TINJAUAN PUSTAKA
Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian secara nyata terhadap produksi kopi di Indonesia (Gambar 1).
Gambar 1 : H. hampei Ferr. Biologi dasar dan ekologi PBKo telah ekstensif ditinjau. Kumbang betina (Panjang 1,4 – 1,6 mm) menyerang buah kopi yang berumur sekitar delapan minggu setelah berbunga sampai dengan waktu panen ( > 32 minggu). Hama ini membuat lubang/menggerek buah pada bagian dalam endosperm buah kopi, menyebabkan dua jenis kerusakan, yaitu jatuhnya buah muda lebih awal, dan kerugian kualitatif dan kuantitatif dalam kopi dimana buah kopi secara berkelompok. Dinamika populasi, dan pola infestasi oleh PBKo yang erat kaitannya dengan faktor iklim seperti curah hujan dan kelembaban relatif, serta fisiologi tanaman kopi. Isi bahan kering dari buah kopi adalah faktor yang paling penting menentukan serangan oleh PBKo dan kecepatan penetrasi ke dalam buah kopi (Jaramilo et al., 2006).
Biologi Hypothenemus hampei Ferr. Hama ini
dikenal sebagai hama Bubuk Buah Kopi (BBK) terrmasuk
kedalam famili Scolytdae, ordo Coleoptera. Hama ini hanya menyerang dan berkembangbiak pada berbagai jenis kopi. Serangga masuk dari ujung buah baik biji yang masih di pohon maupun yang telah jatuh ke tanah. Pengendalian harus dilakukan bila intensitas serangan >10% (Prastowo et al, 2010). Serangga hama PBKo mengalami 4 tahap perkembangan, yaitu telur, ulat (larva), kepompong (pupa) dan dewasa (imago) yang memerlukan waktu selama 25 – 35 hari. Saat ini pengendalian hama PBKo yang telah diterapkan oleh pekebun, yaitu dengan cara sanitasi (petik bubuk, rampasan, lelesan), penggunaan agens hayati dengan jamur Beauveria bassiana dan menggunakan pestisida nabati. Cara pengendalian dengan sanitasi terutama dilakukan di perkebunan besar karena cara tersebut memerlukan disiplin tinggi dan serentak. Penerapan pada perkebunan rakyat menuntut kedisplinan yang tinggi dan hanya bisa dilakukan pada pertanaman kopi yang masa panennya pendek. Pertanaman kopi dengan masa panen pendek umumnya hanya terjadi di areal pertanaman kopi yang memiliki tipe iklim kering tegas, seperti di Jawa Timur, Bali, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan. Untuk areal yang terletak di daerah dengan iklim basah umumnya sulit dilakukan cara pengendalian sanitasi, karena tanaman kopi berbuah sepanjang tahun sehingga panen hampir terus-menerus sepanjang tahun (Wiryadiputra, 2006) PBKo perkembangannya dengan metamorfosa sempurna dengan tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Kumbang betina lebih besar dari kumbang jantan. Panjang kumbang betina lebih kurang 1,7 mm dan lebar 0,7
mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2 mm dan lebar 0,6 – 0,7 mm. Kumbang betina yang akan bertelur membuat lubang gerekan dengan diameter lebih kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada bagian ujung. Kemudian kumbang tersebut bertelur pada lubang yang dibuatnya. Telur menetas 5 – 9 hari. Stadium larva 10 – 26 hari dan stadium pupa 4 – 9 hari. Pada ketinggian 500 m dpl, serangga membutuhkan waktu 25 hari untuk perkembangannya. Pada ketinggian 1.200 m dpl, untuk perkembangan serangga diperlukan waktu 33 hari. Lama hidup serangga betina rata-rata 156 hari, sedangkan serangga jantan maksimal 103 hari (PCW, 2002 & Susniahti et al, 2005). Telur berbentuk lonjong, kristal dan kekuningan agak tua. panjangnya bervariasi mulai dari 0.52-0.69 mm. Seekor betina dewasa dapat menghasilkan telur sebanyak 37 butir. Stadia telur selama 5-9 hari (Gambar 2).
Telur H. hampei
Gambar 2 : Telur H. hampei Ferr. Telur diletakkan di dalam biji kopi, menetas dan berkembang di dalamnya sampai buah kopi matang, baik yang masih di pohon maupun yang gugur di tanah. Serangga betina dewasa yang siap bertelur, aktif pada sore hari antara pukul 16.00-18.00 dan dapat terbang sejauh 350 m. Serangga jantan tinggal dalam biji kopi karena tidak dapat terbang (Barrera, 2008).
Larva berwarna putih kekuningan, tanpa kaki, dengan tubuh berbentuk huruf C dan lebih lebar di dada (Gambar 3).
Larva H. hampei
Gambar 3 : Larva H. hampei Ferr. Kepala coklat muda, dengan terlihat dan rahang ke depan meluas. Rambut terlihat tersebar di kepala dan tubuh. Panjang larva pada instar terakhir adalah 1,88-2,30 mm, dengan stadia larva selama 10-21 hari (Barrera, 2008). Pupa. Ketika larva mengalami fase istirahat (pre pupa) selama 2 hari sebelum berpupa. Pra-pupa mirip dengan larva, tapi warnanya putih susu, tubuhnya kurang melengkung, dan belum dapat makan (Gambar 4).
Pupa H. hampei
Gambar 4 : Pupa H. hampei Ferr. Pupa berwarna putih susu dan kekuningan. Banyak karakteristik serangga dewasa dapat terlihat pada tahap pupa. Pupa memiliki ukuran yang bervariasi dari
1,84-2,00 mm. Stadia pupa berlangsung selama 4-6 hari tetapi ada kalanya sampai 8 hari (Najiyati dan Danarti, 1999). Imago, menurut Barrera bentuk serangga dewasa memanjang dengan tubuh silinder sedikit melengkung ke arah akhir perut, ukuranya kurang lebih 1,50-1,78 mm dan lebar nya 0,6-0,7 mm. tubuhnya berwarna cerah hitam, meskipun berwarna kekuningan ketika muncul dari pupa. Serangga dewasa betina dapat hidup selama 156-282 hari, sedangkan serangga jantan selama 103 hari. Serangga betina selanjutnya membuat lubang pada ujung buah (discus) untuk meletakkan telurnya di dalam biji kopi (Gambar 5).
Gambar 5 : Imago H. hampei Ferr. Kepala coklat muda, dengan terlihat dan rahang maju – memanjang. Bulu yang terlihat tersebar di seluruh kepala dan tubuh. Kumbang betina berukuran dua kali lebih besar dari ukuran jantan. Kumbang betina mudah dibedakan dari jantan karena ukurannya lebih besar. Serangga dewasa mencari perlindungan di dalam buah hitam, yang sudah kering. Serangga dewasa betina muncul secara besar besaran dari buah kopi tua pada waktu curah hujan yang pertama, dan mulai menyerang buah kopi mulai dari awal panen (Vega, 2008). Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur sekitar 30-50 butir di dalam biji kopi. Setelah menetas menjadi larva, larva menjadi kepompong
di dalam biji. Setelah dewasa kumbang keluar dari kepompong. Kumbang jantan dan betina kawin di dalam buah kopi, kemudian sebangian kumbang betina terbang ke buah lain untuk masuk, lalu bertelur lagi (Gambar 6). Kumbang jantan tidak bisa terbang sehingga menetap di dalam buah tempat lahirnya sepanjang hidupnya (Hindayana et al, 2002).
Larva
Pupa
Telur
Imago
Gambar 6 : H. hampei Ferr. Gejala Serangan Hama PBKo umumnya menyerang buah kopi yang bijinya (endosperm) telah mengeras, namun pada buah yang bijinya belum mengeraspun yang telah berdiameter lebih dari 5 mm juga kadang-kadang diserang. Buah-buah yang bijinya masih lunak umunya tidak digunakan sebagai tempat berkembang biak, tetapi hanya digerek untuk mendapatkan makanan sementara dan selanjutnya ditinggalkan lagi. Kerusakan yang ditimbulkan pada serangan demikian kadang justru lebih berat, karena buah menjadi tidak berkembang, berubah warna menjadi kuning kemerahan, dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan jumlah dan mutu hasil (Wiryadiputra, 1994 dalam Ramlan et al, 2010).
Gejala serangan hama PBKo dapat terjadi pada buah kopi yang masih muda maupun yang sudah tua (masak), buah gugur mencapai 7-14% atau perkembangan buah menjadi tidak normal dan busuk (Ernawati et al, 2008). Kopi yang terserang kelihatan ada satu atau dua lobang, tang terdapat dekat dasar buah. Pada biji kopi yang masih hijau terdapat bubuk-bubuk yang berwarna coklat dan hiatam. Sedang pada biji kopi yang telah masak terdapat larva-larva yang berwarna putih yang jumlahnya mencapai 20 ekor (AAK, 1991). PBKo menyerang buah berwarna hijau, buah matang dan kering atau buah yang biasanya terdapat lubang pada bagian apikalnya. Lubang terletak di pusat atau pusat lingkaran buah dan daya gerekan dapat diamati melalui lubang ini. Serangan hama ini mengurangi hasil hasil dan mempengaruhi mutu biji. Semua varietas kopi komersial dan spesies tanaman kopi diserang oleh serangga ini (Barrera, 2012). Kerusakan yang disebabkan oleh PBKo adalah buah yang belum matang dan buah kopi yang sudah matang, tidak menyebabkan kerusakan pada daun, cabang atau batang. Hama PBKo betina yang sudah dewasa masuk ke dalam endosperm biji kopi. Serangan hama PBKo ini menyebabkan tiga jenis kerugian ekonomi yaitu : (i) memakan isi endosperm kopi dan menyebabkan penurunan hasil dan kualitas produk akhir; (ii) karena kerusakan buah yang sudah matang, sehingga buah menjadi rentan terhadap infeksi (penyakit) dan serangan hama lainnya; dan (iii) ketika buah matang yang tersedia tidak mencukupi, yaitu pada awal musim atau pada saat pemanenan dilakukan, buah yang masih hijau pun akan diserang, kumbang betina sering membuat buah yang sudah matang jatuh ke tanah sebelum akhirnya dipanen (Damon, 2000).
Pengendalian Sebuah strategi manajemen hama terpadu digunakan terhadap penggerek buah kopi. Taktik utama adalah budidaya yang baik, pengendalian hayati, penggunaan perangkap dengan berumpan atraktan, dan kontrol kimia dengan insektisida sintetis (Barrera, 2012). Komponen teknologi yang berkaitan dengan budi daya tanaman sehat telah diterapkan oleh petani. Komponen teknologi tersebut meliputi: (a) pembuatan rorak agar lingkungan kebun makin terjaga; (b) pembangunan saluran pengairan, terutama pada kebun yang lokasinya berdekatan dengan sumber air, sehingga pada musim kemarau tanaman terhindar dari kekeringan; (c) pendangiran sesuai dengan kondisi tanaman; (d) penggunaan pupuk organik seperti kotoran kambing dan pupuk bokasi sebagai sumber hara sekaligus untuk memperbaiki tekstur dan struktur tanah; dan (e) pemetikan (panen) sesuai anjuran, yaitu petik lesehan, petik merah/tua, dan petik racutan (Agustian, 2008). Pelestarian musuh alami pada tanaman kopi telah dilakukan untuk mengendalikan populasi hama dan penyakit di kebun. Dalam pengendalian hama dan penyakit, petani menggunakan cara melalui pengamatan ekosistem dan membuat kondisi lingkungan agar tidak sesuai bagi perkembangbiakan hama dan penyakit, misalnya dengan membersihkan areal pertanaman kopi dari gulma yang mengganggu, memetik buah secara teratur. Pengendalian hama penyakit lebih mengutamakan cara mekanik, biologi, dan penggunaan pestisida nabati. Apabila populasi hama tetap tinggi, petani dapat menggunakan pestisida kimiawi sesuai dengan dosis yang dianjurkan (Agustian, 2008).
Cephalonomia stephanoderis Betrem (Hymenoptera , Bethylidae) adalah parasitoid Afrika yang telah diperkenalkan di beberapa Negara Amerika dan negara-negara Karibia selama 20 tahun terakhir untuk mengontrol biologis H. hampei, C. stephanoderis adalah ectoparasitoid soliter yang menyerang telur, larva, dan pupa H. hampei. Parasitoid betina masuk ke dalam buah yang terinfestasi oleh PBKo masuk lubang dan jika ada cukup inang, parasitoid ini akan menetapkan di dalam secara permanen, parasitoid betina dapat hidup pada semua tahap pengembangan penggerek kopi dari mulai kepompong sampai setelah dikembangkan telur matang menjadi menetas kembali . Setelah terjadinya periode oviposisi. Serangga betina yang sudah dewasa tetap berada dalam buah sampai selesai siklus perkembangan keturunan. Serangga betina C. Stephanoderis yang masih muda langsung pergi setelah kawin dan mencari inang baru untuk mengulangi siklus. Dibutuhkan 16-20 hari di 27° C selama parasitoid masih mengembangkan dari telur hingga dewasa. Parasitoid betina hidup lebih lama dibandingkan
jantan,
dan oviposit rata-rata 66 telur seumur hidup 80 hari
(Gomez et al, 2012). Bioekologi H. hampei betina menelur 2 hari setelah kolonisasi. Periode perkembangan berlangsung 30, 42, dan 49 hari pada suhu masing masing 26, 23.4, dan 28.oC. Rasio jenis kelamin (atau proporsi jantan dan betina) ditemukan13 betina dan satu jantan. Dilaporkan bahwa rata-rata 10 betina banding 1 jantan. Jantan tidak mampu untuk terbang dan tetap dalam buah kopi sepanjang hidupnya. Namun, betina bukanlah partenogenesis dan memerlukan pembuahan untuk menghasilkan telur (Rojas et al, 1999).
Sesuai penelitian tentang proyek dampak potensi pemanasan global dengan ambang batas bawah dan ambang batas atas untuk perkembangan hama PBKo yang telah dilakukan, suhunya diperkirakan mencapai 14,9 dan 32 oC. Penelitian juga berfokus pada bagaimana menggunakan warna untuk mengurangi tingginya intensitas serangan penggerek buah kopi sebagai akibat dari suhu musiman yang lebih tinggi diprediksi di daerah produksi kopi (Vega et al, 2009). Ketinggian tempat akan berpengaruh terhadap perkembangan hama PBKo. Pada ketinggian antara 400–1.000 m dpl dapat terserang berat sedangkan pada ketinggian 1.500 m dpl tidak mengalami serangan yang berarti (Riyatno, 1990). Ternyata serangan hama PBKo ini juga cukup tinggi hingga pada daerah dengan ketinggian 1.300 m dpl. Berarti serangan hama PBKo cukup tinggi pada daerah dengan ketinggian <1.500 m dpl sedangkan pada daerah dengan ketinggian >1.500 serangan PBKo rendah, meskipun secara statistik tidak ada pengaruh ketinggian tempat terhadap serangan hama PBKo (Syahnen et al, 2010). Secara umum, buah diisi oleh suatu serangga betina. Jika polong kopi berair, serangga cenderung untuk meninggalkan dan biji biasanya membusuk. Tetapi jika konsistensi biji adalah cukup keras, serangga betina menggerek sebuah lubang di mana ia meletakkan telur. Telur diletakkan satu persatu, membentuk kelompok kecil dalam biji kopi. Serangga betina meletakkan dari satu sampai tiga butir per hari selama pertama 15-20 hari, setelah itu peletakan telur berkurang secara bertahap. Serangga betina generassi kedua dan larva membuat gerekaan di dalam biji, di mana mereka juga makan,. Sebagai keturunan dewasa pertama muncul, populasi dalam sebuah biji biasanya terdiri dari 25-30 ekor di semua tahap perkembangan, yang ada sekitar sepuluh ekor betina untuk satu jantan.
Setelah panen kopi, penggerek tersebut terus menggerek kopi di gudang di lokasi dengan curah hujan yang rendah, di mana ada jelas periode antara panen, serangga dewasa mencari perlindungan dalam buah hitam, buah kering (Barrera, 2012). Preferensi Mengenai preferensi warna, studi laboratorium telah menggunakan warna hijau, kuning, merah, dan kopi hitam serta kopi yang diberi perlakuan yang terbuat dari bola polystyrene untuk menetukan yang satu lebih disukai oleh serangga. Hasil menunjukkan preferensi untuk kopi merah dan hitam, baik dalam buah nyata dan produksi kopi di lapangan, di mana serangga mulai menyerang buah kopi hijau dan faktor yang menentukan bagi tingkat keberhasilan dalam menggerek adalah kandungan bahan kering, yang harus lebih dari 20%. Dari hasil di laboratorium menunjukkan preferensi untuk kopi yang berwarna merah atau hitam, sehingga tidak mungkin untuk memiliki produksi yang signifikan di lapangan, karena pada saat kopi mencapai warna merah atau hitam, kopi telah diserang oleh serangga. Dalam penggunaan perangkap, menunjukkan bahwa perangkap berwarna merah menghasilkan penangkapan serangga yang lebih tinggi (Vega et al, 2009).