TINDAKAN SOSIAL PENDERITA KANKER SERVIKS TERKAIT PERAN SEBAGAI ISTRI DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Ayla Karina Budita (Departemen Sosiologi, Universitas Airlangga)
SUMMARY Women (wanita) in Javanese language is derived from the word "wani" (bold) and “tata” (well-organized) which is then interpreted as wani ditata dan wani nata. Wani ditata has a meaning that women should remain submissive and willing to set her husband. While the term wani nata implies that a woman should dare to organize the household, educating children, and most importantly, provide the biological needs of her husband. The weak condition of cervical cancer patients caused a variety of activities that should be carried out later to be very limited. The position of cervical cancer patients as it is within a family then becomes very vulnerable when the role was supposed to do can’t be done well. In this case, women as wives always face the cultural pressures in a society, both from the assumption that the women themselves or from the family that marginalize her position. This study aims to determine the attitude of cervical cancer patients against the disease, response from family-related her status as patients with cervical cancer, as well as social actions undertaken by patients with cervical cancer related to his role as the wife within a household. This study uses descriptive qualitative research method. While the paradigm used in this study is social definition with Weber’s social actions as main theory. Informants purposively selected, which resulted in seven informants. The study was conducted in Poli Paliatif RSUD dr Soetomo Surabaya. Attitude carried by patients with cervical cancer related her illness is influenced by knowledge about cervical cancer and the understanding of the image and role of
1
women in the household. It is then pushed informant seeking to obtain healing progress. Support from the family may be given in the form of motivation verbally or in action. While others have given support, there are still some parties as ever husband/family of cervical cancer patients who became the limiting factor in the process of seeking healing. Keywords: cervical cancer, cervical cancer patient, wife, household, social action, the role of wife RINGKASAN Wanita menurut bahasa Jawa berasal dari kata “wani” (berani) dan “tata” (teratur) memiliki dua pengertian wani ditata dan wani nata. Wani ditata yaitu mempunyai arti mau diatur mengandung makna bahwa perempuan harus tetap tunduk dan mau untuk diatur suami. Istilah wani nata mengandung makna seorang perempuan harus berani mengatur rumah tangga, mendidik anak serta yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan biologis suami. Kondisi penderita kanker serviks yang lemah menyebabkan kegiatan yang dilakukan tentu terbatas. Posisi penderita kanker serviks yang seperti itu menjadi sangat rentan ketika peran yang seharusnya dilakukannya tidak dapat terlaksana dengan baik. Perempuan sebagai istri selalu dihadapkan pada tekanan-tekanan kultural dari masyarakat baik dari asumsi perempuan itu sendiri ataupun dari pihak keluarga yang memarginalkan posisinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyikapan penderita kanker serviks terhadap penyakit yang dideritanya, respon keluarga terkait penyakit yang diderita tersebut serta tindakan sosial yang dilakukan terkait peran sebagai istri dalam rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Paradigma yang digunakan adalah devinisi sosial dengan teori tindakan sosial Weber. Metode penentuan informan secara purposive dengan menggunakan tujuh informan. Penelitian dilakukan di Poli Paliatif RSUD dr Soetomo Surabaya. Penyikapan penderita kanker serviks mengenai penyakitnya dipengaruhi oleh pengetahuannya mengenai kanker serviks dan pemahamannya mengenai citra
2
dan peran perempuan dalam rumah tangga. Oleh karena itu informan mengusahakan proses kesembuhan. Dukungan dari keluarga dilakukan dengan memberikan motivasi secara lisan maupun tindakan. Meskipun memberikan dukungan, masih ada beberapa suami/keluarga yang justru menjadi faktor kendala dalam proses mengusahakan kesembuhan. Kata Kunci : Kanker Serviks, Penderita Kanker Serviks, Istri, Rumah Tangga, Tindakan Sosial, Peran Istri PENDAHULUAN Pada beberapa kalangan masyarakat menganggap perempuan penderita kanker serviks merupakan perempuan yang “tidak sempurna”. Perempuan kerap diidentikkan atas perannya sebagai penghasil keturunan dan objek seksualitas. Reproduksi dan seksualitas digambarkan sebagai eksistensi dari hadirnya seorang perempuan itu sendiri. Hal ini tentunya terjadi tak lepas dari produk praktik-praktik budaya patriarkhi yang melekat dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.
Dalam
kehidupan
bermasyarakat
terdapat
pandangan-pandangan
yang
menggambarkan bagaimana perempuan itu seharusnya. Tubuh perempuan telah dianalisis baik untuk dikualifikasi ataupun didiskualifikasi sebagai tubuh yang secara menyeluruh penuh seksualitas. Tubuh tersebut dimasukkan ke dalam wilayah praktik medis melalui suatu patologi, yang konon katanya bersifat intrinsik. Tubuh perempuan telah dikaitkan secara organis dengan masyarakat (ia harus menjamin kesuburan), ruang keluarga (harus fungsional), dan kehidupan anak-anak (harus dipelihara melalui suatu tanggung jawab biologis moral). (Munti, 2005: 27-28) Perempuan penderita kanker serviks hampir tidak memiliki kemungkinan untuk hamil. Selain itu berhubungan seksual dengan perempuan penderita kanker serviks juga cukup beresiko. Menurut WHO setiap dua menit wanita meninggal dunia karena kanker serviks di
3
negara berkembang. Di Indonesia, kanker serviks ditemukan 40-45 kasus perhari. Diperkirakan setiap satu jam, seorang perempuan meninggal karena kanker serviks diantara jenis kanker yang lain dikalangan perempuan. Diperkirakan 52 juta perempuan Indonesia beresiko terkena kanker serviks, sementara 36 Yayasan Kangker Indonesia memaparkan, angka kematian kanker serviks terbanyak persen perempuan dari seluruh penderita kanker adalah pasien kanker serviks. Ada 15.000 kasus baru per tahun dengan kematian 8000 per tahun. (Nurwijaya, dkk, 2010: 4) Pada tahun 2009 kanker serviks menduduki peringkat kedua dengan presentase kasus 35,61% dan 25,98 % di tahun 2010. Tingginya kasus kanker tersebut menjadikan pemerintah kota Surabaya berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penderita kanker dengan mengadakan program Surabaya Bebas Nyeri Kanker (SBNK). (Dinas Kesehatan Surabaya Tahun, 2010) Pada Februari 2011 menurut dr. Esty Martiana Rachmie dalam seminar yang diadakannya menyatakan bahwa penderita kanker serviks dan payudara baik di Indonesia ataupun di Surabaya meningkat cukup signifikan, di Surabaya ada 3000. (Dinkes.surabaya.go.id, 2014) Tercatat dari 5793 pasien yang telah menjalani tes kesehatan, sebanyak 2312 pasien adalah penderita kanker serviks. (www.lensaindonesia.com, 2012) Di RSUD Soetomo sendiri terdapat 8 sampai 10 pasien kanker serviks baru setiap harinya, dimana 70 % dari mereka sudah berada dalam tahab stadium lanjut, yang harapan sembuhnya sangat kecil. (dinkes.surabaya.go.id, 2014) Persoalan yang dihadapi adalah ketika seseorang perempuan tidak dapat melakukan tugas-tugas keistriannya tersebut dengan baik maka akan dianggap sebagai “aib”. Posisi perempuan menjadi sangat rentan ketika salah satu dari peran yang seharusnya dilakukannya tidak dapat terlaksana dengan baik. Sehingga perempuan selalu dihadapkan pada tekanan-tekanan kultural dari masyarakat baik dari asumsi perempuan itu sendiri ataupun dari pihak keluarga yang seringkali memarginalkan posisinya. Seorang wanita yang menderita kanker serviks, keadaan tersebut akan menyebabkan
4
penderita merasa rendah diri, merasa tidak lengkap sebagai wanita, dan pandangan-pandangan negatif tentang dirinya yang akhrnya berdampak pada hubungan sosial dengan orang lain. (Kerta, 2009 dalam Diestika, 2010: hal 24). Menurut hasil penelitian terdahulu yang berjudul Peran Keluarga Dalam Memberikan Dukungan Terhadap Pencapaian Integritas Diri Pasien Kanker Payudara Post Radikal Mastektomi oleh Mekar Dwi Anggraeni dan Wahyu Ekowati menjelaskan tentang implikasi mengenai peran keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada pasien post radikal mastektomi. Penelitian ini mengungkapkan bahwa bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam hal ini meliputi pemenuhan kebutuhan dasar, pemenuhan kebutuhan spiritual, pemenuhan kebutuhan afektif, manajemen konflik keluarga, penyediaan sumber finansial dan respon positif lainnya mempengaruhi kondisi psikologis penderita. Pasien menjadi lebih bersemangat melaksanakan program pengobatannya dan memiliki harapan untuk mencapai kesembuhan (Anggraeni dan Ekowati, 2010. Vol 5. No 2) Baik kanker serviks atau kanker payudara merupakan penyakit yang notabene banyak diderita oleh kaum perempuan, walaupun dalam kasus kanker payudara masih terdapat resiko bagi laki-laki untuk mengalaminya, sehingga dirasa kedua penyakit ini mempunyai banyak persamaan. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yuyun Destika mahasiswa program studi pendidikan Bidan Universitas Airlangga di Irna Obgin RSUD DR. SOETOMO pada tanggal 15-20 Januari 2010 menyebutkan bahwa masih sedikit dukungan sosial yang didapatkan oleh penderita kanker serviks. Namun secara garis besar dukungan sosial yang dirasakan oleh penderita kanker serviks di Irna obgyn tersebut akhirnya dapat disimpulkan dalam kategori baik. (Diestika, 2010: hal 3) Dengan adanya konstruksi masyarakat yang demikian tentu saja menjadikan perempuan tidak hanya menderita karena vonis penyakitnya saja tetapi juga karena tekanan-tekanan yang
5
diberikan oleh budaya dari lingkungan masyarakatnya juga. Beban ganda yang timbul tersebut tentu bisa jadi akan memperparah kesehatan penderita nantinya. Berdasarkan hal tersebut dirasa perlu terdapat kajian tentang tindakan sosial perempuan penderita kanker serviks terkait perannya sebagai istri dalam rumah tangga. Fokus permasalahan yang dihadirkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana perempuan penderita kanker serviks menyikapi dan mereaksi penyakit yang dideritanya?
2.
Bagaimanakan reaksi pihak keluarga dan lingkungan sosial mengenai kanker serviks pada perempuan penderita kanker serviks?
3.
Bagaimana tindakan sosial penderita kanker serviks terkait reaksi dari pihak keluarga mengenai vonis kanker serviks tersebut? Penelitian ini selain bertujuan untuk menjawab pertanyaan permasalahan seperti yang telah
diuraikan sebelumnya juga memberikan manfaat secara teoritis dapat merefleksi teori tindakan sosial dalam tindakan sosial perempuan penderita kanker serviks terkait dengan perannya sebagai istri dalam rumah tangga dan juga diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu sosial dan menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman baru bagi masyarakat tentang kanker serviks supaya dapat bersikap lebih bijak dalam menyikapi penderita kanker serviks terutama terkait dengan posisi pemarginalan perempuan penderita kanker serviks. TINJAUAN PUSTAKA Pada penelitian kualitatif teori digunakan sebagai human instrument untuk menggali data secara lengkap. Sosiologi bagi Weber merupakan ilmu yang empiris yang berusaha memahami manusia dari prespektif manusia itu sendiri. Oleh karena itu Weber memperkenalkan metode
6
verstehen yaitu metode memahami tindakan manusia melalui pemahaman subjektif individu. Metode tersebut terangkum dalam tulisannya tentang The Metodology of Social Science. (Wirawan, 2012: hal 105) Susan Hekman melihat pemikiran Weber yang memusatkan perhatian pada elemen-elemen kultural sebagai makna intersubjektif atau aturan yang ditetapkan secara sosial yang menentukan makna tindakan pada masyarakat tertentu. ( 1983:46 dalam Ritzer, 2012: hal 127) Dengan kata lain cara dalam budaya yang dimiliki bersama (shared culture) mempengaruhi tindakan individu. (Bento dan Craib, 2009: hal 121) Cara dalam budaya ini diwujudkan dalam bentuk struktur sosial dan pranata sosial. Weber membedakan tindakan dengan periaku yang murni reaktif. Konsep perilaku dalam pandangan Weber adalah perlakuan otomatis yang tidak melibatkan proses pemikiran. Hal ini terjadi karena adanya stimulus yang langsung memunculkan respon dengan sedikit jeda antara stimulus dan respon. Tindakan yang dimaksudkan Weber disini adalah tindakan yang melibatkan campur tangan proses pemikiran antara terjadinya stimulus dengan respon. Tindakan dikatakan terjadi ketika individu melekatkan makna subjektif pada tindakan mereka. (Ritzer, Goodman, 2011: hal 136) Manusia selalu menjadi agen dalam konstruksi aktif dari realitas sosial. Dimana mereka bertindak dan bergantung kepada pemahaman atau pemberian makna pada prilaku mereka. (Wirawan, 2012: hal 100) Dalam teori tindakan ini Weber memfokuskan perhatiannya pada individu, pola dan regularitas tindakan bukan pada kolektivitas. Weber mengidentifikasi empat tipe tindakan dasar, antara lain; Pertama adalah Zweckrationalitat (rasionalitas instrumental/rasionalitas alat-tujuan) yaitu tindakan yang ditentukan oleh pengharapan-pengharapan mengenai perilaku objek-objek di dalam lingkungan dan perilaku manusia lainnya; pengharpan-pengharapan itu digunakan sebagai kondisi atau alat untuk pencapaian tujuan-tujuan sang aktor yang diperhitungkan secara rasional. (Weber, 1921/1968:24 dalam ritzer: hal 216) Kedua adalah Wertrationalitat (rasionalitas nilai) yaitu tindakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan nilai perilaku-perilaku etis,
7
estetis, religius, atau bentuk perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilannya. (Weber 1921/1968 hal 24-25 dalam Ritzer: hal 137) Kemudian tindakan afektual yang ditentukan oleh keadaan emosional sang aktor. Terakhir adalah tindakan tradisional yang ditentukan oleh kebiasaan yang lazim dilakukan sang aktor. Meskipun membedakan empat bentuk tindakan tipe tindakan namun Weber menyadari bahwa tindakan tertentu biasanya terdiri dari kombinasi dari keempat tindakan ideal tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh individu tidak dilakukan dengan proses yang instan, melainkan melalui proses-proses pemikiran yang cukup panjang dan mendetail. Tindakan individu dipengaruhi oleh struktur, kultur dan pranata sosial yang ada. Berbicara mengenai pranata tidak akan terlepas dari nilai dan norma; pola prilaku yang dibakukan, sistem hubungan peran dan status yang menjadi wahana melakukan prilaku yang dibakukan. (Narwoko dan Suyanto, 2011: hal 216) Semua tindakan yang dilakukan oleh individu akan bertolak pada struktur, kultur, ataupun pranata sosial yang sudah disepakati sebagai sesuatu yang baku. Dalam penelitian ini, teori tindakan sosial digunakan untuk mengungkapkan tentang tindakan apa yang digunakan oleh penderita kanker serviks terkait peran sebagai istri dalam rumah tangga. Apa yang dilakukannya dengan kondisi kesehatan yang seperti itu terkait dalam menjalankan peran yang melekat padanya. Serta apa alasan yang melatarbelakangi tindakan yang dilakukan tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan paradigma definisi sosial. Dalam mengkaji fenomena sosial tersebut penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian desktiptif dengan melibatkan lima informan sebagai sumber data utama dan dua orang informan sebagai sumber data pelengkap. Penelitian ini menggunakan metode penentuan informan secara purposive. Kriteria informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
(1)Perempuan penderita kanker serviks yang berusia produktif yang telah menikah. (2) Individu yang mengetahui tentang adanya fenomena tersebut, misalnya saja saudara/keluarga/suami dari perempuan penderita kanker serviks tersebut. Jenis informan dalam penelitian kualitatif ini ada 2 macam yaitu: (1) Informan subjek, dalam penelitian ini peneliti mencari informasi secara langsung kepada perempuan/istri yang menderita kanker serviks. (2) Informan non subjek, Informan non subyek pada penelitian ini yaitu mereka yang mengetahui informasi tentang penyakit kanker serviks dan berkontribusi dalam kehidupan atau keputusan yang sering diambil oleh perempuan/istri penderita kanker serviks ini. Adapun informan non subyek dalam penelitian ini antara lain suami/keluarga dari informan subyek itu sendiri. Penelitian dilakukan di daerah Surabaya tepatnya di RSUD dr Soetomo. Surabaya merupakan daerah dengan jumlah penderita kanker serviks tertinggi di Jawa Timur selain itu RSUD dr Soetomo sebagai rumah sakit rujukan terbesar di Jawa Timur. Berdasarkan data rekapan pasien instalasi Paliatif dan bebas nyeri RSUD dr Soetomo yang diterima LIcom, pada hari Rabu 22 Februari 2012, memang menunjukan bahwa kanker serviks merupakan jenis penyakit terbanyak pada pasien baru tahun 2011. Tercatat dari 5793 pasien yang telah menjalani tes kesehatan, sebanyak 2312 pasien adalah penderita kanker serviks. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik indepth interview atau wawancara mendalam terhadap informan. Proses analisis data menggunakan model Hubermas dan Miles yaitu analisis data interaktif. Dalam model interaktif ini terdapat tiga hal utama yaitu reduksi data, penyajian data kemudian penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kegiatan itu berjalan sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data. (Milles dan Hubberman, 1992 dalam Idrus, 2009: hal 148)
9
PEMBAHASAN Reaksi yang muncul ketika penderita kanker serviks mengetahui vonis mengenai penyakit yang diderita dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; (1) Pengetahuan penderita mengenai kanker serviks. Hampir semua informan tidak mengenal secara jelas mengenai penyakit kanker serviks. Meskipun dari awal informan SMW mengalami keputihan upnormal seperti keadaan tetangganya yang pernah terkena tumor rahim. Tidak sedikitpun SMW bergegas untuk memeriksakan kejanggalan pada tubuhnya tersebut. Bahkan menganggap keadaan tersebut biasa bagi perempuan. Meskipun YAI telah mengalami keputihan upnormal, tidak bisa menahan kencing sebelum kejadian pendarahan yang menimpanya, YAI tidak pernah memeriksakan keadaannya tersebut ke dokter. YST yang awalnya mengalami keputihan upnormal dan menstruasi berkepanjangan hanya menafsirkan jika mengalami gejala menopause. (2) Pemahaman penderita kanker serviks mengenai citra dan peran perempuan dalam rumah tangga. Perempuan sebagai istri dalam pemaknaan informan adalah seseorang yang menjalankan semua tugas rumah tangga seperti mengurus rumah yaitu menyapu, mengepel, mencuci, memasak, menyetrika, mengurus keperluan anggota keluarga seperti memandikan anak, mengurus anak, mengurus suami, memenuhi kebutuhan baik biologis ataupun psiklogis suami serta seorang yang memiliki sikap penyabar dan “ngemong” terhadap anggota keluarga. Pemikiran mengenai citra dan peran perempuan yang tertanam di masing-masing diri informan merupakan bagian dari pemahamannya terhadap pranata sosial dalam keluarga dan struktur yang mengkondisikannya. Didalam pranata sosial terdapat yang namanya nila dan norma yang membentuk pola prilaku yang dibakukan. Sehingga menurut aturan tersebut seseorang secara tidak sadar akan melaksanakan prilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku tersebut.
10
Mulanya para informan menyikapi informasi tersebut dengan sikap terkejut, takut, sedih. Meskipun setelah itu terdapat keragaman reaksi antara informan dalam menghadapi kenyataan tersebut. Baik itu pengelakan, keterpurukan, kekecewaan kepada Tuhan, keputusasaan, ketabahan, ataupun keoptimisan. Tidak memiliki ataupun tidak menyadari gejala-gejala penyakit dalam tubuhnya, menyebabkan informan mengalami syok, kecewa, takut, dan sulit menerima keadaan saat mengetahui vonis kanker serviks. Berbeda dengan informan yang sebelumnya memang memiliki dan menyadari gejala-gejala ketidakwajaran dalam tubuhnya, meskipun pada awalnya mereka syok namun mereka lebih cepat untuk menyesuakan diri dengan kenyataan tersebut. Ditambah lagi adanya pengalaman mengenai penyakit sejenis itu dari orang lain meyebabkan informan lebih tegar dan optimis dengan keadaannya. Beberapa informan yang memiliki gejala kanker serviks tapi tidak menyadari menjadikan informan tidak terima atas keadaannya. Informan YLS, YAI, YAJ, serta SMW mereka semua awalnya syok ketika mengetahui vonis kanker serviks tersebut. Reaksi selanjutnya Informan YLS, YST, maupun YAJ merasa kecewa kepada Yang Maha Kuasa karena telah memberikan penyakit semacam tersebut kepadanya. Pemikiran tersebut menjadikan kondisi YLS dan YST semakin terpuruk karena tidak dapat beradaptasi dengan keadaan barunya tersebut. SMW pernah mendengar keberhasilan tetangganya melawan tumor rahim. Hal tersebut menjadikannya tetap optimis memperoleh kesembuhan. Tidak semua keluarga mengetahui tentang keadaan informan. SMW sengaja tidak memberitahu keluarga yaitu ayah dan ibunya karena menghawatirkan jika nanti mereka akan cemas. Apalagi kondisi orang tua SMW yang mengidap darah tinggi, dikhawatirkan beresiko terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Hal tersebut juga dilakukan YST yang menghawatirkan kesehatan ibunya, informan juga takut jika suaminya mengetahui kalau dirinya menopause sedangkan usia keduanya masih tergomong muda.
11
Layaknya seperti bentuk institusi lainnya, setiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing. Seperti yang sering disosialisasikan dalam nilai keluarga, ibu berperan sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik anak-anak, pelindung keluarga, dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga. (Ali, 2006: hal11) Adanya suatu penyakit serius yang diderita oleh salah satu anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada sistem keluarga, khususnya pada sektor perannya dan pelaksanaan fungsi keluarga. (Ali, 2006: hal 20) Reaksi pertama yang ditunjukkan oleh keluarga ketika mengetahui tentang kondisi informan yang sakit tentu saja terkejut sekaligus bersimpati. Sesuai dengan fungsi afektif keluarga, pihak keluarga berlandaskan rasa cinta dan kasih sayangnya tentu memberikan dukungan terhadap anggota keluarganya yang sedang sakit agar tetap tegar dan bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Keluarga memberikan motivasi dan nasihat untuk membantu informan agar dapat menerima kenyataan serta berjuang melawan penyakit tersebut demi keluarga. Suami biasanya memberikan motivasi istrinya agar berjuang untuk sembuh demi keluarga dan anak mereka. Pada saat informan mengalami pendarahan dan kondisi yang sangat lemah, keluarga yang membawa informan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Suami YAI selalu mendampinginya saat melakukan pemeriksaan kesehatan/kontrol. Masalah administrasi dan kelengkapan laporan atau surat semuanya diurus oleh sang suami. Sehingga YAI hanya duduk santai menunggu gilirannya diperiksa oleh dokter saja. Selain itu suami dan anak SMW juga terkadang bergantian menemani SMW untuk kontrol/cek kesehatan bila tidak ada pekerjaan atau kesibukan yang dilakukannya. Dulu suami YST juga rela pulang pergi dari Sidoarjo-Yogyakarta, Yogyakarta-Sidoarjo demi menemani istri menjalani operasi pengangkatan rahim di Yogyakarta sekaligus tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang tenaga pengajar di sebuah Sekolah Menengah di Daerah Sidoarjo. Keluarga dari beberapa informan juga turut membantu mengerjakan pekerjaan rumah yaitu
12
seperti mencuci, menyapu, atau mengepel. Informan butuh istirahat dari kegiatan-kegiatan yang menguras tenaga atau fisik agar kondisinya tidak semakin melemah atau semakin drop. Sehingga pengobatan yang dilakukan tidak terganggu dan tetap berjalan lancar. Perhatian yang besar juga ditunjukkan selain mengantar kontrol yaitu memanjakan dan menuruti segala keinginan informan. Dikala YST tengah menjalani operasi selama dua minggu di RS dr Sarjito Yogyakarta semua tugas kantor milik YST telah diselesaikan oleh teman-temannya. Tidak jarang teman-temannya tersebut juga memberikan saran kepada YST untuk mengkonsumsi minuman-minuman tertentu yang diyakini sebagai obat penyembuh kanker. Dikarena kesibukan yang tidak dapat ditinggalkan membuat suami-suami informan terpaksa tidak dapat menemani para istri untuk menjalani kontrol kesehatan rutinnya. Kejadian ini seperti yang dialami oleh informan YLS dan YAJ. Saat ini kejadian tersebut juga terjadi pada YST, ketika rangakaian kemoterapinya dipindahkan ke RSUD dr Soetomo suami YST sudah tidak lagi selalu bisa menemani YST untuk melakukan kontrol. Berhubungan seksual dengan penderita kanker serviks cukup beresiko. Berdasarkan data yang ditemukan, masih terdapat suami yang menuntut untuk dipenuhi kebutuhan seksualnya. Meskipun beberapa dari mereka akhirnya harus menerima kenyataan bahwa sang istri tidak mampu memenuhinya. YAJ pernah mengalami pelecehan terselubung saat dirinya sedang berbincang-bincang dengan sanak keluarga. Walaupun berdalih jika hal tersebut merupakan lulucon semata, namun kalimat yang terlontar terdengar sarkatis dan diskriminatif bagi penderita kanker serviks itu sendiri. Keadaan lingkungan sosial dan keluarga juga berkontribusi dalam wujud reaksi yang diberikan oleh keluarga dan lingkungan. Kondisi lingkungan sosial dan keluarga yang fanatik terhadap nilai dan budaya tertentu khususnya patriarkhi yang memiliki aturan kaku mengenai batasan peran dan kewajiban perempuan dalam rumah tangga melahirkan reaksi yang relatif
13
kurang mendukung penderita kanker serviks. Seperti yang terjadi pada SMW yang tetap konsisten melakukan semua pekerjaan rumahnya mulai dari mencuci, menyetrika, menyapu, mengepel, memasak, membersihkan peralatan dapur dll ditambah lagi dengan tetap memberikan pelayanan seksual kepada suami walaupun fisiknya sakit. Pekerjaan rumah tangga semuanya dilakukan hampir tanpa bantuan dari anggota keluarga lain termasuk suami. SMW juga membenarkan mengenai keputusan suaminya untuk tidak membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena menurut SMW pekerjaan laki-laki bukan berada di sektor domestik. Dalam keadaan sakit YST tetap melakukan tugasnya sebagai istri untuk memberikan pelayanan seksual terhadap suami dengan dalih kewajiban istri untuk menyenangkan suami serta untuk mencari ridho Tuhan. Sementara itu keluarga besar YAJ yang terlihat cukup fanatik terhadap fungsi keluarga terutama pada fungsi reproduksi dan seksual memberikan reaksi yang negatif mengenai keadaan YAJ saat ini. Kondisi lingkungan sosial dan keluarga yang fleksibel terhadap nilai budaya tertentu yang berbau patriarkhi dan memiliki pemahaman mendalam terhadap fungsi perawatan dan afeksi terhadap keluarga sedikit banyak memberikan dukungan dengan mewujudkan reaksi mengambil alih tugas-tugas seperti melakukan pekerjaan rumah, menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika ataupun memasak seperti yang terjadi pada YLS, YAI, YAJ. Lingkungan sosial yang pemikirannya tidak terlalu fanatik terhadap nilai-nilai patriarkhi ataupun fungsi-fungsi keluarga tetap berempati kepada YST dengan mendukung dan tidak memandang sebelah mata. Besarnya pemahaman tentang fungsi keluarga sebagai fungsi afeksi dan perawatan membuat para suami mengesampingkan kebutuhannya (egonya) demi terlaksanakannya fungsi afeksi dan perawatan tersebut. Reaksi yang diberikan mendukungan penderita untuk mencapai kesembuhan dengan cara mengambil alih tugas-tugas penderita seperti mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan lebih memahami keadaan penderita. Dalam mengusahakan kesembuhannya penderita kanker serviks melakukan beberapa metode pengobatan yang dapat dilihat di tabel di
14
bawah ini: Tabel 1
YLS YAI
YAJ
SMW
YST
TRADISIONAL
AFEKTUAL
METODE PENGOBATAN YANG PERNAH DIJALANI
RASIONAL NILAI
INFORMAN
RASIONAL INSTRUMENTAL
Metode Pengobatan
Berobat ke Paliatif RSUD dr Soetomo Berobat ke Paliatif RSUD Balikpapan, Berobat ke Paliatif RSUD dr Soetomo Berobat ke orang pintar di Balikpapan Berobat ke Paliatif RSUD dr Soetomo, Berobat ke Paliatif RS di Daerah Mojokerto. Berobat ke Paliatif RSUD dr Soetomo, Berobat ke RSUD Jombang Berobat ke Dokter Spesialis di Sidoarjo, Berobat ke RSUD Sidoarjo, Berobat ke RSU dr Sarjito, Berobat ke Paliatif RSUD dr Soetomo, Berobat secara alternatif dengan mengkonsumsi jamu.
Pemilihan jenis pengobatan medis ini dikarenakan informan berpikir bahwa ahli medis lebih berkompeten untuk melakukan tindakan-tindakan penanganan penyakit dengan menggunakan fasilitas atau alat-alat kesehatan yang telah terstandar, pengobatan alternatif seperti dengan meminum ramuan tradisional yaitu jamu yang sedikit ung efek zat kimia buatan. Mendatangi orang pintar dilakukan karena masih terdapat kepercayaan tertentu mengenai adanya kekuatan
15
gaib yang dapat merusak atau menyakiti manusia. Dalam menunjang keberhasilan metode pengobatan tersebut subjek penelitian juga melakukan berbagai aktivitas yang beresiko memparparah. Namun ada juga beberapa kegiatan yang beresiko terhadap kesehatannya namun tetap saja dilakukan oleh informan: Tabel 2 Tindakan Sosial yang Dilakukan Penderita Kanker Serviks dalam Menunjang Keberhasilan
YLS
YAI
YAJ
SMW
Mengurangi aktivitas pekerjaan rumah tangga (memasak, mengurus anak, menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika, mencuci peralatan dapur) Menolak keinginan suami untuk berhubungan seksual Mempersilahkan suami untuk “membeli” perempuan lain Mengurangi aktivitas pekerjaan rumah tangga (memasak, mengurus anak, menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika, mencuci peralatan dapur) Mempersilahkan suami untuk menikah lagi. Mengurangi aktivitas pekerjaan rumah tangga (memasak, mengurus anak, menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika, mencuci peralatan dapur) Mempersilahkan suami untuk menikah lagi. Mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti biasa (memasak, mengurus anak, menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika, mencuci peralatan dapur)
16
TRADISIONAL
AFEKTUAL
RASIONAL NILAI
TINDAKAN TERKAIT PERAN DALAM RUMAH TANGGA
RASIONAL INSTRUMENTAL
INFORMAN
Metode Pengobatan
Tabel Lanjutan
YST
Tidak menolak keinginan suami untuk berhubungan seksual Mengurangi aktivitas pekerjaan rumah tangga (memasak, mengurus anak, menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika, mencuci peralatan dapur) Tidak menolak keinginan suami untuk berhubungan seksual
Terdapat beberapa kendala yang dialami subjek penelitian dalam mengusahakan kesembuhannya. Pertama dari faktor suami yang kurang mendukung. Dikatakan kurang mendukung disini adalah karena ditemukan data yang menyatakan bahwa ada beberapa suami yang menuntut untuk dipenuhi kebutuhan seksualnya. Selain itu tidak turut membantu meringankan pekerjaan rumah istrinya. Akibatnya meskipun dalam keadaan sakit informan tetap harus menangani semua pekerjaan rumah tangga sendirian. Kesibukan masing-masing menjadikan suami berhalangan untuk mengantarkan informan kontrol atau cek kesehatan. Akibatnya informan harus berangkat sendirian ke luar kota untuk berobat, demi kesembuhannya agar bisa menjalankan perannya sebagai istri seperti sediakala. Kedua adalah faktor fasilitas. Metode pengobatan alternatif dan supranatural yang dilakukan penderita kanker serviks juga sempat mengalami kegagal dikarenakan tidak kompetennya ahli pengobatan. Tujuan subjek menjalani metode kesehatan adalah agar dirinya memperoleh kembali kesehatannya. Agar dirinya bisa segera menjalankan peran dan kewajibannya yang selama ini terbengkalai. Kanker serviks telah merenggut gambaran sempurna mengenai seorang istri. Tidak lagi bisa melakukan tugas-tugas rumah tangga karena keterbatasanya. Informan mengalami disfungsi peran dalam rumah tangga. Hal ini membuat informan merasa lebih terpuruk. Berangkat dari kenyataan ini informan memperoleh kesembuhan dengan mengusahakan metode pengobatan baik dari jalan medis, alternatif ataupun supranatural. Weber menggunakan
17
metodologi tipe idealnya untuk menjelaskan makna tindakan dengan cara mengidentifikasi empat tipe tindakan dasar yaitu: (1) Zweckrationalitat (rasionalitas instrumental/rasionalitas alat-tujuan), (2) Wetrationalitat (rasionalitas nilai), (3) Tindakan afektual, (4) Tindakan tradisional. Meskipun membedakan empat bentuk tindakan ideal-tipikal namun Weber menyadari bahwa tindakan tertentu biasanya terdiri dari kombinasi dari keempat tindakan ideal tersebut. KESIMPULAN Penyikapan informan mengenai penyakit kanker serviks yang dideritanya dipengaruhi oleh pengetahuan informan tentang penyakit kanker serviks dan pemahaman informan mengenai peran dan citra perempuan di dalam rumah tangga. Informan memahami bahwa seorang perempuan sebagai istri harus melaksanakan tugas rumah tangga seperti menyapu, mengepel, memasak, menyetrika,mengurus anak dan melayani kebutuhan seksual suami dll. Informan menyadari bahwa kanker serviks mempunyai resiko yang cukup besar bagi kesehatan informan. Ketika kesehatan informan bermasalah tentu aktivitas yang dilakukan akan terhambat. Artinya peran dan kewajiban informan sebagai istri dalam keluarga bisa terganggu. Agar kesehatannya kembali seperti semula dan bisa menjalankan perannya dengan baik informan mengusahakan kesembuhan. Meskipun keluarga mendukung informan untuk tetap survive dalam menjalani kehidupannya dan tetap optimis mencari kesembuhan ironisnya masih ada suami/ keluarga yang membiarkan informan untuk tetap melakukan semua pekerjaan rumah tanpa bantuan anggota keluarga lainnya. Beberapa suami informan karena kesibukannya tidak dapat menemani melakukan cek kesehatan. Akibatnya informan secara mandiri berangkat berobat walaupun berasal dari luar kota. Beberapa suami informan ada yang masih menuntut dipenuhi kebutuhan seksualnya. Meskipun pada kenyataannya aktivitas tersebut cukup beresiko. Informan juga pernah menerima kata-kata sarkatis dan diskriminatif dari keluarga terkait dengan kondisinya. Demi merealisasikan usaha memperoleh kesembuhan informan menjalani metode pengobatan,
18
antara lain menjalani pengobatan secara medis, alternatif bahkan supranatural. Usaha mencari kesembuhan itu dilakukan tidak lain adalah agar informan bisa mendapat kesembuhan sehingga dapat segera melaksanakan perannya dalam rumah tangga. Tindakan individu disesuaikan dengan yang diinginkan struktur ataupun kultur sosial. Artinya semua tindakan yang dilakukan oleh individu akan bertolak pada struktur, kultur, ataupun pranatai sosial yang sudah disepakati sebagai sesuatu yang baku. Kultur disini adalah budaya patriarkhi yang sudah mendarah daging dalam masyarakat. Pranata sosial yang dimaksudkan adalah fungsi atau aturan dalam keluarga yang diperkuat oleh struktur yaitu posisi perempuan sendiri dalam keluarga. REFERENSI BUKU Hartati Nurwijaya, Andrijono, H.K.Suheimi. 2010. Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta: Elex Media Komputindo Munti, Ratna Batara. 2005. Demokrasi Keintiman: Seksualitas Di Era Global. Yogyakarta. LKiS Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi : Dari sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Posmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ted Bento dan Ian Craib (2009). Filsafat Ilmu Sosial Pendasaran Filosofis Bagi Pemikiran Sosial. Yogyakarta: Ledalero. Wirawan, I.B. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta. Kencana. Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi – Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Posmodern. Bantul: Kreasi Wacana. Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto. 2011. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana. Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial : Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif. Yogyakarta. Erlangga Zaidiin, Ali, 2006, Pengantar Keperawatan Keluarga, Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC JURNAL Dwi Anggraeni, Mekar dan Wahyu Ekowati. 2010. Peran Keluarga Dalam Memberikan Dukungan Terhadap Pencapaian Integritas Diri Pasien Kanker Payudara Post Radikal Mastektomi.vol 2 Diestika, Yuyun. 2010. Skripsi-Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pada Penerita Kanker Serviks di Irna Obgin Rsud Dr. Soetomo Surabaya. Prodi Pendidikan Kebidanan. Fk Unair. hal 25
19
WEB Profil Dinas Kesehatan Surabaya Tahun 2010 Dinkes.surabaya.go.id/portal/index.php/berita/canangkan-surabaya-sebagai-kota-paliatif-pertama -di-indonesia, diposkan 11 feb 2014, diunduh 23 okt 2014 pukul 3.35 WIB dinkes.surabaya.go.id/portal/index.php/berita/lakukan-vasinasi-sejak-dini-cegah-kanker-serviks/, diposkan 9 Oktober 2014, diakses 23 Oktober 2014 pukul 3.35 WIB. http://www.lensaindonesia.com/2012/02/22/kanker-serviks-masih-tinggi-dinkes-gelar-periksa-gra tis.html
20