TINJAUAN PUSTAKA
Daging Daging adalah otot hewan yang tersusun dari serat-serat yang sangat kecil, masing-masing berupa sel memanjang yang disatukan oleh jaringan ikat, membentuk berkas ikatan yang pada kebanyakan daging jelas kelihatan lemak pembuluh darah dan urat syaraf (Gamman dan Sherrington, 1992). Bila potongan daging diamati secara teliti maka tampak dengan jelas bahwa daging terdiri atas tenunan yang terdiri atas air, protein, tenunan lemak dan potongan tulang (Winarno, 1993). Soeparno (1994) menyatakan bahwa daging merupakan bahan dasar pembuatan sosis. Bahan terpenting dalam bahan ini adalah protein (aktin dan miosin), bertindak sebagai emulsifier. Dalam pembuatan sosis fase protein-air dalam campuran daging akan membentuk matriks yang menyelubungi butiran lemak sehingga terbentuk butiran-butiran stabil. Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, kondisi hewan, jenis daging karkas, proses pengawetan, penyimpanan dan metoda pengepakan serta kandungan lemak daging tersebut. Daging tanpa lemak mengandung 70% air, 9% lemak serta 1% abu (Winarno dan Rahayu, 1994).
Angsa Angsa adalah burung air berukuran besar yang terdapat di dalam suku Anatidae. Populasi angsa tersebar di daerah subtropis bagian Utara dan Selatan. Spesies angsa yang ditemukan di bagian Utara bumi mempunyai bulu menyeluruh berwarna putih, kontras dengan spesies angsa di bagian selatan bumi yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki bulu berwarna hitam dan putih. Hampir semua angsa adalah monogami spesies.
Induk
betina
biasanya
memiliki
tiga
sampai
delapan
telur
(Wikipedia, 2009). Taksonomi angsa secara lengkap adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia; Filum : Chordata; Kelas : Aves; Super Ordo : Gallonserae; Ordo : Anseriformes; Famili : Anatidae; Sub Famili : Anserinae; Marga : Cygnus; Spesies : Cygnus Cygnus. (Goose-Wikipedia, 2009). Angsa dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu berat, sedang dan ringan. Serta ornamental atau tipe hias. Tipe berat terdiri atas African, Embden dan Toulouse; sedangkan tipe sedang terdiri atas American Buff, Beecon Buff, Pilgrim dan Pomeranian; dan tipe ringan terdiri atas Chinese dan Roman. Adapun yang terakhir, yaitu tipe ornamen terdiri atas Canada, Egyptian dan Sebastopol. (Srigandono, 1991). Angsa mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat di antara semua unggas dan paling efisien dalam konversi bahan makanan, teristimewa pada umur 8-10 minggu pertama. Tanpa makanan yang khusus, angsa dapat berkembang biak dengan lebih baik dibandingkan kebanyakan unggas lainnya. Angsa tergolong sangat bandel dan relatif mudah tumbuh menjadi besar. Mereka lebih tahan terhadap
penyakit
dan
hampir
tidak
memerlukan
obat-obatan
(Peternakan.com, 2009). Meskipun demikian menurut Djulardi et al.(2006) kedudukan angsa masih rendah dipandang dari sudut ekonomi, diperlihatkan masih sedikitnya data penelitian terhadap kebutuhan makanan dan zat-zat nutrisi yang dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Komposisi daging angsa dan daging ternak lainnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Komposisi daging angsa dan daging ternak lainnya. Jenis
Kadar (%)
Ternak
Air
Protein
Angsa
68,3
Ayam
Nilai Lemak
Abu
Energi/100g(Kkal)
22,3
7,1
1,1
153
73,4
20,8
4,8
1,1
126
Itik
68,8
21,4
8,2
2,1
159
Sapi (gemuk)
63,0
18,7
17,0
0.9
228
Domba (gemuk)
59,8
16,7
22,4
0,8
264
Babi (gemuk)
52,0
14,8
32,0
0,8
347
Sumber : Srigandono (1992)
Sosis Sosis didefinisikan sebagai daging atau campuran beberapa jenis daging yang dicincang atau dihaluskan serta dicampur dengan bumbu atau rempahrempah lalu dimasukkan ke dalam selongsong atau wadah sosis. Pada umumnya sosis dibuat dari daging sapi, daging babi, daging kelinci dan daging ikan (Soeparno, 1992). Selanjutnya Soeparno (1994) juga menyatakan bahwa sosis segar dapat dibuat dari daging segar, tidak diperam (tanpa curing), dicacah, dilumatkan atau digiling diberi garam dan bumbu-bumbu dan dimasukkan serta dipadatkan ke dalam selongsong. Sosis ini harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak berasal dari daging segar, bisa diperam atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap dan setelah preparasi harus segera dimasak dan siap untuk dimakan. Sosis spesialitas daging masak khusus dipersiapkan sebagai produk daging yang diperam atau tidak diperam, dimasak dan jarang diasap. Sosis kering dan agak kering berasal dari daging yang diperam
Universitas Sumatera Utara
dan dikeringkan udara. Sosis ini bisa diasap sebelum pengeringan dan dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah dimasak. Pada proses pembuatan sosis, dilakukan pemasakan bahan, antara lain bertujuan untuk 1) Menyatukan komponen-komponen adonan sosis yang berupa emulsi kandungan minyak, air, dengan protein sosis sebagai penstabil, 2) Memantapkan warna daging, 3) Menginaktifkan mikroba. Pemasakan sosis dapat dilakukan dengan cara direbus, dikukus dan diasap, atau kombinasi dari ketiga cara tersebut (Rukmana, 2001). Pemasakan dengan perebusan dapat dilakukan dengan dua tahapan. Perebusan pertama menggunakan suhu 60oC selama 15-20 menit. Perebusan kedua dengan suhu 80oC-90oC sampai matang (+ 15 menit). Sedangkan untuk proses pengasapan, dimulai dari suhu rendah (32-38oC dengan kelembaban 90%) selama 10-20 menit, kemudian suhu dinaikkan menjadi 74oC dengan kelembaban 75% - 80% sampai matang (Waridi, 2004). Makanan ini dibuat dari daging atau ikan yang telah dicincang kemudian dihaluskan, diberi bumbu, dimasukkan ke dalam selongsong berbentuk bulat panjang simetris, baik yang terbuat dari usus hewan maupun pembungkus buatan (casing). Sosis juga dikenal berdasarkan nama kota atau daerah yang memproduksi, seperti berliner (Berlin), braunscheiger (Braunshweig), genoa salami (Genoa), dan lain-lain (Astawan, 2009). Emulsi adalah campuran dua cairan atau lebih yang saling melarutkan. Salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula atau butiran-butiran kecil dan cairan lainnya (Lawrie, 1983). Keberhasilan produksi yang dipotongpotong kecil banyak tergantung pada kemampuan protein urat daging untuk
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan lemak dan air. Oleh karena itu faktor-faktor yang menentukan kestabilan emulsi daging sosis penting (Lawrie, 2003). Temperatur pencincangan di atas 16oC akan menyebabkan ketidakstabilan emulsi yang terbentuk, sehingga tidak diperbolehkan jika emulsi tersebut akan disimpan dalam waktu yang agak lama sebelum diproses di bawah kondisi yang memungkinkan pertumbuhan bakteri. Selain itu dalam penggilingan daging, panas akan muncul akibat adanya gaya gesek yang terjadi. Jika suhu tidak diusahakan turun, maka protein akan terdenaturasi sehingga kemampuan bertindak sebagai zat pengemulsi akan turun (Elviera, 1988). Pemasakan sosis bertujuan untuk menyatukan komponen-komponen adonan sosis, memantapkan warna dan menonaktifkan mikroba. Pemasakan ini akan meningkatkan atau menurunkan keempukan sosis tergantung pada temperatur, lama pemasakan dan jenis daging. Pemasakan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti perebusan, pengukusan, pengasapan, pemasakan secara kering dengan menggunakan oven dan kombinasi dari cara-cara tersebut (Sumirin, 2006).
Selongsong Sosis Selongsong atau casing sosis ada dua tipe, yaitu selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong alami terutama berasal dari saluran pencernaan ternak. Menurut Soeparno (1992) selongsong sapi dapat berasal oesophagus, usus kecil, usus besar bagian tengah, caecum dan kandung kencing, sedangkan selongsong domba dan kambing normalnya berasal dari usus kecil. Menurut Kramlich (1973), selongsong buatan terdiri atas empat kelompok yaitu sellulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang tidak dapat dimakan,
Universitas Sumatera Utara
dan plastik. Pada dasarnya selongsong alami adalah kolagen, selama pengolahan sosis, selongsong alami dalam keadaan basah mudah ditembus olah asap dan cairan. Selongsong alami menjadi kurang permeabel karena pengeringan dan pengasapan (Bacus, 1984). Terdapat tiga jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet. Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan. Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak (Astawan, 2009).
Bahan Pengikat Bahan pengikat adalah material bukan daging yang mengandung protein tinggi. Terutama berasal dari produk susu misalnya susu kering dan produk kedelai misalnya tepung kedelai. Kegunaan penambahan bahan pengikat diantaranya adalah meningkatkan daya ikat air produk daging, mengurangi pengerutan selama pemasakan, meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan flavour dan meningkatkan karakteristik irisan produk (Soeparno, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Bahan pengikat adalah bahan bukan daging yang meningkatkan daya ikat air dari emulsi lemak. Bahan pengisi mempunyai kemampuan untuk mengikat air, tetapi tidak berperan dalam pembentukan emulsi. Perbedaan bahan pengikat dan bahan pengisi bahwa bahan pengikat mengandung protein lebih tinggi, sedangkan bahan pengisi mengandung banyak karbohidrat. Bahan yang digunakan sebagai bahan pengikat berupa susu skim, Na-kaseinat, konsentrat tepung kedelai dan protrein isolate atau tepung kedelai (Bianchi et all., 1989). Menurut Kramlich (1973), bahan pengikat dan pengisi dibedakan berdasarkan kadar proteinnya. Bahan pengikat mengandung protein yang lebih tinggi dibanding bahan pengisi, dan bahan pengisi umumnya hanya terdiri dari karbohidrat saja. Pemilihan dan penggunaan bahan pengikat dilakukan berdasarkan beberapa syarat yaitu mempunyai daya serap yang baik terhadap air, mempunyai rasa yang enak, memberikan warna yang baik dan harganya relatif murah (Lawrie, 1983) Bahan yang tepat untuk dijadikan sebagai bahan pengikat salah satunya adalah susu skim. Susu skim merupakan air susu segar yang telah dikurangi kandungan lemaknya menjadi 0,1% atau kurang, dengan bahan kering tanpa lemak paling rendah 89,25%, oleh karena itu rasanya pun tidak segurih susu segar (Ginting dan Sitepu, 1989). Meskipun begitu, susu skim bubuk sebanyak tiga sendok teh penuh dalam satu cangkir air, nilainya sama dengan secangkir susu segar (Sumoprastowo, 2000). Menurut Helfrich dan Westhoff (1980) pemisahan krim dan susu skim dapat dilakukan dengan cara mekanik yang berdasarkan gravitasi. Susu skim adalah susu yang telah diambil lemak susunya, baik sebagian maupun seluruhnya.
Universitas Sumatera Utara
Zat gizi dalam susu skim masih lengkap kecuali lemak (Moehyi, 1992). Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle dkk., 1987). Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu.
Bahan Pengisi Bahan pengisi adalah material bukan daging yang ditambahkan ke dalam produk olahan daging. Bahan pengisi antara lain bermacam tepung yang umumnya mempunyai lemak dalam jumlah yang relatif tinggi dan protein dalam jumlah relatif rendah (Soeparno,1992). Menurut Soenaryo (1985) tepung merupakan bahan makanan yang berbentuk bubuk yang diolah dari biji-bijian dan umbi-umbian dari berbagai tanaman. Dalam hal ini yang dimaksud dengan tepung di sini adalah tepung jagung, tepung beras, tepung terigu, tepung tapioka, tepung maizena, tepung sagu dan tepung ketan. Maksud penambahan bahan pengisi (filler), pengikat (binder), dan pengompak
pada
produk
daging
proses
seperti
sosis
adalah
untuk:
1) meningkatkan stabilitas emulsi; 2) meningkatkan daya ikat air produk daging; 3) meningkatkan flavour; 4) meningkatkan karakteristik irisan produk; 5) mengurangi pengerutan selama pemasakan dan 6) mengurangi biaya formulasi (Forest, dkk., 1975). Salah satu contoh dari bahan pengisi adalah tepung tapioka ataupun tepung kanji. Tepung ini dibuat dari pati singkong, nyaris tidak mengandung protein dan gluten-free sehingga cocok untuk mereka yang memiliki problem
Universitas Sumatera Utara
Coeliac (smacam gluten-intolerance). Sering dipakai untuk pengental pada tumisan karena efeknya bening dan kental saat dipanaskan. Tidak cocok untuk gorengan karena menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama. Selain pengental, juga dipakai untuk pengenyal pada bakso, pengganti sagu pada pempek, juga sebagai bahan baku krupuk, ada juga yang membuat cendol berbahan tapioka (Lia, 2006). Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun bahan campuran pada berbagai macam produk antara lain kerupuk dan kue kering lainnya. Selain itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan (Astawan, 2003). Bila tepung dilihat di bawah mikroskop, akan terlihat zat tepung yang terdiri atas butir-butir granula yang mempunyai bentuk berbeda-beda dari setiap jenisnya. Tepung dibuat berasal dari jenis padi-padian dan umbi-umbian yang melalui proses beberapa tahap sampai menjadi tepung yang kering. Salah satu contohya adalah tepung terigu yang dibuat berasal dari biji gandum (Tarwotjo, 1998). Berikut ini adalah komposisi kimia tepung tapioka : Tabel 2. Komposisi tepung tapioka per 100 gram bahan Komposisi
Jumlah
Kalori (kal)
362
Protein (g)
0,5
Lemak (g)
0,3
Karbohidrat (g)
86,9
Air (g)
12,0
Sumber : Direktorat Gizi Departemen kesehatan RI, (1996)
Universitas Sumatera Utara
Air dan Es Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen disamping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat mudah hilang akibat penguapan dan pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut (Purnomo, 1995). Tujuan pemberian air es atau es dalam pembuatan sosis adalah untuk membentuk adonan yang baik serta menurunkan suhu selama proses pencampuran dan penggilingan (Koswara, 1992). Air es sangat penting sekali dalam pembuatan adonan karena untuk mempertahankan suhu adonan agar tetap dingin. Adonan panas cenderung akan merusak protein sehingga tekstur rusak (Alamsyah, 2005). Wibowo
(1995)
juga
menyatakan
bahwa
es
dapat
berfungsi
untuk
mempertahankan stabilitas emulsi dan kelembaban adonan sehingga adonan tidak kering selama pencetakan maupun perebusan Meskipun air bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, namun air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan dan sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup (Sudarmadji dkk., 1989). Menurut Afrianto dan Liviawaty (1991) air merupakan media yang sangat cocok bagi pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroorganisme lainnya. Jasad renik yang dapat membusukkan dan memecahkan pangan tidak akan dapat tumbuh jika tiada air. Kebanyakan enzim yang dapat menyebabkan perubahan kimia yang tidak dikehendaki juga tidak dapat berfungsi tanpa adanya air (Earle, 1982).
Universitas Sumatera Utara
Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) kadar air sosis tidak boleh melewati 67% (Chatroom.informe.com, 2010). Sedangkan menurut ”Meat Inspection Devision” dari USDA, sosis masak tidak boleh mengandung air melebihi empat kali kandungan protein ditambah 3% pada sosis masak. Penambahan air yang terlalu banyak akan menyebabkan sosis lunak, sedangkan penambahan sosis yang terlalu sedikit akan menyebabkan tekstur sosis menjadi keras (Koswara,1992). Selanjutnya Soeparno (1994) menyatakan faktor yang mempengaruhi daya ikat air daging adalah perbedaan daya ikat air di antara otot, misalnya spesies, umur, dan fungsi otot, serta pakan, transportasi, temperatur, kelembaban, penyimpanan, dan preservasi, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan selama pemotongan dan lemak intramuskular. Tillman dkk (1991) juga menyatakan pengaruh umur dan jenis ternak akan mempengaruhi terhadap komposisi tubuh tenak. Terdapat hubungan terbalik antara kadar air dan lemak dalam tubuh hewan. Bila hewan bertambah tua, maka terjadi penurunan kadar air dalam pertambahan berat badan, dan sebaliknya terjadi penambahan lemak.
Kadar Protein Daya ikat air oleh protein atau water holding capacity adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemanasan. Daya ikat air daging juga dipengaruhi oleh spesies, umur, perlakuan
sebelum
ternak
dipotong
dan
lemak
intramuskuler
(Soeparno 1994). Semua faktor yang mempengaruhi daya ikat air otot, juga mempunyai pengaruh yang relatif sama terhadap daging beku. Air yang keluar dari dalam sel-
Universitas Sumatera Utara
sel otot selama proses pembekuan dan muncul kembali sebagai drip pada saat penyegaran kembali, berhubungan dengan daya ikat air. Pada prinsipnya, jika daya ikat air meningkat, maka drip menurun (Soeparno, 1994). Reaksi nonenzimatis yang sering terjadi selama penyimpanan bahan pangan adalah reaksi pencoklatan nonenzimatis yang juga dikenal dengan reaksi Millard. Reaksi ini merupakan suatu hasil dari reaksi yang cukup kompleks yang biasanya terjadi akibat pereaksi gugus gula reduksi dan gugus amino atau protein. Akibat reaksi tersebut perubahan baik sifat-sifat kimiawi dan fisiologi protein, sehinga mempengaruhi nilai gizi bahan pangan, baik pada warna dan teksturnya (Lawrie, 2003). Protein dalam bahan makanan sangat penting dalam proses kehidupan organisme yang heterotroph seperti hewan dan manusia. Organisme heterotroph hanya dapat menggunakan protein jadi yang sudah dirakit oleh organisme autotroph seperti tumbuh-tumbuhan. Oleh sebab itu protein yang ada di dalam makanan sangat penting, bahkan vital bagi organisme heterotroph seperti manusia. Protein-protein tersebut berguna untuk penyusunan senyawa-senyawa biomolekul yang berperan penting dalam proses biokimiawi untuk mengganti sel-sel jaringan yang rusak (Sudarmadji dkk., 1989). Sosis merupakan produk olahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Menurut SNI, sosis yang baik minimal mengandung kadar protein sebesar 13% (Dinimantap.multiply.com, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Kadar Lemak Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, diantaranya disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga memiliki titik lebur yang tinggi. Contoh lemak jenuh yang banyak terdapat di alam adalah asam palmitat dan asam stearat (Winarno, 1991). Dalam pembentukan adonan sosis yang stabil biasanya ditambahkan lemak, baik lemak nabati maupun lemak hewani, karena disamping untuk kestabilan sosis, penambahan lemak dalam pembuatan sosis juga untuk memperoleh produk sosis yang kompak, tekstur yang empuk, dan rasa serta aroma yang lebih baik. Jumlah penambahan lemak untuk pembuatan sosis berkisar antara 5-25%. Penambahan lemak yang terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering, sedangkan jika terlalu banyak akan menghasilkan sosis yang lunak dan keriput. Menurut Meat Inspection Division dan USDA, kandungan lemak pada sosis masak tidak melebihi 30% (Purwaningsih, 2006). Sedangkan menurut SNI kandungan maksimal kadar lemak sosis adalah sebesar 25% (Chatroom.informe.com, 2010) Dalam teknologi makanan, lemak dan minyak memegang peranan yang penting. Lemak dan minyak memberikan rasa gurih yang spesifik yang berbeda dari gurihnya protein, selain juga memberi aroma yang spesifik. Di dalam dunia teknologi pangan seperti roti, lemak dan minyak penting dalam memberikan konsistensi empuk, halus dan berlapis-lapis (Sudarmadji dkk., 1989). Jika lemak digunakan dalam jumlah sedang, maka rasa panganan menjadi lebih baik. Banyak cita rasa dan keharuman yang menyenangkan diperoleh dari
Universitas Sumatera Utara
lemak dalam pangan. Selain itu, selama proses pencernaan lemak meninggalkan perut
lebih
lambat
dari karbohidrat
dan protein, sehingga membantu
menangguhkan serangan rasa lapar dan menyebabkan rasa puas pada seseorang. Lemak juga membawa vitamin A, D, E dan K, dan membantu proses pencernaan serta membantu absorbsi vitamin-vitamin tersebut dan mengangkutnya ke seluruh tubuh (Suhardjo dkk., 1985). Lemak merupakan "bahan bakar" yang memberi manusia tenaga dua kali lebih banyak daripada jenis makanan lain. Lemak yang disimpan dalam tubuh juga berfungsi sebagai bank penyimpan tenaga. Lemak adalah bahan penyekat yang melindungi tubuh dari rasa dingin yang merusak. Lemak juga menutupi saraf-saraf tubuh. Jenis lemak yang baik yang disebut HDL itu dapat membantu menghilangkan kolesterol yang merusak dan tidak diinginkan itu dari pembuluhpembuluh darah. Vitamin A, D, E dan K merupakan jenis vitamin yang larut dalam lemak dan tersimpan di dalam jaringan-jaringan lemak. Jadi sejumlah lemak tubuh tertentu mempunyai manfaatnya (Siswono, 2009).
Tekstur Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi kualitas keempukan daging digolongkan menjadi faktor antemortem, seperti genetik, termasuk bangsa, spesies dan fisiologis, umur, manajemen, jenis kelamin dan stress, dan faktor postmortem yang diantaranya meliputi metode chilling, refrigasi, pelayuan dan pembekuan (Soeparno, 1994). Lawrie (2003) menyatakan pergerakan otot yang aktif mengakibatkan tekstur otot tersebut terlihat kasar daripada yang tidak aktif, juga karena pengaruh
Universitas Sumatera Utara
pada saat pemotongan. Purnomo (1995) juga menyebutkan ada beberapa hal yang mempengaruhi tekstur bahan pangan antara lain rasio kandungan lemak, protein, jenis protein, suhu pengolahan, kadar air dan aktivitas air. Dan menurut Soehardjoprasetojo (1993), lemak diantara kelompok-kelompok daging akan memutuskan serat-serat daging.
Organoleptik Indera kita dapat mengatakan banyak tentang kualitas makanan kita. Hal ini dapat dipakai sebagai metode untuk menentukan tanda-tanda kualitas yang telah dititahkan oleh alam makanan kita. Kita dapat mempercayakan kepada indera kita tersebut, asalkan kita menggunakannya dan melatih menggunakannya (Ammermen, 1987). Cita rasa makanan yang ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap indera di dalam tubuh manusia, terutama indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa tinggi adalah makan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat. Komponen yang berperan dalam penentuan kelezatan makanan adalah aroma makanan, bumbu masakan, keempukan dan kerenyahan makan serta tingkat pematangan dan temperatur makanan (Moehyi, 1992). Flavour dan aroma adalah sensasi kompleks yang saling berkaitan. Flavour melibatkan rasa, bau, tekstur, temperatur dan pH. Evaluasi bau dan rasa sangat tergantung pada panel cita rasa dan flavour daging selama pemasakan. Keragaman antara individu dalam respon intensitas dan kualitas terhadap stimulus tertentu (karena beberapa faktor luar) menyebabkan pemilihan anggota panel merupakan hal yang penting (Lawrie, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Winarno (1994) menjelaskan bahwa warna dapat ditimbulkan karena reaksi kimia antara gula dan asam amino dari protein dan gula pereduksi, disamping disebabkan pula oleh warna gula yang digunakan. Warna pada umumnya dianggap sebagai suatu sifat benda. Akan tetapi ini benar hanya dalam suatu pengertian terbatas. Suatu benda yang dilihat dalam gelap tidak mempunyai warna. Untuk mempunyai warna benda harus memantulkan, menyebarkan dan atau meneruskan energi radiasi yang dapat dilihat. Maka dari itu warna dari suatu makanan merupakan sifat cahaya dari sifat makanan tersebut. Makanan yang telah berubah karena pemanasan, pembekuan, pengeringan atau penggaraman diharapkan akan mempunyai kemampuan untuk memantulkan, menyebarkan atau meneruskan cahaya. Sehingga warna yang terlihat oleh mata adalah berkaitan dengan kualitas cahaya yang kita lihat (Desrosier, 1988). Menurut Soekarta (1990) warna merupakan sifat produk yang dapat dipandang sebagai sifat fisik (objektif) dan organoleptik (subjektif). Warna daging dapat diukur dengan notasi atau dimensi trismulus. Mioglobin mengalami perubahan pada daging, mungkin karena penurunan pH postmortem yang cepat. Sitokorm mempunyai pengaruh tak langsung terhadap warna daging (Soeparno, 1994). Untuk mengetahui tingkat kesukaan seseorang ataupun panelis dalam menilai kualitas organoleptik suatu produk masakan, diperlukan sebuah metode yang bernama uji kesukaan atau disebut juga uji hedonik. Dalam uji hedonik ini, panelis
selain
ketidaksukaannya,
diminta mereka
tanggapan juga
pribadinya
diminta
untuk
tentang
kesukaan
mengemukakan
atau tingkat
kesukaannya tersebut. Soekarto (1985) menyatakan tingkat-tingkat kesukaan ini
Universitas Sumatera Utara
disebut dengan skala hedonik. Misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka serta netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (neither like no dislike). Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendaki. Ada banyak contoh bentuk skala hedonik dalam uji kesukaan, contohnya adalah sebagai berikut : Tabel 3. Skala hedonik dalam uji kesukaan Skala Hedonik
Skala Numerik
Sangat suka
5
Suka
4
Biasa/netral
3
Tidak suka
2
Sangat tidak suka
1
Universitas Sumatera Utara