3
TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. Tanaman M. bracteata merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang pertama kali ditemukan di areal hutan Negara bagian Tripura, India Utara, dan telah ditanam secara luas sebagai penutup tanah di Perkebunan Karet Kerala, India Selatan. Tanaman ini pertama kali ditanam sebagai tanaman pakan hijau (CSIR, 1962; Duke, 1981; Wilmot-Dear, 1984). Mucuna bracteata memiliki daun trifoliat berwarna hijau gelap dengan ukuran 15 cm x 10 cm. Helaian daun akan menutup apabila suhu lingkungan terlalu tinggi (termonasti), sehingga sangat efisien dalam mengurangi penguapan permukaan. Ketebalan vegetasi Mucuna bracteata dapat mencapai 40-100 cm dari permukaan tanah. Harahap et al. (2008) menyatakan bahwa pada kultur teknis yang standar, laju penutupan kacangan pada masa awal penanaman dapat mencapai 2-3 m 2 per bulan. Penutupan areal secara sempurna dicapai saat memasuki tahun ke-2 dengan ketebalan vegetasi berkisar 40-100 cm dan biomassa berkisar antara 9-12 ton bobot kering per ha. Hara nitrogen pada tumbuhan kacang-kacangan sebanyak 66% berasal dari gas N 2 hasil simbiosis dengan bakteri rhizobium. Fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh tanaman kacang-kacangan sering mengalami hambatan. Fiksasi nitrogen dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pH tanah, kandungan nutrisi yang minimum, suhu yang terlampau ekstrim, kelebihan atau kekurangan kandungan air dalam tanah (Vissoh, 2005). Proses pembentukan bintil akar terjadi ketika bakteri rhizobium melekat pada rambut akar (Gambar 1). Rambut akar akan memberikan respon dengan membelokkan akar. Tahapan selanjutnya bakteri akan melakukan penetrasi terhadap dinding sel dan melakukan interaksi dengan membran sel. Dinding sel yang bersifat sintetis pada rambut akar mengarahkan pada kegiatan penetrasi. Rambut akar tetap mengalami pertumbuhan dan dinding sel mulai membelah.
4
\
9
Gambar 1. Proses Pembentukan Nodul Akar pada Tanaman Legum (Ahmadjian, 1986) Selama proses penetrasi berlangsung, hasil infeksi tersebut akan membentuk suatu gumpalan seperti benang dan tumbuh pada lapisan korteks akar dan inti sel mulai mengganda. Gumpalan pada lapisan korteks mengandung sel rhizobium yang menyelimuti bahan-bahan kimia yang telah dilipatgandakan (Ahmadjian dan Paracer, 1986). Berdasarkan pengaruhnya terhadap kesuburan tanah ternyata tanaman penutup tanah Mucuna bracteata memenuhi syarat sebagai tanaman penutup tanah. Tanaman ini penghasil bahan organik yang tinggi dan akan sangat bermanfaat jika ditanam di daerah yang sering mengalami kekeringan dan pada daerah dengan kandungan bahan organik rendah. Subronto dan Harahap (2002) menyatakan nilai nutrisi dalam jumlah serasah yang dihasilkan pada naungan sebanyak 8.7 ton (setara dengan 236 kg NPKMg dengan 75-83% N), dan pada daerah terbuka sebanyak 19.6 ton (setara dengan 513 kg NPKMg dengan 75-83% N). Tanaman Pueraria japonica hanya menghasilkan 4.8 ton serasah yang ekuivalen dengan 173 kg (NPKMg). Kandungan C, total P, K tertukar dan KTK dalam tanah yang ditumbuhi M. bracteata meningkat sangat tajam dibanding dengan lahan vang ditumbuhi gulma.
5
Centrosema pubescens BENTH.
Centrosema pubescens termasuk tanaman sub famili Papilionaceae dari familia Leguminoceae. Spesies ini berasal dari Amerika Selatan. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman jenis legum yang paling luas penyebarannya di kawasan tropis lembab. Tanaman C. pubescens mengalami introduksi pada kawasan Asia Tenggara dari kawasan tropis Amerika sejak abad ke 19 atau lebih awal. Saat ini tanaman C. pubescens dapat tumbuh alami di dataran-dataran rendah di Jawa. Tanaman C. pubescens merupakan salah satu tanaman yang tahan terhadap kekeringan. Reksohadiprodjo (1981) menyatakan bahwa tanaman C. pubescens termasuk tanaman legum yang tahan terhadap kondisi kering dan dapat ditanam pada naungan. Batang tanaman dapat mencapai 5 m dan agak berbulu, berdaun tiga pada tangkainya, daun berbentuk elips agak kasar dan berbulu lembut pada kedua permukaanya. Smith (1985) menambahkan bahwa bunga tanaman C. Pubescens berbentuk kupu-kupu berwarna violet keputihputihan, panjang buah polong antara 9-17 cm berwarna hijau pada saat muda dan berubah menjadi kecoklat-coklatan setelah tua. Tanaman C. pubescens merupakan tanaman yang berumur panjang yang bersifat merambat dan memanjat. Smith (1985) menambahkan bahwa tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah asam dan tingkat drainase yang buruk. Sarief (1986) menambahkan bahwa tanaman C. pubescens dapat tumbuh baik pada berbagai tipe tanah. Tanaman C. Pubescens dapat tumbuh pada pH antara 4.5-8.0. Kisaran pH optimum yang dapat mendukung pertumbuhan nodul akar adalah 5.5-6.0. Tanaman C. pubescens cukup toleran pada kadar Mangan (Mn) di tanah yang tinggi, namun terdapat keterkaitan antara keracunan Mn dengan tingkat pH rendah pada tanah-tanah asam. Maka hal ini dapat diperbaiki dengan memperhatikan batasan kadar Mn dan pH tanah. Tanaman C. pubescens dapat tumbuh baik bersama spesies tumbuhan lain di padang rumput atau sebagai penutup tanah pada areal tanaman pertanian. Tanah yang kekurangan mineral dapat diperbaiki dengan inokulasi benih dengan bradyrhizobium.
6
Warna dan Mineral Tanah
Warna tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang digunakan untuk mendeskripsikan karakter tanah. Warna tanah tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap tanaman, tetapi secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap temperatur dan kelembapan tanah (Hardjowigeno, 2003). Menurut Hardjowigeno (1995), warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan warna permukaan tanah yaitu perbedaan kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik, maka warna tanah semakin gelap. Hardjowigeno (2003), menambahkan bahwa semakin gelap warna tanah maka semakin tinggi produktivitasnya. Jenis mineral merupakan salah satu penyebab dari warna tanah. Mineral tanah adalah mineral yang terkandung di dalam tanah dan merupakan salah satu bahan utama penyusun tanah. Mineral dalam tanah berasal dari pelapukan fisika dan kimia dari batuan yang merupakan bahan induk tanah. Menurut Sjarif (1991), mineral primer adalah mineral yang berasal langsung dari batuan yang mengalami pelapukan. Mineral primer pada umumnya mempunyai ukuran butir fraksi pasir dan debu (2.00-0.05 mm), sedangkan mineral sekunder (mineral liat) adalah mineral hasil pembentukan baru atau hasil pelapukan mineral primer yang terjadi selama proses pembentukan tanah yang komposisi maupun strukturnya sudah berbeda dengan mineral yang terlapuk. Mineral ini memiliki ukuran kurang dari 0.05 mm. Semua mineral primer dan mineral liat akan berakhir pada pembentukan liat kaolinit (Gambar 2). Pembentukan ilit yang mewakili hidrus mika dapat didominasi proses alterasi. Ilit dapat berbentuk montmorillonit bila dijumpai banyak kalium (K), dan illit juga dapat terbentuk dari kaolinit bila ada kelebihan Kalium. Liat kaolinit terbentuk setelah mineral primer mengalami dekomposisi, kation logam habis tercuci alumunium, dan silikat yang larut akan berkristalisasi membentuk kaolinit.
.
7
Bahan Induk (Alumunium Silikat Primer)
Mg.Ca. Fe 2
K. Na. Ca. Fe 3
Oksidasi Oksidasi/Leaching
Montmorillonit Leaching -K
+ Mg
Hidrous Mika (illit)
Reduksi +Mg
-K
Kaolinit
+K Gambar 2. Bagan Pembentukan Mineral Liat dalam Tanah (Milner, 1940) Sarief (1986), menyatakan bahwa mineral kaolinit memiliki sifat diantaranya: ditemukan pada tanah-tanah dengan pelapukan lanjut seperti tanah oxisol, ultisol dan entisol. Termasuk dalam kategori mineral liat tipe 1:1 dimana tiap gugus unit terdiri dari satu gugus Si tetrahedral dan 1 gugus Al-oktahedral. Mineral kaolinit memiliki nilai KTK (Kapasitas Tukar kation) yang rendah yaitu sebesar 3-5 me/100g. Mineral illit merupakan saalh satu dari golongan mika dan termasuk dalam jenis mineral liat bertipe 2:1. Memiliki nilai KTK pada kisaran 10-40 me/100g, sedangkan mineral goetit merupakan hasil oksidasi dari besi. Mineral ini terbentuk dari pelapukan yang cepat sebagai akibat dari pelapukan kaolinit.