TINJAUAN PUSTAKA Ternak Sapi Potong Sulistia, 2007 menjelaskan bahwa sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan di budidayakan di Indonesia dalam waktu yang sangat lama, sehingga sudah mempunyai ciri khas tertentu. Sapi Bali (Bos sondaekus) merupakan sapi potong asli Indonesia, sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (PO). (Anggorodi, 1984) menjelelaskan bahwa di Indonesia terdapat beberapa jenis sapi dari bangsa tropis, beberapa jenis sapi tropis yang sudah cukup popular dan banyak dikembang biakan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Sapi Bali, 2. Sapi Madura, 3. Sapi Ongole, 4. Sapi American Brahman. Pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara ekstensif, semi intensif, dan intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberi pakan sebaik mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan secara ekstensif sapi-sapi dilepas dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari (Rahardi, 2003). Dijelaskan oleh (Sembiring et al, 2002) sektor peternakan sejak awal masa pembangunan merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh besarnya penduduk yang tinggal di pedesaan dan berprofesi sebagai peternak. Pertumbuhan Ternak Sapi Pertumbuhan pada hewan merupakan satu fenomena universal yang bermula dari telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan menjadi dewasa. Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan pengukuran bobot badan yang dilakukan dengancara penimbangan, (Tillman et al, 1991). Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan- jaringan pembangun seperti urat daging, tulang otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan zat - zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni, (Tilman et al, 1991). Proses pertumbuhan ternak sapi digambarkan dalam kurva berbentuk seperti huruf ” S”, kurva ini menunjukan saat pembuahan berlangsung, kelangsungan lambat, dan menjadi agak cepat pada saat menjelang kelahiran. Sesudah pedet lahir pertumbuhan semakin cepat, hingga
Universitas Sumatera Utara
usia penyapihan dan usia pubertas masih bertambah pesat. Akan tetapi dari usaha pubertas hingga usia dijual laju mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa dan akhirnya pertumbuhan berhenti. Perkembangan usaha peternakan di Provinsi Aceh sampai saat ini masih relatif rendah tingkat kemampuan pasokan produksi ternak dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan hasil ternak yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan wilayah Provinsi Aceh menjadi salah satu pasar hasil ternak yang sangat terbuka bagi wilayah lain. Pemenuhan kebutuhan daging sapi banyak dipenuhi dari daerah lain seperti Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Potensi pengembangan komoditas peternakan di Provinsi Aceh sangat besar, mengingat kapasitas produksi yang masih sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh tahun 2006 dan 2007, ratarata peluang bisnis peternakan di Provinsi Aceh sebesar 46%. Salah satu komoditas peternakan unggulan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Provinsi Aceh adalah sapi potong. Kapasitas Produksi daging sapi tahun 2007 di Provinsi Aceh sebesar 5.277.864 kg sedangkan kebutuhan akan daging sebesar 6.877.800 kg, berarti sebesar 1.599.936 kg (23,26%) daging sapi belum terpenuhi. (Diskeswan, 2002) Karakteristik Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng Bibos banteng dan merupakan sapi asli pulau bali (Panjono, 2004). Ditinjau dari taksonominya, sapi bali termasuk family Bovidae yang memiliki keunggulan sebagai berikut : 1.
Persentase karkas tinggi
2.
Memiliki daya cerna pakan yang baik
3.
Dapat hidup dilahan kritis
4.
Mudah beradaptasi dengan lingkungan
5.
Kandungan lemak rendah
6.
Fertilitas berkisar 83-86 %
7.
Periode kebuntingan 280-294 hari
8.
Persentase kebuntingan mencapai 86,56 %
Karakteristik Peternak (Miriani, 2011) menyatakan bahwa karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi apa yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik peternak sebagai individu yang perlu diperhatikan untuk melihat apakah faktorfaktor ini akan mempengarihi respon peternak terhadap inovasi. Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang. Kerakteristik ini mendasari tinggkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi lainnya (David, 2006). Pendidikan David (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berfikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Oleh karna itu pendidikan sedikit banyaknya dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan prilaku berdasarkan ilmu dan pengalaman yang sudah diketahui. David (2006) menyatakan bahwa para ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama pengetahuan bagi setiap orang yaitu : (1) Pendidikan informal yaitu proses pendidikan yang panjang diperoleh dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap hidup dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupan dalam masyarakat. (2) Pendidikan formal, yaitu struktur dari sisitem pendidikan/pengajaran yang kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai ke perguruan tinggi. (3) Pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir dari luar pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk mengetahui keperluan khusus seperti penyuluhhan pertanian. Pengalaman Peternak Gitingger (1968) menyatakan bahwa pengalaman beternak akan mempengaruhi kemampuan peternak dalam menjalankan usaha, peternak yang mempunyai pengalaman lebih banyak akan hati-hati dalam bertindak, pengalaman beternak cukup lama akan lebih mudah diberi pengertian. Selanjutnya dijelaskan oleh Sutrisno (2002) menerangkan bahwa pengalaman yang baik, menyenangkan maupun yang mengecewakan berpengaruh pada belajar seseorang. Umur Peternak Umur seorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas peteni maupun peternak dalam mengelola usahanya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berfikir. Makin muda umur petani, cendrung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahanya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas belajar akan naik sampai usia dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.(Ayuni, 2005) umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas belajar akan naik sampai usia dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur. Daryanto ( 2009) menyatakan bahwa kapasitas belajar akan terus naik sejak anak mengenal lingkungan dimana kenaikan tersebut berakhir pada dewasa yaitu 25 tahun sampai 28 tahun, kemudian menurun secara drastis setelah umur 50 tahun.
Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan peternak merupakan satu karakteristik yang dapat mempengaruhi keputusan produksi. Selanjutnya Soetanto (2000) menjelaskan jumlah tanggunga keluarga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak suatu teknologi baru. Rangguti (2002) menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumber daya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu usaha ternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak aktif bekerja. Penambahan populasi Ternak Pakan Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi protein tubuh, sumbernya protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari pakan yang di konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak (Santosa, 2003). Syamsu (2005) menyatakan bahwa ternak ruminansia harus mengkonsumsi hijauan sebanyak 10 % dari bobot badan setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5-2 % dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karna itu hijauan dan sejenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia. Pakan adalah semua bahan yang diberikan dan bermanfaat bagi ternak dan tidak menimbulkan racun dan pengaruh negatip terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus
Universitas Sumatera Utara
berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral
(Sudrajad, 2000).
Ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses pencernaannya berlangsung secara optimal. Sumber utama serat kasar adalah hijauan. Oleh karna itu, ada batasan minimal pemberian hijauan dalam ternak ruminansia. Untuk penggemukan ternak ruminansia miasalnya, kebutuhan mineral hijauan berkisar antara 0,5-0,8 % bahan kering dari bobot badan ternak yang digemukkan (Anggorodi, 1984). Calving Interval Pohan, AC (2004) menjelaskan bahwa Calving interval atau jarak beranak adalah jumlah hari/bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran yang berikutnya. Panjang pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas ternak. Selang beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu kosong ditambah masa kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode produktif menjadi lebih banyak dan lama kebuntingan pada sapi bali sekitar 280-294 hari. Lama kebuntingan dipengaruhi oleh jenis kelamin, iklim, kondisi pakan dan umur induk Panjono (2004), selanjutnya ditambahkan oleh Hardjusubroto (1994) bahwa perkembangan fetus juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh anestrus pasca beranak (62 %) gangguan fungsi ovarium dan uterus (26 %) 12 % oleh gangguan lain (Wiyatna, 2000). Dalam upaya memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas sapi yang mengalami keadaan seperti itu, perlu dilakukan penerapan teknologi reproduksi secara terpadu antara induksi birahi dan ovulasi dengan Insiminasi Buatan (IB).
Performans
reproduktivitas yang tinggi pada sapi bali ditandai dengan aktivitas ovarium dan perkawinan kembali kurang dari 2 bulan sesudah beranak (Ayuni, 2005). Sehingga memberikan tingkat efisien reproduksi yang blebih baik dibandingkan dengan sapi PO
(Tanari, 1999).
Selanjutnya (Sutardi, 1997) menyatakan bahwa sapi bali rela mengorbankan anaknya dengan cara meminimkan produksi susunya agar aktifitas reprokuksinya (siklus birahi) aktif kembali setelah melahirkan, sedangkan sapi potong lainnya kebalikannya yaitu menghentikan aktivitas reproduksinya dan fokus pada pembesaran anaknya. (Ayuni, 2005). Reproduksi Haryanto (2002) menjelaskan bahwa usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala tersebut adalah masih banyaknya gangguan reproduksi menuju kemajiran
Universitas Sumatera Utara
pada ternak betina, akibatnya, efisiensi reproduksinya akan rendah dan kelambanan perkembangan populasi ternak. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang lebih agar daya reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efisiensi reproduksi tinggi yang diikuti dengan produktivitas ternak yang tinggi pula. Berbagai permasalahan dalam pengembangan sapi potong yaitu : 1) Usaha bakalan kurang diminati para pemilik modal, 2) Keterbatasan pejantan unggul, 3) Ketersediaan pakan tidak kontinyu, 4) Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan kurang efektif, 5) Efisien reproduksi masih rendah dengan jarak beranak yang panjang (Pohan, 2004). Produksi Tingkat produksi rendah akibat faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum memadai, serta pakan yang tersedia. Pada umumnya ternak sapi yang dipelihara terdiri dari beberapa tujuan sehingga produksi ternak sapi per unit rendah, hal ini menyebabkan ternak sapi yang dipelihara terus sampai umur tua, kasus ini akan menyebabkan penundaan pemotongan ternak, terlebih lagi sampai saat ini petani masih menggunakan ternak sapi sebagai tenaga kerja sehingga tidak dapat dipastikan sampai kapan sapi tidak dipergunakan untuk tenaga kerja (Purbowati, 2009) Beberapa faktor yang menyebabkan produksi rendah yaitu : a.
Populasi rendah, karena umumnya sebagai besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam sekala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas.
b.
Produksi rendah, diakibatkan faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum memadai, serta pakan yang masih rendah (Susanto, 2010).
Rasio Pejantan dan Betina Disamping kualitas genetik pejantan, perbandingan pejantan dengan betina sangat mempengaruhi produktivitas. Penentuan antara pejantan dan betina dipengaruhi banyak faktor, antara lain keadaan tofografi padang pengembalaan, umur pejantan, kondisi pasture, pakan dan sumber air yang tersedia dan lama perkawinan. Pakan merupakan faktor penting pada penampilan produksi dan reproduksi sapi terutama pasca beranak, perbandinga jantan dan betina antara 30-60 telah diperaktekan secara luas, (Siregar, 2007) Perbandingan jantan dan betina, jumlah pejantan per satu kelompok perkawinan juga dapat dilakukan untuk meningkatkan daya kompetisi pejantan untuk mengawini ternak betina ataupun sistem rotasi dimana selalu satu ekor pejantan per satuan jangka waktu tertentu. (Santosa, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Mortalitas Kematian merupakan jumlah ternak yang mati tiap periode waktu dibagi dengan jumlah ternak yang hidup diawal periode waktu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian antara lain penyakit, predator, bencana alam dan iklim, (Sofyan, 2003). Regresi Linier Berganda Analisa regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari Varibel sebab akibat. Artinya Variabel yang satu dipengaruhi Variabel yang lain. Besarnya pengaruh variabel ini dapat diduga dengan besar yang ditunjukan oleh koefisien regresi. Persamaan regresi yaitu Y = f( X 1 , X 2 , X 3 , X 4 …….. Xn ) dimana Y = variabel yang dijelaskan ( dependen variabel ) X = variabel yang menjelaskan ( indevenden variabel ) Hubungan Y dan X adalah searah, dimana X akan selalu mempengaruhi Y, dan tidak mungkin terjadi hal yang sebaliknya. Oleh karna itu dalam model development, maka pemilihan variabel Y dan X harus cermat dan benar
(Soekartawi, 1984).
Analisa regresi berganda merupakan salah satu metode regresi untuk mengitemasi α dan β yang disebut dengan metode Ordinary Leas Squars Method (OLS), dengan regresi linier berganda dapat mengedintifikasi hubungan-hubungan yang terjadi antara peubah-peubah bebas dengan peubah tetap. Analisis ini juga dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh peubah bebas tertentu terhadap peubah tetapnya. Dalam penelitian ekonomi dan bisnis, banyak hal yang tidak bisa dikendalikan sehingga regresi berganda sering dibutuhkan untuk menduga pengaruh yang diberikan oleh berbagai peubah secara simultan (Soekartawi, 1984) dalam Daslina 2006. Model umum regresi linier berganda adalah : Yi = α + βX 1 i + β 2 X 2 i + β 3 X 3 i………+ βnXni +εi Dengan α merupakan intercept/ constanta , β 1 , β 2 …….βn koefisien regresi yang mengambarkan pengaruh yang diberikan oleh peubah bebas (X 1 , X 2 , …Xn) terhadap peubah tak bebas (Y), dan ε merupakan galat model yang mengkombinasikan kesalahan pendugaan, sedangkan subscript I menunjukan amatan (responden) ke i Kerangka pemikiran Dalam rangka pengembangan di luar dan di dalam kawasan peternakan terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, maka perlu diketahui masalah apa saja yang terdapat didalamnya sehingga menyebabkan rendahnya penambahan populasi ternak,
Universitas Sumatera Utara
sehingga didapat solusi yang bersifat membangun. Dalam penelitian ini akan mengamati perbedaan yang terdapat di luar dan di dalam Kawasan Peternakan Terpadu yang merupakan kawasan peternakan yang dibiayai Pemerintah Daerah dengan dana, APBN, APBA, dan APBD.
Populasi
Luar kawasan peternakan Terpadu Kec. Linge
Dalam kawasan peternakan Terpadu Kec. Linge
Faktor yang mempengaruhi penambahan populasi
Ternak
Peternak
Dalam kawasan peternakan Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
Luar kawasan peternakan Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
Pakan
Umur
Selang beranak
Pendidikan
penambahan
Jumlah tanggungan
populasi
Pertama birahi Umur pertama beranak
Pengalaman
Mortalitas
Pekerjaa
Faktor
Starategi
Manajemen SWOT Peluang
Ancaman
Kekuatan
Kelemahan
MengetahuiPerbedaan penambahan populasi sapi bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara