TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba Domba dapat diklasifikasikan pada sub family caprinae dan semua jenis domba domestikasi termasuk genus Ovis aries. Ada empat jenis spesies domba liar yaitu: Domba Mouffon (O. musimon) terdapat di Eropa dan Asia Barat, domba Urial (O. orientalis, O. vignei) terdapat di Asia Tengah dan domba Bighorn (O. Canadensis) terdapat di Asia Utara dan Amerika Utara. Tiga jenis yang pertama diatas merupakan domba yang membentuk genetik dari dombadomba saat sekarang ini (Williamson dan Payne, 1993). Secara umum ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaan seperti: 1) Cepat berkembang biak dan dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali setahun, 2) Berjalan dengan jarak lebih dekat sehingga lebih mudah dalam pemeliharaan, 3) Pemakan rumput, kurang memilih pakan yang diberikan dan penciumannya tajam sehingga lebih mudah dalam pemeliharaan, 4) Dapat memberikan pupuk kandang dan sebagai sumber keuangan untuk keperluan pertanian atau untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang mendadak (Tomaszweska et al., 1993).
Pakan Domba Defisiensi nutrien dapat terjadi karena pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak, sehingga ternak mudah terserang penyakit, penyediaan dan pemberian pakan harus diupayakan secara terus-menerus sesuai dengan standar gizi menurut umur ternak (Cahyono, 1998).
Konsumsi bahan kering (BK) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisikesehatan ternak (Lubis, 1992). Parakkasi (1995) juga menyatakan bahwa palatabilitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Pemberian konsentrat yang mengandung nutrisi yang lengkap akan mengaktifkan mikrobia rumen sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang mengakibatkan meningkatnya nilai cerna pakan (Henson and Maiga, 1997). Didukung juga oleh Apriyadi (1999) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya kecernaan zat - zat makanan pada ternak bergantung aktifitas mikroorganisme yang berada dalam tubuh ternak. Mikroorganisme ini berfungsi dalam mencerna serat kasar yaitu sebagai pencerna selulosa juga hemiselulosa dan pati. Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering. Jika koefisien cerna bahan kering sama, maka koefisien cerna bahan organiknya juga sama. Hijauan merupakan bahan pakan bereserat sebagai
sumber energi.
Hijauan umumnya merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang relatif tinggi. Ruminansia mampu mencerna hijauan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Adanya mikroorganisme di dalam rumen menyebabkan semakin tinggi populasi mikroorganisme sehingga kemampuan untuk mencerna selulosa tinggi
(Siregar, 1994). Pakan yang dikonsumsi oleh ternak dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan perawatan tubuh (hidup pokok) yaitu mempertahankan suhu tubuh, kerja tubuh yang normal (jantung berdenyut atau bernafas), memperbaiki jaringan
yang aus, bergerak selain itu juga digunakan untuk produksi yaitu pertumbuhan, penggemukan, reproduksi, produksi susu dan bekerja (Purbowati, 2009). Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan Bobot Badan (Kg) 10
PBB (Kg/hari) 0,50 1,00 0,50 1,00 0,50 1,00 0,50 1,00
14 18 20
Energi DE (Mkal)
ME (Mkal)
Protein TP (Kg)
1,22 1,62 1,49 1,89 1,75 2,15 1,88 2,28
73,70 102,70 86,90 116,90 93,60 122,60 106,80 135,80
1,49 1,98 1,81 2,30 2,14 2,62 2,30 2,78
DP (Kg) 35,20 54,00 52,00 70,70 68,70 70,70 87,40 95,80
Bahan Kering Total 0,51 0,68 0,62 0,79 0,68 0,84 0,78 0,98
Ket: PBB (Pertambahan bobot badan) DE (Digestible energy/ energi tercerna) ME (Metabolisible energy) TP ( Total protein) DP (Digestible protein/ protein tercerna) Sumber: (Haryanto dan Andi, 1993)
Pakan Berbasis Hasil Samping Pertanian Jerami Padi Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15 ton per hektar satu kali panen atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Basri (1990) menyatakan bahwa jerami padi adalah bagian tanaman padi yang sudah diambil buahnya, di dalamnya termasuk batang, daun dan merang. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen.
Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara produksi padi tahun 2008 sebesar 3.340.794 ton Gabah Kering Giling (GKG) dari luas panen 748.540 ha dengan produktivitas 44,63 kwintal/ ha. Tahun 2009, produksinya 3. 527.899 ton Gabah Kering Giling (GKG) itu diperoleh dari hasil panen 768.407 ha dengan produktivitas 45,91 kwintal/ ha, sedangkan pada tahun 2010, diperoleh data luas panennya hanya 740.642 ha, menurun dibanding
tahun 2009. Namun,
produktivitas meningkat sebesar 47,46 kwintal per ha. Produksi padi tahun 2010 di Sumatera Utara diperkirakan sebesar 3.514.928 ton Gabah Kering Giling (GKG), turun sebesar 12.971 ton dibandingkan produksi angka tetap tahun 2009. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen sebesar 27.765 ha atau 3,61% sedangkan hasil per ha mengalami kenaikan sebesar 1,55 kwintal per ha atau 3,37 %. Menurut Tillman et al. (1991) jerami termasuk makanan kas (roughate) yaitu bahan makanan yang berasal dari limbah pertanian/ tanaman yang sudah dipanen. Bila ditinjau dari kandungan nutrisinya, jerami memiliki kandungan protein dan daya cerna yang rendah, namun di dalamnya memiliki sekitar 80% zat-zat potensial yang dapat dicerna sebagai sumber energi bagi ternak (Komar, 1984) Kandungan dan komposisi nutrien jerami padi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi zat makanan jerami padi Komponen Bahan kering (%) Bahan organik (%) Abu (%) Serat kasar (%) Lignin (%) Hemiselulosa (%) Selulosa (%) Silika (%) Protein kasar (%) NH3 (mM) VFA (mM) KcBK (%) KcBO (%) Menurut Samadi
Kartadisastra (1997) 89,41 78,96 3,35 18,32 7,72 4,89 49,26 20,97 20,10
Doyle et al. (1986) 100,00 28,79 4,00 - 8,00 21,00 - 29,00 35,00 - 49,00 2,20 - 9,50 -
Kartadisastra (1997) 100,00 78,27 21,73 30,80 3,53 18,32 6,63 -
(2007), jerami padi sebagai makanan ternak masih
terbatas pemanfaatannya karena hanya berperan sebagai bulk serta menggantikan tidak lebih dari 25% kebutuhan ternak akan rumput, selain itu jerami padi mempunyai nilai nutrisi yang rendah karena kecernaannya hanya sekitar 35-40% dengan nilai kecernaan bahan kering (KcBK) 20,97% dan kecernaan bahan organik (KcBO) 20,1%
Kartadisastra (1997). Samadi (2007) menyatakan
rendahnya kecernaan jerami padi disebabkan oleh tanaman padi yang dipanen pada umur tua mempunyai kandungan lignin yang tinggi sehingga sulit dirombak oleh mikroba rumen. Kandungan serat kasar yang tinggi akan menghambat gerak laju digesta di dalam saluran pencernaan. Menurut Doyle et al. (1986), jerami padi mengandung serat kasar dan silika yang tinggi disertai kadar protein, pati dan lemak yang rendah. Jerami padi mengandung silika yang terikat ke dalam gugus organik. Bersama-sama dengan mineral lain, silika membentuk suatu lapisan tipis yang menyelimuti bagian luar dinding sel sehingga dapat menghalangi kerja enzim pencerna bahan organik.
Jerami padi mempunyai kandungan lignin yang tinggi yaitu lebih dari 10% (Arora, 1995). Jerami padi mempunyai kandungan serat kasar lebih dari 18%. Jerami padi merupakan limbah pertanian yang potensial yang terdapat melimpah hampir diseluruh wilayah Indonesia Kartadisastra (1997). Jerami padi sebagai pakan ruminansia yang potensial untuk mengatasi keterbatasan hijauan. Akan tetapi nutrisi dan kecernaan jerami padi yang rendah serta kandungan silika dan lignin yang tinggi membutuhkan suplementasi protein dan energi
dalam
penggunaannya sebagai pakan.
Probiotik Starbio Probiotik Starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Syamsu (2006) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas clostridium thermocellulosa (pencerna lemak); Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein). Probiotik Starbio merupakan probiotik anaerob penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat Starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum, selain itu Starbio juga dapat menghilangkan bau kotoran ternak. Penggunaan Starbio pada pakan mengakibatkan bakteri yang ada pada Starbio akan membantu memecahkan struktur jaringan yang sulit terurai sehingga lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap dan ditransformasikan ke produk ternak. Selain itu, produktivitas ternak akan meningkat, bahkan lebih banyak zat
nutrisi yang dapat diuraikan dan diserap (Samadi, 2007). Adapun nilai nutrisi Starbio dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai nutrisi Starbio Zat nutrisi Air Protein Lemak kasar Serat kasar Abu
Kandungan (%) 19,17 10,42 0,11 8,37 51,54
Sumber: Fuller (1992)
Probiotik Starbio memiliki fungsi utama antara lain: (1) Menurunkan biaya pakan, menurunkan mikroba yang terdapat dalam Starbio akan membantu pencernaan pakan dalam tubuh ternak, (2) membantu penyerapan pakan lebih banyak sehingga pertumbuhan ternak lebih cepat dan produksi dapat meningkat. (3) FCR (Feed Conversion Ratio) akan menurun sehingga biaya pakan lebih murah.
Fermentasi Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz, 1992). Menurut
Saono (1974) fermentasi adalah segala macam proses metabolisme
dimana enzim dari mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa
menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi menjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983).
Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Kelapa Sawit Bungkil Inti Sawit (BIS) Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dari pada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/ hari/ pabrik. Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak, namun penggunaanya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya (Mathius, 2003). Pemberian bungkil inti sawit yang optimal adalah 1,5% dari bobot badan untuk mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan ternak domba.
Pertambahan bobot badan harian akan semakin besar jika semakin besar persentase bungkil inti sawit yang diberikan dalam ransum (Silitonga, 1993). Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil yang lain. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino essensial cukup lengkap, imbangan kalsium dan posfornya cukup seimbang (Lubis, 1993). Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil yang lain. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino essensial cukup lengkap, imbangan kalsium dan posfornya cukup seimbang (Lubis, 1993). Adapun nilai nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai nutrisi bungkil inti sawit Zat nutrisi Protein kasar Serat kasar Bahan kering Lemak kasar Ca P
Kandungan (%) 15-16 16,18 91,83 6,49 0,56 0,84
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)
Dedak Padi Dedak padi pada musim panen melimpah, sebaliknya pada musim kemarau berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat disimpan lama. Keadaan ini disebabkan karena aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan atau ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang ada dalam dedak padi (Balitnak, 2010). Menurut Rasyaf (1992) sebagai bahan pakan asal nabati, dedak mempunyai kandungan nutrisinya juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12-13%, kandungan lemak 13% dan serat kasarnya 12%. Adapun nilai nutrisi dedak padi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai nutrisi dedak padi Zat nutrisi Bahan kering Protein kasar TDN Lemak kasar Serat kasar Ca P Sumber : Hartadi et al. (1997)
Kandungan (%) 86 11,9 64 12,1 10 0,1 1,3
Tepung Daun Singkong Singkong merupakan tanaman yang mudah dijumpai dan banyak dihasilkan di Indonesia. Bagian singkong yang dapat digunakan sebagai bahan pakan adalah umbi gaplek. Daun singkong adalah sumber vitamin C dan mengandung provitamin A. Daun singkong mengandung tannin atau HCN (racun). Tannin atau HCN pada daun singkong segar akan banyak berkurang bila daun singkong dicacah, dijemur dan dilayukan selama1-2 hari sebelum dijadikan campuran konsentrat. Daun singkong dapat digunakan sebagai sumber protein untuk bahan makanan ternak karena mengandung protein tinggi yaitu sekitar 24,1% (Sutardi, 1980). Kelemahan pada daun singkong adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi yaitu sekitar 15% (Eviyati,1993) serta kandungan HCN dari daun singkong dapat mencapai 6 kali kandungan
HCN umbinya (Ravindran et
al.,1985). Adapun nilai nutrisi dari tepung daun singkong dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai nutrisi tepung daun singkong Zat nutrisi Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar Kalsium Fosfor TDN
Kandungan (%) 22,43 25 7 12 1,3 0,3 74,39
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)
Onggok Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, ekstraksi pati tapioka.
Moertinah (1984) melaporkan bahwa dalam pengolahan ubi kayu menghasilkan 15-20 % dan 5-20 % onggok kering, sedangkan onggok basah dihasilkan 70-79 %. 12-13%, kandungan lemak 13% dan serat kasarnya 12%. Adapun nilai gizi nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai nutrisi onggok Zan nutrisi Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar TDN
Kandungan (%) 81,7 0,6 0,4 12 76
Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP-USU (2000).
Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Tebu Molases Molases adalah hasil samping pabrik gula tebu yang berbentuk cairan kental berwarna kekuning-kuningan. Molases dapat diganti sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis juga dapat memperbaiki rasa pakan dan aroma. Manfaat penggunaan molases sebagai bahan pakan ternak adalah kadar karbohidratnya yang tinggi, vitamin dan mineral yang cukup sehingga dapat digunakan meskipun sebagai pendukung (Rangkuti et al., 1985). Adapun nilai nutrisi molases pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai nutrisi molases Zat nutrisi Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar TDN
Kandungan (%) 92,6 4,00 0,08 0,38 81,00
Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP-USU (2000).
Bahan Pakan Pelengkap Urea Urea adalah bahan pakan sebagai sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna (Kartadisastra, 1997). Urea tidak dapat digunakan secara berlebihan, apabila berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa aliran darah ke hati dibentuk kembali amonium yang kemudian disekresikan melalui urin (Parakkasi, 1995).
Mineral Mineral merupakan nutrisi yang essensial selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong essensial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral essensial yaitu 7 jenis mineral essensial makro seperti Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S, 4 jenis mikro seperti Cu, Fe, Mn dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka seperti I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2008).
Garam Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi
sebagai
mineral
(Pardede dan Asmira, 1997).
juga
berfungsi
meningkatkan
palatabilitas
Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat dalam hewan herbivora dari pada hewan lainnya. Karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).
Kecernaan Bahan Pakan Kecernaan pakan adalah bagian pakan yang tidak diekskresikan dalam feses dan selanjutnya dapat diasumsikan sebagai bagian yang diserap oleh ternak. Selisih antara nutrien yang dikandung dalam bahan makanan dengan nutrien yang ada dalam feses merupakan bagian nutrien yang dicerna (McDonald et al., 1995). Kecernaan merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan yang terkandung dalam feses. Nutrien yang tidak terdapat dalam feses diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap
McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu
pakan didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut diserap oleh ternak. Faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan antara lain pakan, ternak dan lingkungan. Ditinjau dari segi pakan kecernaan dipengaruhi oleh faktor perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan dan cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak. Menurut Anggorodi (1994) umur ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis ternak, serta kondisi lingkungan seperti derajat keasaman (pH), suhu dan udara juga dapat
menentukan nilai kecernaan, selain itu menurut Mackie et al. (2002) adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Menurut Tillman et al., (1991), beberapa hal yang mempengaruhi daya cerna adalah komposisi pakan. Pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap akan meningkatkan daya cerna pakan itu sendiri
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan
Fakultas
Pertanian
Universitas
Sumatera
Utara.
Penelitian
ini berlangsung selama 5 bulan dimulai dari 30 April sampai dengan 2 Oktober 2012. Bahan dan Alat Penelitian Bahan Bahan yang digunakan yaitu domba jantan lokal sebanyak 4 ekor, pakan konsentrat yang terdiri dari bungkil inti sawit, onggok, daun singkong, dedak padi, molases, urea, mineral mix dan garam. Jerami padi sebagai pengganti pakan rumput, probiotik Starbio sebagai fermentator, kalbazen sebagai obat cacing, rodalon untuk desinfektan dan air minum diberikan secara ad libitum.
Alat Alat yang digunakan yaitu kandang individual 4 unit dengan ukuran 1 x 0,5 m beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 2 kg, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, grinder digunakan untuk menghaluskan bahan pakan konsentrat, termometer digunakan untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang, alat penerangan kandang, alat pembersih kandang dan alat tulis untuk menulis data.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) yang terdiri dari 4 x 4 Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: P0: Konsentrat + Kontrol (jerami padi tanpa fermentasi) P1: Konsentrat + 0,4 Kg Starbio + 0,4 kg urea/ 100 Kg jerami padi P2: Konsentrat + 0,6 Kg Starbio + 0,6 kg urea/ 100 Kg jerami padi P3: Konsentrat + 0,8 Kg Starbio + 0,8 kg urea/ 100 Kg jerami padi Maka susunan perlakuan : Kandang A B D1P0 D1P1 D2P1 D2P2 D3P2 D3P3 D4P3 D4P0 Keterangan: D1: Domba pertama
C D1P2 D2P3 D3P0 D4P1
D D1P3 D2P0 D3P1 D4P2
D2: Domba kedua D3: Domba ketiga D4: Domba keempat
Model RBSL Yijk = µ + Ti + Bj + Kk + ∑ijk Keterangan: Yijk
: respon pengamatan dari perlakuan ke-1, baris ke-j dan kolom ke-k
µ
: nilai tengah umum
Ti
: pengaruh perlakuan ke-i
Bj
: pengaruh baris ke-j
Kk
: pengaruh kolom ke-k
∑ijk
: pengaruh galat atau sisa karena perlakuan ke-i, baris ke-j dan kolom ke-k
Formulasi Konsentrat 1 2 3 4 5 6 7 8
Bahan BIS Onggok T. D. Singkong Dedak Garam Urea Mineral Molases Total
% Bahan 30 20
% PK 4,62 0,24
%SK 4,275 2,2
%LK 0,69 0,04
%TDN 21,9 14,82
10 33 1 2 1 3 100
2,484 3,795 0 5,6 0 0,12 16,859
2,382 4,9401 0 0 0 0,0114 13,8085
0,714 2,97 0 0 0 0,0024 4,4164
9,05 19,8 0 0 0 2,55 68,12
Parameter Penelitian Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Kecernaan bahan kering didapatkan dengan cara mengurangi bahan kering konsumsi dengan bahan kering feses lalu dibagi dengan bahan kering konsumsi yang kemudian dikali seratus persen. Bahan kering konsumsi didasarkan pada hasil analisis proksimat dan bahan kering feses diukur dari hasil rata-rata pengukuran bahan kering feses selama tujuh
hari terakhir setiap periode
penelitian. Koefisien cerna bahan kering dihitung dengan menggunakan rumus: KcBK = (Konsumsi BK – Pengeluaran BK ) x 100% Konsumsi BK
Kecernaan Bahan Organik (KcBO) Kecernaan bahan organik didapatkan dengan cara mengurangi bahan organik konsumsi dengan bahan organik feses lalu dibagi dengan bahan organik konsumsi yang kemudian dikali seratus persen. Bahan organik konsumsi didasarkan pada hasil analisis proksimat dan bahan organik feses diukur dari hasil
rata-rata pengukuran bahan organik feses selama tujuh hari terakhir setiap periode penelitian. Koefisien cerna bahan organik dihitung dengan menggunakan rumus: KcBO = (Konsumsi BO – Pengeluaran BO) x 100% Konsumsi BO
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kandang Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, sebelum proses pemeliharaan. Selanjutnya kandang dan semua peralatan disemprot dengan rodalon (dosis 10 ml/ 2,5 liter air).
Pemberian Pakan dan Air Minum Pakan yang diberikan adalah konsentrat, jerami padi dan tanpa hijauan segar sesuai dengan perlakuan (P0: Kontrol, P1: 0,4 kg Starbio + 0,4 kg urea/ 100 kg jerami padi; P2: 0,6 kg Starbio + 0,6 kg urea/ 100 kg jerami padi; P3: 0,8 kg Starbio + 0,8 kg urea/ 100 kg jerami padi). Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari. Pakan konsentrat diberikan pada pukul 07.00 WIB sedangkan jerami padi diberikan pada pukul 08.00 WIB. Pemberian pakan konsentrat kedua dilakukan pada pukul 15.00 WIB dan untuk jerami padi diberikan pada pukul 16.00 WIB. Konsentrat yang diberikan 2% dari bobot badan domba yaitu sekitar 218,6 – 285 gr/ekor/hari. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Sisa pakan ditimbang pada waktu pagi keesokan harinya sesaat sebelum ternak diberi pakan kembali untuk mengetahui konsumsi pakan ternak tersebut.
Pemberian obat-obatan Ternak domba sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu diberikan obat cacing Kalbazen dengan dosis 1 tablet/ 50 kg dari berat badan domba untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan.
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan pada minggu terakhir dari setiap periode. Pengumpulan total feses dilakukan setiap hari selama satu minggu dimana berat feses ditimbang setiap hari. Dengan cara sebagai berikut : 1. Pengambilan sampel feses dilakukan dengan cara mengoleksi total feses yang diekskresikan setiap hari (24 jam) kemudian ditampung dalam tempat penampungan 2. Pada akhir koleksi feses ditimbang untuk mengetahui berat totalnya 3. Seluruh feses di homogenkan dengan cara diaduk hingga merata 4. Diambil 10 % dari berat total feses dan digiling 5. Dilakukan analisis proksimat dalam feses di Laboratorium
Analisis Data Data pengamatan konsumsi pakan dianalisis. Hasil analisis kimiawi pakan dan feses ditabulasi, kemudian dengan menggunakan rumus daya cerna dilakukan secara statistik untuk mengukur besar daya cerna masing-masing perlakuan.