Tips Menembus Seminar Publikasi Internasional
dan
UNAIR NEWS – Mengikuti seminar bertaraf internasional merupakan kebanggaan tersendiri bagi kalangan akademisi, baik mahasiswa maupun dosen. Terlebih, bagi mereka yang berstatus staf pengajar. Partisipasi di event akademik berstandar internasional merupakan nilai plus. Meski demikian, untuk menggapainya diperlukan kerja keras. Sebab, kompetisi yang ada didalamnya tentulah kental, tidak sembarang orang bisa menembusnya. “Untuk menempatkan diri dalam seminar internasional, seseorang mesti lebih dulu mengirimkan abstrak penelitian atau konsep pemikiran sebagai persyaratan,” kata Dekan FIB Diah Ariani Arimbi SS., MA., PhD. Perempuan yang menuntaskan program magister di Amerika Serikat ini mengutarakan, abstrak biasanya terdiri dari sekitar 200 hingga 400 kata. Bergantung pada ketentuan dalam pendaftaran seminar tersebut. Nah, pengirim abstrak harus pandai dalam mengolah kalimat. Tujuannya, memampatkan ide yang ingin dicetuskan. Dalam abstrak, terdapat elemen-elemen penting dalam karya yang akan dipresentasikan. Seperti argumen yang jelas, metodologi, hingga hasil yang diperoleh. Yang harus diingat, kata dosen yang mengambil gelar doktor di Autralia ini, bahasa yang dipakai adalah bahasa Inggris khusus untuk penulisan akademik. Panitia seminar biasanya cukup saklek tentang ini. Untuk bisa memahami bahasa yang dimaksud, ada banyak literatur yang dapat dipelajari. Ada begitu jamak link-link internet yang menyediakan informasi tentang ini. Pengetahuan tentang bahasa Inggris khusus penulisan akademik juga mesti dimiliki oleh seseorang yang ingin masuk dalam publikasi internasional. Untuk yang satu ini, calon penulis
publikasi internasional harus menyiapkan lebih banyak hal. Misalnya, karya yang lengkap (tidak hanya abstrak) dan memiliki unsur kebaruan. “Biasanya, reviewer di level internasional itu sangat mempertimbangkan suatu isu yang dinamis di masyarakat,” kata Diah. Misalnya, ada satu isu yang sudah dibahas oleh sejumlah peneliti. Nah, peneliti baru yang ingin karyanya dimuat dalam publikasi internasional, harus mempertimbangkan riset-riset yang sudah ada dan mengisi lubang atau space kosong yang belum terbahas detail oleh peneliti sebelumnya. Dinamika penelitian perlu dijabarkan dengan lebih komplit. Di tempat terpisah, Prof. Dr. Achmad Syahrani, Apt., MS mengungkapkan, publikasi internasional bukan merupakan hal yang mustahil diraih. Kuncinya adalah banyak-banyak membaca dan melakukan penelitian. Wawasan luas seputar topik yang lagi berkembang di dunia sangat diperlukan. “Jangan biarkan diri larut dalam rutinitas sehari-hari yang monoton tanpa penambahan pengetahuan akan dunia luar,” ujar penulis tak kurang dari 31 publikasi internasional ini. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor
: Binti Q. Masruroh
FKH UNAIR Siap Produksi Lebih Dari 20.000 Sperma Beku Sapi UNAIR NEWS – Ahli dan dosen inseminasi buatan pada sapi Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si, diminta untuk memproduksi lebih
dari 20.000 buah semen (sperma) beku untuk disuntikkan pada sapi di sejumlah area di Jawa Timur. Permintaan itu disampaikan oleh Menteri Pertanian RI Amran Sulaiman ketika meninjau produk sapi dan kambing milik Trilas dan tim. Dalam pameran riset Indonesia Research and Innovation Expo (IRIEx) 2016, Trilas dan tim memamerkan enam ekor sapi. Awalnya, ia mendapat ekor sapi pejantan dari Australia jenis Friesian Holstein (FH), Limosin, dan Simental. Sapi pejantan terbesarnya adalah jenis Limousin Guliver berumur 6 tahun dengan berat 1 ton 25 kilogram. Amran mengatakan, produksi semen beku ini adalah inovasi di bidang inseminasi buatan (IB) dan menjadi bagian dari gerakan SIWAB (Sapi Indukan Wajib Bunting). Harapannya, produksi semen beku itu bisa mempercepat swasembada peternakan dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo.
yang
“Kita ada gerakan SIWAB. Tadi mereka (Trilas dan tim, -red) sanggup memproduksi 20ribu semen beku, tapi aku minta tambah (jumlah produksi). Pihak yang akan membeli adalah pemerintah. Pemerintah beli, kemudian dibagikan kepada masyarakat secara gratis. Kami siapkan tahun 2017, kita siapkan 4 juta semen beku untuk rakyat Indonesia,” tutur Amran. Pada tahun lalu, Kementerian Pertanian RI mengalokasikan 25 hingga 30 persen distribusi semen beku di Jawa Timur. Dengan alokasi sejumlah itu, kelahiran ternak oleh teknik IB mencapai 1 juta 50ribu ekor sapi. Jumlah itu merupakan tertinggi dibandingkan provinsi lainnya. “Sehingga kalau UNAIR bisa (memproduksi, -red) lebih besar lagi jumlahnya, lebih dari 20ribu, kami siap serap, dibagikan secara gratis, dan ada pendampingan dari dosen-dosen terbaik dari UNAIR. Kami sudah perintahkan dirjen untuk mengeksekusi,” imbuh Amran. Menanggapi permintaan menteri, Trilas mengatakan bahwa dirinya siap untuk menjalankan perintah tersebut. Bagi Trilas,
produksi semen beku untuk teknik IB bukan pertama kali dilakukan oleh akademisi FKH. Baru-baru ini, sapi berumur enam bulan yang ia kembangbiakkan telah memiliki bobot seberat 300 kilogram. “Kita bikin kayak gini sejak tahun 2001. Sudah 15 tahun kita bekerja. Tentunya, produk kami cukup dikenal para inseminator. Produk ini juga disebar di desa binaan FKH di beberapa kabupaten di Jawa Timur, seperti Banyuwangi, Lamongan, dan Bojonegoro,” terang Trilas. Menurut wacana, sekita 20ribu dosis semen beku itu akan dibagikan terlebih dahulu ke desa binaan sivitas FKH. Produksi semen beku dari pihak pelaku lainnya akan dibatasi demi mengetahui efektivitas produk hasil peneliti UNAIR. “Pak Menteri baru saja memberikan perintah. Sehingga nanti kami akan hitung berapa, di mana saja desa yang bisa menerima kami. Harapannya, nama Airlangga semakin dikenal di masyarakat, dapat membangun masyarakat pedesaan, khususnya peternak menuju ke arah yang lebih baik,” tutur Trilas. (*) Penulis : Defrina Sukma S Editor
: Binti Q. Masruroh
[Podcast] Mahagana UNAIR, Bersatu Demi Membantu Korban Bencana RADIO UNAIR – Tak ada bencana yang tak menyisakan kepingan kesedihan. Tengoklah bencana banjir di Sampang dan Sidoarjo pada medio Februari 2016 lalu. Atau bencana letusan Gunung
Kelud pada pertengahan Februari tahun 2014. Warga yang terdampak bencana berjuang untuk memperbaiki kehidupan mereka sebagaimana sebelumnya. Sebagai bentuk kepedulian terhadap warga terdampak bencana, ada kelompok mahasiswa Universitas Airlangga yang sigap dan tanggap dengan kejadian bencana alam. Kelompok bernama mahasiswa tanggap bencana atau yang biasa dikenal dengan Mahagana UNAIR lahir sebagai badan semi otonom (BSO) tahun 2011 yang dibentuk oleh Badan Eksekutif Mahasiswa UNAIR. Sedangkan, pada tahun 2014, Mahagana telah resmi menjadi badan otonom (BO) baru.
Kegiatan Mahagana. (Foto: Instagram mahagana) Sewaktu masih menjadi BSO, anggota Mahagana UNAIR terdiri dari anggota UKM Wanala (mahasiswa pencinta alam), UKM Menwa (resimen mahasiswa), UKM Pramuka, KSR-PMI, dan BEM UNAIR. Setelah resmi menjadi BO, asal keanggotaan Mahagana pun
bertambah. Kini, mahasiswa dari fakultas yang tidak tergabung dengan keempat UKM itu diperbolehkan bergabung dengan Mahagana UNAIR. Kegiatan Mahagana UNAIR tak jauh-jauh dari pemberian bantuan terhadap warga terdampak bencana. Mereka turut aktif membantu warga dengan berkontribusi di area dapur umum, hingga evakuasi wargaa. Mahagana UNAIR juga memiliki program preventif terhadap warga yang tinggal di lokasi rawan bencana. “Salah satu desa siaga yang sudah terdeteksi oleh tim Mahagana UNAIR adalah Desa Ranupani yang terletak di lereng Gunung Semeru. Desa Ranupani termasuk dalam zona bahaya karena letaknya berada di daerah aliran lahar Gunung Semeru,” tutur Lyntar. Ingin tahu selengkapnya tentang Mahagana UNAIR? Simak wawancara kru Radio UNAIR bersama Mahagana UNAIR. Penulis: Faridah Hari Editor: Defrina Sukma S
Virus-Virus yang Menjangkiti Generasi Muda Indonesia Indonesia merupakan negara terpadat keempat didunia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa. Berdasarkan data CIA World Facthbook tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia sekitar 27,3 % berusia 0-14 tahun, 66,5 % berumur 15-64 tahun, dan 6,1 % berumur 6,1 %. Hal ini menunjukkan begitu besar jumlah usia produktif di negeri ini. Sehingga, tidak salah bila pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia yaitu tahun 2045, Indonesia
diprediksikan menjadi salah satu negara termaju di dunia. Namun, sungguh sangat mengejutkan terhadap apa yang terjadi pada generasi muda Indonesia saat ini. Seolah budaya konsumtif dan materialistik sudah menjamur dan mengikis budaya khas Indonesia seperti berke-Tuhanan, gotong royong, sopan santun hingga berbagai hal yang telah tercantum dalam nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hal inilah yang sedang menjangkit di generasi muda, dan itulah Sindrom. Ada tiga gejala yang menandakan hal ini. Yaitu, adanya virus Triavialism: suatu penyakit yang menjangkit generasi muda untuk selalu bersenang-senang dan melakukan hal-hal yang menghiburnya saja tanpa memikirkan nilai edukatif didalamnya. Lalu, virus Cinderella: suatu penyakit yang inginnya selalu instan dan praktis tanpa ingin berlelah-lelah terlebih dahulu. Muaranya, mengakibatkan virus yang ketiga. Yaitu, virus NEET (No Education, Employee, and Training). Hal ini pun didukung dengan berkembangnya media yang seolah hanya menayangkan hal-hal yang bersifat menghibur tanpa ada suatu edukasi didalamnya. Maka tak segan-segan Presiden Indonesia saat ini yaitu Ir. Jokowi menegur media saat ini terutama televisi. Ada ungkapan baru mengatakan, “Tontonan jadi tuntunan dan Tuntunan jadi Tontonan”. Sebagian generasi muda ketika ditanya apa cita-citanya, langsung menjawab ingin jadi artis, penyanyi, dan lainnya yang bisa masuk tv dan gajinya tinggi. Seolah menjadi artis adalah cita-cita tertinggi. Padahal yang dikatakan orang besar adalah bukan mereka yang besar gaji atau tinggi jabatannya. Melainkan, mereka yang mampu mendedikasikan dirinya, ilmunya, ketrampilan hingga jiwanya untuk mengabdi pada masyarakat. Teknologi Menjauhkan Yang Dekat Seolah-olah, semakin maju suatu zaman, teknologi dan ilmu pengetahuan, semakin manusia meninggalkan sifat fitrahnya sebagai makhluk sosial. Mereka lebih asyik ngobrol, update
status ataupun hanya lihat status media sosial dibandingkan dengan berbicara atau berdiskusi dengan orang disekitarnya. Atau, melihat fenomena disekitarnya dan memberikan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Apakah ini yang dimaksud, “Menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh”. Apalagi, pasar-pasar tradisional pun mulai ditinggalkan berganti pasar modern. Seolah tak ada lagi kesempatan untuk tawar menawar secara langsung, bertemu dengan beragam orang tuk saling mengenal, menyapa bahkan mendoakan satu sama lain. Yang semua itu sejatinya semakin membuat kedekatan hati dan kerekatan persahabatan serta persaudaraan antar sesama. Mari bebaskan diri dari belenggu-belenggu diri dan berbagai sindrom atau virus di atas. Karena, Indonesia adalah bangsa pejuang. Bukan bangsa yang bermalas-malasan dan pasrah dengan keadaan. Seperti satu slogan yang terus leluhur gemborkan dulu, “Merdeka atau Mati”. Imam Syafi’i pun telah mengajarkan, “Tidaklah mungkin orang yang punya mimpi dan bercita-cita besar hanya duduk berpangku tangan. Tinggalkanlah watan dan kenyamanan maka kau akan menemukan gantinya karena kenikmatan hidup didapatkan setelah kau melewati kelelahan”. Begitupun pepatah lama mengajarkan, “Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian. Bersakitsakitlah terlebih dahulu, dan bersenang-senanglah kemudian”. Jadikan hidup penuh dengan pengorbanan. Semakin menjadi hartawan, semakin pula bertambah dermawan. Semakin terkenal, maka ia pun semakin menjadi teladan. Semakin tinggi suatu jabatan, semakin kebermanfaatan dan kemaslahatan yang selalu dipikirkan. Satu ungkapan lama lagi yang mulai terlupakan, “Bersatu kita teguh, bercerai kita berantakan”. Mari hidupkan gotong royong, bantu membantu satu sama lain. Karena, itulah pengabdian. Bukan banyaknya gaji ataupun upah yang didapatkan. Bukan pula seberapa banyak media yang meliput. Namun, satu yang selalu
diniatkan. Yaitu, mendapat keberkahan. Juga, keikhlasan yang selalu diperjuangkan. (*)
UNAIR Siap Laksanakan Computer Based Test Tahun Ini UNAIR NEWS – Computer Based Test (CBT) akan mulai diterapkan tahun ini, baik untuk Ujian Nasional (UN) maupun Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Kebijakan metode CBT ini dirasa lebih efisien dari segi waktu dan biaya. UNAIR merupakan salah satu perguruan tinggi yang dipercaya pemerintah untuk melaksanakan SBMPTN dengan metode CBT. Jumat (18/3) tiga panitia pusat pelaksanaan SBMPTN CBT melakukan visitasi ke UNAIR. Tujuan dari visitasi ini adalah memastikan kesiapan UNAIR untuk melaksanakan SBMPTN dengan metode CBT. Peninjauan dilakukan ke tiga fakultas di UNAIR, yaitu Fakultas Keperawatan (FKp), Fakultas Kedokteran (FK), dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Seperti yang dijelaskan oleh Djoko Adi Prasetyo, Drs.,MSi., selaku koordinator pelaksanaan ujian SBMPTN CBT UNAIR, UNAIR telah menyiapkan 350 unit komputer, ditambah dengan 60 unit komputer cadangan. 350 unit tersebut terbagi atas tiga fakultas, yaitu FK 200 unit komputer dengan 35 komputer cadangan; FEB 100 unit komputer dengan 20 komputer cadangan; dan FKp 50 unit komputer dengan 5 komputer cadangan. “Untuk pelaksanaan CBT, sesuai dengan perintah rektor kami telah menyiapkan perangkat komputer yang kita miliki. Disiapkan kurang lebih 350 komputer dan 60 komputer cadangan. Berapa yang akan dipakai, nanti bergantung keputusan pusat. Secara fisik, UNAIR siap untuk melaksanakan ujian SBMPTN
dengan metode CBT,” tutur Djoko Adi. Prof Dr. Hasnawi Haris, M.Hum. selaku peninjau pusat menuturkan, berdasarkan peninjauan yang telah dilakukan di tiga fakultas di UNAIR, UNAIR termasuk perguruan tinggi yang layak untuk melaksanakan SBMPTN metode CBT. “Kita menganggap tiga tempat yang disediakan oleh UNAIR, baik FKp, FK, dan FEB, UNAIR termasuk yang layak. Namun walau bagaimanapun harus divisit. Nanti pengumuman yang menentukan apakah UNAIR memenuhi syarat dan layak untuk digunakan ujian model CBT,” tutur Prof Hasnawi. Setelah peninjauan ke berbagai perguruan tinggi selesai dilakukan, akan ada pengumuman untuk memastikan perguruan tinggi mana saja yang berhak menyelenggarakan CBT. Termasuk apakah UNAIR memenuhi syarat untuk melaksanakan CBT tahun ini. “Setelah peninjauan ini akan ada pengumuman untuk memastikan apakah UNAIR memenuhi syarat untuk melaksanakan CBT tahun ini. Setelah itu akan ada lagi catatan-catatan kecil yang kita buat. Kalau ada yang kurang, akan kita informasikan kepada UNAIR, apa yang harus kita perbaiki terkait dengan kesiapan UNAIR untuk menyelenggarakan CBT,” tutut guru besar dari Universitas Negeri Makassar (UNM) itu. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh
Ketahui Cara dan Waktu yang Tepat Berolahraga UNAIR NEWS – Olahraga adalah bagian dari kebutuhan hidup. Dengan berolahraga, kebugaran, kesehatan, dan bentuk tubuh
akan terjaga. Namun, barangkali belum banyak orang yang mengetahui cara dan waktu yang tepat dalam berolahraga. Jangan khawatir UNAIR NEWS akan memberikan tips berolahraga yang sehat yang disampaikan oleh dr. Irfiansyah, M.Si, selaku staf pengajar pada Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universsitas Airlangga. Simak tipsnya berikut ini: 1. Hindari olahraga pada malam hari Kesibukan atau tuntutan gaya hidup pada masyarakat jaman modern tak bisa dipungkiri. Akibat kesibukan, ada sebagian orang yang baru sempat melakukan olahraga pada malam hari. Padahal, waktu yang tepat untuk berolahraga adalah pagi hari karena oksigen masih banyak untuk dihirup. Sedangkan, pada sore hari, polutan sudah menumpuk di udara. Selain itu, tiap individu manusia memiliki irama sirkadian atau jam biologis yang berkaitan dengan sekresi hormon-hormon di dalam tubuh. Hormon melatonin adalah hormon yang berfungsi sebagai antioksidan dan mengontrol tidur. Sekresi hormon melatonin akan berlangsung mulai pukul sembilan malam. Sehingga, manusia harus berhenti beraktivitas berat termasuk berolahraga 2 – 3 jam sebelum jarum jam menunjukkan pukul 9 malam. Apabila jadwal pagi hari memang cukup padat, dr. Irfinsyah mengatakan, olahraga pada malam hari sesekali boleh dilakukan. 2. Atur frekuensi dan intensitas Olahraga memang dibutuhkan tubuh, namun memforsir tubuh dengan waktu olahraga yang cukup lama juga tidak baik. Pengajar Ilmu Faal itu mengatakan, berolahraga demi menjaga kesehatan tubuh berpedoman pada empat prinsip, yaitu FITT (frequency, intensity, time, type). Seseorang dianjurkan untuk berolahraga dengan teratur dan terukur setidaknya tiga kali dalam seminggu. “Jadi, ada jeda
waktu antara olahraga dan istirahat, baik itu untuk olahraga kardiovaskuler, atau olahraga angkat beban. Pada olahraga angkat beban, otot akan tumbuh pada saat tubuh beristirahat,” tutur dr. Irfinsyah. Perhatikan pula dari aspek intensitas. Berolahragalah secara sub-maksimal. Usai berolahraga, biasanya orang akan menghitung denyut nadi sebagai patokan. Batas sub-maksimal adalah 65 – 85% dari hasil perhitungan rumus. Rumus yang digunakan adalah 220 dikurangi usia. Contohnya, remaja berusia 20 tahun, maka batas maksimal denyut nadinya adalah 200 kali per menit. Maka rentang ideal denyut nadi sub-maksimal remaja tersebut adalah 130 – 160 denyut per menit. 3. Pilih jenis olahraga sesuai kesukaan Pilihlah jenis olahraga yang bisa membuat Anda merasa senang ketika melakukan. “Percuma kalau olahraga tapi malah bikin stress,” tutur dr. Irfinsyah. Penulis: Akhmad Janni Editor: Defrina Sukma S
Alumni Miliki Peran Sentral Tingkatkan Reputasi UNAIR UNAIR NEWS – Acara temu perwakilan alumni dengan pihak manajemen UNAIR berlangsung hangat Selasa malam lalu (16/2). Kegiatan yang dihelat oleh Pusat Pembinaan Karir dan Kewirausahaan (PPKK) tersebut dilaksanakan di Royal Kuningan, Jakarta. Terdapat enam puluh undangan yang disebar. Sedangkan yang hadir berkisar di angka delapan puluh orang. Artinya, antusiasme alumni untuk mengikuti event itu tergolong besar.
Hadir sebagai pembicara Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh. Nasih SE., MT., Ak., Ketua BPP Badri Munir Sukoco PhD, dan Ketua PPKK Dr drg Elly Munadziroh M.S,. Para alumni yang hadir antara lain berasal dari FIB, FISIP, FH, dan Fakultas Psikologi. Tampak pula Dekan FISIP, Dekan FIB, Wadek FH dan Wadek Fakultas Psikologi. Dalam kesempatan itu, Badri menyampaikan tentang sejumlah target yang ingin dicapai oleh UNAIR. Semua itu terkait keinginan untuk menjadi World Class University. “UNAIR pasti sanggup mencapai target tersebut. Meski memang, pasti butuh proses,” kata dia. Sementara itu, Elly mengutarakan soal betapa strategisnya peran alumni dalam mendongkrak reputasi kampus. “Semua orang sudah tahu, alumni UNAIR selalu mengisi posisi strategis di berbagai ranah dalam aspek manajerial. Mulai birokrasi, bisnis, dan sebagainya,” urai dia. Rektor UNAIR Moch Nasih membenarkan, para alumni memiliki peran sentral untuk memajukan kampus. Alumni harus hadir di tengah civitas akademika. Khususnya, di antara mahasiswa. Misalnya, sebagai dosen tamu. Nanti, alumni akan berbagi informasi tentang peluang usaha atau berkarir, kondisi dunia kerja kekinian, dan lain sebagainya. Termasuk, membuka peluang bagi mahasiswa untuk magang di tempat-tempat yang prospektif. “Kita juga mesti memaksimalkan fungsi teknologi informasi dan komunikasi,” kata Prof Nasih. Di pertemuan yang berjalan gayeng dan penuh keakraban itu, para alumni dengan bebas menyampaikan kritik, saran dan masukan untuk kampus. Salah satunya, tercetus ide untuk menjadikan kantor UNAIR di Jakarta sebagai “base camp” alumni. Dengan demikian, mereka memiliki wadah khusus bila ingin berjumpa dan melakukan diskusi. Rektor menyambut baik gagasan ini. Semua aspek untuk mendukung realisasi saran tersebut segera dipersiapkan. Secara umum, para alumni bertekad memajukan UNAIR. “Kami siap
bersinergi dengan kampus untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik,” kata Mas Haryono, salah satu alumni yang hadir. Di akhir acara, Rektor menyerahkan T-Shirt berlabel UNAIR pada para alumni. (*) Penulis: Taufiq Editor: Rio F. Rachman
Rektor UNAIR Ajak Calon Mahasiswa Termuda Berbincang UNAIR NEWS – Salah satu yang menarik perhatian dalam proses pendaftaran ulang calon mahasiswa baru Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Airlangga Convention Center, Universitas Airlangga, Selasa (31/5), adalah kehadiran Rania Tasya Ifadha. Gadis berusia 15 tahun itu berhasil diterima pada program studi S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, UNAIR, tahun angkatan 2016. Rania jauh-jauh datang dari Semarang, Jawa Tengah, ke UNAIR dengan didampingi oleh ibunda tercinta, Suhartini. Mereka tiba di Surabaya sejak Senin (30/5), dengan diantar sang ayah Hasanudin. Namun, sang ayah tidak bisa menemaninya daftar ulang karena harus bergelut dengan pekerjaannya sebagai pelayar. Di hadapan ribuan calon mahasiswa baru UNAIR, Rektor Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, mengundang Rania dan ibunda untuk sejenak berbincang. “Saya undang calon mahasiswa baru Universitas Airlangga yang lahir pada bulan Februari tahun 2001. Berarti dia baru berusia 15 tahun dan diterima di Fakultas Kedokteran,” undang Rektor UNAIR yang disambut dengan tepukan tangan hadirin.
Rania menuturkan, tekad menjadi dokter sudah tertanam sejak ia masih kecil. Ia tak ingin profesi dokter hanya sebatas citacita. Rania juga berkeinginan untuk hidup mandiri dan bersekolah di luar provinsi tempat ia tinggal. Setelah mendengar reputasi prodi S-1 Pendidikan Dokter FK UNAIR yang baik, maka ia memutuskan untuk mendaftar pada prodi tersebut. “Pertama sih, ada tekad dalam diri sendiri. Dari kecil saya ingin menjadi dokter, apalagi Pendidikan Dokter UNAIR memiliki akreditasi A. Selain memang udah minat, saya juga ingin mencoba ke tempat lain yang jauh dari rumah,” cerita Rania. Setelah diterima di FK UNAIR, Rania berharap agar ia bisa menjalani kuliah dengan lancar dan bisa menjadi dokter yang baik bagi masyarakat. “Semoga saya bisa menjadi dokter yang baik, menjalankan amanah, dan bisa membantu orang,” imbuh Rania. Sejak usia dua tahun, Rania sudah duduk di bangku PAUD (pendidikan anak usia dini). Kemudian pada usia lima tahun, Rania mulai belajar di bangku sekolah dasar (SD). Ketertarikannya pada program kelas akselerasi dimulai sejak ia diterima di salah satu sekolah menengah pertama di Semarang. Pada saat itu, ibunya mencoba memantik minat Rania untuk mendaftar pada program kelas akselerasi. “Waktu SD-nya belum akselerasi. Pas SMP, saya ingin mencoba. Alhamdulillah, keterima. Kok, SMA ingin lagi. Ya saya daftar,” cerita Rania dengan didampingi ibunda. Dalam kesempatan wawancara bersama wartawan, Rektor UNAIR mengatakan pihaknya tak akan memberikan perlakuan khusus secara akademik maupun finansial kepada Rania. “Kalau perlakuan khusus, nanti dikira diskriminasi. Rania juga membayar tergantung UKT juga. Kalau berasal dari keluarga kaya, ya, berarti termasuk kelompok UKT VII,” canda Rektor UNAIR. Namun, Prof. Nasih tidak menampik akan memberikan bantuan
psikologis kepada Rania, mengingat usianya yang masih amat belia tapi sudah akan menjalani kuliah. Menurut Prof. Nasih, hal ini wajar karena berdasarkan usia Rania, ia seharusnya masih belajar di bangku SMP. Prof. Nasih juga mengingatkan kepada Rania agar dirinya aktif bersosialisasi dengan rekan-rekan mahasiswa lainnya. “Di perguruan tinggi, tidak hanya sebatas kemampuan akademik yang ditonjolkan, maka Rania nanti perlu menyeimbangkan diri dengan cara berorganisasi, dan pelatihan. Kalau akademik, saya sudah yakin dengan kemampuan Rania. Ada bidang lain yang juga perlu ditekuni,” pesan Rektor. (*) Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh
Belajar Fenomena Alam, Instrumentasi sampai Medis di Fisika UNAIR UNAIR NEWS – Memahami cara alam semesta bekerja. Itulah yang mendasari ilmu Fisika lahir dan banyak dipelajari oleh sivitas akademika hingga sekarang. Ilmu Fisika menjadi salah satu disiplin akademik yang paling tua sampai saat ini. Nicolaus Copernicus, misalnya, ia berhasil menciptakan teori heliosentris. Sekitar dua abad kemudian, teorinya dibenarkan oleh Sir Isaac Newton yang juga penemu percepatan gravitasi bumi. Di dalam fisika modern, ada pula Albert Einstein yang mengemukakan teori relativitas khusus. Apa rumusnya yang banyak dikenal? Ya, E=mc 2 . Ada pula Stephen Hawking yang dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama
teori-teorinya mengenai kosmologi, lubang hitam, gravitasi kuantum, dan radiasi Hawking. Dalam perkembangannya, Fisika tak hanya mempelajari tentang gejala alam tetapi juga sudah menyentuh ranah instrumentasi, material hingga tubuh manusia yang selama ini baru disentuh oleh bidang medis. Tanpa meninggalkan teori dasar, keduanya – baik hal dasar maupun aplikatif – sama-sama dipelajari, khususnya bila kamu melanjutkan studi di program studi S-1 Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. “Fisika itu ada yang Fisika fundamental yang mempelajari Fisika betul, ada yang aplikasi. Yang aplikasi ini yang bisa diperlukan di industri maupun kedokteran atau medis. Sebetulnya, Fisika itu mempelajari konsep dasar gejala alam. Jadi, semua gejala alam itu dipelajari sama Fisika. Kurikulumnya mencakup sains dan aplikasi,” tutur Koordinator Prodi S-1 Fisika Prof. Dr. M. Yasin, Drs., M.Si, ketika diwawancarai. Di Fisika UNAIR, terdapat empat kelompok peminatan. Ada minat Fotonika yang berkonsentrasi ke cahaya atau sumber radiasi, dan serat optik. Ada pula Fisika Material yang mempelajari karakteristik material, baik biomaterial maupun non-material, teori-teori partikel, dan nanoteknologi. Ada Fisika Komputasi yang membuat permodelan atas fenomena fisis. Ada pula Fisika Instrumentasi yang membuat instrumen-instrumen untuk keperluan medis seperti ECG (electrocardiography), maupun keperluan nonmedis. Di samping mempelajari teori-teori dasar dalam mata kuliah Fisika I dan II, atau Fisika Kuantum seperti di perguruan tinggi lainnya, ada sejumlah mata kuliah pilihan yang merupakan muatan lokal. Adanya muatan lokal itulah yang menjadi ciri khas prodi S-1 Fisika UNAIR. Ciri khas itu dipengaruhi oleh citra UNAIR yang dikenal sebagai perguruan tinggi pusat ilmu kesehatan. Ciri khas itu
bisa ditemui melalui mata kuliah-mata kuliah seperti Biofisika, Fisika Kedokteran, Biomaterial, Biofisika Lanjut, serta Instrumentasi dan Sinyal Medis. “Yang khusus, aplikasi di bidang medis, biomaterial implan tulang, di prodi lain mungkin tidak ada. Fotonika bidang medis, misalnya untuk OCT seperti CT Scan, ini sumber cahaya optik. Itu yang spesifik di program Fisika. Istilahnya, life science tapi nuansanya medis,” Yasin.
untuk dalam pakai studi tutur
Lalu, bagaimana dengan non-medis? Meski tak banyak, ada pula mahasiswa-mahasiswa Fisika yang melakukan praktik kerja lapangan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) selama beberapa minggu. Di bidang aplikasi industri, prodi S-1 Fisika UNAIR memiliki kerjasama dengan Sekolah Tinggi Energi dan Mineral Migas (STEM Akamigas), Cepu. Di sana, sivitas akademika Fisika UNAIR memiliki kerjasama suatu aplikasi di kilang minyak untuk mengukur level ketinggian tangki bahan bakar minyak, aliran, serta pengaruhnya terhadap suhu. Dengan adanya peminatan yang beragam, diharapkan para calon mahasiswa S-1 Fisika UNAIR bisa mengetahui alternatif apa saja yang bisa ditekuni ketika menjalani studi. Masuk ke Fisika memang tak harus menjadi fisikawan seperti Copernicus, Newton, Einstein maupun Hawking. Tetapi, kamu bisa mengaplikasikan ilmu alam baik di bidang medis maupun industri. “Dengan masuk Fisika UNAIR, maka lulusannya idealnya jadi ilmuwan. Tapi tidak semua jadi ilmuwan. Artinya, masuk Fisika bisa melanjutkan studi yang lebih tinggi karena beasiswa banyak. Serta siap masuk dunia kerja di bidang medis maupun industri,” ujar Yasin mengakhiri. (*) Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan
Pengenalan Ke-UNAIR-an Mahasiswa PDD Banyuwangi Berakhir UNAIR NEWS – Serangkaian kegiatan Viva Outer Division (VOD) 2016, sebagai kegiatan orientasi pengenalan kampus kepada bahasiswa baru khas PDD UNAIR Banyuwangi, berakhir sudah pada Minggu (18/9) kemarin. VOD 2016 ini dilaksanakan setiap hari Sabtu sejak tanggal 3 September. Sebanyak 200 mahasiswa baru PDD UNAIR Banyuwangi aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri, Keluarga Mahasiswa (KM) PDD UNAIR Banyuwangi. Kegiatan ini dilaksanakan di sekitar wilayah kampus PDD UNAIR di Banyuwangi. Menurut Ketua Pelaksana kegiatan, Ta’arrufi Asmaul Khusnah (20), kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan kehidupan di dalam kampus dan sekitarnya, untuk mengetahui alur birokrasi di dalam kampus, dan mengenalkan berbagai Ormawa (Organisasi Mahasiswa) maupun Komikat (Komunitas Minat dan Bakat) yang ada di PDD UNAIR Banyuwangi kepada mahasiswa baru. ”Selain itu juga untuk menambah keakraban antar-angkatan, mengenalkan potensi yang ada di Banyuwangi, menjelaskan etika komunikasi kepada civitas akademika, serta memahami penerapan nilai-nilai Excellent with Morallity yang diharapkan kelak akan membentuk soft skill dan hard skill mahasiswa baru guna menunjang kegiatan belajar mengajar yang akan mereka jalani,” kata Ta’arrufi, mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat angkatan 2014 ini. Sebagaimana diketahui, Universitas Airlangga telah menjadi cikal-bakal dari beberapa universitas terkemuka di Indonesia,
termasuk di dalamnya Universitas Udayana di Bali, Universitas Negeri Malang di Kota Malang, dan kini UNAIR kembali mendapat mandat untuk merintis universitas baru di ujung timur pulau Jawa yaitu di Kabupaten Banyuwangi. Selama tiga tahun ini UNAIR telah mendapat mandat resmi dari Dikti dan Pemkab Banyuwangi untuk mengelola pendidikan diluar domisili (PDD) di Banyuwangi. Pada bulan September ini pula, kampus PDD UNAIR Banyuwangi telah selesai secara resmi menerima mahasiswa baru angkatan ketiga. Mereka akan belajar, sama seperti mahasiswa UNAIR di Surabaya. Menurut Bintang, mahasiswa baru PDD UNAIR Banyuwangi angkatan 2016, meski lokasinya cukup jauh dengan kampus induk di Surabaya, tetapi mahasiswa baru di kampus PDD UNAIR Banyuwangi sama-sama diajak untuk tetap memupuk rasa ke-UNAIR-an dalam dirinya. Termasuk juga penanaman nilai-nilai excellent with morality yang dirangkum dalam acara Viva Outer Division (VOD) 2016 ini. ”VOD sebagai kegiatan orientasi khusus bagi mahasiswa baru PDD Banyuwangi ini bagus sekali, sekaligus kegiatan kaderisasi bagi mahasiswa baru,” kata Bintang. (*) Penulis: Siti Mufaidah Editor: Bambang Bes