Topik 4 Ulat Sutera
Buku Seri Iptek V Kehutanan
20. 21. 22. 23. 24.
Budidaya Murbei........................................................................................................................................... Budidaya Ulat Sutera............................................................................................................................... Murbei Unggul SULI-01............................................................................................................................ Penanganan Kokon.................................................................................................................................... Prospek dan Tantangan Pengusahaan Sutera Alam Indonesia..............................................................................................................................................................
Buku Seri Iptek V Kehutanan
68 72 76 80 84
20 Budidaya Murbei Tanaman Hibrid Murbei Muda Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
T 68
anaman Murbei (Morus spp.) merupakan faktor penting dalam usaha persuteraan. Jumlah dan kualitas daun murbei mempengaruhi kesehatan ulat, produksi dan kualitas kokon. Kualitas kokon pada akhirnya akan menentukan kualitas dan kuantitas benang sutera yang dihasilkan.
D
aun murbei dengan nutrisi yang baik akan meningkatkan daya tahan ulat terhadap serangan penyakit dan dapat meningkatkan produksi kokon 20% lebih banyak.
Deskripsi Tanaman murbei termasuk tumbuhan perdu yang bila dibiarkan tumbuh akan menjadi pohon yang besar dan tingginya bisa mencapai 6 m. Tanaman ini umumnya bercabang banyak dan mempunyai bentuk daun yang bermacam-macam tergantung jenisnya, ada yang bulat, lonjong, berlekuk bergerigi dan ada pula yang bergelombang. Varietas murbei unggul memiliki kemampuan produksi tinggi dan resisten terhadap kekeringan, hama dan penyakit serta mudah dibudidayakan.
K
andungan unsur kimia dalam daun murbei juga berpengaruh terhadap kesehatan ulat serta mutu kokon yang dihasilkan, yaitu air, protein, karbohidrat dan kalsium, sehingga produksi kokon yang berkualitas baik juga sangat ditentukan oleh jenis tanaman murbei yang unggul.
Buku Seri Iptek V Kehutanan
Gambar (A) Tampilan Morfologis Varietas NI Umur Dua Bulan, (B) Hibrid Murbei Baru Gambar: Priyo Kusumedi, Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
Aplikasi Budidaya murbei memerlukan penanganan khusus mulai dari pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit serta pemungutan dan penyimpanan daun. Teknik penanaman murbei, meliputi : 1. Persiapan lahan, meliputi : pemilihan lokasi, pengolahan lahan, pembuatan jalan, anak petak, petak dan blok, pembuatan selokan, pembuatan larikan tanaman dan pemasangan ajir. 2. Pemilihan lokasi, syaratnya meliputi : • Ketinggian antara 400 – 800 m dpl, curah hujan berkisar antara 800-3.500 mm/ tahun, tanah bertekstur lempung, lempung berliat dan lempung berpasir. • Sinar matahari penuh • Suhu antara 12 - 400 C dan suhu optimum 24 - 280 C • Kelembaban antara 80 - 95 %. 3. Pengolahan tanah 4. Pembuatan jalan, anak petak, petak dan blok 5. Pembuatan selokan pembuangan air 6. Pembuatan larikan tanaman 7. Pemasangan ajir 8. Persemaian, syaratnya adalah : iklim, tanah subur, tidak liat, ketinggian tempat (dpl), temperatur optimum, agregat, bebas dari batu dan kerikil, lapangan sedapat mungkin datar dan hendaknya bukan bekas penggembalaan.
Ukuran Daun Murbei Baru Gambar: Koleksi Sugeng Pudjiono
Pengaturan Jarak Tanam Gambar: Koleksi Sugeng Pudjiono
Buku Seri Iptek V Kehutanan
69
9. Penanaman Penanaman dilakukan dengan dua cara yaitu sistem lubang dan sistem rorakan. Penanaman sistem lubang dapat dilakukan dengan jarak tanam 1 x 0,5m; 1 x 0,4m; 0,5 x 0,5m. Lubang tanam 40cm x 40cm x 40cm atau 50cm x 50cm x 50cm, dengan pemberian pupuk kompos atau pupuk kandang 2 kg/lubang. Sistem rorakan dilakukan dengan membuat lubang memanjang dengan jarak 1m seperti penanaman tebu sedalam 50cm dan lebar 40cm. Jarak tanam1m x 0,5m atau 1m x 0,4m. Pupuk dasar diperlukan untuk sistem rorakan sebanyak 20-25ton/ha. Bila pupuk kandang sudah dimasukkan kedalam rorakan kemudian bibit siap ditanam. 10. Pemeliharaan Tanaman Murbei Hal-hal yang harus dilakukan adalah penyiangan, pendangiran, pemangkasan, pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit.
70
Murbei Baru Dipangkas Gambar: Koleksi Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
Buku Seri Iptek V Kehutanan
Daun Pakan Ulat Kecil Gambar: Koleksi Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
71 Daun Pakan Ulat Besar Gambar: Koleksi Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
Tanaman Murbei unggul Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
Tantangan Murbei unggul yang dihasilkan belum tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Keterangan Peneliti : Lincah Andadari, Sugeng Pudjiono, Suwandi dan Tri Rahmawati Unit Kerja : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan (Pusprohut) Surel (E-mail) :
[email protected] dan
[email protected] Gambar : Priyo Kusumedi, Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono. Rincian Informasi : www.forda-mof.org atau litbang.dephut.go.id
Buku Seri Iptek V Kehutanan
21 Budidaya Ulat Sutera Deskripsi
Ulat Sutera Unggulan Balitbanghut Gambar: Tim Sutera Pusprohut Balitbanghut
B
udidaya persuteraan mempunyai 72 rangkaian kegiataan cukup panjang, mulai dari penanaman murbei, pembibitan ulat sutera, pemeliharaan ulat sutera, pengolahan kokon, pemintalan benang dan penenunan untuk menghasilkan kain, sampai dengan pemasaran hasilnya.
Dalam upaya pengembangan budidaya persuteraan alam di Indonesia faktor penting yang perlu ditingkatkan mulai dari aspek hulu (budidaya ulat sutera), aspek produksi (pemintalan dan penenunan) hingga aspek pemasaran produk. Faktor yang tak kalah penting dalam keberhasilan budidaya sutera ini adalah kemampuan dan ketrampilan petani, disamping faktor umur. Faktor umur merupakan satu faktor penentu, karena biasanya angkatan kerja muda akan lebih kreatif dan inovatif. Disamping itu peningkatan produktivitas budidaya ulat sutera harus terus dilakukan untuk menghasilkan ulat sutera yang berkualitas baik. Kondisi biofisik lokasi juga berpengaruh dalam budidaya ulat sutera, terutama suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara dan cahaya. Menurut Syamsijah dan Lincah (1992), kondisi yang ideal untuk budidaya ulat sutera berkisar antara suhu 20⁰C – 23⁰C dengan kelembaban berkisar antara 70-85%, sedangkan budidaya ulat sutera cocok dilakukan pada ketinggian berkisar 300 - 800m dpl.
Buku Seri Iptek V Kehutanan
Aplikasi Teknik budidaya ulat sutera, meliputi : 1. Penanganan telur ulat sutera Setelah terlihat titik biru pada telur ulat sutera maka diadakan perlakuan penggelapan dan penerangan terhadap telur tersebut, hal ini dilakukan untuk mendapatkan penetasan telur yang merata. 2. Pemeliharaan ulat sutera, dibagi menjadi 2 yaitu pemeliharaan ulat kecil dan pemeliharaan ulat besar Penentuan umur ulat dalam pertumbuhannya tidak dihitung dengan bilangan hari, namun dengan istilah tingkat atau instar. Hal ini disebabkan karena perbedaan iklim dan umur ulat. a) Pemeliharaan ulat kecil b) Pemeliharaan ulat besar Keberhasilan pemeliharaan ulat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kualitas dan kuantitas daun murbei, jenis bibit dan teknik pemeliharaan. Faktor tersebut sangat diperlukan agar pemeliharaan ulat sutera dapat menghasilkan kokon yang banyak dan mutu yang baik. 3. Proses Pengokonan Untuk mendapatkan hasil yang baik dan menggembirakan, pekerjaan pengokonan ini harus dilakukan dengan sungguhsungguh serta membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Tanda ulat akan mengokon, antara lain nafsu makan ulat berkurang dan kepalanya bergerak mencari pegangan untuk mulai membuat kokon; tubuh ulat transparan Pembibitan Ulat Sutera Hibrid Harapan di Pati, Regaloh. Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono.
Buku Seri Iptek V Kehutanan
73
dan mengkerut; ulat akan mengeluarkan kotoran yang berwarna coklat kuning. Ulat yang sudah matang akan membuat kokon, sehingga ulat harus segera dipindahkan ke tempat pengokonan yang sudah disediakan. a) Cara mengokonkan ulat : Jika ulat yang matang baru sedikit, dilakukan secara manual dengan cara diambil satu persatu ulat yang sudah matang kemudian diletakkan dibagian bawah sarangan, sedangkan jika ulat yang matang > 80% menggunakan cara “shaking methode” dan “self mounting“. b) Panen dan seleksi kokon; Yang perlu diperhatikan saat panen dan seleksi kokon, adalah : Panen kokon dilakukan saat pupa dalam kokon berwarna coklat gelap. • Panen kokon yang terlalu awal dapat merusak pupa yang masih muda, sebaliknya jika terlambat dipanen pupa sudah berubah menjadi kupu yang akan menerobos kulit kokon, sehingga tidak dapat dipintal.
74
Ulat Sutera Unggulan Balitbanghut Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono.
Buku Seri Iptek V Kehutanan
Kepompong (kokon) Ulat Sutera Ungulan Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono.
• Kokon yang dikelilingi flos jika dibiarkan akan terjadi penyerapan kelembaban yang akan menurunkan kualitas kokon, selain itu juga tidak dapat diketahui kualitasnya. Untuk itu, sortasi kokon harus dilakukan dengan cermat, karena akan menentukan harga kokon. • Pengeringan dan penyimpanan kokon; Pengeringan kokon dilakukan hingga kokon benar-benar kering, beratnya tinggal 40% dari berat kokon basah (fresh cocoon). 4. Penanganan Hama dan penyakit Ulat Sutera Serangan hama dan penyakit adalah salah satu faktor penyebab menurunnya produksi kokon. Jenis hama perusak dalam pemeliharaan ulat adalah semut dan tikus. Sedangkan jenis penyakit yang menyerang ulat sutera antara lain virus (NPV, CPV dan FV), cendawan/fungi (muscardine, aspergillus) bakteri, jamur dan protozoa (pebrine) serta penyebab lain (keracunan).
Tantangan Budidaya ulat sutera saat ini pengusahaannya belum sampai pada fase optimal karena belum menghasilkan output yang maksimal. Kendalanya adalah belum dilakukan proses produksi dalam kapasitas yang memenuhi BEP (Break Event Point), sehingga perlu dilakukan penambahan input produksi dan upaya teknis untuk meningkatkan efisiensi proses produksi dan menambah produktivitas usaha.
Keterangan Penyusun
: Lincah Andadari, Sugeng Pudjiono, Suwandi, Tri Rahmawati, Nurhaedah M dan Achmad Rizal H. Bisjoe Unit Kerja : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan (Pusprohut) Surel (E-mail) :
[email protected] dan
[email protected] Gambar : Koleksi Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono. Rincian Informasi : www.forda-mof.org atau litbang.dephut.go.id
Buku Seri Iptek V Kehutanan
75
22 Murbei Unggul SULI-01 Deskripsi
76
Uji Mult i Lokasi Tanaman Murbei SULI-01 di Sukabumi Jawa Barat Gambar: Koleksi Sugeng Pudjiono
D
aun murbei merupakan satu-satunya pakan ulat sutera. Produktivitas tanaman murbei masih 20 ton/ha/th. Perbanyakan tanaman murbei di Indonesia umumnya dengan cara perbanyakan vegetative berupa stek batang sehingga dengan cara ini produktivitas daun tidak dapat meningkat karena tidak ada perbaikan genetik. Dengan cara tersebut sifat yang diturunkan oleh induk ke generasi berikutnya tidak berubah.
M
urbei unggul SULI-01 merupakan hasili hibridisasi dengan produksi 4050 ton/ha/th.
Buku Seri Iptek V Kehutanan
Hibridisasi adalah persilangan dua individu yang mempunyai sifat berbeda. Dari proses hibridisasi diperoleh individu baru yang disebut hybrid, pada umumnya mempunyai sifat ciri yang merupakan campuran antara induk jantan dan induk betinanya. Dari perpaduan dua sifat ciri induk tersebut dapat diperoleh sifat ciri baru yang bisa jadi lebih unggul dari kedua induknya. Hibridisasi dilakukan pada Murbei untuk peningkatan produktivitasnya. Beberapa murbei hibrid menghasilkan produktivitas daun lebih tinggi dari pada tetuanya. Murbei unggul hasil pemuliaan melalui hibridisasi ini dinamakan SULI-01 karena ditemukan oleh Sugeng Pudjiono dan Lincah Andadari.
Stek Batang Gambar: Koleksi Sugeng Pudjiono
Aplikasi Jenis murbei hibrid unggul hasil persilangan antara Morus cathayana x M. amakusaguwa IV.12 telah dilepas dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia dengan nomor SK 793/Menhut-II/2013 tentang Pelepasan Bibit Murbei Hibrid SULI-01. Deskripsi Bibit Murbei Hibrid SULI-01 1. Macam persilangan: M. cathayana x M. amakusaguwa IV.12. 2. Asal hibrid : Betina M. cathayana Gambar Daun Murbei (A) Hibrid, (B) Murbei Tetua, (C) tetua dan Jantan M. Amakusaguwa IV.12 Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono. (keduanya merupakan koleksi murbei dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta, sejak tahun 2000). 3. Warna batang : Hijau kemerahan 4. Warna daun : Hijau 5. Warna pucuk : Hijau kekuningan 6. Bentuk daun : Daun sirih, tebal. 7. Tepi daun : Bergerigi. 8. Permukaan daun : Mengkilap 9. Jarak antar internode: Pendek (4,00 cm) 10. Perbandingan daun dan ranting : 60% daun : 40% ranting. 11. Produksi daun/ha/th : 40-80 ton 12. Kandungan nutrisi : • Protein kasar (PK) : 23,23% • Kalsium (Ca) : 3,54% • Kadar abu : 13,84 % 13. Uji-uji pemuliaan tanaman Kebun Murbei hibrika Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono.
Buku Seri Iptek V Kehutanan
77
a. Penyerbukan
b. Pengerudungan
c. Buah hasil persilangan
d. Kecambah hibrid
78
f. Hibrid dewasa siap stek Uji Multi Lokasi Tanaman Murbei SULI-01 di Sukabumi Jawa Barat Gambar: Koleksi Sugeng Pudjiono
Buku Seri Iptek V Kehutanan
g. Uji multi lokasi murbei
e. Tanaman muda hibrid
79
Daun Jenis Murbei Baru Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono.
Tantangan
Diperlukan pengembangan dan sistem distribusi jenis Murbei SULI-01 untuk memenuhi kebutuhan bibit murbei unggul yang mempunyai produktivitas sangat tinggi.
Keterangan Peneliti : Sugeng Pudjiono dan Lincah Andadari Unit Kerja : Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta Surel (E-mail) :
[email protected] Gambar : Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono Rincian Informasi : www.forda-mof.org atau litbang.dephut.go.id
Buku Seri Iptek V Kehutanan
23 Penanganan Kokon Deskripsi
Kokon Ulat Sutera Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
K
okon yang tidak seragam baik warna dan bentuknya, menyebabkan 80 panjang benang dan tebal benang yang tidak merata, sehingga tidak dapat menghasilkan benang sutera yang baik. Serat yang banyak putus harus disambung kembali dan ditempat penyambungan tersebut benang menjadi tebal sehingga tidak rata.
Benang Sutera Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
Buku Seri Iptek V Kehutanan
Setelah instar berlangsung sekitar 1 minggu, nafsu makan ulat akan berkurang dan hanya makan sedikit. Tubuh akan menjadi transparan karena volume kelenjar sutera meningkat mengisi sebagian besar tubuh dan mengecil. Tanda-tanda ulat matang apabila tubuh ulat pendek dan gemuk, segmen dada tembus cahaya, kotoran hijau, lembek dan bentuk tidak beraturan, bergerak mengelilingi rak ulat untuk mendapatkan tempat untuk mengokon, ulat mengangkat kepala dan dadanya serta sebagian mengeluarkan serat dari mulutnya untuk membuat fondasi kokon . Serat yang keluar disebut floss dan biasanya sekitar 1-2% dari bobot kulit kokon. Waktu yang diperlukan dari mengokon sampai menjadi pupa tergantung kepada temperatur dan varietas ulat. Pada umumnya ulat selesai membuat kokon dalam 2 hari.Kokon akan dipanen pada hari ke-6 dan 7 setelah mengokon. Selanjutnya dilakukan pengeringan kokon, yang bertujuan untuk mematikan pupa yang ada supaya tidak menjadi kupukupu dan merusak kulit kokon, serta mengurangi kandungan air sekitar 40% dari bobot kokon segar agar tidak mudah rusak dalam penyimpanan sebelum dipintal.
Aplikasi Kualitas kokon yang dihasilkan sebagian besar tergantung kepada cara mengokonkan. Meskipun ulat sutera sehat, bila metoda pengokonan salah, kondisi pada saat pengokonan kurang optimum, mengokonkan ulat yang belum matang atau terlalu matang serta alat pengokonan tidak baik, maka akan dihasilkan kualitas kokon yang rendah. Teknik penangan kokon, meliputi: 1. Pada masa mengokon temperatur sebaiknya 22-23oC dan kelembaban 60-70%. Serta sirkulasi yang baik, sirkulasi udara yang tidak baik mengakibatkan daya gulung menurun, misalnya dari 90% menjadi 54%. 2. Ulat sutera mengeluarkan banyak air saat mengokon sampai selesai membuat kokon. Dari 25.000 ekor ulat dikeluarkan air sekitar 57 liter yang berasal dari respirasi, kencing, kotoran, serat dan lain-lain oleh karena itu di bawah alat pengokonan ditaruh beberapa lembar kertas koran atau bahan lain yang dapat menyerap cairan, Ketika kertas tersebut sudah menyerap kencing dan kotoran,maka kertas tersebut harus dibuang 8-12 jam setelah mengokon. 3. Pada umumnya ulat selesai membuat kokon dalam 2 hari, Kokon akan dipanen pada hari ke-6 dan 7 setelah mengokon. Panen hanya dilakukan bila kulit pupa sudah keras, bila tidak maka 81 akan banyak pupa yang mati sehingga kokon menjadi kotor di dalam. Untuk memastikan ini maka perlu dibuka beberapa kokon. 4. Kokon dikelilingi oleh floss, setelah membuang floss dilakukan seleksi kokon untuk mendapatkan kokon yang baik yang akan menentukan harga yang optimum dikaitkan dengan kualitas.
Tantangan Usaha tani persuteraan alam merupakan salah satu dari berbagai jenis usaha/bisnis di bidang pertanian, produk yang dihasilkan adalah kokon sutera sebagai bahan baku industri yang merupakan komoditi perdagangan internasional. Kebutuhan benang sutera di dalam negeri mencapai 900 ton/tahun, sedangkan produksi pada tahun 2012 hanya mencapai 19,05 ton/tahun, dengan asumsi 1 kg benang dibutuhkan 8 - 10 kg kokon.
Buku Seri Iptek V Kehutanan
maka kebutuhan kokon dalam negeri dapat diprediksi sekitar 72.000 ton sampai 90.000 ton kokon. Indonesia yang masih merupakan negara agraris memiliki peluang yang nyata untuk mengisi peluang pasokan kokon yang terbuka luas di pasaran nasional saat ini dan di masa-masa mendatang. Dalam perdagangan kokon, penentuan harga didasarkan kepada kualitas kokon yang meliputi bobot kokon, rasio kulit kokon dan rasio kokon cacat. Tingkat perkembangan yang telah dicapai saat ini perlu terus ditingkatkan dan disempurnakan di masa-masa yang akan datang.
82
Kepompong (kokon) Unggulan D1 Gambar: Tim Sutera Pusprohut
Buku Seri Iptek V Kehutanan
Untuk itu dukungan hasil-hasil temuan dan kajian serta penelitian lembaga Penelitian dan Pengembangan di bidang persuteraan alam mutlak diperlukan. Semua ini dengan tujuan pokok, agar usahatani persuteraan alam di Indonesia mampu memberikan kontribusi bagi kemakmuran rakyat.
83 Gambar (A) Ulat Sutera Hibrid Harapan (B) Rumah Pembibitan Ulat Sutera di Tasikmalaya Gambar: Tim Sutera Pusprohut
Keterangan Peneliti : Lincah Andadari Unit Kerja : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas (Pusprohut) Surel (E-mail) :
[email protected] Gambar : Tim Sutera Pusprohut, Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono Rincian Informasi : www.forda-mof.org atau litbang.dephut.go.id
Buku Seri Iptek V Kehutanan
24
Prospek dan Tantangan Pengusahaan Sutera Alam Indonesia
Deskripsi
Kokon Ulat Sutera dan Benang Sutera yang Dihasilkan Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
84
A
groindustri persuteraan alam merupakan salah satu industri yang difokuskan oleh pemerintah untuk dikembangkan. Produk hasil persuteraan alam, terutama kokon dan benang sutera merupakan komoditas perdagangan yang berpotensi besar karena cepat memberikan hasil dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Selain dapat dipasarkan dipasaran lokal dan antar pulau, juga memiliki jangkauan pemasaran sebagai komoditas ekspor non migas ke pasaran internasional.
Buku Seri Iptek V Kehutanan
Perkembangan tuntutan kebutuhan pasar dalam negeri memerlukan kokon yang berkualitas tinggi. Segmentasi harga kokon didasarkan atas kualitas kokon, dimana transaksi jual beli tidak lagi dilakukan secara borongan tetapi terhadap kokon segar yang berkualitas tinggi dibeli dengan harga yang lebih mahal. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengusahaan sutera alam di Indonesia, yaitu :
A. Kekuatan persuteraan alam di Indonesia Potensi yang dimiliki pesuteraan alam di Indonesia, antara lain : 1. Lahan sangat mendukung penyediaan ratusan ribu ha lahan yang sesuai untuk tanaman murbei. 2. Tersedianya tenaga yang cukup banyak, sehingga usaha sutera alam yang sifatnya labour intensive sangatlah cocok serta dapat mengembangkan ekonomi kerakyatan. 3. Pemeliharaan ulat sutera dan produksi kokon di Indonesia dapat dilaksanakan 8-10 periode per tahun, sehingga diharapkan mampu menyediakan
dan memenuhi kebutuhan dunia akan kokon dan benang sutera. Badan Litbang Kehutanan telah memiliki hibrid BS-08 dan BS-09. Hibrid BS-08 mempunyai rasio kulit kokon tertinggi mencapai 25% serta persentase serat tertinggi mencapai lebih dari 20%. BS-08 dan BS-09 tersebut sudah dilepas Menhut tahun 2004 sedangkan BS-09 sudah diproduksi menjadi bibit komersil. Hibrid ulat sutera dan murbei unggul hasil penelitian tim peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan Kementerian Kehutanan (Pusprohut) telah dilaunching melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 793/Menhut-II/2013 untuk murbei hibrid SULI-01 dan Nomor SK.794/ Menhut-II/2013 untuk ulat sutera hibrid PS-01. 4. Keanekaragaman budaya, memungkinkan Indonesia bersaing dan menghasilkan produk yang mempunyai nilai artistik dan eksklusif dalam desain dan mutu. Pembinaan, pemberdayaan ekonomi rakyat di sektor persuteraan alam telah dikukuhkan dengan dikeluarkannya Peraturan Bersama 3 Menteri, yaitu Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah nomor P. 47/MenhutII/2006, nomor 29/M-IND/PER/6/2006 dan nomor 07/PER/M.KUM/VI/2006 tanggal 12 Juni 2006 tentang Pembinaan dan Perkembangan Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. B. Kelemahan : Rendahnya produksi persuteraan alam di Indonesia menyebabkan kegiatan persuteraan alam belum bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini disebabkan antara lain: 1. Pemeliharaan tanaman murbei belum dilakukan dengan baik 2. Ketrampilan dan teknologi pemeliharaan ulat sutera belum standar 3. Permodalan yang masih sangat terbatas 4. Kegiatan budidaya ulat sutera sifatnya masih sambilan (belum mendapat perhatian yang serius) 5. Pemasaran, kurang usaha promosi dan mutu produk masih rendah menyebabkan kurang keberanian menembus pasar luar negeri, disamping harga yang tidak dapat bersaing.
Manfaat Persuteraaan Alam Gambar: Lincah Andadari dan Sugeng Pudjiono
Buku Seri Iptek V Kehutanan
85
C. Peluang pemasaran komoditas sutera alam Permintaan pasar produk sutera baik pasar domestik maupun pasar ekspor dari tahun ke tahun cenderung meningkat, seiring dengan semakin bertambahnya penduduk serta membaiknya perekonomian dunia. Perkembangan kebutuhan benang sutera dunia meningkat dari tahun 2002 sebesar 92.742 ton dan pada tahun 2005 mencapai 118.000 ton, meningkat 27% (Depperin, 2006). Indonesia sendiri membutuhkan benang sutera sebanyak 900 ton/tahun, namun tahun 2012 hanya terpenuhi 19,05 ton (Anton, 2013). Padahal indonesia memiliki kekayaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang melimpah sehingga memiliki peluang besar untuk mengisi pasokan bahan baku benang sutera dan kokon (mengembangkan persuteraan alam), baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun global.
86
D. Hal-hal yang diperlukan : Untuk meningkatkan daya saing industri sutera, berbagai kelemahan yang dimiliki harus dapat diatasi, misalnya dengan membangun kerjasama dengan industri/ lembaga terkait, untuk itu dalam meningkatkan persuteraan alam perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman murbei serta peningkatan produktivitas murbei 2. Peningkatan produksi bibit ulat sutera dengan menerapkan teknik produksi bibit dan pengendalian hama/penyakit, memperbaiki sistim penyaluran bibit ulat sutera dari unit produksi ke konsumen, melaksanakan sertifikasi bibit induk dan bibit ulat sutera F1, memperbaiki sistim pemeliharaan ulat sutera serta mengusahakan kemudahan-kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi, 3. Meningkatkan kualitas tenaga pelaksana melalui pelatihan/kursus, embantu permodalan petani untuk pembukaan lahan dan pembangunan rumah ulat. 4. Meningkatkan keterampilan petani tentang budidaya ulat sutera melalui studi banding, training/ pelatihan sutera. 5. Kegiatan pemeliharaan ulat sutera dan produksi kokon di Indonesia dapat dilaksanakan 8-10 periode per tahun, sehingga diharapkan mampu menyediakan dan memenuhi kebutuhan dunia akan kokon dan benang sutera. Badan Litbang Kehutanan telah memiliki hibrid BS-08 dan BS-09. Hibrid BS-08 mempunyai rasio kulit kokon tertinggi mencapai 25% serta persentase serat tertinggi mencapai lebih dari 20%. BS-08 dan BS-09 tersebut sudah dilepas Menhut tahun 2004 sedangkan BS-09 sudah diproduksi menjadi bibit komersil. Hibrid ulat sutera dan murbei unggul hasil penelitian tim peneliti
Buku Seri Iptek V Kehutanan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan Kementerian Kehutanan (Pusprohut) telah dilaunching melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 793/MenhutII/2013 untuk murbei hibrid SULI-01 dan Nomor SK.794/Menhut-II/2013 untuk ulat sutera hibrid PS01.
Tantangan • Usaha pengembangan persuteraan alam di Indonesia saat ini belum berkembang sesuai dengan yang diharapkan, oleh karena itu diperlukan keterpaduan antara indutri hulu dan hilir selain pengembangan persuteraan alam yang lebih mendalam agar produksi dan kualitas per satuan luasnya lebih meningkat dan didapat hasil yang optimal. • Peluang industri dan pemasaran produk sutera yang tidak segera diantisipasi, akan meningkatkan impor spun-silk maupun barang-barang jadi, sehingga mengakibatkan akan semakin tidak dikenalnya sutera Indonesia di pasar dunia dan peluang yang ada akan diambil alih oleh negara-negara yang mempunyai sumberdaya setara Indonesia. • Usaha persuteraan alam juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perekonomian nasional, karena Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk mengembangkan 87 persuteraan alam, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun untuk memenuhi pasar global, untuk itu peran serta Kementerian Kehutanan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, para pemangku kepentingan selaku instansi pembina serta para pemilik modal sangat diperlukan agar keberlangsungan usaha persuteraan alam dapat terus ditingkatkan.
Keterangan Peneliti : Lincah Andadari Unit Kerja : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas (Pusprohut) Surel (E-mail) :
[email protected] Gambar : Lincah Andadari Rincian Informasi : www.forda-mof.org atau litbang.dephut.go.id
Buku Seri Iptek V Kehutanan