TINJAUAN PUSTAKA
A. Sifat Fisik Tanah 1. Tekstur Tanah Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir tersebut adalah pasir, debu dan liat. Gabungan dari ketiga fraksi tersebut dinyatakan dalam persen dan disebut sebagai kelas tekstur. Pada umumnya tanah asli merupaka campuran dari butiran-butiran yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda (Braja 1993). Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Kelas tekstur tanah dikelompokkan berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat. Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno 1995). Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, tanah diberi nama atas dasar komponen utama yang dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sandy clay), lempung berlanau (silty clay), dan seterusnya (Braja 1993). Sifat fisik dan kesuburan tanah sanggat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Dari segi fisis tanah, tekstur berperan pada struktur, rumah tangga, air dan udara serta suhu tanah. Dalam segi kesuburan, tekstur memegang peranan penting dalam pertukaran ion, sifat penyangga, kejenuhan basa dan sebagainya. Fraksi liat merupakan fraksi yang paling aktif sedangkan kedua fraksi yang lain disebut kurang aktif (Haridjadja 1980). Braja (1993) menyatakan bahwa kelas tekstur dapat ditetapkan dengan menggunakan diagram segi tiga tekstur menurut USDA dalam Gambar 1. Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah yang meliputi: a. Pasir : butiran dengan diameter 2.0 s.d. 0.05 mm b. Debu : butiran dengan diameter 0.05 s.d. 0.002 mm c. Liat : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0.002 mm
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran butiran
Fraksi pasir terdiri dari pecahan-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan bentuk. Butiran-butiran pasir hampir selalu terdiri dari satu macam zat mineral, terutama kwartz (Wesley 1973). Partikel-partikel pasir memiliki ukuran yang jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan dengan partikel-partikel debu dan liat. Oleh karena luas permukaan pasir adalah kecil, maka peranannya dalam ikut mengatur sifat-sifat kimia tanah adalah kecil sekali. Disamping itu, disebabkan fraksi pasir itu memiliki luas permukaan yang kecil, tetapi memiliki ukuran yang besar, maka fungsi utamanya adalah sebagai penyokong tanah dalam disekelilingnya terdapat partikel debu dan liat yang lebih aktif. Kecuali terdapat dalam jumlah yang lebih kecil, maka jika semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, makin banyak ruang pori-pori diantara partikel tanah semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air (Hakim 1986) diacu dalam Irfan (2011). Menurut Wesley (1973), debu merupakan bahan peralihan antara liat dan pasir halus. Fraksi ini kurang plastis dan lebih mudah ditembus air daripada liat dan memperlihatkan sifat dilatasi yang tidak terdapat pada liat. Luas pernukaan debu lebih besar dari luas permukaan pasir per gram, tingkat pelapukan debu dan pembebasan unsur-unsur hara untuk diserap akar lebih besar dari pasir. Partikel-partikel debu terasa licin sebagai tepung dan kurang melekat. Tanah yang mengandung fraksi debu yang tinggi dapat memegang air tersedia untuk tanaman Fraksi liat pada kebanyakan tanah terdiri dari mineral-mineral yang berbeda-beda komposisi kimianya dan sifat-sifat lainnya dibandingkan dengan debu dan pasir. Fraksi liat memiliki luas permukaan yang besar. Di dalam tanah molekul-molekul air mengelilingi partikel-partikel liat berbentuk selaput tipis, sehingga jumlah liat akan menentukan kapasitas memegang air dalam tanah. Permukaan liat dapat mengadsorbsi sejumlah unsur-unsur hara dalam tanah. Liat terdiri dari butiran-butiran yang sanggat kecil dan menunjukkan sifat plastisitas dan kohesi. Kohesi menunjukkan kenyataan bahwa bagian-bagian bahan itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk asalnya, dan tanpa terjadi retakan atau terpecah-pecah (Wesley 1973).
4
2. Densitas Tanah Densitas tanah basah atau wet-bulk density didefinisikan sebagai padatan tanah (massa total) dibagi dengan volume total tanah (Kalsim dan Sapei 2003). Massa total akan bervariasi dengan jumlah air yang ada dalam tanah, sehingga densitas tanah kering atau dry-bulk density (Db) umumnya digunakan dan didefinisikan sebagai massa kering tanah oven (Mk) pada suhu 105oC selama 24 jam dibagi dengan volume total (Vt) tanah (Kalsim dan Sapei 2003). Untuk selanjutnya, istilah densitas tanah yang digunakan berarti merujuk pada dry-bulk density. Berdasarkan hasil penelitian Iqbal et al. (2006) diacu dalam Isron (2009) yang menyatakan bahwa perlakuan intensitas lintasan traktor memberikan pengaruh nyata terhadap nilai densitas tanah pada taraf α = 0.05, di mana semakin meningkat intensitas lintasan roda traktor maka nilai densitas tanah cenderung meningkat. Kecenderungan kenaikan densitas tanah disebabkan oleh tekanan yang berasal dari roda traktor mendesak air dan udara, sehingga daerah yang dipengaruhi tekanan menjadi lebih padat dan secara langsung dapat meningkatkan densitas tanah. Pada umumnya densitas tanah berkisar antara 1.1–1.6 g/cm3. Akan tetapi ada juga beberapa jenis tanah yang mempunyai densitas tanah kurang dari 0.85 g/cm3. Menurut Pramuhadi (2005), pertumbuhan dan produksi tebu maksimum serta pertumbuhan gulma minimum terjadi pada kisaran densitas tanah 1.2 –1.3 g/cm3. Mengukur densitas tanah (Db). Menurut Kalsim dan Sapei (2003) densitas tanah dapat dihitung dengan persamaan: Db = Mk/Vt = (Mt-Mw)/Vt
(1)
Di mana: Db = Densitas tanah (g/cm3) Mk = Massa kering tanah (g) Vt = Volume tanah (cm3) Mw = Massa wadah (g) Mt = Massa wadah + massa tanah kering (g) Pada suatu usaha pemadatan tanah yang tetap, densitas tanah merupakan fungsi kadar air tanah. Densitas tanah meningkat mulai dari meningkatnya kadar air tanah dan mencapai puncak yang disebut sebagi kadar air optimum, selanjutnya menurun seiring dengan meningkatnya kadar air tanah (Hillel 1980). Menurut McKyes (1985), kekuatan tanah dan sifat mekanik tanah lainnya akan berubah dengan adanya proses pemadatan. Kohesi tanah akan meningkat dengan pola logaritmik dan sudut geser dalam tanah akan meningkat dengan pola linier seiring kenaikan densitas tanah. Peningkatan kekuatan tanah akibat meningkatnya densitas ini tidak hanya menyebabkan kekuatan dan energi yang diperlukan untuk pemotongan (pengolahan) tanah menjadi meningkat, akan tetapi juga akan menghambat pertumbuhan akar tanaman.
5
3. Porositas Porositas adalah proporsi ruang pori (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Plaster 1992). Porositas dapat ditentukan dengan menempatkan tanah kering oven pada sebuah panci air hingga seluruh ruang kosong terisi air. Perbedaan berat antara tanah kering oven dan tanah basah jenuh disebut total ruang pori. Secara umum porositas dapat dihitung dengan persamaan:
Pt
Mb Mk x100 Vt
(2)
Dimana: Pt = Porositas tanah (%) Mb = Massa basah jenuh tanah sebelum dikering-ovenkan (g) Mk = Massa kering tanah setelah dikering-ovenkan (g) Vt = Volume tanah (cm3) Porositas juga dapat ditentukan dari densitas tanah (Db) dan densitas partikel (Dp). Jika tidak ada ruang pori, maka Db akan sama dengan Dp. Rasio Db dan Dp akan sama dengan 1. Semakin banyak ruang pori, semakin kecil densitas tanah dan rasio Db/Dp. Pada kenyataannya, perbandingan Db/Dp adalah hanya prosentase fraksi padatan tanah. Jika salah satu prosentase berkurang dari 100%, perbedaannya adalah pada prosentase ruang pori. Untuk menghitungnya, biasanya dapat diasumsikan bahwa Dp adalah 2.65 gram/cm 3. Persamaan berikut juga dapat digunakan untuk menghitung nilai porositas (Plaster 1992):
Db Pt 100% x100 Dp
(3)
Db Pt 100% x100 2,65
4. Diameter Berat Rata-rata Bongkah Tanah Jumlah pecahan tanah akibat implemen pengolahan dapat ditentukan dengan ayakan tanah. Pengayakan memberikan metode sederhana untuk mengukur rata-rata ukuran bongkah tanah dan jumlah tanah relatif pada setiap kelas ukuran. Representasi yang sering digunakan adalah diameter berat bongkah tanah rata-rata atau mean weight diameter, MWD Lal dan Shukla (2004) diacu dalam Isron (2009) menjelaskan bahwa ukuran partikel adalah sifat fisik tanah yang penting, karena mempengaruhi total porositas, ukuran pori, dan luas permukaan. Distribusi ukuran partikel menunjukkan ukuran kuantitatif dari ukuran partikel tanah yang merupakan fraksi solid. Analisa ukuran tanah merupakan percobaan untuk menentukan proporsi relatif ukuran butir tanah yang berbeda yang membentuk massa tanah. Sesungguhnya, agar mempunyai arti, contoh tanah harus terwakili secara statistik. Sebenarnya tidak mungkin dalam penentuan ukuran partikel dilakukan dengan pengujian
6
tunggal, pengujian hanya bisa dengan penggolongan ukuran tanah melalui pendekatan selang ukuran antara dua ayakan (Bowles 1970). Penggolongan ukuran dilakukan dengan menumpuk satu rangkaian ayakan pada ukuran lobang ayakan dari yang paling besar di puncak ke lobang paling kecil, dan pengayakan dilakukan pada sejumlah tanah yang diketahui kuantitasnya melalui tumpukan. Hal ini dilakukan dengan cara menempatkan materi di bagian atas ayakan dan digoncangkan untuk memisahkan partikel-partikel menjadi ukuran diameter yang lebih kecil dari ayakan teratas ke alas/panci (Bowles 1970).
B. Sifat Mekanik Tanah 1.
Kadar Air Tanah Kadar air tanah adalah jumlah air tanah yang tekandung dalam pori-pori tanah dalam suatu massa tanah tertentu. Kadar air tanah dapat berubah-ubah pada tiap kedalaman karena merupakan bagian tanah yang tidak stabil. Perubahan kadar air tanah tersebut dapat menyebabkan perubahan nilai tahanan penetrasi dan densitas (bulk density) tanah. Menurut Hardjowigeno (1995), air di dalam tanah dibagi menjadi air gravitasi, kapiler dan higroskopis. Menurut Hakim et al (1986) cara yang biasa digunakan untuk menyatakan kadar air dalam tanah adalah dalam persen terhadap bobot tanah kering. Bobot tanah lembab tidak dipakai karena bergelonjak dengan kadar airnya. Kadar air juga dapat dinyatakan dalam persen volume, yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara penetapan kadar air tanah dapat digolongkan kedalam cara gravimetrik, tegangan dan hisapan, hambatan listrik (blok tahanan), serta pembauran neutron (neutron scattering). Cara gravimetrik merupakan cara yang paling umum dipakai. Pada cara penentuan kadar air ini, sejumlah tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu antara 100oC sampai 110oC untuk waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terkandung dalam tanah basah (Hakim et al 1986). Secara umum kadar air tanah dapat dihitung dengan persamaan:
KA =
mb -ma ma
x 100%
(4)
dimana : KA = Kadar air (%) mb = massa tanah awal (g) ma = massa tanah akhir (g) 2.
Kekuatan Tanah Kekuatan tanah adalah kemampuan tanah untuk menahan beban tanpa mengalami kerusakan, baik berupa perpecahan, perpisahan ataupun aliran. Secara kuantitatif kekuatan tanah dapat didefinisikan sebagai tegangan maksimal yang dapat diberikan kepada tanah tertentu tanpa menyebabkan kerusakan pada tanah tersebut (Hillel 1980). Kekuatan geser tanah menurut Hardiyatmo (1992) merupakan gaya perlawanan yang dilakukan oleh butirbutir tanah terhadap desakan atau tarikan.
7
Kekuatan tanah tergantung pada gaya-gaya yang bekerja diantara butir-butirnya. Kekuatan geser tanah adalah salah satu parameter kekuatan tanah yang merupakan fungsi dari kohesi dan gesekan ƒ c, tan ө)), sedangkan kohesi sendiri merupakan fungsi dari interaksi gaya tarik-menarik antara partikel liat itu sendiri. Kekuatan geser tanah dapat dianggap terdiri atas bagian yang bersifat kohesi yang tergantung pada jenis tanah, kepadatan butirnya, dan bagian yang mempunyai sifat gesekan (frictional) yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja pada bidang geser (Wesley 1973). Menurut McKyes (1985), perancangan alat dan mesin pengolahan tanah yang efektif dan efisien dimulai dengan analisis dasar mengenai kekuatan geser tanah. Hal ini bertujuan untuk memprediksikan kekuatan dan energi yang dibutuhkan alat dan mesin tersebut untuk memotong tanah dengan efektif dan efisien. Proses pemotongan tanah mengakibatkan keruntuhan material tanah. Keruntuhan mekanik ini biasanya tejadi pada bagian permukaan perpecahan dalam (internal rupture surface) tanah dan bagian tanah yang bersentuhan dengan alat pemotong tanah.
Gambar 2. Skema keruntuhan tanah pada proses pemotongan tanah(McKyes 1985) Gaya-gaya yang menghasilkan keruntuhan tanah adalah gesekan dan kohesi yang sesuai dengan hukum Coulomb: τ = c + σ tan ө
(5)
dimana : τ = Kekuatan tanah terhadap geseran kgf/cm2) c = Kohesi tanah (kgf/cm2) σ = Tekanan normal terhadap bidang geser (kgf/cm2) ө = Sudut gesekan dalam o) Kekuatan geser tanah dari benda uji yang diperiksa di laboratorium, biasanya dilakukan dengan besar beban yang ditentukan terlebih dahulu dan dikerjakan dengan menggunakan tipe peralatan khusus. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kekuatan geser tanah yang diuji di laboratorium adalah : a. Kandungan mineral dan butiran tanah b. Bentuk partikel c. Angka pori dan kadar air d. Cara pengujian e. Kecepatan pembebanan f. Tekanan air pori yang ditimbulkan g. Kriteria yang diambil untuk penentuan kuat gesernya h. Tegangan yang dibebankan sebelum pengujian
8
Menurut Hardiyatmo (1992) ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan geser tanah, yaitu pengujian kekuatan geser langsung (direct shear test), pengujian triaksial (triaxial test), pengujian tekan bebas (unconfined compression test), dan pengujian balingbaling (vane shear test). Pada pengukuran kekuatan geser tanah menggunakan metode uji geser langsung, contoh tanah yang akan diuji diberikan tekanan normal yang konstan serta tegangan pori yang selalu tetap nol (Wesley 1973). Menurut Hardiyatmo (1992) terdapat beberapa batasan ataupun kekurangan dalam pengujian kekuatan geser langsung, yaitu: a. Tanah benda uji dipaksa untuk mengalami keruntuhan (failure) pada bidang yang telah ditentukan sebelumnya. b. Distribusi tegangan pada bidang keruntuhan tidak seragam. c. Tekanan air pori tidak dapat diukur. d. Deformasi yang diterapkan pada benda uji hanya terbatas pada gerakan maksimum sebesar alat geser langsung dapat digerakkan. e. Pola tegangan pada kenyataannya adalah sangat kompleks dan arah dari bidang-bidang tegangan utama berotasi ketika regangan geser ditambah. f. Drainase tidak dapat dikontrol. g. Luas bidang kontak antara tanah di kedua setengah bagian kotak geser berkurang ketika pengujian berlangsung, akan tetapi pengaruhnya sangat kecil pada hasil pengujian, sehingga dapat diabaikan.
C. Pengolahan Tanah Pengelolahan tanah merupakan bagian proses terberat dari keseluruhan proses budidaya, di mana proses ini mengkonsumsi energi sekitar 1/3 dari keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam proses budidaya pertanian. Cara pengolahan tanah akan berpengaruh terhadap hasil pengolahan dan konsumsi energinya. Pengolahan tanah meliputi primary tillage (pengolahan tanah primer) dan secondary (pengolahan tanah sekunder). Plowing (pembajakan) merupakan pengolahan tanah primer tillage dan kegiatan pengolahan tanah selanjutnya merupakan pengolahan tanah sekunder yang biasanya berupa harrowing (penggaruan). Metode pengolahan tanah untuk tebu lahan kering meliputi kegiatan-kegiatan : (1) pengelolahan tanah dalam (subsoiling) , (2) pembajakan tanah (plowing), (3) penggaruan tanah (harrowing) dengan kedalaman 20-30 cm, dan (4) pembuatan alur tanam (furrowing). Baver et al. (1972) menyebutkan bahwa lapisan padat di bawah zona pembajakan tanah telah ditemukan pada beberapa jenis tanah. Lapisan tersebut sering dinamakan lapisan tapal bajak (pole sole). Lapisan tersebut berasal dari kombinasi pengelolahan tanah dan operasi mesinmesin pertanian lainnya. Pengolahan tanah di lakukan dengan tujuan memperbaiki sifat-sifat fisik tanah yang buruk yang terjasi selama pertumbuhan sebelumnya, seperti pemadatan tanah atau kehilangan strukrur tanah terutama akibat hujan dan lintasan mesin-mesin. Oleh sebab itu pengolahan tanah ditujukan untuk mengatasi kekurangan-kekurangan, seperti penembusan akar yang kurang dalam, aerasi dan porositas tanah yang buruk, dan adanya lapisan tapak bajak
9