TELAGA 1 Tujuh Bantal Keluarga Paul Gunadi
Lembaga Bina Keluarga Kristen
Telaga 1 – Tujuh Bantal Keluarga Penulis Co-writer Editor Layout Proofreader ISBN
: Paul Gunadi : Lortha Gb. Mahanani : Necholas David : Rosika Ngagelina : Melany E. Simon : 978-602-72314-0-5
Penerbit Evernity (CV. Evernity Fisher Media) Jl. Brigjen S. Riadi 76A1 Malang Telp. (0341) 343365; Fax. (0341) 358741 Website : http://www.evernity.co.id Email :
[email protected] Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Paul Gunadi Telaga 1 : Tujuh Bantal Keluarga / Paul Gunadi ; editor, Necholas David. -- Malang : Evernity Fisher Media, 2016. 134 hlm. ; 21 cm. Diterbitkan atas kerja sama dengan Lembaga Bina Keluarga Kristen. ISBN 978-602-72314-0-5 1. Keluarga (Kristen). I. Judul. II. Necholas David. 248.4 Cetakan Pertama: September 2016
D aftar I si K ata P engantar
viii
B ab 1 Tujuh Bantal Keluarga
3
B ab 2 Makna “Mengasihi” Suami kepada Istri
35
B ab 3 Makna “Tunduk” Istri kepada Suami
47
B ab 4 Terlepas tetapi Tidak Terputus
59
B ab 5 Jika Kita Berselingkuh
73
B ab 6 Pubertas Kedua: Mitos atau Realitas?
97
B ab 7 Pertengkaran: Bumbu atau Racun dalam Pernikahan?
115
T entang P enulis
135
v
Vis i dan M is i
L e mb aga Bi na keluarga Kri st e n ( L B K K )
Berdasarkan janji Tuhan yang berbunyi, "Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan" (Yoh. 10:10b), kami percaya bahwa setiap orang Kristen seharusnya mengalami hidup yang berkelimpahan. Namun, ada sebagian dari kita yang belum mencicipi hidup berkelimpahan. Menurut pengamatan kami, acapkali pokok permasalahannya bukanlah bersifat rohani; sering kali yang menghalangi kita mendapatkan hidup yang berkelimpahan adalah persoalan yang bersifat psikologis, masalah dengan diri kita sendiri, dan masalah yang bersifat relasional, yaitu menyangkut relasi kita dengan orang lain. Harapan kami, Tuhan berkenan memakai kami untuk merealisasikan hidup yang berkelimpahan dalam diri Anda, dengan cara memberikan nasihat-nasihat guna menjawab permasalahan psikologis dan rasional Anda, sesuai dengan kebenaran firman Tuhan yang tertera dalam Alkitab. Sambutlah pelayanan kami, LBKK melalui pelayanan TELAGA dengan program: • Pelayanan melalui radio • Pelayanan melalui kaset atau CD • Pelayanan melalui internet (http://www.telaga.org) • Pelayanan melalui buku-buku (booklet) yang kami terbitkan untuk Anda vi
• Pelayanan melalui surat-menyurat • Bisa melalui e-mail (
[email protected]) • Atau konseling langsung
Mari manfaatkan program pelayanan yang kami sediakan, dan dengan dukungan kita semua apa yang kami kerjakan dapat menjadi berkat bagi banyak orang, dan kita semua boleh hidup dalam kelimpahan yang sudah Tuhan sediakan. Untuk pesanan kaset/CD hubungi kami melalui Telp/Fax. 0341 493645 (Senin-Jumat, pukul 09.00-17.00)
vii
K ata P e n g a n ta r Tidak bisa diingkari bahwa hidup berkeluarga merupakan tempat kita belajar seumur hidup. Kenyataan membuktikan bahwa keluarga yang sehat berdampak pada gereja dan masyarakat. Dari sejak dalam kandungan, seorang janin diharapkan untuk bertumbuh sampai ia dilahirkan ke dunia. Kehadirannya sebagai seorang bayi yang mungil sungguh tidak terlupakan bagi orangtuanya. Pertumbuhan demi pertumbuhan diikuti dengan saksama. Si bayi bertumbuh menjadi balita, praremaja, remaja, pemuda, dan kemudian menemukan pasangan hidupnya, mereka menikah, membentuk suatu keluarga. Pertumbuhannya pun menjadi seorang dewasa sangat diharapkan, dewasa dalam berpikir, dewasa dalam mengatur keluarga, dan lain-lain. Pada umumnya pasangan nikah dikarunia anak, jadilah mereka sebagai orangtua. Anak bertumbuh menjadi dewasa, kemudian menikah, orangtua menjadi mertua dan tidak lama kemudian menjadi kakek/nenek. Itulah siklus kehidupan. Keluarga Kristen, adakah bedanya dengan keluarga pada umumnya? Jawabannya ada pada TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Kami sungguh bersyukur kepada Tuhan yang memperkenankan program radio dan kaset/CD TELAGA untuk dibukukan. Adapun maksud kami adalah agar para pendengar viii
radio dan kaset/CD TELAGA bisa lebih mengingat apa yang telah didengarnya. Dalam kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Pdt. Dr. Paul Gunadi sebagai narasumber dan Bpk. Gunawan Santoso sebagai pemandu program ini. Ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada Ibu Lortha Gb. Mahanani yang telah mengubah transkrip menjadi artikel dan kepada Pdt. Dr. Rahmiati Tanudjaja yang pernah meminjamkan studio rekaman Parakaleo serta kepada Penerbit Evernity atas kerja samanya menerbitkan buku ini. Akhir kata, mudah-mudahan buku ini bisa menjadi berkat bagi banyak keluarga, khususnya keluarga Kristen, sehingga nama-Nya selalu dipermuliakan. Malang, Agustus 2016 Pengurus LBKK
ix
Bab
1
TUJUH BANTAL KELUARGA
P
asangan calon suami-istri Kristen melangkah memasuki bahtera rumah tangganya lewat altar gereja. Di altar itu mereka berdiri mengucapkan janji nikah dan menerima berkat dari pendeta, disaksikan oleh jemaat yang hadir. Janji dari pasangan pria dan wanita yang sedang berbahagia ini berisi komitmen bahwa apa pun yang terjadi di kemudian hari mereka akan mengarungi lautan kehidupan bersama-sama. Itu berarti janji tersebut akan berlaku seumur hidup. Mengapa? Karena kalimat demi kalimat itu sesungguhnya ditujukan kepada Allah Tritunggal yang telah mempertemukan dan kemudian mempersatukan mereka dalam ikatan perkawinan. Apa yang dipersatukan oleh Tuhan yang adalah pencipta lembaga pernikahan (seharusnya) tidak boleh diceraikan oleh manusia. Pernikahan kristiani berlaku sampai maut memisahkan keduanya. 3
30
Tujuh Bantal Keluarga
Hidup benar sesuai dengan firman Tuhan menjadikan kita sebagai suami, istri, atau anak yang mencintai Tuhan. Kita menjadi saksi-Nya dengan konkret bagi keluarga. Atau mungkin saja saat ini hanya diri kita yang menyadari akan hal ini? Janganlah berputus asa dan jangan menyerah untuk terus memegang dan mempraktikkan prinsip-prinsip firman Tuhan. Kebaikan yang terus-menerus dilakukan bisa menular. Kita dapat meyakini bahwa bukan hanya kejahatan dan hal-hal buruk yang dapat ditularkan, kebaikan pun dapat. Jika pada akhirnya semua anggota keluarga mempunyai misi yang samam yaitu melakukan hal-hal yang menyenangkan hati Tuhan sesuai dengan Efesus 4:25-32, kerinduan untuk setia hingga maut memisahkan kita merupakan keniscayaan. Tersedianya bantal-bantal keluarga juga menandakan bahwa keluarga kita adalah keluarga yang berlimpah dengan cinta. Dengan adanya bantal keluarga berarti tersedia pengganjal yang empuk dan lembut ketika kita jatuh. Konflik dapat segera diselesaikan dengan penuh keberanian karena kita mengetahui bahwa ada landasan yang nyaman untuk membicarakannya. Kita telah mempelajari ketujuh bantal, namun sesungguhnya kebenaran firman Tuhan dapat menjadi inspirasi untuk terciptanya bantal-bantal lain. Roh Kudus sebagai penolong dan sumber kekuatan bagi orang percaya akan selalu memberikan hikmat untuk memahami firman Tuhan dan menerapkan apa yang dikehendaki-Nya. Tuhan kiranya menyertai keluarga Anda.
Tujuh Bantal Keluarga
31
Pertanyaan Refleksi/Diskusi 1. Di antara komitmen-komitmen yang Anda ucapkan saat pernikahan, mana yang terasa paling sulit untuk dilakukan? Mengapa? 2. Dalam hal apa Anda dan pasangan berbeda dalam menoleransi sesuatu? Bagaimana Anda menyelesaikan perbedaan tersebut? 3. Manakah dari ketujuh bantal keluarga ini yang sudah Anda lakukan? Manakah yang belum? Pikirkan sebuah perbuatan baik yang dapat Anda lakukan hari ini.
Bab
3
MAKNA "TUNDUK" ISTRI KEPADA SUAMI
S
alah satu ayat yang kerap disalahpahami adalah Efesus 5:22-23, “Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.” Ayat ini merupakan ayat yang sangat penting bagi rumah tangga Kristen. Sayangnya ayat ini sering disalahgunakan untuk memaksakan ketaatan istri kepada suami. Berikut ini saya akan berupaya menjelaskan makna ayat ini supaya dapat menjadi berkat dan menolong kita semua. Agar dapat lebih terarah saya akan mengawali pembahasan ini dengan mengajukan dua pertanyaan. Yang pertama adalah mengapakah Tuhan menerapkan sistem kepemimpinan di dalam pernikahan? Sesungguhnya di balik pertanyaan ini tersimpan sebuah asumsi, yaitu mengapakah diperlukan pimpinan dalam 47
48
Tujuh Bantal Keluarga
pernikahan, bukankah jauh lebih baik bila baik suami maupun istri berdiri sejajar sebagai mitra yang seimbang dan saling mengasihi? Dan, mengapa pria—bukan wanita—yang dipilih Tuhan untuk memimpin keluarga? Kedua, apakah artinya “tunduk” di sini dan sejauh manakah istri tunduk kepada suami? Kepemimpinan Suami Untuk menjawab pertanyaan pertama, “Mengapakah suami yang ditetapkan Tuhan sebagai kepala keluarga?” saya akan memulai dengan konsep kepemimpinan dan untuk itu kita perlu melihat keluarga sebagai sebuah unit organisasi. Kita dapat menggolongkan keluarga sebagai satu unit organisasi sebab kendati kecil, keluarga terdiri dari beberapa individu yang hidup bersama serta diikat oleh kemudi tujuan yang sama pula—dua unsur yang membentuk organisasi. Faktanya semua organisasi harus memiliki pimpinan; tanpa kepemimpinan, organisasi akan menuai kekacauan. Jika demikian, keluarga pun harus memiliki seorang pemimpin. Jadi, bila ada orang berkata, “Oh, tidak perlu ada pemimpin dalam keluarga!” saya kira itu keliru. Semua unit organisasi memerlukan pimpinan sebab tanpa pimpinan akan muncul kekacauan—demikian pula dengan keluarga. Pertanyaan berikutnya yang berkaitan erat dengan itu adalah mengapa pria (suami) yang ditunjuk sebagai pemimpin dan bukan wanita (istri)? Sesungguhnya penunjukan pria sebagai pemimpin berkaitan erat dengan konsep Kristus sebagai kepala jemaat. Kristus yang adalah Allah mengambil identitas pria sebagai jasad ragawi-Nya. Jadi, saya kira tidak masuk akal jika Tuhan menetapkan istri sebagai kepala rumah tangga dan menyamakannya
Makna “Tunduk” Istri kepada Suami
49
dengan Kristus yang mengambil rupa seorang pria. Dalam hal ini jauh lebih konsisten bila suami yang diidentikkan dengan Kristus dan memang inilah yang dijabarkan di dalam firman Tuhan. Dari sudut budaya kita melihat ada alasan tertentu pula mengapa suami yang ditetapkan sebagai kepala keluarga. Pada umumnya pria menduduki posisi sebagai kepala atau pimpinan, kendati ada pula budaya yang menempatkan wanita sebagai pimpinan. Hal ini dapat dipahami karena dari segi fisik memang pria mempunyai kekuatan kasar yang jauh lebih besar daripada wanita. Itu sebabnya pada zaman primitif dahulu, yang harus pergi berperang adalah pria dan yang harus melindungi tempat kediaman mereka dari serangan musuh adalah pria. Dengan kata lain, pria berfungsi sebagai pelindung, dan untuk dapat melindungi sudah tentu dia harus bisa memimpin dan mengatur orang yang dilindunginya. Jadi, penetapan Tuhan pada pria sebagai kepala konsisten dengan norma budaya pada umumnya. Sungguhpun demikian, kepemimpinan suami sebagaimana yang diajarkan firman Tuhan bukanlah untuk menundukkan atau menguasai istri, melainkan untuk mengasihi dan melindunginya. Kuasa suami diperoleh bukan dari kekuatan dan pemaksaan— karena pria lebih bertenaga atau lebih mempunyai uang—melainkan dari kasih dan pengorbanan. Inilah yang Tuhan kehendaki sebagai dasar kepemimpinan suami: kuasa yang lahir dari kasih dan pengorbanan. Sayangnya pria tidak selalu memahami dan menerapkan konsep kuasa sebagaimana yang dikehendaki Tuhan. Bukannya mengorbankan diri, ia justru menuntut istri untuk berkorban. Bukannya mengasihi, ia malah mengancam istri agar dapat terus patuh kepadanya. Ironisnya ada suami yang justru menggunakan
Bab
5
JIKA KITA BERSELINGKUH
K
ita tidak selalu kuat! Dalam menghadapi pencobaan kadang kita kuat menolaknya, namun adakalanya kita lemah dan akhirnya jatuh. Salah satu pencobaan yang kerap menjatuhkan anak-anak Tuhan adalah pencobaan romantis dan seksual. Dosa perzinaan telah menjadi sarana favorit Iblis untuk menghancurkan kehidupan dan pelayanan anak-anak Tuhan. Iblis memang cerdik; itu sebabnya Ia memilih cara efektif untuk menghancurkan pekerjaan Tuhan. Hancurkanlah kehidupan pribadi anak-anak Tuhan, maka pernikahannya pun turut hancur. Hancurkanlah pernikahan anak-anak Tuhan, maka keluarganya pun akan hancur. Hancurkanlah keluarga anak-anak Tuhan, maka pelayanannya pun pasti hancur. Hancurkanlah pelayanan anakanak Tuhan, maka pekerjaan Tuhan pun turut hancur. Itulah strategi Iblis yang mesti kita waspadai. 73
74
Tujuh Bantal Keluarga
Setiap anak Tuhan menjadi target serangan Iblis dan kita harus siaga untuk melawannya. Sebagai anak Tuhan, kita tidak lagi hidup untuk diri sendiri. Kita hidup untuk Tuhan, untuk anak-anak Tuhan lainnya, dan untuk orang yang belum mengenal Tuhan. Kejatuhan kita berakibat luas—begitu luasnya hingga menghambat pekerjaan Tuhan yang utama, yakni membawa orang mengenal dan menerima anugerah keselamatan-Nya. Jangan biarkan diri kita terperangkap dalam jerat Iblis dengan berpikir bahwa perselingkuhan hanyalah relasi antara dua pribadi dan tidak akan memengaruhi siapa pun. Tidak! Dosa perselingkuhan akan menohok pelbagai sendi kehidupan dan membuat banyak jiwa meradang. Saya mengalamatkan tulisan berikut ini kepada para anak Tuhan yang tengah terlibat dalam dosa perselingkuhan. Saya pun menujukan tulisan ini kepada anak Tuhan yang sedang menimbang-nimbang untuk melakukan perselingkuhan. Saya berharap tulisan ini akan dipakai oleh Tuhan untuk menambah tekad kita lepas dari dosa perselingkuhan dan kembali hidup untuk Tuhan, bukan untuk diri sendiri. Ah, Ini Hanya Persahabatan! Ini adalah ungkapan yang acap dicetuskan oleh orang yang berselingkuh atau tengah menuju dosa perzinaan. Pada dasarnya ungkapan ini merupakan upaya terselubung untuk memperdaya diri. Dengan cetusan ini sesungguhnya kita sedang memberi izin kepada diri sendiri untuk terus berhubungan dengan orang tersebut. Dengan berkata bahwa ini hanyalah persahabatan, kita membuat yang hitam menjadi putih dan menetralkan rasa bersalah yang mulai timbul di hati.
Bab
7
PERTENGKARAN: BUMBU ATAU RACUN DALAM PERNIKAHAN?
A
da orang yang berkata bahwa pertengkaran adalah bumbu dalam keluarga. Masalahnya ialah kebanyakan bumbu bukan saja akan menghilangkan kesedapan makanan, melainkan juga akan dapat meracuni tubuh. Jadi, dari perumpamaan ini dapat kita simpulkan bahwa pertengkaran yang terjadi berulang kali pada akhirnya merusak, bukan membangun pernikahan.
Sesungguhnya yang membuat pertengkaran menjadi bumbu atau berdampak positif terhadap keluarga bukanlah pertengkaran itu sendiri, melainkan penyelesaiannya. Sewaktu kita berhasil menyelesaikan perselisihan, relasi kita pun beranjak naik ke tingkat yang lebih tinggi dan kuat. Saya berkeyakinan bahwa pertengkaran yang tak terselesaikan adalah racun yang perlahan namun pasti melemahkan sendi pernikahan. Pertengkaran yang tak terselesaikan menguras energi yang dibutuhkan untuk mengokohkan 115
132
Tujuh Bantal Keluarga
kita dambakan: relasi kita baik kembali. Karena hanya inilah yang ada di hati, kita siap mengampuni—dan tidak siap menghukum. Kesimpulan Konflik adalah bagian dari hidup bersama. Namun, tidak selalu dan tidak seharusnya konflik berubah menjadi racun yang akhirnya mematikan relasi pernikahan. Kita harus menjaga perselisihan supaya tetap berada pada tingkat dan bentuk konflik dan tidak membiarkannya berkembang menjadi pertengkaran, apalagi perkelahian. Terlebih penting lagi kita mesti menyelesaikannya dengan cara yang berkenan kepada Tuhan. Ada pelbagai cara untuk menyelesaikan konflik, namun yang terpenting adalah sikap hati kita sendiri. Tanpa kerendahan hati, belas kasihan, dan pengampunan, mustahil kita bisa merengkuh kekasih hati. Kita tidak sempurna dan penuh kelemahan; tidak seharusnya kita bersikap kritis dan keras. Firman Tuhan mengingatkan, “Jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (Mat. 7:1-3). Perdamaian berawal dari kejernihan dalam melihat diri sendiri dan berakhir dengan kesediaan untuk menaati Tuhan yang meminta kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Pertanyaan Refleksi/Diskusi 1. Hal-hal apa yang dapat Anda lakukan untuk mencegah konflik berubah menjadi pertengkaran dan perkelahian?
Pertengkaran: Bumbu atau Racun dalam Pernikahan?
133
2. Dari keempat cara menyelesaikan konflik, manakah yang paling cocok dengan kondisi Anda saat ini? 3. Apakah Anda setuju dengan prinsip “makin mengampuni, makin mudah mengampuni”? Bagikan pengalaman Anda.
Mari Berbagi Anda merasa diberkati oleh buku ini? Hadiahkan bagi keluarga atau sahabat Anda. Pesan bukunya dan kami akan mengirimkan langsung ke alamat tujuan. Jika anda meminta, kami berikan gratis kertas kado dan kartu ucapan. Mohon simpan nomor kontak kami:
08155511177 08155511177 penerbitevernity evernity Anda juga dapat membeli buku ini di situs daring berikut: Mataharimall.com Tokopedia.com Blibli.com Elevenia.co.id Bukalapak.com Lazada.co.id Alfacart.com
: www.mataharimall.com : www.tokopedia.com/evernity : www.blibli.com/merchant/evernity : www.elevenia.co.id : www.bukalapak.com/evernity : www.lazada.co.id/evernity : www.alfacart.com
E- b o o k
Buku ini juga tersedia dalam bentuk elektronik: Scoop Bookmate Wayang Force Indobooks Qbaca Tokobuku Livi Buqu Store iJak
Kritik
dan
Saran
Kami menyukai masukan yang kritis dan jujur. Anda dapat memberi nilai dan komentar terhadap isi buku ini di:
978-602-72314-0-5/ Tujuh Bantal Keluarga penerbitevernity bukuevernity penerbitevernity
[email protected] http://www.evernity.co.id