12 Atiyah Musyrifah. Op. Cit. him. 112. 13 Muhammad Abdul-Jawwad. 1977. Buhus fis Syari’ah al-hlamiyah wal-Qanun. Cairo: Maktabah Jami’ah al-Qahirah. him. 145-146. 8
288
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
4. Kata al-nas, di dalam hukum Islam, adalah jus scriptum yang berarti peraturan tidak tertulis, lawannya adalah common law. 5. Kata qiyas yang berlaku di dalam hukum Islam adalah jus non sciptum atau dalam istilah Arab disebut dengan istilah qanun gair maktub.15 Ada satu teori tentang peradaban yang dipegangi oleh Ignaz Goldziher yang menyatakan bahwa apabila terjadi kumpul dua undang-undang dalam hal ini adalah undang-undang Romawi dan hukum Islam, maka undangundang atau aturan yang kedua itu terpengaruh oleh undang-undang yang pertama yaitu undang-undang Romawi, sebagaimana juga yang lemah tentu terpengaruh oleh yang kuat dan yang rendah terpengaruh oleh yang tinggi.16 Selanjutnya Ignaz Goldziher berpendapat bahwa para ulama’ fiqh Damsik dan Bagdad, mereka tidak mungkin mencukupkan dengan undangundang yang mereka miliki untuk menutup kebutuhan masyarakat yang telah mengalami kemajuan baik kotanya maupun peradabannya, seperti masyarakat Syria dan Irak. Karena itu, mereka tidak cepat-cepat membuat undang-undang untuk menghadapi kebutuhan masyarakat, tetapi cukup dengan cara mengambil undang-undang Romawi saja.17 Ada dua cara yang dapat mempengaruhi hukum Islam lewat peradaban ini, yaitu: Lewat transformasi peradaban dari hukum Romawi ke hukum Islam lewat orang-orang Yahudi. Hal ini seperti dikemukakan oleh Lambert, seorang orientalis berkebangsaan Persi menyatakan bahwa kaidah-kaidah perundang-undangan Romawi Bizantium pindah menjadi hukum Islam dengan perantaraan peradaban Yahudi dalam bentuk seperti yang tertuang di dalam peraturan perundang-undangan, sejak ada jalinan hubungan antara orang-orang bangsa Arab dan orang-orang penduduk yang tinggal di Syria, Palestina, Mesir dan orang-orang lainnya yang memakai undang-undang Romawi, tetapi pengaruh itu datang pada umumnya dari Talmud yang menyebarluaskan ide-ide pemikiran tentang perundang-undangan Bizantium ke dalam hukum Islam.18 Lewat penerjemahan dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab. Banyak buku berbahasa asing yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, seperti buku-buku sastra, filsafat, mantiq dan buku-buku ilmiyah lainnya yang diterjemahkan dengan meminjam bahasa Arab. Evaristo Carusi berpendapat bahwa dipengaruhi hukum Islam oleh hukum Romawi, Bizantium itu adalah dengan bahasa Arab. Sekalipun ada 14
Sufi Hasan. Op. Cit. him. 115. Abdul Hamid. Op. Cit. him, 15-16. 16 Ibid. hlm. 16. 17 Sufi Hasan. Op. Cit. him. 60 dan 76-79. 15
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008 289
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
perbedaan yang sangat besar antara bahasa Arab dan bahasa Syria dan sekalipun orang-orang Islam pada saat itu tidak mengerti bahasa-bahasa selain bahasa Arab.19 Tidak dapat dielak bahwa peradaban Arab di dalam pertumbuhannya itu terdapat adanya unsur saling mendukung antara pola pemikiran dan penalaran bangsa Arab dengan bangsa Yunani dan Romawi. Demikian pula halnya bangsa Persi, maka faktor-faktor inilah yang menggerakkan adanya gerakan penerjemahan buku-buku ilmiyah, seperti filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, apabila buku-buku yang berkenaan dengan peradaban orang-orang Persi dan Romawi mereka terjemahkan semuanya ke dalam bahasa Arab.20
C. Aspek Adat Istiadat dan Peradaban Sebagai akibat dari terjadinya asimilasi yang didukung oleh tiga faktor tersebut di atas, maka berakibat pula terjadinya pengaruh terhadap percampuran adat istiadat Persi dengan adat-istiadat Arab, juga adat istiadat Romawi. Hukum Persi-Romawi telah pula bercampur dengan hukum-hukum yang telah diletakkan oleh Qur’an dan Sunnah. Misalnya kata-kata hikmah dari Persi filsafat Romawi telah bercampur juga dengan kata-kata hikmah dari bangsa Arab sendiri. Tata pemerintahan Persi dan Romawi telah menjadi satu dengan tata pemerintahan Arab. Pendek kata semua segi kehidupan, susunan politik masyarakat, alam fikiran, semua ini mendapat pengaruh yang kuat daripada bercampurnya bangsa-bangsa dalam pemerintahan Islam waktu itu.21 Berkenaan dengan hal tersebut di atas, timbullah pertanyaan: bagaimanakah caranya hukum Islam itu mendapat pengaruh dari hukum Romawi dan dengan jalan yang manakah terjadinya serta penerapan pengaruh itu. Terhadap pertanyaan ini Von Kremer memberikan jawabannya, bahwa pengaruh tersebut datangnya dengan perantaraan Yahudi dan dari adat kebiasaan (al-adatu muhakamah) di negeri-negeri yang dikuasai bangsa Arab sendiri. Selain dari hal tersebut di atas, juga ulama usul dari orangorang muslim menganggap kaidah-kaidah hukum sebelum kita (syar’u man qablana) adalah hukum bagi kita.22 Yoseph Schact dan De Boer mendukung pendapat Amos, dengan menyatakan bahwa Syari’at Islam tidak mempunyai ketegasan-ketegasan dalam soal itu (berbagai keperluan yang belum pernah dialami oleh Islam), 18
Ibid. hlm. 76. Abdul Hamid. Op. Cit. him. 28. 20 Ahmad Amin. 1967. Fajar Al-Islam, alih bahasa Zaini Dahlan. Cirebon: CV. Forum. him. 128. 21 Subhi Mahmasani. Op. Cit. him. 208. 19
290
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
oleh karena kejadian itu, kian hari kian bertambah, maka terpaksa orangorang Islam menetapkan hukum berdasarkan adat istiadat.23 Orang-orang oriental is berpendapat bahwa adanya pengaruh hukum Romawi terhadap hukum Islam, adalah karena adanya faktor peradaban di mana peradaban yang rendah akan tunduk kepada peradaban yang tinggi. Menurut catatan sejarah, Negara Arab pada awal permulaan Islam, mereka tunduk kepada hukum-hukum Romawi untuk melaksanakannya, seperti Syam yang sekarang termasuk bagian dari wilayah Syria, Libanon, Palestina, Urdun dan lain sebagainya.24
D. Aspek Pendidikan Pengaruh hukum Romawi terhadap hukum Islam menurut catatan sejarah, terjadi karena lewat pendidikan di mana pada saat itu pusatpusat perkotaan seperti Qaisar dan Bairut, ketika umat Islam pada saat itu memperoleh kemenangan, maka kebanyakan v/arga negaranya banyak yang mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah yamh diantara materinya itu adalah undang-undang Romawi. Selain itu juga pemerintah Romawi yang terbesar di Mesir, Syam dan lain sebagainya mereka menyebarluaskan hukum-hukum sesuai dengan dasar undang-undang Romawi.25 Tidak dapat dihindari bahwa orang-orang Arab dimana kotanya lebih sedikit dartpada orang-orang Romawi, pada saat umat Islam memperoleh kemenangan, maka merekapun mengambil banyak hukum-hukum dari bangsa Romawi. Dr. Sufi Hasan Abu Talib, mengutip pendapat De Boer seorang orientalis Barat yang sangat fanatik yang menyatakan bahwa setelah umat Islam memperoleh kemenangan di suatu Negara yang mempunyai banyak kota, kemudian muncullah permasalahan-permasalahan yang belum ada aturannya di dalam Islam. Permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan orang-orang Arab melebar menjadi semakin luas, tanpa ada kejelasan dari hukum syara’ yang menunjukkan kepada suatu kebenaran.26 Kejadian-kejadian kian hari menjadi semakin bertambah banyak, tetapi untuk mengatasinya, tidak ada aturan-aturan tertulis (Jus scriptum) atau dalam istilah Arab disebut dengan istilah qanun maktub. Jika terjadi masalah-masalah sengketa di kalangan masyarakat Arab, maka hakimhakim muslim di Syria dan Mesir atau di lain tempat di sekitar wilayah yang 22
TM. Hasbi Ash-Shiddiqy. Op. Cit. him. 44. Abdul Hamid. Op. Cit. him. 15. 24 Atiyah Musyrifah. Op. Cit. him. 112. 25 Sufi Hasan Abu Talib. t.t. Baina al-Syari’ah al Islamiyah wa al-Qanunin al-Rumawiyah. Mesir: Maktabah Nahdiyah. him. 114-116. 23
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008 291
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
tunduk kepada undang-undang Romawi, tidak mampu mengambil keputusan hukum yang diambil dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Alasannya, karena kedua sumber hukum (Al-Qur’an dan Al-Sunnah) tidak mengatur secara tegas tentang masalah-masalah yang terjadi. Untuk mengatasi masalah-masalah yang berkembang di masyarakat yang belum ada aturannya di dalam AlQur’an dan Al-Sunnah, maka diperlukan adanya sumber hukum ketiga yaitu ijtihad atau al-ra’yu yang dapat dijadikan sumber pengambilan hukum untuk mengatasi masalah-masalah persengketaan yang berkembang di masyarakat Arab. Untuk mengem-bangkan sumber hukum yang ketiga ini, yaitu ijtihad, diperlukan adanya para mujtahidin untuk mempelajari undangundang Romawi yang berlaku di negara itu.27 Untuk mencapai target seperti tersebut di atas, maka pemerintah Romawi pada masa kepemerintahan yustinian mendirikan banyak sekolah dalam bidang spesialis undang-undang hukum Romawi yang terbesar di seluruh kota wilayah imperium Romawi. Menurut Sheldon Amos, bayak sekolah yang didirikan dengan motif untuk membina para murid agar menguasai hukum-hukum Romawi, tetapi dari sekian banyak sekolah, hanya ada dua sekolah yang sangat bonafide yaitu Madrasah Qastantaniyah yang berada di kota Roma dan Madrasah Iskandariyah yang berada di kota Bairut. Imam Syafi’i dan Al-Auza’i, keduanya adalah keluaran dari Madrasah Iskandariyah di Bairut.28 Sheldon Amos, termasuk salah seorang di antara orientalis yang sangat ekstrem menyatakan bahwa ada dua madrasah yang mengajarkan mated hukum Romawi, yaitu Madrasah Iskandariyah dan Madrasah Bairut. Kedua madrasah ini, di dalam proses perkembangannya, dapat bertahan hingga satu abad lebih setelah umat Islam berhasil menaklukkan bangsa Romawi.29 Di dua madrasah inilah, para ulama ahli fiqh dari kalangan umat Islam menerima pelajaran hukum-hukum Romawi. Pada masa kekuasaan Yustinian, banyak madrasah yang mengambil disiplin ilmu di bidang hukumhukum Romawi yang terbesar di seluruh wilayah imperium Romawi, di antaranya ialah di Syam, di Iskandariyah dan di tempat-tempat lainnya, tetapi yang paling terkenal adalah Madrasah yang berada di Roma, Qastantaniyah dan di Bairut. Menurut sebagian orang-orang orientalis mereka berpendapat bahwa di madrasah Bairut, itulah dua tokoh dari kalangan ulama’ ahli fiqh, yaitu Imam Syafi’i dan Al-Auza’i memperoleh banyak materi tentang hukumhukum Romawi. Hal ini sesuai seperti dikemukakan oleh Von Kremer dan Khuda Baikch yang menyatakan bahwa dua orang dari ulama’ ahli fiqh yaitu 26
Ibid. hlm. 37-39. 21 Ibid. hlm. 47-48. 29 Abdul Hamid. Op. Cit. him. 26. 27
292
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
Imam Al-Auza’i dan Imam Syafi’i, keduanya dilahirkan di Siriya, tentu tidak diragukan lagi bahwa keduanya telah memperoleh banyak materi di bidang hukum-hukum Romawi.30
III. Sikap Ulama’ Islam terliadap Pendapat Orientalis Sikap ulama’ dalam hal menanggapi pendapat para orientalis, pada umumnya mereka sepakat untuk menolak pendapat para orientalis yang menyatakan bahwa hukum Islam itu dipengaruhi oleh hukum Romawi. Beberapa tokoh dari kalangan umat Islam yang membantah terhadap pendapat para orientalis tersebut di atas, antara lain: Dr. Subhi Mahmasani, menyatakan bantahannya terhadap pernyataan Von Kremer bahwa kaidah pembuktian di muka pengadilan, yaitu: lalbayyinatu ‘ala al-mudda’i wa al-yaminu a’laman Ankara. Kaidah ini, bagi siapapun jelas, bahwa pengambilannya berasal dari hadis yang secara historis lebih dahulu daripada kemenangan Islam di Negara-negara yang semula tunduk kepada kekuasaan Romawi, maka berdasarkan atas fakta histories ini, tidaklah mungkin terjadi pengambilan oleh hukum syari’at.31 Kaidah tersebut di atas, dijadikan pegangan oleh kebanyakan undangundang buatan manusia, termasuk dalam hal ini adalah undang-undang Romawi, maka kemudian mereka masukkan ke dalam alinea pertama pada pasal 448 Undang-undang Keperdataan dengan bunyi: Actori incombit onus pabandi, yang artinya menurut bahasa Arab: al-bayyinatu ‘ala manidda ‘a wa al-yaminu ala man Ankara.32 Dari uraian tersebut di atas, jelas bahwa hukum-hukum Romawilah yang terpengaruh oleh hukum Islam, bukan hukum Islam yang terpengaruh oleh hukum Romawi dan dengan demikian hukum Islam tetap orisinil. Dr. Subhi Mahmasani, juga membantah pernyataan Von Kremer yang menyatakan bahwa pengaruh tersebut (Hukum Romawi) datangnya dengan perantaraan Yahudi dan dari adat kebiasaan di negeri-negeri yang dikuasai bangsa Arab sendiri. Msnurut Mahmsani, adat di negeri-negeri yang semula tunduk kepada kekuasaan Romawi, itu bisa masuk ke dalam hukum Islam asal saja tidak bertentangan dengan nas-nasnya yang ada atau dengan dasar azasi dari hukum Islam itu sendiri. Jadi adat kebiasaan ini, bukanlah adat kebiasaan Romawi, melainkan adat kebiasaan yang memang sudah dikenal oleh bangsa Arab dan bangsabangsa di sekitar laut Tengah.33 30
Sufi Hasan. Op. Cit. him. 47. Subhi Mahmasani. Op. Cit. him. 201. 32 Abdul-Jawwad. Op. Cit. him. 145-146. 33 Ibid. him. 211. 31
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008 293
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
Dr. Muhammad Muslehuddin, di dalam kajian filsafatnya, ia menyatakan bantahannya terhadap pernyataan kebanyakan orientalis yang mengatakan bahwa qadi atau hakim harus semata-mata mengacu kepada karya-karya mereka dan seolah-olah hakim tidak punya hak umenafsirkan AI-Qur’an. Menurutnya, pernyataan ini adalah konsepsi yang salah. Sebab di dalam Al-Qur’an beberapa kali disebutkan ayat tentang larangan bagi umat Islam untuk mengadili tidak atas dasar hukum yang diambil dari Al-Qur’an, di antaranya adalah ayat:
ومن لم حيكم بما أنزل اهلل فأولئك هم الكافرون Artinya: Barangsiapa yang menetapkan hukum tidaksesuai dengan kitab yang diturunkan oleh Allah SWT, maka mereka adalah orangorang kafir.34 Dr. Atiyah Musrifah, menanggapi pendapat Amos yang beranggapan bahwa fiqh (hukum Islam) itu telah dipengaruhi oleh undang-undang Romawi, itu adalah dugaan yang salah, tidak ada dasarnya. Masing-masing hukum Romawi dan hukum Islam itu berdiri sendiri, tidak ada hubungannya. Kalau mereka beralasan karena ada kemiripan antara hukum Islam dengan hukum Romawi, alasan ini tidak benar. Keserupaan tidak bisa dijadikan dasar.35 Prof. TM. Hasbi Ash-Shiddiqi, sebenarnya bukan fiqh (hukum Islam) yang dipengaruhi undang-undang Romawi, tetapi undang-undang Romawilah yang terpengaruh oleh hukum Islam. Hal ini sesuai dengan pernyataannya, bahwa sebenarnya undang-undang Romawilah yang dipengaruhi oleh fiqh Islam, yaitu undang-undang Romawi yang dibuat di masa Eropa telah bergerak dari tidurnya, melalui kebudayaan dan pengetahuan Islam yang menjadi pendorong timbulnya zaman renaissance di Eropa.36 Banyak contoh bahwa hukum-hukum Romawi disusun di zaman renaissance, dipengaruhi oleh hukum Islam, salah satu di antaranya ialah bahwa syuf’ah dan hawalah, wesel dan cek, di Eropa baru terkenal pada abad dua belas Masehi, padahal kedua soal ini di dalam semua kitab fiqh, empat abad sebelumnya sudah dikenal, terutama dalam kitab fiqh menurut mazhab Hanafi.37 Ibnu Khaldun, seorang ahli sosiologi dari Timur Tengah menyatakan bahwa apabila bertemu dua peradaban, maka peradaban bangsa yang kalah itu meniru dan meneladani bangsa yang menang dalam segala kehidupannya.38 34
Q. S. Al-Maidah (5):44. Atiyah Musyrifah. Op. Cit. him. 112-113. 36 TM. Hasbi Ash-Shiddiqy. 1982. Fakta Keagungan Syari’at Islam. Jakarta: Bulan Bintang, Tintamas. him. 46. 37 Subhi Mahmasani. Op. Cit. him. 227. 38 Ibnu Khaldun Satik Al-Husar. 1976. Dirasat an Muqadimah Khaldun. Bairut: Dar AI35
294
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
Kalau demikian, tentulah bangsa-bangsa yang ditaklukkan oleh umat Islam, terutama Romawi mereka mengambil kebudayaan yang dibawa oleh umat Islam dan bukanlah hukum Islam yang mengambil peradaban Romawi. Dengan demikian, maka hukum Romawilah yang terpengaruh oleh hukum Islam. Dari uraian tersebut di atas, jelaslah kiranya bahwa hukum Islam tidak terpengaruh oleh hukum Romawih, bahkan hukum Romawilah yang terpengaruh oleh hukum Islam. Dr. Abdul Hamid Mutawali, adanya beberapa titik persamaan dalam bidang hukum, dan dalam segi-segi yang lain, adalah suatu hal yang lumrah yang sudah terjadi di antara bangsa-bangsa di dunia ini. Adanya persamaan dalam segi filsafat dan Iain-lain, tidaklah dapat menetapkan bahwa umat ini telah mengambil, atau mencontohi dari umat Iain. Persamaan itu kembali kepada dasar, bahwa akal manusia yang sejahtera kerap kali serupa dalam cara-cara berfikir. Sebenarnya undang-undang Romawilah yang dipengaruhi oleh fiqh Islam, yaitu undang-undang Romawi yang dibuat di masa-masa Eropa telah bergerak dari tidurnya, melalui kebudayaan dan pengetahuan Islam yang menjadi pendorong timbulnya zaman “renaissance” di Eropa.39
IV. Alasan-alasan Ulama’ Islam dalam Menyanggah Pendapat Orientalis Dengan beberapa alasan, ulama’ Islam menolak hal-hal sebagai berikut: Aspek tasyabbuh (keserupaan antara hukum Islam dan hukum Romawi). Adanya keserupaan atau kesamaan antara hukum Islam dan hukum Romawi, menurut kebanyakan ulama’ Islam, tidak dapat dijadikan dasar dan alasan bahwa hukum Islam itu dipengaruhi oleh hukum-hukum Romawi. Dalam hal terjadi kesamaan antara hukum Islam dan hukum Romawi, apakah ada dalil-dalil yang cukup untuk membuktikan tentang adanya pengambilan hukum antara yang satu dengan yang lain? Atau dengan kata lain, apakah dengan adanya beberapa keserupaan saja di antara keduanya itu, sudah cukup untuk menetapkan adanya pengambilan hukum oleh yang pertama dari hukum yang kedua? Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, Subhi Mahmasani, di dalam kajian filsafatnya, ia menyatakan bahwa dengan hanya ada keserupaan itu saja, secara umum tidak bisa dianggap cukup untuk menetapkan ten tang
Kiab Al-Arabi. Cet. Ill. him. 296. 39 Abdul Hamid Mutawali. Op. Cit. him. 18-19
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008 295
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
adanya pengoperan hukum.40 Secara rinci, para oriental is beranggapan bahwa keserupaan antara hukum Islam dan hukum Romawi itu terdapat dalam beberapa hal sebagai berikut:
A. Keserupaan itu terdapat pada kaidah atas sipenggugat. Berkata tuan Von Kremer bahwa keserupaan di antara hukum Islam dengan dengan hukum Romawi, terdapat dalam banyak masalah. Yang terpenting di antaranya ialah mengenai soal kaidah dan aturan-aturan tentang pembuktian atas si penggugat, batas umur dewasa dan kecakapan, beberapa macam hukum mu’amalat perniagaan seperti jual-beli dan ijarah dan perbedaan antara jual-beli dengan tukar-menukar.41 Kaidah pembuktian atas si penggugat, yakni kaidah tentang pemberian bukti-bukti gugatan di muka pengadilan di dalam hukum Islam adalah berdasarkan atas hadis:
البينة عىل المدعى واليمني عىل من انكر Artinya: “Bukti adalah kewajiban penggugat, dan sumpah kewajiban orangyang menolakgugatan (tergugat) “.42 Bagi siapa pun jelas, bahwa hadis ini histories adalah lebih terdahulu daripada kemenangan Islam di negeri-negeri yang semula tunduk kepada kekuasaan Romawi, maka berdasarkan atas fakta histories ini tidaklah mungkin terjadi suatu pengambilan oleh hukum Syari’at.
B. Keserupaan itu ada antara dua syari’at (syari’at Islam dan hukum Romawi). Prof. Lee di dalam bukunya Tarikhu al-Syar’iyah yang dinukil dari karyanya Amos yang berjudul: Mohammedan Law nothing but the human law of the Eastern Empire adopted to be the political foundation of the Arab Dominion (Lee, Historical jurisprudence), Amos mengatakan: bahwa Syari’at Muhammad (yang dimaksud Syari’at Islam) tidak lain adalah hukum Romawi Timur yang sudah mengalami perubahan-perubahan dalam penyesuaiannya dengan masalah-masalah politik di Negara Arab yang menjadi jajahannya.43 40
Subhi Mahsani. Op. Cit. him. 204. Lee. 1911. Tarikhus-Syar’iyah. London: tp. him. 533. 42 Ali Ibnu Umar al-Daru Qutni. 1994. Sunan al-Daru Qutni. Bairut: Dar al-Fikr. him. 41
118.
296
43
Lee. Op. Cit. him. 332.
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
Pandangan yang sangat ekstrim ini, menimbulkan anggapan yang enteng sekali kepadanya, memang sangat keterlaluan, sebab ia memberikan pernyataan itu tanpa memberikan bukti-bukti ilmiah yang diperlukan menurut kelaziman dalam pembahasan soal seperti ini, secara histories. Dr. Abdur-Razzaq as-Sanhuri, di dalam: Masadir al-Haq fi al-Fiq alIslami, menyatakan bahwa antara fiqh Islam (syari’at Islam) dan hukum Romawi terdapat perbedaan yang sangat jauh. Bahkan jika dibandingkan, fiqh Islam itu lebih dekat dengan UU Inggris daripada dengan UU hukum Romawi, tetapi mengapa tidak ada seorangpun yang menyatakan bahwa hukum Islam itu mengambil dari undang-undang Inggris.44
C. Keserupaan atau kesamaan itu terdapat dalam adat istiadat. Perlu dikemukakan, bahwa adat-kebiasaan ini sama sekali bukanlah adat istiadat murni bangsa Romawi, melainkan suatu kebiasaan perdagangan yang memang sudah menjadi kebiasaan bangsa-bangsa sejak dahulu, terutama adat kebiasaan bangsa-bangsa di sekitar laut Hitam. Bangsa Romawi sendiri yang sudah kemasukan pengaruh adat-kebiasaan ini ke dalam hukumnya yang kemudian, diberi nama “Jus gentium” (hukum golongan bangsa-bangsa), yaitu untuk membedakannya dari hukum Romawi asli yang terkenal dengan nama “Jus civile”.45 Jadi bagaimana juga, hukum Islam tidak bisa mengakui beberapa kebiasaan sebagai hukum adat yang meliputi hukum jual-beli. Namun dalam pada itu ia mengakui sebagaian kebiasaan dari negeri-negeri yang tunduk kepada kekuasaan Islam. Negeri-negeri yang tidak tunduk kepada kekuasaan Romawi antara lain ialah Irak, Parsi, Turkestan dll. Di belakang akan kita berikan beberapa contoh bagaimana adat kebiasaan pada penduduk Balach menjadi motif bagi kebolehan berlakunya bai’ al-wafa menurut hukum Islam madhab Hanafi.
D. Aspek Transformasi Peradaban. Transformasi peradaban, sebagaimana dikemukakan oleh Lambert, Dareste dan orang-orang oriental is pada umumnya, merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi hukum Islam. Ada dua peradaban yang mempunyai kekuatan dan dominan yang berpengaruh terhadap hukum Islam, yaitu: 44
Abdur-Razzaq al-Sanhuri. 1954. Masadir al-Haq fil-Fiqh al-Islami. Bairut: Dar-al-Fikr. him. 58. 45 Subhi Mahmasani. Op. Cit. him. 210.
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008 297
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
1. Peradaban Yahudi Labert, seorang orientalis berkebangsaan Persi menyatakan bahwa kaidah-kaidah perundang-undangan Romawi Bizantium pindah menjadi hukum Islam dengan perantaraan peradaban Yahudi dalam bentuk seperti yang tertuang di dalam peraturan perundang-undangan, sejak ada jalinan hubungan antara orang-orang bangsa Arab dan orang-orang yang tinggal di Syria, Palestina, Mesir dan orang-orang lainnya yang menerapkan undangundang Romawi, tetapi pengaruh itu muncul pada umumnya dari Talmud, yang banyak menyebarluaskan ide-ide pemikiran tentang perundangundangan Bizantium ke dalam hukum Islam.46 Dr. Sufi Hasan, dalam menanggapi pendapat tersebut di atas, mengatakan bahwa hukum Romawi memang berpengaruh terhadap hukumhukum Yahudi, tetapi apakah berarti hukum-hukum Yahudi itu berpengaruh terhadap hukum Islam? Saya tidak menemukan satu dalil pun yang mendukung teori tersebut di atas. Setiap orang yang mempelajari sejarah hukum Islam, tentu dia akan mengetahui bahwa hukum Islam itu berdiri sendiri, tanpa ada pengaruh apapun dari peradaban Yahudi.47
2. Peradaban Suryani Orang-orang Suryani memainkan peranan yang sangat besar dalam gerakan ilmu-ilmu keislaman. Salah satu bentuk gerakannya, ialah mereka banyak menerjemahkan buku-buku sastra dan buku-buku ilmiyah lainnya ke dalam bahasa Suryani. Gerakan Suryani juga banyak menerjemahkan buku-buku matematika, fisika, kedokteran, kimia dan lain sebagainya.48 Evoristo Carusi, berpendapat bahwa dipengaruhinya hukum Islam oleh hukum Romawi adalah karena lewat penerjemahan dengan bahasa Syria ke dalam bahasa Arab. Dr. Sufi Hasan, dalam hal menanggapi pendapat tersebut di atas, menyatakan dengan mengutip komentar yang dikemukakan oleh Prof. Wigmore ketika ia menanggapi makalah Prof. Abdurrahman Hasan dalam suatu pertemuan ilmiyah tentang masalah tersebut di atas. Wigmore mengatakan bahwa penerjemahan buku-buku berbahasa Syria ke dalam bahasa Arab itu dilakukan sekalipun ulama’ fiqh Islam tidak mengerti selain bahasa Arab. Menurut Sufi Hasan, pendapat tersebut di atas tidak benar karena tidak ada dasarnya, sebab yang benar menurut catatan sejarah bahwa buku-buku berbahasa Syria itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada abad ke-11 M tepatnya pada tahun 1100 Masehi, tentunya penerjemahan 46
Sufi Hasan. Op. Cit. him. 60. Ibid. hlm. 64. 48 Ahmad Amin. Op. Cit. him. 125. 47
298
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
itu tidak berpengaruh terhadap ulama’-ulama’ fiqh Islam, sebab ilmu fiqh itu sudah cukup matang sejak abad kedelapan Masehi. Karena itu jangan terlalu berani seseorang untuk menerima pendapat yang menyatakan bahwa ulama’ ahli fiqh Arab terpengaruh dengan penerjemahan buku-buku berbahasa Syria.49 Prof. Nalino, seorang oriental is yang sangat netral, ia menyatakan bahwa kegiatan penerjemahan ke dalam bahasa Syria itu tidak pernah ada, kecuali sesudah akhir abad kedelapan Masehi. Kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan oleh Nalino, dan atas dasar catatan sejarah tentang hal tersebut, menunjukkan banyak dari kalangan orientalis yang mengubah pendapat yang menyatakan bahwa hukum Islam itu terpengaruh oleh hukum Romawi karena adanya penerjemahan buku-buku berbahasa Syria ke dalam bahasa Arab atupun sebaliknya. Menurut catatan sejarah, sudah jelas, bahwa Imam Abu Hanifah dilahirkan pada tahun antara 698 M - 700 M. Muridnya Abu Yusuf lahir 731 M, kemudian Muhammad dilahirkan thaun 749 M. Selanjutnya Imam Abu Hanifah berhasii membina murid-muridnya yang belajar di madrasah yang ia bina sebelum akhir abad kedelapan Masehi sebelum terjadi penerjemahan buku-buku berbahasa Syria ke dalam bahasa Arab dan dengan demikian pula ilmu fiqh pada saat itu sudah cukup mapan, lebih-lebih karena Imam Hanafi itu seorang tokoh ilmu fiqh yang terkenal dengan memakai prinsip al-Ra’yu.50 Dengan demikian, mana mungkin bisa dikatakan bahwa fiqh Islam itu terpengaruh oleh hukum-hukum Romawi dengan lewat penerjemahan. Penerjemahan paling awal dimulai pada akhir abad kedelapan Masehi, sedangkan madrasah Imam Abu Hanifah sudah mapan sebelum akhir abad kedelapan Masehi. Jadi tidak mungkin dan tidak benar adanya pendapat yang mengatakan bahwa fiqh Islam itu dipengaruhi oleh hukum Romawi dengan lewat adanya penerjemahan, sebab penerjemahan buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab, pada saat itu tidak menyentuh buku yang memuat materi hukum Romawi.
3. Aspek Pendidikan Menurut anggapan orang-orang orientalis, terpengaruhnya hukum Islam oleh hukum Romawi adalah karena faktor pendidikan yang diselenggarakan lewat jalur sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh wilayah Arab bagian timur. Hal ini, sebagaimana dikemukakan oleh Amos bahwa ada dua madrasah yang mengajarkan hukum-hukum Romawi, yaitu Madrasah Iskandariyah dan Qastantiyah. Kedua madrasah ini dapat bertahan selama lebih dari satu abad setelah bangsa Arab memperoleh kemenangan terhadap 49 50
Sufi Hasan. Op. Cit. him. 78. Ibid. hlm. 78-80.
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008 299
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
wilayah-wilayah yang dikuasai Romawi. Di kedua madrasah inilah para ahli ilmu fiqh menerima pelajaran hukum-hukum Romawi, termasuk Imam Syafi’i dan al-Auza’i.51 Dr. Sufi aHasan menanggapi pendapat tersebut di atas, ia mengatakan bahwa pendapat Amos tersebut di atas tidak benar. Sebab sejauh yang saya ketahui, Madrasah Qastantiyah dan Iskandariyah itu belum ada, jauh sebelum bangsa Arab memperoleh kemenangan atas wilayah-wilayah imperium Romawi. Dengan alas an ini, mana mungkin para ahli fiqh yang hidup di Syam atau yang diselenggarakan oleh madrasah-madrasah tersebut di atas.52 Dr. Abdul Hamid di dalam karya ilmiahnya: al-Syari’ah al-Islamiyah wa Mauqifu al-Mustasyriqin mengatakan bahwa Imam Syafi’i itu lahir di Guzzah Palestina yang dulu memang wilayah ini termasuk bagian Syria yang secara khusus memang wilayah ini di bawah kekuasaan Romawi, tetapi Imam Syafi’i pindah ke Makkah sejak usia dini dan ia tinggal di sana hingga usia dewasa. Setelah itu ia mengadakan perjalanan atau perlawatan ke Bagdad dan ke Kairo. Saya tidak mendengar sejarah yang menyebutkan bahwa ia pergi ke Syria dengan tujuan untuk belajar hukum-hukum Romawi di madrasahmadrasah Bairut seperti yang mereka sangka. Tentang Imam AI-Auza’i, Abdul Hamid selanjutnya menyatakan bahwa sejarah juga tidak menyebutkan bahwa ada seseorang pembesar ahli fiqh yang tinggal di Syria dengan tujuan untuk mempelajari hukum-hukum Romawi seperti yang mereka sangka. Karena itu tidak mungkin kedua Imam (Syafi’i dan Al-Auza’i) itu terpengaruh oleh hukum-hukum Romawi.
V. Penutup Dari uraian pembahasan tesebut di atas, dapat disimpulkan hal sebagai berikut: 1. Pandangan orientalis yang menyatakan baliwa hukum Islam itu dipengaruhi hukum Romawi tidak benar. 2. Para ulama Islam mengambil sikap menolak terhadap seluruh pendapat orientalis yang menyatakan bahwa hukum Islam itu tidak orisinil karena dipengaruhi oleh hukum Romawi.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Jawwad, Muhammad. 1977. Buhus fi al-Syari’ah al-Islamiyah wa alQanun. Cairo: Maktabah al-Jami’ah al-Qahirah. 51 52
300
Ibid. him. 47. Ibid.
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008
Syarif Zubaidah:
Pandangan Orientalis terhadap Orisinalitas Hukum lslam dari Pengaruh Hukum Romawi
Abdu ar-Razzaq al-Sanhuri. 1954. Masadir al-Hak fi al-Fiqh al-Islami: Dirasah Muqaranah bi al-Fiqh al-Gharbi. Bairut: Dar al-Fikr. Abdu al-Hamid Mutawali. 1967. as-Syari’ah al-Islamiyah wa Mauqifu Ulama’ al-Mustasyriqin. Mesir: Maktabah Muhaimarat. Ali Ibnu Umar al-Daru Qutni. 1994. Sunan al-Daru Qutni. Bairut: Dar alFikr. Atiyah Musyarifah. 1966. al-Qadafi al-Islam. Mesir: Syirkah al-Syaraf alAusat. Amin, Ahmad. 1969. Faju al-Islam. terj. Zaini Dahlan. Jakarta: Bulan Bintang. Hasbi as-Shiddiqi. 1996. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. Ibnu Khaldun. 1976. Dirasat al Muqadimah Ibnu Khaldun. Bairut: Dar al-Kitab al-Arabi, Cet. ke-3. Ibnu Nujaim al-Hanafi. 1993. al-Asybah wa al-Naza’ir. Bairut: Dar al-Kitab al-Islamiyah. Ignaz Goldziher. 1991. Introduction to Islamic Theology and Law, terj. Hersri Setiawan. Jakarta: INUS. Muslehuddin Muhammad. 1991. Filsafat Hukum Islam dari Pemikiran Orientalis. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Cet I. Subhi Mahmasani. 1946. Filsafat al-Tasyrifi al-Islam. Bairut: Dar alKassaf. Sufi Hasan, Abu Talib. tt. Baina al-Syari’ah al-Islamiyah wa al-Qanun alRumawi. Mesir: Maktabah Nahdiyah. Tatang M. Amirin. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali Press. Yusuf Musa, Muhammad. 1956. al-Fiqh al-Islami Madkhol li Dirasatihi Ntami al-Mu ‘amalatfih. Mesir: Dar al-Kitab al-Arabi. Cet. ke-2.
Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008 301