TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Tanah Sawah Tanah sawah diartikan sebagai tanah yang karena sudah lama (ratusan tahun) dipersawahkan memperlihatkan perkembangan profil khas,
yang
menyimpang dari tanah aslinya. Penyimpangan antara lain berupa terbentuknya lapisan bajak yang hampir kedap air disebut padas olah, sedalam 10-15 cm dari muka tanah dan setebal 2-5 cm. Di bawah lapisan bajak tersebut umumnya terdapat lapisan mangan dan besi, tebalnya bervariasi antara lain tergantung dari permeabilitas tanah. Lapisan tersebut dapat merupakan lapisan padas yang tak tembus perakaran, terutama bagi tanaman semusim. Lapisan bajak tersebut nampak jelas pada tanah latosol, mediteran dan regosol, samar-samar pada tanah aluvial dan grumosol (Hanna, 2006). Menurut Hardjowigeno (1993), tanah sawah atau “paddy soil” adalah tanah dengan horizon permukaan berwarna pucat karena reduksi Fe dan Mn akibat penggenangan air sawah, dan senyawa tersebut pindah serta mengendap di permukaan gumpalan struktur tanah dan lubang-lubang akar. Horizon yang agak memadas dapat terbentuk akibat akumulasi senyawa tersebut. Di bawah horizon ini adalah horizon-horison tanah dengan sifat-sifat tanah asli seperti yang tidak sawah. Lahan sawah mempunyai sifat dan ciri tanah yang spesifik. Perlakuan penggenangan menyebabkan terjadinya perubahan pH, turunnya potensial redoks dan perubahan perilaku unsur hara (Indriana, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Penggenangan merupakan karakteristik khas dari sistem tanah sawah. Pada kondisi
tergenang,
kebutuhan
oksigen
yang
tinggi
dibandingkan
laju
penyediaannya yang rendah menyebabkan terbentuknya dua lapisan tanah yang sangat berbeda, yaitu lapisan permukaan yang oksidatif atau aerobik dimana tersedia oksigen dan lapisan reduktif atau anaerobik di bawahnya dimana tidak tersedia oksigen bebas (Sudadi, 2007). Menurut Ponnamperuma (1976) dalam Puslittanak, (2000) perubahan tanah sawah yang terjadi setelah penggenangan, antara lain: -
Penurunan kadar oksigen dalam tanah Pada waktu tanah digenangi, air masuk ke dalam pori-pori menggantikan
udara yang ada di dalamnya. Pada kondisi ini mikroorganisme tanah menggunakan bahan-bahan teroksidasi dalam tanah dan beberapa metabolit organik untuk mengganti oksigen sebagai penerima elektron di dalam respirasi sehingga mengakibatkan kondisi reduksi dalam tanah. -
Penurunan potensial redoks Penurunan Eh yang disebabkan oleh penggenangan berpengaruh positif
dan negatif terhadap pertumbuhan padi. Pengaruh positifnya antara lain meningkatkan pasokan N, P, K, Fe, Mn, Mo, dan Si. Pengaruh negatifnya antara lain: hilangnya nitrogen karena denitrifikasi, menurunnya ketersediaan sulfur, tembaga dan seng. -
Perubahan pH tanah Perubahan pH tanah setelah penggenangan disebabkan oleh: perubahan
Fe3+ menjadi Fe2+, penumpukan amonium, perubahan sulfat menjadi sulfit, dan perubahan CO2 menjadi gas methan.
Universitas Sumatera Utara
-
Reduksi besi dan mangan Pada tanah tergenang reduksi Mn4+ hampir sejalan dengan proses
denitrifikasi. Mangan lebih mudah tereduksi dari pada besi. -
Peningkatan suplai dan ketersediaan nitrogen Suplai nitrogen pada tanah sawah sebagian besar berasal dari : amonium
dan nitrat, nitrogen dari bahan organik dan sisa-sisa tanaman yang termineralisasi dalam kondisi tergenang, dan nitrogen yang difiksasi oleh bakteri heterotrof lainnya. -
Peningkatan ketersediaan fosfor Fosfor lebih mudah tersedia bagi padi sawah karena pada kondisi
tergenang besi lebih banyak berada dalam bentuk ferro dari pada ferri, dimana ferro-fosfat lebih mudah tersedia dari pada ferri-fosfat. Reaksi utama yang terjadi pada tanah tergenang dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1. Reaksi Reduksi Utama yang Terjadi pada Tanah Tergenang. Tahap Eh7 (mv) Reaksi + 0 800 O2 + 4H + 4 e2H2O + 1 430 2NO3 + 12 H + 10e N2 + 6H20 2 410 MnO2 + 4H+ + 2eMn2+ + 2 H2O 3 130 Fe(OH)3 + eFe(OH)2 + OH4 -180 As. Organik (laktat, piruvat) + H2O +2 ealkohol 5 -200 SO42- + H2O + 2eSO32- + 2OH6 -244 CO2 + 8 H+ + 8 e CH4 + 2 H2O 7 -490 SO32- + 3H2O + 6eS22- + 6 OHSumber : Ponnamperuma (1965, 1972) dalam Sanchez (1993) Lahan sawah yang ditanami secara tergenang memang memiliki mekanisme untuk memelihara dan melestarikan keberlanjutan secara alamiah melalui sifat fisik kimiawi dan biologis tanah yang stabil. Air yang menggenang tertahan oleh pematang mengakibatkan lumpur terendapkan pada seluruh
Universitas Sumatera Utara
permukaan sawah sehingga erosi dapat tercegah. Sifat baik sistem sawah yang lain yang mendorong keberlanjutan produksi lahan sawah menurut Greenland (1997) dalam Sumarno (2006) adalah: (1) tanah tidak menjadi masam setelah pengolahan dan penanaman secara terus-menerus, karena terkait dengan sifat fisiko-kimia tanah yang tergenang; (2) zat hara dari wilayah hulu terakumulasi dilahan sawah, dan hanya sedikit yang tercuci; (3) fosfor terikat dalam bentuk ferro-fosfat yang tersedia bagi tanaman; (4) terjadi penambahan hara lewat air luapan banjir, irigasi, dan pengendapan liat dan debu dari banjir; (5) terjadi fiksasi nitrogen secara biologis atas bantuan mikroba, tumbuhan air, dan tanaman legume; (6) erosi permukaan dicegah oleh adanya teras dan galengan/pematang. Penambahan pupuk organik/pupuk kandang, pembusukan jerami, rotasi tanaman dengan tanaman leguminosa juga banyak berperan dalam menambah tingkat kelestarian kesuburan kimiawi tanah sawah (Sumarno, 2006). Sifat kimia tanah ini dicirikan dengan terbentuknya H2S yang menghambat penyerapan hara tanaman dan memperbesar perkembangan akar, meningginya pH dan pelarutan silika. Sifat fisik tanah akibat pembentukan padas akan menghambat drainase dan dalamnya akar tanaman, tetapi tidak menghambat perkembangan akar ke samping. Faktor penting yang mempengaruhi tanah sawah adalah: (a) cuaca reduksi yang menyebabkan drainase buruk, pH rendah, dan ketersediaan bahan organik untuk diserap, (b) adanya sejumlah senyawa besi dan mangan, (c) kemampuan perkolasi ke bawah. Hal ini menyebabkan terbentuknya tanah permukaan yang banyak mengandung lapisan debu dan berwarna cerah/muda yang tebalnya sejajar dengan permukaan tanah sawah setelah di teras. Di bawahnya terdapat akumulasi besi lalu mangan berupa coretan-coretan,
Universitas Sumatera Utara
bercak-bercak, selaput-selaput, agregat, konkresi atau bahan lapisan padas tergantung lamanya dipersawahkan (Darmawidjaya, 1995). Menurut Brady dan Weil, 2002 dalam Jamil, dkk (2002) bahwa status kesuburan tanah yang rendah terdapat pada hampir semua lahan sawah karena pertanaman terus menerus dengan sedikit atau tidak ada penggantian hara dan/atau kesuburan tanah yang rendah secara alami. Penggenangan secara terus menerus dalam sistem padi-padi secara umum berhubungan dengan peningkatan kandungan C-organik tanah. Fraksi koloid, yang mengandung kedua liat dan humus dari pukan sapi, dikenal sebagai tempat berlangsungnya aktifitas kimia dalam tanah, termasuk kapasitas untuk pertukaran ion dalam tanah. Untuk tanahtanah liat, bahan organik tanah memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan KTK tanah. Profil tanah sawah yang mempunyai lapisan oksidasi dan lapisan reduksi. Dimana pada lapisan oksidasi ion NH4+ tidak stabil karena ion ini mudah dioksidasi menjadi NO3+. Oleh karena ion nitrat ini sangat stabil, maka akan mudah tercuci ke lapisan reduksi. Di lapisan reduksi inilah nitrat mengalami denitrifikasi sehingga berubah menjadi gas N2, seperti reaksi berikut ini: 2NO3+ + 12H+ + 10e
N2 + 6H2O
Ion NH4+ stabil pada lapisan reduksi dan dapat dimanfaatkan oleh akar tanaman padi (Hasibuan, 2008). Tanah sawah di Indonesia sebagian besar merupakan tanah Entisol, Inceptisol, Grumosol, dan Latosol, sebagian lagi merupakan tanah Andosol dan Mediteran. Sebagian besar tanah tersebut berada pada ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Adanya penggenangan yang menyebabkan suasana reduktif
Universitas Sumatera Utara
terus menerus pada lapisan bajak dan illuviasi oksidatif dari besi dan oksida mangan di subsoil, maka berkembanglah suatu bentuk profil tanah.
Secara
morfologi tanah sawah memiliki kriteria kompak tipis, lapisan memadas di bawah lapisan bajak, dan horizon subsurface yang berbercak besi dan mangan. Keadaan demikian sering dijumpai pada tanah Latosol, Mediteran, tanah gley dan regosol tetapi penciri demikian kadang-kadang kurang jelas terlihat pada tanah-tanah Andosol, Grumosol, dan Alluvial (Munir, 1996). Menurut Sutami dan Syamsuddin (1990) bahwa perubahan kimia yang penting bila tanah digenangi adalah; (a) denitrifikasi, (b) akumulasi amonia, (c) reduksi Mn dan Fe, (d) akumulasi dari hasil metabolisme anaerob oleh mikrobia, (e) reduksi sulfat, dan (f) efek sekunder dari reduksi seperti peningkatan kelarutan dari P dan Si, pelepasan K dan kation lain dalam kelarutan tanah oleh Fe2+ dan Mn2+. Pada tanah tergenang mineralisasi nitrogen organik akan berhenti pada fase amonia, karena tidak adanya oksigen untuk proses nitrifikasi. Faktor yang mempengaruhi amonifikasi adalah: (a) temperatur, (b) macam dan kandungan bahan organik, dan (c) perlakuan awal dari tanah. Temperatur mempunyai pengaruh yang jelas terhadap pelepasan amonia pada tanah tergenang. Pembentukan amonia akan berlipat bila temperatur naik dari 26 menjadi 40 ºC. Tidak adanya nitrat dan akumulasi amonia secara fisiologis menguntungkan bagi tanaman padi, bila; (a) padi menggunakan amonia lebih baik daripada nitrat, (b) adanya nitrat merusak pola pengambilan unsur hara, (c) hasil reduksi dari nitrat beracun bagi tanaman padi, (d) kelebihan amonia tidak bersifat racun. Hasil dari penelitian mengenai kecepatan amonifikasi menunjukkan bahwa, (a) tanah yang diberi cukup bahan organik tidak memerlukan nitrogen pada semua stadia,
Universitas Sumatera Utara
(b) tanah dengan kandungan bahan organik yang sedang mungkin tidak memerlukan nitrogen sebagai pupuk dasar, tetapi memerlukannya pada waktu awal pembukaan, (c) tanah yang mengandung sedikit bahan organik memerlukan pupuk dasar dan pupuk susulan pada waktu berbunga, dan (d) tanah berstruktur kasar dengan drainase yang baik, mungkin memerlukan beberapa kali pemberian pupuk nitrogen karena banyak yang hilang oleh pencucian. Unsur Hara Nitrogen Pada umumnya nitrogen adalah zat hara yang selalu menjadi unsur pembatas dalam model tahang Justus von Liebig. Karena nitrogen menjadi penyusun utama protein dan beberapa molekul biologik lainnya, nitrogen diperlukan baik oleh tumbuhan maupun hewan dalam jumlah yang sangat besar. lagi pula sejumlah besar nitrogen hilang dari dalam tanah karena tanah mengalami proses pembasuhan oleh gerak aliran air dan oleh kegiatan jasad renik. Banyaknya nitrogen yang tersedia langsung bagi tumbuhan sangat sedikit (Nasution, 1990). Bahan organik merupakan sumber nitrogen yang utama di dalam tanah. Selain unsur nitrogen, bahan organik mengandung pula unsur-unsur lain terutama, C, P, S dan unsur-unsur mikro. Selain dari bahan organik, nitrogen dalam tanah juga berasal dari pengikatan oleh mikroorganisme dan nitrogen udara, antara lain: bersimbiosis dengan tanaman leguminosa, yaitu oleh bakteri bintil akar atau Rhizobium, dan bakteri yang hidup bebas (nonsimbiotik), yaitu: Azotobacter (aerobic) dan Clostridium (anaerobic), serta berasal dari pupuk, misalnya Urea, ZA dan lain-lain, dan juga hujan (Hardjowigeno, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi tidak mampu menggunakan N2. Proses pengubahan N2 menjadi bentuk-bentuk yang dapat digunakan oleh tumbuhtumbuhan disebut penambatan (fiksasi) nitrogen. Penambatan alami disebabkan oleh jasad-jasad renik (terutama bakteri dalam tanah dan alga dalam air) dan gejala atmosfer tertentu, termasuk kilat. Bakteri denitrifikasi dalam tanah mengubah kembali nitrogen dalam tanah yang ada menjadi N2 dalam proses yang disebut denitrifikasi. Penambatan dan denitrifikasi lebih kurang sebanding dan bertanggung jawab untuk keseimbangan antara nitrogen di atmosfer dan nitrogen di daratan dan lautan. Mineralisasi nitrogen organik menghasilkan nitrogen yang tersedia sebagai ammonium (NH4+). Nitrifikasi menghasilkan nitrogen yang tersedia sebagai nitrat (NO3-). Immobilisasi, pengambilan nitrogen oleh akar dan jasad renik, menggabungkan kembali nitrogen ke dalam bentuk organik (Foth,1994). Nitrogen umumnya diserap tanaman dalam bentuk NH4+ atau NO3-, tergantung dari keadaan tanah, macam tanaman dan stadia tumbuh. Tetapi bentuk urea (H2NCONH2) dapat juga dimanfaatkan tanaman, karena urea secara cepat dapat diserap melalui epidermis daun. Bentuk NO2- terdapat dalam jumlah yang sangat
sedikit
dan
aerasi
baik
mudah
dioksidasikan
menjadi
nitrat
(Hakim, dkk, 1986). Menurut Hakim, dkk (1986), nitrogen dapat hilang dari dalam tanah melalui beberapa cara, yaitu: (1) menguap ke udara, (2) tercuci bersama air drainase, (3) terfiksasi oleh mineral, dan (4) terangkut bersama panen. Kehilangan dalam bentuk gas/menguap dapat terjadi setiap waktu, yaitu berupa N2, N2O, NO dan NH3. Dalam Buckman and Brady (1982), menyatakan bahwa dalam keadaan
Universitas Sumatera Utara
umum tanah, dinitrogen oksida (N2O) ialah gas yang paling banyak hilang, nilai pH diatas 7 mendorong hilangnya N dalam bentuk unsur, dan nilai pH dibawah 6 meningkatkan hilangnya N dalam bentuk nitrogen monoksida (NO). Gejala kekurangan nitrogen akan terlihat pada seluruh tanaman yang dicirikan oleh perubahan warna dari hijau pucat ke kuning-kuningan, terutama pada daun. Bila tampak pada sebelah bawah dari daun tua yang berubah warna menjadi kuning terutama pada ujungnya. Pada tanaman padi-padian, warna kuning ini dimulai dari ujung dan terus menjalar ke tulang dan daun di tengah, kulit biji mengerut dan berat biji rendah (Hakim, dkk, 1986). Kelimpahan nitrogen mendorong pertumbuhan yang cepat dengan perkembangan daun dan batang hijau tua yang lebih besar. Meskipun salah satu fungsi nitrogen yang paling menyolok adalah dorongan pertumbuhan vegetatif di atas tanah, pertumbuhan ini tidak dapat berlangsung kecuali dengan adanya cukup banyak fosfor, kalium dan unsur-unsur utama lainnya yang tersedia. Persediaan yang cukup dari nitrogen yang dapat digunakan selama kehidupan awal tanaman mungkin merangsang pertumbuhan dan menghasilkan kedewasaan yang lebih awal. Akan tetapi, adanya kelebihan nitrogen sepanjang musim pertumbuhan tanaman sering memperpanjang masa pertumbuhan. Persediaan nitrogen yang dapat digunakan dalam jumlah yang besar mendorong produksi jaringan berair yang lunak yang merupakan jaringan yang rentan terhadap luka secara mekanik dan rentan terhadap serangan penyakit. Pengaruh yang lain dapat menurunkan kualitas tanaman (Foth, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Unsur Hara Karbon (C) Tanaman tingkat tinggi mendapatkan sebagian besar karbon (C) dan oksigen (O) langsung dari udara karena fotosintesa. Dalam proses fotosintesa ini, energi matahari bersama klorofil menyebabkan terbentuknya gula dari CO2 dan air. CO2 masuk dalam tanaman melalui stomata sedangkan air diserap dari tanah. Hidrogen (H) diperoleh, baik langsung maupun tidak langsung dari air dalam tanah (Buckman and Braddy, 1982). Tanaman mengambil unsur karbon berupa CO2 dari udara bebas (atmosfir). Kegitan ini dilakukan oleh organ tanaman yang memiliki klorofil umumnya bagian tanaman yang berwarna hijau dan terdapat di atas tanah. Klorofil mampu menyerap energi cahaya (terutama sinar matahari) dan mengubahnya menjadi energi kimia. Energi tersebut digunakan untuk mengubah CO2 menjadi senyawa organik termasuk karbohidrat. Respon tanaman terhadap pupuk organik lebih lambat dibandingkan pupuk anorganik, selain itu penambahan bahan organik kedalam tanah menimbulkan efek residual yaitu berpengaruh dalam jangka panjang (Rosmarkam dan Yuwono, 2006). Menurut Hakim, dkk, (1986) bahwa karbon merupakan bahan organik yang utama. Karbon ditangkap tanaman berasal dari CO2 udara. Kemudian bahan organik didekomposisikan kembali dan membebaskan sejumlah karbon. Demikian juga akar-akar tanaman juga melepaskan CO2. Sejumlah kecil CO2 dalam tanah membentuk asam karbonat, Ca, Mg, K karbonat atau bikarbonat. Garam-garam ini mudah larut dan dapat hilang karena drainase atau digunakan tanaman tingkat tinggi. Jadi tidak hanya Ca, Mg, dan K tersedia untuk diabsorbsi oleh permukaan mikroba dan tanaman tingkat tinggi, tetapi ion CO3=
Universitas Sumatera Utara
dan juga kemudian HCO3-. Sejumlah kecil karbon dapat masuk dalam tumbuhan dengan cara ini. Tetapi kebanyakan karbon yang ada dalam tanaman tingkat tinggi diperoleh dari atmosfer karena fotosintesa (Buckman and Braddy, 1982). Dari hasil penelitian Banjarnahor (1998) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap C- tanah. Rataan total C- tanah menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis perlakuan pupuk kandang yang diberikan akan semakin meningkatkan kandungan C tanah. Sedangkan penambahan bahan organik terhadap sifat biologi tanah akan meningkatkan aktifitas mikroorganisme, dalam menguraikan bahan organik juga meningkat, dengan demikian unsur hara yang terdapat dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman. Ratio C/N Ratio Carbon-Nitrogen (C/N) merupakan cara untuk menunjukkan gambaran kandungan nitrogen relatif. Ratio C/N dari bahan organik merupakan petunjuk
kemungkinan
kekurangan
nitrogen
dan
persaingan
di
antara
mikroba-mikroba dan tanaman tingkat tinggi dalam penggunaan nitrogen yang tersedia dalam tanah (Foth, 1994). Tingkat pelapukan bahan organik (C/N) juga perlu diperhatikan. Penambahan pupuk kandang dalam jumlah yang banyak tapi dengan C/N yang masih tinggi dapat mengganggu kadar N di dalam tanah. Hal ini terjadi karena untuk merombak bahan organik yang belum melapuk, mikroorganisme tanah banyak membutuhkan N, dimana N tentu di ambil dari N tanah, sehingga terjadi kompetisi antara tanaman yang tumbuh diatasnya dengan jasad-jasad renik yang
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan
N.
Peristiwa
ini
disebut
dengan
immobilisasi
nitrogen
(Hasibuan, 2008). Hakim, dkk, 1986 menjelaskan bahwa nilai C/N bahan organik segar menentukan reaksi dalam tanah. Bila C/N bahan organik tinggi maka akan terjadi persaingan N antara tanaman dan mikroba, dalam hal ini N diimmobilisasi. Bila nitrifikasi baik, maka C/N akan rendah, dengan demikian bahan organik bisa cepat habis. Untuk mempertahankan bahan organik dalam tanah, harus disediakan N yang cukup. Suatu dekomposisi bahan organik yang lanjut dicirikan oleh C/N yang rendah, sedangkan C/N yang tinggi menunjukkan dekomposisi belum lanjut atau baru dimulai. Pupuk Kandang Menurut Agrica, (2008) yang menyatakan bahwa bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah, biasanya berupa pupuk. Pupuk merupakan bahan baik alami maupun buatan yang ditambahkan pada tanah supaya kesuburan tanah dapat meningkat. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari alam yaitu dari
sisa-sisa organisme hidup baik sisa tanaman maupun sisa hewan yang
mengandung unsur-unsur hara baik makro maupun mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan supaya dapat tumbuh dengan subur. Pupuk organik terbuat dari
bahan
yang
dapat
diperbaharui,
didaur
ulang, dirombak
oleh
bakteri-bakteri tanah menjadi unsur-usur yang dapat digunakan oleh tanaman, tanpa mencemari tanah dan air. Pupuk organik dapat berupa pupuk cair dan pupuk padat. Pupuk cair biasanya berupa saringan dari pupuk padat. Pupuk cair ini dimaksudkan agar penggunannya lebih mudah, tidak mengandung kotoran, dan
Universitas Sumatera Utara
sekaligus menjaga kelembaban tanah. Pupuk padat dapat berupa pupuk hijau, pupuk serasah, kompos, maupun pupuk kandang. Keistimewaan penggunaan pupuk kandang antara lain: –
Merupakan pupuk lengkap, karena mengandung semua hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman, juga mengandung hara mikro.
–
Mempunyai pengaruh susulan, karena pupuk kandang mempunyai pengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman yang berangsur-angsur menjadi tersedia.
–
Memperbaiki struktur tanah sehingga aerasi di dalam tanah semakin baik.
–
Meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air.
–
Meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga hara yang terdapat di dalam tanah mudah tersedia bagi tanaman.
–
Mencegah hilangnya hara (pupuk) dari dalam tanah akibat proses pencucian oleh air hujan atau air irigasi.
–
Mengandung hormon pertumbuhan yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Souri, 2001). Menurut Soepardi (1983) dalam Jamilah (2003) menyatakan bahwa pupuk
kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya. Dalam Jamilah (2003), Tisdale dan Nelson (1965) menyatakan bahwa pupuk kandang biasanya terdiri atas campuran 0,5% N; 0,25%
Universitas Sumatera Utara
P2O5 dan 0,5% K2O. Pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85% mengandung 0,40% N; 0,20% P2O5 dan 0,1% K2O dan yang cair dengan kadar air 95% mengandung 1% N; 0,2% P2O5 dan 1,35% K2O. Tabel 2. Rata-rata hara dari berbagai pupuk kandang Sapi Ukuran hewan ( kg)
Ayam
Bebek
Domba
500
5
100
100
11,86
10,95
0,046
0,73
85
72
82
77
10,0
25,0
10,0
28,0
Fosfor (P)
2,0
11,0
2,8
4,2
Kalium (K)
8,0
10,0
7,6
20,0
Kalsium (K)
5,0
36,0
11,4
11,7
Magnesium (Mg)
2,0
6,0
1,6
3,7
Sulfur (S)
1,5
3, 2
2,7
1,8
Ferrum (Fe)
0,1
2,3
0,6
0,3
Boron (B)
0,01
0,01
0,09
-
Cuprum (Cu)
0,01
0,01
0,04
-
Mangan (Mn) Zinc (Zn) Sumber: Yuwono, 2006
0,03 0,04
0,01
0,12
-
Pupuk segar (ton/tahun) Kadar air ( %) Kandungan hara (kg/ton ton) Nitrogen (N)
Pupuk dari kotoran sapi dan kerbau termasuk pupuk dingin, karena perubahan yang ditimbulkan oleh jasad renik berlangsung perlahan-lahan dan tidak banyak menghasilkan panas. Unsur hara tanaman dilepaskan secara berangsur-angsur, oleh karena itu kerjanya lambat. Hal ini disebabkan oleh kotoran padatnya banyak mengandung air dan lendir, yang membentuk kerak apabila kena udara, akibatnya udara dan air sukar masuk ke dalamnya. Keadaan demikian menjadikan kotoran padat dapat bercampur dengan sisa-sisa pakan atau pasir, maka ia lebih mudah tercerai berai dan perubahannya berlangsung lebih cepat (Hasibuan, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dari puka lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan tambahan hara ke dalam pukan terhadap sayuran. Beberapa hasil penelitian aplikasi pukan ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pukan ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pukan lainnya (Hartatik dan Widowati., 2005). Dari segi kadar hara tiap ton kotoran unggas terdapat 65,8 kg/ton N, 13,7 kg/ton P, dan 12,8 kg/ton K (Hasibuan, 2008). Menurut Tisdale dan Nelson (1965) dalam Jamilah (2003) menyatakan bahwa kadar hara pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85% mengandung 0,40% N; 0,20% P2O5 dan 0,1% K2O dan yang cair dengan kadar air 95% mengandung 1% N; 0,2% P2O5 dan 1,35% K2O. Bahan organik Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Agrica, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik. Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam Rasyidin (2004) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 %, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah selain ditujukan untuk memperbaiki sifat fisika dan biologi tanah juga dimaksudkan untuk memberikan tambahan unsur hara kedalam tanah, terutama unsur nitrogen, kemampuan untuk melepaskan unsur hara tergantung dari ratio nilai C dan N, semakin rendah nilai C/N maka akan semakin mudah untuk melepaskan hara (Rasyidin, 2004). Bahan organik dikenal mengandung sejumlah gugus fungsional, seperti gugus karboksil, gugus-gugus hidroksil fenolat dan alkoholik, gugus asam amino, amida, keton, dan aldehida. Di antara sekian banyak gugus tersebut, kemungkinan situs yang paling penting untuk jerapan air yang terdapat pada gugus karboksilat
Universitas Sumatera Utara
yang terionisasi mempunyai afinitas yang tinggi terhadap air, meskipun gugusgugus fungsional yang lainnya dapat juga menampakkan suatu tingkat kemampuan jerapan tertentu (Tan, 1991). Karena perubahan secara enzim terhadap bahan organik tanah berjalan terus, hasil sederhana mulai keluar dengan sendirinya. Sebagian daripadanya terutama CO2 dan H2O terbentuk dengan segera. Lainnya seperti nitrogen nitrat, tertimbun hanya sesudah puncak dekomposisi yang hebat telah dicapai dan organisme pengurai serba guna sudah berkurang jumlahnya. Hasil-hasil sederhana yang lebih umum yang dihasilkan dari aktivitas mikroba tanah dapat dicapai sebagai berikut: - Karbon
: CO2, CO3=, HCO3-CH4, karbon elementer
- Nitrogen
: NH4+, NO2-, NO3-, gas nitrogen
- Sulfur
: S, H2S, SO3=, SO4=, CS2
- Fosfor
: H2PO4-, HPO4=
- Lain-lain
: H2O, O2, H2, H+, OH-, K+, Ca2+, Mg2+, dan lain-lain
(Buckman and Brady, 1982). Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat fisik tanah, meliputi: – stimulan terhadap granulasi tanah, – memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah, – menurunkan plastisitas dan kohesi tanah, – meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil, – mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam, – menetralisir daya rusak butir-butir hujan,
Universitas Sumatera Utara
– menghambat erosi, dan – mengurangi pelindian (pencucian/leaching) (Madjid, 2007). Adapun peranan bahan organik terhadap perubahan sifat biologi tanah kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik meningkat. Bahan organik segar yang ditambahkan ke dalam tanah akan dicerna oleh berbagai jasad renik yang ada dalam tanah dan selanjutnya didekomposisisi jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut. Dekomposisi berarti perombakan yang dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme (unsur biologi dalam tanah) dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Hasil dekomposisi berupa senyawa lebih stabil yang disebut humus. Makin banyak bahan organik maka makin banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah (Agrica, 2008). Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat kimia tanah, meliputi: -
meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi bagian bahan organik yang mudah terurai,
-
menghasilkan humus tanah yang berperanan secara koloidal dari senyawa sisa mineralisasi dan senyawa sulit terurai dalam proses humifikasi,
-
meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah 30 kali lebih besar ketimbang koloid anorganik,
-
menurunkan muatan positif tanah melalui proses pengkelatan terhadap mineral oksida dan kation Al dan Fe yang reaktif, sehingga menurunkan fiksasi P tanah, dan
-
meningkatkan
ketersediaan
dan
efisiensi
pemupukan
serta
melalui
peningkatan pelarutan P oleh asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik (Madjid, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat (Agrica, 2008). Peranan bahan organik ada yang bersifat langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah. Pengaruh langsung senyawa organik sebetulnya dapat diabaikan sekiranya kemudian tidak ditemukan bahwa beberapa zat tumbuh dan vitamin yang dapat diserap langsung dan dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Dulu dianggap bahwa asam amino, alanin dan glisin yang diserap tanaman. Pengaruh bahan organik terhadap fisika tanah adalah memantapkan agregat tanah, kemampuan menahan air meningkat, pengaruhnya terhadap kimia tanah adalah meningkatkan KTK tanah, unsur N, P, S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga terhindar dari pencucian kemudian tersedia kembali, pelarut sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus, dan pengaruhnya terhadap biologi tanah yaitu meningkatkan jumlah dan aktivitas organisme tanah dan dekomposisi bahan organik semakin meningkat (Hakim, dkk, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Pada sawah yang berdrainase baik kandungan bahan organik didalam lapisan tanah bawah (subsoil) pada umumnya adalah lebih rendah dari pada lapisan atas tanah. Akibatnya kandungan bahan organik di dalam tanah lapisan atas yang baru yang diolah cukup dalam
dengan pembajakan cukup rendah
dibandingkan dengan sawah bahan organik pada lapisan atas yang lama. Bila tanah yang berdrainase baik dibajak dengan dalam, dan dengan perlakuan pengeringan dan pelembapan tanah yang berulang, maka bahan organik akan terurai cepat akan menjadi menurun oleh karena aktivitas biologi tanah (Agrica, 2008). Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Tanaman padi sawah dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45º LU - 45º LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan, rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah prduksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m diatas permukaan laut dengan temperatur 22-27 ºC sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m diatas permukaan laut dengan temperatur 19-23 ºC. Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan, angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman. Sementara untuk media tanam, tanaman padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm, Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan
Universitas Sumatera Utara
mengubah pH tanah menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus, ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah (AAK, 1990). Padi merupakan tanaman yang unik. Padi merupakan tanaman pangan yang dapat hidup dalam genangan. Sesuatu yang membuat padi mampu hidup dalam genangan adalah adanya tabung dalam daun, batang dan akar. Tabung ini memungkinkan udara dapat bergerak dari daun hingga ke akar sehingga akar yang terendam tetap memiliki persediaan oksigen yang cukup untuk respirasi secara normal. Walaupun hasil yang tinggi dapat dicapai kalau ketinggian air dapat dikontrol setinggi 15 cm, padi juga dapat ditanam di lahan darat sebagai padi gogo. Kandungan silikon yang tinggi dalam sekam menyebabkan tanaman padi tahan terhadap hama dan penyakit. Padi juga sangat tahan terhadap variasi keasaman tanah, tumbuh baik di tanah asam sampai basa. Padi yang tahan dingin dapat
ditanam
pada
ketinggian
2400
m
dpl
di
daerah
tropis
(Suparyono dan Setyono, 1993). Pada kondisi tergenang, tanaman sulit mendapatkan oksigen. Tanaman padi menyiasati permasalahan ini dengan membentuk jaringan aerenchym. Semakin lama tanaman padi tumbuh pada kondisi tergenang, maka akan semakin banyak dan semakin besar jaringan aerenchym yang terbentuk. Jaringan aerenchym yang terbentuk akan menempati sebagian sel akar yang semestinya
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai jalur transportasi unsur hara dan air, sehingga semakin banyak jaringan aerenchym yang terbentuk akan menghambat proses pengambilan unsur hara dan air oleh akar tanaman, yang pengaruhnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara keseluruhan (Sumardi, dkk, 2007). Rekomendasi umum pemupukan dari dulu hingga saat ini tidak berubah, yakni : 200 kg Urea, 100 kg SP 36 dan 50 kg KCl/ha (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005). Pemupukan unsur hara nitrogen pada lahan basah seperti sawah, disarankan untuk dibenamkan pada lapisan reduksi terutama untuk pupuk N ammonium. Hal ini dilakukan karena pada lapisan reduksi, N dalam bentuk ammonium berada dalam keadaan stabil. Bila pupuk N disebarkan pada permukaan tanah sawah, sebagian besar N yang diberikan itu akan mengalami oksidasi dan akan hilang tercuci dalam bentuk nitrat maupun hilang dalam bentuk gas (Hasibuan, 2008).
Universitas Sumatera Utara