TINJAUAN PUSTAKA Erosi
Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam terjadinya kemerosotan produktivitas tanah-tanah pertanian, dan kemerosotan kuantitas serta kualitas air. Erosi itu sendiri meliputi proses: pelepasan partikelpartikel
tanah
(detachment),
penghanyutan
partikel-partikel
tanah
(transportation), dan pengendapan partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan (deposition) (Foster and Meyer, 1973).
Salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan adalah erosi. Erosi merupakan masalah yang perlu ditangani secara serius agar tidak bertambah parah. Secara garis besar kerusakan yang timbul akibat erosi dijelaskan sebagai berikut ini: 1) Erosi menurunkan tingkat kesuburan tanah. Saat terjadinya erosi, maka tanah bagian atas akan terkikis terlebih dahulu dimana tanah lapisan atas ini subur karena banyak mengandung bahan organik. Dengan terangkutnya bagian atas, maka tinggal tanah bagian bawah yang tidak subur dan tidak menghasilkan produk yang baik jika ditanami. 2) Erosi menimbulkan pendangkalan. Seperti yang diketahui, erosi adalah proses terkikisnya butiran tanah, kemudian dengan adanya aliran air, butiran tanah terangkut setelah aliran air tidak mampu lagi mengangkut butiran tanah, maka tanah tersebut akan diendapkan dan pengendapan ini akan terjadi pada daerah yang lebih rendah (Wudianto, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Faktor-Faktor Penentu Erosi
Faktor Iklim
Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan, terutama intensitas dan diameter butiran air hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangsung dalam jangka waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu berlangsungnya hujan lebih lama. Pengaruh iklim tidak langsung ditentukan melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi. Dengan kondisi iklim yang sesuai (fluktuasi suhu kecil dengan curah hujan merata), vegetasi dapat tumbuh secara optimal. Sebaliknya, pada daerah dengan perubahan iklim besar, misalnya di daerah kering, pertumbuhan vegetasi terhambat oleh tidak memadainya intensitas hujan. Tetapi, sekali hujan turun, intensitas hujan tersebut umumnya sangat tinggi (Asdak, 1995).
Faktor Tanah
Kepekaan erosi tanah adalah mudah tidaknya tanah tererosi yang merupakan fungsi dari berbagai interaksi sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Sifatsifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi; (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan (Suripin, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan penghanyutan oleh curah hujan disebut erodibilitas, erodibilitas tanah tinggi hal ini berarti bahwa tanah itu peka atau mudah tererosi dan erodibilitas tanah itu rendah hal ini akan berarti bahwa resistensi atau daya tahan tanah itu kuat, dengan kata lain tanah tahan (resisten) terhadap erosi. Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Tanah di daerah-daerah di negara kita ternyata banyak yang berasal dari abu vulkanis, sedangkan tanah demikian kenyataannya mudah tereosi (Kartasapoetra, 2005).
Sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, dan tingkat kesuburan tanah. Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan
kemampuan tanah
untuk menunjang
pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Untuk keperluan pertanian berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi tiga partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah berliat, jika kandungan liatnya >35%, kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi (Utomo, 1989).
Tekstur tanah biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-partikel tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama tanah adalah pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Di lapangan, tanah terbentuk oleh kombinasi ketiga unsur dominan liat, ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong
Universitas Sumatera Utara
kuat, dan dengan demikian tidak mudah tererosi. Hal yang sama juga berlaku untuk tanah dengan unsur domiman pasir (tanah dengan tekstur kasar), kemungkinan untuk terjadinya erosi pada jenis tanah ini adalah rendah karena laju infiltrasi di tempat ini besar, dan dengan demikian menurunkan laju air larian. Sebaliknya pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut serta sedikit unsur organik, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya erosi (Asdak, 1995).
Struktur tanahdigunakan untuk menerangkan susunan partikeltanah. Struktur tanah terdiri dari struktur makro dan struktur mikro. Struktur makro adalah susunan agregattanah satu dengan yang lainnya, sedangkan struktur mikro adalah penyusunan butiran primer tanah (pasir, lempung, dan liat) menjadi partikel sekunder yang disebut peds atau agregat (Suripin 2001).
Unsur organik, terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas lapang air tanah, dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organik di atas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian, dengan demikian, menurunkan potensi terjadinya erosi (Asdak, 1995).
Kesuburan tanah, perbaikan kesuburan tanah akan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang lebih baik akan memperbaiki penutupan tanah dan lebih banyak sisa tanaman yang kembali ke tanah setelah panen (Arsyad, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Faktor Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsistensi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur atau erosi parit. Kedudukan lereng juga menentukan besarkecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi dari pada lereng bagian atas karena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah. Daerah tropis volkanik dengan topografi bergelombang dan curah hujan tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan longsor (Asdak, 1995).
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45º. Selain dari memperbesar
jumlah
aliran
permukaan,
makin
curamnya
lereng
juga
memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Jika lereng permukaan dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih besar (Sinukaban, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dengan kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng. Dengan demikian, lebih banyak air yang mengalir maka semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada di bagian atas. Akibatnya adalah tanah-tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas. Makin panjang lereng permukaan tanah, makin tinggi potensial erosi karena akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi. Kecepatan aliran permukaan makin tinggi mengakibatkan kapasitas penghancuran dan deposisi makin tinggi pula (Wischmeier danSmith, 1978).
Faktor Vegetasi
Hutan dan padang rumput yang tebal mampu mengurangi/menekan pengaruh faktor iklim, topografi dan sifat tanah terhadap erosi. Pengaruh vegetasi ini terjadi melalui (a) intersepsi hujan oleh tajuk tumbuhan, (b) pengurangan laju aliran permukaan dan gaya dispersinya, (c) pengaruh akar dalam peningkatan granulasi dan porositas, (d) kegiatan biologi dalam tanah yang memperbaiki porositas, dan (e) efek transpirasi yang mengeringkan tanah (Hakim, dkk, 1986).
Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh terhadap penutupan tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai pemantap tanah. Menurut Sinukaban (1986) pergiliran tanaman terutama dengan tanaman
Universitas Sumatera Utara
pupuk hijau atau tanaman penutup tanah lainnya, merupakan cara konservasi tanah yang sangat penting. Tujuannya adalah memberikan kesempatan pada tanah untuk mengimbangi periode pengerusakan tanah akibat penanaman tanaman budidaya secara terus-menerus. Keuntungan dari pergiliran tanaman adalah mengurangi erosi karena kemampuannya yang tinggi dalam memberikan perlindungan oleh tanaman, memperbaiki struktur tanah karena sifat perakaran, dan produksi bahan organik yang tinggi.
Tanaman Pangan (kacang panjang) Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Leguminosae
Family
: Papiloinaceae
Genus
: Vigna
Spesies
: Vigna Spp.
Syarat Tumbuh
Universitas Sumatera Utara
Kacang panjang popular di Indonesia dan dikonsumsi sebagai komponen sayuran. Kacang panjang merupakan sumber nutrisi yang baik sebab kandungan senyawa aktifnya cukup kompleks. Permintaan pasar terhadap kacang panjang cukup stabil, karena itu wajar jika banyak petani yang menanam kacang panjang sebagai penopang ekonomi mereka. Pada dasarnya budidaya tanaman kacang panjang cukup mudah. Sama seperti tanaman pertanian lainnya, faktor seperti medium tumbuh, bibit, perawatan dan masa panen merupakan fokus utama dalam budidaya kacang panjang
Iklim
Iklim suhu idealnya antara 20-30 derajat C. Tempat terbuka (mendapat sinar matahari penuh). Musim yang tepat untuk budidaya kacang panjang pada musim kemarau. Sebaiknya kacang panjang ditanam di awal atau di akhir musim hujan. Iklimnya kering. Curah hujan antara 600-1.500mm/tahun tanaman.
Kacang panjang dapat ditanam baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (dari 10-1200 m di atas permukaan laut). Pada umumnya orang menanamnya di ladang, perkarangan, pematang sawah dan di tanah sawah bekas tanaman padi.
Tanah yang baik untuk pertumbuhan kacang panjang yaitu yang banyak mengandung humus, banyak terkena sinar matahari, tanahnya gembur, sarang dan lapisan atasnya mampu menahan air. Jenis tanah yang cocok untuk tanaman kacang panjang ialah regosol, latosol dan alluvial. Derajat keasaman tanah (ph) yang diinginkan antara 5,5- 6,5 dengan berkisar 18°- 32 °C. Pada umumnya orang
Universitas Sumatera Utara
akan menanam kacang panjang pada permulaan musim penghujan di ladang atau di perkarangan. Sedangkan di sawah dapat dilakukan setiap saat bersamaan dengan tanaman padi.
Sebelum memulai usaha pertanian kacang panjang, petani harus memahami syarat tumbuh tanaman yng satu ini. Kacang panjang sama seperti lainnya, menyukai tanah yang lempung dan berpasir serta tentu subur gmbur banyak mengandung humus. Sementara itu kelembaban yang paling sempurna untuk kacang panjang adalah ph 5,5 hingga 6,5. Adapun iklim pendukung terbaik adalah antara 20 derajat C sampai 30 derajat C. Curah hujan juga memegang peranan yang baik. Untuk pertanian kacan panjang memiliki curah hujan terbaik antara 600 hingga 1500 mm per tahunnya. Terakhir adalah ketinggian medium tanam sebaiknya kurang dari 800 m di atas permukaan laut.
Tanaman Pangan (Mentimun) Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman mentimun diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Subdivisio
: Spermathopyta
Kelas
: DMagnoliopsida
Ordo
: Violales
Universitas Sumatera Utara
Family
: Cucurbitaceae
Genus
: Cucumis
Spesies
: Cucumis Sativus L
Syarat Tumbuh Mentimun cocok ditanam di lahan yang jenis tanahnya lempung liat berpasir dan mengandun bahan organik. Mentimun membutuhkan ph tanah berkisar 5,5- 6,8 dengan ketinggian tempat 100-900 m dpl. Mentimun juga membutuhkan sinar matahari terbuka, drainase air lancar dan bukan bekas penanaman mentimun dan familinya seperti melon, semangka, dan waluh. Aspek agronomi penanaman mentimun tidak berada dengan komoditas sayuran komersil lainnya, seperti kecocokan tanah dan tinggi tempat, serta iklim yang sesuai meliputi suhu, cahaya, kelembaban dan curah hujan. Untuk pertumbuhan yang optimum diperlukan iklim kering, sinar matahari yang cukup dengan temperatur optimal antara 21°C- 30 °C. Sementara untuk suhu perkecambahan biji optimal yang dibutuhkan antara 24 °C- 35 °C kelembapan udara yang dikehendaki oleh tanaman mentimun agar hidup dengan baik adalah 80-85%. Sementara curah hujan optimal untuk budidaya mentimun adalah 200400 mm/bulan, curah hujan yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumbuhan apalagi pada saat berbunga karena akan mengakibatkan menggugurkan bunga (Sumpena, 2001). Syarat tumbuh tanaman mentimun pada ketinggian >1000 m dpl, harus menggunakan mulsa plastik perak hitam karena di ketinggian tersebut suhu tanah < 18 °C dan suhu udara < 25 °C. Sehingga penggunaan mulsa akan meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
suhu tanah dan disekitar tanaman. Mentimun juga membutuhkan sinar matahari terbuka, drainase air lancar dan bukan bekas penanaman mentimun dan familinya seperti melon, semangka, dan waluh. Aspek agronomi penanaman mentimun tidak berada dengan komoditas sayuran komersil lainnya, seperti kecocokan tanah dan tinggi tempat, serta iklim yang sesuai meliputi suhu, cahaya, kelembaban dan curah hujan.
Faktor Manusia atau Tindakan Konservasi
Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal lainnya untuk tanaman, perladangan, dan lain sebagainya. Maka dengan praktik konservasi tanaman diharapkan dapat mengurangi laju erosi yang terjadi. Faktor penting yang harus dilakukan dalam usaha konservasi tanah,yaitu teknik inventarisasi dan klasifikasi bahaya erosi dengan tekanan daerah hulu (upstream area). Untuk menentukan tingkat bahaya erosi suatu bentang lahan diperlukan kajian terhadap 4 faktor, yaitu jumlah, macam dan waktu berlangsungnya hujan serta faktor-faktor yang berkaitan dengan iklim, jumlah dan macam tumbuhan penutup tanah, tingkat erodibilitas di daerah kajian, dan keadaan kemiringan lereng (Asdak, 1995).
Faktor tanaman dan pengelolaan lahan sangat berperan dalam menentukan besarnya laju erosi. Pengelolaan tanah yang berlebihan dapat berpengaruh buruk, antara lain rusaknya struktur tanah, menurunkan kandungan bahan organik tanah
Universitas Sumatera Utara
secara tepat, memutuskan akar-akar tanaman yang berfungsi memegang agregat tanah, dan meningkatkan kepadatan serta pembentukan kerak tanah di permukaan. Sistem pengelolaan tanah dan tanaman (C) yang umum dilakukan oleh petani saat ini, prediksi erosi yang akan terjadi jauh lebih besar dari besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan. Besarnya nilai faktor C untuk tanaman pangan tanpa usaha konservasi seperti yang umum terjadi pada petani cukup besar yaitu antara 0,20,9. Ini menunjukkan bahwa erosi yang terjadi pada lahan tanaman pangan akan msih cukup besar. Pada kondisi ini biasanya penanaman tidak cukup rapat menutup permukaan lahan dan seringnya tanah terbuka terutama pada pengolahan tanah dan penyiangan.
Pada wilayah pertanian di Semboja Kalimantan dengan nilai erosivitas 1800 dan nilai erodibilitas 0,25-0,29, dengan besarnya erosi yang dapat dibiarkan adalah 38,4 ton/ hatahun maka nilai pengelolaan tanah dan tanaman pada berbagai kelerengan harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai pengelohan tanah dan tanaman harus di bawah indeksnya.Nilai maksimum pengelolaan tanah dan tanaman pada kondisi demikan terlihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1.Nilai pengelolaan tanah dan tanaman maksimum untuk erosi yang masih dapat ditoleransikan. Lokasi
Lereng
R
LS
K
ETOL
CP maks
5
1800
0,50
0,25
38,40
0,17
9
1800
1,00
0,25
38,40
0,09
15
1800
2,50
0,25
38,40
0,03
25
1800
6,00
0,25
38,40
0,01
5
1800
0.50
0,29
38,40
0,15
(%) 1
2
Universitas Sumatera Utara
9
1800
1,00
0,29
38,40
0,07
15
1800
2,50
0,29
38,40
0,03
25
1800
6,00
0,29
38,40
0,01
R= erosivitas; LS= factor panjang dan kemiringan lereng; K=erodibilitas; ETOL=erosi yang masih dapat ditoleransi; C= pola tanam; P= penggunaan teknik konservasi tanah dan air (Barehia, 2009). Erosi amat merugikan diantaranya karena terkurasnya semua bagian tanah dan hilangnya kapur. Bila tanah belum dikapur, kehilangan itu belum seserius komponen penting lainnya. Kapur yang baru saja dihamparkan ke tanah hampir seluruhnya dapat hilang jika ada erosi permukaan. Pukulan hari hujan dapat memadatkan permukaan tanah yang gundul, sehingga infiltrasi hujan lambat atau bahkan terhalang. Run off menjadi lebih besar kombinasi penimpaan dan erosi dapat menguras tanah lapis atas yang mengandung kapur ( Kuswandi, 1993).
Unsur organik, terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tamping air tanah, dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organik di atas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian, dan dengan demikian, menurunkan potensi terjadinya erosi (Asdak, 1995).
Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan tataguna lahan. Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedang erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah, antara lain, pembuatan jalan di daerah dengan kemiringan lereng besar (Asdak, 1995).
Sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, dan tingkat kesuburan tanah. Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Untuk keperluan pertanian berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi tiga partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah berliat. (Utomo, 1989).
Intensitas erosi air ditentukan oleh besar lereng, makin besar lereng maka intesitas erosi air makin tinggi. Hal ini berkaitan dengan energi kinetic aliran limpas yang semakin besar sejalan dengan semakin besar lereng. Ditapak berlereng erosi dapat berlangsung secara kering, memindahkan bahan sepanjang lereng dari daerah atasan ke daerah bawahan dengan menggunakan energi gravitasi langsung. Menurut tampakan permukaan yang diakibatkanmya erosi air terpilahkan menjadi tiga ragam : (1) erosi lembar yang pengikisannya lebih
Universitas Sumatera Utara
melebar daripada mendalam penyingkiran bahan berlangsung selapis demi selapis, (2) erosi alur yang pengikisan lebih mendalam aripada melebar, menorah permukaan tubuh bahan secara beralur-alur, dan (3) erosi parit yang merupakan erosi alur berskala besar dengan alur-alur jauh lebih dalam (Notohadiprawiro, 1998).
Untuk berhasilnya suatu usaha pertanian amat tergantung dari perencanaan penggunaan tanah setempat. Perencanaan penggunaan lahan yang baik harus disesuaikan dengan kemampuan dari lahan yang ada. Mengingat besar kecilnya faktor-faktor penghambat, maka dapat dibedakan kelas-kelas kesesuaian lahan yang sesuai untuk tanaman musiman dan tanaman keras serta untuk maksud di luar keperluan di atas (Hakim, 1986).
Kelas-kelas tersebut dibedakan oleh faktor-faktor penghambat pengelolaan tanah yang ada. Faktor-faktor yang dapat membedakan kelas tersebut yaitu keadaan lereng efektif, tekstur tanah, permeabilitas dan drainase (Hakim, 1986).
Menurut klasifikasi kesesuaian lahan Arsyad, S (1989), terdapat empat kelas (kelas I sampai IV) yang sesuai untuk usaha pertanian tanaman pangan, dan kelas (kelas I sampai VI) untuk tanaman keras. Uraian masing-masing kelas tanah yang sesuai untuk tanaman musiman dan tahunan disajikan pada uraian berikut ini.
Kelas I
Universitas Sumatera Utara
Tanah ini tergolong sangat baik dengan permukaan datar dan lereng 0-3 persen. Tanah tidak peka terhadap erosi. Tekstur lempung dan mudah diolah. Permeabilitas tanah sedang dan drainase baik sampai sedang. Tanah ini hampir tidak ada faktor pembatas dalam penggunaan..
Kelas II
Tanah kelas II sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Tanahnya berlereng landai, kedalaman dalam atau bertekstur halus sampai agak halus. Untuk pertanian tanaman semusim diperlukan tindakan pengawetan tanah yang ringan seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman, tanaman penutup tanah, dan tindakan ringan lainnya.
Kelas III
Tanah kelas III sesuai dengan segala penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan lebih besar dari tanah kelas II. Tanah ini sering dengan lereng agak miring, atau berdrainase buruk, kedalaman sedang atau permeabilitas cepat. Tindakan yang diperlukan antara lain penanaman strip, pembuatan teras, pergiliran tanaman, penutup tanah dan pemupukan.
Kelas IV
Tanah kelas IV sesuai dengan segala penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas III, sehingga perlu tindakan khusus pengawetan tanah yang lebih berat dan terbatas penggunaannya untuk tanaman semusim.
Universitas Sumatera Utara
Tanah kelas IV terletak pada lereng yang miring (15-30 persen) atau drainase buruk atau kedalaman dangkal. Untuk tanaman musiman diperlukan teras, atau drainase, pergiliran tanaman dengan penutup tanaman/makanan ternak/pupuk hijau 3-5 tahun dan pemupukan.
Kelas V
Tanah kelas V tidak sesuai untuk digarap bagi tanaman musiman, lebih sesuai untuk ditanami tanaman makanan ternak secara permanen atau dihutankan. Tanah kelas V terletak pada daerah agak cekung sehingga selalu tergenang air atau banyak batu atau terdapat lapisan liat masam. Tanah kelas V ini sedikit yang dapat diusahakan sebagai tanaman tahunan untuk daerah-daerah yang miring. Usaha-usaha penanggulangan erosi tidak dapat ditinggalkan.
Kelas VI
Tanah kelas VI tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman semusim, karena terletak pada lereng yang 30-40 persen sehingga mudah tererosi atau kedalaman yang sangat dangkal, atau telah tererosi berat.
Kelas VII
Tanah kelas VII tidak sesuai untuk tanaman semusim dan tahunan, dianjurkan untuk vegetasi permanen, tanah ini terletak pada lereng 45-65 persen, dangkal dan telah tererosi berat
Kelas VIII
Universitas Sumatera Utara
Tanah kelas VIII tidak sesuai untuk usaha produksi pertanian, dan harus dibiarkan pada keadaan alami di bawah vegetasi alami. Tanah ini berlereng lebih dari 90 persen atau tertutup batuan lepas, batuan ungkapan atau tanah bertekstur kasar.
(Hakim, dkk, 1986).
Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik yang telah mulai mengalami pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan tetapi kemampuan itu hanya faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran permukaan. Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan terutama perlambatan, peningkatan ilfiltrasi dan pemantapan agregat tanah (Arsyad, 2000) Pendugaan Erosi (USLE)
Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah suatu persamaan untuk memperkirakan kehilangan tanah yang telah dikembangkan oleh Smith dan Wischmeier tahun 1978. Apabila dibandingkan dengan persamaan kehilangan tanah yang lainnya, USLE mempunyai kelebihan yaitu variabel-variabel yang berpengaruh terhadap besarnya kehilangan tanah dapat diperhitungkan secara terperinci. Sampai saat ini USLE masih dianggap sebagai rumus yang paling mendekati kenyataan, sehingga lebih banyak digunakan daripada rumus lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Persamaan kehilangan tanah yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith yaitu sebagai berikut:
A = R × K × L × S × C ×P…………………………………(1) dimana : A = banyaknya tanah tererosi (ton/(ha.thn)) R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan tahunan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30). K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22,1 meter) terletak pada lereng 9 % tanpa tanaman. L = faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik. C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik tanpa tanaman.
Universitas Sumatera Utara
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras menurut kontur) yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan (22,1 meter) di bawah keadaan yang identik ( Arsyad, 1989). faktor tersebut akan ditentukan nilainya dengan mempergunakan rumus seperti di bawah ini :
a. Faktor Erosivitas Hujan (R)
12
R = ∑ (EI 30 )i ........................................................................................... (2) i =1
Dimana :
EI 30 = 6,119 (CH)1,21 .(HH)-0.47 . (P.Max) 0.53 .......................................... (3)
CH = rata-rata curah hujan bulanan
HH= jumlah hari hujan per bulan (hari)
P.Max=curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan bersangkutan
b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
K=
2,713 M [1.14 ] (10) [-4] (12 - a) + 3,25(b - 2) + 2,5(c - 3) .................... (4) 100
Dimana :
K= Faktor erodibilitas tanah
Universitas Sumatera Utara
M= Ukuran partikel yaitu (% debu + % pasir sangat halus) (100 - % liat)
Bila data tekstur yang tersedia hanya fraksi pasir, debu dan liat, maka % pasir sangat halus dapat diduga dengan 20 % dari fraksi pasir (Sinukaban, 1986 dalam Sinulingga 1990)
a = bahan organik tanah (% C x 1,724)
b= Harkat struktur tanah
c= Harkat permeabilitas profil tanah
Didalam iklim bertropika basah, air merupakan penyebab utama erosi tanah dan proses erosi oleh air ialah 2 kombinasi sub proses yaitu penghancuran struktur tanah menjadi butiran primer akibat butir-butir yang jatuh diatas permukaan tanah dan penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butirbutir tanah oleh air yang mengalir di permukaan tanah. Berikut Tabel 2. Harkat struktur tanah
Tabel 2. Harkat struktur tanah Kelas Struktur Tanah (Ukuran diameter) Granular sangat halus
Harkat 1
Granular halus
2
Granular sedang sampai kasar
3
Gumpal, lempeng, pejal Sumber : Arsyad, 1989
4
Universitas Sumatera Utara
Permeabilitas tanah adalah sifat yang menyatakan laju pergerakan suatu zat cair melalui suatu media yang berpori-pori dan disebut konduktifitas hidrolik yang dipengaruhi oleh kadar air pada saat air dialirkan sehingga permeabilitas tanah dan hantaran hidrolik tanah sebagian besar pada bagian pori dan tingkat pengisian pori-pori oleh air pada suatu tingkat tertentu. Berikut Tabel 3. Harkat Permeabilitas Tanah.
Tabel 3. Harkat permeabilitas tanah Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah Sangat lambat (<0,5 cm/jam)
Harkat 6
Lambat (0,5-2,0 cm/jam)
5
Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/jam)
4
Sedang (6,3-12,7 cm/jam)
3
Sedang sampai cepat (12,7-25,4 cm/jam)
2
Cepat (>25,4 cm/jam) Sumber : Arsyad, 1989
1
c. Faktor Topografi (LS)
Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan lereng. Faktor S adalah rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan terhadap kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft) dengan kemiringan lereng 9 %. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS :
LS = �𝐿(0,00138)𝑆 2 + 0,00965𝑆 + 0,0138.....................................................(5)
Universitas Sumatera Utara
Dengan :
S = Kemiringan lereng (%)
L = Panjang lereng (m)
d. Faktor Tanaman Penutup Tanah (C) dan Faktor Konservasi Lahan (P) Faktor ini mempertimbangkan segi pengelolaan lahan. Termasuk dalam pengelolaan ini adalah campur tangan manusia. Faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor teknik konservasi lahan (P) diprediksi berdasarkan hasil pengamatan lapangan dengan mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada kondisi yang identik. Disamping itu juga akan ditentukan besarnya laju erosi yang masih dapat ditoleransi dan tingkat bahaya erosi.
Laju Erosi yang Masih dapat Ditoleransikan (T)
Sebagai bahan perbandingan ditentukan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan untuk lahan tanaman buncis dan ubi jalar yang sedang di ukur tingkat
bahaya erosinya. Nilai faktor kedalaman tanah dipengaruhi oleh jenis tanah seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai faktor kedalaman tanah pada berbagai jenis tanah No. 1
USDA Aqualfs
Sub Order dan Kode (AQ)
Faktor Kedalaman Tanah 0.9
Universitas Sumatera Utara
2
Udalfs
(AD)
0.9
3
Ustalfs
(AU)
0.9
4
Aquents
(EQ)
0.9
5
Arents
(ER)
1.0
6
Fluvents
(EV)
1.0
7
Orthents
1.0
8
Psamments
(EO) (ES) (IN)
9
Andepts
(IQ) (IT)
1.0
10
Aquepts
1.0
0.95
11
Tropepts
(MW) (MQ)
12
Alballs
(MR)
0.75
13
Aqualls
0.9
14
Rendolls
15
Udolls
(MD) (MU) (OQ) (OH) (OO)
16
Ustolls
(OU)
1.0
17
Aquox
(SQ)
0.9
18
Humox
(SI)
1.0
19
Orthox
0.9
20
Ustox
(SH) (SO) (UQ) (UH)
21
Aquods
1.0
0.9 1.0
0.9 0.9
22
Ferrods
(UD) (UU)
23
Hummods
(VD)
1.0
24
Arthods
(VU)
0.95
0.95
Universitas Sumatera Utara
25
Aquults
0.8
26
Humults
1.0
27
Udults
0.8
28
Ustults
0.8
29
Uderts
1.0
30 Ustearts Sumber : Hammer, 1981
1.0
Untuk menghitung nilai laju erosi yang masih dapat ditoleransikan dipergunakan rumus Hammer (1981), sebagai berikut:
T=
EqD xBd ......................................................................................... (6) RL
Dimana :
T
= Laju erosi dapat ditoleransi (ton/ha.thn)
EqD
= faktor kedalaman tanah x kedalaman efektif tanah (cm)
RL
= Resource life (400 tahun) (tahun)
Bd
= Bulk density (kerapatan massa) (gr/cm3)
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi aktual (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) di daerah itu dengan rumus (Hammer, 1981):
Universitas Sumatera Utara
TBE = A/T .............................................................................................. (7)
Tingkat bahaya erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimal dibandingkan dengan tebal solum tanahnya pada setiap unit lahan bila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan.
Berikut Tabel 5. Kriteria tingkat bahaya erosi
Tabel 5. Kriteria tingkat bahaya erosi Nilai < 1.0
Kriteria/Rating TBE Rendah
1.10 – 4.0
Sedang
4.01 – 10.0
Tinggi
>10.01 Sumber : Hammer, 1981
1.
Sangat Tinggi
Penentuan Faktor C Tanaman buncis dan Ubi jalar Nilai faktor C yang diperoleh akan membantu dalam perencanaan
pengelolaan sumber daya lahan, yakni dalam memprediksi besarnya erosi yang akan terjadi berdasarkan Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier dan Smith, 1978) jika tanaman tersebut diusahakan sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (2000). USLE memungkinkan perencanaan menduga laju rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau sedang digunakan. Ketika nilai faktor C yang diperoleh dapat memberikan nilai erosi aktual sama dengan atau di bawah nilai erosi yang diperbolehkan atau tolerable soil loss (TSL),kekhawatiran akan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya degradasi tanah oleh erosi dengan teknik konservasi yang diterapkan menjadi berkurang (Nurmi, dkk, 2008).
Faktor C tanaman buncis dan ubi jalar dapat dihitung dari persamaan menggunakan metode USLE di kombinasikan dengan pengukuran erosi yang menggunakan metode petak kecil standar Metode petak kecil standar, berukuran panjang 22,1 m (72,6 ft) dengan kemiringan 9%, dan tidak dilakukan tindakan konservasi tanah. Sehingga diasumsikan nilai LS (faktor topografi) dan nilai P (faktor konservasi lahan) adalah satu. Sementara nilai A diperoleh dari pengukuran langsung pada petak kecil standar. Sehingga didapatkan persamaan : 𝐴
K = ................................................................................................ (8) 𝑅
Nilai K dari perhitungan pada persamaan 7 dimasukkan kembali ke persamaan USLE.Nilai R diperoleh dari persamaan 1, nilai LS dan P adalah satu, dan nilai A diperoleh dari hasil pengukuran, sehingga: C=
𝐴
𝑅𝐾
.............................................................................................. (9)
Metode Petak Kecil Selain dengan menggunakan metode USLE, pengukuran laju erosi juga dapat dihitung langsung di lapangan dengan menggunakan petak kecil. Karakteristik wilayah yang harus diperhatikan adalah kemiringan lereng, jenis tanah, dan sistem bercocok tanam. Plot berbentuk segi empat memanjang lereng dengan sumbu bawah merupakan tempat kolektor untuk menampung aliran permukaan dan sedimen. Ukuran petak adalah 22,1 m dan lebarnya 2 m. Di
Universitas Sumatera Utara
sekeliling petak dibatasi oleh sekat. Lebar sekat sekitar 30 cm yakni 15 cm ditanam dan 15 cm berada di permukaan tanah. Adapun cara untuk menentukan pengikisan dan penghanyutan tanah yaitu dengan menggunakan metode pengukuran besarnya tanah yang terkikis dan aliran permukaan (run-off) untuk satu kali kejadian hujan. Metode ini disebut “Pengukuran Erosi Petak Kecil”, metode ini ditujukan untk mendapatkan datadata sebagai berikut : 1. Besarnya erosi 2. Pengaruh faktor tanaman 3. Pemakaian bahan pemantap tanah (soil conditioner) 4. Pemakaian mulsa penutup tanah dan 5. Pengelolaan tanah Dengan berpegangan pada pendapat Konhke dan Bertrand (1959) bahwa petak kecil yang biasanya berbentuk persegi panjang dipergunakan untuk mendapatkan besarnya pengikisan dan penghanyutan yang disebabkan oleh pengaruh faktor-faktor tertentu untuk suatu tipe tanah dan derajat lereng tertentu. Petak yang dipakai biasanya kecil sehingga semua aliran air permukaan yang terjadi pada saat hujan turun dapat ditampung dalam suatu bak penampungan air yang dipasang di ujung bagian bawah petak tersebut (Kartasapoetra, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Pada tanah-tanah yang mempunyai kemiringan, berlangsungnya erosi akan banyak menghanyutkan partikel-partikel tanah dari bagian tengah tanah berlereng itu. Kejadian ini dikarenakan bagian tengah tanah berlereng pada umumnya digunakan sebagai lahan pertanian dan daya aliran air dari bagian atas ke bagian tengah telah menjadi lebih kuat karena erosi berlangsung sangat hebat dibagian ini, lapisan olah (horizon A) dan lapisan bawah tanah (horizon B) akan terkikis dan terhanyutkan, yang selanjutnya akan muncul ke permukaan yaitu bahan induk tanah yang mungkin diatasnya akan tertutup oleh lapisan olah yang sangat tipis yang berasal dari tanah terhanyut bagian atasnya (Kartasaputra 1989).
Universitas Sumatera Utara