1
TINJAUAN HUKUM PENJATUHAN PIDANA SECARA IN ABSENTIA DAN RELEVANSINYA DENGAN HAK TERDAKWA MELAKUKAN PEMBELAAN Siti Hardiyanti ishak1, Dian Ekawati Ismail, SH, MH2., Lisnawaty Badu, SH., MH3. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tinjauan hukum penjatuhan pidana secara in absentia sehubungan dengan hak terdakwa dalam KUHAP, dan juga mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi oleh pengadilan dalam persidangan in absentia. Penelitian ini menggunakan metode normatif, yaitu dengan cara menemukan teori yang mendukung penelitian ini. Dengan metode normative penelitian dengan teknik analisis data preskriptif konsep. Hasil penelitian ini adalah : 1) Penjatuhan pidana secara in absentia dalam prosesnya telah mengabaikan hak terdakwa dalam KUHAP. 2) Dalam proses persidangan in absentia pengadilan menghadapi kendala-kendala yakni : a) proses peradilannya menjadi lebih rumit dan menyita banyak waktu. b) sulitnya menentukan kebenaran materil. c) putusan tidak menjadi objektif. Kata Kunci : Penjatuhan pidana, in absentia, hak terdakwa
1
Siti Hardiyanti Ishak, Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo 2 Dian Ekawaty Ismail, SH.,MH, Dosen Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo 3 Lisnawaty Badu, SH.,MH, Dosen Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo
2
Negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan hukum tertingginya (konstitusi) memberikan persamaan kedudukan warga negaranya di dalam hukum serta mewajibkan warga negaranya untuk menjunjung hukum itu agar dapat berperilaku, bertindak dan melaksanakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Penerapan hukum di Indonesia umumnya terbagi atas hukum pidana dan perdata. Khusus dalam pembahasan hukum pidana dalam penerapannya terbagi atas 2 (dua) yakni hukum pidana materil dan hukum pidana formil, yang keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat, sebab jika salah satunya dilanggar maka yang lainnya juga tidak akan dapat terlaksana dengan baik pula. Dalam hukum pidana formil Indonesia mengenal sistem penjatuhan pidana secara in absentia, yakni sistem penjatuhan pidana dengan tidak hadirnya terdakwa, meskipun tidak menganutnya secara keseluruhan pemidanaan yakni hanya dapat dilaksanakan pada peradilan perkara lalu lintas, korupsi dan perkara ekonomi. Di sisi lain Indonesia sebagai negara hukum juga sangat menjunjung tinggi hukum dengan tujuannya, keadilan, kepastian serta kemanfaatannya. Yang mengharuskan ketiganya dapat di implemetasikan dengan baik. Selain daripada itu Indonesia dalam perkembangan hukumnya sangat melindungi hak asasi manusia, Peradilan In Absentia4 adalah contoh praktek hukum yang potensial melahirkan kesewenang-wenangan dan pelanggaran hak asasi manusia. Meski bukan pelanggaran atas Hak-hak Dasar, praktek In Absentia akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Hak-hak tersangka atau terdakwa menjadi terhempas dan hilang. Dan semuanya itu merupakan hilangnya independensi
penegak
hukum
dan
adanya
kelompok
kepentingan
yang
mengintervensi kekuasaan yudikatif. Di sinilah muncul dilema untuk memilih praktek In Absentia yang menghilangkan hak-hak terdakwa, atau untuk melindungi hak-hak asasi terdakwa.
4
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/, RiswalSaputra,Muhadar,dan Syukri Akub
3
Prinsip hadirnya terdakwa dalam perkara pidana didasarkan atas hak-hak asasi terdakwa sebagai manusia yang berhak membela diri dan mempertahankan hak-hak kebebasannya, harta bendanya ataupun kehormatannya.5 (Riswal Saputra, S.H Djoko Prakoso, 1984). Berkaitan dengan hadirnya terdakwa dalam persidangan, hukum tidak membenarkan proses peradilan In Absentia dalam acara pemeriksaan biasa dan pemeriksaan acara singkat.
Tanpa
hadirnya terdakwa dalam persidangan,
pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan. Itu sebabnya Pasal 154 KUHAP mengatur bagaimana cara menghadirkan terdakwa dalam persidangan. Tata cara tersebut memperlihatkan tanpa hadirnya terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan TINJAUAN PUSTAKA a) Pengertian Tinjauan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisa, dan penyajian data yang di lakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan. Penelitian hukum6 merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang betujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Penelitian dalam ilmu hukum7 adalah keseluruhan aktivitas berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis dan menginterpretasi fakta serta hubungan dilapangan hukum dan dilapangan lain-lain yang relevan bagi 5
Ibid Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika hlm 18 7 Ibid 6
4
kehidupan hukum, dan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dapat dikembangkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan cara-cara ilmiah untuk menanggapi berbagi fakta dan hubungan tersebut. b. Pengertian In Absentia In absentia8 adalah istilah dalam bahasa Latin yang secara harfiah berarti“dengan ketidakhadiran”. Kamus umum Inggris-Indonesia menyebutkan, bahwa istilah in absentia berasal dari kata absentee, a person who is not persent where expected (seseorang yang tidak hadir saat diharapkan kehadirannya). Kata absent dalam perkara In Absentia secara umum diartikan sebagai suatu keadaan dimana ketidakhadiran seseorang atau secara singkat diartikan sebagai tidak hadir. Istilah tidak hadir sebagai terjemahan In Absentia mempunyai kedudukan khusus yang hanya digunakan pada obyek dalam keadaan tertentu. Kata ”tidak hadir” ( In Absentia ) dalam dalam pengertian hukum pidana digunakan pada pelaku tindak pidana dalam statusanya sebagai terdakwa selama ia dalam proses pemeriksaan sidang sampai dengan putusan pengadilan. METODOLOGI PENELITIAN Teknik analisis data yang digunakan adalah preskriptif konsep. Preskriptif meberikan argumentasi atau hasil penelitian yang telah dilakukannya. Argumentasi disini dilakukan oleh peneliti untuk memberikan preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa seyogianya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitan. Pendekatan konsep ini berawal dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan
8
http://medizton.wordpress.com/2011/06/14/160/
5
dan doktrin-doktrin tersebut, penelitian akan menemukan ide-ide yang melahirkan penegertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam kamus Hukum J.C.T Simorangkir Dkk9, pengertian hukum pidana terbagi atas hukum pidana obyektif dan hukum pidana subyektif. Hukum pidana objektif ialah semua larangan atau perintah yang mengakibatkan di jatuhkannya suatu penderitaan atau siksaan sebagai hukuman oleh negara kepada siapa saja yang melanggarnya. Sedangkan hukum pidana subjektif/ ius puniendi ialah hak negara untuk menghukum orang, yang melanggar peraturan-peraturan hukum pidana obyektif. Hukum pidana pada umumnya terbagi atas 2 (dua) yakni hukum pidana materil dan hukum pidana formil, hukum pidana materil adalah hukum yang mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh di lakukan dan di larang dan akan mendapatkan sanksi/ancaman pidana barangsiapa yang melakukannya, sedangkan hukum pidana formil adalah hukum pidana yang mengatur tentang prosedur atau tata cara pelaksanaan sanksi hukum atas pidana materil yang di langgar. Menurut Prof. Soebekti sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai tujuan. Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terjadi suatu pertentangan atau perbenturan antara bagian-bagian tersebut, dan juga tidak boleh terjadi suatu duplikasi atau tumpang tindih (overlapping) di antara bagian-bagian itu.10 Negara telah menjamin Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 dinyatakan bahwa warga negara berhak memperoleh perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Jaminan perlindungan dan 9
Simorangkir J.C.T Dkk, 2010 Kamus Hukum, Jakarta , Sinar Grafika.hlm 10 Rusli Muhamad, sistem peradilan pidana indonesia, locit hlm 13
10
6
pemerintahan ini dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan di dalam KUHAP, khususnya Pasal 54 sampai Pasal 57 yang mengatur tentang Hak-Hak Tersangka atau Terdakwa untuk mendapatkan Penasehat Hukum. Bantuan hukum yang diberikan pada terdakwa atau tersangka pada hakekatnya adalah membela peraturan hukum dan juga perlindungan yang diberikan agar terdakwa atau tersangka terlindungi haknya. Bantuan hukum bagi terdakwa atau tersangka bukanlah semata-mata membela kepentingan terdakwa atau tersangka untuk bebas dari segala tuntutan. Tujuan pembelaan dalam perkara pidana pada hakekatnya adalah membela peraturan hukum, jangan sampai peraturan hukum tersebut salah atau tidak adil diterapkan dalam suatu perkara. Dengan demikian tujuan pembelaan dalam perkara pidana di setiap tingkatan proses beracara mengandung makna sebagai pemberian bantuan hukum kepada aparat pelaksana atau penegak hukum dalam membuat atau memutuskan suatu keputusan yang adil dan benar menurut peraturan hukum yang berlaku. Jadi, tugas pembela bukan membabi buta mati-matian membela kesalahan tersangka atau terdakwa, akan tetapi adalah untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dalam masyarakat (Riduan Syahrani, 1983:26). Sistem peradilan pidana di indonesia mempunyai perangkat struktur atau sub sitem yakni : kepolisian, kejaksaan, pengadilan,lembaga pemasyarakatan, dan advokat atau penasehat hukum sebagai quasi sub sistem. Istilah In absentia secara yuridis formal mulai dipergunakan di indonesia dengan keluarnya Undang-undang nomor 11/PNPS/1963 tentang pemberantasan kegiatan subversi di sebut dengan in absentia11 sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat 1 yang menyatakan
11
http//:wwwLontar.ui.ac.id-peradilaninabsentia1-1.pdf
7
“apabila terdakwa setelah dua kali berturut-turut di panggil secara sah tidak hadir
di
sidang,
maka
pengadilan
berwenang
mengadilinya
di
luar
kehadirannya(in absentia)” Istilah “in absentia” pada perkembangannya tidak lagi di sebut dalam berbagai produk legislasi, tetapi tetap di atur dengan menggunakan istilah “tidak hadir” Sistem peradilan pidana Indonesia dalam rangka acara pemeriksaan biasa tidak membolehkan adanya sistem peradilan in absentia, hal ini di tunjukan dalam Pasal 154 ayat 6 KUHAP yang menegaskan bahwa jika setelah dilakukan panggilan kedua kali terdakwa tidak hadir maka hakim ketua sidang berwenang memerintahkan agar terdakwa di panggil secara paksa. Sedangkan untuk ketentuan lainnya seperti acara pemeriksaan pekara pelanggaran lalu lintas jalan pada Pasal 214 membolehkan adanya peradilan in absentia dengan dasar pemikiran bahwa acara pemeriksaan lalu lintas merupakan acara pemeriksaan cepat, oleh sebab itu kehadiran terdakwa tidak menjadi hal yang sangat urgen untuk di paksakan untuk mewajibkan kehadiran terdakwa.12 Berikut uraian mengenai hak-hak terdakwa dalam KUHAP yang tidak dapat terpenuhi di dalam peradilan in absentia : a. Hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya dan didakwakan pada waktu pemeriksaan dimulai(pasal 51 butir a dan b KUHAP).Peradilan in absentia mengakibatkan sulit untuk menetapkan identitas terdakwa secara pasti dan apa yang telah di lakukannya sehingga dirinya di dakwa di depan persidangan. Sehingga kecenderungan dapat terjadi bagi terdakwa memalsukan dirinya dengan orang lain kelak. Selain itu, hal yang di sangkakan dan didakwakan kepadanya belum tentu benar-benar tepat. 13
12 13
Ibid Andi Sofyan, Abd Asis, 2014, Hukum Acara Pidana, suatu pengantar, Jakarta, KENCANA hlm 323
8
b. Hak untuk memberi keterangan secara bebas kepada penyidik dan kepada hakim pada waktu tingkat penyidik dan pengadilan(pasal 52 KUHAP). Secara garis besar peradilan in absentia akan menghilangkan hak terdakwa untuk memberikan keterangan yang dapat membuatnya bebas dari tuntutan hukum. c. Hak untuk mendapat bantuan hukum guna kepentingan pembelaan selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan(pasal 54 KUHAP). Dapat saja terjadi bahwa dalam peradilan in absentia terdakwa tidak hadir bukan karena kehendaknya sendiri, akan tetapi tidak memperoleh informasi mengenai status dirinya sebagai terdakwa maka terdakwa tersebut tidak dapat melakukan upaya mencari pembelaan terhadap dirinya seperti memperoleh bantuan hukum, padahal dengan bantuan hukum tersebut, terdakwa dapat bebas dari tuntutan hukum. d. Hak terdakwa agar diadili disidang pengadilan yang terbuka untuk umum(pasal 64 KUHAP jo. Pasal 19 ayat 1 UU No.4 tahun 2004). Sidang di buka dan terbuka untuk umum, merupakan kalimat sakral yang selalu di ucapkan hakim untuk membuka persidangan. Namun, bagaimana dapat di katakan benar-benar terbuka, sementara untuk terdakwanya sulit untuk memperoleh keterbukaan itu. e. Hak terdakwa untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan ahli yang “a decharge”(pasal 65 KUHAP). Saksi merupakan alat pembuktian yang sah. Keterangan
saksi
sangat
mempengaruhi
pertimbangan
hakim
dalam
menentukan seorang terdakwa bersalah atau tidak. Dengan ketidak hadiran terdakwa tidak mungkin baginya dapat menghadirkan saksi yang meringankan dirinya. Selain itu, saksi yang di hadirkan oleh penuntut umum hanya akan memberatkan terdakwa. f. Hak terdakwa untuk mengajukan keberatan bahwa pengaadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan(pasal 156 ayat 1 KUHAP). Dalam hal terdakwa merasa perkaranya tersebut bukan merupakan kewenangan pengadilan yang 9
sedang mengadilinya maka dapat di ajukan melalui eksepsi terdakwa, hal ini menjadi sangat rumit apabila terdakwa tidak hadir, maka akan sulit menentukan bahwa eksepsi yang di sampaikan adalah benar-benar dapat menguntungkan dirinya dan dapat melepaskan dirinya dari tuntutan pidana. g. Hak terdakwa untuk mengajukkan upaya hukum berupa banding, kasasi, dan peninjauan kembali(pasal 67 jo. 233, pasal 244, dan pasal 263 ayat 1 KUHAP). Ketidaktahuan terdakwa akan statusnya sebagai terpidana menyebabkan terpidana tidak dapat melakukan upaya hukum berupa banding, kasasi dan peninjauan kembali. Sehingga saat dirinya mengetahui statusnya sebagai terpidana, waktu untuk melakukan upaya hukum telah selesai sehingga terpidana harus begitu saja menerima apa yang telah di putuskan kepada dirinya. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 9 Tahun 1985 tentang Putusan yang Diucapkan di Luar Hadirnya Terdakwa “Mahkamah Agung berpendapat bahwa perkara-perkara yang diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat (baik perkara tindak pidana ringan maupun perkara pelanggaran lalu lintas jalan) dapat diputus di luar hadirnya terdakwa (verstek) a. Pasal 38 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 yang menyatakan sebagai berikut: 1. “Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya. 2. dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan di jatuhkan maka terdakwa wajib di periksa dan segala keterangan saksi dan surat-surat yang di bacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.
10
3. putusan yang di jatuhkan tanpa kehadiran terdakwa di umumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, Kantor pemerintah Daerah atau di beritahukan kepada kuasanya. 4. terdakwa atau kuasanya dapat mengajukan bading atas putusan sebagaimana di maksud dalam ayat 1. 5. dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan di jatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi, maka hakim atas tuntutan penuntut umum menetapkan perampasan barang-barang yang telah di sita 6. penetapan perampasan sebagaimana di maksud dalam ayat 5 tidak dapat di mohonkan upaya banding 7. setiap orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang telah menjatuhkan penetapan sebagaimana di maksud dalam ayat 5 dalam waktu 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaiman dimaksud dalam ayat3.14
Berdasarkan ketentuan Pasal 38 Undang-undang Tindak pidana Korupsi tersebut peradilan in absentia hanya dapat di laksanakan apabila terdakwa telah di panggil secara sah tetapi tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah dan sepanjang usaha aparat penegak hukum (dalam hal ini jaksa penuntut umum) untuk mencari dan menghadirkan terdakwa kepemeriksaan sidang panggilan sudah maksimal, tetapi tidak membawa hasil. Ketentuan ini di pastikan hanya di peruntukan bagi terdakwa yang tidak di tahan sebab bagi terdakwa yang di tahan untuk mengahadap persidangan tanpa di perlukan panggilan, karena merupakan tanggungjawab jaksa penunutu umum untuk menghadirkan terdakwa ke muka persidangan.
14
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi
11
Alasan penerapan sistem peradilan in absentia pada tindak pidana korupsi antara lain : 1) Demi pengembalian dan penyelamatan harta negara dalam kasus tindak pidana korupsi. 2) Setelah pemanggilan untuk kedua kalinya namun tidak dapat dihadirkan meski dangan paksa maka pengadilan memiliki peluang untuk meneruskan persidangan. 3) Pengecualian prosedur atau eksepsionalitas disebabkan korupsi dianggap kejahatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana yang serius, jika melalui prosedur yang biasa akan menghadapi kendala untuk menghadapkan terdakwa di persidangan. 4) Untuk meminimalisir kerugian negara dalam upaya mengembalikan kerugian negara dengan mempercepat proses hukumnya sepanjang diperoleh bukti yang kuat bahwa kekayaan terdakwa yang disita tersebut diperoleh dan berasal dari hasil tindak pidana korupsi. 5) Sekalipun terdakwa tidak hadir dipersidangan tetapi yang diperlukan adalah unsur-unsur pasal 183 KUHAP yang menyatakan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseoraang kecuali apapila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. a. Pasal 79 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyatakan: 1. Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa. 2. Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutny
12
c. Undang-undang darurat nomor 7 tahun 1955 tentang pengusutan, penuntutan, dan peradilan tindak pidana ekonomi jo. Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 1962 d.
Pasal 79 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 yang menyatakan, “Pemeriksaan di sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa.” Dalam Angka 3 Surat Edaran Mahkamah Agung No.: 03 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang No. 31 Tahun 2007 tentang Perikanan, disebutkan bahwa, “Pemeriksaan di sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 79 UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan adalah dalam pengertian perkara in absentia, yaitu terdakwa sejak sidang pertama tidak pernah hadir di persidangan.”
e.
Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorime
KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan Penjatuhan
pidana
secara
In
Absentia
dalam
prosesnya
banyak
menghilangkan hak terdakwa yang telah di berikan oleh negara melalui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Seperti hak untuk memberikan keterangan yang dapat melepaskan dirinya dari tunutan hukum atau setidaknya untuk meringankannya. Dengan tidak hadirnya terdakwa hak-hak yang di berikan oleh negara pada Warga Negaranya dalam hukum telah terabaikan. Namun penerapan peradilan in absentia di indonesia masih relevan, demi terciptanya keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum di masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini di sebabkan oleh masih kurangnya kesadaran hukum masyarakat begitu pula para kaum elitis yang selalu melakukan kejahatan dan melakukan apa saja untuk terhindar dari jeratan
13
hukum dan mengabaikan tanggung jawabnya sebagai Warga Negara Indonesia yang patuh dan taat pada negara hukum. B. Saran Peradilan in absentia seyogyanya merupakan sebuah solusi yang di tawarkan untuk menghadapi berbagai tantangan penegakan hukum di indonesia, hal ini sebenarnya merupakan langkah positif yang di ambil, Namun pada prakteknya haruslah benar-benar di telaah lebih baik lagi, utamanya dalam hal rekrutmen penegak hukum, sebab meskipun peradilan tersebut tidak menghadirkan terdakwa tetapi dalam persidangan tersebut para penegak hukumnya memahami benar akan pentingnya keadilan bagi setiap Warga Negara Indonesia dan demi melindungi Hak Asasi Manusia akan terbentuk pula putusan atau penjatuhan pidana yang adil dan baik bagi semua pihak.
14
DAFTAR RUJUKAN Ali Zainuddin,2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika. Muhama Rusli, 2011, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Yogyakarta, UII Press. Sofyan Andi, Abd Asis, 2014, Hukum Acara Pidana, suatu pengantar, Jakarta, KENCANA. Simorangkir J.C.T Dkk, 2010 Kamus Hukum, Jakarta , Sinar Grafika.
UNDANG-UNDANG Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-undang darurat nomor 7 tahun 1955 tentang pengusutan, penuntutan, dan peradilan tindak pidana ekonomi jo. Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 1962 Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorime
INTERNET http//:wwwLontar.ui.ac.id-peradilaninabsentia1-1.pdf http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/, RiswalSaputra,Muhadar,dan Syukri Akub
15