1
TINJAUAN HUKUM MENGENAI TINDAK KEKERASAN TERHADAP JURNALIS MENURUT UU NO 40 TAHUN 1999
Ismail W. Niode PROF.DR. JOHAN JASIN.,SH.MH LUSIANA M. TIJOW.,SH.MH Jurusan Ilmu Hukum ABSTRAK Jurnalis yang memiliki kemerdekaan mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan hak asasi manusia yang di jamin dengan undang-undang Namun pada kenyataannya kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang – Undang itu nampaknya belum sesuai harapan, kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, penelitian ini bertitik tolak dari peraturan - peraturan yang ada sebagai norma hukum positif. Dengan pendekatan perundang undang.Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis interprestasi dengan jalan penafsiran. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaturan hukum terhadap tindak kekerasn jurnalis menurut Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers memang dapat disebut telah menjamin atau bahkan memproteksi kebebasan pers namun jaminan proteksi kebebasan pers tersebut hanya terletak pada tataran normatifnya saja sedangkan dalam hal teknis/oprasionalnya harus mengundang sektor hukum lain dalam penyelesaiaan perkara pers. Sedangkan bentuk perlindungan hukum terhadap jurnalis adalah bagi jurnalis yang tersangkut perkara pers ada lembaga hukum seperti dewan pers yang merupakan wadah untuk memberikan upaya bantuan hukum yakni pengacara untuk mendampingi jurnalis yang terkena kasus baik itu mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan.
Kata Kunci : Pengaturan Hukum,Jurnalis.
2
A. Pendahuluan Negara Republik Indonesia berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum“. 1 dalam Undang - Undang Dasar tersebut jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan Undang - Undang Dasar 1945 menganut prinsip - prinsip negara hukum yang umum berlaku. Sebagai Negara hukum, setiap penyelengaraan urusan pemerintahan haruslah berdasar pada hukum yang berlaku.2 Implementasi negara hukum itu harus ditopang dengan sistem demokrasi. Hubungan antara negara hukum dan demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan makna. 3 Dengan demikian, negara hukum yang bertopang pada sistem demokrasi dapat disebut sebagai negara hukum demokratis. Diantara nilai – nilai yang terkandung dalam demokrasi adalah adanya kebebasan. Memang dalam suatu negara demokrasi, kepada warga negara dijamin kebebasan berbicara dan kepada pers dijamin kebebasan pers.4 Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 harus dijamin. Dalam Pasal 28 Undang - Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik, dan media lainya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran lisan maupun tulisan tersebut. kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Dalam kehidupan yang demoratis itu pertanggung jawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelengaraan negara transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud. Pers yang memiliki kemerdekaan mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan hak asasi manusia yang di jamin dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia, antara lain yang menyatakan bahwa setiap orang berhak
1 2 3 4
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat (3). Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Rajawali Pers, 2013. hlm 17. Ibid. Munir Fuady. Konsep Negara Demokrasi. Bandung : Refika Aditama, 2010. Hlm 244.
3
berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan piagam Perserikatan Bangsa bangsa tentang hak asasi manusia Pasal 19. Hak tersebut berarti : hak yang melekat pada martabat manusia yang melekat padanya sebagai insan ciptaan allah yang maha esa. Atau hak – hak dasar yang prinsip sebagai anugrah ilahi. Berarti hak asasi manusia merupakan hak – hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya. Karena itu hak – hak asasi manusia bersifat luhur dan suci. 5 Sebagai negara hukum maka persoalan terhadap jurnalis harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. Negara hukum Rechttaat, Negara bertujuan untuk menyelengarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat.Adapun unsur - unsur Negara Hukum Menurut Frederik Julius Stahl, unsur unsur negara hukum Rechtsstaat adalah: Perlindungan hak asasi manusia, Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak - hak itu, pemerintah berdasarkan, peraturan perundang – undangan, peradilan administrasi dalam perselisihan. 6 Kemudian Model Konsep Negara Hukum sebagai berikut: 1. Negara hukum menurut Al - Qur’an dan sunnah atau nomokrasi islam. 2. Negara hukum berdasarkan konsep dengan eropa continental yang dinamakan Rechstaat. 3. Konsep Rule of Law yang diterapkan di negara - negara Anglo-Saxon, antara lain inggris dan amerika serikat. 4. Suatu konsep yang disebut Socialist Legality, yang diterapkan antara lain di Uni Soviet sebagai negara komunis. 5. Konsep negara hukum pancasila. 7 Hubungan Negara Hukum dengan Pers kebebasan untuk berpendapat erat kaitannya dengan kebebasan pers, pers adalah wujud dari kedaulatan rakyat, konstitusi dan Undang - Undang melindungi demokrasi dan kebebasan pers.8 Namun pada kenyataannya kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang – Undang itu nampaknya belum sesuai harapan, kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi di Indonesia. Kasus demi kasus terjadi berulang kali, berdasar data menurut AJI (Aliansi Jurnalis Jndependent) ada 57 kasus pada tahun 2008, dimana tindak 5
Ridwan HR Op cit. hlm 8 Syaiful Bakhri. Op.cit. hlm 133. 7 Moh Tahir Azhary. Negara Hukum. Jakarta : Prenanda Media 2003.hlm 82-83. 8 Sabab Leo Batubara. Menegakan kemerdekaan pers kumpulan makalah 1999-2007. Dewan pers.2007. hlm. 32. 6
4
kekerasan terhadap jurnalis tersebut mengindikasikan berbagai modus terjadi baik kekerasan fisik maupun non fisik. Oleh karena itu karya ilmiah ini diharapkan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaturan dan wujud perlindungan hukum terhadap jurnalis dari tindak kekerasan menurut UU No. 40 tahun 1999. B. Metode Penulisan Penelitian tentang tinjauan hukum terhadap tindak kekerasan jurnalis menurut undang-undang No. 40 tahun 1999 ini mengunakan jenis penelitian normatif, dengan Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini pendekatan perundang – undangan. Teknik analisis data yang akan digunakan adalah teknik analisis interprestasi dengan jalan penafsiran. Interprestasi adalah suatu rekonstruksi buah pikiran yang terungkapkan didalam undang – undang, 9 dengan meninterprestasi pengaturan hukum serta wujud perlindungan hukum terhadap jurnalis menurut Undang – Undang No. 40 tentang Pers dan Undang-Undang dasar 1945. Sedangkan penafsiran adalah memahami pikiran apa yang ada dalam ketentuan itu, 10 untuk menafsirkan putusan pengadilan kemudian menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan. C. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dasar hukum bagi suatu kebebasan menyampaikan pendapat, termasuk kebebasan menyampaikan pendapat di depan umum terdapat pada ketentuan Undang – Undang Dasar 1945, yang menyatakan sebagai berikut: 1. (Pasal 28 UUD 1945). 2. (Pasal 28E UUD 1945). 3. (Pasal 28F UUD 1945).11 Agar pers berfungsi maksimal maka perlu dibentuk Undang-Undang tentang pers. Undang-Undang pers dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan dari perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih 9
Ibid. hlm 146. Ibid. 11 Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 10
5
lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Namun, ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja Undang- Undang tetapi mencakup pula Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.12 Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13 Fungsi maksimal pers itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. 14 Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban
kepada rakyat
terjamin, sistem penyelengara Negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud. Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Kemudian bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik – baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang professional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum serta bebas dari campur tanggan dan paksaan dari manapun. Dalam rangka mengembangkan pendapat umum yang sehat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan saling pengertian antar bangsa di dunia, maka perlu dibentuk badan usaha yang menyelenggarakan usaha di bidang pers yang dapat 12
Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers. hukumsetdawsb.blogspot.com/2011/10/undang-undang-republik-indonesia-nomor.html diakses 20 desember 2013. 14 Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers. 13
6
melakukan peliputan dan/atau penyebarluasan informasi yang cepat, akurat dan penting ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dunia internasional, kemudian dalam rangka mengoptimalkan fungsi dan peranan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara yang didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 307 Tahun 1962 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1966 yang merupakan kelanjutan dari Kantor Berita Antara yang didirikan pada tanggal 13 Desember 1937, perlu diubah statusnya menjadi Badan Usaha Milik Negara; Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas perlu menetapkan Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2007
tentang Perusahaan Umum (Perum)
Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial yang sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang professional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dijaminnya hak jawab dan hak koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh dewan pers. 15 Dewan pers adalah pertama kali dibentuk pada tahun 1968. Pembetukanya dikala itu berdasar dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1970 tentang dewan pers menyatakan bahwa pelaksanaan Undang-undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1967 tentang dewan pers, tidak sesuai lagi dengan keadaan pada dewasa ini dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mengadakan ketentuan-ketentuan baru sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1967 termaksud. Mengingat Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
Kemudian Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara No. XXXII/ MPRS/ 1966 tentang Pembinaan Pers Undang-undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran-Negara tahun 1966 No. 40, Tambahan Lembaran-Negara No. 2815).16 Maka ditetapkanlah ketentuan
15
16
Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers. www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDEQFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww. bphn.go.id%2Fdata%2Fdocuments%2F70pp019.doc&ei=D8S_Us2xAoePrQfvnoHwCQ&usg=AFQjCNF1MiA9Y3rzGJ8cxzCOzkQo1Oacw diakses 28 des 2013.
7
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1970 tentang dewan pers. Terjadinya perubahan fundamental pada tahun 1999, seiring dengan pergantian kekuasan dari orde baru ke era reformasi. Melalui Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang pers yang diundangkan pada 23 september 1999 dan ditanda tangani oleh presiden B.J Habibie, dewan pers dikala itu berubah menjadi dewan pers independen. Pasal 15 ayat 1 “dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers
dibentuk dewan pers independen. 17
Sedangkan fungsi dewan pers Pasal 15 ayat 2 Pada ranah ilmu hukum, ada yang disebut dengan asas hukum. Asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak yang dijadikan dasar aturan hukum kongkret. Asas hukum berada di dalam dan dibelakang aturan hukum kongkret yang karenanya
harus senantiasa dijadikan sebagai acuan dalam merefleksikan hukum
kongkret.18 Dengan demikian asas hukum menjadi acuan dan tanpa asas hukum, aturan hukum kongkret tidak dapat dipahami. Dalam dimensi etika, asas hukum memberi makna etis pada hukum kongkret yaitu berupa peraturan perundang-undangan, ketika ada kasus kongkret yang memerlukan solusi. Secara lebih luas asas hukum juga menjadi dasar sistem hukum yang menjadi dasar dari sistem hukum yang dijadikan sebagai acuan dalam oprasionalisasi hukum.19 Pada tataran teoritik normatif, kinerja pers telah memperoleh legitimasi pengaturanya yaitu dalam UU. No. 40 Tahun 1999 tentang pers. UU ini boleh di kualifikasikan sebagai pemberi perlindungan (hukum) terhadap kinerja pers. 20 Manakala UU pers itu dipandang sebagai lex spesialis hal itu dapat dimengerti – jika batasannya adalah bahwa di dalamnya ada jaminan dalam penegakan kemerdekaan pers, spesialisasi penegakan hukum atas kemerdekaan pers adalah UU pers. Batas ini tentu benar, dalam arti UU pers adalah lex spesialis derogat legi generali dalam hal penegakan hukum kemerdekaan pers.21 Mencermati materi yang dikandungnya, UU pers No. 40 Tahun 1999 memang dapat disebut telah menjamin atau bahkan memproteksi kebebasan pers sebagai Hak Asasi Warga Negara dan wujud kedaulatan rakyat. Bahkan proteksi itu tidak berada 17
Edy Sutanto. Hukum pers di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. hlm 137. Samsul Wahidin. Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers. Pustaka Pelajar Yokyakarta. 2012. hlm 124. 19 Ibid. 20 Ibid. 21 Ibid. 18
8
pada asas hukum, namun pada aturan hukum kongkret yaitu disebut pada pasal – pasal dari UU pers itu sendiri. 22 Sebagai refleksi perlindungan hukum terhadap kemerdekaan pers itu disebut pada : a) Pasal 4 ayat (2). b) Pasal 4 ayat (3) . c) Pasal 18 ayat (1). d) Pasal 18 ayat (2).23 Sebagai konsekuensi dari perlindungan hukum yang diberikan kepada pers maka pers berkewajiban antara lain : a) ( Pasal 5 ayat 1). b) Melayani hak jawab (Pasal 5 ayat 2), (Pasal 1 ayat 11). c) Melayani hak koreksi (Pasal 5 ayat 3), (Pasal 1 ayat 12). d) (Pasal 6 huruf c). e) (Pasal 7 ayat 2). Dalam oprasionalisasi kinerja pers, pelaksanaan kemerdekaan pers di jamin dalam UU itu berhadapan dengan ihwal penegakan hukum kongkret dan memerlukan solusi. Solusi yang ternyata tidak bisa di akomodasikan sendirian oleh UU pers. 24 Oleh karena itu Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers tidak dapat dikatagorikan atau bersifat lex spesialis, karena apa yang dimaksud lex spesialis derogat legi generali merupakan ketentuan yang khusus mengenyampingkan yang umum menjadi tidak berlaku. Manakala UU pers tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi, dan harus mengundang sektor hukum lain.25 Dalam pengaturan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers dijelaskan pada alinea ke empat untuk menghindari pengaturan yang tumpah tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan perundang-undangan yang lainnya.26 Maknanya Undang-Undang No. 40 tahun 1999 mengakui bahwa ada bahkan banyak UU lain yang harus berperan serta bahkan menjadi dasar penyelesaian permasalahan yang muncul dalam kinerja pers.27
22
Ibid. hlm 125. Ibid. hlm 126. 24 Ibid. hlm 127. 25 Ibid. 26 Penjelasan Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers. 27 Samsul Wahidin, Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers. Pustaka Pelajar Yokyakarta. 2012 hlm 130. 23
9
Pada penjelasan Pasal 8 tentang perlindungan hukum kepada wartawan disebutkan bahwa perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan fungsi, hak dan kewajiban dan perannya, diatur dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Artinya manakala perlindungan hukum itu menyangkut pidana, diselesaikan berdasar hukum pidana yang berlaku. Manakala muncul tuntutan ganti kerugian maka dasarnya juga hukum ganti rugi yang berlaku.28 Dalam ketentuan pidana berdasar pada Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers diatur dalam Pasal 18 ayat (1) setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun penjara atau denda paling banyak 500 juta.29 Selain ketentuan pidana ternyata terdapat ketentuan lain selain pemidanaan yaitu secktor hukum perdata yang berkaitan dengan pers berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan melangar hukum) dan Pasal 1372 KUHPerdata (tuntutan perdata mendapat ganti kerugian dan kehormatan serta nama baik. Tiap perbuatan melangar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut.30 Pengaturan hukum kepada jurnalis antara lain dapat dilihat pada data kasus Paul Handoko terdakwa kasus pemukulan terhadap jurnalis Miftahudin Mustofa, yang di sidang di Pengadilan Tinggi Denpasar No. 007/pid.B/2010/ PN. Dps. Tanggal 1 juli 2010 dituntut oleh jaksa dengan tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Denpasar tanggal 27 Mei 2010 sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa Paul Handoko bersalah melakukan tindak pidana “Secara melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers” sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang - Undang RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers , dalam dakwaan Alternatif Kesatu. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Paul Handoko dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan . 3. Menetapkan pidana penjara yang di jatuhkan tersebut di atas tidak perlu di jalankan kecuali apabila Terdakwa melakukan tindak pidana lain berdasarkan putusan yang 28
Ibid. Edy Sutanto. Hukum pers di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. hlm 202. 30 Ibid.hlm 218. 29
10
mempunyai kekuatan hukum tetap sebelum habis masa percobaan selama 1 (satu) tahun. 4. Menyatakan barang bukti : 1 (satu) buah camera merk Canon EOS20D Nomor Body 126061 agar dikembalikan kepada saksi Miftahudin Mustofa Halim. 5. Menetapkan supaya terpidana dibebani biaya perkara sebesar Rp 5.000, - (lima ribu rupiah).31 Kemudian membaca putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 007/Pid.B/2010/ PN.Dps. tanggal 1 Juli 2010 yang amar lengkapnya sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa Paul Handoko telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja menghambat /menghalangi kemerdekaan/kebebasan pers ”; 2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena dengan pidana penjara selama : 1 (satu) bulan; 3. Memerintahkan barang bukti berupa sebuah kamera merk Canon EOS20D Nomor body 126061 dikembalikan kepada Miftahudin Mustofa Halim; 4. Membebani terdakwa membayar biaya perkara sebesar 5.000, Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara terdakwa Paul Handoko. Unsur-unsur pertimbangan hakim yang memberatkan terdakwa sebagai berikut:
bahwa Pasal 4 ayat (2) Undang- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
bahwa Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers
Sehingga pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi I Denpasar yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa adalah melindungi diri agar hak asasi terdakwa mendapat perlindungan adalah keliru, karena apa yang dilakukan saksi Miftahuddin selaku wartawan foto adalah menjalankan Undang-Undang yang bukan merupakan perbuatan terlarang, dimana apabila Terdakwa Paul Handoko merasa wartawan telah melakukan pelanggaran kode etik seharusnya Paul Handoko baik langsung maupun melalui Penasihat Hukumnya dapat mengadu kepada Dewan Pers, begitu juga kalau merasa dirugikan akibat pemberitaan yang dimuat dimedia, Paul Handoko juga dapat menggunakan hak jawab dan apabila wartawan dianggap telah melakukan perbuatan atau pelanggaran pidana seharusnya Paul Handoko dapat melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian, tetapi semua itu tidak pernah dilakukan bahkan terdakwa Paul
31
Lampiran putusan pengadilan No.472/Pid.Sus/2011.
11
Handoko justru melakukan perbuatan main hakim sendiri yang justru bertentangan dengan hak asasi manusia dalam hal untuk mendapatkan informasi.
Bahwa apa yang telah dipertimbangkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam putusannya, mengenai uraian pembuktian unsur Melakukan Tindakan Yang Berakibat Menghambat /Menghalangi Pelaksanaan Ketentuan Pasal 4 (2) dan (3) adalah sudah tepat dan benar, Unsur-unsur pertimbangan hakim yang meringankan terdakwa sebagai berikut:
Bahwa terdakwa Paul sudah berusia lanjut dan dalam kondisi sakit-sakitan.
Bahwa hukuman yang dijatuhkan dipandang sebagai peringatan agar dia tidak melakukan perbuatan itu lagi. 32 Terlihat dalam penyelesaiaan perkara Paul Handoko di atas bahwa, putusan
pengadilan yang ikut menyertakan sektor hukum lain (KUHukum perdata) selain ketentuan
pidana,
yang
menyatakan
kepada
terdakwa
memerintahkan
mengembalikan barang bukti berupa sebuah kamera merk Canon EOS20D Nomor body 126061 dikembalikan kepada Miftahudin Mustofa Halim. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan melangar hukum) dan Pasal 1372 KUHPerdata (tuntutan perdata mendapat ganti kerugian dan kehormatan serta nama baik 4.2 Wujud Perlindungan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang – undang pers merupakan penegasan bahwa kemerdekaan pers adalah wujud kedaulatan rakyat dan penerapan demokrasi. Undang – Undang pers No. 40 Tahun 1999 itu diharapkan dapat mengatur kerja pers tetapi tidak membatasi kemerdekaan pers. Di harapkan undang – undang pers bisa efektif melindungi pers, agar karya jurnalistiknya tidak mudah di kriminalisasikan serta agar jurnalis dalam menjalankan profesinya terlindunggi. 33 Dalam menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan, perlu mendapat perlindungan hukum didalam menjalankan tugasnya mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun
32
33
www.balebengong.net/kabar-anyar/2010/07/01/pemukul-wartawan-dihukum-satu-bulan.html. diakses 18 desember 2013. Idri Shafaat, Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Penyimpangan Pers. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2008. hlm 88.
12
dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.34 Melihat pada kondisi jaman sekarang ini, dimana wartawan dikejar dan dibayangi oleh kegelisahan dan ketakutan dalam menjalankan tugasnya bahkan sering mendapat ancaman serta kekerasan fisik Dari data yang dihimpun (AJI) Aliansi Jurnalis Independent data kasus kekerasan pada jurnalis pada tahun ke tahun sejak adanya Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers cenderung banyak namun tidak stabil pada 1999 ada 74 kasus, kemudian meningkat pada tahun 2000 yang mencapai jumlah 115, setelah itu menurun kembali pada 2001 yaitu 95 kasus 2002 ada 70, 2003 ada 59 kasus.35 a). Bentuk kekerasan terhadap jurnalis/wartawan : 1. Kekerasan fisik, yang meliputi penganiayaan ringan, penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan. 2. Kekerasan nonfisik, yang meliputi ancaman verbal, penghinaan, penggunaan katakata yang merendahkan, dan pelecehan. 3. Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam. 4. Upaya menghalangi kerja wartawan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, seperti merampas peralatan kerja wartawan atau tindakan lain yang merintangi wartawan sehingga tidak dapat memproses pekerjaan kewartawanannya. 5. Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut dalam pedoman ini merujuk pada definisi yang diatur KUHP dan UU HAM. 36 Hal di atas mengambarkan bahwa kasus – kasus kekerasan yang dialami jurnalis harus mendapat perhatian dari pemerintah untuk menjamin perlindungan hukum terhadap jurnalis/wartawan. Dalam hal ini jurnalis/wartawan yang menjalankan profesinya perlu mendapat perlindungan dari pemerintah kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan perundang - undangan yang berlaku yakni Undang - Undang No. 40 Tahun 1999, dalam Undang - Undang Pers No. 40 tahun 1999, secara eksplisit hanya dinyatakan dua organisasi pers. Pada Pasal 1 ayat 5 berbunyi : Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Dalam Pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa 34
altajdidstain.blogspot.com/2011/02/perlindungan-hukum-bagi-wartawan-di.html. di akses 6 november 2013. 35 Edy Sutanto.Op.cit. hlm 60. 36 www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/cetak.php?id=1882. Di akses 3 januari 2014.
13
perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Dari penjelasan diatas bentuk perlindungan hukum mengenai tindak kekerasan terhadap jurnalis menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yaitu adanya perusahaan pers yang merupakan wadah untuk memberikan upaya bantuan hukum yakni pengacara untuk mendampingi jurnalis yang terkena kasus baik itu mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan. Baik dalam pengadilan tingkat pertama sampai pada tingkat kasasi bahkan grasi. D. Simpulan Pengaturan hukum Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers memang dapat disebut telah menjamin atau bahkan memproteksi kebebasan pers namun jaminan proteksi kebebasan pers tersebut hanya terletak pada tataran normatifnya saja sedangkan dalam hal teknis/oprasionalnya harus mengundang sektor hukum lain dalam penyelesaiaan perkara pers. Bahwa bentuk perlindungan hukum mengenai tindak kekerasan terhadap jurnalis menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yaitu adanya perusahaan pers yang merupakan wadah untuk memberikan upaya bantuan hukum yakni pengacara untuk mendampingi jurnalis yang terkena kasus baik itu mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan. Baik dalam pengadilan tingkat pertama sampai pada tingkat kasasi bahkan grasi. E. Saran Untuk melengkapi karya ilmiah ini peneliti memberikan saran diharapkan agar adanya peran pemerintah dalam memperbaiki UU pers untuk menciptakan kepastian hukum.
14
DAFTAR PUSTAKA Arifin Tahir, Kebijakan Publik Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Deeppublish, 2013. Asep Syamsul M,Romli. Jurnalistik Terapan Pedoman Kewartawanan dan Kepenulisan. Bandung : Batic Press, 2005. Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara. Bogor : Ghalia Indonesia, 2004. Edy Sutanto dkk. Hukum pers Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta 2010. Idri Shaffat. Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Penyimpangan Pers. Jakarta: Prestasi pustaka, 2008. Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Public. Bandung : Nuansa, 2009. Jurnal Laporan Pertanggung Jawaban AJI 2008 – 2011. Moh Tahir Azhary. Negara Hukum. Jakarta : Prenanda Media 2003. Munir Fuady. Konsep Negara Demokrasi. Bandung : Refika Aditama, 2010. Peter Mahmud Mardzuki. Penelitian Hukum. Jakarta : Prananda Media. 2005. Prajudi Atmosudirjo. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994. Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Rajawali Pers, 2013. Sabab Leo Batubara. Menegakan kemerdekaan pers kumpulan makalah 1999-2007. Jakarta : Dewan pers, 2007. Samsul Wahidin. Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers Pustaka Pelajar Yokyakarta. 2012. Soerjono Soekanto. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Syaiful Bakhri. Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern. Yokyakarta: Total Media, 2010. Undang – Undang Dasar 1945. Undang – Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. hukumsetdawsb.blogspot.com/2011/10/undang-undang-republik-indonesia-nomor.html diakses 20 desember 2013. www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDEQFjAC&url=ht tp%3A%2F%2Fwww.bphn.go.id%2Fdata%2Fdocuments%2F70pp019.doc&ei=D8S_Us2xAoe PrQfvnoHwCQ&usg=AFQjCNF1MiA9Y3rzGJ8cxzCOzkQo1Oacw diakses 28 desember 2013. www.balebengong.net/kabar-anyar/2010/07/01/pemukul-wartawan-dihukum-satu-bulan.html. diakses 18 desember 2013. www.jbptunikompp-gdl-arirochman-26694-8-unikom_a-v.pdf diakses 10 november 2013. altajdidstain.blogspot.com/2011/02/perlindungan-hukum-bagi-wartawan-di.html. di akses 6 november 2013. www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/cetak.php?id=1882. Di akses 3 januari 2014.
15