TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDSARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP), KONSEP KUHP NASIONAL DAN HUKUM PIDANA ISLAM
JURNAL KARYA ILMIAH
Disusun dan Diajukan dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH: BENNI ISKANDAR NIM: 100200402 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
LEMBAR PENGESAHAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDSARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP), KONSEP KUHP NASIONAL DAN HUKUM PIDANA ISLAM
JURNAL KARYA ILMIAH Disusun dan Diajukan dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh : BENNI ISKANDAR 100200402
Disetujui Oleh: Ketua Departemen Hukum Pidana
Dr. Muhammad Hamdan, S.H.,M.H NIP.195703261986011001
Editor
Edi yunara, S.H., M.Hum NIP. 196012221986031003
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP), KONSEP KUHP NASIONAL DAN HUKUM PIDANA ISLAM. ABSTRAKSI Benni Iskandar1 Edi Yunara2 M. Eka Putra3 Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin kompleks pula tingkat kejahataan yang terjadi di muka bumi ini. Banyak pemberitaan melaui media elektronik dan media cetak mengenai tindak pidana pembunuhan di Indonesia, membuat kehidupan sosial didalam masyarakat terganggu, karena pembunuhan adalah suatu perbuatan yang asosial dalam masyarakat. Sehingga perlu kiranya untuk dikaji mengenai pengaturan tindak pidana pembunuhan berdasarkan KUHP dengan kajian hukum pidana Islam. Pembahasan ini secara khusus tertuju pada sanksi tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang diatur dalam pasal 338 KUHP. Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu, pertama mengenai pengaturan tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP, kedua mengenai pengaturan tindak pidana pembunuhan berdasarkan hukum pidana Islam dan yang ketiga mengenai perbandingan tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP dan hukum pidana Islam. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, yaitu menitikberatkan pada data sekunder dengan spesifikasi deskriptif analitis. Pembunuhan pokok yang dianut dalam KUHP dengan hukum pidana Islam memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun persamaannya antara lain, yaitu samasama menjadikan tindak pembunuhan biasa dalam bentuk pokok sebagai pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan subyek hukum pembunuhan adalah manusia, serta yang dijadikan objek pembunuhan juga manusia. Sedangkan perbedaannya, yang pertama yaitu mengenai sumber hukum pidana, sumber hukum pidana Indoensia bersumber dari KUHP dan hukum adat. Adapun hukum pidana Islam bersumber dari Al-Qur‟an, Hadits dan Ijtihad para ulama. Kedua, yaitu mengenai sanksi hukuman, dalam KUHP tindak pidana pembunhan sengaja hanya menerapkan pidana penjara sebagai hukuman pokok, sedangkan dalam hukum pidana Islam menerapkan Hukuman pokok hukuman pengganti dan hukuman pelengkap. Kata kunci : Pembunuhan Biasa, Tindak Pidana, Hukum Pidana Islam. 1
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3 Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gustav Radbruch mengemukakan bahwa hukum memiliki tiga aspek, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.4 Aspek keadilan menunjuk pada kesamaan hak didepan hukum (equality before of the law). Aspek kemanfaatan, menunjuk pada tujuan keadilan, yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia, oleh karena itu aspek ini menunjukkan isi hukum tersebut. Sedangkan kepastian menunjuk pada jaminan bahwa hukum (yang berisi keadilan dari norma-norma yang memajukan kebaikan), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. Dapat dikatakan bahwa dua aspek yang disebut pertama merupakan kerangka ideal dari hukum. Sedangkan aspek ketiga (kepastian) merupakan kerangka operasional hukum.5 Jadi, antara satu aspek dengan aspek lainnya harus saling mendukung satu sama lain. Perlu kiranya untuk melihat konsep yang ada pada hukum Islam dalam menanggulangi kejahatan. Islam mengajarkan agar menjaga 5 (lima) hal yang essensial dalam kehidupan manusia, baik itu perorangan maupun kehidupan kelompok. Jaminan keselamatan atas 5 (lima hal) tersebut dijadikan sebagai 5 (lima) hal tujuan syari‟at Islam (maqasid asy-syari‟ah al-khams),6 yang dimaksud dengan 5 (lima) tujuan tersebut adalah memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara harta, memelihara akal, dan memelihara keturunan. Memelihara jiwa termasuk salah satu tujuan syari‟at Islam, hal tersebut di maksudkan bahwa, menghormati jiwa atau darah manusia merupakan tujuan yang penting dalam hukum Islam, karena darah manusia di yaumil akhir nanti adalah hal yang pertama kali ditanyakan oleh Allah swt. terhadap manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Banyaknya pemberitaan di media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik mengenai maraknya tindak pidana pembunuhan yang terjadi di Indonesia. Hal ini menandai, bahwa hukum yang ada sekarang tidak mampu memberikan ancaman (efek jera) bagi para pelaku pembunuhan. Sebagai contoh, yaitu tingkat pembunuhan yang terjadi di Surabaya, berdasarkan data statistik pada tahun 2012,7 4
Bernard L. Tanya dkk., Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hal. 171. 5 Ibid. 6 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Asy Syaamil Press dan Grafika), hal. 130. 7 http://beritajatim.com/hukum kriminal/157256/Setahun, 1.357 Kasus Pembunuhan di Jawa Timur.html, diakses pada hari selasa,04 Maret 2014, pukul 23.10 Wib.
jumlah pembunuhan di Surabaya meningkat tajam dibandingkan dengan data statistik pada tahun 2011. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol. Moechgiarto, saat konferensi pers di Mapolda Jawa Timur, Jl. A. Yani Surabaya menyebutkan bahwa, “telah terjadi 1.357 kasus pembunuhan pada tahun 2012. Jika dibandingkan dengan tahun 2011 hanya tercatat 69 kasus pembunuhan yang terjadi. Meskipun ada peningkatan, Polda Jawa Timur hanya mampu mengungkap dan menyelesaikan 898 kasus atau 62,17%.”8 Menilik tindak pidana pembunuhan yang terjadi di negara Arab Saudi, pada tahun 2012 ada 49 orang yang dihukum mati, sebagaimana yang di beritakan oleh kantor berita Saudi Press Agency (SPA) dan dilansir oleh AFP.9 Jika dibandingkan dengan tahun 2011, AFP melansir terjadi 76 kasus pembunuhan dan pelakunya telah di hukum pancung. Namun, data yang dimiliki oleh organisasi HAM, Amnesty International sedikit berbeda. Amnesty International mencatat, otoritas Saudi telah mengeksekusi mati 79 orang sepanjang tahun 2011 lalu. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa, ada penurunan tindak pidana pembunuhan yang terjadi di Arab Saudi. Membandingkan tingkat pembunuhan yang terjadi antara negara Indonesia dengan negara Arab Saudi, maka dapat dilihat bahwa tingkat pembunuhan di Indonesia lebih cenderung dilakukan dari pada di Arab Saudi. Padahal, jika melihat sampel perbandingan yang diambil, hanya pada satu kabupaten saja dari bagian Indonesia yang dijadikan contoh, yaitu pada Provinsi Jawa Timur, sedangkan pada Arab Saudi sampel perbandingan diambil secara keseluruhan pada negara tersebut. Dapat dibayangkan, bahwa bagaimana seandainya jika yang diperbandingkan adalah tingkat pembunuhan yang ada di Indonesia dengan tingkat pembunuhan yang ada di Arab Saudi. Mungkin akan terdapat jutaan kasus pembunuhan yang terjadi di Indonesia. Tindak pidana pembunuhan di dalam syari‟at Islam diatur dalam kitabun jinayah, yaitu hukum yang mengatur mengenai tindak pidana pembunuhan. Jinayah adalah setiap tindakan yang dapat menghilangkan nyawa sepeti membunuh atau mengancam keselamatan seperti menggugurkan kandungan dan memotong anggota
8
Ibid.. http://news.detik.com/read/2012/08/28/190627/2001447/1148/arab - saudi-hukum -pancungseorang-pria-terkait-kasus-pembunuhan, diakses pada hari Kamis, 06 Maret 2014, pukul 10.23 Wib 9
tubuh.10 Pelarangan mengenai tindak pidana pembunuhan ini diatur dalam AlQur‟an, Hadits dan Ijthad para ulama yang di dasari oleh Al-Qur‟an dan Hadits. Adapun contoh larangan pembunuhan dalam Al-Qur‟an yaitu sebagai berikut: “dan jangalah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, sesungguhnya kami telah memberi kuasa kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (Al-Israa‟: 33). Pembunuhan dalam tindak pidana Islam, terkhusus dalam pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja terbagi dalam beberapa bagian, sama halnya dengan pembunuhan sengaja yang diatur dalam Bab XIX Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang terdiri dari pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP. Walaupun memiliki kesamaan mengenai pembunuhan yang diatur dalam hukum pidana Islam dengan KUHP, tetapi ada hal yang membedakan pembunuhan tersebut, seperti dalam pembunuhan sengaja dalam hukum pidana Islam berlaku qishash atau diyat, sedangkan dalam KUHP (misalnya pasal 338 KUHP) lebih mengutamakan pidana penjara bagi pelaku pembunuhan, yang memberikan kesempatan bagi para pelaku pembunuhan untuk dibina ke arah yang lurus, guna dapat kembali ke tengahtengah masyarakat. II. PERMASALAHAN B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan, diantaranya: 1.
2. 3.
Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP)? Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Pokok (Doodslag) Berdasarkan Hukum Pidana Islam? Bagaimana Perbandingan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP) dengan Hukum Pidana Islam? 10
Bentuk Pidana Bentuk Bentuk Pidana
Wahbah Zauhaili, Fiqh Imam Syafi‟i “Al-Fiqhu Asy-Syafi‟i Al-Muyassar” Jilid 3, Edisi Indonesia, (Jakarta Timur : Almahira, 2010), hal. 151.
C. Tujuan Penelitian Dari rumusan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini antara lain: 1. Untuk mengetahui perbandingan hukum yang digunakan mengenai tindak pidana pembunuhan antara hukum positif Indonesia dengan Hukum pidana Islam; 2. Untuk memahami bahwa dari perbandingan kedua hukum tersebut, kita dapat melihat, memperhatikan dan menilai hukum manakah yang lebih efektif dalam menangani tindak pidana pembunuhan; 3. Untuk memberikan masukan terhadap hukum positif Indenesia, terkhusus dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pembunuhan. III. METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi (law in book). Penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) atau hukum dikonsepkan sebagai kaedah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.11 Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Menurut Whitney, metode deskriftif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat.12 Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori dan pelaksanaannya, serta menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan. B. Sumber Data Penelitian hukum yang normatif menggunakan data sekunder, yang terdiri atas (1) bahan hukum primer, (2) bahan hukum sekunder, serta (3) bahan hukum tertier.13
11
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal. 118. 12 Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Citra, 1999) hal, 21. 13 Muslam Abdurrahman, Sosiologi penelitian hukum Hukum, (Malang, UMM Press,2009) hal. 27.
a.
b.
c.
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.14 Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan peraturan hukum lainnya; Bahan hukum sekunder adalah bahan hukuim yang terdiri atas buku-buku teks (text books) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseendee leer),15 semua publiksai tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi,16 termasuk skripsi, tesis desertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum;17 Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kacmus hukum, encyclopedia, dan lain-lain;18
C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut: a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian; b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundangundangan.; c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan; d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian. D. Pendekatan (Approach) Hasil suatu penelitian hukum normatif agar lebih baik nilainya atau lebih tepatnya penelaahan dalam penelitian ini, perlu melakukan pendekatan dalam setiap 14
Peter Mahmud Marzuki, Peneliian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), halm 141. Johny Ibrahim, Teori dan Metode Peneltian Hukum Normatif, (Malang: Banyu Media Publishing, 2005) hal. 241-242. 16 Peter Mahmud Marzuki Loc. Cit. 17 Ibid, hal. 155. 18 Johny Ibrahim, Loc. Cit. 15
analisisnya.19 Pendekatan ini akan dapat menentukan nilai dari hasil penelitian tersebut. Jika suatu penelitian melakukan pendekatan yang salah, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan akan memiliki bobot yang rendah dikarenakan penelitian yang dilakukan tidak akurat sehingga penelitian tersebut sering dipertanyakan kebenarannya. Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan antara lain sebagai berikut ini: a) Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundangundangan sebagai dasar awal melakukan analisis.20 Pendekatan Perundangundangan (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.;21 b) Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach) Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan peraturan perundangundangan Indonesia dengan suatu atau beberapa peraturan perundangundangan negara-negara lain.22 Penelitian ini memperbandingkan antara peraturan tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP dengan tindak pidana Islam. E. Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.23 Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini.
19
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hal. 184. 20 Ibid, hal. 185. 21 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hal. 93. 22 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.Cit., hal. 188. 23 Masri Singarimbun dan Sofian Efensi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008), hal. 263.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan KUHP 1.
Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok (Doodslag) a. Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok Berdasarkan KUHP Pembunuhan dalam KUHP yang berlaku pada saat ini diatur dalam Bab IX mengenai kejahatan terhadap nyawa, terdiri dari pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP, adapaun jenis dari delik tersebut adalah sebagai berikut: a) Pembunuhan Biasa dalam bentuk Pokok yang diatur dalam pasal 338; b) Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana lain yang diatur dalam pasal 339; c) Pembunuhan berencana yang diatur didalam pasal 340; d) Pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibunya pada saat atau beberapa waktu setelah anak dilahirkan diatur dalam pasal 341; e) Pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibunya dengan rencana pada saat atau beberapa waktu setelah anak dilahirkan diatur dalam pasal 342; f) Pembunuhan atas permintaan korban sendiri daitur dalam pasal 344; g) Pemberian bantuan untuk melakukan bunuh diri diatur dalam pasal 345; h) Pengguguran kandungan yang diatur didalam pasal 346-348; i) Pengguguran yang dibantu oleh bidan, dokter atau juru obat diatur dalam pasal 349. Tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok ataupun yang oleh pembentuk undang-undang telah disebut dengan doodslag, yang diatur dalam pasal 338 KUHP. Sesuai dengan rumusannya yang terdapat dalam bahasa Belanda ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 338 KUHP itu berbunyi: Hij die opzettelijk een ander van het leven berooft , wordt, als schuldig aan doodslag, gestraft met gevangenisstraft van ten hoogste vijftien jaren.24 Atinya: Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. perbedaan antara pembunuhan dalam bentuk pokok dengan pembunuhan tidak dalam bentuk pokok yaitu adanya unsur lain (di luar unsur yang terdapat dalam pasal 338 KUHP) dalam melakukan tindak pidana pembunuhan, sehingga pembunuhan tersebut tidak dikategorikan dalam pembunuhan pokok. 24
Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan Edisi Kedua, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal. 27-28.
b. Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok Berdasarkan Konsep KUHP Nasional Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodsalg) yang diatur dalam bab XII dicantumkan dalam pasal 580 ayat (1) berdasarkan Konsep KUHP nasional (RUU KUHP tahun 2012) yang menerapkan sanksi atau hukuman maksimum dan minimum terhadap pelaku pembunuhan. Adapun pembunuhan sengaja berdasarkan konsep KUHP nasional yaitu sebagai berikut: 1) Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodslag) yang diatur dalam pasal 580 ayat (1); 2) Pembunuhan yang dilakukan diikuti, didahului atau disertai diatur dalam pasal 580 ayat (2); 3) Pembunuhan yang dilakukan dengan rencana diatir dalam pasal 581; 4) Seorang ibu yang merampas nyawa anaknya diatur dalam pasal 582; 5) Pembunuhan yang dilakukan atas permintaan korban diatur dalam pasal 583; 6) Pembunuhan yang dilakukan oleh dokter diatur dalam pasal 584; 7) Pembantuan dalam pembunuhan daitur dalam pasal 585; 8) Pengguguran kandungan diatur dalam pasal 586-588. 2.
Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan
a. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan KUHP A. Fuad Usfa dan Tongat mengemukakan fungsi atau tujuan hukum pidana menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagai berikut:25 1) Fungsi umum Fungsi umum dari hukum pidana ini berkaitan dengan fungsi hukum pada umumnya. Oleh karena hukum pidana merupakan bagian dari hukum pada umumnya, maka fungsi hukum pidana (secara umum) juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Hukum hanya memperhatikan perbuatan yang “sozialrelevant,” artinya hukum hanya mengatur segala sesuatu yang bersangkut paut dengan masyarakat. Hukum pidana pada dasarnya tidak mengatur sikap bathin seseorang yang bersangkutan dengan tata susila. Sangat mungkin ada perbuatan yang secara kesusilaan sangat tercela, tetapi hukum pidana atau negara tidak turun tangan atau campur didalam hukum atau hukum yang benar-benar hidup dalam masyarakat. 2) Fungsi yang Khusus 25
A. Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: UMM Press, 2004), hal. 5-6.
Fungsi khusus dari hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya tampil tajam bila dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum yang lain. Kepentingan hukum ini baik berupa kepentingan hukum seseorang, suatu badan atau suatu masyarakat b. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan Konsep KUHP Nasional Berdasarkan konsep KUHP nasional, tujuan pemidanaan pada dasarnya sama dengan yang berlaku dengan KUHP yang masih berlaku pada saat ini. Didalam naskah akademik konsep KUHP nasional menyebutkan bahwa, “Sesuai dengan politik hukum pidana maka tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dari kejahatan serta keseimbangan dan keselarasan hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan kepentingan kepentingan masyarakat/ negara, korban dan pelaku”. Dengan demikian, ada dua tujuan yang ingin dicapai oleh hukum pidana dan pidana yaitu “perlindungan masyarakat” dan “kesejahteraan masyarakat”. Kedua tujuan tersebut sebagai batu landasan (“a cornerstone”) dari hukum pidana26 dan pembaharuan hukum pidana. Beritik tolak dari tujuan nasional “perlindungan masyarakat” (social defence), maka tujuan penegakan hukum pidana adalah:27 1) Perlindungan masyarakat dari perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat, maka tujuan pemidanaan adalah mencegah dan menanggulangi kejahatan. 2) Perlindungan masyarakat dari sifat berbahayanya seseorang, maka pidana/pemidanaan dalam hukum pidana bertujuan memperbaiki pelaku kejahatan atau berusaha merubah dan mempengaruhi tingkah lakunya agar kembali patuh pada hukum dan menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna. 3) Perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegak hukum maupun dari warga masyarakat pada umumnya, maka tujuan pidana dirumuskan untuk mencegah terjadinya perlakuan atau tindakan sewenangwenang di luar hukum. 4) Perlindungan masyarakat dari gangguan keseimbangan atau keselarasan berbagai kepentingan dan nilai akibat dari adanya kejahatan, maka penegakan hukum pidana harus dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh 26
Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009) hal. 45. 27 Ibid, 45-46.
tindak pidana, dapat memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 3.
Unsur-Unsur Pembunuhan dalam KUHP
Menurut Adami Chazawi, Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 (dua) dasar, yaitu:28 a) Atas dasar unsur kesalahannya Atas dasar kesalahannya dibedakan pula menjadi 2 (dua) bagian, adapun 2 (dua) bagian tersebut yaitu: 1) Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus midrijiven), adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP, kejahatan ini biasanya dilakukan dengan adanya niat, perncanaan dan adanya waktu yang cukup untuk melakukan pembunuhan; 2) Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan tidak sengaja (culpose midrijen), dimuat dalam Bab XXI (khusus pasal 359), biasannya kejahatan ini dilakukan tidak diiringi dengan niat, perencanaan, dan waktu yang cukup memadai dalam melakukan suatu perbuatan. b) Atas dasar obyeknya (nyawa). Kejahatan terhadap nayawa atas dasar objeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 (tiga) macam, yakni: 1) Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, di muat dalam pasal 338, 339, 340, 344, dan 345; 2) Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat dalam pasal :341, 342, dan 343; 3) Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat dalam pasal 346, 347, 348 dan 349. Tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Bab XIX, merupakan tindak pembunuhan yang dilakukan dengan keengajaan, sehingga setiap perbuatan yang dilakukan harus memenuhi unsur kesengajaan yang terdapat dalam diri 4.
Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok a. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok Berdasarkan KUHP 28
Adami Chazawi, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 55.
Menurut Sudarto dalam Abul Khair dan Mohammad Eka Putra, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten).29 Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence conditionally atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau pidana bersyarat.30 Pasal 338 telah menyebutkan bahwa, hukuman atas tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang dilakukan adalah dipidana paling lama 15 tahun penjara. Dalam rumusan pasal 338 tidak dikenal adanya sanksi pidana lain selain tindak pidana pokok yaitu pidana penjara atau pidana sementara waktu. Sehingga jelaslah hukuman yang diancamkan bagi pelaku pembunuhan dalam bentuk pokok.
b. Sanski Tindak Pidana Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok Berdasarkan Konsep KUHP Hukum Nasional hukuman atau penerapan sanksi terhadap pelaku pembunuhan yang melanggar delik 580 ayat (1) dalam konsep KUHP nasional mengenai pembunuhan pokok (doodslag) diancam dengan dengan hukuman pidana paling singkat selama 3 (tiga) tahun dan paling lama selama 15 (lima belas) tahun. Artinya bahwa didalam konsep KUHP nasional telah menerapkan hukuman pidana minimum dan maksimum terhadap pelaku pembunuhan yang melanggar delik tersebut. Hal inilah yang menjadi pembeda antara KUHP yang berasal dari Belanda yang masih kita anut sekarang dengan konsep KUHP yang akan kita anut pada masa mendatang. Konsep KUHP nasional hanya menjatuhkan pidana pokok yaitu pidana penjara sebagai hukuman bagi para pelaku yang telah melanggar pasal 580 ayat (1) yang secara sah telah dinyatakan kesalahannya didalam persidangan. Tidak ada hukuman tambahan bagi pelaku pembunuhan pokok (doodslag) hanya hukuman pokoh sajalah yang ditujukan bagi pelaku pembunuhan pokok.
29 30
Abul Khair dan Moh. Eka Putra, Pemidanaan, Medan: USU Press, 2011), hal. 7. Ibid.
B. Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan Hukum Pidana Islam 1. Jenis Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan Hukum Pidana Islam Hukum pidana Islam tidak mengkategorikan pembunuhan berdasarkan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan, tetapi pembunuhan dibedakan dengan niat perbuatan yang dilakukan, yaitu bedasarkan kesengajaan, atau ketidak sengajaan. Ada 3 (tiga) jenis pembunuhan berdsarkan hukum pidana Islam, yaitu: a) Pembunuhan sengaja (Al-„amd) Pembunuhan sengaja (Al-„amd) yaitu tindak pidana pembunuhan terencana yang menggunakan alat yang dapat mematikan, baik berupa benda tumpul seperti kayu atau batu maupun benda tajam seperti pisau dan sejenisnya.31 Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja terdiri dari hukuman pokok, yaitu qishash, hukuman pengganti yaitu diyat dan ta‟zir, dan hukuman tambahahan yaitu penghapusan hak waris dan hak wasiat. b) Pembunuhan Pembunuhan Karena Kesalahan/Tidak Sengaja (khata‟u) Pembunuhan tidak sengaja (khata‟u) yaitu pelaku tidak terencana melakukan pembunuhan. Misalnya dia melempari sesuatu seperti tembok, hewan, atau pohon, lalu lemparan itu mengenai orang atau dia terjatuh di tempat yang tinggi dan menimpa orang dibawahnya hingga tewas. Menurut Ahmad Wardi Muslich, hukuman untuk pembunuhan karena kesalahan sama dengan pembunuhan semi sengaja, yaitu hukuman pokok yang terdiri dari diyat dan kifarat serta hukuman tambahan yang berupa penghapusan hak waris dan wasiat.32 c) Pembunuhan Semi Sengaja (Syibh „amd) pembunuhan semi sengaja (Syibh „amd) atau sengaja tapi keliru, yaitu berencana melakukan pembunuhan dengan alat yang tidak mematikan. Misalnya memukul seseorang dengan tongkat yang ringan atau cambuk dan sebagainya yang tidak mematikan, lalu dia tewas. Pembunuhan semi sengaja dalam hukum Islam diancam dengan beberapa hukuman, sebagian hukuman pokok dan penggganti, dan sebagian lagi hukuman tambahan.
31 32
Wahbah Zuhaili, Op.Cit., hal. 154. Ibid, hal. 175.
2.
Tujuan dan Manfaat Pengaturan Tindak PidanaPembunuhan Dalam Hukum Pidana Islam
a. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Hukum Islam Pembuat hukum tidak menyusun ketentuan-ketentuan hukum dari syariah tanpa tujuan apa-apa, melainkan disana dapat ditemukan suatu tujuan hukum yang sangat luas. Luasnya tujuan hukum pidana Islam, tidak saja ditujukan untuk umat Islam semata, tetapi tujuan pengaturan hukum Islam adalah untuk memberikan suatu aturan bagi seluruh alam, karena Islam adalah agama “rahmatan lil „alamin,” yaitu rahmat bagi seluruh alam. Sehingga dengan jelasnya tujuan dari hukum pidana Islam, maka akan memberikan manfaat pula bagi seluruh alam. Para ahli hukum Islam mengklasifikasi tujuan-tujuan dari syariah yaitu sebagai berikut:33 a) Tujuan pertama Menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup merupakan tujuan utama dan tujuan syariah. Ini merupakan hal-hal dimana kehidupan manusia sangat tergantung sehingga tidak dapat dipisahkan. Apabila kebutuhan-kebutuhan ini tidak terjamin, maka akan terjadi kekacauan dan ketidaktertiban di mana-mana. Kelima kebutuhan hidup yang primer ini (daruriyat) dalam kepustakaan hukum Islam disebut dengan istilah al maqasid al syari‟aj al khamsah (tujuan-tujuan syariah), antara lain yaitu: 1) Hifzh al din (memelihara agama); 2) Hifzh al nafsi (memelihara jiwa); 3) Hifzh al mal (memelihara harta); 4) Hifzh al nashli (memelhara keturunan); 5) Hifzh al aqli (memeliahara pikiran). b) Tujuan kedua Tujuan berikutnya adalah menjamin keperluan-keperluan hidup (keperluan sekunder) atau disebut hajiyyat. Ini mencakup hal-hal yang penting bagi ketentuan itu dari berbagai fasilitas untuk penduduk dan memudahkan kerja keras dan beban tanggung jawab mereka. Ketiadaan fasilitas-fasilitas tersebut mungkin tidak menyebabkan kekacauan dan ketidak tertiban, akan tetapi dapat menambah kesulitan-kesulitan bagi masyarakat. Dengan kata lain, keperluan-keperluan ini terdiri dari hal-hal menyingkirkan kesulitan-kesulitan dari masyarakat dan membuat hidup mudah bagi mereka. c) Tujuan ketiga 33
130-131.
Topo Santoso, Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam (Jakarat: Gema Insani. 2003),
Tujuan ketiga dari perundang-undangan Islam adalah membuat perbaikanperbaikan, yaitu menjadikan hal-hal yang dapat mengisi kehidupan sosial dan menjadikan manusia mampu berbuat dan urusan-urusan hidup secara lebih baik (keperluan lebih baik) atau tahsinat. Ketiadaan perbaikan tidak membawa kekacauan dan anarki sebagaimana dalam ketiadaan kebutuhankebutuhan hidup. Ketiga tujuan yang telah diuraikan diatas merupakan tujuan tindak pidana Islam secara umum, sehingga dapat dijadikan sebagai tujuan dari tindak pidana pembunuhan. Terlebih dalam tujuan pertama, yang membahas al maqasid al syari‟aj al khamsah yang salah satu dari tujuan tersebut adalah Hifzh al nafsi (memelihara jiwa), hal ini merupakan salah satu dari tujuan tindak pidana pembunuhan berdasarkan hukum pidana Islam. b. Manfaat Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Hukum Islam Hukum pidana Islam dalam menilai dari manfaat dibentuknya pengaturan mengenai tindak pidana pembunuhan tidak terlepas dari penerapan sanksi hukuman kepada pelaku pembunuhan. Menurut jumhur ulama, penerapan hukum pidana Islam memiliki beberapa manfaat, baik itu bagi pelaku pembunuhan, keluarga yang ditinggalkan maupun bagi masyarakat luas yaitu:34 a) Mewujudkan keadilan dan menolong yang terzhalimi dengan memberikan kemudahan bagi wali korban untuk membalas pelaku seperti yang dilakukannya kepada korban. Hal ini telah dijelaskan Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surah Al-Israa‟ ayat 33. b) Menjadi sarana taubat dan pensucian dari dosa yang telah dilanggarnya, karena qishash menjadi kaffarah (penghapus) dosa pelakunya, Hal ini dijelaskan Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam dalam sabdanya: Kalian harus berbai'at kepadaku untuk tidak berbuat syirik, tidak mencuri dan tidak berzina, tidak membunuh anak kalian, tidak melakukan kedustaan dan berbuat durhaka dalam hal yang ma`ruf. Barangsiapa di antara kalian menunaikannya maka pahalanya ada pada Allah dan siapa yang melanggar sebagiannya lalu dihukum di dunia, maka hukuman itu sebagai penghapus baginya dan siapa yang melanggarnya lalu Allah tutupi; maka urusannya diserahkan kepada Allah. Bila Ia kehendaki maka mengadzabnya dan bila Ia menghendaki maka mengampuninya'. (Muttafaqun 'alaihi). 34
Kholid syamsudi , http://almanhaj.or.id/content/3121/slash/0/qishash/, diakses pada hari Rabu, 26 Maret 2014, Pukul 23.11 wib.
c)
Hukuman yang dinamakan qishash (yang kenyataannya adalah hukuman mati), pada hakikatnya adalah jaminan keberlangsungan hidup bagi manusia. Karena apabila seseorang mengetahui, bahwa ia akan dibunuh secara qishash (dihukum mati) jika melakukan pembunuhan terhadap orang lain, ia akan menahan diri dari melakukan pembunuhan. Ia menahan diri untuk tidak bergegas/bersegera melakukannya. Ia juga akan menahan diri agar tidak terjatuh dalam perbuatan tersebut. Hal ini diibaratkan seperti pemberian jaminan kelangsungan hidup bagi jiwa manusia. Jika seseorang sedang marah kemudian berkeinginan untuk melakukan pembunuhan, ia ingat/sadar bahwa membunuh seseorang akan mengakibatkan dirinya juga akan dibunuh. Dengan demikian, ia menjadi takut. Akhirnya, keinginan membunuh ia tinggalkan. Dengan ini pula, menjadi hiduplah orang yang sebelumnya ingin dia bunuh. Hidup pulalah dirinya, karena ia tidak jadi membunuh sehingga qishash pun tidak berlaku padanya. Oleh karena itu, pembunuhan terhadap seorang yang membunuh jiwa (sebagai bentuk balasan yang setimpal) menjadi sebab berlangsungnya kehidupan bagi banyak jiwa, hal ini sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah swt. Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu. (QS. Al-Baqarah: 179)
3.
Unsur Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam Setiap tindak pidana mempunyai unsur-unsur umum dan unsur khusus, adapaun unsur umum yang harus dipenuhi terdiri dari 3 (tiga), yaitu sebagai berikut:35 a) Harus ada nash yang melarang perbuatan (tindak pidana) dan mengancamkan hukuman terhadapnya. Inilah yang dalan hukum istiah hukum konvensional dinamakan unsur formal (arrukn asy-syar‟i); b) Melakukan perbuatan yang membentuk tindak pidana, baik perbuatan maupun sikap berbuat. Inilah yang dalam istilah hukum konvensional dinamakan unsur hukum material (arrukn al-maddi); dan c) Pelaku harus orang yang mukallaf, artinya dia bertanggung jawab atas tindak pidananya. Inilah yang dalam hukum konvensional masa kini dinamakan hukum moral. Adapun unsur-unsur khusus yang terdapat dalam pembunuhan sengaja antara 36 lain: 35
Abdul Qadir Audah., Esniklopedia Hukum Pidana Islam Jilid I“ At tasyri al-Jina‟i al – Islamy Muqaranan bi Qaunil Wad‟iy,” (Bogor: PT. Kharisma Ilmu, Tahun -), hal. 129.
a) Yang dibunuh adalah manusia yang diharamkan oleh Allah swt. darahnya (ma‟sum ad-dam) atau terpelihara darahnya; b) Perbuatan kejahatan itu membawa kepada kematian seseorang; c) Bertujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang. 4.
Sanksi Pembunuhan Berdasarkan Hukum Pidana Islam Ulama fikih mengemukakan bahwa ada beberapa bentuk hukuman yang dikenakan kepada pelaku pembunuhan dengan sengaja, yaitu hukuman asli, hukuman pengganti dan hukuman tambahan.37 a) Hukuman Asli Hukuman asli dari tindak pidana adalah qishash, yang dimaksud dengan qishash adalah memberikan perlakuan yang sama dengan kepada pelaku pidana sebagaimana ia melakukannya (terhadap korban). Hukuman Asli ini biasanya dikenakan terhadap pembunuhan dengan sengaja. Selain dari pada itu hukuman asli tidak diterapkan pada jenis pembunuhan lain. b) Hukuman Pengganti Menurut ulama fikih, apabila hukuman qishash gugur, disebabkan hal-hal yang mengugurkan hukuman qishash diatas, maka ada dua hukuman penggganti lain, yaitu hukuman diyat dan hukuman ta‟zir. Hukuman ta‟zir, menurut para ulama mazhab Maliki, dan diatas kehendak hakim menurut jumhur ulama. Artinya jika qishash gugur, hukuman pengantinya menurut ulama mazhab Maliki adalah hukuman ta‟zir. Menurut jumhur ulama hukuman ta‟zir hanya boleh dikenakan apabila menurut pandangan hakim hal itu perlu diperlukan, karenanyaa hukuman pengganti tidak berstatus sebagai hukuman pengganti.38 c) Hukuman Pelengkap Hukuman pelengkap adalah hukuman yang melengkapi hukuman sebelumnya, yaitu hukuman Asli dan hukuman PenggantiHukuman pelengkap dalam pembunuhan sengaja, menurut kesepakatan para ulama fikih adalah :39 1) Terhalang hak warisnya; dan 2) Terhalang mendapatkan wasiat korban. 36
Abdul Aziz Dahlan, Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam Jilid IV, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006), hal 1380-1381. 37 Ibid, hal. 1381. 38 Ibid, hal. 1384. 39 Ibid, hal. 1385.
C. Perbandingan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Dengan Hukum Pidana Islam 1.
Pelaku Pembunuhan dapat diketahui mengenai persamaan dan perbedaan pelaku pembunuhan yang di anut berdasakan KUHP dan konsep KUHP nasional dengan hukum pidana Islam. Adapun persamaan pelaku pembunuhan dalam KUHP dengan hukum pidana Islam yaitu manusia. Didalam KUHP maupun hukum pidana Islam menjadikan manusia (naturlijk person) sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawabannya dalam melakukan suatu tindak pidana. Sedangkan perbedaan mengenai pelaku pembunuhan antara KUHP dengan hukum pidana Islam yaitu, sama sekali tidak memiliki perbedaan. 2. Sumber Hukum Sumber hukum pidana Indonesia, yaitu KUHPdan konsep KUHP nasional didasarkan dari hasil pemikiran (ratio) manusia yang dibuat secara tertulis yang kemudian diundangkan kedalam sebuah lembaran negara agar berlaku dan mengikat secara umum, selain itu sumber hukum pidana Indonesia juga bersumber dari hukum adat, dimana hukum adat tersebut berisi hukum pidana salah satunya. Sedangkan Hukum pidana Islam bersumber dari Al-Qur‟an, Hadits, dan Ijtihad para ulama. Hukum pidana Islam pada umumnya langsung bersumber dari Allah swt. yang disampaikan kapada utusan-Nya Nabi Muhammad saw. Persamaan kedua sumber hukum tersebut yaitu kedua sumber hukum tersebut telah dituliskan kedalam sebuah buku yang dijadikan suatu pedoman bagi suatu bangsa yang menganut sumber hukum tersebut. 3. Unsur Kesengajaan Adapun persamaan unsur sengaja yang terdapat antara KUHP dengan hukum pidana Islam antara lain sebagai berikut; a. Nyawa atau kematian Berdasarkan uraian diatas adalah yang dihilangkan adalah nyawa korban (manusia). KUHP menjadikan nyawa manusia sebagai objek dari perbuatan pelaku pembunuhan. Begitu juga dengan hukum pidana Islam, yang menjadikan nyawa manusia sebagai obyek dari pembunuhan; b. Perbuatan tersebut adalah perbuatan terlarang
Dapat simpulkan bahwa antara KUHP dan hukum pidana Islam memiliki kesamaan mengenai tindak pidana pembunuhan yang berdasarkan pasal 338 KUHP, bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut adalah benar-benar perbuatan yang terlarang; c. Adanya kehendak atau tujuan untuk membunuh Adanya kehendak ataupun tujuan pelaku untuk melakukan pembunuhan jelas terdapat dalam KUHP dan hukum pidana Islam, dimana pelaku pembunuhan memiliki niat untuk melakukan pembunuhan. Adapaun perbedaan antara KUHP, konsep KUHP nasional dengan hukum pidana islam menegeni unsure kesengajaan dalam pembunuhan yaitu: a. Alat yang digunakan KUHP tidak menjelaskan secara detail mengenai dengan alat apa yang digunakan dalam menghilangkan nyawa orang lain (membunuh), KUHP hanya mengancam setiap orang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, sama halnya dengan konsep KUHP nasional yang tidak menjelaskan secara detail mengenai penggunaan alat yang digunakan dalam melakukan pebunuhan. Sedangkan dalam hukum pidana Islam, dijelaskan bahwa yang dapat dikategorikan sebagai pembunuhan sengaja adalah apabila pembunuhan tersebut dilakukan dengan cara dicekik, dibakar, dipukul sampai mati atau dengan menggunakan alat-alat yang secara umum dapat menyebabkan kematian; b. Perbuatan Bahwa dalam KUHP, setiap perbuatan dijadikan sebagai unsur-unsur yang mengarah terhadap delik, misalnya jika suatu pembunuhan dilakukan dengan rencana (memiliki rentang waktu yang lama dengan terjadinyaa delik), maka pembunuhan tersebut tidak dikategorikan pembunuhan biasa seperti yang disebutkan dalam pasal 338 KUHP, melainkan telah memenuhi unsur tindak pidana pembunuhan sebagaimana diuraikan dalam pasal 340 KUHP, begitu juga dengan konsep KUHP nasional bahwa anatar pembunuhan yang diatur didalam pasal 580 dengan pasal 589 atau pasal lainnya memiliki hukuman yang berbeda hal ini dikarenan delik setiap pasal berbeda. Sedangkan dalam hukum pidana Islam, setiap perbuatan yang dilakukan dengan adanya niat, rencana atau dengan menggunakan alat yang dapat menimbulkan kematian, maka semua hal tersebut dianggap sebagai pembunuhan sengaja; c. Ancaman sanksi
Ancaman sanksi yang dimuat dalam KUHP, khususnya dalam pasal 338 KUHP hanya dikenakan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, hal ini berbeda dengan pembunuhan sengaja lainnya, seperti pasal 339, dan 340 memiliki ancaman pidana yang berbeda. Dalam konsep KUHP nasional telah menerapkan hukuman maksimum (lima tahun) dan hukuman minimum (tiga tahun) terhadap pelaku pembunuhan. Sedangkan dalam hukum pidana Islam, setiap pembunuhan sengaja diancam dengan hukuman qishash sebagai hukumann pokok dan diyat sebagai hukuman pengganti. 4. Sanksi Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Memperhatikan pembahasan mengenai penerapan sanksi antara KUHP dan konsep KUHP nasional dengan hukum pidana Islam dalam menangani tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok, ditemukan adanya persamaan hukuman dalam menangani tindak pidana permbunuhan biasa dalam bentuk pokok yaitu samasama mengenakan hukuman pokok terhadap pelaku pembunuhan, disamping itu, adanya persamaan yang terdapat antara konsep KUHP nasional dengan hukum Islam, yaitu adanya pemaafan dari keluarga korban terhadap pelaku pembunuhan. Sedangkan perbedaan yang terdapat dalam penerapan hukuman atau sanksinya, yaitu KUHP hanya memberikan ancaman hukuman pokok bagi pelaku tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yaitu paling lama lima belas tahun penjara dan dalam konsep KUHP nasional sudah menerapkan hukuman minimum dan maksimum serta pemberatan hukuman bagi pelaku pembunuhan yang melakukan pembunuhan terhadap keluarganya, sedangkan dalam tindak pidana Islam menerapkan hukuman yang terdiri dari hukuman asli, yaitu qishash, hukuman pengganti yaitu diyat dan ta‟zir, dan hukuman pelengkap, disamping itu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam tulisan ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembunuhan sengaja diatur dalam Bab XIX KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa. Adapun tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Bab XIX tersebut adalah: pembunuhan biasa dalam bentuk pokok pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului tindak pidana lain, pembunuhan berencana, pembunuhan bayi oleh ibunya, pembunuhan bayi dengan rencana, pembunuhan atas permintaan korban, mendorong orang lain untuk bunuh diri, pengguguran kandungan. Sama halnya dengan yang diatur pada Bab XII mengenai kejahatan terhadap nyawa jenis-jenis tindak pidananya meliputi: pembunuhan pokok, pembunuhan yang disertai, didahului atau diikuti oleh tindak pidana lain, pembunuhan bernecana, pembunuhan bayi oleh ibunyan, pembunuhan oleh dokter, permintaan pembunuhan, pembantuan pembunuhan dan pengguguran kandungan. 2. Tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok dalam hukum pidana Islam adalah tindak pidana yang dikategorikan kedalam tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja sama halnya dengan pembunhan biasa yang terdapat dalam konsep KUHP nasional. Dasar hukum tindak pidana pembunuhan dalam tindak pidana Islam diperoleh dari Al-Qur‟an. Hadits, dan Ijtihad para ulama. Unsur-unsur khusus dalam tindak pidana pembunuhan terdiri dari tiga bagian pula yaitu, yang diibunuh adalah manusia yang diharamkan oleh Allah swt. untuk membunuhnya, perbuatan itu membawa kematian, dan bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Sanksi pembunuhan sengaja dalam hukum pidana Islam ada 2 (dua) yaitu, jarimah qishash dan jarimah diyat. 3. Pembunuhan tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang diatur dalam pasdal 338 KUHP dan Pembunhan berdasarkan pasal 580 ayat (1) konsep KUHP nasional dibandingkan dengan pembunuhan sengaja menurut kajian hukum pidana Islam dilihat dari beberapa segi, dapat disimpulkan sebagai berikut dibawah ini:
a.
b.
c.
d.
Pelaku pembunuhan Ada persamaan Pelaku pembunuhan dalam KUHP, konsep KUHP nasional dengan hukum pidana Islam yaitu pelaku pembunuhan terdiri dari manusia, sedangkan perbedaannya tidak ada. Sumber hukum Sumber hukum tindak pidana pembunuhan dalam KUHP berasal dari hukum pidana barat, yang dikodifikasi menjadi hukum nasional. KUHP merupakan sumber hukum yang berasal dari pemikiran manusia dan konsep KUHP hukum nasional berasal dari sumber hukum formil, materiil dan hukum yang hiudp didalam masyarkat. Sedangkan sumber hukum pembunuhan dalam hukum pidana Islam bersumber dari Al-Qur‟an, Hadits, dan Ijtihad par ulama. Sumber hukum pidana Islam pada umumnya berasal langsung dari Allah swt. Unsur kesengajaan dalam KUHP, konsep KUHP nasional dengan hukum pidana Islam Adapun unsur kesengajaan dalam KUHP dan konsep KUHP nasional meliputi, telah willens atau menghendaki melakukan tindakan yang bersangkutan dan telah wetens atau mengetahui bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Sedangkan dalam hukum pidana Islam yaitu yang dibunuh adalah manusia yang di haramkan oleh Allah untuk membunuhnya, Perbuatan itu membawa kematian, dan bertujuan untuk menghilagkan nyawa orang lain. Sanksi hukuman tindak pidana pembunuhan Sanksi hukuman yang diterapkan antara KUHP, konsep KUHP nasional dengan hukum pidana Islam memliki persamaan, yaitu sama-sama menerapkan hukuman pokok terhadap pelaku pembunuhan, sedangkan perbedaannya yaitu hukuman pokok dalam KUHP hanya terdiri dari pidana penjara atau pidana sementara waktu sedangkan dalam hukum pidana Islam, tidak saja menerapakan hukuman pokok, tetapi juga menerapkan hukuman pengganti dan hukuman pelengkap.
B. SARAN Berdasarkan pemaparan dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka terdapat beberapa hal yang disarankan, yaitu: 1. Mengingat bahwa banyaknya pembunuhan yang terjadi di Indonesia, khususnya pembunuhan yang dilakukan dengaan sengaja, maka perlu kiranya untuk mengkaji kembali hukum positif Indonesia, apakah hukum yang kita terapkan dalam kasus pembunuhan sudah tepat dan dapat memberikan efek jera pada pelaku pembunuhan sengaja. Karena setiap tahunnya jumlah pembunuhan di Indonesia terus meningkat; 2. Perlunya diterapkan konsep diyat yang dianut oleh hukum pidana Islam ke dalam KUHP, karena setelah di kaji melalui tulisan ini, dalam penerapan hukum diyat dalam hukum pidana Islam memakai konsep diversi dan restorative justice system. 3. Setelah memperbandingkan antara KUHP dengan hukum pidan Islam, sangat jelas terlihat kelemahan-kelemahan KUHP dalam menghukum terpidana pembunuhan. Oleh karena itu, untuk melakukan pembenahan KUHP baru nantinya, harus melibatkan beberapa ahli hukum pidana Islam dalam merancang dan menyusun naskah KUHP selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA A.
BUKU-BUKU
Abdurrahman, Muslam , 2009, Sosiologi penelitian hukum Hukum, Malang, UMM Press. Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers. Aziz Dahlan, Abdul, 2006, Ensiklopedia Hukum Islam Jilid IV, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Az- Zuhaili, Wahbah , 2011, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani. Chazawi, Adami, 2010, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Fajar dan Yulianto Achmad, Mukti, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Belajar. Ibrahim, Johny, 2005, Teori dan Metode Peneltian Hukum Normatif, Malang: Banyu Media Publishing. Khair dan Mohammad Eka Putra, Abul, 2011, Pemidanaan, Medan: USU Press L. Tanya dkk , Bernard, 2010, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing. Lamintang dan Theo Lamintang, P.A.F, 2012, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika. Mahmud Marzuki, Peter, 2010 Peneliian Hukum, Jakarta: Kencana. Nawawi Arief, Barda, 2009, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Poernomo, Bambang 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia. R.M, Suharto, 1996 Hukum Pidana Materiil: Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan, Jakarta: Sinar Grafika. Santoso, Topo, 2003, Membumikan Hukum Pidana Islam, jakarta: gema insani. Soejono dan Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Citra.
Usfa dan Tongat, A, 2004, Pengantar Hukum Pidana, Malang: UMM Press. Wardi Muslich , Ahmad, 2005, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika. Zuhaili, Wahbah , 2010, Fiqh Imam Syafi’i “Al-Fiqhu Asy-Syafi’i Al-Muyassar” Jilid 3, Edisi Indonesia, Jakarta Timur : Almahira, 2010.
B.
UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional. Naskah Akademik Konsep Undang-Undang Hukum (KUHP) Nasional.
C.
INTERNET
Berita Jawa Timur, http://beritajatim.com/hukum kriminal/157256/Setahun, 1.357 Kasus Pembunuhan di Jawa Timur.html. xBersama Dakwah, http://www.bersamadakwah.com/2011/11/hadits-31-dua-muslim-yangsaling.html. Detik.com, http://news.detik.com/read/2012/08/28/190627/2001447/1148/arab saudi - hukum -pancung-seorang-pria-terkait-kasus-pembunuhan. Kholid Syamsudi, http://almanhaj.or.id/content/3121/slash/0/qishash/. Tempo,http://www.tempo.co/read/news/2014/03/17/058563071/MassMengamuk-diPengadilan-Sampangi-Polisi-Luka. Wikipedia Indonesia, http://id.wikipedia. org/wiki/ Hukum _di_ Indonesia #Hukum_ pidana_Indonesia. .