BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah kemiskinan akan terus aktual sepanjang upaya penanggulangannya tak dapat memberikan hasil yang optimal. Meskipun selama ini pemerintah terus melakukan upaya penanggulangan kemiskinan, namun dari tahun ke tahun angka kemiskinan masih saja fluktuatif, yang berarti pula belum ada pola yang teratur dari ritme keberhasilan penanggulangan kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah krusial yang harus disadari oleh para pengambil kebijakan, karena jika tidak, kemiskinan dapat menjadi bom waktu bagi konflik-konflik sosial pada masa mendatang. Masalah kemiskinan membutuhkan perhatian serius dari pembuat kebijakan dan penyelenggara pemerintahan, antara lain dengan memformulasikan kembali upaya penanggulangan kemiskinan yang efektif dan efisien bagi masyarakat miskin. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 jumlah penduduk miskin di Indonesia terus mengalami penurunan, dari 38,70 juta orang (19,14 persen) pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta orang (15,97 persen) pada tahun 2005. Akan tetapi pada tahun 2006 terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup besar, dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta orang (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Sebaliknya, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin pada periode Maret 2007-Maret 2008, dari 37,17 juta orang(16,58 persen) pada tahun 2007 menjadi 34,96 juta orang (15,42 persen) pada tahun 2008. Penurunan jumlah penduduk miskin juga terjadi pada tahun 2009, dari 34,96 juta orang (15,42 persen) pada tahun 2008 menjadi 32,53 juta orang (14,15 persen) pada tahun 2009. 1 Dari data-data tersebut terlihat adanya kenaikan dan penurunan angka kemiskinan dari waktu ke waktu, yang dapat diartikan pula bahwa 1 Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009, dalam Berita Resmi Statistik No.43/07/Th.XII, Juli 2009.
1
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan mengalami pasang dan surut. Namun demikian, poin penting yang layak dicatat di sini adalah adanya upaya penanggulangan kemiksinan yang terus-menerus dilakukan oleh pemerintah selama ini. Meskipun pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sekitar 2,43 juta jiwa, namun tidak berarti jumlah penduduk miskin di Indonesia menjadi relatif kecil, mengingat angka 32,53 juta jiwa (14,15 persen) masih merupakan angka kemiskinan yang cukup besar yang harus dikurangi hingga mencapai angka yang minimal. 2 Menurut Kepala BPS Pusat (2011), saat ini angka kemiskinan secara nasional sebesar 13,1 persen, dan prosentase tertinggi angka kemiskinan adalah wilayah timur yang meliputi Papua, NTT, dan Manado yang selalau melampaui angka 20 persen. Secara jumlah, angka kemiskinan terbanyak di daerah Jawa, namun secara prosentase angkanya kecil karena jumlah penduduknya juga sangat banyak. Sementara di wilayah timur jumlahnya memang sedikit tapi kalau diprosentasekan maka angkanya rata-rata di atas 20 persen. Pada sensus tahun 2010, daerah dengan prosentase kemiskinan paling sedikit ditempati oleh Jakarta, Bali, dan daerah-daerah di Jawa lainnya. Sementara untuk wilayah Kepri masuk pada kategori medium dengan angka 8,62 persen yang berarti berada di bawah rata-rata nasional. 3 Berdasarkan kenyataan di atas, maka diperlukan perhatian dan penanganan yang komprehensif terhadap masalah kemiskinan di Indonesia. Angka kemiskinan harus terus ditekan agar semakin kecil, dan semakin banyak orang yang terangkat dari penderitaan. Upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan dengan kesungguhan dan profesionalisme para penyelenggaranya, selain juga perlu terus dikawal baik oleh kalangan legislatif maupun masyarakat secara langsung. Masalah kemiskinan hampir merata terdapat di berbagai wilayah Indonesia, dan salah satunya di Kota Batam. Sebagaimana terlihat dari Profilnya, Kota Batam adalah salah satu kotamadya di Provinsi Kepulauan Riau. Pusat kotanya terkenal dengan istilah Batam Center. Kota ini terdiri atas 12 kecamatan. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal, kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 2 Ini sesuai dengan tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs) yang telah disepakati oleh 191 negara anggota PBB. Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi MDGs, sehingga upaya pengurangan penduduk miskin harus dilakukan, agar target yang disepakati dalam MDGs dapat dicapai pada tahun 2015. Lihat Millenium Development Goals: A Status Report, UNDP, 2003. 3 http://batamtimes.com/batam/4117-angka-kemiskinan-nasional-sebesar-131-persen.html, Akses Minggu, 6 November 2011.
2
Pendahuluan
penduduk, namun kini Kota Batam telah berpenduduk 713.960 jiwa. Kota Batam merupakan sebuah pulau yang terletak sangat strategis di sebelah utara Indonesia dan terletak di jalur pelayaran internasional. Kota Batam dengan segala kelebihan dan kekurangannya saat ini telah menjadi kota metropolis. Masyarakat Kota Batam merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari beragam suku dan golongan. Dengan berpayung pada budaya melayu dan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika, Kota Batam menjadi kondusif dalam bergeraknya kegiatan ekonomi, sosial politik serta budaya dalam masyarakat. Hingga tahun 2006, Batam telah berpenduduk lebih dari 700.000 jiwa dan memiliki laju pertumbuhan penduduk yang cenderung stabil. Dalam kurun waktu tahun 2001 hingga tahun 2005 memliki angka pertumbuhan penduduk rata-rata 6 persen per tahun. 4 Dari data tersebut dapat dilihat bahwa masalah kemiskinan bukan hanya monopoli daerah miskin, namun di daerah yang kaya seperti Kota Batam pun terdapat kantong-kantong kemiskinan yang harus diatasi. Dengan demikian, masalah kemiskinan merupakan masalah yang ada di mana-mana, sehingga membutuhkan perhatian setiap pemerintah daerah di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Kota Batam yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional menjadikan wilayah ini sebagai andalan bagi pemacu pertumbuhan ekonomi secara nasional maupun bagi Provinsi Kepulauan Riau. Beragam sektor penggerak ekonomi meliputi sektor komunikasi, sektor listrik, air dan gas, sektor perbankan, sektor industri dan alih kapal, sektor perdagangan dan jasa merupakan nadi perekonomian kota batam yang tidak hanya merupakan konsumsi masyarakat Batam dan Indonesia tetapi juga merupakan komoditi ekspor untuk negara lain. Keberadaan kegiatan perekonomian di Kota ini juga dalam rangka meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat.5 Kota Batam merupkan kota metropolis baru, kota yang menarik perhatian para pendatang dari berbagai daerah untuk mengadu nasib. Kota ini memiliki berbagai peluang usaha baik industri maupun jasa. Di satu sisi, hal ini merupakan sesuatu yang positif bagi Pemerintah Kota Batam yang ingin mengembagkan wilayahnya, namun di sisi lain juga mengandung peluang negatif bagi munculnya kantong-kantong kemiskinan baru yang dibawa oleh para pendatang. Hal semacam telah terlihat 4 http://unser1589.multiply.com/journal/item/38/_Sejarah_dan_Profil_kota_Batam, Akses Jum’at, 30 Juli 2010. 5 http://unser1589.multiply.com/journal/item/38/_Sejarah_dan_Profil_kota_Batam, Akses Jum’at, 30 Juli 2010.
3
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
sejak beberapa tahun terakhir yang salah satunya adalah munculnya rumahrumah liar di Kota Batam. Menurut BPS (2009), penduduk miskin di Kota Batam mencapai 41.390 orang atau setara 7,22 persen dari 760.000 total jumlah penduduk. Data tersebut berdasarkan hasil rekapitulasi di tahun 2008. Jumlah warga miskin tersebut diambil dari data Juli 2008, karena data tahun ini masih berjalan sehingga butuh waktu untuk perekapan akhir. Sebagai pembanding, sejak tahun 2005 warga miskin mencapai 50.300 orang atau setara 7,70 persen dari total penduduk Batam saat itu. Peningkatan kemiskinan terjadi pada 2006 sekitar 65.640 orang atau 10 persen, kemudian mengalami penurunan kuantitas pada tahun 2007 menjadi 55.280 orang atau setara 7,65 persen dari jumlah penduduk. 6 Menurut Kepala BPS Kota Batam (2011), saat ini di Batam ada 6.000 (enam ribu) RT sangat miskin dari total 28.000 (dua puluh delapan ribu) RT yang masuk dalam kategori miskin. Sementara menurut Wakil Walikota Batam, data kemiskinan yang dirilis oleh BPS menjadi perhatian pemerintah dan menjadi bahan penyusunan anggaran setiap tahun, meskipun terkadang terjadi perbedaan data antara BPS dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) 7 Sebagai wilayah yang sedang dan akan terus dikembangkan, Kota Batam perlu mewaspadai angka kemiskinan di wilayahnya. Jika tidak dapat diatasi dengan baik, maka bukan tidak mungkin Kota Batam justru akan menjadi kota yang gagal karena tersandung masalah kemiskinan. Dari data kemiskinan di Kota Batam tersebut, di mana terdapat penurunan angka kemiskinan sejak tahun 2005 hingga sekarang, maka dapat pula diartikan bahwa terdapat upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah setempat. Salah satu upaya tersebut terlihat dari keinginan untuk membentuk Komite Pemberantasan Kemiskinan dan Satuan Tugas Komisi Pemberantasan Kemiskinan di Kota Batam pada tahun 2005. Sebagaimana dirilis Riau Online, walaupun angka kemiskinan di Batam hanya sekitar 1 persen dari total jumlah penduduk, namun Wali Kota Batam mengajak semua pihak untuk tetap menjadikan kemiskinan sebagai musuh bersama, yang disampaikan usai diskusi pembentukan Komite Pemberantasan Kemiskinan (KPK) dan Satuan 6 Penduduk Miskin Mencapai 41.390 Orang, http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_con tent&task=view&id=13108&Itemid=26, Selasa, 25 Agustus 2009, Akses Jum’at, 30 Juli 2010. 7 http://batamtimes.com/batam/4117-angka-kemiskinan-nasional-sebesar-131-persen.html, Akses Minggu 6 November 2011.
4
Pendahuluan
Tugas KPK, di Kantor Wali Kota. 8 Upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Batam terus dilakukan, walau hasinya mengalami pasang surut, dan salah satu program yang diharapakan dapat mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah PNPM-Mandiri Perkotaan. Salah satu program penanggulangan kemiskinan di Kota Batam adalah PNPM-Mandiri. Sebagaimana dirilis Tempo Interaktif, PNPM-Mandiri merupakan program jaring pengaman sosial yang digagas pemerintah sejak 2007 dengan konsep memberdayakan warga setempat dalam pembangunan sarana dan prasarana, pendidikan, dan kesehatan. Rencananya, program ini akan tetap dipertahankan hingga 2015. Khusus tahun 2010, total anggaran PNPM-Mandiri mencapai Rp13,7 triliun, dengan rincian PNPM Inti Rp10,377.9 triliun dan PNPM Penguatan Rp3,324.2 triliun. Program dilaksanakan enam kementerian dan lembaga di 33 provinsi, 465 kabupaten/kota, dan 6.408 kecamatan. Adapun tahun depan, anggaran PNPM-Mandiri direncanakan mencapai Rp 16 triliun. Pada Nota Keuangan 2010, PNPM termasuk dalam kebijakan bantuan sosial yang dirancang pemerintah untuk kesejahteraan rakyat. Pada kebijakan yang sama, pemerintah juga menyiapkan program Bantuan Operasional Sekolah, Program Keluarga Harapan, dan Jaminan Kesehatan Nasional. Alokasi anggaran untuk pemeliharaan kesejahteraan rakyat, penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial tahun depan dirancang sebesar Rp 37 triliun. Lewat kebijakan itu, pemerintah menyasar target penurunan angka kemiskinan tahun depan menjadi 12-13,5 persen. 9 PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam merupakan bagian dari upaya penaggulangan kemiskinan di Indonesia. Melalui program tersebut, diharapakan akan terjadi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin dan kesejahteraannya. Dalam rangka mencapai target penanggulangan kemiskinan, diperlukan intervensi sosial yang relevan dengan kondisi masyarakat miskin. Dalam konteks PNPM-Mandiri di Kota Batam, intervensi sosial dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin di kota tersebut, dan buku ini berusaha mengungkapkan hasil penelitian tentang bagaimana intervensi sosial dilakukan para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam.
8 Wako Batam Jadikan Kemiskinan Musuh Bersama, http://www.riau.go.id/index.php?mod=isi&id_ news=1933, Rabu, 09 Nopember 2005, Akses Minggu, 8 Agustus 2010. 9 Pemerintah Optimistis Habiskan Anggaran PNPM 2009, http://www.tempointeraktif.com/hg/ perbankan_keuangan/2009/08/05/brk,20090805-190895,id.html, Akses Selasa, 25 Mei 2010.
5
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
B. Permasalahan PNPM-Mandiri merupakan program nasional yang dilaksanakan berdasarkan petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) dari Pemerintah Pusat. Juklak dan Juknis tersebut bersifat umum dengan standar nasional, yang dirancang oleh para penentu kebijakan di tingkat pusat yang belum tentu memahami persis kondisi masyarakat di daerah. Padahal setiap masyarakat mempunyai latar belakang sosial dan budaya yang mengakibatkan terciptanya situasi dan kondisi yang khas dalam merespon berbagai program yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, program penanggulangan kemiskinan seperti PNPM-Mandiri, dalam implementasinya tak lepas dari persepsi dan respon masyarakat, sehingga berhasil atau tidaknya program tersebut akan sangat terkait dengan kondisi masyarakat setempat. PNPM-Mandiri merupakan salah satu bentuk intervensi sosial yang dilakukan oleh negara untuk memberdayakan masyarakat miskin. Dalam upaya meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin, diperlukan intervensi sosial yang berkualitas, yaitu intervensi sosial yang relevan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat. Meskipun PNPM-Mandiri diberikan kepada masyarakat miskin di 33 provinsi di Indonsia, namun dalam prakteknya intervensi sosial yang dilakukan oleh para pendamping di berbagai wilayah Indonesia bisa mempunyai nuansa yang berbeda. Dalam hal ini, tentu saja para pendamping tidak akan dapat bekerja secara efektif jika tidak didukung oleh sarana dan prasarana serta kondisi sosial-politis yang ada di wilayahnya. Karena PNPMMandiri adalah program Pemerintah Pusat, maka akan sulit implementasinya jika tanpa dukungan Pemerintah Kota. Dengan demikian, idealnya, Pemerintah Kota berperan dalam mendukung dan melancarkan tugas para pendamping program. Dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, seharusnya para pendamping mampu melakukan intervensi sosial yang tepat, sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, intervensi sosial dikatakan berhasil, jika PNPM-Mandiri Perkotaan dapat meningkatkan bargaining position masyarakat miskin di Kota Batam, yang di antaranya terlihat dari kelancaran atas berbagai akses dan kegiatan serta kesinambungan matapencaharian mereka. Sebaliknya, intervensi sosial disebut gagal jika masyarakat miskin yang dikenai PNPM-Mandiri Perkotaan tidak mengalami peningkatan kualitas hidupnya.
6
Pendahuluan
Dalam rangka mengetahui intervensi sosial yang dilakukan oleh para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, maka sejumlah pertanyaan yang layak dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Sejauh mana peran pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, yang mencakup: a. Bagaimana kriteria pendamping dan bagaimana mekanisme seleksinya? b. Bagaimana mekanisme pendampingan masyarakat miskin berdasarkan Juklak dan Juknis dari Pemerintah Pusat, dan bagaimana implementasinya di lapangan? c. Apa target/sasaran yang ingin dicapai dalam pendampingan? d. Apakah kondisi sosial dan budaya masyarakat mempengaruhi pelaksanaan pendampingan? e. Bagaimana monitoring dan evaluasi terhadap tugas pendampingan? f. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pendampingan? g. Apa saja yang dapat dilakukan untuk perbaikan pendampingan pada masa mendatang? 2. Bagaimana peran Pemerintah Kota dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, yang mencakup: a. Dukungan apa saja yang diberikan Pemerintah Kota Batam dalam pendampingan masyarakat miskin? b. Kendala apa saja yang dihadapi Pemerintah Kota Batam dalam mendukung upaya pendampingan masyarakat miskin? c. Apa yang dapat dilakukan untuk perbaikan pemberdayaan masyarakat miskin pada masa mendatang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan sebagaimana terurai di atas, maka tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui: 1. Sejauh mana peran pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, yang mencakup: a. Kriteria pendamping dan mekanisme seleksinya. b. Mekanisme pendampingan masyarakat miskin berdasarkan Juklak dan Juknis dari Pemerintah Pusat, serta implementasinya di lapangan. c. Target/sasaran yang ingin dicapai dalam pendampingan. d. Pengaruh kondisi sosial dan budaya masyarakat dalam pendampingan. e. Monitoring dan evaluasi terhadap tugas pendampingan.
7
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
f. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pendampingan. g. Saran-saran untuk perbaikan pendampingan pada masa mendatang. 2. Bagaimana peran Pemerintah Kota dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, yang mencakup: a. Dukungan yang diberikan Pemerintah Kota Batam dalam pendampingan masyarakat miskin. b. Kendala yang dihadapi Pemerintah Kota Batam dalam mendukung upaya pendampingan masyarakat miskin. c. Saran-saran untuk perbaikan pemberdayaan masyarakat miskin pada masa mendatang. D. Manfaat Penelitian Ada tiga manfaat yang diharapkan akan diperoleh dari hasil penelitian ini, yaitu: 1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan sosial, khususnya bidang studi kemasyarakatan di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan ilmu sosial, khususnya yang terkait dengan intervensi sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi inspirasi bagi dilakukannya penelitian lebih lanjut. 2. Memberikan sumbangan pikiran kepada Anggota DPR RI dalam rangka mendorong peningkatan kinerjanya di bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran khususnya yang terkait dengan masalah kebijakan sosial dan upaya pemberdayaan masyarakat miskin di Indonesia. 3. Memberikan sumbangan pikiran kepada pemerintah dalam rangka evaluasi dan revisi penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. E. Metodologi Secara ringkas, metodologi penelitian ini mencakup berbagai hal sebagai berikut: Jenis dan pendekatan penelitian, lokasi dan informan penelitian, pengumpulan data dan analisis, serta waktu penelitian. 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitis, dengan pendekatan kualitatif. Pencarian data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan serta penelusuran dokumen atau bahan-bahan terkait. Analisis didasarkan 8
Pendahuluan
pada data-data yang diperoleh dengan titik berat pada proses pendampingan yang dilakukan dalam PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. Menurut Moleong, karakteriastik penelitian kualitatif adalah: (1) Latar alamiah; (2) Manusia sebagai alat (instrumen); (3) Metode kualitatif; (4) Analisis data secara induktif; (5) Teori dari dasar (grounded theory); (6) Deskriptif; (7) Lebih mementingkan proses daripada hasil; (8) Adanya “batas” yang ditentukan oleh “fokus”; (9) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; (10) Desain yang bersifat sementara; (11) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.10 Mengenai penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, Syahra mengemukakan ciri-ciri penelitian kualitatif sebagai berikut: a. Tujuan yang hendak dicapai adalah deskripsi yang lengkap dan detail. b. Pada tahap awal peneliti hanya tahu secara garis besar apa yang hendak dicari. c. Direkomendasikan untuk digunakan pada tahap awal proyek penelitian. d. Disain penelitian mengikuti jalannya penelitian. e. Peneliti sendiri merupakan instrumen untuk pengumpulan data. f. Data dalam bentuk kata-kata, gambar atau objek (artifak). g. Subjektif-interpretasi “individu” terhadap peritiwa adalah penting, misalnya, dengan melalui observasi terlibat, wawancara mendalam, dll. h. Data kualitatif lebih “kaya”, tapi makan waktu lama untuk mengumpulkan dan kurang dapat digeneralisasikan. i. Peneliti cenderung untuk larut dalam subjek masalah yang sedang ditelitinya. 11 Menurut Merriam yang dikutip Creswell, ada enam asumsi dalam penelitian kualitatif, yaitu: a. Qualitative researchers are concerned primarily with process, rather than outcomes or products. b. Qualitative researchers are interested in meaning – how people make sense of their lives, experiences, and their structures of the world. c. Qualitative researcher is the primary instrument for data collection and analysis. Data are mediated through this human instrument, rather than through inventories, questionnaires, or machines. 10 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998, h. 4-8 11 Rusydi Syahra, Analisis Data Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, makalah yang disampaikan dalam Pendidikan dan Pelatihan Rancangan Penelitian di Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta, 3 November 2008.
9
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
d. Qualitative research involves fieldwork. The researcher physically goes to the people, setting, site, or institutions to observe or record behavior in its natural setting. e. Qualitative research is descriptive in that the researcher is interested in process, meaning, and understanding gained through words of picture. f. The process of qualitative research is inductive in that the researcher build abstractions, concept, hypotheses, and theories from details. 12 Jika konsep Merriam tersebut diterjemahkan secara bebas, maka ada enam asumsi dalam penelitian kualitatif, yaitu: a. Peneliti kualitatif lebih memperhatikan proses daripada hasil atau produk penelitian. b. Peneliti kualitatif tertarik pada pemaknaan – bagaimana seseorang menilai atau menghargai kehidupan, pengalaman, serta posisinya dalam struktur dunia. c. Peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam pengumpulan data dan analisis. Data dimediasi melalui alat manusia (peneliti) ini, daripada melalui penemu, daftar pertanyaan, atau mesin. d. Peneliti kualitatif masuk dalam lapangan kerja. Peneliti secara psikologis pergi ke masyarakat, setting, posisi, atau institusi untuk melakukan pengamatan dan mencatat perilaku dalam setting alamiah. e. Peneliti kualitatif adalah gambaran di mana peneliti tertarik pada proses, pemaknaan, dan pencapaian pengertian melalui kata-kata atau gambar. f. Proses penelitian kualitatif adalah induktif di mana peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesis, dan teori dari detail.
a. b. c. d. e. f.
Sedangkan menurut Neuman, ciri-ciri qualitative research adalah: Capture and discover meaning once the researcher becomes immersed in data. Concepts are in the form of themes, motifs, generalizations, taxonomies. Measure are created in an ad hoc manner and are often specific to the individual setting or researcher. Data are in the form of words from documents, observations, transcripts. Theory can be causal or non causal and is often inductive. Research procedures are particular, and replications is very rare.
12 John W. Creswell, Research Design, Qualitative and Quantitative Approaches, SAGE Publications, Inc. 2455 Teller Road, Thousand Oaks, California 91320, USA, p. 145.
10
Pendahuluan
g. Analysis proceeds by extracting themes or generalization from evidence and organizing data to present a coherent, consistent picture. 13 Jika konsep Neuman tersebut diterjemahkan secara bebas, maka ciri-ciri penelitian kualitatif adalah: a. Dalam menangkap dan menemukan makna, peneliti menjadi terbenam (terlibat) dalam data. b. Konsep-konsep berada di dalam format tema, motif, generalisasi, dan taksonomi. c. Pengukuran diciptakan di dalam suatu perlakukan khusus dan seringkali spesifik bagi setting individual atau peneliti. d. Data berada di dalam format kata-kata dari dokumen, pengamatan, dan transkrip. e. Teori dapat menjadi penyebab atau bukan penyebab dan seringkali adalah induktif. f. Prosedur penelitian adalah khusus, dan jarang sekali terjadi pengulangan. g. Hasil analisis melalui penyaringan tema atau generalisasi dari bukti-bukti dan pengorganisasian data untuk menunjukkan sebuah koherensi, gambar yang konsisten. Dengan jenis dan pendekatan penelitian kualitatif, diharapkan dapat ditemukan banyak data dan fakta tentang intervensi sosial yang dilakukan oleh para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. 2. Lokasi dan Informan Kota Batam dipilih sebagai lokasi penelitian, karena kota tersebut merupakan kota metropolitan yang mempunyai dinamika masyarakat yang tinggi, namun tetap mempunyai permasalahan kemiskinan yang membutuhkan perhatian dan strategi pengentasan yang relevan. Selain itu, Kota Batam adalah salah satu daerah yang mendapatkan bantuan untuk pengentasan kemiskinan dari pemerintah pusat melalui PNPM-Mandiri Perkotaan, dan bahkan pada tahun 2010 bantuan finansialnya mengalami kenaikan. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yang merupakan bagian dari nonprobability sampling. Menurut Neuman, “purposive sampling” adalah “A non random sample in which the researcher uses a wide range of methods to 13 W. Lawrence Neuman, Social Research Method: Qualitative and Quantitative Approaches, Sixth Edition, Pearson International Edition, Inc., USA 2006, p. 157.
11
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
locate all possible cases of a highly specific and difficult – to - reach population” (Suatu sampel tidak acak dimana para peneliti menggunakan rentang metode yang luas untuk menempatkan semua kemungkinan kasus dari tingkat kekhususan dan kesulitan yang tinggi – untuk – mendapatkan populasi). 14 Selain itu, Neuman juga mengemukakan: “Qualitative reseachers tend to use nonprobability or non random samples. This means they rarely determine the sample size in advance and have limited knowledge about the larger group or population from which the sample is taken” (Para peneliti kualitatif cenderung menggunakan sampel nonprobalilitas atau tidak acak. Ini berarti mereka jarang menentukan besaran sampel sebelumnya dan hanya memiliki pengetahuan yang terbatas tentang besarnya kelompok atau populasi dari mana sampel akan diambil). 15 Dengan demikian, informan dalam penelitian ini ikut menyesuaikan kondisi lapangan, yang penting informan ditetapkan berdasarkan kapasitas dan relevansinya dengan permasalahan penelitian, yaitu berbagai hal yang terkait dengan PNPMMandiri Perkotaan. Berdasarkan judul dan topiknya, maka kriteria informan dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut: a. Memahami masalah kemiskinan di Kota Batam. b. Memahami kebijakan tentang PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. c. Memahami mekanisme implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. d. Mempunyai visi tentang pemberdayaan masyarakat miskin di Kota Batam. Berdasarkan kriteria tersebut, maka rencana penetapan informan dalam penelitian ini mencakup: a. Unsur pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. b. Unsur Pemerintah Kota atau pejabat yang terkait dengan PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. c. Unsur masyarakat miskin penerima PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. 3. Pengumpulan Data dan Analisis Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan langkahlangkah sebagai berikut: 14 Ibid., p. 222. 15 Ibid., p. 220.
12
Pendahuluan
a. Studi Pendahuluan, yaitu studi kepustakaan yang terkait dengan berbagai dokumen dan bahan-bahan tentang PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. Dalam tahap ini juga dilakukan studi terhadap teori dan konsepkonsep intervensi sosial dan pemberdayaan masyarakat. b. Penelitian Lapangan, yaitu pencarian data di lapangan melalui wawancara mendalam terhadap sejumlah informan terpilih yang menguasai masalah PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. Teknik analisis data dalam penelitian ini mengacu pada teknik analisis penelitian kualitatif. Dalam hal ini dilakukan langkah-langkah sebagaimana dikemukakan Tesch (1990), yaitu: a. Memahami catatan secara keseluruhan, membaca catatan dengan teliti, dan menulis sejumlah ide yang muncul. b. Memilih satu dokumen yang paling menarik. Mempelajari dokumen, memahami makna pokoknya, dan menulis ide peneliti di pinggir halaman. c. Setelah selesai melakukan proses ini untuk beberapa informan, peneliti membuat daftar seluruh topik, lalu mengelompokkan topik-topik yang sejenis. Kemudian memasukkan topik-topik ini ke dalam kolom-kolom topik penting, topik unik, dan sisanya. d. Mengambil satu daftar itu dan kembali ke data peneliti. Menyingkat topiktopik tersebut ke dalam kode dan menulis kode tersebut di sebelah bagianbagian naskah yang sesuai. Mencoba skema pengaturan awal ini untuk melihat apakah muncul kategori dan kode baru. e. Mencari kata paling deskriptif untuk topik penelitian dan mengubah topik tersebut ke dalam kategori-kategori. Mengurangi daftar kategori dengan mengelompokkan topik-topik yang saling berhubungan. Mungkin tarik garis antara kategori-kategori untuk memperlihatkan hubungan. f. Membuat keputusan akhir tentang singkatan setiap kategori dan mengurutkan kode-kode tersebut menurut abjad. g. Mengumpulkan materi data setiap kategori dalam satu tempat dan melakukan analisa awal. h. Jika perlu, mengkodekan kembali data yang sudah ada. 16
16 John W. Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches (Alihbahasa: Angkatan III & IV KIK-UI dan bekerjasama dengan Nur Khabibah, Editor: Aris Budiman, Bambang Hastobroto, dan Chryshnanda DL), KIK Press, Jakarta, 2002, h. 148-149.
13
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
4. Pelaksanaan Penelitian Secara keseluruhan, penelitian ini mencakup serangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama enam bulan, dari bulan Juli sampai dengan Desember 2010. Sedangkan pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada tanggal 9 sampai dengan 15 November 2010.
14
BAB II INTERVENSI SOSIAL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT: Kerangka Pemikiran dan Konsep
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan pemikiran dan konsep-konsep dari Ilmu Kesejahteraan Sosial. Dasar pemikirannya adalah, bahwa masalah pemberdayaan masyarakat miskin merupakan ranah yang harus disentuh oleh para cendekiawan dan praktsi bidang sosial, khususnya Ilmu Kesejahteraan Sosial. Pemberdayaan masyarakat miskin merupakan bagian dari masalah sosial yang terus aktual dalam masyarakat, bahkan sejak Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945. Hal ini dapat diartikan pula bahwa masalah kemiskinan bagai masalah yang tak kunjung usai sepanjang sejarah Indonesia hingga sekarang. PNPM-Mandiri merupakan program nasional yang ada di semua provinsi di Indonesia, yang diharapkan dapat mengubah kondisi masyarakat, dari kondisi miskin menjadi lebih sejahtera. Dalam penelitian ini hanya diambil satu unit analisis, yaitu Kota Batam, dikarenakan berbagai keterbatasan terutama masalah dana. Namun demikian, pemilihan Kota Batam sebagai unit analisis penelitain ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang bagaimana sebuah program nasional dapat diterapkan di daerah, dengan berbagai faktor yang menjadi kendala maupun pendukungnya. Kota Batam menjadi pilihan unit analisis, dikarenakan Kota Batam merupakan kota yang berkembang pesat dalam waktu relatif singkat, dimana kota itu bergerak ke arah kota industri, dengan berbagai persoalan baru yang dimunculkannya, termasuk masalah kemiskinan. Kemiskinan bukan hanya monopoli warga setempat yang telah puluhan tahun tinggal di wilayah itu, namun juga para pendatang yangs selalu muncul setiap tahunnya. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana intervensi sosial dilakukan oleh para petugas lapangan PNPM-Mandiri di Kota Batam dan bagaimana 15
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
pengaruhnya terhadap masyarakat miskin. Harapannya, tentu kondisi yang lebih baik dari masyarakat yang semula miskin menjadi masyarakat yang lebih sejahtera atau kondisi masyarakat yang serba terbatas menjadi kondisi masyarakat yang memiliki berbagai akses. Kondisi sejahtera dalam hal ini pun relatif, tergantung pada masyarakat yang menjadi unit analisis dalam penelitian, di mana kondisi sejahtera lebih ditekankan pada kondisi perubahan yang terjadi setelah adanya intervensi melalui PNPM-Mandiri. Penelitian ini mengambil topik pemberdayaan masyarakat melalui PNPMMandiri Perkotaan di Kota Batam. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang maksimal, diperlukan kerangka pemikiran dan konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan di lapangan. Dalam rangka memahami dan menganalisis fakta-fakta di lapangan yang terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat miskin melalui pendampingan PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, dalam penelitian ini digunakan kerangka pemikiran dan konsep-konsep Ilmu Kesejahteraan Sosial terutama yang menyangkut teori dan konsep tentang intervensi sosial, pemberdayaan masyarakat, dan masyarakat miskin. Ketiga hal tersebut merupakan pendekatan yang dinilai sangat relevan untuk memahami permasalahan yang diteliti di Kota Batam ini. A. Intervensi Sosial Intervensi sosial merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pekerja sosial atau pendamping program untuk mengubah sikap dan perilaku individu atau kelompok dalam rangka meningkatkan kualitas hidup mereka. Dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial, intervensi sosial terkait dengan upaya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi individu atau kelompok seperti masalah kemiskinan, kenakalan remaja, korban narkoba, eksploitasi anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan sebagainya. Istilah “intervensi sosial” merupakan salah satu istilah yang sering digunakan dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial, yang maknanya merujuk pada sebuah upaya untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam rangka mengatasi masalahnya. Intervensi sosial pada umumnya dilakukan oleh petugas yang disebut sebagai “pekerja sosial” di mana petugas tersebut memiliki kriteria khusus yang menyangkut keahliannya membantu orang lain mengatasi masalahnya. Intervensi sosial dimaksudkan untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengatasi masalah yang dihadapi berdasarkan persepketif Ilmu Kesejahteraan Sosial, yang di antaranya memberi makna dan menitikberatkan pada unsur sosial dan kemanusiaan. 16
Intervensi Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat
Intervensi sosial merupakan bagian dari ruang lingkup pekerjaan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Tujuan pekerjaan sosial menurut The Council on Social Work, yaitu: 1. Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya dan secara efektif menjalankan fungsi sosialnya. 2. Menghubungkan klien dengan jaringan sumber yang dibutuhkan. 3. Meningkatkan kinerja lembaga-lembaga sosial dalam pelayanannya agar berjalan secara efektif. 4. Mendorong terciptanya keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial yang berpihak. 5. Memberdayakan kelompok-kelompok rentan dan mendorong kesejahteraan sosial maupun ekonomi. 6. Mengembangkan dan melakukan uji keterampilan atau pengetahuan profesional. 1 Dengan demikian, intervensi sosial merupakan terjemahan dari keenam tujuan pekerjaan sosial tersebut yang harus diwujudkan dalam praktek untuk mengubah dan memperbaiki kondisi individu atau kelompok. Dalam intervensi sosial dikenal apa yang disebut sebagai ‘perspektif kekuatan”, yaitu perspektif yang memandang klien bukan semata sebagai orang yang lemah dan bermasalah, namun juga memiliki kekuatan-kekuatan yang dapat dikembangkan. Menurut Parsons, Jorgensen, dan Hernandes yang dikutip oleh Ambrosino, Heffernan, Shuttlesworth, dan Robert, perspektif kekuatan mencakup: 1. Ketidaksesuaian kondisi antara manusia dan lingkungan sehingga kebutuhannya tidak terpenuhi. 2. Klien dan lingkungan menghadirkan kekuatan atau peluang dan rintangan atau resiko. 3. Membangun kekuatan dapat memotivasi klien untuk mengubah dirinya sendiri. 4. Klien adalah orang yang ahli dalam kehidupan dan kebutuhannya sehingga pekerja sosial hanya sebagai fasilitator untuk membantu klien memperoleh kebutuhannya dan mengidentifikasi sistem sumber yang memungkinkan untuk mencapai kebutuhannya.
1 Miftachul Huda, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial (Sebuah Pengantar), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, h. 15-17.
17
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
5. Klien dapat diberdayakan untuk memperoleh kebutuhannya sehingga menjadi orang yang mandiri. 2 Dalam penelitian ini, intervensi sosial dikaitkan dengan upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin di Kota Batam, di mana para pendamping program berupaya untuk membantu masyarakat miskin mengelola bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui PNPM-Mandiri Perkotaan, agar bantuan tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat. Dalam hal ini, intervensi sosial yang digunakan adalah intervensi komunitas, karena dalam mekanismenya bantuan PNPM-Mandiri Perkotaan digulirkan dengan sistem pendampingan kelompok. Menurut Adi, istilah ‘intervensi komunitas’ digunakan untuk menggambarkan berbagai macam model intervensi, seperti intervensi pengembangan masyarakat lokal (local development), perencanaan sosial (social planning), aksi sosial (social action), kebijakan sosial (social policy), seperti apa yang dikemukaan Rothman (1995) ataupun pengembangan masyarakat (community development), aksi komunitas (community action), dan pelayanan masyarakat (community service) seperti apa yang dikemukakan Glen (1993). 3 Dalam perspektif intervensi sosial, maka para pendamping PNPM-Mandiri adalah agen perubahan, karena ingin mengubah kondisi masyarakat miskin menjadi lebih baik. Dalam hal ini para pendamping berfungsi sebagai pekerja komunitas (comunity worker). Menurut Adi, sekurang-kurangnya ada tujuh peran yang dapat dikembangkan oleh community worker: 1. Sebagai pemercepat perubahan (enabler), dalam hal ini ada empat fungsi utama, yaitu: a) Membantu masyarakat menyadari dan melihat kondisi mereka; b) Membangkitkan dan mengembangkan ‘organisasi’ dalam masyarakat; c) Mengembangkan relasi interpersonal yang baik; d) memfasilitasi perencanaan yang efektif. 2. Sebagai perantara (broker), yaitu menghubungkan komunitas yang membutuhkan bantuan atau community service, tetapi tidak tahu di mana dan bagaimana mendapatkannya. 3. Sebagai pendidik (educator), yaitu menyampaikan informasi dengan baik dan jelas, serta mudah ditangkap oleh komunitas.
2 Ibid., h. 39. 3 Isbandi Rukminto Adi, Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, h. 116.
18
Intervensi Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat
4. Sebagai tenaga ahli (expert), yaitu memberikan masukan, saran, dan dukungan informasi dalam berbagai area. 5. Sebagai perencana sosial (social planner), yaitu mengumpulkan data mengenai masalah sosial dalam komunitas, menganalisisnya, dan menyajikan tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebut. 6. Sebagai advokat (advocate), yaitu menjalankan fungsi advokasi atau pembelaan yang mewakili komunitas yang membutuhkan bantuan atau layanan tetapi institusi yang bersangkutan tak mempedulikannya. 7. Sebagai aktivis (activist), yaitu melakukan perubahan sosial yang lebih mendasar dan seringkali tujuannya adalah pengalihan sumber daya ataupun kekuasaan (power) pada kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged group). 4 Dengan intervensi sosial, diharapkan seseorang atau sekelompok orang akan memiliki kemampuan untuk mengatasi masalahnya, untuk bangkit dari kondisi yang buruk menuju kondisi yang lebih baik. Dengan intervensi sosial diharapkan, seseorang atau sekelompok orang akan memiliki semangat untuk menatap masa depan yang lebih cerah, setelah mengalami kehidupan yang kelam. Dengan demikian, dalam intervensi sosial, maka pekerja sosial atau agen atau pendamping mempunyai peran yang sangat besar. Sedangkan tujuan yang lebih jauh dari intervensi sosial adalah pemberdayaan seseorang atau sekelompok orang atau masyarakat. B. Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat miskin perlu dilakukan secara kontinyu baik oleh penyelenggara negara maupun pihak-pihak lain dalam masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan serangkaian proses untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin dalam menghadapi kehidupannya. Konsep ‘pemberdayaan’ menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin, karena orang miskin tidak lagi dipandang sebagai orang yang serba kekurangan dan objek pasif penerima pelayanan, tetapi sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu4 Ibid., h. 141-146.
19
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
individu yang mengalami masalah kemiskinan. Dan sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai matapencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Prijono, memberdayakan rakyat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Di samping itu, juga mengandung arti melindungi dan membela dengan berpihak kepada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah. 5 Upaya pemberdayaan masyarakat akan terus terkait dengan kebijakan sosial. Sebagaimana di kemukakan Suharto, selaras dengan kharakteristik masyarakat Indonesia yang pluralistik, komunalistik serta ditandai dengan hadirnya permasalahan-permasalahan sosial yang bersifat massal, maka strategi dan pendekatan kebijakan sosial perlu difokuskan pada upaya-upaya peningkatan keberdayaan rakyat. Orientasi kebijakan sosial harus menjunjung tinggi semangat pemberdayaan (empowerment) yang bertujuan untuk membebaskan rakyat dari belenggu ketidakmampuan, kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan yang berpijak pada kemampuan rakyat sendiri dan berorientasi pada penggalian dan pengembangan segenap potensi yang ada dalam masyarakat. 6 Menurut Pinderhuges, Solomon, dan Gutirrez yang diringkas oleh Evans, empowerment adalah ”sebuah proses peningkatan amal individu, personal, dan masyarakat dalam rangka memperbaiki kehidupan mereka .... peningkatan kapasitas individu, kelompok, dan masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah 5 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya, dalam Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka (Penyunting), Pemberdayaan (Konsep, Kebijakan dan Implementasinya), CSIS, Jakarta, 1996, h. 95. 6 Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Edisi Revisi, Alfabeta, Bandung, 2008, h. 141-142.
20
Intervensi Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat
sosial”. 7 Sedangkan menurut Breton, karakteristik dari empowerment adalah “fokus kepada mereka yang tidak kuasa .... orang-orang yang tidak berdaya atas kekuasaan .... fokus kepada orang-orang tertindas yang kesempatan dan pilihan hidupnya secara signifikan tercerabut oleh tidak meratanya pendistribusian kekuatan dan sumber sosial, ekonomi, dan politik”. 8 Pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kekuasaan atau kekuatan masyarakat yang kurang beruntung. Menurut Ife, “empowerment aims to increase the power of disadvantaged.9 Ife juga mengemukakan, setidaknya ada tiga strategi pemberdayaan masyarakat, yaitu: 1) Perencanaan dan kebijakan (policy and planning); 2) Aksi sosial dan politik (social and political action); dan 3) Peningkatan kesadaran dan pendidikan (education and consciousness raising). 10 Dengan demikian, pemberdayaan senantiasa terkait dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka mengatasi kehidupannya. Pemberdayaan dilakukan dengan menggali potensi yang ada pada klien atau orang-oang yang didampingi, untuk memaksimalkan fungsi dari potensi-potensi tersebut. Pemberdayaan dilakukan dengan memperhatikan minat dan bakat atau keinginan klien akan sesuatu hal yang diyakininya akan bermanfaat. Dalam proses pemberdayaan, terdapat sebuah kegiatan yang disebut “intervensi sosial” yang dilakukan oleh “pekerja sosial” atau “agen pembangunan” atau “pendamping” kepada para klien atau sekelompok masyarakat. C. Masyarakat Miskin Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga perlu dibantu untuk meningkatkan kemampuannya mengakses berbagai sumber dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, maka masyarakat miskin hidup dengan kondisi yang tidak layak, yang lambat laun akan semakin memperburuk kualitas hidupnya. Padahal sebagai warga negara, mereka adalah orang-orang yang berhak untuk hidup layak. Masyarakat miskin adalah bagian dari persoalan kesejahteraan sosial, di mana kesejahteraan sosial merupakan cita-cita luhur dari setiap bangsa.
7 8 9 10
Budi Rahman Hakim, Rethinking Social Work Indonesia, RMBOOKS, Jakarta, 2010. h. 260. Ibid. Miftachul Huda, Loc. Sit., h. 270. Miftachul Huda, Loc. Sit., h. 273.
21
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Untuk melihat kondisi kemiskinan seseorang, ada empat kategori kemiskinan yang dapat dijadikan titik tolaknya, yaitu: 11 1. Kemiskinan absolut, yaitu keadaan miskin akibat ketidakmampuan seseorang atau kelompok orang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya seperti makan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, dll. 2. Kemiskinan relatif, yaitu keadaan miskin yang dialami individu atau kelompok dibandingkan dengan ”kondisi umum” suatu masyarakat. 3. Kemiskinan kultural, mengacu pada sikap, gaya hidup, nilai, orientasi sosial budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan (masyarakat modern). 4. Kemiskinan sruktural, yaitu kemiskinan akibat ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial, maupun ekonomi yang tidak memungkinkan seseorang atau sekelompok orang menjangkau sumber-sumber penghidupan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Untuk menyatakan kondisi kemiskinan seseorang, diperlukan sejumlah kriteria. Menurut BPS, ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin, yaitu: 12 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m persegi per orang. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/ air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
11 Edi Suharto, Loc. Sit., h. 17-18. 12 Sumber: Badan Pusat Statistik.
22
Intervensi Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/ hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks, sehingga masalah kemiskinan tak dapat dipahami hanya dari satu sisi saja. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penanggulangan kemiskinan, karena tanpa memahami berbagai hal yang menjadi penyebabnya, upaya penanggulangan kemiskinan tak akan dapat mencapai hasil yang optimal. Menurut Bradshaw, penyebab kemiskinan adalah: 13 1. Kelemahan-kelemahan individual (individual deficiencies). 2. Sistem budaya yang mendukung subkultur kemiskinan. 3. Distorsi-distorsi ekonomi-politik atau diskrimiasi sosial-ekonomi. 4. Kesenjangan kewilayahan. 5. Asal-usul lingkungan yang bersifat kumulatif. Ada berbagai versi tentang ukuran kemiskinan, di antaranya versi BPS dan versi Bank Dunia. Menurut Rizky dan Majidi, BPS menggunakan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach) untuk mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Garis Kemiskinan dilakukan terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, 13 Abdul Waidl, Ari Sudjito, Sugeng Bahagijo, Mendahulukan Si Miskin: Buku Sumber bagi Anggaran Pro Rakyat, LKiS, Yogyakarta, 2008, h. 14.
23
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll.) Sedangkan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sadang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. 14 Sedangkan Garis Kemiskinan menurut Bank Dunia adalah pendapatan US$ 2 per hari yang disesuaikan dengan kemampuan daya beli masyarakat setiap negara. 15 Menurut Prayitno, salah satu ciri kemiskinan di perkotaan adalah terbentuknya kantong-kantong kemiskinan di permukiman kumuh (slum area) di wilayah perkotaan. Permukiman-permukiman kumuh itu dicirikan oleh derajat kesehatan yang rendah, dengan bangunan yang tidak memiliki halaman, tidak layak huni yang ditandai dengan minimnya fasilitas ventilasi sebagai sarana perpindahan udara, tidak mendapat cukup cahaya matahari karena atap rumah yang satu dengan yang lainnya berhimpitan, berdesakan, dan tidak memiliki saluran air (drainase) yang memadai. 16 Masyarakat miskin merupakan bagian dari permasalahan kemiskinan di Indonesia. Oleh karena itu, melakukan penanggulangan kemiskinan berarti membantu masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan dan penderitaannnya. Masyarakat miskin pada umumnya memiliki berbagai keterbatasan akses baik akses sosial, ekonomi, politik, maupun hukum, sehingga mereka tak mampu memenuhi berbagai kebutuhannya. Oleh karena itu, masyarakat miskin perlu ditolong untuk menembus akses-akses tersebut, agar mereka dapat mememenuhi kebutuhan dan mengatasi persoalan hidupnya. Berbagai akses yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar tak seharusnya terkunci bagi masyarakat, maka dalam hal ini diperlukan “intervensi sosial” dalam rangka “pemberdayaan” masyarakat miskin. Dalam konteks ini, para “pekerja sosial” atau “agen pembangunan” atau para “pendamping” mempunyai peran yang besar dalam membukakan jalan bagi masyarakat miskin untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
14 Awalil Rizky & Nashyith Majidi, Neo Liberalisme Mencengkeram Indonesia: Indonesia Undercocer Economy, Penerbit: E. Publisihing Company, Jakarta, 2008, h. 194. 15 Ibid., h. 196. 16 Ujianto Singgih Prayitno, Memerangi Kemiskinan (Dari Orde Baru sampai Reformasi), P3DI Setjen DPR RI, Jakarta, 2010, h. 128.
24
BAB III KEMISKINAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA BATAM
A. Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah sosial yang krusial sepanjang masa, karena kemiskinan akan selalu menjadi penghambat bagi kemajuan sebuah bangsa. Kemiskinan menyangkut kehidupan manusia bukan saja sebagai individu, namun juga menyangkut masyarakat luas yang harus ikut menanggung dampak dari kemiskinan yang dialami orang-orang di sekitarnya. Kemiskinan mempunyai implikasi yang luas dalam kehidupan masyarakat, karena kemiskinan bukan saja dapat dipahami sebagai sekedar rasa lapar yang dialami seseorang atau sekelompok orang, namun juga mengandung masalah lain berupa ketidakadilan yang dialami warga negara. Dalam sebuah negara, semestinya setiap warga mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan hidup yang layak, mereka mengakses sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhankebutuhan dasarnya, namun seringkali hal itu terabaikan, dan bahkan oleh negara. Kemiskinan di Indonesia mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya, hal ini dekarenakan berbagai faktor di antaranya kondisi struktur kependudukan, peningkatan pendapatan, bencana alam, inflasi, dan sebagainya. Kenaikan dan penurunan angka kemiskinan perlu terus dipantau dalam rangka upaya penanggulangan kemiskinan. Angka kemiskinan menjadi hal yang sangat penting diperhatikan, mengingat pentingnya membidik sasaran penanggulangan kemiskinan. Hingga saat ini Indonesia masih mempunyai angka kemiskinan yang tergolong tinggi. BPS mencatat angka kemiskinan pada Maret 2010 turun ke angka 31,02 juta jiwa atau sekitar 13,33 persen dari total penduduk Indonesia. Namun, penurunannya jauh lebih kecil daripada penurunan angka kemiskinan antara Maret 2008 ke Maret 2009. Pada Maret 2009 jumlah penduduk miskin 25
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
mencapai 32,53 juta jiwa. Sementara pada Maret 2008 mencapai 34,96 juta jiwa. Perbandingan penurunan angka kemiskinan dari Maret 2008 dan Maret 2009 mencapai 2,43 persen.Penurunan angka kemiskinan dari Maret 2009 ke Maret 2010 hanya sebesar 0,82 persen. 1 Data tersebut menunjukkan bahwa penurunan angka kemiskinan begitu kecil, karena kurang dari 1 persen. Penurunan angka kemiskinan yang tidak signifikan ini dapat dilihat sebagai kegagalan atau tidak optimalnya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Dari data tersebut di atas, penurunan angka kemiskinan yang lebih tinggi tercatat di perkotaan, yaitu sebesar 0,81 juta jiwa daripada di pedesaan sebesar 0,69 juta jiwa. Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta, dari 11,91 juta pada Maret 2009 menjadi 11,10 juta pada Maret 2010. Sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang, dari 20,62 juta pada Maret 2009 menjadi 19,93 juta pada Maret 2010. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesan tidak berubah hingga Maret 2010. Pada Maret 2009, 63,38 persen penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sedangkan pada Maret 2010 sebesar 64,23 persen.2 Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan sama-sama membutuhkan perhatian Pemerintah untuk ditanggulangi, namun diperlukan strategi yang tepat untuk masing-masing kondisinya. Program secara nasional bisa dibuat, namun harus memperhatikan ciri-ciri persoalan yang dihadapi masing-masing masyarakat. Tanpa memperhatikan karakteristik permasalahan yang dihadapi masyarakat, maka usaha penanggulangan kemiskinan akan menghadapi banyak kendala, atau bahkan mungkin akan sia-sia. Kemiskinan dapat menjelma dalam berbagai wajah, seperti angka pengangguran yang tinggi, banyaknya anak-anak yang kurang gizi, banyaknya anak-anak yang drop out dari sekolah, banyaknya gelandangan dan pengemis di jalan-jalan, serta banyaknya angka kejahatan yang mengakibatkan ketidaknyamanan masyarakat. Kemiskinan juga menjadi noda dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan pelayanan masyarakat baik pada institusi milik pemerintah maupun swasta. Banyaknya kasus penolakan orang miskin yang ingin berobat ke rumah sakit adalah salah contohnya, demikian juga banyaknya kasus anak pintar yang tak mendapat tempat di bangku universitas karena orang tuanya tak mampu membayar biaya pendidikan. 1 http://www.menkokesra.go.id/content/maret-2010-angka-kemiskinan-3102-juta, Akses Senin, 30 Mei 2011. 2 http://www.menkokesra.go.id/content/maret-2010-angka-kemiskinan-3102-juta, Akses Senin, 30 Mei 2011.
26
Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kota Batam
Salah satu contoh dari wajah kemiskinan adalah masalah drop out anak dari sekolah. Menurut data Balitbang Kementerian Agama, angka Drop Out siswa madrasah pada tahun ajaran 2004-2005 masih tinggi terutama pada siswa tingkat MTs yaitu masih terdapat 1,36persen dari jumlah siswa 28.866. Sedangkan di tingkat MI angka Drop Out lebih rendah di banding MTs yaitu 0,71 persen dari 22,489 siswa. 3 Jika melihat angka Drop Out tersebut, dapat dibayangkan bagaimana masa depan bangsa, di mana negeri ini banyak kehilangan sumber daya manusia yang diharapakan akan mengisi pebangunan di masa depan. Menurut Hartoyo, masalah kemiskinan juga terkait dengan angka partisipasi skolah yang dicapai di suatu negara. Di Indonesia pada tahun 2008, kemajuan yang dicapai adala sebagai berikut: Partisipasi di Tingkat SD (APM): 94.7persen; Partisipasi di Tingkat SMP (APM): 66.5persen; Proporsi Murid yang bersekolah hingga kelas 5: 81.0persen; Proporsi Murid yang Tamat SD: 74.7persen; Proporsi Melek Huruf Usia 15-24 tahun: 99.4persen. 4 Angka partisipasi sekolah yang belum optimal, juga mencerminkan masih rendahnya anak-anak yang hidup dalam kemiskinan sehingga pendidikan dasar pun mereka tak mampu menjangkaunya. Angka partisipasi sekolah yang rendah ini juga menjadi domain penanggulangan kemiskinan, dan pemerintah wajib peduli untuk mencapai angka 100 persen pada masa mendatang. Jika angka partisipasi sekolah masih belum optimal, maka penanggulangan kemiskinan akan makin banyak kendala. Kemiskinan, mau tidak mau, suka tidak suka, harus menjadi perhatian negara, untuk dicari solusinya. Dalam hal ini Dewan perwakilan Rakyat Republik Indonesia maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus mengambil peran sesuai posisinya sebagai legislator, dimana melalui tugas dan fungsi serta kewenangannya mereka membuat kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan. Untuk membuat kebijakan tersebut diperlukan sensitivitas para legislator terhadap nasib orang miskin, agar kebijakan-kebijakan yang dibuat para legislator dapat bermakna bagi setiap upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah. Salah satu contoh peran yang dituntut dimiliki oleh DPR RI adalah pelaksanaan tugas serta fungsinya yang optimal di bidang legislatif, eksekutif, 3 Lisakdiyah, dkk., Survey Tingkat Drop Out Pendidikan Dasar di Madrasah, http://www. balitbangdiklat.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=259:surveytingkat-drop-out-pendidikan-dasar-di-madrasah&catid=61:pendidikan-keagamaan&Itemid=123 4 Hartoyo, Pencapaian MDG: Pendidikan untuk Semua, http://ikk.fema.ipb.ac.id/v2/index. php?option=com_content&view=article&id=167persen3Apencapaian-mdg-pendidikan-untuk-semua &catid=20persen3Aterbaru&Itemid=94&lang=id
27
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
dan anggaran. Banyak harapan terhadap DPR RI pascareformasi, namun dalam kenyataan masih banyak kritik dilayangkan oleh berbagai kalangan terhadap lembaga legislatif tertinggi di Indonesia itu. Dalam kaitannya dengan kemiskinan misalnya, contoh terkini adalah berlarut-larutnya pembahasan RUU tentang Penanganan Fakir Miskin yang telah menyita banyak perhatian masyarakat karena studi bandingnya di dua negara, RUU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang mengalami pembahasan alot karena masalah penetapan dan/atau pembentukan badan baru penyelenggara jaminan sosial, dan lain-lain yang di dalamnya terkandung hajat hidup orang miskin. Orang miskin seolah menjadi objek terus menerus tanpa solusi yang memberi arti bagi peningkatan kesejahteraan hidup mereka. Dalam penanggulangan kemiskinan, yang pasti, sangat diperlukan sinergi antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah dalam hal ini, harus bersikap dan bertindak sebagai penyelenggara penanggulangan kemisikinan yang profesional, yang memiliki visi ke depan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Penyelenggaraan kemiskinan hendaknya dilakukan dengan prinsip “mengentaskan masyarakat miskin dari penderitaan dan bukan sekedar sebagai “proyek belaka”. Jika hal ini bisa dilakukan dengan baik, maka penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan akan efektif dan efisien. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat baik di pusat maupun daerah, harus menggunakan kewenangannya scara optimal baik melalui fungsi legslasi, pengawasan, maupun anggaran. Semua itu didasarkan atas kepentingan orang miskin, agar mereka meningkat kesejahteraan hidupnya. Kota Batam sebagai wilayah baru yang berkembang ke arah industrialisasi sejak dua dasa warsa terakhir tak lepas dari masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan fenomena yang terus terjadi dan ditandai dengan munculnya kantong-kantong permukiman kumuh terutama di wilayah dekat pusat kegiatan pemerintahan dan perdagangan atau industri. Selain itu, kemiskinan juga terdapat di wilayah yang terletak di berbagai tempat yang teroisolir karena kendala alam, seperti mereka yang tinggal di pulau-pulau kecil di wilayah kota Batam, atau juga mereka yang tinggal di atas air atau yang disebut “suku laut”. “Suku laut” 5 misalnya adalah gambaran dari bagian kemiskinan di Kota Batam. Orang-orang “Suku Laut” adalah orang-orang yang tinggal di atas perahu dan menghabiskan hari-hari bersama keluarganya di atas air. Pekerjaan 5 Diolah dan dianalisis dari hasil wawancara peneliti dengan seorang bekas Suku Laut (A), Kp. Dapurenam, Kota Batam, 10 November 2010.
28
Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kota Batam
mereka adalah mencari ikan (nelayan), di mana hasil tangkapannya kemudian ditukarkan dengan bahan makanan yang mereka butuhkan seperti beras, gula, dan sebagainya. Berbagai upaya telah bertahun-taun dilakukan oleh pemerintah setempat, namun hasilnya belum optimal. Hingga kini masih ada orang-orang yang disebut “suku laut” yang kehidupannya di bawah standar masyarakat pada umumnya. Sungguh sulit dan banyak kendala yang dihadapi pemerintah dalam serta bergaul dengan sesama warga), dan ini berarti pula betapa sulitnya mengentaskan kemiskinan bagi mereka. Memang saat ini orang-orang suku laut tinggal tersisa sekitar 10%, mereka tinggal daerah Punggur, P. Kubung, P. Toda, dan lain-lain. Sebagian besar orang suku laut telah mendarat (tinggal di darat). Namun hal ini bukan berarti orang-orang suku laut tidak lagi menjadi permasalahan kemiskinan di Kota Batam. Orang-orang dari suku laut yang telah mendarat ada yang sudah modern dan ada juga yang masih primitif. Konon, Camat dan Lurah jarang datang kepada mereka, yang mana hal ini dapat diartikan sebagai kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap masyarakat marginal. Selama ini yang datang secara rutin hanyalah para petugas dari Departemen Kelautan dan Perikanan untuk memberikan penyuluhan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan seorang bekas suku laut, seorang lelaki berinisial “A”, usia 39 tahun, 6 tinggal di darat lebih enak, tidak terancam banyak angin (di laut banyak angin kencang). Sepanjang pengetahuannya, PNPM-Mandiri telah membantu pembangunan infrastruktur di wilayahnya. Bantuan itu untuk masyarakat, di antaranya adalah untuk pembangunan jalan dan pembuatan sumur umum. Hingga saat penelitian dilakukan, belum pernah ada bantuan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Untuk pengembangan ekonomi, masyarakat di kampungnya, Kp. Dapurenam mendapatkan bantuan dari Departemen Kelautan dan Perikanan. PNPM-Mandiri yang pertama digunakan untuk membangun jalan di Kp. Dapurenam, jalannya disemen sehingga menjadi bagus. Setelah itu bantuan yang kedua adalah untuk membuat sumur umum. Pertama kali dibangun 2 sumur, dan yang terakhir dibangun satu sumur. Sumur itu adalah sumur yang digali sedalam 1,5 meter, sehingga pada saat musim kemarau pun tetap ada air. Menurut “A”, bantuan yang berupa uang bergulir kurang begitu menarik bagi masyarakat, karena mereka takut tak dapat negembalikan pinjaman. 6 Diolah dan dianalisis dari hasil wawancara peneliti dengan seorang bekas Suku Laut (A), Kp. Dapurenam, Kota Batam, 10 November 2010.
29
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Masyarakat pada umumnya takut terhadap bantuan modal berupa uang, karena hampir semua tak bisa mengembalikan. Dulu saat bantuan IDT diberi bantuan sapi, tapi itu tidak cocok, dan sapinya mati. Juga pernah diberi bantuan berupa ayam, namun ayamnya mati dan uang tak kembali. Demikian juga saat diberi bantuan berupa bubu ketam, uang juga tak dapat kembali. Maka kalau ada program bantuan modal, diharapkan bantuan itu berupa hibah saja, sehingga masyarakat tidak pusing untuk mengembalikanya. Menurut BPS, penduduk miskin di Kota Batam mencapai 41.390 orang atau setara 7,22 persen dari 760.000 total jumlah penduduk. Data tersebut berdasarkan hasil rekapitulasi di tahun 2008. Jumlah warga miskin tersebut diambil dari data Juli 2008, karena data tahun ini masih berjalan sehingga butuh waktu untuk perekapan akhir. Sebagai pembanding, sejak tahun 2005 warga miskin mencapai 50.300 orang atau setara 7,70 persen dari total penduduk Batam saat itu. Peningkatan kemiskinan terjadi pada 2006 sekitar 65.640 orang atau 10 persen, kemudian mengalami penurunan kuantitas pada tahun 2007 menjadi 55.280 orang atau setara 7,65 persen dari jumlah penduduk. 7 Sebagai wilayah yang sedang dan akan terus dikembangkan, Kota Batam perlu mewaspadai angka kemiskinan di wilayahnya. Jika tidak dapat diatasi dengan baik, maka bukan tidak mungkin Kota Batam justru akan menjadi kota yang gagal karena tersandung masalah kemiskinan. Dari data kemiskinan di Kota Batam, terlihat adanya penurunan angka kemiskinan sejak tahun 2005 hingga sekarang, sehingga dapat diartikan bahwa terdapat upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah setempat. Salah satu upaya tersebut terlihat dari keinginan untuk membentuk Komite Pemberantasan Kemiskinan dan Satuan Tugas Komisi Pemberantasan Kemiskinan di Kota Batam pada tahun 2005. Sebagaimana dirilis Riau Online, walaupun angka kemiskinan di Batam hanya sekitar 1 persen dari total jumlah penduduk, namun Wali Kota Batam mengajak semua pihak untuk tetap menjadikan kemiskinan sebagai musuh bersama, yang disampaikan usai diskusi pembentukan Komite Pemberantasan Kemiskinan (KPK) dan Satuan Tugas KPK, di Kantor Wali Kota. 8 Upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Batam terus dilakukan, walau hasilnya mengalami pasang surut, dan salah satu program yang diharapakan dapat mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah PNPM-Mandiri Perkotaan. 7 Penduduk Miskin Mencapai 41.390 Orang, http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_con tent&task=view&id=13108&Itemid=26, Selasa, 25 Agustus 2009, Akses Jum’at, 30 Juli 2010. 8 Wako Batam Jadikan Kemiskinan Musuh Bersama, http://www.riau.go.id/index.php?mod=isi&id_ news=1933, Rabu, 09 Nopember 2005, Akses Minggu, 8 Agustus 2010.
30
Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kota Batam
B. Pemberdayaan Dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Indonesia, pemerintah melakukan serangkaian program pemberdayaan masyarakat yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidupnya. Prinsip pemberdayaan adalah mengubah keadaan masyarakat menjadi lebih baik, dari kondisi mereka yang lemah atau tidak berdaya menjadi lebih kuat. Program pemberdayaan tak pernah kehilangan aktualitasnya, terlebih di negara-negara sedang berkembang atau yang masih terbelakang. Program-program pemberdayaan mengacu pada konsep-konsep yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Priyono, dapat diinterpretasikan bahwa pemberdayaan mengarah pada serangkaian kegiatan yang terencana dan berkesinambungan untuk mengubah perilaku masyarakat agar mereka meningkat keberdayaan dan kualitas hidupnya. Pemberdayaan juga berupaya memberi perlindungan dan memperjuangkan kebijakan serta kondisi yang adil bagi masyarakat yang lemah, agar mereka dapat bekerja dan meningkat kehidupan ekonominya, yang kemudian diikuti peningkatan kesejahteraannya. Upaya pemberdayaan masyarakat membutuhkan keseriusan dan keterlibatan pemerintah. Komitmen terhadap masyarakat yang lemah merupakan persyaratan utama dalam rangka pembuatan kebijakan sosial. Berdasarkan Suharto, maka upaya pemberdayaan masyarakat merupakan serangkaian tindakan yang membutuhkan dukungan kebijakan sosial pemerintah. Kebijakan tersebut seharusnya memihak kepada masyarakat lemah atau masyarakat miskin, dan memberi kesempatan bagi peningkatan keberdayaan mereka. Pemberdayaan mencakup upaya pengembangan dan peningkatan keberdayaan baik bagi individu, kelompok, maupun masyarakat yang lebih luas. Pemberdayaan di setiap level tersebut dilakukan berdasarkan permasalahan utama yang dihadapi, sehingga ketiganya bisa saling mendukung dan melengkapi. Mengacu pada konsep empowerment dari Pinderhuges, Solomon, dan Gutirrez, maka pemberdayaan mencakup kegiatan dalam rangka meningkatkan keberdayaan baik individu, kelompok, maupun masyarakat yang terpinggirkan. Pemberdayaan dalam hal ini merupakan jalan untuk melawan ketidakadilan sosial yang bermuara pada hak-hak dasar manusia. Pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kekuasaan atau kekuatan masyarakat yang kurang beruntung. Berdasarkan Ife, maka pemberdayaan merupakan upaya terstruktur dalam rangka mengembangkan keberdayaan 31
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
masyarakat yang kurang beruntung. Dengan mekanisme terstruktur tersebut (dari kebijakan hingga prakteknya), diharapkan pemberdayaan dapat mengubah kehidupan masyarakat yang kurang beruntung menuju kehidupan yang lebih baik. Di Indonesia, program-program penanggulangan kemiskinan dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang tercermin dari peran aktif LSM (Lembaga Swadaya Masyarkat) yang bergerak di bidang advokasi dan pemberdayaan masyarakat miskin. Sedangkan pemerintah sendiri menyelenggarakan penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program yang terus di-update efektivitas dan efisiensinya dari tahun ke tahun. Pada masa Orde Baru misalnya, dikenal program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang memberi bantuan masyarakat berupa sapi, yang kemudian banyak dikritik karena latar belakang sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang berbeda-beda, yang mengakibatkan program tersebut tidak selalu tepat sasaran. Kondisi wilayah dan karakter masyarakat Indonesia yang beraneka ragam, dalam kenyataan menuntut jenis bantuan dan program pemberdayaan yang bervariasi pula. Program IDT dikritik karena tidak semua masyarakat miskin di Indonesia membutukan bantuan sapi untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Di Kota Batam, pemberdayaan masyarakat miskin terus dilakukan. Pemberdayaan dilakukan melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan. Salah satu program penanggulangan kemiskinan di Kota Batam adalah PNPM-Mandiri, di mana melalui intervensi sosial para pendamping dalam program tersebut, diharapkan masyarakat miskin dapat menjadi lebih mandiri dan mampu memenuhi berbagai kebutuhan dasarnya. Sebagaimana dirilis Tempo Interaktif, PNPM-Mandiri merupakan program jaring pengaman sosial yang digagas pemerintah sejak 2007 dengan konsep memberdayakan warga setempat dalam pembangunan sarana dan prasarana, pendidikan, dan kesehatan. Rencananya, program ini akan tetap dipertahankan hingga 2015. Khusus tahun 2010, total anggaran PNPM-Mandiri mencapai Rp13,7 triliun, dengan rincian PNPM Inti Rp10,377.9 triliun dan PNPM Penguatan Rp3,324.2 triliun. Program dilaksanakan enam kementerian dan lembaga di 33 provinsi, 465 kabupaten/kota, dan 6.408 kecamatan. Adapun tahun depan, anggaran PNPM-Mandiri direncanakan mencapai Rp 16 triliun. Pada Nota Keuangan 2010, PNPM termasuk dalam kebijakan bantuan sosial yang dirancang pemerintah untuk kesejahteraan rakyat. Pada kebijakan yang sama, pemerintah juga menyiapkan program Bantuan Operasional Sekolah, Program Keluarga Harapan, dan Jaminan Kesehatan Nasional. Alokasi anggaran untuk 32
Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kota Batam
pemeliharaan kesejahteraan rakyat, penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial tahun depan dirancang sebesar Rp 37 triliun. Lewat kebijakan itu, pemerintah menyasar target penurunan angka kemiskinan tahun depan menjadi 12-13,5 persen. 9 PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam merupakan bagian dari upaya penaggulangan kemiskinan di Indonesia. Melalui program tersebut, diharapakan akan terjadi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin dan kesejahteraannya. Dalam rangka mencapai target penanggulangan kemiskinan di Kota Batam, diperlukan intervensi sosial yang relevan dengan kondisi masyarakat miskin di wilayah itu. Dalam konteks PNPM-Mandiri di Kota Batam, intervensi sosial dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin, dan para pendamping mempunyai peran yang besar di dalamnya. Selain PNPM-Mandiri Perkotaan, masih ada banyak program lain dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Kota Batam. Dari wawancara peneliti dengan: 1) Sekretaris Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Batam; 2) Kepala Seksi Penanggulangan Kemiskinan Dinas Sosial Kota Batam; 3) Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Batam, diperoleh gambaran tentang penanggulangan kemiskinan di Kota Batam. Dulu pemberdayaan masyarakat miskin di Kota Batam dilakukan dengan Program KUBE (Kelompok Usaha Bersama Ekonomi). Bantuan yang diberikan berupa uang (hibah) tidak bergulir, namun kelompok yang dibantu diminta untuk mengembangkan uang tersebut dan suatu saat harus dapat memberdayakan kelompok lain. Setiap kelompok terdiri dari 6-10 orang, di mana kelompok tersebut diberi bantuan untuk mengembangkan usahanya. Namun dalam realita banyak usaha yang tidak berjalan baik sehingga terjadi kredit macet dalam usahanya, dan akhirnya bangkrut. Masalah lain dalam Program KUBE adalah pendamping yang tidak atau kurang profesional, dikarenakan umumnya pendamping tersebut adalah orang yang bekerja sambilan. Pendamping bisa dari unsur pemerintah atau unsur masyarakat, misalnya PNS atau tokoh masyarakat. Beberapa tahun terakhir ini Program KUBE tak ada lagi, karena tak ada dana dari pemerintah. Hingga kini di Kota Batam tidak ada koordinasi yang baik antara berbagai lembaga pemerintah yang terlibat dalam program penanggulangan kemiskinan, dan bahkan terjadi egosektoral yang menghambat penanggulangan kemiskinan, di mana masing-masing lembaga atau kementrian bekerja sendiri-sendiri, 9 Pemerintah Optimistis Habiskan Anggaran PNPM 2009, http://www.tempointeraktif.com/hg/ perbankan_keuangan/2009/08/05/brk,20090805-190895,id.html, Akses Selasa, 25 Mei 2010.
33
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Akibatnya seringkali terjadi overlaping bantuan atau bantuan yang tidak tepat sasaran, sehingga upaya penanggulangan kemiskinan atau pemberdayaan tidak efektif. Contohnya adalah penerima BLT yang tidak semuanya orang miskin, hal ini terjadi karena yang digunakan adalah pendekatan melalui RT/RW, di mana kedekatan seseorang dengan ketua RT/RW sangat mempengaruhi pendataan dan penerimaan BLT. Selama ini penggunaan data kemiskinan juga belum konsisten, di mana data yang digunakan oleh Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan PNPM-Mandiri tidak sama, dan demikian juga lembaga lain. Pernah ada wacana untuk menggunakan data yang sama, yaitu menggunakan data dari BPS. Mengenai koordinasi penanggulangan kemiskinan, Kemensos sebenarnya sudah punya konsep. Koordinasi sangat diperlukan, di mana semua lembaga terkait perlu duduk bersama dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Di Kota Batam, selama ini Pemerintah telah menggratiskan sejumlah layanan: a) Pendidikan dasar (SD-SMP); b) Kesehatan (semua warga ber KTP Batam gartis berobat di Puskesmas); c) Pembuatan KTP (tahun 2009); d) Pembuatan Akte Kelahiran (0-60 hari). Jika pendaftaran dilakukan lebih dari 60 hari setelah kelahiran, maka masyarakat harus bayar. Pada tahun 2010, Pemkot menggratiskan pembuatan Akte Kelahiran untuk usia 0-18 tahun). Selain itu, beberapa waktu lalu juga muncul wacana penggratisan SD-SMA, di mana SD-SMP adalah urusan Pemkot dan untuk SMA adalah urusan Pemerintah Provinsi. Yang terkadang menjadi kendala adalah status pemerintahan. Sebagaimana diketahui, di Batam terdapat dua pemerintahan yaitu Pemerintah Kota dan Otorita Batam yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat. Contohnya, Kantor Dinas Sosial adalah milik Pemerintah Kota, namun lahan atau tanahnya adalah milik Otorita/Kawasan. Di Kota Batam, planologi juga dipegang oleh Otorita. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, di Provinsi Kepulauan Riau ada beberapa program pemberdayaan: a) Untuk gelandangan dan pengemis; b) Bantuan makanan untuk anak-anak panti; c) Bedah rumah untuk orang miskin. Pada tahun 2009, bedah rumah sebanyak 30 unit rumah tidak layak huni dengan dana masing-masing unit Rp. 30 Juta. Pada tahun 2010 tidak ada program bedah rumah. Sedang untuk tahun 2011 direncanakan bedah rumah sebanyak 100 unit rumah, namun dana per unit urun menjadi Rp. 15 juta, jika DPRD mneyetujui, program ini akan dijalankan. Bedah rumah dibelakukan bagi rumah-rumah yang memiliki sertifikat kepemilikan sah. 34
Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kota Batam
Penduduk Kota Batam terakhir adalah 1.057.886 orang (data per 31 Oktober 2010). Batam terdiri dari 12 kecamatan dan 64 kelurahan. Ada 3 kategori wilayah di Batam: a) Tiga kelurahan di Kota dan 9 kelurahan di pulau; b) Mainland (pesisir); c) Interland (pulau di luar P. Batam namun masuk dalam wilayah Kota Batam). Menurut data Dinas Sosial dan Pemakaman Pemerintah Kota Batam, diketahui bahwa jumlah fakir miskin di Kota Batam berdasarkan hasil pendataan BPS tahun 2008 adalah 36.207 orang. Penduduk miskin ini tersebar di setiap kelurahan di Kota Batam. Sedangkan program penanganan kemiskinan yang telah dilaksanakan pemerintahan Kota Batam adalah: 1) Bantuan makanan anak-anak terlantar melalui panti asuhan; 2) Rehablitasi rumah tak layak huni bagi penduduk miskin; 3) Bantuan modal usaha bagi kelompok usaha (KUBE) fakir miskin; dan 4) Pemberian jaminan kesehatan bagi fakir miskin terlantar. Program penanganan kemiskinan di Kota Batam tersebut dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut: 1. Bantuan makanan anak-anak terlantar: a) Bantuan tiap tahunnya bervariasi, tergantung anggaran yang tersedia; b) Bantuan yang diberikan adalah sembako yang pelaksanaannya melalui proses lelang. 2. Rehabilitasi rumah tak layak huni bagi penduduk miskin: a) Diberikan kepada masyarakat yang betul-betul miskin; b) Bantuan dana yang disediakan untuk setiap unit rumah sebesar Rp. 30 Juta; c) Pembangunannya dilakukan oleh kontraktor melalui proses lelang. 3. Bantuan modal usaha bagi kelompok usaha (KUBE) fakir miskin: a) Bantuan yang diberikan sebesar Rp. 20 Juta per KUBE; b) Proses Pencairan dananya melalui rekening KUBE masing-masing; 4. Pemberian jaminan kesehatan bagi fakir miskin terlantar: a) Bagi fakir miskin terlantar yang berobat ke rumah sakit digratiskan dari biaya; b) Harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Batam. Terkait dengan kemiskinan, maka yang dilakukan Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Batam agar penanganan kemiskinan tepat sasaran adalah: a) Melakukan verifikasi data fakir miskin yang akan dibantu; b) Melakukan pendampingan KUBE yang telah dibantu; c) Melakukan monitoring dan evaluasi.
35
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Kendala yang dihadapi dalam penanganan kemiskinan di Kota Batam adalah: a) Anggaran yang tersedia sangat terbatas; b) Kurangnya atau keterbatasan tenaga (perlunya pendamping dan penyuluh dalam program yang akan dilaksanakan; c) Kurangnya pengetahuan petugas dalam penanganan kemiskinan.
36
BAB IV PNPM-MANDIRI PERKOTAAN DI KOTA BATAM
A. PNPM-Mandiri Berbagai program pemberdayaan dalam rangka penanggulangan kemiskinan telah banyak dan seringkali dilakukan oleh Pemerintah, namun selalu saja masyarakat miskin mewarnai data statistik Indonesia. Begitu banyak kendala dalam mennanggulangi, apalagi jika kita ingin menghapuskan kemiskinan di Indonesia. Berbagai program telah dirancang dan diujicobakan, namun tak semua berhasil dengan baik, karena begitu kompleksnya kondisi masyarakat Indonesia. Di antara program-program tersebut, PNPM-Mandiri merupakan salah satu program unggulannya, sehingga sejumlah dana yang besar telah dialokasikan untuk memberdayakan masyarakat miskin di seluruh provinsi di Indonesia. PNPM-Mandiri diselenggarakan berdasarkan SK Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Menkokesra membuat SK dan menetapkan pedoman tersebut dalam kapasitasnya selaku Ketua Tim Penanggulangan Kemiskinan. Dalam SK yang ditandatangani oleh Menkokesra pada tanggal 30 Juli 2007 tersebut ditetapkan: 1) Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri sebagai pedoman harmonisasi dan sinkronisasi programprogram pemberdayaan masyarakat yang ada di kementerian/lembaga ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri; 2) Program-program pemberdayaan masyarakat yang ada di kementerian/lembaga yang bergabung dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri masing-masing menetapkan Pedoman Pelaksanaan sesuai kebutuhannya; 3) Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 1 1 SK No. 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007.
37
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Dalam Pedoman Umum tersebut tercantum berbagai hal yang harus dilakukan dalam impelemntasi PNPM-Mandiri sejak tingkat nasional hingga ke daerah. Pedoman umum PNPM Mandiri secara garis besar berisi tentang latar belakang, tujuan dan landasan penyelenggaraan program; prinsip dasar, pendekatan dan strategi program; komponen program; aspek-aspek pengelolaan, monitoring dan evaluasi, serta pengembangan indikator yang diperlukan. Penjelasan masing-masing aspek penyelenggaraan PNPM Mandiri tersebut dalam pedoman ini merupakan koridor kebijakan yang perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai pedoman pelaksanaan dan teknis operasional yang diperlukan dalam pelaksanaannya. 2 Dengan adanya pedoman ini, diharapkan implementasi PNPM-Mandiri di lapangan akan berjalan lancar berdasarkan tahap-tahap yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, adanya pedoman juga akan sangat membantu para pendamping yang emnjadi ujung tombak implementasi program di lapangan. Penyusunan pedoman umum ini melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, yaitu Kementerian Koordinator Kesra, Bappenas, Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri, Ditjen Cipta Karya Departemen PU, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, serta tenaga-tenaga ahli dari lembaga-lembaga donor. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi terhadap penyusunan pedoman umum ini kami sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya. Partisipasi dan kerjasama yang telah terjalin selama ini diharapkan dapat terus berlanjut dan berkembang pada berbagai pihak yang selama ini belum terlibat. Pelaksanaan PNPM Mandiri secara benar dapat membangun optimisme bersama yang kuat sebagai bangsa dalam memerangi musuh utama kita saat ini, yakni kemiskinan dan kebodohan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi semua rencana dan upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Indonesia. 3 Penyusunan pedoman yang melibatkan berbagai pihak dalam PNPM-Mandiri tersebut diharapkan dapat menampung berbagai aspirasi yang terkait dengan implementasi PNPM-Mandiri di lapangan. Penyusunan pedoman memang sudah selayaknya melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan implementasi program, karena tanpa itu akan banyak kendala yang dihadapi para petugas di lapangan.
2 Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM-Mandiri, Agustus 2007. 3 Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM-Mandiri, Agustus 2007.
38
PNPM-Mandiri Perkotaan Di Kota Batam
Buku Pedoman PNPM Mandiri terdiri atas: 1) Buku Pedoman Umum, berisi garis besar tentang latar belakang, pengertian, tujuan dan landasan penyelenggaraan PNPM Mandiri; prinsip dasar, pendekatan dan strategi 16 PNPM Mandiri; komponen dan harmonisasi program; aspek-aspek pengelolaan; dan kriteria pengembangan lokasi; 2) Buku Pedoman Pelaksanaan, terdiri atas aspek-aspek pelaksanaan seperti antara lain sistem pengelolaan pengaduan masyarakat; pelatihan pendamping; pemantauan dan evaluasi; serta strategi sosialisasi dan komunikasi. Penjelasan masing-masing aspek penyelenggaraan PNPM Mandiri tersebut di atas merupakan koridor kebijakan yang dapat dijabarkan lebih lanjut ke dalam petunjuk teknis dan operasional yang diperlukan bagi pelaksanaan masing-masing program pemberdayaan masyarakat. 4 Ketiga jenis buku pedoman tersebut akan menjadi bekal yang sangat penting bagi para petugas di lapangan. Oleh karena itu, para personel yang bertugas dalam implementasi PNPM-Mandiri di lapangan sangat diharapkan dapat memahami ketiga jenis buku pedoman tersebut. Dengan demikian, diharapkan impelentasi PNPM-Mandiri di lapangan akan berjalan dengan baik seperti yang ditargetkan. Strategi operasional PNPM Mandiri terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1) Pembelajaran; 2) Kemandirian; dan 3) Keberlanjutan. 5 Dengan ketiga tahapan tersebut, diharapkan para petugas tidak akan mengalami banyak kendala dalam impelentasi PNPM-Mandiri di lapangan. Ketiga tahapan strategi operasional PNPM-Mandiri tersebut diharapkan akan mempermudah para petugas lapangan dalam implementasi program. Tahap pembelajaran merupakan tahap pengenalan bagi masyarakat, pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya. Pada tahap ini masyarakat dan pelaku pembangunan mulai dari kecamatan hingga desa/kelurahan mendapat kesempatan untuk memahami mekanisme pengelolaan pembangunan partisipatif yang ditawarkan PNPM Mandiri. Bagi pemerintah, tahap pembelajaran ditujukan sebagai wahana pembelajaran dalam (i) penerapan pengelolaan pembangunan partisipatif; dan (ii) penerapan model kerjasama antara pemerintah nasional dan pemerintah kabupaten/kota dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengendalikan program. Tahap pembelajaran membutuhkan waktu kurang lebih 2 tahun, tergantung kepada kondisi wilayah dan kesiapan masyarakatnya. Hal yang perlu diperhatikan 4 Pedoman Umum PNPM-Mandiri, 2007. 5 Lampiran 1 Pedoman Umum PNPM-Mandiri, “Tahapan Strategi Operasional PNPN Mandiri”, 2007.
39
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
untuk mencapai kesuksesan pada tahap ini adalah: a) Bantuan pendanaan merupakan faktor utama penggerak proses pemberdayaan masyarakat dibandingkan pada tahap lainnya. Keberadaan bantuan pendanaan merupakan media untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa mereka mampu menyusun perencanaan dan melaksanakan pembangunan bagi masyarakat dan daerahnya sendiri; b) Disediakan bantuan pendanaan dan pendampingan secara khusus terhadap perempuan, atau kelompok lain yang terpinggirkan (minimal 30% dari alokasi Bantuan Langsung Masyarakat); c) Peran pendamping (fasilitator/ konsultan) dalam memfasilitasi proses pelaksanaan PNPM Mandiri masih sangat dominan; d) Rasa kepemilikan program dari masyarakat, lembaga sosial dan pemerintah desa dan daerah belum cukup kuat dan masih sangat bergantung kepada fasilitator dan konsultan; e) Untuk mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat kepada konsultan, fasilitator dan konsultan secara taktis dan sistematis harus memberi kepercayaan kepada pelaku pembangunan di tingkat lokal untuk memfasilitasi proses pelaksanaan PNPM Mandiri; f) Proses perencanaan partisipatif belum terintegrasi dengan sistem perencanaan pembangunan reguler. 6 Tahap pembelajaran ini merupakan tahap yang sangat penting terutama bagi masyarakat yang mendapatkan bantuan PNPM-Mandiri, karena dalam program ini sangat diperlukan keterlibatan atau partisispasi masyarakat dalam berbagai tahap di lapangan. Dalam upaya pemberdayaan bagi masyarakat melalui PNPM-Mandiri ini, salah satu konsep yang diyakini adalah bahwa upaya pemberdayaan tak akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat yang akan diberdayakan. Tahap kemandirian adalah proses pendalaman atau intensifikasi dari tahap internalisasi. Tahap ini dimulai di lokasi-lokasi dimana masyarakat sudah pernah melaksanakan program pemberdayaan melalui proses berikut: (i) pelembagaan pengelolaan pembangunan partisipatif di desa/kelurahan dan kecamatan; (ii) pelembagaan pengelolaan pendanaan mikro yang berbasis masyarakat untuk melayani masyarakat miskin; dan (iii) peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintah lokal dalam pengelolaan pembangunan partisipatif dan berkelanjutan. Tahap kemandirian ini membutuhkan waktu kurang lebih 2 tahun. Hal yang perlu diperhatikan dalam tahapan ini adalah: a) Bantuan pendanaan lebih bersifat stimulan sehingga dana dari swadaya maupun sumber lainnya merupakan faktor penggerak pembangunan masyarakat dan daerahnya; b) Fasilitasi pelaksanaan PNPM Mandiri lebih banyak dilakukan oleh pelaku 6 Lampiran 1 Pedoman Umum PNPM-Mandiri, “Tahapan Strategi Operasional PNPN Mandiri”, 2007.
40
PNPM-Mandiri Perkotaan Di Kota Batam
pembangunan lokal dari masyarakat sendiri; c) Rasa kepemilikan program dari masyarakat dan pemerintah daerah sudah cukup kuat, sehingga peran fasilitator/ konsultan lebih difokuskan pada peningkatan kapasitas masyarakat, pelaku pembangunan lokal dan perangkat pemerintah daerah; d) Masyarakat, pemerintah daerah, konsultan dan fasilitator sudah merupakan mitra sejajar; e) Proses perencanaan partisipatif telah terintegrasi ke dalam sistem perencanaan pembangunan regular. 7 Tahap kemandirian ini merupakan bagian dari proses pemberdayaan masyarakat melalui PNPM-Mandiri. Tahap kemandirian memberikan bimbingan dan pembelajaran kepada masyarakat untuk mengelola sebuah pembangunan baik fisik maupun non fisik di wilayahnya. Dalam hal ini, upaya kemandirian juga diarahkan untuk meningkatan kemampuan masyarakat dalam mengelola masalah ekonomi maupun keberfungsian sosialnya. Dengan upaya tersebut, diharapkan akan terjadi peningkatan keberdayaan masyarakat dalam menghadapi persoalan kehidupannya sehari-hari terutama yang terkait dnegan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Tahap keberlanjutan dimulai dengan proses penyiapan masyarakat agar mampu melanjutkan pengelolaan program pembangunan secara mandiri. Proses penyiapan ini membutuhkan waktu setidaknya satu tahun. Pada tahap keberlanjutan masyarakat mampu menghasilkan keputusan pembangunan yang rasional dan adil, semakin sadar akan hak dan kewajibannya dalam pembangunan, mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, dan mampu mengelola berbagai potensi sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai kesuksesan dalam tahapan ini adalah: a) Swadaya masyarakat merupakan faktor utama penggerak proses pembangunan; b) Perencanaan secara partisipatif, terbuka dan demokratis sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat dalam merencanakan kegiatan pembangunan dan masyarakat mampu membangun kemitraan dengan berbagai pihak untuk menggalang berbagai sumber daya dalam rangka melaksanakan proses pembangunan; c) Kapasitas pemerintahan daerah meningkat sehingga lebih tanggap dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, antara lain dengan menyediakan dana dan pendampingan; d) Keberadaan fasilitator/konsultan atas permintaan dari masyarakat atau pemerintah daerah sesuai keahlian yang dibutuhkan. 8 Tahap keberlanjutan ini merupakan tahap yang sangat berarti bagi masyarakat, di mana upaya 7 Lampiran 1 Pedoman Umum PNPM-Mandiri, “Tahapan Strategi Operasional PNPN Mandiri”, 2007. 8 Lampiran 1 Pedoman Umum PNPM-Mandiri, “Tahapan Strategi Operasional PNPN Mandiri”, 2007.
41
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
kemandirian yang telah dibangun pada tahap kedua akan dipertahankan dan bahkan ditingkatkan mutunya. Dengan kemampuan kemandirian yang berkelanjutan, maka diharapkan masyarakat akan meningkat keberdayaannya dan dengan demikian, akan terjadi pula peningkatan kesejahteraannya. PNPM-Mandiri merupakan program jaring pengaman sosial yang digagas pemerintah sejak 2007 dengan konsep memberdayakan warga setempat dalam pembangunan sarana dan prasarana, pendidikan, dan kesehatan. Rencananya, program ini akan tetap dipertahankan hingga 2015. Khusus tahun ini, total anggaran PNPM-Mandiri mencapai Rp13,7 triliun, dengan rincian PNPM Inti Rp10,377.9 triliun dan PNPM Penguatan Rp3,324.2 triliun. Program dilaksanakan enam kementerian dan lembaga di 33 provinsi, 465 kabupaten/ kota, dan 6.408 kecamatan. Adapun tahun depan, anggaran PNPM Mandiri direncanakan mencapai Rp 16 triliun. Pada Nota Keuangan 2010, PNPM termasuk dalam kebijakan bantuan sosial yang dirancang pemerintah untuk kesejahteraan rakyat. 9 Dengan demikian, PNPM Mandiri merupakan program nasional yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, baik wlayah perdesaan maupun wilayah perkotaan. PNPM-Mandiri dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat yang mencakup tiga bidang yang terkait dengan kebutuhan dasar, yaitu sarana dan prasarana, pendidikan, dan kesehatan. Program ini telah dimulai sejak tahun 2007, tapi gemanya baru dirasakan oleh masyarakat luas pada tahun 2008 ini. PNPM-Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM-Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan. PNPM-Mandiri terbagi atas dua kategori program, yaitu PNPMMandiri Program Inti dan PNPM-Mandiri Program Penguatan. Secara sektoral, PNPM Mandiri juga dibedakan menjadi: PNPM-Mandiri Perdesaan, PNPMMandiri Perkotaan, dan PNPM-Mandiri Daerah Khusus. PNPM-Mandiri itu sendiri sebenarnya merupakan instrumen pemerintah yang digulirkan untuk mencapai salah satu target dari MDGs (Millenium Development Goals). 10 Dengan 9 Pemerintah Optimistis Habiskan Anggaran PNPM 2009, http://www.tempointeraktif.com/hg/ perbankan_keuangan/2009/08/05/brk,20090805-190895,id.html, Akses Selasa, 25 Mei 2010. 10 M. Khuzam Khariri, PNPM-Mandiri, Upaya Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, http://hmpsekis. wordpress.com/2009/01/13/pnpm-mandiri-upaya-pengentasan-kemiskinan-di-indonesia/, Akses Minggu, 12 Desember 2010.
42
PNPM-Mandiri Perkotaan Di Kota Batam
demikian, PNPM-Mandiri merupakan program pemberdayaan masyarakat yang deselenggarakan secara terencana dan berkelanjutan dalam rangka pencapaian MDGs. PNPM-Mandiri diselenggarakan berdasarkan kategori wilayah yang mencakup perdesaan, perkotaan, dan daerah khusus. PNPM-Mandiri memiliki perbedaan dibanding program-program pengentasan kemiskinan sebelumya. Pesan inti dari PNPM-Mandiri adalah, dalam mengentaskan kemiskinan semua pihak harus berperan aktif dan saling mendukung, partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam menyukseskan program pengentasan kemiskinan. Dalam PNPM-Mandiri, masyarakat berkewajiban untuk aktif dalam tahapan-tahapan program, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai objek melainkan subjek penanggulangan kemiskinan. 11 Dengan demikian, PNPM-Mandiri dapat dinilai sebagai program yang memiliki keunggulan dibanding pogram lain yang pernah ada di Indonesia. Kelebihan PNPM-Mandiri adalah keterlibatan masyarakat dalam program dari awal hingga akhir, sehingga program tersebut diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan prinsip pemberdayaan, di mana masyarakat harus terlibat dalam proses pemberdayaan dan mengatasi permasalahan yang dihadapinya. PNPM-Mandiri menerapkan prinsip pemberdayaan dalam kegiatannya di lapangan, di mana para pendamping menemani dan membimbing masyarakat melakukan seegala sesuatu dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan fisik, ekonomi, dan sosial mereka. Ada tiga core yang menjadi target dalam pengembangan masyarakat melalui PNPM-Mandiri, yaitu target fisik (pembangunan infrastruktur), target ekonomi (meningkatkan kemampuan atau keberdayaan ekonomi masyarakat miskin melalui pinjaman lunak), dan target sosial (meningkatkan keberfungsi-sosial-an masyarakat miskin dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya). Dalam menjalankan kegiatannya di lapangan, PNPM-Mandiri mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus ditaati. Menurut pedoman pelaksanaannya, ada 12 prinsip dasar PNPM- Mandiri: 1) Bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia; 2) Otonomi kemandirian masyarakat; 3) Desentralisasi sesuai dengan kapasitasnya; 4) Berorientasi pada masyarakat miskin; 5) Partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahapan; 6) Kesetaraan dan 11 Ibid.
43
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
keadilan gender; 7) Demokratis dan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan; 8) Transparansi dan akuntabel; 9) Prioritas pada kebutuhan pokok; 10) Kolaborasi yang sinergi antar semua pihak; 11) Program yang berkelanjutan dan cara pandang ke depan; 12) Tata kelola yang sederhana, fleksibel, mudah dipahami, serta dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakat. 12 Semua prinsip dasar tersebut sangat penting untuk diperhatikan baik oleh para pendamping maupun masyarakat miskin yang menerima bantuan. Jika PNPMMandiri ingin mencapai target yang ditetapkan, maka prinsip-prinsip dasar tersebut harus menjadi acuan yang wajib ditaati. Jika dicermati, maka terlihat bahwa prinsip-prinsip tersebut megacu pada konsep pemberdayaan, di mana PNPM-Mandiri ingin memberikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan keberdayaan dirinya. Prinsip-prinsip tersebut mencerminkan keinginan program untuk membantu masyarakat miskin menjangkau berbagai akses dalah rangka pemenuhan kebutuhan dasarnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Prijono, memberdayakan rakyat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Di samping itu, juga mengandung arti melindungi dan membela dengan berpihak kepada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah. 13 Dalam prinsip-prinsip PNPMMandiri terlihat upaya untuk melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan keberdayaannya, selain juga mementingkan nilainilai demokrasi dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan mencerminkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam memandirikan dirinya. Dengan PNPM Mandiri, masyarakat diharapkan memiliki cara pandang bahwa mereka harus bersikap mandiri, mereka sendirilah yang harus menjadi aktor utama dalam pengambilan keputusan, pengentasan kemiskinan diusulkan masyarakat secara terbuka untuk dipilih saat musyawarah. Dalam jangka panjang diharapkan partisipatif aktif masyarakat dapat dipertahankan dari waktu ke waktu, sehingga masyarakat merasa memiliki kegiatan pembangunan yang ada di desanya, dan program pembangunan serta pemberdayaan akan 12 Ibid. 13 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya, dalam Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka (Penyunting), Pemberdayaan (Konsep, Kebijakan dan Implementasinya), CSIS, Jakarta, 1996, h. 95.
44
PNPM-Mandiri Perkotaan Di Kota Batam
terus dilakukan dan terus berkelanjutan. 14 Prinsip kemandirian dalam hal ini sangat penting untuk ditekankan, karena dalam kemandrian tersebut tercermin keberdayaan yang ingin dicapai oleh PNPM-Mandiri. Kemandirian masyarakat merupakan target yang ingin dicapai, dalam rangka memberdayakan masyarakat miskin. B. PNPM-Mandiri Perkotaan PNPM-Mandiri Perkotaan merupakan bagian dari PNPM-Mandiri yang secara keseluruhan diselenggarakan di Indonesia. Sasaran dari program ini adalah pemberdayaan masyarakat miskin di wilayah perkotaan di Indonesia. Pemberdayaan masyarakat miskin di perkotaan berangkat dari asumsi bahwa masyarakat miskin di perkotaan memiliki ciri yang berbeda dari masyarakat miskin di wilayah lainnya seperti perdesaan misalnya. Daerah yang berbeda, secara logis akan membutuhkan cara penanganan permasalahan yang berbeda pula. Pemberdayaan masyarakat miskin di perkotaan pada umumnya diwarnai dengan upaya membersihkan kantong-kantong permukiman kumuh atau menggarap masyarakat ekonomi lemah untuk meningkatkan kemampuan usaha kecilnya. Pemberdayaan masarakat miskin di perkotaan pada umumnya juga ditandai dengan upaya perbaikan infrastruktur dalam lingkungan mereka. Upaya pemberdayaan dilakukan dengan maksud meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin melalui peningkatan keberdayaan dan kemandirian mereka. Dalam kaitannya dengan PNPM-Mandiri Perkotaan, ada lembaga partisipatif yang dibangun PNPM-Mandiri Perkotaan berupa Badan Kswadayaan Masyarakat (BKM). Manfaatnya, semua masyarakat dapat mengakses program yang ada melalui lembaga ini. BKM juga melakukan pembinaan mulai dari pembentukan kelompok, identifikasi permasalahan mereka yang berada dalam kemiskinan, sampai merencanakan kegiatan apa yang dibutuhkan oleh mereka. Dalam hal ini BKM dapat diinterpretasikan sebagai badan yang dimaksudkan untuk mengarahkan masyarakat kepada berbagai akses kebutuhan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat. 15 Dengan BKM tersebut diharapkan masyarakat dapat aktif menyalurkan aspirasinya 14 Ibid. 15 Shom, PNPM Terbukti Manfaatnya Bagi Masyarakat, http://tnp2k.wapresri.go.id/berita/ pemberdayaan-masyarakat/46-pnpm-terbukti-manfaatnya-bagi-masyarakat.html, Akses Minggu, 15 Desember 2010
45
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
untuk membangun infrastruktur di wilayahnya, atau mengusulkan upaya perbaikan lainnya dalam rangka peningakatan kemampuan ekonomi dan sosial masyarakat. BKM merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat, di mana partisipasi masyarakat menjadi sesuatu yang sangat penting dan perlu diapresiasi. PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam merupakan bagian dari PNPMMandiri Perkotaan yang dirancang oleh Pemerintah Pusat dan berlaku di seluruh provinsi di Indonesia. Sebagai program pemerintah pusat, PNPMMandiri Perkotaan mempunyai pedoman-pedoman yang berlaku umum di Indonesia, namun PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam menjadi isu yang menarik karena PNPM-Mandiri Perkotaan tersebut diselenggarakan di Kota Batam yang riuh dengan perkembangan ke arah kota industri. Kota Batam yang semakin marak dengan berbagai gedung perkantoran dan juga sebagai salah tempat transit perdagangan nasional, dan berbagai kegiatan yang mencirikan kehidupan metropolitas di era global, telah menjadi tantangan tersendiri dalam uapaya pemberdayaan masyarakat miskin. Pemberdayaan masyarakat miskin melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam telah dilakukan sejak tahun 2008, namun masih sebatas pembangunan infrastruktur saja. Target lain belum disentuh, karena memang Pemerintah belum mempunyai dana untuk dialokasikan untuk kedua target tersebut. Namun demikian, program PNPM-Mandiri Perkotaan berupa pembangunan infrastruktur bagi masyarakat miskin, tetaplah sangat berarti, karena disumsikan, jika infrastruktur membaik maka upaya masyarakat untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan sosialnya juga akan membaik. Hal ini berbanding lurus, dan sangat terkait. Alokasi dana untuk PNPM di Kota Batam pada tahun 2009 mencapai Rp9,7 miliar, atau meningkat hampir lima kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang hanya Rp2 miliar. Menurut Koordinator Kota PNPM untuk Batam, Bintan dan Tanjung Pinang, pada Tahun Anggaran 2008-2009, anggaran pelaksanaan program PNPM di Kepulauan Riau (Kepri) hanya dialokasikan di dua daerah, yakni Kota Batam sebesar Rp9,7 miliar dan Kabupaten Bintan Rp700 juta. Alokasi dana PNPM untuk Batam bertambah Rp7,7 miliar, yang artinya meningkat jauh lebih tinggi daripada daerah lainnya di Kepri. Namun, dengan alokasi yang hanya Rp2 miliar pada tahun 2008, PNPM di Batam berhasil membentuk 13 Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) selaku penyusun kegiatan dan penyalur alokasi dana yang dibutuhkan
46
PNPM-Mandiri Perkotaan Di Kota Batam
untuk kegiatan. Adapun di Tanjung Pinang terbentuk 18 BKM. 16 Peningkatan dana yang mencapai hampir lima kali lipat tersebut menunjukkan semakin kuatnya komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah untuk melakukan penanggulangan kemiskinan di Kota Batam. Jika dilihat pada permasalahan yang dihadapi, memang peningkatan dana bantuan yang berlipat ini sudah selayaknya dilakukan, karena Kota Batam merupakan kota industri yang sarat dengan permasalahan kemiskinan karena banyaknya penduduk pendatang yang menetap di kota tersebut. Penduduk pendatang yang tidak memiliki skill ditengarai sebagai salah satu faktor yang mengakibatkan meningkatnya jumlah orang miskin yang ada di Kota Batam. Keberhasilan pembentukan BKM serta lancarnya pelaksanaan kegiatankegiatan yang telah dilakukan di Kota Batam antara lain menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat menambah alokasi dana PNPM. Pada tahun anggaran ini pemerintah pusat telah mewajibkan kepada pemerintah daerah (pemda) untuk memberikan 50% dari alokasi yang ditetapkan. Dengan demikian, APBN hanya membiayai sebagian anggaran pelaksanaan kegiatan PNPM. Pada tahun anggaran 2006-2007, Batam belum mendapat alokasi dana, karena pelaksanaan PNPM di Kabupaten Kepri masih dilakukan di Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Karimun. Pada tahun anggaran itu, dana untuk pelaksanaan PNPM Tanjung Pinang sebesar Rp2,3 miliar dan untuk Kabupaten Karimun sebesar Rp2,5 miliar. 17 Adalah sebuah apresiasi yang sangat positif bagi keberhasilan para petugas lapangan yang terlibat dalam implemenatsi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, ketika hasil kerjanya dapat membangkitkan perhatian dan meningkatkan komitmen para pengambil kebijakan terhadap masyarakat miskin di Kota Batam. Peningkatan jumlah dana PNPM untuk masyarakat Kota Batam tahun 2009 yang berlipat-lipat dibanding tahun sebelumnya, diharapkan akan menjadi sebuah momen yang membangkitkan semangat masyarakat untuk mebangun wilayahnya serta meningkatkan keberdayaannya di bidang ekonomi dan sosial. Tahun 2010, Kota Batam kembali memperoleh dana PNPM Mandiri Perkotaan. Jumlah dana PNPM Mandiri yang diterima pada tahun ini mengalami peningkatan yakni Rp7,6 miliar untuk 64 kelurahan. Sedangkan pada tahun
16 Dana PNPM untuk Kota Batam Naik Rp7,7 Miliar, Riauhttp://www.p2kp.org/wartaarsipdetil. asp?mid=2583&catid=1&, 15 Mei 2009, Akses Jum’at, 30 Juli 2010. 17 Dana PNPM untuk Kota Batam Naik Rp7,7 Miliar, Riauhttp://www.p2kp.org/wartaarsipdetil. asp?mid=2583&catid=1&, 15 Mei 2009, Akses Jum’at, 30 Juli 2010.
47
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
2009 dana PNPM Mandiri yang diperoleh Kota Batam sekitar Rp5,2 miliar. 18 Tampaknya tak ada perjuangan yang keras tanpa hasil yang memuaskan. Pada tahun 2010 Kota Batam kembali mendapatkan peningkatan dana PNPM, karena dinilai bagus prestasinya dalam implementasi program di lapangan. Peningkatan dana bantuan tersebut diharapkan akan mampu menjangkau upaya pemberdayaan masyarakat di seluruh kelurahan yang ada di Kota Batam. Dengan demikian, Pemerintah telah semakin serius untuk mengatasi masalah kemiskinan sebagaimana ditargetkan MDGs untuk mengurangi hingga separoh jumlah orang miskin pada tahun 2015. Implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam tak lepas dari berbagai masalah yang dihadapi pemerintah setempat. Masalah kemiskinan di kota Batam diwarnai oleh berbagai faktor yang juga menjadi pemicu dalam perkembangan kota tersebut. Hingga kini, Kota Batam terus berkembang ke arah metropolitan, dan ini merupakan daya tarik bagi banyak orang luar untuk datang ke kota tersebut. Banyak orang datang untuk mencari kerja di Kota Batam, namun sayangnya tak semuanya memiliki skill yang memadai, sehingga muncul berbagai permasalahan kemiskinan yang ditandai dengan banyaknya permukiman kumuh, rumah liar, dan kesemrawutan lainnya. Belum lagi persoalan Pemerintah Kota sendiri yang selama ini tak kunjung teratasi yang akhirnya menjadi kendala dalam penanggulangan kemiskinan. Masalah dualisme pemerintahan di Kota Batam serta status lahan yang bermasalah merupakan sebagian persoalan yang menjadi kendala tersebut. Berdasarkan wawancara peneliti dengan: 1) Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman Pemerintah Kota Batam; 2) Koordinator Team Leader PNPMMandiri Tingkat Provinsi Kepulauan Riau; 3) Koordinator PNPM-Mandiri Perkotaan Tingkat Kota Batam, diperoleh berbagai informasi tentang PNPMMandiri di Kota Batam. PNPM- Mandiri Perkotaan di Kota Batam telah berlansung sejak tahun 2008. Semula program tersebut hanya di 13 kelurahan, namun pada tahun 2009, jumlahnya meningkat, sehingga semua kelurahan di Kota Batam mendapatkannya. Ada 64 kelurahan di Kota Batam yang sejak tahun 2009 hingga 2010 mendapatkan PNPM-Mandiri Perkotaan.
18 Dana PNPM Mandiri Bisa Juga untuk Bantuan Modal bagi Masyarakat Menengah ke Bawah, http:// www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&task=view&id=538&Itemid=119. Akses Jum’at, 30 Juli 2010.
48
PNPM-Mandiri Perkotaan Di Kota Batam
Dalam pelaksanaan PNPM-Mandiri, ada peran dari pemerintah kota, ada Faskel, PPK, BPPK yang dibantu di lapangan oleh pendamping. Di Kota Batam, ada koordinator yang bertanggung jawab atas kesuksesan PNPM-Mandiri. Sebagaimana dikemukakan oleh Koordinator Tingkat Kota, dalam PNPMMandiri ada fasilitator yang melakukan pembelajaran kepada masyarakat, yang pelaksanaannya di bawah pengawasan koordinator. Ada pelatihan untuk pendampingan, di mana pelatihnya adalah trainer nasional yang berasal dari Jakarta maupun pelatih dari daerah yang sudah mengikuti TOT. PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam menggunakan pendanaan dari IDB (International Development Bank) dan kali ini ditekankan pada pembangunan infrastruktur kelurahan, yang dimaksudkan untuk mendukung ekonomi masyarakat. Pada tahun 2009, program ditekankan pada pembangunan infrastruktur, dengan berbasis ekonomi dan sosial. Dalam hal ini fokusnya jelas, yaitu pembangunan fisik, namun hal itu dilakukan untuk mendukung kelancaran kegiatan ekonomi dan sosial. Hal ini berbeda dengan PNPMMandiri di tempat lain, seperti di Tanjung Pinang misalnya yang sudah mulai dengan pemberdayaan ekonomi. Hingga saat ini, PNPM-Mandiri di Kota Batam masih sebatas fisik atau pembangunan infrastruktur saja. Dalam PNPM-Mandiri terdapat fasilitaror yang terbagi dalam bidangbidang yaitu bidang fisik, bidang ekonomi, dan bidang sosial. Para fasilitator bertugas melakukan pendampingan kepada masyarakat penerima PNPMMandiri. Meskipun di Kota Batam PNPM-Mandiri masih sebatas pembangunan infrastruktur, namun dalam prakteknya para fasilitator tetap bekerja untuk pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat. Para fasilitator tersebut melakukan pembelajaran kepada masyarakat tanpa harus ada uang yang bergulir di sana. Para fasilitaor dalam hal ini berperan sebagai pendamping dan konsultan bagi masyarakat, agar segala tindakan dipertimbangkan baik-baik dari sisi ekonomi, agar tidak ada uang yang terbuang sia-sia. Selain itu, setiap kegiatan pembangunan infrastruktur juga disertai dengan pembangunan sosial di antaranya membangun kebersamaan dalam masyarakat. Salah satu contoh misalnya, masyarakat diajari membuat laporan keuangan yang dibukukan berdasarkan pengetahuan ekonomi dan manjemen. Dalam hal ini, KSM dan BKM melakukan administrasi berdasarkan manajemen ekonomi. Menurut Koordinator PNPM-Mandiri Tingkat Provinsi Kepualuan Riau, hingga saat ini PNPM-Mandiri masih dinilai penting dan sangat dibutuhkan masyarakat. Program ini menggunakan prinsip “Tri Daya”, yaitu program pembangunan fisik/infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, dan pemberdayaan 49
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
sosial. Namun demikian, terkadang anggaran yang dialokasikan tak mudah untuk dicairkan, keculai DDUB (Dana Daerah untuk Urusan Bersama) yang merupakan 20persen dana sharing dari Pemerintah Kota untuk daerah-daerah yang terkena program P2KP termasuk PNPM-Mandiri Perkotaan. Mengenai pedoman pelaksanaan PNPM-Mandiri, ada pedoman yang diberikan dari pusat, yaitu dari Dirjen Cipta karya, yang berlaku umum untuk PNPM-Mandiri di seluruh Indonesia. Pedoman tersebut sangat detail, sedangkan yang khusus pada umumnya pada sub-sub materi yang dilakukan melalui siklussiklus. Meskipun pedoman tersebut sudah baku, namun seringkali di lapangan para petugas harus melakukan penyesuaian dengan kondisi masyarakat, karena pedoman tersebut tidak dapat diterapkan secara leter lux. Hal ini dapat dipahami, karena ada perbedaan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di Kota Batam. Para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam menghadapi masyarakat dengan latar belakang yang berbeda-beda, di mana ada masyarakat yang tinggal di pulau utama (P. Batam) dan juga ada yang tinggal di pulau-pulau kecil di wilayah Kota Batam. Kedua latar belakang tersebut membutuhkan pendekatan yang berbeda. Pada umumnya masyarakat di Kota Batam menanggapi positif dan antusias terhadap PNPM-Mandiri. Masyarakat sangat respon dan merasa terbantu dengan pembangunan infrastruktur di wilayahnya. Mereka merasakan manfaat dari pembangunan tersebut, karena urusan transportasi menjadi lancar, yang berarti juga melancarkan kegiatan ekonomi dan urusan lainnya. Karakteristik masyarakat di Kota Batam berbeda-beda, yang pertama adalah masyarakat yang tinggal di mainland, yaitu masyarakat yang tinggal di pulau utama (P. Batam), sedang yang kedua adalah masyarakat yang tinggal di interland, yaitu masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil di luar P. Batam. Sebagaimana diketahui, di wilayah Kota Batam terdapat banyak pulau dan bahkan banyak yang tak berpenghuni, di mana pulau yang berpenghuni tak sampai 25persen. Masyarakat Kota Batam berbeda-beda karakternya, mereka yang tinggal di wilayah interland hampir homogen, sedang yang tinggal di mainland hampir seperti Indonesia mini, di mana semua suku bangsa ada di dalamnya. Hal semacam ini membutuhkan seni tersendiri dalam program pemberdayaan. Di Kota Batam, PNPM-Mandiri diberikan kepada warga miskin tanpa memperhatikan status kependudukan. Menurut Kepala Bidang Perumahan Permukiman Dinas Tata Kota Pemerintah Kota Batam, kantong-kantong kemiskinan merata di Kota Batam. Ada banyak kasus rumah bermasalah, 50
PNPM-Mandiri Perkotaan Di Kota Batam
di mana orang-orang membangun rumah di atas lahan orang lain. Cirinya adalah, jika rumah-rumah tata letaknya beraturan maka itu adalah rumahrumah legal, sedangkan jika rumah-rumah tata letaknya tak beraturan maka itu adalah rumah-rumah bermasalah atau rumah-rumah liar (sering disebut “Ruli”. Kantong kemiskian umumnya muncul seiring dengan tumbuhnya pusat perekonomian yang mengundang para pendatang. Di Kota Batam, ada banyak slum (pemukiman kumuh), jumlahnya mencapai sekitar 40.000 rumah liar. Namun demikian, pada saat ini sebagian rumah-rumah liar tersebut telah diputihkan, karena Pemerintah Kota sudah tak sanggup menggusurnya. Kemiskinan merupakan bagian dari permasalahan Pemerintah Kota Batam. Menurut BPS, pada tahun-tahun terakhir, kemskinan di Kota Batam cenderung menurun. Terlihat dari kehidupan masyarakat sehari-hari, di mana banyak orang yang meskipun tinggal di rumah-rumah liar namun mereka memiliki sepeda motor. Kemiskinan di Kota Batam juga sangat dinamis, berkaitan dengan arus pendatang, di mana juga terdapat warga pendatang yang dikoordinir. Pada masa setelah lebaran, para pendatang yang pulang kampung kembali ke Kota Batam dengan membawa teman, tetangga, atau kerabatnya. Hal seperti ini sangat rawan terhadap munculnya kemiskinan baru di Kota Batam. Dulu di Kota Batam pernah ada semacam peraturan daerah (Perda) yang membatasi pendatang yang tak punya pekerjaan. Hal ini dikarenakan, pertumbuhan penduduk Kota Batam yang luar biasa adalah karena migrasi, bukan karena kelahiran. Sekarang jumlah penduduk Kota Batam sudah hampir 1 juta jiwa. Semula, di Kota Batam ada pengendalian penduduk, di mana setiap warga yang datang tanpa punya keahlian atau tidak jelas pekerjaannya diharuskan punya jaminan agar tidak terlantar. Namun pada tahun 2009 aturan itu dicabut karena dinilai mengandung diskrimininasi. Alasannya, setiap warga negara boleh tinggal di mana saja wilayah Republik Indonesia. Kota Batam adalah kota industri, maka benar kata pepatah, “ada gula ada semut”. Kondisi tersebut berdampak pada munculnya kemiskinan. Di Kota Batam ada sekitar 300.000 tenaga kerja industri, mereka bekerja dengan sistem kontrak. Pada umumnya mereka tamat SMA lalu kontrak kerja per tahun lewat pengerah tenaga kerja, namun setelah resign banyak yang tidak mau kembali ke daerah asal, dan mereka lalu mencari kerja informal serta hidup membentuk keluarga baru di Batam. Ini adalah persoalan besar.
51
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Keberadaan PNPM-Mandiri di Kota Batam sangat membantu daerah untuk mengatasi berbagai keterbatasan, terutama yang menjadi masalah di kota ini adalah masalah air bersih. Sampai sekarang program penanggulangan kemiskinan di Kota Batam bersifat lintas sektoral, ada dari unsur sosial dan unsur fisik yang semuanya terlibat. Semula berbagai program pembangunan didesain untuk penduduk asli, namun kemudian Pemerintah Kota tak dapat menolak kenyatan bahwa di wilayah industri ada 6.000 penduduk pendatang yang ber KTP setempat, dan infrastrukturnya sudah lengkap. Dengan demikian, kompleksitas permasalahan kemiskinan semakin terasa, dan membutuhkan konsentrasi yang lebih baik untuk mengatasinya.
52
BAB V PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PNPM-MANDIRI PERKOTAAN DI KOTA BATAM: Perspektif Intervensi Sosial
PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, selain membantu masyarakat dalam hal pembangunan infrastruktur di sisi fisik, juga memiliki tujuan jangka panjang, yaitu keberdayaan masyarakat. Dengan bantuan yang diberikan, diharapkan masyarakat mendapatkan dan merasakan manfaat akan nilai lebih dari bantuan tersebut. Meskipun PNPM-Mandiri Perkotaan mempunyai prinsip “Tri Daya” dalam pelaksanaan programnya (pembangunan fisik, pemberdayaan ekonomi, dan pemberdayaan sosial), namun toh dalam implementasinya di Kota Batam saat ini, baru bantuan fisik berupa pembangunan infrastruktur yang dapat diberikan. Namun demikin, Prinsip “Tri Daya” tetap dipegang teguh, di mana para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan terus mendorong kepada masyarakat agar pembangunan infrastruktur tersebut dimanfaatkan sebaikbaiknya, dirawat sebaik-baiknya, dan dijaga kualitas demi pemanfaatannya. Adanya pembangunan infrastruktur tersebut diharapkan dapat membantu kelancaran usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya kondisi jalan yang baik akan membantu transportasi dan melancarkan berbagai urusan dan pekerjaan masyarakat. Sumur artetis akan membantu kebutuhan masyarakat akan air bersih, dan juga bermanfaat bagi pembelajaran masyarakat dalam hal pola hidup sehat. Upaya pemberdayaan masyarakat dalam PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam dapat dilihat pada kerja keras para pendamping dalam membantu pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh masyarakat, serta bimbingan dan pembelajaran yang diberikan oleh pendamping kepada masyarakat. Peran pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan dalam hal ini merupakan sesuatu yang memiliki nilai lebih, karena walau yang dibangun adalah infrastruktur, namun bimbingan dan pembelajaran yang diberikan kepada masyarakat jauh lebih dari 53
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
sekedar pembangunan fisik tersebut. Selain mendampingi masyarakat dalam mengelola pembangunan infrastruktur, para pendamping juga memberikan bimbingan dan “transfer of knowledge” dalam bidang ekonomi dan sosial. Para pendamping selalu membuka kesempatan bagi masyarakat untuk belajar dan bertanya apa saja yang ingin diketahuinya, dan para pendamping akan membantu sepanjang bisa dilakukannya. Para pendamping di bidang teknik dalam prakteknya tidak semata memberikan bimbingan dan pembelajaran di bidang teknik, namun sekaligus juga membantu masyarakat jika mereka mengalami kesulitan pemecahan masalah di bidang ekonomi dan sosial. Dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, peran pendamping sangatlah besar, di mana para pendamping merupakan ujung tombak dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Berbagai hal yang dilakukan para pendamping untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut, jika dipandang dari sisi kesejahteraan sosial, dapat dipahami sebagai sebuah proses intervensi sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Intervensi sosial dalam hal ini dilakukan dengan mekanisme tertentu yang dalam jangka waktu tertentu pula dapat dilihat hasil atau perkembangannya. Intervensi sosial ini dimaksudkan untuk meningkatkan keberdayan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam konteks PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, para pendamping dapat diidentikkan dengan “pekerja sosial” atau “agen pembangunan” yang bertugas melakukan intervensi sosial dalam rangka mengubah kehidupan masyarakat agar menjadi lebih baik. A. Pendamping 1 Dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, para pendamping atau yang juga biasa disebut sebagai fasilitator mempunyai peran yang sangat penting, karena mereka adalah penggerak program di tingkat basis atau masyarakat. Para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan merupakan orang-orang atau tenaga-tenaga terseleksi yang bertugas mendampingi dan memberikan pembelajaran kepada masyarakat mengenai berbagai upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. Para pendamping tersebut dalam tugasnya memiliki kriteria khusus sehubungan dengan keahlian dan mekanisme seleksinya, mereka juga mempunyai mekanisme tertentu dalam tugasnya, dan memiliki target atau sasaran yang ditetapkan. Seringkali 1 Diolah dan dianalisis berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan Koordinator PNPMMandiri Tingkat Provinsi Kepulauan Riau dan Koordinator PNPM-Mandiri Tingkat Kota Batam, tanggal 11 November 2010, serta jawaban tertulis dari 14 pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, tanggal 11-15 November 2010.
54
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
para pendamping menghadapai tantangan terkait kondisi sosial dan budaya masyarakat, walau tak dapat dipungkiri bahwa kondisi sosial budaya juga bisa melancarkan tugasnya. Para pendamping harus melakukan evaluasi secara berkesinambungan mengenai tugasnya, apakah pendampingan masyarakat miskin telah dilakukan berdasarkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari Pemerintah Pusat, serta apakah ada kendala dalam implementasinya di lapangan. Dalam prakteknya di lapangan, para pendamping juga seringkali menghadapi berbagai kendala selama pendampingan. Oleh karena itu, untuk perbaikan implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan pada masa mendatang, para pendamping mengemukakan beberapa saran dan harapan yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti. 1. Kriteria dan Seleksi Kriteria pendampingan baik dari sisi teknik, ekonomi, maupun sosial dilakukan melalui seleksi di tingkat Kota Batam. Kriteria pendampingan disesuaikan dengan basis. Untuk pendampingan 7 (tujuh) kelurahan dibutuhkan tenaga fasilitator (Faskel) di bidang teknik, sosial, dan ekonomi. Kriteria pendamping meliputi di antaranya: a) Berijazah S1 dan diutamakan yang pernah ikut program pemberdayaan; b) Bisa mengoperasikan komputer; c) Bisa komunikasi serta bekerja dalam tim; d) Bersedia ditmpatkan di mana saja; e) Pekerja keras; f) Bisa berkomunikasi dan beradaptasi dengan masyarakat secara baik; g) Bisa berinovasi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat; h) Mampu mengarahkan masyarakat dari hal yang negatif menuju hal yang positif; i) Berani menerapkan aturan PNPM-Mandiri Perkotaan dengan benar; j) Mempunyai integrasi sosial yang tinggi; k) Pengalaman sekurangkurangnya 3 tahun); l) Umur minimum 30 tahun; dan, m) Baik dan jujur. Sebagai seorang pendamping yang bertugas memberikan pembelajaran kepada masyarakat, maka para pendamping dalam PNPM-Mandiri Perkotaan dituntut untuk: a) Memiliki integritas sosial; b) Memiliki kepekaan terhadap permasalahan sosial masyrakat; c) Komunikatif, dapat menyesuaikan diri dengan segala komunitas masyarakat; d) Mampu melakukan pendekatan terhadap masyarakat, baik pendekatan emosional, pendekatan psikologis, serta pendekatan sosial kultural, dan ini terkait dengan kondisi masyarakat Kota Batam yang sangat heterogen); e) Mau dan mampu belajar bersama-sama serta sama-sama belajar dengan lingkungan masyarakat.
55
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Di samping dituntut memiliki kedekatan dengan masyarakat, para pendamping juga dituntut untuk mampu: a) Melakukan pertemuan dengan Pemda Daerah (Camat, Lurah, dan tokoh masyarakat, RT/RW); B) Melakukan social mapping; c) Meyusun rumusan hasil social mapping dan strategi pendampingan oleh Faskel yang mencakup: SOSMAP-SOSWAL-RKM-RK-PSBKM-PJM-KSM-Pemanfaatan. Mekanisme seleksi pedamping PNPM-Mandiri Perkotaan dilakukan melalui test di wilayah masing-masing. Informasi lowongan dapat diakses di web dan media-media lokal maupun nasional. Seleksi dilakukan melalui berbagai tahap, yaitu seleksi administrasi, wawancara, dan lalu pelatihan dasar. Mekanisme tersebut secara rinci meliputi: a) Test atas integrasi sosial yang tinggi; b) Test atas kemampuan peduli terhadap lingkungan sekitar; c) Test atas cara membuat strategi dalam menghadapi suatu masalah dan cara penyelesaiannya; d) Test atas keberanian dalam menerapkan sesuatu aturan dengan benar; e) Test atas cara berkomunikasi dengan masyarakat; f) Test atas cara mengarahkan masyarakat dalam mengambil suatu keputusan bersama; g) Test atas kemampuan pengendalian sesuatu yang lebih penting, tidak mengedepankan egoisme (kepentingan sepihak). Selanjutnya, berbagai test tersebut diselenggarakan dengan tiga kategori test, yaitu: a) Test tertulis; b) Psikotest; dan c) Wawancara. Dalam perspektif intervensi sosial, kriteria pendamping dan mekanisme seleksi pendamping sebagaimana tersebut di atas dapat diinterpretasikan sebagai bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat miskin. Untuk dapat mengubah kondisi masyarakat miskin, diperlukan kemampuan para agen pembangunan, dalam hal ini para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan. Dalam rangka pemberdayan masyarakat miskin dibutuhkan pendamping yang mampu memahami tugasnya dan kondsi masyarakat yang dihadapinya, karena tanpa itu mustahil akan tercapai target yang ditetapkan. Dalam perspektif intervensi sosial, pendampingan dalam PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apa yang telah dilakukan para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam selama ini juga sangat relevan dengan tujuan pekerjaan sosial yang telah ditetapkan oleh The Council on Social Work, yaitu: a. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam membantu masyarakat untuk mengatasi masalah infrastruktur yang buruk dalam rangka meningkatkan fungsi sosial dan ekonomi masyarakat. 56
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
b. Dalam pendampingan, para pendamping PNP-Mandiri Perkotaan di Kota Batam berupaya menghubungkan masyarakat dengan sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur, yaitu Pemerintah melalui penanggung jawab keuangan PNPM-Mandiri Perkotaan. c. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam berupaya membantu memudahkan akses masyarakat terhadap berbagai lembaga pelayanan, dalam rangka meningkatkan fungsi sosial dan ekonomi masyarakat. d. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Batam membantu masyarakat membangun infrastruktur di wilayahnya. Hal ini merupakan bagian dari kebijakan yang berkeadilan sosial, di mana perbaikan infrastruktur diharapkan akan ikut melancarkan berbagai kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan berkembang lebih optimal. e. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam memberdayakan kelompok-kelompok rentan dalam masyarakat dan mendorong kesejahteraan sosial maupun ekonominya. f. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam juga mengembangkan dan melakukan uji keterampilan atau pengetahuan profesional, dalam hal ini yang terkait dengan pembangunan dan pengelolaan infrastruktur. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam melihat sisi positif yang dapat digali dari masyarakat. Dalam perspektif intervensi sosial, ini sesuai dengan apa yang disebut sebagai ‘perspektif kekuatan” sebagaimana dikemukakan oleh Parsons, Jorgensen, dan Hernandes. a. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam mempelajari ketidaksesuaian kondisi antara manusia dan lingkungan sehingga kebutuhannya tidak terpenuhi. Dalam hal ini pendamping melihat dengan cermat kondisi masyarakat dan alsaan mengapa mereka mendapat bantuan pembangunan infrastruktur dari PNPM-Mandiri Perkotaan. b. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandri Perkotaan di Kota Batam melihat dan mempelajari peluang kekuaan dari tentang masyarakat dan lingkungannya, selain juga rintangan atau resiko yang mungkin terjadi. 57
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
c. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam berupaya membangun kekuatan yang dapat memotivasi masyarakat untuk mengubah dirinya sendiri. Dalam hal ini pembangunan infrastruktur diharapkan menjadi bagian yang melancarkan kegiatan masyarakat untuk meningkatkan fungsi sosial dan kemampuan ekonominya. d. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam memandang bahwa masyarakat adalah ahli dalam kehidupan dan kebutuhannya sehingga pendamping hanya sebagai fasilitator untuk membantu klien memperoleh kebutuhannya dan mengidentifikasi sistem sumber yang memungkinkan untuk mencapai kebutuhannya. e. Dalam pendampingan, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam memandang bahwa masyarakat dapat diberdayakan untuk memperoleh kebutuhannya sehingga menjadi orang yang mandiri. Intervensi sosial terkait dengan upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin di Kota Batam, di mana para pendamping program berupaya untuk membantu masyarakat miskin mengelola bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui PNPM-Mandiri Perkotaan, agar bantuan tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat. Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur merupakan program yang diselenggarakan oleh PNPM-Mandiri, sehingga intervensi sosial yang dilakukan oleh para pendamping menggunakan pendekatan komunitas. Dalam intervensi komunitas ini, bantuan PNPMMandiri Perkotaan digulirkan dengan sistem pendampingan kelompok. Istilah ‘intervensi komunitas’ digunakan untuk menggambarkan berbagai macam model intervensi, seperti intervensi pengembangan masyarakat lokal (local development), perencanaan sosial (social planning), aksi sosial (social action), kebijakan sosial (social policy) Dalam PNPM-Mandiri di Kota Batam, intervensi komunitas dilakukan oleh para pendamping dalam rangka menyadarkan masyarakat akan kepentingan membangun dan memelihara infrastruktur di wilayahnya, bagaimana proses mencairkan bantuan dari PNPM-Mandiri, bagaimana melakukan pembangunan infrastruktur, dan bagaimana memelihara infrastruktur yang telah dibangun. Dengan demikian, dalam pendampingan masyarakat, terdapat proses pembangunan masyarakat, perencanaan sosial, kebijakan sosial, dan pelayanan masyarakat. Selain itu para pendamping juga senantiasa berupaya untuk membangun kemandirian masyarakat dalam rangka mempersiapkan masa depan nya. 58
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Dalam perspektif intervensi sosial, para pendamping PNPM-Mandiri adalah agen perubahan, karena para pendamping tersebut ingin mengubah kondisi masyarakat yang miskin menjadi lebih baik. Dalam hal ini para pendamping berfungsi sebagai pekerja komunitas (comunity worker): a. Dalam pendampingan melalui PNPM-Mandri, para pendamping dapat bertindak sebagai pemercepat perubahan (enabler), di mana dalam hal ini ada empat fungsi utama, yaitu: a) Membantu masyarakat menyadari dan melihat kondisi mereka; b) Membangkitkan dan mengembangkan ‘organisasi’ dalam masyarakat; c) Mengembangkan relasi interpersonal yang baik; d) memfasilitasi perencanaan yang efektif. Kesemuanya itu dilakukan dalam konteks pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di Kota Batam. b. Dalam pendampingan melalui PNPM-Mandiri, para pendamping dapat bertindak sebagai perantara (broker), yaitu menghubungkan komunitas yang membutuhkan bantuan atau community service, tetapi tidak tahu di mana dan bagaimana mendapatkannya. Dalam hal ini para pendamping menghubungan masyarakat yang didampingi dengan akses pembangunan infrastruktur, yaitu PNPM-Mandirri. c. Dalam pendampingan melalui PNPM-Mandiri, para pendamping dapat bertindak sebagai pendidik (educator), yaitu menyampaikan informasi dengan baik dan jelas, serta mudah ditangkap oleh komunitas. Dala hal ini para pendamping harus sangat paham akan seluk-beluk PNPM-Mandiri dan mekanisme implementasinya. d. Dalam pendampingan melalui PNPM-Mandiri, para pendamping dapat bertindak sebagai tenaga ahli (expert), yaitu memberikan masukan, saran, dan dukungan informasi dalam berbagai area. Dalam hal ini para pendamping memberikan bimbingan dan konsultasi kepada masyarakat mengenai berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan infrastruktur, termasuk pengembangan pemanfaatan infrasruktur untuk membuka peluang kehidupan sosial dan ekonomi yang lebih baik. e. Dalam pendampingan melalui PNPM-Mandiri, para pendamping dapat bertindak sebagai perencana sosial (social planner), yaitu mengumpulkan data mengenai masalah sosial dalam komunitas, menganalisisnya, dan menyajikan tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebut. Dalam hal ini, para pendamping mengumpulkan dan menganalisis berbagai
59
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
data yang terkait dengan masyarakat yang didampingi, dan kemungkinan penyelesaian atau pengembangannya. f. Dalam pendampingan melalui PNPM-Mandiri, para pendamping dapat bertindak sebagai advokat (advocate), yaitu menjalankan fungsi advokasi atau pembelaan yang mewakili komunitas yang membutuhkan bantuan atau layanan tetapi institusi yang bersangkutan tak mempedulikannya. Dalam hal ini para pendamping berupaya membantu masyarakat dalam rangka mendapatkan hak-haknya atas pembangunan infrastruktur, sosial, dan ekonomi di wilayahnya. g. Dalam pendampingan melalui PNPM-Mandiri, para pendamping dapat bertindak sebagai aktivis (activist), yaitu melakukan perubahan sosial yang lebih mendasar dan seringkali tujuannya adalah pengalihan sumber daya ataupun kekuasaan (power) pada kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged group). Dalam hal ini, para pendamping berupaya membimbing masyarakat agar melakukan pembangunan infrastruktur dan memanfaatkannya semaksimal mungkin dalam rangka melancarkan akses mereka untuk memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi. 2. Mekanisme Pendampingan Mekanisme pendampingan dimulai dengan sosialisasi di tingkat kecamatan, kelurahan, RT/RW, dan di tingkat basis. Pendampingan masyarakat miskin dilakukan dengan sistem pemberdayaan yang diberikan oleh Faskel. Adapun sistem pemberdayaan diterapkan melalui siklus PNPM-MP, P2KP, seperti RK, PS, BKM, PJM, KSM. Sedang implementasinya di lapangan mengenai pendampingan masyarakat sudah dilakukan sesuai tahapan siklus PNPM-MP. Namun tingkat keberhasilan belum sesuai dengan harapan, tentunya banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar dari masyarakat, tertama untuk Daerah Khusus seperti Kota Batam. Ciri khas dalam pendampingan PNPMMandiri Perkotaan adalah keterlibatan masyarakat dalam setiap kegiatan program, dan masyarakat sekaligus menjadi sasaran dalam program, dalam hal ini penanggulangan kemiskinan. Mekanisme pendampingan PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam meliputi kegiatan SOSMAP, SOSWAL, RTM, RT, PS, BKM, PJM, KSM, BLM di mana dalam proses pelaksanaannya masyarakat dilibatkan, sehingga perasalahan yang ada dapat dipetakan dan dicari pemecahannya. Dari permasalahan yang ada dibuatkan prioritas yang utama tanpa memihak satu sama lain (sesuai dengan kebutuhan yang lebih penting). Dalam hal ini memutuskan 60
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
permasalahan yang ada tanpa memihak satu sama lain serta transparansi dan akuntabilitas dalam membuat keputusan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan. Sedangkan implementasinya di lapangan, belum terlaksana dengan baik dan benar dari ketentuan umum dan pedoman teknis PNPM-Mandiri Perkotaan. Pendampingan masyarakat dalam hal ini diarahkan pada pemberdayaan masyarakat sesuai dengan siklus PNPM-Mandiri Perkotaan. Secara rinci, mekanisme pendampingan mencakup: a) Social mapping (orentasi wilyah); b) Sosialisasi awal (kepada masyarakat / penyampaian program PNPM-Mandiri Perkotaan); c) Rembug kesiapan masyarakat; d) Refleksi kemiskinan (menggali permasalahan dan potensi masyarakat setempat); e) Pemetaan swadaya (menekan kantong-kantong kemiskinan, potensi-potensi yang ada dalam masyarakat); f) Badan Keswadayaan Masyarakat; g) Perencanaan Jangka Menengah; h) Kelompok Swadaya Masyarakat. Dalam pendampingan, ada petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) yang disiapkan oleh pemerintah pusat. Pedoman tersebut sangat membantu untuk melakukan pendampingan di lapangan. Di situ dijelaskan secara rinci alur fasilitasi. Namun dalam kenyatannya, ada banyak hal yang harus disederhanakan di lapangan seperti antara lain laporan-laporan KSM/ BKM maupun proposal kegiatan. Secara umum sudah pedoman dari pusat sangat bagus dan tepat, namun ada beberapa hal yang mesti diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi kedaerahan, karena yang jadi muara akhir dari tugas fasilitator adalah terjadinya perubahan paradigma masyarakat terhadap substansi dari pembangunan. Hal tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, karena yang dihadapi adalah manusia, di mana di setiap daerah pasti ada perbedaan pola pikir masyarakat. Mungkin di samping pedoman umum dan pedoman teknis, sebaiknya juga disertai dengan konteks kedaerahan, jangan hanya dipaksakan untuk melaksanakan pedoman yang bersifat global. PNPM-Mandiri Perkotaan secara teoritis sangat baik, namun banyak hal di dalam proses pendampingan yang implemetasinya banyak yang bertolak belakang. 3. Target Pendampingan Target yang ingin dicapai adalah: a) Dapat mengurangi tingkat kemiskinan dalam masyarakat; b) Masyarakat tidak berdaya menjadi berdaya, menjadi mandiri, lalu madani (masyarakat madani); c) Perilaku/sifat seseorang dalam masyarakat menjadi lebih baik (peduli sesamanya); d) Dalam melaksanakan kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan masyarakat (BKM unit lainnya) mampu 61
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
melakukan sendiri seperti pembutaan PJM, dokumen, dan pelaporan pertanggungjawaban; e) Mampu melakukan chaneling dengan pihak luar; f) Melaksanakan kegiatan tepat pada sasarannya (memprioritaskan hal yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat). Target nasional dalam PNPM-Mandiri Perkotaan mengacu pada MDGs, yaitu agar penduduk miskin berkurang hingga 50persen pada tahun 2015. Tujuan ini juga diselaraskan dengan tinjauan program P2KP yang targetnya adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan dengan indikator 10persen penduduk dewasa terlibat dan 40persen nya harus perempuan. Dala hal ini tidak hanya partisipasi yang menjadi target, namun dari segi pemberdayaan juga ingin mengubah paradigma masyarakat bahwa kemiskinan itu adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, dan penyebab inti dari kemiskinan adalah faktor manusia yang sudah luntur nilai-nilai universalnya. Selama kurang lebih 2 tahun pencapaian PNPM-Mandiri Perkotaan belum memadai, karena prinsip “Tri Daya” (Pemberdayaan Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan) tidak terlaksana di lapangan. Hingga kini yang sudah terlaksana baru di bidang lingkungan saja. Sejauh ini pencapaian target dari sisi pemberdayaannya cukup bagus, namun dari segi pengurangan angka kemiskinan masih belum signifikan. Hal ini juga disebabkan oleh pengambil kebijakan daerah ataupun pusat yang masih bertindak masing-masing atau belum terciptanya sinkronisasi kegiatan. Dalam upaya pencapaian target, ada beberapa rintangan dalam pelaksanaan salah satunya letak geografis dampingan yang sulit dijangkau. Secara rinci, capaian target selama ini dapat digambarkan sebagai berikut: a) Belum/masih banyak hal yang tidak tepat sasaran; b) BKM, UP, KSM, masih banyak tergantung pada fasilitator, pendamping (PJM, Dokumen, LPD, LPJ, Pelaporan) dibuat oleh fasilitator, pendamping; c) Pendampingan pada pemberdayaan masih sangat kurang, masyarakat lebih cenderung menilai PNPM sifatnya proyek (mengambil keuntungan dari dana BLM terutama di pencairan 10persen); d) Belum memprioritaskan kebutuhan masyarakat yang lebih utama/penting. Pencapaian target pendampingan selama ini masih berproses, perlu keseriusan dan tindakan yang lebih gigih untuk mewujudkan semuanya, karena mengubah pola pikir manusia dan menumbuhkan nilai-nilai luhur manusia bukan hal yang sangat mudah, sehingga kita harus melakukannya secara bertahap dan secara bersama-sama.
62
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Jangka panjang dari target pendampingan adalah kemandirian masyarakat yang disertai keberdayaan masyarakat dalam mengatasi berbagai persoalan dan mengatasi berbagai kebutuhannya. Oleh karena itu proses pendampingan sebenarnya merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat di Kota Batam, Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok yang lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Dan sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai matapencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat miskin khususnya di Kota Batam dapat dilihat sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan masyarakat dalam mengatasi berbagai persoalan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Upaya pemberdayaan dimaksudkan untuk membangun kemampuan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya memenuhi kebutuhankebutuhan hidup termasuk dalam mengelola dan mengembangkan kehidupan ekonominya. Dalam upaya pemberdayaan, sampai batas tertentu diperlukan perlindungan bagi masyarakat miskin, agar mereka memiliki akses-akses yang dibutuhkan. Dalam konteks masyarakat miskin di Kota Batam misalnya, bukan saja diperlukan bantuan keuangan untuk mengelola usaha kecil, namun juga diperlukan infrastruktur yang baik untuk melancarkan urusan sehari-hari. Misalnya jalanan yang buruk akan menghambat akses mereka menuju kota yang menjadi pusat perdagangan. Kurangnya fasilitas air bersih juga akan menjadi kendala dalam upaya kesehatan masyarakat. Selain itu, biaya transportasi yang mahal (khususnya transportasi air/laut) juga ikut memperpuruk kondisi kemiskinan masyarakat yang tingal di interland. Upaya pemberdayaan masyarakat akan terus terkait dengan kebijakan sosial. Di Kota Batam yang mana masyarakatnya ada yang tinggal di pulau besar (P. Batam) yang mengandalkan transportasi darat dan masyarakat yang 63
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
tinggal di pulau-pulau kecil dan mengandalkan transportasi air, maka perlu mendapatkan perhatian dalam rangka pemberdayaan mereka. Karakter wilayah darat dan wilayah laut menuntut penggalian potensi yang berbeda agar pemberdayaan masyarakat bisa berjalan dengan baik. Untuk masyarakat yang tinggal di mainland, banyak hal yang dapat dikembangkan seperti infrastruktur yang baik, usaha ekonomi dengan basis darat seperti usaha kecil, cocok tanam, dan sebagainya. Sedangkan untuk masyarakat di interland perlu dibantu terutama di antaranya adalah dengan usaha berbasis laut seperti pengolahan ikan, bantuan kapal pencari ikan, dan sebagainya. Dalam konteks masyarakat Kota Batam, pemberdayaan dilakukan dalam rangka peningkatan keberdayaan baik individu maupun kelompok masyarakat. Oleh karena itu, fokus kepada masyarakat miskin merupakan hal yang harus dilakukan, agar kekuatan dan sumber-sumber sosial dan ekonomi terdistribusikan secara merata kepada masyarakat. Selain itu akses politik juga perlu dibuka seluas-luasnya kepada masyarakat miskin, karena itu adalah bagian dari hak-hak mereka. Pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kekuasaan atau kekuatan masyarakat yang kurang beruntung. Pemberdayaan dalam konteks masyarakat Kota Batam, dimaksudkan untuk meningkatkan kondisi menjadi lebih baik, agar masyarakat miskin dapat semakin mudah melakukan usaha ekonominya. Oleh karena itu, pemberdayaan perlu dilakukan dengan memperhatikan strategi-staregi yang mencakup policy and planning yang memahami kondisi masyarakat Kota Batam, social and politic action yang relevan dengan kebutuhan masyarakat Kota Batam, serta education and consciousness raising yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Kota Batam. Dengan demikian, masyarakat Kota Batam yang semula terkategorikan sebagai masyarakat yang kurang beruntung dapat meningkat kondisisnya menjadi masyarakat yang lebih beruntung. Dalam proses pemberdayaan, maka masyarakat miskin di Kota Batam adalah fokus utama dari upaya pendampingan. Masyarakat miskin pada umumnya dikategorikan sebagai masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga perlu dibantu untuk meningkatkan kemampuannya mengakses berbagai sumber dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, maka masyarakat miskin hidup dengan kondisi yang tidak layak, yang lambat laun akan semakin memperburuk kualitas hidupnya. Padahal sebagai warga negara, mereka adalah orang-orang yang berhak untuk hidup layak. Masyarakat miskin adalah bagian 64
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
dari persoalan kesejahteraan sosial, di mana kesejahteraan sosial merupakan cita-cita luhur dari setiap bangsa. Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks, sehingga masalah kemiskinan tak dapat dipahami hanya dari satu sisi saja. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penanggulangan kemiskinan, karena tanpa memahami berbagai hal yang menjadi penyebabnya, upaya penanggulangan kemiskinan tak akan dapat mencapai hasil yang optimal. Ada berbagai versi tentang ukuran kemiskinan, di antaranya versi BPS dan versi Bank Dunia. Namun terlepas dari berbagai kontroversi mengenai kemiskinan tersebut di atas, kemiskinan di Kota Batam merupakan bagian persoalan dari Pemerintah Kota yang memang harus diatasi. Kota Batam adalah kota yang terus berkembang secara dinamis, di mana hampir setiap saat Kota Batam kedatangan penduduk baru yang ingin mengadu nasib. Kemiskinan akan terus menjadi tantangan bagi Pemerintah Kota Batam, karena Kota Batam memiliki daya tarik yang mengundang para pencari kerja. Kemiskinan di Kota Batam, dengan demikian, bukan saja menjadi porsi para penduduk asli, namun juga para penduduk pendatang yang menetap di tempat itu. 4. Pengaruh Sosial Budaya Kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat mempengaruhi pendampingan di Kota Batam. Salah satu contohnya adalah hal yang terkait dengan status lahan dan budaya. PNPM-Mandiri Perkotaan harus menyesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat, karena kebijakan-kebijakan yang ada di PNPM-Mandiri Perkotaan banyak yang tidak bisa direalisasikan di lingkungan masyarakat Kota Batam. Kota Batam dengan kondisinya yang berpulau-pulau tentunya tak bisa disamakan dengan pendampingan di daerah Jawa misalnya, yang wilayahnya lebih mudah dijangkau. Untuk Kota Batam yang berpulaupulau, seharusnya masalah bantuan biaya operasional tidak disamakan secara nasional. Di Kota Batam khususnya lebih banyak pendatang, sehingga tingkat sosial masyarakatnya agak kurang. Masyarakat cenderung memikirkan diri sendiri, tidak begitu peduli dengan lingkungan sekitar, dan sifat nepotismenya lebih tinggi. Selain itu, masyarakat kota lebih banyak sibuk dengan aktivitas mencari nafkah (bekerja) sehingga sulit untuk ditemui. Kondisi sosial dan budaya sangat mempengaruhi dalam pemahaman masyarakat dan implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan. Sebagai contoh, karena kesibukan masyarakat, maka jadwal pertemuan dengan pendamping 65
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
sangat terbatas. Pada umumnya masyarakat mempunyai waktu luang malam hari atau hari libur, sehingga para pendamping harus menyesuaikan dengan kondisi mereka. Kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat mempengaruhi proses pendampingan, karena realita sosial dan budaya masyarakat akan berpengaruh pada pola pikir dan paradigma masyarakat dalam memaknai keidupannya, masyarakat dengan lingkungan sosial dan budaya yang baik dan terdidik akan melahirkan masyarakat yang bijaksana, sebaliknya masyarakat dengan lingkungan sosial budaya yang buruk tentunya akan melahirkan masyarakat yang penuh dengan prasangka. Kondisis sosial dan budaya pada masyarakat yang tinggal di P. Batam (mainland) pada umumnya adalah masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial budaya, bahkan masyarakat di P. Batam dapat diibaratkan “Indonesia mini” karena berbagai suku bangsa ada di kota ini. Mereka banyak yang bekerja sebagai buruh di pabrik atau bekerja di sektor informal, sehingga sebagian besar waktu mereka digunakan untuk menggeluti matapencaharian. Untuk masyarakat yang berkarakter seperti ini, pendampingan memiliki tantangan berupa “waktu yang harus diorganisasikan secara efisien”. Akan sulit melakukan pendekatan kepada mereka yang bekerja secara formal maupun mereka yang bekerja di sektor informal namun tak jelas tempat kerjanya (misalnya para pedagang keliling, pemulung, dan sebagainya). Untuk mendampingi masyarakat yang seperti ini, diperlukan pendamping yang lincah, pandai mengelola waktu, dan juga mampu memberikan penjelasan secara detail serta bimbingan yang tepat kepada masyarakat. Kondisi sosial dan budaya pada masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil (interland) pada umumnya jauh dari keramaian dan masyarakatnya bersifat homogen. Masyarakat di sana pada umumnya masyarakat asli atau penduduk pendatang yang telah bertahun-tahun menetap di tempat itu. Pada masyarakat yang berkarakter seperti ini pendamping memiliki tantangan yang berbeda. Para pendamping, umumnya diseleksi dari Kota Batam, karena di sinilah orangorang yang memiliki kriteria pendamping dapat ditemukan. Ketika mereka ditugaskan pada masyarakat di wilayah interland, mereka mengalami kendala jarak dan waktu serta biaya transportasi. Untuk melakukan pendekatan masyarakat interland yang homogen pada umumnya tidak terlalu sulit karena mereka lebih mudah dikoordinir dari sisi waktu dan pembimbingan, namun kedatangan para pendamping ke wilayah interland akan terkait dengan cuaca serta minimnya uang transportasi. Selama ini tak ada pembedaan antara 66
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
pendamping yang bertugas di wilayah mainland dan interland. Pada umumnya pendamping bekerja sungguh-sungguh untuk membantu masyarakat, walau terkadang kondisi keuangan sangat mepet. Memang mereka telah mendapatkan uang honorarium sebagai pendamping, namun uang tersebut dinilai kurang memadai. 5. Monitoring dan Evaluasi Pada umumnya para pendamping menyatakan bahwa monitoring dan evaluasi atas pendampingan selama ini berjalan dengan baik. Namun ada hal yang menjadi kendala, yaitu: a) Tidak adanya dukungan dari pihak Pemerintah Kota, sehingga berbagai kegiatan pendampingan adalah murni merupakan usaha para pendamping dan masyarakat sendiri; b) Banyaknya status lahan yang bermasalah di Kota Batam yang menyulitkan proses pendampingan dan berbagai upaya pembelajaran kepada masyarakat; c) Belum terwujudnya “Tri Daya” dikarenakan kurang lancarnya pengguliran dana dan keputusan pemberian bantuan kepada masyarakat; d) Adanya sejumlah kesalahan (salah sasaran bantuan), di mana ada masyarakat penerima bantuan yang tinggal di perumahan mewah; e) Sulitnya pencapaian APBD di mana dana sharing yang dijanjikan Pemerintah Kota sulit dicairkan. Monitoring dan evaluasi merupakan hal penting yang terus dilakukan baik oleh pendamping maupun masyarakat, hal ini dimaksudkan agar tercapai tujuan dari pendampingan, yaitu mengajak masyarakat berpartisipasi aktif di dalam suatu keputusan atau kegiatan pembangunan. Montoring dan evaluasi dilakukan atas dasar pertimbangan: a) Sebagai info keproyekan; b) Sebagai proses pembelajaran. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan selama ini mencakup: a) Monitoring pelaksanaan kegiatan di lapangan agar tepat sasaran; b) Mengawasi pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dengan benar; c) Mengawasi penggunaan dana kegiatan dan BOP dengan benar; d) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban menjadi agar lebih baik dan benar; e) Tidak ikut serta apalagi mengajarkan penggunaan dana yang tidak tepat, dll. Monitoring dan evaluasi dilakukan langsung dari tingkat masyarakat khususnya BKM. Adapun pokok monitoring dan evaluasi yaitu kelembagaan, program, dan keuangan. Monitoring dan evaluasi selalu dijalankan, hal tersebut dibuktikan dengan Kendala yang dihadapi dalam pendampingan selama ini adalah: a) Permasalahan waktu. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat Batam 67
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
yang sebagian besar adalah pegawai swasta/industri dengan tingkat kesibukan yang sangat tinggi, sehingga saat pendamping ditugaskan untuk mengemban tugas yang dibatasi oleh waktu, ini menjadi permasalahan tersendiri bagi para pendamping. Bila pendamping menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan program ke masyarakat, maka dari segi efisiensi tidak akan tercapai, namun dari segi efektivitas pembelajaran masyarakat dapat tercapai dengan baik, sementara kebijakan dari konsultan tingkat atas (Koordinaor Kota, KMW, KMP, Pusat), program harus diselesaikan menurut batas waktu yang sudah ditentukan. Ini yang selalau dihadapi Faskel di lapangan; b) Sikap mental/pola pikir masyarakat yang keliru, hal ini disebabkan oleh lingkungan sosial dan budaya. 6. Kendala dalam Pendampingan Dalam praktek pendampingan, banyak kendala yang sering dihadapi oleh para pendamping. Kendala-kendala tersebut di antaranya adalah: a) Status lahan di Kota Batam; b) PNPM-Mandiri Prekotaan yang tidak sesuai dengan saat disosialisasikan (ekonomi, sosial, lingkungan) sehingga masyarakat banyak yang kecewa dan satu per satu mereka mundur dari kelembagaan; c) Tidak ada dukungan dari Pemerintah Kota; d) Kebijakan-kebijakan PNPM-Mandiri Perkotaan yang tidak sesuai dengan kondisi riil di Kota Batam. Kendala lain yang juga diadapi para pendamping adalah: a) Sulitnya menyepakati waktu pertemuan, karena sebagian besar masyarakat bekerja sebagai karyawan yang jadwal kerjanya menggunakan shift; b) Banyaknya lahan-lahan yang belum jelas kepemilikannya; c) Lokasi yang berpulau. Kendala yang juga sering dihadapi para pendamping di lapangan selama ini adalah: a) Menghadapai warga masyarakat di rumah-rumah liar yang menganggap mereka mempunyai hak yang sama dengan warga yang berdomisili legal mengenai masalah infrastruktur; b) Warga rumah-rumah liar yang selama ini menuntut dana ekonomi, sosial yang tak kunjung cair/terealisasi. Selain itu para pendamping juga menghadapai berbagai persoalan seperti: a) Watak masyarakat yang berbeda-beda; 2) Jarak tempuh yang sangat jauh; 3) Biaya yang tidak mencukupi untuk mendampingi masyarakat (BOP). Untuk wilayah dampingan interland (wilayah kepulauan) dana BOP Rp. 1 juta sangat tidak cukup, sehingga pendampingan yang dilaksanakan tidak optimal. Selain itu kebijakan yang diterima oleh pendamping seringkali berubah tidak konsisten
68
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
7. Harapan Implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam belum sepenuhnya sesuai dengan target yang ditetapkan, sehingga ada banyak hal yang perlu diperbaiki pada masa mendatang. Berdasarkan pengalaman dalam tugasnya, maka di antara saran-saran yang dikemukakan para pendamping adalah: a) Agar disesuaikan BOP Interland dengan Mainland; b) Peraturan jangan berubahubah; c) Etos kerja Faskel harus dapat diubah ke arah yang lebih baik, karena kita merupakan penggerak di masyarakat; d) Kesejahteraan Faskel ditingkatkan; e) Koordinasi dan kerjasama yang harmonis dari tingkatan KMW, Koordinator Kota, dan Tim Faskel harus berjalan lebih baik; f) Agar peran tokoh masyarakat dan RT/RW lebih diaktifkan. Saran lain yang dikemukakan adalah: a) Agar diberikan kebijakan khusus untuk Kota Batam. Hal ini dikarenakan Batam berbeda dengan daerah lain, misalnya dalam hal kelegalan hak milik tanah, juga masyarakatnya yang beragam; b) Pihak koordinasi kota diharapkan ikut serta terjun ke masyarakat untuk melihat secara langsung kondisi lapangan, sehingga bisa mengambil langkah-langkah konkret dalam pencapaian target; c) Peningkatan pemahaman dan keterlibatan Pemerintah Kota Batam dalam merealisasi PNPM-Mandiri Perkotaan; d) Peningkatan pemahaman kepada Faskel, bahwa tujuan utama PNPM-Mandiri Perkotaan adalah perubahan sikap dan perilaku masyarakat, sehingga menjadi berdaya, mandiri, dan akhirnya menjadi madani, tanpa mengesampingkan sisi proyeknya. Dalam rangka perbaikan PNPM-Mandiri Perkotaan pada masa mendatang, disarankan: a) Agar ada kejelasan sikap Pemerintah Kota dalam penganggaran DDUB untuk dialokasikan ke BLM II APBD PNPM-MP, karena hal ini akan berpengaruh terhadap konsep “Tri Daya” yang diterapkan; b) Ketersediaan pendamping hukum untuk Faskel, Korkot, dst, terkait dengan kerentanan akan kasus-kasus di lapangan; c) Kejelasan masyarakat di kawasan “Ruli” sebagai pemanfaat dari BLM PNPM-Mandiri Perkotaan.
69
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
B. Peran Pemerintah Kota 2 PNPN-Mandiri Perkotaan di Kota Batam adalah bagian dari program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, oleh karena itu, idealnya Pemerintah Kota Batam mempunyai peran yang berarti dalam implementasi PNPM-Mandiri di wilayahnya. Berdasarkan penelitian di lapangan, diperoleh gambaran tentang peran Pemerintah Kota Batam dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan, yaitu sebagai berikut: 1. Dukungan Pemerintah Kota Sebagaimana umumnya program-program penanggulangan kemiskinan, peran pemerintah setempat sangatlah dibutuhkan. Demikian juga dalam PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, Pemerintah Kota Batam seharusnya mempunyai peran dalam penyuksesan implementasi program tersebut di wilayahnya. Menurut pihaknya sendiri, Pemerintah Kota Batam sangat merespon kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan, di mana hal ini dibuktikan dengan adanya sharing anggaran yang disediakan untuk program tersebut serta fasilitas atas berbagai kegiatan yang terkait dengan PNPM-Mandiri Perkotaan yang diselenggarakan baik di areal kantor Pemerintah Kota maupun tempat lain di masyarakat. Menurut Pihak Pemerintah Kota Batam, Dukungan tersebut berupa: a) Dana sharing; b) Biaya operasional bagi Tim Pelaksana; c) Fasilitas kegiatan pelatihan fasilitator dan masyarakat. Selama ini Pemerintah Kota telah mengalokasikan dana sharing 20persen untuk membantu PNPMMandiri Perkotaan. Menurut Pihak Pemerintah Kota Batam, pada umumnya masyarakat di Kota Batam menanggapi positif dan antusias terhadap PNPM-Mandiri Perkotaan. Masyarakat sangat respon dan merasa terbantu dengan pembangunan infrastruktur di wilayahnya. Mereka merasakan manfaat dari pembangunan tersebut, karena urusan transportasi menjadi lancar, yang berarti juga melancarkan kegiatan ekonomi dan urusan lainnya.
2 Diolah dan dianalisis berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan: 1) Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman Pemerintah Kota Batam, tanggal 11 November 2010; 2) Sekretaris Dinas Sosial dan Pemakaman Pemerintah Kota Batam; 3) Kepala Seksi Penanggulangan Kemiskinan Dinas Sosial dan pemakaman Pemerintah Kota Batam; 4) Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Batam, tanggal 15 November 2010; serta jawaban tertulis dari Dinas Sosial dan Pemakaman Pemerintah Kota Batam, tanggal 15 November 2010.
70
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
2. Harapan Pendamping Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh pihak Pemerintah Kota Batam, maka menurut para pendamping, dukungan Pemerintah Kota terhadap PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam masih sangat minim. Di mata para pendamping, Pemerintah Kota Batam selama ini belum memberikan dukungan yang optimal terhadap PNPM-Mandiri Perkotaan. Selama ini Pemerintah Kota Batam hanya mefasilitasi PNPM-Mandiri Perkotaan dengan memberi tempat pertemuan saja, belum ada APBD yang dicairkan untuk mendukung program sebagaimana yang dijanjikan. Bahkan begitu terkesan, kebijakan penggunaan APBD selama ini belum / tidak jelas. Menurut para pendamping, dukungan Pemerintah Kota dari awal memang tidak ada, sehingga para pendamping mengalami kesulitan ketika melakukan sosialisasi ke masyarakat. Selama ini para fasilitator PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam tidak mendapat dukungan dari Pemerintah Kota. Oleh karena itu, pada umumnya para pendamping mengalami kesulitan dalam meminta ijin turun ke kecamatan, ke kelurahan, hingga ke tingkat basis. Baru pada pertengahan tahun 2010 PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam mendapat dukungan karena sudah nampak kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat. Itu pun belum terlihat dukungan Pemerintah Kota dalam mencairkan BLM APBD yang direncanakan untuk mendukung PNPM-Mandiri Perkotaan. Peran Pemerintah Kota Batam dalam implementasi PNPM adalah: a) Sekedar memfasilitasi pertemuan/acara BKM dan fasilitator saja; b) Dari segi share dana, Pemerintah Kota belum merealisasikannya. Padahal dukungan yang seharusnya diberikan adalah: a) Memfasilitasi; b) Menganggarkan dana APBD untuk kegiatan PNPM. Sedangkangkan selama ini yang direalisasikan hanya memfasilitasi saja. Selama ini peran Pemerintah Kota masih sangat minim. Dukungan Pemerintah Kota yang bisa dilihat selama ini belum ada. Evaluasi program yang ada selama ini masih belum optimal. Peran Pemerintah Kota Batam adalah sebatas memfasilitasi pertemuan di tingkat kota, tidak ikut melakukan koordinasi di tingkat kelurahan. Dukungan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Batam adalah: Dukungan fungsi koordinasi dan dukungan tempat untuk koordinasi. Mengenai peran Pemerintah Kota Batam dalam implementasi PNPMMandiri Perkotaan, hingga kini belum ada kebijakan konkret dari Pemerintah Kota Batam dalam hal penerapan dana sharing dari APBD, sehingga untuk daerah 2009-2010 belum tersentuh anggaran APBD. Dari segi fasilitas Pemerintah Kota Batam sangat terbuka dengan hal tersebut, tapi dari segi 71
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
pendanaan sampai saat penelitian ini dilakukan belum ada kepastian dana DDUB (Dana Daerah Untuk Bersama) dianggarkan dalam APBD BLM II APBD PNPM-MP Batam. Menurut para pendamping, dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan, belum terlihat nyata peran dari Pemerintah Kota Batam. Hal ini terlihat dari dukungan terhadap program PNPM-Mandiri Perkotaan yang belum terealisasi sama sekali. Seharusnya Pemerintah Kota Batam ikut serta aktif berperan untuk mensukseskan terlaksananaya PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam baik dari sisi dana, fasilitas, maupun dukungan moral tentunya, sehingga mendukung tercapainya tujuan utama dari program PNPM-Mandiri Perkotaan. Peran Pemerintah Kota Batam selama ini masih belum sepenuh hati melibatkan diri dalam PNPM-Mandiri Perkotaan (ini dalam konteks sharing dana DDUB). Oleh karena itu harus ditinjau dari berbagai aspek, apakah kurangnya perhatian Pemerintah Kota Batam tersebut memiliki alasan tertentu? Bisa jadi memang karena alasan fiskal yang rendah, atau mungkin karena kurangnya koordinasi dan komunikasi para konsultan PNPM-Mandiri Perkotaan dengan pihak Pemerintah Kota dan DPRD?. Yang pasti selama ini dukungan secara moral memang sudah diberikan, di antaranya berupa kemudahan-kemudahan akses bagi masyarakat kepada pemerintah lokal (camat, lurah, dan dinas-dinas terkait) dalam rangka koordinasi, serta dukungan-dukungan dalam bentuk kebijakan-kebijakan lisan nonformal. 3. Kendala Pemerintah Kota Kurang optimalnya peran Pemerintah Kota Batam dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan merupakan bagian dari permasalahan Pemerintah Kota itu dalam menangani masalah kemiskinan. Sebagaimana penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan, selalu saja ada hal-hal yang menjadi kendala. Hingga kini di Kota Batam tidak ada koordinasi yang baik antara berbagai lembaga pemerintah yang terlibat dalam program penanggulangan kemiskinan, dan bahkan terjadi egosektoral yang menghambat penanggulangan kemiskinan, di mana masing-masing lembaga atau kementrian bekerja sendiri-sendiri, Akibatnya seringkali terjadi overlaping bantuan atau bantuan yang tidak tepat sasaran, sehingga upaya penanggulagan kemiskinan atau pemberdayaan tidak efektif. Contohnya adalah penerima BLT yang tidak semuanya orang miskin, hal ini terjadi karena yang digunakan adalah pendekatan melalui RT/RW,
72
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
di mana kedekatan seseorang dengan ketua RT/RW sangat mempengaruhi pendataan dan penerimaan BLT. Selama ini penggunaan data kemiskinan juga belum konsisten, di mana data yang digunakan oleh Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan PNPM-Mandiri Perkotaan tidak sama, dan demikian juga lembaga lain. Pernah ada wacana untuk menggunakan data yang sama, yaitu menggunakan data dari BPS. Kendala yang dihadapi dalam penanganan kemiskinan di Kota Batam adalah: a) Anggaran yang tersedia sangat terbatas; b) Kurangnya atau keterbatasan tenaga (perlunya pendamping dan penyuluh dalam program yang akan dilaksanakan; c) Kurangnya pengetahuan petugas dalam penanganan kemiskinan. Yang terkadang juga menjadi kendala adalah status pemerintahan. Sebagaimana diketahui, di Batam terdapat dua pemerintahan yaitu Pemerintah Kota dan Otorita Batam yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat. Contohnya, Kantor Dinas Sosial adalah milik Pemerintah Kota, namun lahan atau tanahnya adalah milik Otorita/Kawasan. Di Kota Batam, planologi juga dipegang oleh Otorita. Hal semacam ini seringkali menjadi kendala dan menghambat jalannya program pennaggulangan kemiskinan, di mana aturan dan status pemerintahan ganda mempersempit gerak para pelaku atau petugas di bidang penanggulangan kemiskinan. Penduduk Kota Batam terakhir adalah 1.057.886 orang (data per 31 Oktober 2010). Batam terdiri dari 12 kecamatan dan 64 kelurahan. Ada 3 kategori wilayah di Batam: a) Tiga kelurahan di Kota dan 9 kelurahan di pulau; b) Mainland (pesisir); c) Interland (pulau di luar P. Batam namun masuk dalam wilayah Kota Batam). Karakteristik masyarakat di Kota Batam berbeda-beda, yang pertama adalah masyarakat yang tinggal di mindland, yaitu masyarakat yang tinggal di pulau utama (P. Batam), sedang yang kedua adalah masyarakat yang tinggal di interland, yaitu masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil di luar P. Batam. Sebagaimana diketahui, di wilayah Kota Batam terdapat banyak pulau dan bahkan banyak yang tak berpenghuni, di mana pulau yang berpenghuni tak sampai 25persen. Masyarakat Kota Batam berbeda-beda karakternya, mereka yang tinggal di wilayah interland hampir homogen, sedang yang tinggal di mainland hampir seperti Indonesia mini, di mana semua suku bangsa ada di dalamnya. Hal semacam ini membutuhkan seni tersendiri dalam program pemberdayaan.
73
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
4. Harapan Pemerintah Kota Tak ada saran-saran khusus yang dikemukakan oleh Pemerintah Kota Batam maupun Dinas Sosial dan Pemakaman Pemerintah Kota Batam dalam rangka perbaikan penanggulangan kemiskinan pada masa mendatang. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa ada persoalan besar yang terus beralangsung di Kota Batam, yang membutuhkan perbaikan kebijakan dan program-program pada masa mendatang, yaitu: a. Rumah-rumah liar beserta penghuninya yang secara faktual membebani Kota Batam. b. Munculnya kantong-kantong kemiskianan di Kota Batam juga tak lepas dari kesulitan pemerintah mengelola lahan milik negara yang ada di wilayah itu, sehingga urbanisasi terus terjadi. c. Masalah koordinasi yang belum berjalan baik antar sektor dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Batam, di mana hal tersebut berimplikasi pada kegagalan atau kurang optimalnya pengurangan masyarakat miskin. d. Masalah status pemerintahan ganda, yaitu adanya Otorita di samping Pemerintah Kota Batam juga memunculkan sejumlah persoalan dalam impelementasi berbagai program pembangunan termasuk program penanggulangan kemiskinanan. e. Terkait dengan PNPM-Mandiri di Kota Batam, Pemerintah Kota Batam dinilai belum optimal dalam mendukung program tersebut, di mana sharing dana APBD belum berjalan dengan baik. Tidak adanya saran-saran khusus dalam hal ini dapat dilihat sebagai kurang seriusnya pemerintah setempat terhadap upaya penanggulangan kemiskinan. Selain itu permasalahan kemiskinan yang selalu muncul dari waktu ke waktu di Kota Batam juga seperti rutinitas persoalan yang tak pernah tertangani secara optimal. Kondisi Kota Batam yang berkembang ke arah metropolitan sangat memungkinkan seringnya kemiskinan dipandang sebagai persoalan rutin yang menyertai hiruk pikuk perkembangan wilayah. C. Modifikasi Intervensi Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan modifikasi dalam tata cara pemberdayaan masyarakat di Kota Batam, khususnya yang terkait dengan PNPM-Mandiri Perkotaan. Modifikasi perlu dilakukan pada proses pendampingan PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam dan juga pada proses 74
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
keterlibatan Pemerintah Kota Batam dalam implementasi PNPM-Mandiri Perekotaan. Dengan modifikasi tersebut, diharapkan akan tercipta keadaan yang lebih baik dalam upaya pemberdayaan masyarakat melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. 1. Modifikasi Pendampingan Dalam rangka perbaikan pemberdayaan masyarakat melalui PNPMMandiri Perkotaan di Kota Batam pada masa mendatang, perlu dilakukan modifikasi tata cara pendampingan. Modifikasi tersebut hendaknya didasarkan pada permasalahan yang ada dalam proses pendampingan selama ini seperti masalah heterogenitas masyarakat, medan yang sulit ditempuh, honor yang kurang memadai untuk para pendamping, status lahan yang bermasalah yang menyulitkan upaya pemberdayaan masyarakat miskin khususnya dalam hal penentuan pemberian bantuan, kurangnya kordinasi antara pelaksana program dari tingkat atas hingga tingkat basis, dan sebagainya. a. Diperlukan peningkatan kemampuan para pendamping yang ditugaskan di Kota Batam. Dalam hal ini diperlukan kemampuan untuk memahami karakter masyarakat, di mana di Kota Batam terdapat dua karakter masyarakat yang berbeda, yaitu mereka yang tinggal di wilayah mainland dan wilayah interland. Dengan memahami kondisi masyarakat tersebut, diharapkan target pendampingan akan lebih mudah dicapai. b. Sebagaimana dikeluhkan oleh para pendamping yang bertugas di wilayah interland, diperlukan uang tarnsport yang memadai untuk wilayah-wilayah yang sulit dijangkau serta membutuhkan biaya transport yang mahal. Dalam hal ini perlu dilakukan pembedaan antara honor pendamping di wilayah mainland dan interlad, atau honor antara pendamping yang bertugas di wilayah yang sulit dan pendamping yang bertugas di wilayah yang mudah dijangkau. c. Perlu ditingkatkan koordinasi antara pengelola PNPM-Mandiri Perkotaan. Harmonisasi hubungan kerja di antara para pendamping dan koordinator baik di tingkat provinsi, tingkat kota, tingkat kecamatan, maupun di tingkat basis perlu diperbaiki, sehingga terjadi sinergi dan kegiatan yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka menggerakan masyarakat untuk membangun diri dan kelompoknya. Dengan koordinasi yang baik di antara para petugas PNPM-Mandiri Perkotaan, maka diharapkan efektivitas dan efisiensi akan lebih mudah untuk dicapai.
75
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
d. Perlu dilakukan koordinasi yang lebih baik antara para pendamping dengan Pemerintah Kota terkait dengan banyaknya status lahan yang bermasalah beserta penghuninya. Dengan adanya kejelasan status lahan dan penghuninya. Maka para pendamping akan lebih mudah menjalankan tugasnya, karena pendamping dapat mengenali orang-orang yang akan didampinginya, yaitu orang-orang yang secara sah berhak menerima bantuan PNPM-Mandiri Perkotaan. Dengan demikian pendamping akan mudah menentukan langkah-langkah dalam intervensi sosial yang harus dilakukannya. 2. Modifikasi Peran Pemerintah Kota Selain diperlukan modifikasi dalam tata cara pendampingan, dalam upaya pemberdayaan masyarakat melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam pada masa mendatang juga perlu dilakukan upaya modifikasi peran Pemerintah Kota di dalamnya. a. Pemerintah Kota Batam yang selama ini dinilai belum memberikan andil yang kuat dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan hendaknya melakukan introspeksi, dan mulai menoleh pada upaya pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. DDUB yang selama ini telah dilakolasikan untuk membantu PNPM-Madiri Perkotaan, hendaknya tidaklah sulit untuk dicairkan. Sebagaimana dikeluhkan selama ini, DDUB telah dialokasikan sebesar 20persen untuk implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, namun hingga penelitian ini dilakukan, dana tersebut belum dapat dicairkan. Hal seperti ini tentu sangat menghambat implementasi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui PNPMMandiri Perkotaan. b. Peran lain dari Pemerintah Kota Batam yang seharusnya diperbaiki dan dikembangkan pada masa mendatang adalah perwujudan fungsinya dalam koordinasi terkait penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Selama ini Pemerintah Kota Batam dinilai kurang begitu mendukung implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan, kalaupun pihak Pemerintah Kota telah memberi fasilitas berupa gedung/tempat pertemuan, namun hal itu belumlah cukup, karena masih banyak para pendamping yang mengalami kesulitan ketika menjalankan tugasnya di lapangan. Dalam hal ini fungsi koordinasi Pemerintah Kota perlu diperbaiki dalam rangka perbaikan pemberdayaan masyarakat melalui PNPM-Mandiri Perkotaan pada masa mendatang. 76
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
c. Peran lain yang juga dapat dikembangkan dalam rangka menunjang penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat di Kota Batam adalah peran Pemerintah Kota dalam mengatasi staus lahan yang bermasalah. Banyaknya status lahan yang bermasalah dan banyaknya rumah liar beserta penghuninya juga menjadi kendala dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk yang dilakukan melalui PNPM-Mandiri Perkotaan. Oleh karena itu, sangat diperlukan kemampuan Pemerintah Kota Batam dalam mengatasi banyaknya status lahan yang bermasalah di wilayahnya, dan jika ini berhasil, bukan tidak mungin masalah kependudukan juga akan teratasi.
77
BAB VI PENUTUP
PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam merupakan salah satu dari sekian program penanggulangan kemiskinan di wilayah itu. Dari perspektif intervensi sosial, PNPM-Mandiri mempunyai tujuan jangka panjang untuk memberdayakan masyarakat, dan intervensi sosial untuk mengubah kondisi masyarakat dilakukan oleh para pendamping program tersebut. Hal yang diharapkan nantinya adalah adanya peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengatasi berbagai permasalahan hidup, terutama dalam memenuhi berbagai kebutuhannya sehari-hari. Selama perjalanan tugasnya, para pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam senantiasa berupaya menjalankan tugasnya dengan baik, yaitu memberikan bimbingan dan pembelajaran kepada masyarakat, dalam rangka mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat untuk menuju peningkatan kesejahteraannya. Dengan bimbingan dan pembelajaran yang diberikan, diharapkan masyarakat akan menjadi lebih berdaya dan kemudian menjadi mandiri dalam meningkatkan kualitas kehidupan sosial dan ekonominya. Upaya pendampingan dalam PNPM-Mandiri tersebut merupakan serangkaian kegiatan yang berkesinambungan yang senantiasa melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam berbagai hal yang terkait dengan kesejahteraan mereka seperti tentang siapa warga masyarakat yang berhak mendapat bantuan, bagaimana masyarakat mengelola bantuan, dan bagaimana masyarakat bertanggung jawab atas bantuan yang diberikan. Dalam hal ini para pendamping siap setiap saat untuk membantu dan bahkan dalam setiap tahap implementasi program. Para pendamping mempunyai tugas dan fungsi untuk memberdayakan masyarakat akan menjadi lebih baik kehidupannya. Pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam dispersyaratkan memiliki kemampuan-kemampuan tertentu yang mencakup kemampuan untuk memotivasi masyarakat dalam rangka meningkatkan keberdayaannya. Seorang 79
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
pendamping dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik, kemampuan edukasi terhadap masyarakat, integritas diri yang tinggi, kejujuran serta kemampuan dalam bidang tertentu yang dapat ditularkan kepada masyarakat yang didampingi. Pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam juga dituntut untuk memiliki kemampuan menterjemahkan kebijakan dari pusat ketika menemukan persoalan di lapangan yang tak tertuang dalam petunjuk atau pedoman pelaksanaan program. Target pendampingan yang ingin dicapai dalam PNPN-Mandiri Perkotaan adalah membuat masyarakat lebih berdaya dari kondisi sebelumnya, agar masyarakat memiliki kemandirian dan dapat meningkatkan kesejahteraannya, dan pada akhirnya masyarakat mencapai kondisi ‘madani’. Namun dalam kenyataan, setelah PNPM-Mandiri Perkotaan diimplementasikan dan para pendamping berusaha menjalankan tugasnya dengan baik, hingga kini target belum tercapai secara optimal, karena adanya berbagai kendala di lapangan. Kendala tersebut antara lain status lahan, kepemilikan tanah, geografis yang sulit dijangkau, dan sebagainya. Dalam implementasi PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam, kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat mempengaruhi proses pendampingan. Hal ini dikarenakan, masyarakat yang tinggal di wilayah mainland mempunyai karakter yang berbeda dengan masyarakat yang inggal di wilayah interland, dan kondisi ini memunculkan tantangan yang berbeda dalam kegiatan pendampingan, misalnya bagaimana pendamping harus melakukan pendekatan masyarakat, bagaimana pendamping memberi pembelajaran dan bimbingan kepada masyarakat, bagaimana pendamping mengontrol kegiatan masyarakat sehubungan dengan program, dan lain sebagainya. Kondisi dan latar belakang sosial dan budaya masyarakat yang berbeda tersebut perlihatkan hasil yang berbeda dalam pendampingan. Pada masyarakat yang tinggal di wilayah mainland yang umumnya heterogen, masyarakatnya lebih aktif dan kritis, namun dari sisi waktu mereka sangat sulit dikelola, karena memiliki kesibukan yang tinggi. Sedangkan masyarakat yang tinggal wlayah interland yang umumnya homogen, lebih mudah dikelola dari sisi waktu, namun kurang cepat menerima perubahan. Pada akhirnya kondisis-kondisi tersebut akan mempengaruhi efektivitas pembangunan dan manfaatnya bagi masyarakat. Monitoring dan evaluasi senantiasa dilakukan dalam implementasi PNPMMandiri Perkotaan di Kota Batam, baik di tingkat kelurahan maupun pada level atasnya. Namun demikian, karena adanya berbagai kendala teknis di lapangan, maka pendampingan PNPM-Mandiri Perkotaan belum memberikan 80
Penutup
hasil yang optimal seperti yang ditargetkan. Keberhasilan riil terlihat dari terserapnya anggaran atau bantuan PNPM-Mandiri Perkotaan, namun tingkat keberdayaan masyarakat tak serta merta dapat terlihat secara nyata, dan tingkat kesejahteraan masyarakat belum begitu terlihat. Hal ini juga terkait dengan bantuan PNPM-Mandiri Perkotaan yang ada di Kota Batam yang selama ini masih sebatas bantuan fisik atau pembangunan infrastruktur, sehingga tak langsung berkaitan dengan penghasilan atau income masyarakat. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin di Kota Batam, perlu dilakukan beberapa perbaikan dalam implementasi PNPM-Mandiri di Kota Batam, di mana pendampingan merupakan poin penting yang harus diperhatikan. Selain perlunya peningkatan kemampuan pendamping secara terus-menerus, juga diperlukan sarana serta fasilitas yang memadai bagi para pendamping. Karena Kota Batam memiliki daerah yang berbeda-beda kondisi geografis dan karakter masyarakatnya, maka para pendamping PNPM-Mandiri pada masa mendatang perlu dibekali dengan fasilitas yang lebih baik dan juga mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik. Dalam hal ini perlu diperhatikan tingkat kesulitan pendampingan di wilayah-wilayah tertentu di Kota Batam, seperti misalnya perlu dibedakan fasilitas dan honor bagi pendamping di wilayah interland yang sulit dijangkau dengan honor pendamping di wilayah lain yang wilayahnya mudah dijangkau. Selain itu, Pemerintah Kota juga perlu segera mewujudkan dukungan dana (sharing) bagi implementasi PNPM-Mandiri di Kota Batam yang selama ini telah diprogramkan namun sulit dicairkan.
81
DAFTAR PUSTAKA DAN RUJUKAN
Buku: Abdul Waidl, Ari Sudjito, Sugeng Bahagijo, Mendahulukan Si Miskin: Buku Sumber bagi Anggaran Pro Rakyat, LKiS, Yogyakarta, 2008. Awalil Rizky & Nashyith Majidi, Neo Liberalisme Mencengkeram Indonesia: Indonesia Undercocer Economy, Penerbit: E. Publisihing Company, Jakarta, 2008. Budi Rahman Hakim, Rethinking Social Work Indonesia, RMBOOKS, Jakarta, 2010. Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Edisi Revisi, Alfabeta, Bandung, 2008. Isbandi Rukminto Adi, Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008. John W. Creswell, Research Design, Qualitative and Quantitative Approaches, SAGE Publications, Inc. 2455 Teller Road, Thousand Oaks, California 91320, USA. John W. Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches (Alihbahasa: Angkatan III & IV KIK-UI dan bekerjasama dengan Nur Khabibah, Editor: Aris Budiman, Bambang Hastobroto, dan Chryshnanda DL), KIK Press, Jakarta, 2002. Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998. Miftachul Huda, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Pengantar, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009.
83
Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam
Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya, dalam Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka (Penyunting), Pemberdayaan (Konsep, Kebijakan dan Implementasinya), CSIS, Jakarta, 1996. Rusydi Syahra, Analisis Data Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, makalah yang disampaikan dalam Pendidikan dan Pelatihan Rancangan Penelitian di Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta, 3 November 2008. Ujianto Singgih Prayitno, Memerangi Kemiskinan (Dari Orde Baru sampai Reformasi), P3DI Setjen DPR RI, Jakarta, 2010. W. Lawrence Neuman, Social Research Method: Qualitative and Quantitative Approaches, Sixth Edition, Pearson International Edition, Inc., USA 2006. Internet: -----, Pemerintah Optimistis Habiskan Anggaran PNPM 2009, http://www. tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/08/05/brk, 20090805-190895,id.html, Akses Selasa, 25 Mei 2010. -----, Penduduk Miskin Mencapai 41.390 Orang, http://sijorimandiri.net/fz/index. php?option=com_content&task=view&id=13108&Itemid=26, Selasa, 25 Agustus 2009, Akses Jum’at, 30 Juli 2010. -----, Wako Batam Jadikan Kemiskinan Musuh Bersama, http://www.riau.go.id/ index.php?mod=isi&id_news=1933, Rabu, 09 Nopember 2005, Akses Minggu, 8 Agustus 2010. -----, http://unser1589.multiply.com/journal/item/38/_Sejarah_dan_Profil_ kota_Batam -----, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009, dalam Berita Resmi Statistik No.43/07/Th.XII, Juli 2009. M. Khuzam Khariri, PNPM-Mandiri, Upaya Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, http://hmpsekis.wordpress.com/2009/01/13/pnpm-mandiri-upayapengentasan-kemiskinan-di-indonesia/, Akses Minggu, 12 Desember 2010. -----,
http://batamtimes.com/batam/4117-angka-kemiskinan-nasional-sebesar131-persen.html, Akses Minggu, 6 November 2011.
84
Daftar Pustaka dan Rujukan
Lain-lain: SK No. 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 tentang Pedoman Umum PNPM Mandiri. Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM-Mandiri, Agustus 2007. Pedoman Umum PNPM Mandiri. Lampiran 1 Pedoman Umum PNPM Mndiri: Tahapan Strategi Operasional PNPM Mandiri, 2007. Badan Pusat Statistik. Wawancara: Koordinator PNPM-Mandiri Tingkat Provinsi Kepulauan Riau: Bp. Anang Faham. Koordinator PNPM-Mandiri Tingkat Kota Batam: Bp. Suwisnu. Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman Pemerintah Kota Batam: Bp. Ngadimin. Sekretaris Dinas Sosial dan Pemakaman Pemerintah Kota Batam: Bp. Zainul Amrul. Kepala Seksi Penanggulangan Kemiskinan Dinas Sosial dan Pemakaman Pemerintah Kota Batam: Bp. Timbul Remo. Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Batam: Ibu Dian Redawati. Seorang bekas Suku Laut (A), Kp. Dapurenam, Kota Batam. Jawaban Tertulis Narasumber: Jawaban tertulis dari 14 orang pendamping PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Batam. Jawaban tertulis dari Dinas Sosial dan Pemakaman Pemerintah Kota Batam.
85