TRADISI MAMBAYIA KAUA DAN PASAMBAHANNYA DI NAGARI PULASAN KEC.TANJUANG GADANG KAB. SIJUNJUNG: (DESKRIPSI, TRANSKRIPSI, DAN TERJEMAHAN) Akil Suardi1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan bentuk acara tradisi yang berada di nagari Pulasan Sijunjung, dengan mendeskripsikan bentuk tradisi tersebut dari awal sampai akhir. Selain itu penelitian ini juga mentranskripsikan bentuk teks pasambahan dalam acara mambayia kaua. Acara mambayia kaua sendiri merupakan tradisi yang berasal dari nagari Pulasan Sijunjung. Penelitian tradisi ini menggunakan kerangka teori yang dipaparkan oleh Hutomo (1991), untuk mentranskripsi bahasa lisan yang terdapat pada tradisi mambayia kaua . Berdasa rkan pernyataan tersebut penulis akan mendeskripsikan tradisi dan mentranskripsikan teks ke dalam bentuk tulisan yang sebelumnya sudah direkam. Dari hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa acara mambayia kaua dilakukan sekali dalam setahun. Acar a ini dilaksanakan di depan Kantor Adat Nagari yang diikuti oleh para ninik mamak dan masyarakat Pulasan. Dalam prosesi tradisi ini ada bagian pasambahan yang berisi tentang pemuliaan kepada ninik mamak , tambo adat Pulasan, pasambahan makan dan penutup. Kata kunci : mambayia kaua, pasambahan, deskripsi Latar Belakang Mambayia kaua merupakan satu tradisi yang dari dahulunya dil aksanakan oleh masyarakat Pulasan Kabupaten S ijunjung sampai saat ini. Acara mambayia kaua ini dilakukan satu kali dalam setahun dan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Kaua ini dilakukan setahun sebelum pel epasan kaua pada tahun berikutnya. Sementara yang dikatakan kaua adalah niat atau hajatan yang di
lakukan masyarakat Pulasan
untuk mencapai tujuan hidupnya. Selain itu mambayia kaua ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat di Pulasan sebagai bentuk syukuran yang dilakukan setiap tahunnya Tujuan masyarakat Pulasan, Kabupaten Sijunjuang melakukan tradisi kaua yaitu untuk meminta kesejahteraan dan rizki kepada sang penci 1
mambayia
pta. Misalnya
Alumni Program Studi Sastra Minangkabau FIB Universitas Andalas
1
hasil panen masyarakat setempat bertambah setiap
tahun dan masyarakat hidup
dengan damai dan sejahtera. Dalam acara mambayia Kaua ini, masyarakat Pulasan menyembelih satu ekor kerbau dan dimasak bersama-sama oleh ibu-ibu di nagari Pulasan untuk dihidangkan. Masakan yang dihidangkan dibedakan menjadi dua bagian yaitu untuk masyarakat biasa dan untuk pemangku adat. Hidangan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu dagiang gadang dan dagiang ketek . Hidangan dagiang gadang untuk para niniak mamak s ementara itu dagiang ketek untuk para masyarakat yang bukan
niniak
mamak. Dalam hal ini terdapat peraturan yaitu apabila ada diantara masyarakat umum yang mengambil hidangan dagiang gadang maka dikenakan denda yang telah dibuat oleh para niniak mamak yaitu mengganti dengan satu ekor kerbau. Berdasarkan pengamatan peneliti selama di lokasi, acara
mambayia kaua
dilaksanakan di halaman Kantor Adat Nagari. Di halaman Kantor Adat Nagari para ninik mamak duduk dibagia n depan dan masyarakat biasa di bagian belakang. Dalam upacara ini terlihat perbedaan antara masyarakat biasa dengan pemangku adat temasuk makanan yang dihidangkan. Setelah selesai dihidangkan barulah para niniak mamak beserta penghulu yang lengkap dengan pakaian adat memasuki ruangan dan melakukan kata sambutan dengan pasambahan. Berdasarkan pengamatan peneliti selama di lokasi, acara
mambayia kaua
dilaksanakan di halaman Kantor Adat Nagari. Di halaman Kantor Adat Nagari para ninik mamak duduk dibagia n depan dan masyarakat biasa di bagian belakang. Dalam upacara ini terlihat perbedaan antara masyarakat biasa dengan pemangku adat temasuk makanan yang dihidangkan. Setelah selesai dihidangkan barulah para niniak mamak beserta penghulu yang lengkap dengan pakaian adat memasuki ruangan dan melakukan kata sambutan dengan pasambahan. Pasambahan merupakan media untuk memperagakan kemahiran berbicara antara pihak pangkalan dengan pihak tamu (Navis, 1984:253). Pasambahan pelahiran maksud dan tujuan seseorang yang disampaikan dengan bahasa yang indah berdasarkan konsep -konsep estetika masyarakat etnik minangkabau dalam bentuk 2
sambah mnyambah. Dalam pasambahan fungsi komunikasi bahasa mendasari terwujudnya suatu tujuan, rentetan kata -kata yang indah dengan gaya bahasa khas Minangkabau menggambil konsep ” Berguru Kepada Alam” atau ”Alam Takambang Jadi Guru”. Pasambahan mengandung nilai tradisi sebagai pelahiran budaya masyarakat minangkabau itu sendiri. Berikut adalah kutipan teks pasambahan dalam tradisi mambayia kaua di nagari Pulasan. Sagalo nan tersungkuik dek atok Nan terlingkuang dek dindiang Nan sadotaran dek lantai Nan terpopuang dek tiang suduik Nan sado hambo muliakan Teremahan: Semua yang tertutup oleh atap yang dilingkari oleh dinding yang sama datar dengan lantai yang dikelilingi oleh tiang sudut yang semua yang saya hormati’ Mako marombah malah sayo marombah paku dari dahulu Mangko manyombah malah sayo manyombah datuak jo panghulu Godang kociak paganyo rapek kok rapek di sugi jangan Ambo kociak kurang pandopek kok dopek dipuji jangan Terjemahan: ’Maka saya menebang, menebang paku sejak dahulu maka saya menyembah, menyembah Datuak dan Penghulu besar kecil pagarnya rapat, jika rapat disugi jangan saya kecil kurang pandai, kalau bisa jangan dipuji’ Pasambahan di atas merupakan teks pasambahan yang disampaikan dalam acara mambayia kaua di nagari Pulasan. Pasambahan tersebut diucapkan oleh datuak pada waktu akan memulai acara. Bahasa yang digunakan dalam pasambahan tersebut adalah dialek asli nagari Pulasan. Tetapi bahasa dalam pasamb pengaruh dari bahasa Indonesia, seperti kata
ahan ini mendapat
sayo dan jangan. Selain itu dalam
3
pasambahan ini terdapat kiasan dan kandungan isi pasambahan ini juga mempunyai makna yang dalam. Kerangka Teori Dalam Penelitian ini, penulis mengkaji dua h al yaitu tradisi mambayia kaua dan pasambahan dalam
mambayia kaua . Tradisi mambayia kaua dalam hal ini
termasuk pada folklor , terutama folklor setengah lisan. Adapun pasambahan yang disampaikan dalam acara mambayia kaua tersebut termasuk dalam folklore lisan. Menurut Danandjaja (1991) kata folklor berasal dari bahasa Inggris yaitu
folklore,
yang dibentuk dari dua kata yaitu folk dan lore. Folk merupakan sekelompok orang yang memiliki ciri -ciri pengenal fisik, sosial d
an kebudayaan, sehingga dapat
dibedakan dari kelompok-kelompok kebudayaan yang lain. Ciri-ciri pengenal tersebut dapat berupa warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencarian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun demikian, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun
-temurun, sedikitnya dua
generasi yang dapat mereka akui sebagai milik bersama. Di samping itu, yang paling penting adalah, bahwa mereka sadar dengan identitas kelompok mereka. Sedangkan, lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (
mnemonic device ). Jadi, Folklor adalah sebagian
kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun dianata kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan, m aupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Brunfand dalam Danandjaja, 1991:1-2). Bahan-bahan folklor dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu folklor lisan, folklor setengah lisan dan folklor bukan lisan. Yang pe rtama Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan, meliputi: (a) bahasa rakyat seperti julukan tradisional; (b) ungkapan tradisional seperti pribahasa; (c) pertanyaan 4
tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi Rakyat, seperti gurindam dan pantun; (e) cerita rakyat, seperti mite, legenda dan dongeng; (f) nyanyian rakyat.
Kedua Folklor
setengah lisan adalah folklor yang bentuknya campuran dari unsur lisan dan bukan lisan, contoh dari folklor setengah lisan ini adalah kepercayaan rakyat, teat er rakyat, dan tarian rakyat . Ketiga adalah Folklor bukan lisan, yaitu folklor yang b entuknya bukan lisan, seperti arsitektur dan obat -obatan rakyat (Branvand dalam Danandjaja (1991:20). Dalam hal ini, pasambahan yang penulis teliti termasuk ke dalam folkl or lisan. Sedangkan Tradisi mambayia kaua yang penulis teliti termasuk ke dalam tradisi setengah lisan. Dalam pekerjaan penelitian bahan lisan ini penulis menggunakan kerangka teori Hutomo (1991), mengenai perekaman, transkripsi, dan penterjemahan bahasa lisan. Menurut Hutomo perekaman ada dua jenis. Pertama, perekaman dalam konteks asli (natural). Kedua, perekaman dalam konteks teks asli, yaitu perekaman yang sengaja diadakan. Adapun mengenai transkripsi, Hutomo menjelaskan bahwa teks ini harus asli, tid ak boleh diubah (dikurangi atau ditambah), diatur sedemikian rupa sesuai dengan ejaan yang berlaku. Setelah melakukan transkripsi kemudian dilanjutkan dengan penerjemahan teks dari bahasa Minangkabau ke bahasa Indonesia. Dengan adanya terjemahan tersebut m aka isi teks lisan yang bersangkutan dapat dipahami oleh orang yang berbahasa Indonesia (Hutomo, 1991:86). Pertanggungjawaban Transkripsi dan Terjemahan 1. Dalam mentranskripsi teks pasambahan mambayia kaua ini penulis hanya mengacu pada apa yang di lisankan
karena teks pasambahan yang tertulis
tidak ada. 2. Larik-larik pada teks ini dikelompokan berdasarkan masalah yang dibahas. Kalau larik sebelumnya masih berhubungan dengan masalah yang dibahas, maka larik itu tidak dipisahkan dengan larik yang diatas. Tapi k alau larik itu sudah berbeda, maka dipisahkan satu spasi dengan sebelumnya.
5
3. Kata yang bercetak miring pada teks pasambahan merupakan kata yang tidak bisa di Indonesiakan. 4. Dalam menterjemahkan bahasa minangkabau ke dalam bahasa Indonesia, penulis mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. 5. Dalam menterjemahkan teks pasambahan ini, penulis tidak hanya memakai kamus untuk menterjemahkanya, tapi penulis juga menterjemahkan lewat kata dan kalimat. Untuk menterjemahkan teks ke dlam bahasa Indonesia, pe nulis menggunakan Dictionaire Minangkabau Indonesien Francais. Transkripsi dan Terjemahan Transkripsi merupakan suatu pekerjaan yang menggunakan ketelitian dan kecermatan, Transkripsi adalah langkah untuk mengubah data-data yang sudah ada dari lisan menjadi tulis. Data-data lisan yang di dapat dilapangan bisa diambil berupa rekaman, dan kamera. Adapun mengenai transkripsi teks ini harus asli, tidak boleh diubah (dikurangi atau ditambah), diatur sedemikian rupa sesuai dengan ejaan yang berlaku (Hutomo, 1991:84) Trankripsi teks pasambahan dalam tradisi mamabayia kaua di nagari pulasan ini tergolong ke dalam transkripsi yang berbentuk secara kasar. Sebagai mana yang telah di katakan Endraswara (2009:227), Transkripsi secara kasar adalah apa yang di dengar melalui rekaman di paparkan apa adanya. Dalam transkripsi secara kasar ini peneliti harus bersikap jujur, dan tidak menipulasi data-data yang didapat menurut kehendak peneliti, apa yang didapat di lapangan itu yang akan di paparkan. Transkripsi teks pasambahan ini ada dalam tradisi mambayia kaua yang diadakan di kenagarian pulasan kecematan sijunjung, yang peneliti ambil langsung kelapangan dengan menggunakan alat parekam dan kamera serta mewawancarai beberapa orang masyarakat pulasan yang terlibat dalam acara tersebut, data tersebut peneliti transkrip dalam bentuk tulisan dengan cara tidak menambah dan mengurangi hasil teks tersebut sesuai dengan gaya bahasa informan. 6
Setelah teks pasambahan mambayia kaua sudah peneliti transkrip, selanjutnya peneliti menterjemahkan teks pasambahan tersebut kedalam bentuk bahasa indo nesia sesuai dengan ejaan yang berlaku. Terjemahkan teks pasambahan ini tergolong kedalam terjemahan bebas. Terjemahan bebas untuk menunjukkan atau untuk mengetahui arti kata dalam hubungannya dengan kalimat (Hutomo, 1991:91). Dalam menterjemahan teks pasa mbahan ini, peneliti juga menggunakan kamus untuk memperjelas atau untuk mempermudah peneliti dalam menterjemahkan teks pasambahan mambayia kaua tersebut. Perlengkapan dalam Upacara Mambayia Kaua Bentuk penyelenggaraan Upacara Tradisi
Mambayia Kaua di N agari Pulasan di
kerjakan dengan baik oleh Masyarakat Pulasan sendiri. Sebagai salah satu bentuk Tradisi yang memiliki nilai-nilai kebersamaan yang di turunkan secara turun temurun dan dipertahankan kedudukannya ditengah -tengah kehidupan masyarakat Pulasan sampai saat sekarang ini. Dalam penyelenggaraan Tradisi Mambayia Kaua ini adapun perlengkapan yang harus disediakan yaitu: satu ekor kerbau untuk dimasak, (jambar) sebanyak 42 yang berisikan Emping (
Ampiang), Ikan.
Jamba,
Jamba yang
berisikan makanan tersebut berjumlah 42, jamba 42 melambangkan jumlah datuk dari masing-masing suku yang menghadiri acara tersebut. Jadi,
jamba tersebut khusus
diperuntukkan untuk masing-masing datuak tersebut. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tradisi Mambayia Kaua Dalam upacara Tradisi Mambayia Kaua di Nagari Pulasan dilakukan satu kali dalam setahun, yang mana masyarakat Pulasan berkaul dalam tahun ini dan di lepas tahun depan. Tradisi Mambayia Kaua di Nagari Pulasan tidak ditetapkan tanggal dan bulannya tentang k apan acara tersebut dilaksanakan. Sebelum terlaksananya Tradisi Mambayia Kaua ini yang paling utama sekali dilakukan oleh masyarakat Pulasan yaitu bermusyawarah terlebih dahulu dari setiap masyarakat Nagari Pulasan guna
7
untuk mencari kata kesepakatan tenta
ng waktu, tempat, dan perlengkapan dalam
melaksanakan Tradisi Mambayia Kaua. Upacara Tradisi Mambayia kaua ini merupakan acara nagari, maka tempat pelaksanaanya diadakan di Kantor Adat Nagari (KAN), adapun waktu pelaksanaanya yaitu sehabis shalat zuhur sampai selesai. Acara Tradisi Mambayi Kaua Upacara mambayia kaua ini dilakukan di kantor Adat Nagari sehabis shalat zuhur. Jamba yang dibawa oleh ibu -ibu dari masing-masing kaum berisikan ampiang (emping), ikan, nasi dan daging kerbau yang sudah siap dim
asak. Jamba (jambar)
yang dibawa tiap-tiap kaum ini ditempatkan di tempat yang bukan sebenarnya, sambil menunggu para pengghulu tiap -tiap kaum. Setelah semua penghulu lengkap barulah manti mengatur tempat duduk untuk penghulu sesuai dengan kaumnya, begitu
juga
dengan jamba. Jamba dihidangkan oleh manti ke hadapan para penghulu dengan cara selang seling. Jamba dari kaum Piliang di hadapan penghulu caniago dan begitu juga sebaliknya. Tujuan jamba tersebut dihidangkan secara bertukaran yaitu, di situ terdapat tanggung jawab yang besar kepada penghulu tiap
-tiap kaum, dan apabila
hidangan yang dihadapan penghulu tadi ada yang mengambil tanpa sepengetahuan penghulu, maka yang akan bertanggung jawab adalah penghulu tersebut, karena tidak bisa mengelola atau mengur us kaumnya sendiri dan didenda sesuai dengan aturan yang telah dibuat oleh masyarakat tersebut yaitu mengganti dengan satu ekor kerbau. Setelah para penghulu dan masyarakat Pulasan duduk berbaris, dan jamba tiap-tiap kaum telah dihidangkan, barulah dua orang penghulu antara si alek dengan si pangka berdiri untuk melakukan kata pasambahan yang berisi tentang permuliaan kepada ninik mamak dan dilanjutkan dengan pasambahan makan, setelah kata
-kata
pasambahan selesai dibacakan barulah dilanjutkan dengan acara makan bersama. Bentuk dan Struktur Teks Pasambahan
8
Dalam teks pasambahan mambayia kaua tersebut bentuknya berupa pantun dan prosa liris, prosa liris yaitu prosa yang didalamnya masih terdengar adanya irama. Bentuk teks ini dapat digolongkan pada puisi lama (sajak). Berikut bentuk prosa liris dalam teks pasambahan mambayia kaua: Kapado niniak mamak nan godang basa batuah, Alim ulama, Cadiak pandai, Suluah bendang dalam nagari nan hambo mu liakan. Sarato masyarakat nan hadir di ruangan adat alek kaua nangko nan hambo muliakan, Sagalo nan tersungkuik dek atok nan terlingkuang dek dindiang nan sadotaran dek lantai nan terpopuang dek tiang sudu ik lalu ka sandi alur adat so mpai ka tiang karapatan nan sado hambo muliakan. Terjemahan: Kepada niniak mamak yang godang basa batuah, Alim ulama, Cerdik pandai, suluah bendang dalam negeri yang sya muliakan, serta masyarakat yang hadir di ruangan adat keramaian kaul yang saya muliakan, segala yang tertutup oleh atap, yang dilingkari oleh dinding, yang sama datar oleh lantai, yang terkapung oleh tiang suduit, lal u ke sendi alur adat, sampai ke tiang kerapatan yang semuanya saya muliakan. Selain itu ditemui juga bentuk pasambahan berupa pantun, pantun adalah salah satu bentuk puisi yang terdiri atas beberapa kalimat pendek yang berjumlah genap (4, 6, dan 8 kalimat) disusun berbaris kebawah (Sati, 2005:1). Berikut bentuk pantun dalam teks pasambahan mambayia kaua: mulonyo sayo akan marombah, beringin jatuh tertimpo mulonyo sayo akan manyombah, maliekkan adat jo pusako terjemahan: mulanya saya akan menebang, beringin jatuh tertimpa, mulanya saya akan menyembah, melihatkan adat dan pusaka Bentuk struktur dari teks pasambahan mambayia kaua: 9
1. Pemuliaan kepada ninik mamak. a. Pembuka, bagian ini berisi ucapan salam kepada ninik mamak, alim ulama, dan masyarakat yang menghadiri acara mambayia kaua. b. Pemuliaan, yaitu bagian yang berisi tentang penyampaian rasa syukur kepada Allah SWT, dan dilanjutkan sanjungan kepada para ninik m amak yang berbentuk prosa liris. 2. Tambo Adat, Bagian ini berisikan bentuk tempat pelaksanaan mambayia kaua yang disampaikan oleh Datuak dengan bentuk kiasan yang mempunyai makna mendalam. Selain itu dalam tambo adat ini juga berisi tentang sejarah dan Undang-Undang adat Pulasan, yaitu: 1. Pertama undang-undang yang tunduk kepada raja-raja. 2. Kedua undang-undang yang tunduk kepada penghulu. 3. Ketiga undang-undang yang tunduk kepada alam. 4. Keempat undang-undang yang tunduk kepada permainan alam. 5. Kelima undang-undang yang tunduk kepada pakaian alam. 6. Keenam undang-undang yang tunduk kepada bunyi-bunyian. 7. Ketujuh undang-undang yang tunduk kepada keramaian. 8. Kedelapan undang -undang yang tunduk kepada hukum yang dipakai dalam alam. 9. Kesembilan undang-undang yang tunduk kepada kebesaran alam. 10. Pasambahan makan, Dalam pasambahan makan ini berisi tentang menyuruh makan dan menjawab kata mau makan, yang mana
pasambahan menyuruh
makan ini disampaikan oleh Datuk Mandaro Kayo dan dijawab oleh Datuk Panuko Rajo. 11. Penutup, yang
berisikan tentang permintaan kesejahteraan untuk nagari
pulasan. Teks pasambahan mambayia kaua dilakukan ketika para ninik mamak dan masyarakat Pulasan sudah berkumpul didepan halaman kantor Adat Nagari.
Acara
10
mambayia kaua i ni di lakukan sehabis shalat zu hur dengan pembuka penyampaian teks pasambahan yang di disampaikan oleh Datuk Mandaro Kayo dan Datuak Panuko Rajo. Teks
pasambahan tersebut berisi tentang pemulian kepada
ninik
mamak, tambo adat Pulasan, pasambahan makan, dan penutup. Dalam penyampaian te ks pasambahan yang ditokohi oleh Datuk Mandaro Kayo sebagai si pangka dan Datuk Panduko Rajo sebagai
si alek , pertama dibuka
dengan pemulian kepada ninik mamak yang diucapkan oleh Datuk Mandaro Kayo, lalu di balas oleh Datuk Panduko Rajo dengan menyampaika
nnya isi, dan makna
yang sama. Setelah selesai disampaikan oleh Datuk Mandaro Kayo dan Datuk panduko rajo, dilanjutkan dengan
pasambahan yang berisi tentang tambo adat
Pulasan. Setelah pasambahan pemulian kepada ninik mamak dan tambo adat siap disampaikan oleh Datuk, baru dilanjutkan dengan
pasambahan makan. Dalam
pasambahan makan ini berisi tentang menyuruh makan dan menjawab kata mau makan, yang mana
pasambahan menyuruh makan ini disampaikan oleh Datuk
Mandaro Kayo dan dijawab oleh Datuk Panuko Rajo. Sete
lah pasambahan makan
selesai disampaikan, lalau dilanjutkan dengan makan bersama dan diakhiri dengan penutup dengan isi permintaan kesejahteraan untuk nagari Pulasan. Penutup Tradisi Mambayia Kaua di Nagari Pulasan merupakan suatu bentuk tradisi yang bertahan dan masih dijaga kekhasannya oleh masyarakat Nagari Pulasan
.
Tradisi mambayia kaua ini merupakan acara nagari yang dilakukan satu kali dalam setahun dan dilakukan oleh masyarakat Pulasan itu sendiri dengan cara menyembelih satu ekor kerbau . Tradisi ini dilakukan di Kantor Adat Nagari sehabis shalat zuhur. Acara ini dihadiri oleh para ninik mamak, alim ulama dan masyarakat setempat. Selain itu penelitian yang dilakukan penulis ini juga lebih me
nitikberatkan
pada teks pasambahan yang dilakukan dengan menerjemahkan teks tersebut. Teks tersebut berisikan pemuliaan terhadap ninik mamak, tambo adat, pasambahan makan, 11
dan dilanjutkan dengan makan -makan bersama. Setelah selesai makan bersama baru diakhiri dengan penutup yang berisi permintaan kesejahteraan untuk nagari Pulasan. Daftar Pustaka Amir, Adriyetti dkk. 2006. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University Press. Danandjaja, James. 1991. Folklore Indonesia Ilmu Gosip dan Lain -lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Endraswara, Suwardi . 2009. Metode Penelitian Folkor . Yogyakarta: Media Pressindo. Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan . Surabaya: Himpunan Sarjana Kesusastraan Indoesia. Irwandi. 2001. “Pasambahan dalam Upacara Penyelenggaraan Jenazah Tinjauan Struktural. (Skripsi S-1). Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas. Molina, Fife Ade. 2007. “Bakau di Nagari Padang Laweh Kecamatan Koto VII,”.(Skripsi S-1). Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas. Moussay, Gerard. 1995. Dictionnaire Minangkabau Indonesia Francais . Paris : Harmattan. Navis, A.A. 1984. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta Nazir, Razali. 2002. Adat Basandi Syarak. Jakarta : PT. Kartika Insan Lestari Press. Sartika. 2001. “Pasambahan Manjapuik Marapulai”. (Skrpsi S -1). Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas. Sati, Darwis SN Sutan. 2005. Keajiaban Pantun Minang. Bogor: Ar-Rahmah. Spradley, James P. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana. UPTD Mu seum Nagari. 2010. “ Upacara Baarak Dalam Perkawinan di Minanagkabau”. Padang. Yasnita. 2001. “Pasambahan Manyerak Bareh Kunik Tinjauan Semiotik”. (Skripsi S 1). Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas.
12