V. HASlL DAN PEMBAHASAN
5.'1.
Erosi dan Sedimentasi Hasil prediksi erosi aktual (A) tertinggi terjadi pada sub - DAS
Dzirajat - 10 di titik pengamatan c yaitu sebesar 137.303 ton ha.' th-' seperti tertera pada Tabel 12. Kondisi ini disebabkan kaena lokasi te~sebuttergolong sangat curam (kemiringan 71%), sehingga penanaman yang dilakukan petani menjadi sangat potensial untuk mendorong laju erosi meskipun teli3h dilakukan tindakan pencegahan erosi dengan msmbuat teras gulucl. Kondisi ini sejalan dengan pernyataan Baver (1959) bahwa erosi merupiskan hasil interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, tolmgrafi, vegetasi lanah
dan tindakan manusia. Secara keseluruhan
falrtor-faktor ini be~ama-samamenentukan besar atau laju erosi yang akan terjadi. Tingkat erosi yang terjadi juga sangat tinggi dan jauh diatas batas erosi toleransl (nilai T) untuk lokasi ini yakni hanya sebesar 17 tonlha per tahun (Tabel 13). Bila dilihat lebih jauh ternyata nilai faktor taliaman
(nilai C) dari tanaman potensi dalam mendorong laju erosi
telnyata cukup tinggi (C = 0,900). Sedangkan tingkat erosi terendah terjadi pada sub
-
DAS S'
-
S yaitu sebesar 0,016 tonlha per tahun yang
merupakan wilayah lrutan sekunder dengan kemiringan yang tidak curam (2!5%). Tingkat eros yang terjadi ini jauh dibawah batas erosi yang dapat ditoleransikan bagi lokasi ini yaitu sebesar 13,8 tonlha per tahun (Tabel 13). Keadaan ini sejalan dengan pemyataan Soerianegara (1978) yang menyatakan bahwa hutan lindung merupakan kawasan hutan yang diperuntukan guna rnengatur tata air, mencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Batas toleran~~i erosi (nilai T) pada lokasi penelitian tertinggi dimiliki oleh wilayah lahan sub
-
DAS Darajat
- 9 yakni sebesar
18 tonlha per
tahun aiau setara dengan ketebalan 2,50 mm lapisan tanahlth. Hal ini ditentukan dengan rnernpertimbangkan kecepatan pernbentukan tanah (lihat Tabel 1) untuk daerah ini dan melihat sifat fisiknya yang mempunyai
kedalarnan s o l ~ r ndalam dengan lapisan bawah berperrneabilitas sedang dan berada dialas substrata tanah yang telah rnelapuk. Sebaliknya batas erosi yang ditoleransikan terendah terdapat pada Sub - DAS PLN unit 1 yaitu 7,40 tonlha per tahun atau setara dengan ketebalan 2 rnm lapisan tanah per tahun Tabel 12. Nilai Faktor-faktor Erosi dan Prediksi Erosi Aktual (A) pada Setiap Sub - DAS Penelitian di Kawasan PLTP Sarnarang Garut dan Sekitarnya
No
Lokasi Penelitian
4.
PLN unit 1
C
a
b
6.
C
Bonto (pehutani)
i a.
60,41 60,41 60,41
0,09 0.02 0.02
10,47 10,47 10,47
b
60,41 60,41 60,41
0.04 0.06 0.20
17,90 17,90 17,90
b
60,41 60,41 60,41
b
9.
c
Darajat-9 a
c 10. Darajat-10 a c
Keterangan :
a, tl, c R
..
LS
C P
0,09 21,96 0,Ol 21,96 0,23 21,96 = Titik sampel pengamatan = nilai fak.tor erosivitas :nilai faktor erodibilitas = nilai faktor panjang dan kemiringan lereng = nilai faktor tanaman (vegetasi) = nilai faktor tindakan konsewasi lahan
Kenyataan ini se:suai pula dengan pendapat Wischmeier dan Smith (1978) bahwa kepekaan tanah terhadap erosi yang menjadi batas toleransi erosi berbeda-beda untuk tiap lahan tergantung oleh sifat fisik dan kimia tanahnya. Ditambahkan oleh Nielda dan Busyra (1996) bahwa 52 % besarnya erosi yi3ng terjadi ditentukan oleh sifat fisik tanah yakni bobot isi dan indeks stabilitas agregat tanah, sedang 48 Oh sisanya dipengaruhi oleh sifat fisika dan kirnia tanah lainnya. Sedimentssi yang
merupakan darnpak
lanjutan dari erosi
diperhitungkan dengan mempertimbangkan luas masing-masing Sub
-
DAS serta pola penggunaan lahannya. Tingkat erosi yang terjadi juga sangat menentukan jurnlah sedimentasi yang terjadi pada suatu lahan (Robbinson, 1979). Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa sedirnentasi tertinggi terjadi p8adalahan yang terletak di Sub
- DAS PLN unit I yakni
sebesar 33,468 tcnlth seperti telihat pada Tabel 14. Bila dibantfingkan antara erosi dan sedimentasi aktual (Tabel 14) dengan erosi dar sedimentasi toleransi (Tabel 15), pada umumnya erosi dan sedimentasi sktual di lokasi penelitian masih di bawah arnbang erosi dan sedimentasi yang ditoleransikan. Erosi dan sedirnentasi terendah terjadi pada lokasi penelitian 5-5. Hal ini dimungkinkan karena lokasi penelitian S-5 adi3lah kawasan hutan yang secara alami efektif menekan laju aliran permultaan yang merupakan penyebab utama terjadinya erosi dan sedimentasi. Sehingga erosi dan sedimentasi yang terjadi pada lahan hutan ini sa#igatrendah.
Tabel 13. Erosi yang Ditoleransikan (Nilai T) pada Lahan Penelitian PLTP Darajiat Garut No 1.
2.
3.
4.
6.
Nilai T ton ha.' th-' rnmlth Darajat 14 Tanah dalam dengan lapisan bawah 8,80 2,OO berpermeabilitas sedang diatas substrata telah melapuk, BD 0,44 glcc Darajat 19 Tanah dalam dengan lapisan bawah 10,70 2.50 berpermeabilitas cepat diatas substrata telah rnelapuk, BD 0,43 glcc Tanah dalam dengan lapisan bawah 17,20 2,50 Darajat 5 berpermeabilitas cepat diatas substrata telah melapuk, BD 0,69 glcc PLN unit 1 Tanah dalam dengan lapisan bawah 7,40 2,OO berpermeabilitas sedang diatas substrata telah melapuk. BD 0,37 glcc Tanah dalam dengan lapisan bawah 13,80 2,OO berpermeabilitas sedang diatas subtrata telah melapuk, BD 0,69 glcc 12.60 2,OO Bonto(Per Tanah dalarn dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang diatas hutani) substrata telah melapuk, BD 0,63 glcc Tanah dalam dengan lapisan bawah 14,60 2,OO Darajat 3 berpermeabilitas sedang diatas substrata telah melapuk, BD 0,73 glcc Tanah dalarn dengan lapisan bawah 10,20 2,OO Darajat 2 berpermeabilitas sedang diatas substrata telah rnelapuk. BD 0.51 glee Darajat 9 Tanah dalam dengan lapisan bawah 18,OO 2,50 berpermeabilitas sedang diatas substrata telah rnelapuk, BD 0,72 glcc Tanah dalarn dengan lapisan bawah 17,OO 2,50 berpermeabilitas sedang diatas substrata telah melapuk. BD 0.68 glcc Lokasi
Sifat tanah dan substrata
-
7.
8.
9.
Tabel 14. Luas Sub - DAS, Prediksi Total Erosi dan Sedimentasi Aktual pada Lahan Penelitian di PLTP Darajat Garut Luas SubNo Lokasi DAS (ha) 1. Darajat 14 6,OO 2. Darajat 19 1,44 3. Darajat 5 6,OO 12,87 4. PLN unit 1 5. S-5 6,OO 6. BontolPerhutani 1.61 1,87 7. Darajat 3 8. Darajat 2 4,37 2,96 9. Darajat 9 10. Rese~oil~tunit2 7,94
Sedimentasi
Erosi tonlth
mmlth
2,679 3,744 0,866 85,815 0,495 6,501 25,593 18,901 18,593 30,568
0,101 0,605 0,021 1,798 0,012 0,641 1,875 0,848 0,872 0,566
tonlth 1,045 1,460 0,338 33,468 0,193 2,535 9,981 7,371 7,251 11,921
Tabel 15. Luas Sub - DAS, Prediksi Total Erosi dan Sedimentasi Toleransi pada Lokasi Penelitian PLTP Darajat Garut
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
5.2.
Lokasi Darajat 14 Daraiat 13 ~ a r d a5t PLN unit 1 S-5 Bonto(Perhutani) Darajat 3 Darajat 2 Darajat 9 Rese~oil'lunit2
Luas Sub-
Erosi toleransi (T)
DAS
tonlth
mmlth
45,41 6.42
1,720 1.037
(ha) 6,OO 1.44
Sedimentasi toleransi tonlth 17,710 2.504
Pola Pe~iggunaanLahan Ragam pola penggunaan lahan pada 10 Sub - DAS di lokasi
penelitian sepwti tertera pada Tabel 16, masing-masing menampakkan pengaruh yancl beragam menurut Sinukaban (1995) cara pengelolaan lahan pada suatu DAS akan mempengaruhi produktivitas, tingkat erosi dan sidementasi maupun fungsi lahan tersebut, bahkan DAS secara keseluruhan. Pengaruh pola penggunaan lahan terburuk terhadap tingkat
degradasi sumt~erdayalahan khususnya pada kualitas tanahnya terjadi pada lahan Sut)
-
DAS Darajat - 3, dengan tingkat erosi yang tertebal
(1,928 mmltahui) dibanding pola penggunaan lahan lain yang diuji. Hal ini
dimungkinkan karena pada Sub
-
DAS ini hutan lindung maupun hutan
cagar alam yanl3 sebelumnya banyak berperan dalam menekan laju erosi dan sedimentasi telah habis dan berubah fungsi menjadi lahan pertanian atau garapan.
Tabel 16.
No (1) 1
Tala Guna Lahan. Prediksi Total Erosi Aktual (A). Erosi Potensial (P), Balas Toleransi Erosi (T) serta lndeks Bahaya Erosi (I) pada Setiap Sub-DAS Penelitian di Kawasan PLTP Darajat Garut dan Sekitamya.
Lokasi (2) Daniat-14 .. i,
c d Total
3
Daraiat-19 ,--. -
a b c d Total Daraiat-5 a b c
4
-5
(3)
2--
a
2 -
Tala guna lahan
d Total PLN Unit I a b c d Total
--
Hutan sekunder iiuial~sairu~trial Hutan sekunder lnstalasi kontruksi sumur pmduksi Perlanian dengan penanaman menurut kontur Peltanian dengan teas gulud Peltanian dengan penanaman menurut kontur lnstalasi konstmksi sumur pmduksi gas bumi Hutan sekunder Hutan sekunder Hutan sekunder lnstalasi konstruksi sumur prcduksi gas bumi Pertanian dengan leras bangku Pertanian dengan teras gulud Perfanian dengan teras gulud lnstalasi konstruksi sumur prcduksi gas bumi
Luas Ha % (4) (5)
Tordth
A mdth
(6)
0
L,W
-1,16 -- 20 -JJ
0,021 c,-
0,032 c,-
2.00 0.84 6.00
33 14 100
2,610
0.24 O M 0.16 0,124 1.44
P % (8)
T
Tordth
mmnh
Tonlth
mdth
I
Klasifikasi '
(9)
(10)
(11)'
(12)
(13)
(14)
1 -
20.88 .-
2,338
w
4iii
0,169
97
26
1.688
17M
1,096 i.iG 1143
2679
0,058
100
94.88
2,058
45.41
0.982
17 14 11 58 100
0,725 1.7% 1,229
0.392 1.162 0,997
19 48 33
624 4.00 2.72
3.377 2,597 2M8
2.57 2.14 1.71
3.91 1,390 1,388
3.744
0,317
100
1296
1.097
6.42
0.544
2.43 S&ang 1,87 Sedang 1 , s S&ang - Sedang 2.02
1,64 2.00 2.00 0.36 6.00
28 33 33 6 100
0,266 0,100 0,500
0,021 0,006 0,032
31 12 57
265.68 100 498
21,039 6,410 31.923
2821 34,40 34.40
2.205 2.205 2,ZX
9,42 liwi 2.91 Sedang 14.48 S.lnggi
0.866
0.018
100
963,68 18,450
97.01
2,073
209 0.57 1.21
16 4 10 70 100
53.740 14,651 17,416
3.098 3,098 1.734
63 17 20
198.55 3249 123.42
11,446 6,867 12289
1547 427 8.95
0.692 0,892 0,692
1283S.tnggi 7.70 liwi 13.80 S . l w i
85,820
0,803
100
354.46
3.318
28.64
0,268
12,38
33
0.m 0.408 0,056
0,032 0,029 0,004
6 83 11
33.25 410.00 96.00
2,714 29,286 6.857
24,15 27,M 27.60
1,971 1,971 1.971
1.38 Sedarg 14,85 S.lrggi 3.48 Sedang
100
0.492
0,012
100
53925
12,839
79.35
1,69
-
1287
L
1021 .- . 11.0
204 Sedwg 2,i3 stsang 1.48 Sedwg Sedang 2.09
-
8.90
S-5
a b c d Total
Hutan sekunder Hutan sekunder Hutan sekunder lnstalasi konstruksisumur prcduksi gas bumi
1.75 2.00 2.00 0.25 6.00
30 33
-
--
6.79
(dilanjutkan)
-
~
~~
Perhutani a b c d
--.-8
7
"~m*
-
16 35 27 22
0,591 2,155 3,755
0.338 0,540 1,247
9 33 58
7,75 28,50 37.M
4,428 7.143 12,571
3,15 7.18 5.42
1.8133 1.m 1,801
1
l W
ti,YJl
U.5ll
100
74.09
6,574
15.75
1,400
2,46 Sedang 3.97 Sedang 6.98 T i ~ i -- 4,70
0,92 0.32 0.28 0,s 1.87
49 17 15 19 100
15,233 4,995 5,365
2332 2,198 2,699
59 20 21
7268 21.44 22,12
11,286 9,571 11.127
13,43 4,67 4.09
2,W5 2.055 2.057
5.41 T i ~ i 4,s T i ~ i 5.41Tirgi
25,593
1,928
100
116.24
8,755
2219
1.671
5.24
2,55 0.71 0.74 0,40 4.37
59 16 16 9 100
13,064 4,041 1,793
0.732 0,813 0,361
69 21 10
153 9.23 9.23
8,571 1,857 1.857
2601 724 7.24
1,457 1.457 1.457
5.88 Tinggi 1.27 Sedarg 1.27 Sedang
18,901
0,618
100
171.46
5,605
40.49
1.323
4.23
6,055
6.758
33
30.24
33.75
2.52
2.812
16.593
0,981
100
116,79
6.16
32.57
1.719
0.758 0.017 0,976 0,221 26.834 19,899
2 3 95
752,08 8.32 64.05
17,246 1,884 44.203
107.44 10,88 3,57
2.656 2,464 2.464
100
824.45
15,048
121.89
2,234
0.25 0.57 0.43 026 . .. 1
-
Daniat- .-,-. 3
a b c d Total 8
Pertanian dengan teras gulud Pertanian dengan teas bangku miring Pertaniandengan teras bangku miring lnstalasi konst~ksi sumur produksi gas bumi Pertanian dengan teras gulud Pertanian dengan pemnaman menurut kontur Pertanian dengan penanaman menunil kontur lnstalasi konstruksi sumur produksi gas bumi
--
Daraiat 2
a b c
Pertanian dengan teras gulud Pertanian dengan teras gulud Pertanian dengan teras gulud lnstalasi konstruksi sumur produksi gas bumi
d Total 9 Daraiat 9 a Pertanian dengan teras bangku b Pertanian dengan teras gulud c Pertanian dengan teras gulud 0,14 d lnstalasi konstruksi sumur produksi gas bumi 1.15 Total 2,96 10 Reservoir1 Unit 2 a Hutan sekunder 6,32 b Pertanian dengan teras gulud 0.64 c Pertanian dengan teras gulud 0.21 d lnstalasi konstruksisumur produksi gas bumi 0.77 Total 7.94 Keterangan : Klasifikasi indeks bahaya erosi menurut Hammer (1981).
4 39 100 79 8 3 10 I00
30.568
0,588
--
12,00~.ti~-i
--
3.85 7.00 S.tinggi 0.76 Rendah 17,94 S.tinggi
--
6,76
Pada lalian sub - DAS S-5 yang masih merupakan kawasan hutan sekunder menunjukkan tingkat erosi yang terendah (0,012 mrnltahun), meskipun nilai indeks bahaya erosi (I = 6\79) untuk kawasan ini tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena vegatasi hutan yang rapat dapat menahan laju aliran permukaan tanah secara efektif, sehingga erosi dan sedimentasi yaig terjadi sangat kecil. Berbagai bentuk sistem usahatani dan penggunaan surnberdaya lahan bagi fungsi pertanian membutuhkan pengelolaan tersendiri terutarna penggunaannyi3
yang
berimbang
disarnping
berbagai
tindakan
pengawetan taiah dan air lainnya yang relevan secara efektif. Pertanian konservasi
merupakam konsep
sistem
pertanian
menetap
yang
memanfaatkan lahan menurut cara yang benar dan tepat. Selain itu, pertanian konservasi juga merupakan suatu sistem pertanian tangguh yang mempunyai landasan kuat dengan pandangan kedepan. Pertanian konsevasi tidai terlepas dari tujuan konservasi tanah, seperti upaya mencegah kerusakan tanah,
perbaikan tanah
rusak dan
upaya
memperlakukar~tanah berdasarkan kemampuannya agar berguna untuk waktu yang tidak terbatas (Arsyad, 1991). Dikemukakan lebih jauh oleh Kohnke dan Bertand (1959), bahwa upaya konservasi tanah rnerupakan penggunaan hnah secara bijaksana terutama dalam hubungannya dengan pengendalian erosi. Hal ini penting dilakukan mengingat pengaruhnya yiang besar terhadap kelestarian dan perbaikan sumberdaya lahan dan lingkungan hidup serta manfaat sosial ekonominya bagi masyarakat. Oleh karena itu luas hutan lestari pada suatu
kawasan
(lahan) mutlak diperlukan mengingat fungsinya yang sangat besar dalam ha1 sistem hidrologi dan peran ekologis lainnya. Sejalan dengan ha1 ini, UU Pokok Kehutanan tahun 1967 menetapkan paling sedikit 30% luas
DAS diperuntukkan sebagai kawasan hutan.
Laju Ilegradasi Sumberdaya Lahan
5.3.
Laju degradasi lahan terjadi pada lahan di sub - DAS PLN Unit 1 (199,62%), keadaan ini dimungkinkan karena pada lahan tersebut tidak terdapat lagi areal hutan. Sedangkan hutan menurut Soerianegara (1978) sangat
berperan dalam
menekan laju degradasi
lahan dengan
kemampuanya yang sangat besar menahan erosi maupun sedimentasi. Disamping itu perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi areal garapan pertanian mendorong tingkat erosi dan sedimentasi pada wilayah tersebut. Disamping itu lahan ini menurut klasifikasi Hammer (1981) memiliki indeks bahaya erosi yang tinggi. Sebaliknya persentase laju degradasi lahan terendah terdapat pada lahan sub - DAS S-5 yang merupakan kawasan hutan.
Selair~itu indeks bahaya erosi bagi lahan di daerah ini masih
tergolong rendah. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa luas hutan pada suatu kawasan tern),ata sangat berpengaruh terhadap laju degradasi lahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Wigena dan Purnomo (1997) bahwa pembukaan hutan atau lahan yang kurang bijaksana terlebih yang disertai dengan pemt~akaran sisa-sisa tebangan yang tidak produktif akan menyebabkan pengikisan tanah lapisan atas
oleh aliran permukaan
sangat cepat, karena curah hujannya yang tinggi dan lahan tersebut terbuka. Sebaiiknya dengan semakin luas wilayah hutan disuatu kawasan (sub - DAS), tcrnyata degradasi lahan makin menurun. Persenlase luas garapan terluas terdapat di Darajat 2, namun persentase laju degradasi lahannya tergolong rendah dan cenderung menurun. Hal ini dimungkinkan karena adanya upaya pencegahan erosi dan sedimenkasi yang memadai oleh petani melalui tindakan konsewasi tanah daaan air seperti membuat teras gulud.
Efektivitas teras gulud
dalam menceljah erosi juga telah dibuktikan oleh Talaohu et al. (1989) bahwa
pada lahan berlereng 14 % kombinasi teras gulud dengan
pemberian m~ilsa6 tonlha mampu menekan erosi sampai mendekati nol. Disamping itu areal ini mempunyai indeks erosi yang tergolong rendah. Hal ini sejaan dengan pernyataan Banuwa (1994) bahwa aliran
permukaan dan erosi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya intensitas hujai, panjang lereng, tingkat penutupan tajuk tanaman dan terutama aktiviias manusia dalam menerapkan konservasi tanah. Tabel 17. Persentase Luas Pembukaan Lahan (XI), Persentase Luas Hutan A l ~ ~ o(XZ), i i Persentase Luas Konstruksi PLTP (X3), Nilai Indeks Bahaya Erosi (&) Nisbah lndeks Pengunaan Lahan (Xs) dan F'ersentase Perubahan Nisbah Pelepasan Sedimen (Y) No 1.
Lokirsi Daraiat 14 ~ a r i a 1t13 Darajat 5 PLN unit 1 S-5 Bonto (Perhutar~i) Darajat 3 Darajat 2 Darajat 9 Rese~oirlunit2
Y -98.95
XI 0
x2
x3
&
xs
86
14
3.00
2.09
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk pendugaan tersebut didapat sebesar 80 %. Angka ini menunjukkan bahwa sebagai model penduga, persamaan terpilih cukup baik, karena peubah-peubah bebas yang merupakan salsh satu bentuk pengelolaan lahan seperti luas garapan (XI),
luas hulan (XZ), luas konstruksi PLTP (X3), nisbah indeks
penggunaan khan (&),
dan indeks bahaya erosi (X5) padasuatu
kawasan atau lahan dapat menjelaskan peubah tak bebas yaitu laju degradasi lahan akibat erosi dan sedimentasi tanah sebesar 80%. Sedangkan 20% dari laju degradasi lahan dipengaruhi oleh faktor atau peubah lain diluar model tersebut. Nilai uji T yang terlihat pada Tabel 18 menunjukkan bahwa luas konstruksi dan indeks bahaya erosi berpengaruh nyata terhadap laju degradasi laha11akibat dari erosi dan sedimentasi masing-masing pada tingkat kepercayaan 90 % dan 95 %. Pengaruh masing-masing peubah bebas terhadap laju degradasi lahan adalah sebagai berikut :
(1) Luas garapan (XI)
Koefisien elastisitas persen luas garapan sebesar 9,89%, artinya peningkaian satu persen luas garapan akan mengakibatkan peningkaian laju degradasi lahan sebesar 9,89 %. Dampak luas garapan atau pemanfaatan lahan yang sangat intensif terhadap penurunai kualitas atau degradasi lahan di negara torpis
seperti
Indonesia menurut Dimyati et al. (1998) tidak dapat dicegah secara sempurne. Oleh karena itu upaya pencegahan dan pemeliharaan sumberdsya lahan menjadi penting dan perlu dilakukan. Koefisien luas garallan berpengaruh nyata pada taraf 90 %. Hal ini berarti luas garapan berpengaruh nyata terhadap laju degradasi lahan pada suatu kawasan. Pengaruh luas garapan ini dibandingkan dengan pengaruh peubah lainnya
menempati urutan ke 3 terhadap laju
degradasi lahan. Sejalan dengan ha1 ini Dimyati et al. (1978) mengemukakan bahwa kualitas sumberdaya alam atau lahan dapat mengalanii degradasi yang cukup memprihatinkan sebagai dampak negatif dari usaha pertanian itu sendiri. (2)
Luas hutan (X2) Koefisien elastisitas luas hutan sebesar -5,79 . Hal ini berarti penambahan luas hutan sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan laju degradasi lahan akibat erosi dan sedimentasi sebesar 5,79 %. Nilai koefisien regresi yang negatif disebabkan karena
peranan hutan yang menurut Soerianegara (1978) efektif menekan laju aliran permukaan yang pada akhirnya akan menekan laju erosi dan sedirnentasi. Dampak positif selanjutnya laju degradasi lahan akan terhiambat. Dibandingkan dengan peubah bebas lain yang diuji, maka pengaruh luas hutan sebagai peubah bebas menempati urutan ke 4 terhadap laju degradasi lahan.
Tabel 18. Koefesien Regresi Fungsi Laju Degradasi Lahan di Kawasan Pertambangan Panas Burni Darajat, Garut Peubah Konstanta lndeks bahaya erosi Nisbah indeks pznggunan lahan Luas garapan Luas hutan alarri Luas konstruksi PLTP
Koefisien regresi
t-hitung
Kesalahan baku
Koefisien regresi baku
-102.99 11,3'3 20,40
3,25*** 158
3,48 12,94
1.21 0.69
-9,25 -5,79 -10,14
-0,99 -1,48 -2,41*
9.30 3,90 4,21
-0.46 -0.58 -0.91
R2:=0,80
Keterangan : N p t a pada taraf 90% (*) N),ata pada taraf 99 % (***) F liitung 3,172 (3)
Luas konstruksi PLTP (X3). Koefisien lasti is it as luas instalasi pembangkit listrik tenaga panas bumi -10,14 rnenunjukkan bahwa penambahan luas instalasi konstruksi PLTP sebesar satu persen pada kawasan ini ternyata dapat menurunkan laju degradasi lahan akibat erosi dan sidernentasi sebesar 1'3.14 %. Hal ini disebabkan karena pada setiap instalasi PLTP telah dilakukan tindakan yang sejalan dengan gerakan pengendalian degradasi lahan agar kualitas sumberdaya lahannya tidak menurun. Misalnya dengan pembuatan saluran penampung air dan salunn drainasenya yang permanen hingga ke sungai sebagai tempat pernbuangan akhir. Hal ini dilakukan untuk mengamankan fasilitas FLTP sendiri terhadap dampak negatif dari erosi dan sedimentasi. Pencegahan erosi melalui teknik k o n s e ~ a stanah i dan air menurut Abdurachman (1997) merupakan prasyarat dalam pernanfaalan lahan secara berkelanjutan. Pengaruh luas konstruksi PLTP
acalah nyata dan
degradasi lahan.
menempati urutan ke 5 terhadap laju
(4)
lndeks penggunaan lahan (&). Penggunaan lahan yang mencerminkan pengaruh jenis tanaman yang diusahakan dan tindakan konservasi tanah dan air yang dilakukan serta tingkat kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas) ternyata mempunyai nilai koefisien elastisitas 20,44.
Hal ini
menunjukkan bahwa setiap peningkatan indeks penggunaan lahan sebesar 1 persen akan menyebabkan peningkatan laju degradasi lahan hincga 20,44 % meskipun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Oleh karena itu sistem usahatani yang berwawasan lingkungar~perlu diterapkan agar dapat menekan laju degradasi lahan yang ditimbulkannya. Pengaruh indeks penggunaan lahan sebagai peubah bebas menempati urutan kedua terhadap laju degradasi
lahan.
Demikian
besarnya pengaruh peran pola
penggunaan lahan terhadap laju degradasi lahan akibat erosi dan sedimentaji ini sesuai dengan pendapat Arsyad (2000) yang menyataksn bahwa potensi erosi atau ancaman erosi pada tingkat lapangan setempat
merupakan manifestasi
dari
perbedaan-
perbedaan dalam jenis tanaman rnaupun pengelolaan tanaman, lereng dan tindakan konservasi yang digunakan. (5)
lndeks bahaya erosi (X5). lndek bahaya erosi ternyata menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf kepercayaan 95 % dan dengan nilai elastisitas 11,33. Hal ini berarti peningkatan indeks bahaya erosi sebesar satu persen akan meningkatkan laju degradasi lahan sebanyak 11,33 % secara nyata. Pengaruh indeks bahaya erosi terhadap laju degradasi lahan menempati urutan pertama. Hal ini senada dengan pendapat Hammer ('981) yang mengemukakan bahwa tingkat bahaya erosi atau ancantan erosi dari berbagai satuan lahan dalam suatu wilayah dinyatakan dalam indeks bahaya erosi (I). Nilai I ini didefenisikan sebagai hasil pembagian dari erosi potensial dengan besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan.