I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh
kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan diperlukan bagi makhluk hidup yaitu terdiri dari uap air (H2O), N2O, O2, Ar dan CO2. Manusia dan hewan membutuhkan udara untuk proses respirasi, sedangkan tumbuhan memerlukan udara, khususnya CO2 untuk melakukan fotosintesis. Karbon dioksida dihasilkan melalui dua cara, baik secara alami maupun melalui aktivitas manusia. Karbon dioksida secara alami terbentuk dari proses respirasi, selain itu dapat juga dihasilkan dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan. Oleh karena aktivitas manusia, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer telah meningkat sekitar 35% sejak dimulainya revolusi industri. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu global sebesar 0,25°C per dekade sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kontributor utama penyumbang emisi karbon dihasilkan dari penggunaaan bahan bakar fosil, yaitu sebanyak 56,6%. Sedangkan kontributor emisi lainnya adalah deforestasi (17,3%), kegiatan agrikultur dan peternakan (14,3%), serta pemakaian barang yang menghasilkan gas fluorine sebesar 1,1 % dari total keseluruhan (Tabel 1).
1
Tabel 1. Total Emisi Global pada Tahun 2004 Emissions F-gases CO2 Fossil fuel use CO2 (Other) CO2 (deforestation, decay of biomass, etc) CH4
Total Emissions (%) 1,1 56,6 2,8 17,3 14,3
Sumber : IPCC, (2007)
Data yang diperoleh dari Departemen Energi, Lawrence Barkeley, industri semen menyumbang karbon dioksida sekitar 5% dari total emisi global. Karbon dioksida dihasilkan dari proses kalsinasi batu kapur saat pemakaian bahan bakar di kiln1 dan dari pembangkit listrik. Total emisi karbon dari produksi semen total global pada tahun 1994 adalah 307 juta ton, 160 juta ton dari proses produksi semen dan 147 juta ton karbon dari pemakaian energi. Salah satu cara untuk memperlambat bertambahnya gas rumah kaca yaitu dengan menerapkan sistem perdagangan karbon (carbon trading). Clean Development Mechanism (CDM2) merupakan salah satu mekanisme yang dapat mewujudkan carbon trading dan sistem pembangunan yang bersih. CDM ini memungkinkan negara-negara peserta, khususnya negara Annex I3 memenuhi kewajiban target penurunan emisi gas rumah kaca melalui penurunan emisi di negara lain. Menindaklanjuti hal tersebut, pada tahun 1995, Chief Executive Officer (CEO) dari 200 perusahaan bisnis membentuk suatu forum yang secara 1
Kiln adalah ruang termal terisolasi, dimana suhu didalamnya terkontrol. Proses dalam kiln ini mencakup pengerasan, pembakaran atau pengeringan bahan. Dalam industri semen, kiln merupakan jantung produksi. 2 CDM adalah suatu perjanijian di bawah Protokol Kyoto yang membolehkan negara-negara industri dengan komitmen pengurangan reduksi gas rumah kaca untuk melakukan investasi pada proyek pengurangan emisi di negara berkembang sebagai alternatif disbanding melakukan di negara mereka sendiri dengan biaya yang lebih mahal. 3 Negara Annex I adalah negara-negara maju yang ikut dalam program Protokol Kyoto, seperti negara Eropa, Amerika Utara, Australia dan Jepang. Sedangkan negara-negara yang termasuk negara non Annex yaitu negara-negara berkembang, seperti Indonesia.
2
khusus mendalami sustainable development, yang disebut World Business Council for Sustainable Development (WBCSD4). Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang, salah satunya bidang industri. Dewasa ini perkembangan perindustrian di Indonesia semakin meningkat seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam konteks mekanisme CDM khususnya, Indonesia sebagai negara non-Annex I memiliki keuntungan masuknya investasi asing, terutama dari negara Annex I dalam mendukung proyek perindustrian yang ramah lingkungan. CDM adalah peluang investasi modal asing sehingga tidak ada kewajiban bagi pemerintah Indonesia untuk mengikuti. Kewajiban pemerintah dalam hal ini bukan dalam konteks CDM, tetapi kewajiban sebagai peratifikasi United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC5), yaitu berkewajiban memberikan laporan nasional secara periodik tentang hasil inventarisasi gas rumah kaca (sektor energi dan non energi), serta upaya yang telah dilakukan dalam rangka menekan dampak negatif perubahan iklim. Sebagai negara nonAnnex I, Indonesia belum diwajibkan untuk menurunkan emisi gas rumah kacanya dan berhak untuk mendapatkan bantuan dana untuk capacity building dan technology transfer dalam rangka menekan dampak negatif perubahan iklim. Pemerintah Indonesia telah memiliki komitmen dalam menanggulangi dampak perubahan iklim, sebagai salah satu peserta dalam Protokol Kyoto, 4
WBCSD ini melaksanakan proyek spesifik dalam bidang yang berkaitan dengan semen, ban, kimia, dan air yang tepat guna. Pada tahun 2000, organisasi dari seluruh perusahaan semen di dunia menciptakan, mengembangkan dan mempromosikan cara-cara praktis bagi industri untuk melestarikan lingkungan dibawah WBCSD. Tujuh belas perusahaan semen tergabung dalam WBCSD, salah satunya Heidelberg Cement (Germany). 5 UNFCCC adalah sebuah perjanjian internasional yang dihasilkan ketika Earth Summit, pada tahun 1992. Tujuan dari perjanjian ini adalah melakukan stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca dalam atmosfer. Protokol Kyoto adalah salah satu hasil kerja UNFCCC.
3
Indonesia meratifikasi protokol tersebut pada 28 Juni 2004 dengan disahkannya UU Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol to The United Nations Framework of Climate Change. Selanjutnya, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) membentuk badan khusus untuk menangani masalah CDM yaitu Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (KN-MPB) yang disahkan melalui Kepmen No. 206/2005 pada tanggal 21 Juli 2005. Pada intinya, tugas KN-MPB ini adalah mengevaluasi proyek-proyek CDM yang masuk ke Indonesia, yang dapat diajukan oleh perusahaan yang memang bergerak dalam bidang reduksi karbon untuk mendapatkan CER, maupun perusahaan-perusahaan jenis lainnya. Berdasarkan informasi per 1 Maret 2011, ada 61 proyek CDM yang telah disetujui oleh Komnas Mekanisme Pembangunan Bersih dan telah terdaftar di Eksekutif CDM (Tabel 2). Berdasarkan kesepuluh tipe proyek CDM teregistrasi didapatkan total rata-rata reduksi emisi tahunan sebesar 1.339.670 ton CO2. Tabel 2. Status CDM Terkini di Indonesia per 1 Maret 2011 Tipe Proyek CDM Teregistrasi Jumlah Rata-rata reduksi Emisi Proyek Tahunan CO2 (ton CO2) Biogas 22 53.006 Biomasa 7 44.779 Penghindaran terbentuknya gas metana 6 27.879 Pemulihan dan pemanfaatan kembali 6 67.490 gas metana Energi baru dan terbarukan lainnya 5 384.000 Penggantian bahan bakar 4 99.975 Semen 4 338.462 Efisiensi energi 2 26.731 PLTA 2 15.683 Dekomposisi N20 1 80.668 Pemanfaatan gas 1 390.893 Pengurangan emisi PFC 1 78.041 Total 61 1.339.670 Sumber: IGES CDM Project Database, (2011)
4
Proyek CDM yang terkait dengan penerapan teknologi rendah emisi di industri semen yaitu penggantian bahan bakar fosil dengan bahan bakar alternatif, seperti yang sudah diterapkan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Sejak Januari 2005, perusahaan ini sudah menerapkan penggunaan bahan bakar alternatif dalam proses produksi semennya. 1.2
Perumusan Masalah Salah satu perusahaan semen di Indonesia, yaitu PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk dapat menghasilkan produksi 18,6 juta ton semen per tahun. Jumlah emisi CO2 yang diperkirakan bertambah akibat kebutuhan akan semen yang cenderung meningkat akan mempengaruhi dan merusak lingkungan. Sejak tahun 2002, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk mulai memenuhi syarat untuk ikut dalam carbon fund dalam rangka mempertahankan ISO 14001 mengenai sistem manajemen lingkungan. Hal tersebut ditandai dengan penyerahan Project Idea Note disertai Letter of Acceptance dari Menteri Lingkungan Hidup dikirim ke World Bank. Proses pemenuhan syarat untuk ikut serta dalam carbon fund terdiri dari beberapa tahap dan membutuhkan waktu yang lama. Perusahaan ini memerlukan waktu sekitar empat tahun sampai project dapat dilaksanakan di plant. Melihat beberapa feed back positif carbon fund diantaranya yaitu dana Certified Emission Reduction (CER6) dari jumlah pengurangan emisi akibat project dan investasi teknologi yang ramah lingkungan, keikutsertaan perusahaan ini dalam program pengurangan emisi membuka peluang untuk menghasilkan semen berkualitas dan ramah lingkungan dengan mengganti bahan bakar. 6
CER adalah bentuk sertifikat setiap penurunan emisi sebesar 1 ton CO2 yang diterbitkan oleh Badan Pelaksana MPB. Hal tersebut diatur sesuai dengan kesepakatan Protokol Kyoto. Di negaranegara berkembang, seperti Indonesia, harga rata-rata setiap CER yaitu 3-5 USD.
5
Perusahaan ini terlibat dalam dua proyek yang terdiri dari proyek pengurangan emisi dari kegiatan pencampuran bahan semen (Blended Cement Project) dan proyek pemakaian bahan bakar alternatif (Alternative Fuel Project). Pada tahun 2008, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk mendapatkan first CER Penerimaan pembayaran atas penjualan 80.967 CER adalah sebesar 40.303 USD (setelah dikurangi biaya persiapan
proyek).
Hal tersebut menjadikan PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk merupakan perusahaan pertama di Indonesia penerima CER dalam kerangka proyek CDM. Pada proses pembakaran di sebelas kiln PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk digunakan bahan bakar batubara sebagai bahan bakar utama sedangkan bahan bakar pemantik awal setelah shut down menggunakan bahan bakar Industry Diesel Oil (IDO) karena memiliki nyala api yang tinggi dibandingkan dengan batubara. Konsumsi batubara perusahaan ini rata-rata mencapai 1,7 juta ton per tahun dan IDO 20 ribu ton per tahun. Kebutuhan akan batubara yang semakin meningkat diikuti dengan menurunnya persediaan menyebabkan harga batubara cenderung naik. Batubara yang tergolong high calori value (CV lebih besar dari 6000 kkal) harganya mencapai Rp 1.035.000/ton pada tahun 2011. Sejak tahun 2007, khususnya di plant 8 perusahaan ini menggunakan mixing sekam padi, serbuk gergaji, cangkang kelapa sawit, dan oil sludge sebagai bahan bakar alternatif. Alternative fuel dalam proses pembakaran di kiln memiliki peran sebagai pengganti sebagian bahan bakar fosil yaitu sebanyak 3-5%. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian mengenai bagaimana proses pemanfaatan bahan bakar alternatif di industri semen, efisiensi emisi, penghematan biaya yang diterima perusahaan dan nilai manfaat bersih yang
6
diterima perusahaan selama tujuh tahun umur proyek sehingga memberi insentif perusahaan lain untuk dapat ikut serta dalam kegiatan mewujudkan sustainable development. 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang ingin
dicapai yaitu: 1.
Mengidentifikasi bagaimana proses persetujuan carbon fund dan penerapan alternative fuel project yang dilakukan perusahaan.
2.
Melihat dampak emisi penerapan alternative fuel project yang dilakukan perusahaan, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi.
1.4 1.
Manfaat Penelitian Sebagai bahan informasi kepada kalangan industri tentang peluang diversifikasi energi dengan menggunakan bahan bakar alternatif
berupa
limbah industri, serbuk gergaji dan sekam padi. 2.
Menjadi sumber informasi bahwa penggunaan bahan bakar alternatif bernilai rendah merupakan upaya penurunan emisi.
3.
Sumber informasi untuk perusahaan itu sendiri, terkait manfaat dari pemakaian bahan bakar alternatif, baik dari segi efisiensi emisi dan efisiensi biaya.
1.5 1.
Batasan Penelitian Penelitian mengkaji pemakaian alternative fuel dalam pembakaran di kiln salah satu plant PT Indocement Tunggal Prakarsa, yaitu di plant 8. Plant 8 ini merupakan satu dari empat plant yang menggunakan bahan bakar alternatif.
7
2.
Perhitungan emisi yang diestimasi fokus pada emisi CO2 dari proses pembakaran di kiln.
3.
Harga yang digunakan diasumsikan merupakan constant price
8