TINJAUAN PUSTAKA Taman Hutan Raya Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 Tahun 1990). Taman Hutan Raya (grand forest park) merupakan bentuk pelestarian alam terkombinasi, antara pelestarian eks-situ dan in-situ. Sehingga sebuah Tahura dapat ditetapkan baik dari hutan alam maupun hutan buatan. Namun demikian, fungsi yang jelas sebuah hutan raya adalah sebagai ‘etalase’ keanekaragaman hayati, tempat penelitian, tempat penangkaran jenis, serta juga sebagai tempat wisata (UU No. 5 Tahun 1990). Fungsi Taman Hutan Raya sebagai ‘etalasi’ keanekaragaman hayati dan tempat penyelamatan jenis tumbuhan tertentu, yang mulai langka, terancam hampir mirip dengan Kebun Raya. Namun berbeda dengan Kebun Raya yang bisa mengoleksi tumbuhan dari berbagai daerah, koleksi tanaman dalam Tahura sebagian besar (sekitar 80 %) haruslah tanaman lokal (bioregion) di mana Taman Hutan Raya tersebut berada dan sisanya boleh diisi dengan tanaman dari bioregion lain (UU No. 5 Tahun 1990). Berdasarkan Pasal 36 ayat (1), disebutkan bentuk Pemanfaatan yang dapat dilakukan di Kawasan Pelestarian Alam Taman Hutan Raya adalah untuk kegiatan, (a) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (b) pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi; (c) koleksi kekayaan keanekaragaman hayati; (d) penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam; (e) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
menunjang budidaya dalam bentuk penyediaan plasma nutfah; (f) pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat; dan (g) pembinaan populasi melalui penangkaran dalam rangka pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang semi alami (PP No. 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam ).
Sejarah Tahura
Istilah “Taman Hutan Raya (Tahura)” di Indonesia dikenal sejak tahun 1985, saat diresmikan Taman Hutan Raya Ir. Juanda seluas 590 Ha , kemudian pada tahun 1986 Taman Hutan Raya kedua diresmikan di Sumater Barat dengan nama Taman Hutan Rya Dr.M.Hatta seluas 240 Ha , selanjutnya merupakan Taman Hutan Raya ketiga di Indonesia adalah Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang berlokasi di Provinsi Sumater Utara dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden No.48 Tahun 1988 tanggal 19 November 1988 ( Dinas Kehutan Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 1999/2000). Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara mempunyai luas seluruhnya 51.600 Ha. Secara Administratif kawasan Tahura Bukit Barisan termasuk pada wilayah Kabupaten Karo, Simalungun, Langkat, dan Deli Serdang . Kawasan ini berjarak 76 Km dari Ibu Kota Sumatera Utara (Medan) atau sekitar dua jam perjalanan . Secara Geografis , Kawasan Tahura Bukit barisan terletak pada bagian utara dari wilayah Kabupaten Dati II Karo, bagian selatan dan timur wilayah Kabupaten Dati II langkat dan bagioan barat dari wilayah Kabupaten Dati II Simalungun ( Dinas Kehutan Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 1999/2000).
Universitas Sumatera Utara
Areal Kawasan Tahura Bukit Barisan yang hutannya lebat dan perawan itu, meliputi wilayah Pemerintah Kabupaten Karo seluas 19.805 Hektar, Deli Serdang terdapat 17.150 hektar , Langkat 13.000 hektar dan simalungun 1045 hektar. Seluruh kawasan ini yang luasnya 51.600 hektar itu berasal dari Hutan Lindung 38.273 hektar (74,17%), Taman Nasional 13.000 hektar ( 25,20 %), Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit 200 hektar (0,39%), Cagar Alam Sibolangit 120 hektar (0,23%), dan Taman Wisata Lau Debuk-debuk 7 hektar (0,01%) Masyarakat yang bermukim di sekitar Tahura Bukit Barisan terdiri dari suku Melayu, Karo, Aceh, Jawa, Nias dan Batak. Mata pencaharian penduduk utamanya bertani dan berkebun. Produksi Utamanya adalah sayur-mayur dan buah-buahan.
Kondisi Umum Lokasi Tahura Letak dan luas Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas 51.600. Secara geografis terletak pada 001’16"-019’37" Lintang Utara dan 9812’16"-9841’00" Bujur Timur. ( Siagian ,2012). Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan terletak di empat Kabupaten, yang tersebar di Kabupaten Langkat seluat 13.000 Ha, di Kabupaten Deli Serdang seluas 17.150 Ha, Kabupaten Simalungun 1.645 Ha dan Kabupaten Tanah Karo seluas 19.805 Ha( Siagian ,2012). Berdasarkan fungsinya kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan seluas 51.600 Ha, terdiri dari hutan lindung Sinabung seluas 13.448 Ha, hutan lindung
Universitas Sumatera Utara
Sibayak I seluas 7.030 Ha, hutan lindung Sibayak II seluas 6.350 Ha, hutan lindung Simacik I seluas 9.800 Ha, hutan lindung Simacik II seluas 1.645 Ha ( Siagian ,2012).
Topografi dan Iklim Kawasan Tahura Bukit Barisan umumnya memiliki karakteristik topografi terjal sampai curam dan hanya sebagian kecil bergelombang dan landai. Sebagian besar tanah Tahura Bukit Barisan terdiri dari tanah Litosol, Podsolik, Regosol, dan Andosol. Dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 1.500-4.000 mm/tahun, dengan suhu terendah 160 0C dan tertinggi 320C.( Siagian ,2012).
Gambar 1 . Kondisi Umum Tahura Bukit Barisan
Flora Dan Fauna Jenis flora yang mendominasi kawasan Tahura adalah berbagai jenis tanaman lokal pegunungan maupun yang berasal dari luar. Beberapa jenis tanaman lokal antara lain Pinus merkusii, Altingia exelsa, Schima wallichii, Buklandia populnea, Manglietia glauca, Dacrydium junghuhnii, Podocarpus imbricatus, Dipterocarpaceae, Toona sureni, Casuarinas spp, Palaqium spp, dan lain-lain. Sedangkan jenis yang berasal dari luar antara lain: Pinus carabeae,
Universitas Sumatera Utara
Oinus khasia, Pinus massonia, Pinus insularis, Eucalyptus spp, Cupresus spp, Agathis sp. (Simbolon 1989) Jenis tanaman lain yang terdapat pada kawasan Tahura adalah: Durian, Dadap, Petai hutan, Rambutan, Aren, Rotan, Bambu-bambuan, Kemenyan, Makadamia, Kaliandra, dan Beringin. Dan masih banyak jenis flora yang belum di inventarisasi ( Siagian ,2012).
Sosial Ekonomi Masyarakat Sebagian besar masyarakat yang bermukim di sekitar Tahura Bukit Barisan umumnya suku Karo, Melayu, Aceh dan Batak Toba, dengan mata pencaharian sebagai petani. Dengan produksi utama jenis tanaman holtikultura seperti buah-buahan dan sayuran. Serta banyak jenis tanaman bunga hias dan hasil perkebunan lainnya. Sedangkan sebagian kecil penduduk adalah bekerja sebagai pedagang dan pengusaha.. (Sitepu, 2003).
Obyek Wisata Sebagian dari Kawasan Tahura, terutama sekitar Tongkoh dan Brastagi telah berkembang menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang penting di Sumatera Utara. Faktor penunjang utama sebagai obyek wisata adalah udara yang sejuk, vegetasi alam yang baik dan pemandangan alam yang indah, sumber air dan danau Toba serta budaya yang memikat. Sarana prasarana seperti jalan raya dengan kondisi yang baik dan mulus yang menghubungkan sebagian besar kawasan Tahura, sarana akomodasi dan penginapan, lokasi perkemahan dan jalan setapak dibeberapa kawasan ( Siagian ,2012).
Universitas Sumatera Utara
Sarana akomodasi dan penginapan sudah tersebar disekitar, mulai dari Sibolangit sampai dengan Brantagi baik berupa penginapan sederhana maupun hotel berbintang taraf international. Sebagai jantung utama Tahura Bukit Barisan berada di Tongkoh ( Siagian ,2013). Di Tongkoh ini telah disediakan fasilitas penginapan, ruangan primer, perpustakaan, restoran, panggung budaya, juga aktrasi tunggang gajah, serta sarana karantina satwa. Selain untuk wisata , lokasi Tongkoh juga cocok untuk kegiatan penelitian, olah raga misalnya Lintas Wisata Alam dsb. Kawasan Tahura Bukit Barisan memiliki dua buah Gunung yaitu Gunung Sibayak 2.211 mdpl .
Desa Suka Maju Letak dan luas Desa Suka Maju terletak pada Kecamatan Sibolangit dengan luas 250 Ha yang terdiri dari 3 Dusun yaitu : Dusun I
: Suka Maju
Dusun II
: Batu Sianggeken
Dusun III
: Kuta Bungkai
Adapun batas wilayah desanya adalah: - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bulu Hawar - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ketangkuhan - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ketangkuhan - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cinta Rayat (Pemerintah Kabupaten Deliserdang, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Topografi dan Ketinggian Tempat Desa Suka Maju berada pada ketinggian 647 mdpl, dengan curah hujan 2000 - 3000 mm per tahun dan suhu rata-rata harian 160C – 250C.
Aksesibilitas Jarak dari Desa Suka Maju ke ibukota kecamatan 12 km dan jaraknya ke ibukota kabupaten 35 km serta ke ibukota propinsi 32 km. Waktu yang diperlukan dari desa untuk menempuh ke pusat fasilitas umum terdekat adalah ± 30 menit.
Kependudukan Jumlah penduduk desa 632 jiwa (250 KK). Mayoritas penduduk beragama Kristen dan sisanya beragama Islam dan Katolik. Terdapat tempat ibadah yaitu Gereja, semuanya dalam keadaan baik. Mata pencaharian penduduk Desa Suka Maju umumnya bertani, sebagian Berladang , PNS, berdagang dan beternak (Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2013).
Sosial Budaya Penduduk asli Desa Suka Maju adalah Suku Karo. Masyarakat pendatang cukup paham dan mengerti adat istiadat penduduk desa karena mereka sudah lama mendiami desa ini. Bahkan sudah banyak yang diangkat menjadi Suku Karo. Secara umum, mata pencaharian penduduk adalah bertani (Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2 . Kondisi Umum Desa Suka Maju
Desa Bukum Letak dan luas Desa Bukum terletak pada Kecamatan Sibolangit dengan luas 100 Ha yang terdiri dari 3 Dusun yaitu : Dusun I
: Bukum I
Dusun II
: Rih Pantar
Dusun III
: Silangge-langge
Adapun batas wilayah desanya adalah: - Sebelah Utara berbatasan dengan TAHURA Bukit Barisan - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ketangkuhan - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Martelu - Sebelah Timur berbatasan dengan Negri Gugung (Pemerintah Kabupaten Deliserdang, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Topografi dan Ketinggian Tempat Desa Bukum berada pada ketinggian 928 mdpl, dengan curah hujan 2000 3000 mm per tahun dan suhu rata-rata harian 160C – 250C.
Aksesibilitas Jarak dari Desa Suka Maju ke ibukota kecamatan 10 km dan jaraknya ke ibukota kabupaten 32 km serta ke ibukota propinsi 33 km. Waktu yang diperlukan dari desa untuk menempuh ke pusat fasilitas umum terdekat adalah ± 45 menit.
Kependudukan Jumlah penduduk desa 669 jiwa (220 KK). Mayoritas penduduk beragama Kristen dan sisanya beragama Islam dan Katolik. Terdapat tempat ibadah yaitu Gereja, semuanya dalam keadaan baik. Mata pencaharian penduduk Desa Suka Maju umumnya bertani, sebagian Berladang , PNS, berdagang dan beternak (Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2010).
Sosial Budaya Penduduk asli Desa Suka Maju adalah Suku Karo. Masyarakat pendatang cukup paham dan mengerti adat istiadat penduduk desa karena mereka sudah lama mendiami desa ini. Bahkan sudah banyak yang diangkat menjadi Suku Karo. Secara umum, mata pencaharian penduduk adalah bertani (Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Kondisi Umum Desa Bukum
Potensi Aren ( A. pinnata) Aren termasuk suku Aracaceae ( Pinang-pinangan ), berikut adalah taksonomi aren Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta/ Anthophyta
Sub-Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Palmales / Arecales / Spadiciflorae
Famili
: Palmae / Arecaceae
Sub Family
: Caryotoidae
Genus
: Arenga
Spesies
: A. pinnata (Soeseno,1995) Aren (A. pinnata) memiliki Batang yang tidak berduri, tidak bercabang,
tinggi dapat mencapai 25 meter dan diameter tanaman dapat mencapai 65 cm. Tanaman ini tidak membutuhkan tanah yang terlalu subur, dapat hidup di semua kondisi tanah (tanah liat, tanah berkapur dan tanah berpasir). Curah hujan yang ideal untuk tanaman aren sekitar 1200mm/tahun, kedalaman air tanah 1-3 m, suhu rata-rata 250C beriklim sedang sampai basah, tetapi tidak tahan pada daerah yang
Universitas Sumatera Utara
kadar asamnya tinggi. Umumnya tanaman aren bisa tumbuh di hampir setiap daerah di Indonesia (Soeseno, 1995 ) Tanaman ini hampir mirip dengan tanaman kelapa. Perbedaannya, jika tanaman kelapa batang tanamannya bersih (pelepah daun yang tua mudah lepas), maka batang tanaman aren ini sangat kotor karena batangnya terbalut oleh ijuk sehingga pelepah daun yang sudah tua sulit diambil atau lepas dari batangnya. Oleh karena itulah, batang tanaman aren sering ditumbuhi oleh banyak tanaman jenis paku- pakuan. Tangkai daun aren panjangnya dapat mencapai 1,5 meter, helaian daun panjangnya dapat mencapai 1.45 meter, lebar 7 cm dan bagian bawah daun ada lapisan lilin (Soeseno, 1995). Aren merupakan tanaman yang sudah lama dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia dengan produk utama berupa gula merah. Aren (Arrenge pinnata) mempunyai banyak nama daerah seperti : bakjuk/bakjok (Aceh), pola/paula (Karo), bagot (Toba), agaton/bargat (Mandailing), anau/neluluk/nanggong (Jawa), aren/kawung (Sunda), hanau (dayak, Kalimantan), Onau (Toraja, Sulawesi), mana/nawa-nawa (Ambon, Maluku) (Soeseno, 1995). Nira aren di beberapa daerah selain sebagai bahan pemanis, melalui proses fermentasi, Nira diubah menjadi minuman beralkohol yang dikenal dengan nama tuak. Alkohol yang dihasilkan secara ilmiah dikenal dengan nama Etanol (Bioetanol), Nira dapat diubah menjadi bioetanol dengan bantuan fermentasi oleh bakteri ragi (Saccharomyces cereviseae) dimana kandungan gula (sukrosa) pada nira dikonversi menjadi glukosa kemudian menjadi etanol (Reksohadiprodjo, 1994 ). Aren dapat tumbuh di daerah tropis dengan baik, namun hingga saat ini pengembangan potensi Aren di Indonesia masih sangat minim, hal ini ditunjukkan
Universitas Sumatera Utara
dengan minimnya teknologi pengolahan Aren, minimnya lahan Aren, produk turunan yang belum berkembang dan belum banyaknya pengelolaan Aren secara Industri di Indonesia (Soeseno, 1995). Nira Aren memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan baku bioetanol lainnya seperti singkong dan jagung (tanaman penghasil pati) dikarenakan tahap yang dilakukan cukup satu tahap saja yaitu tahap fermentasi, sedangkan bioetanol yang berasal dari tumbuhan berpati memerlukan tahap hidrolisis ringan (sakarifikasi)
untuk
merubah
polimer
pati
menjadi
gula
sederhana
(Reksohadiprodjo, 1994). Belum banyak orang yang mengetahui manfaat air tanaman aren. Kecuali sebagai bahan dasar pembuatan gula merah. Air tanaman aren, bisa diambil manfaatnya melalui tiga cara. Langsung diambil dari tanaman, dimasak untuk dijadikan minuman, dan dijadikan gula (Soeseno, 1995). Air aslinya rasanya manis campur pahit dan baunya menyengat hidung karena mengandung soda. Warnanya kuning dan berbuih jika dikocok-kocok. Air asli ini bisa mencegah masuk angin, panas-dingin, rematik, persendian yang kaku, dan lemah jantung. Bahkan, bisa meningkatkan stamina seseorang dengan cara dicampur kuning telur yang didinginkan secara alami selama semalam. Gula tanaman aren bisa digunakan untuk mengobati keracunan. Caranya dengan menumbuk sampai halus dicampur air panas sampai menjadi hangat dan diminum. Semua manfaat ini, tak boleh dinikmati oleh wanita hamil. Karena unsur soda yang tinggi, wanita yang tengah mengandung bisa mengalami keguguran dan atau gangguan pada janinnya (Soeseno, 1995). Dilihat dari segi penumbuhan tanaman aren tidak membutuhkan pupuk untuk tumbuh sehingga Aren dapat bebas dari pestisida dan lebih ramah
Universitas Sumatera Utara
lingkungan, selain itu Aren dapat ditanam di daerah lereng atau perbukitan serta tahan penyakit sehingga dibandingkan dengan Tebu pengelolaan Aren jauh lebih mudah. Tanaman aren juga lebih efektif jika ditanam secara tumpang sari. Dengan metode penanaman tersebut, petani aren juga dapat menikmati penghasilan tambahan dari tanaman tumpang sari lainnya. Tumpang sari juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan konservasi terhadap berbagai jenis tumbuhan di hutan Indonesia (Soeseno, 1995) Selain itu tanaman Aren merupakan tanaman berdaun hijau, sehingga dengan menanam Aren, kita ikut serta dalam menumbuhkan paru-paru dunia dan mengurangi atau mencegah pemanasan global akibat emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas di bumi melalui proses fotosintesis. Dengan kondisi lingkungan yang semakin baik, kita dapat menyediakan masa depan lebih baik bagi anak-anak kita (Hardjosoediro, 1980).
Nilai Ekonomi Hasil Hutan Nilai
(value)
merupakan
persepsi
manusia
tentang
makna/manfaat/kegunaan yang diberikan kepada sesuatu pada tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang berkonotasi sama dengan nilai atau harga. Persepsi itu sendiri merupakan ungkapan, pandangan seseorang (individu) tentang atau terhadap sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui pancaindera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, kemudian disini berpadu dengan harapan atau norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut (Ichwandi, 1996). Dalam melakukan penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan dalam beberapa metode yaitu ; metode nilai pasar, metode nilai relatif,
Universitas Sumatera Utara
dan metode biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang/jasa tersebut sudah memiliki nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang di tetapkan penjual dan pembeli di pasar. Penilaian ekonomi dengan metode nilai pasar akan di anggap paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia (Affandi dan Patana, 2002). Metode nilai relatif digunakan jika barang/jasa tersebut tidak memiliki nilai pasar namun barang/jasa tersebut dapat di bandingkan dengan barang/jasa yang telah memilikinilai pasar. Metode nilai relatif dihitung dari hasil perkalian jumlah volume suatu objek (hasil hutan tersebut) dengan harga relatif barang tersebut. Metode penilaian melalui biaya pengadaan merupakan metode yang mengukur nilai suatu barang/jasa berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan/mendapatkan barang/jasa yang digunakan. Metode ini digunakan jika barang tidak memiliki harga pasar dan tidak memiliki harga relatif (harga suatu barang jika dibandingkan dengan harga barang lain yang mempunyai harga pasar). Affandi dan Patana (2002) dalam penelitiannya mengatakan bahwa metode penilaian dengan harga pengadaan dapat dihitung dengan rumus : Ni = Dimana,
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽
N = Nilai ekonomi hasil hutan (Rp/unit volume) BP = Biaya pengadaan hasil hutan (Rp/pengambilan) JV = Jumlah volume hasil hutan (unit volume/pengambilan) i = Jenis hasil hutan yang diambil
Teori Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang, dan untuk mendapatkan laba. Berhasil tidaknya dalam pencapaian tujuan tergantung kepada keahlian pengusaha
Universitas Sumatera Utara
di bidang pemasaran produksi, keuangan maupun bidang lain. Selain itu tergantung pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsifungsi tersebut agar usaha pemasaran dapat berjalan lancer (Awang, 2002). Secara umum permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain baik itu merupakan barang substitusi atau barang komplementer, pendapatan, dan selera. Permintaan suatu komoditas yang memiliki spesifikasi dipengaruhi oleh elastisitas permintaan masing-masing produk yang bahan bakunya barang itu sendiri. Besarnya angka elastisitas tersebut dengan demikian akan menggambarkan besarnya perubahan permintaan sebagai akibat adanya perubahan harga. Perilaku pasar suatu komoditi layak untuk dicermati karena akan bisa ditemukan tingkat harga yang paling tepat sesuai dengan ciri masing-masing aspek yaitu sisi penawaran di satu pihak dan sisi permintaan di pihak lain. Pola penentuan harga akan sangat tergantung pada kekuatan pelaku-pelaku ekonomi dalam struktur pasar yang ada (Awang, 2002). Efisiensi pemasaran adalah kemampuan jasa-jasa pemasaran untuk dapat menyampaikan suatu produk dari produsen ke konsumen secara adil dengan memberikan kepuasan pada semua pihak yang terlibat untuk suatu produk yang sama ( Zain, 1998). Peranan pedagang besar sangat menentukan dalam menetapkan hasil-hasil hutan non kayu. Dia membeli barang dalam keadaan pasar oligopsoni (dalam pasar harga dikuasai oleh beberapa pembeli), sedangkan dia menjual barang kepada pasar oligopoli (dalam pasar harga dikuasai oleh beberapa penjual). Oleh karena itu, posisi pedagang besar sangat menguntungkan dalam proses pemasaran (Ginting, 2006).
Universitas Sumatera Utara