169
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
EFEKTIVITAS SUBSTRAT DAN TUMBUHAN AIR UNTUK PENYERAPAN HARA NITROGEN DAN TOTAL FOSFAT PADA BUDIDAYA IKAN BERBASIS SISTEM INTEGRATED MULTI-TROPHIC AQUACULTURE (IMTA) Lies Setijaningsih*) dan Bambang Gunadi**) *)
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor 16154 E-mail:
[email protected] **) Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya Sukamandi No. 2, Subang, Jawa Barat 41256
ABSTRAK Pada sistem Integrated Multi-trophic Aquaculture (IMTA), budidaya antara udang dan ikan dirancang secara intensif berbasis prinsip akuakultur nirlimbah (zerowaste aquaculture). Udang galah menghasilkan limbah hasil metabolisme kemudian di-recycle menjadi sumber input untuk organisme lain pada level trofik yang berbeda. Tujuan penelitian adalah mempelajari efektifitas penyerapan senyawa limbah nitrogen dan fosfat oleh substrat dan tumbuhan air yang dilibatkan dalam sistem budidaya intensif berbasis IMTA. Ikan uji adalah udang galah (Macrobrachium rosenbergii) ukuran bobot individu1,5-2,5 g dan ikan tambakan (Helostoma temmincki) dengan bobot 2-2,5 g. Perlakuan penelitian terdiri dari: (a) U30T100, (b) U20T50, (c) U30T50 dan (d) U20T100 dengan lama penelitian 120 hari. Rancangan penelitian yang digunakan RAL dan masingmasing perlakuan diulang tiga kali. Pengukuran dilakukan pada pertumbuhan dan kualitas air: (amoniak, nitrit, nitrat). Hasil panen tanaman kangkung dianalisis kandungan N dan P. Hasil perhitungan reduksi NH3, NO2, NO3, Total N dan Total P tertinggi terdapat pada perlakuan C (64.70%, 4.85%, dan 37.26%). Nilai reduksi NH3,pada perlakuan A,B,dan D adalah 55,91; 42,55; 64,70 dan 35,95%. Reduksi NO 2 tiap perlakuan: 3,62; 3,59; 4,85 dan 3,38%. Reduksi NO3 tiap perlakuan adalah: 21,85; 17,40; 37;26 dan 18,68%. Nilai reduksi tertinggi Total N dan Total P pada tanaman terdapat perlakuan C, masing masing: 25,97-34,1% dan 39,2545,38%, Pertambahan bobot udang galah dan ikan tambakan tertinggi terdapat pada perlakuan C, masingmasing 36,66 ± 0,61 dan 33,36 ± 0,67 g. KATA KUNCI:
udang galah; tambakan; penyerapan; senyawa nitrogen dan fosfat; IMTA
PENDAHULUAN Intensifikasi budidaya ikan dicirikan dengan tingginya padat tebar yang diikuti dengan peningkatan jumlah pakan yang dapat menimbulkan akumulasi limbah budidaya. Tanpa penanganan yang memadai akumulasi limbah budidaya ikan berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya. Budidaya intensif dapat dicapai dengan pemberian jumlah pakan yang intensif dan jumlah pakan yang diberikan ke ikan, 25% digunakan untuk tumbuh, 25% untuk kebutuhan metabolisme, 10% tidak termakan atau terbuang ke media budidaya, 10% menjadi limbah padat dan 30% merupakan limbah cair (Craigh & Helfrich, 2002), sehingga menimbulkan penumpukan limbah organik dan peningkatan kadar amonia. Menurut Avnimelech (2005) sistem budidaya intensif efisien dalam memproduksi ikan, namun menimbulkan masalah yaitu cepatnya akumulasi limbah dari residu pakan dan produk metabolik. Akibat akumulasi limbah dapat menyebabkan kelarutan oksigen rendah yang selanjutnya dapat mempengaruhi proses nitrifikasi. Limbah budidaya ikan pada umumnya berupa padatan terlarut (suspended solids) dan nutrient terlarut (dissolved nutrient) terutama nitrogen dan fosfor. Amonia merupakan buangan metabolik yang secara langsung beracun untuk udang maupun ikan dan merupakan hasil katabolisme protein pakan yang diekskresikan ikan sekitar 60-80% masuk ke lingkungan perairan (Benli et al., 2008). Kondisi demikian merupakan kendala utama untuk pengembangan lebih lanjut budidaya udang maupun ikan. Kondisi seperti ini diyakini dapat dikembangkan untuk budidaya udang maupun ikan, khususnya yang memiliki masalah dengan kualitas air. Penerapan budidaya intensif dilakukan dengan memelihara organisme yang memiliki trophic level lebih rendah dari udang galah yang dibudidayakan,
Efektivitas substrat dan tumbuhan air untuk penyerapan hara ..... (Lies Setijaningsih)
170
dan limbah dari aktivitas budidaya kemudian di-recycle menjadi sumber input (pupuk atau makanan) untuk organisme yang lain (Thomas, 2010). Salah satu bentuk penerapan budidaya intensif adalah teknik budidaya terpadu antara udang atau ikan dan tanaman air. Prinsip dari system ini adalah mendaur ulang limbah dari proses budidaya yang dihasilkan oleh spesies utama menjadi sumber energi dan nutrien bagi komoditas lainnya sehingga menghasilkan produk yang dapat dipanen dan dapat mengurangi dampak lingkungan (Ren et al., 2012). Menurut Diver (2005) bahwa integrasi antara budidaya ikan dan tanaman pada system ini terjadi simbiosis mutualisme melalui peningkatan multi produk sehingga menyediakan produk pangan yang sehat (organik) dan peningkatan ekonomi. Tanaman yang digunakan sebagai biofilter pada budidaya intensif sistem Integrated Multi-trophic Aquaculture (IMTA) di air tawar diantaranya kangkung air (Ipomea aquatica). Tanaman kangkung mudah dibudidayakan dengan waktu panen yang relatif singkat dan dapat menyerap zat-zat beracun yang terdapat di lingkungan sekitar. Penggunaan kangkung dalam sistem akuaponik mampu mereduksi ammonia dengan menyerap air buangan budidaya dengan menggunakan akar tanaman (Dauhan et al., 2014). Udang galah (Macrobrachium rossenbergii) merupakan salah satu jenis udang air tawar yang bernilai ekonomis tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan dalam skala besar. Permintaan pasar udang galah dalam negeri masih cukup tinggi dapat mencapai 20 ton per hari (KKP, 2014). Produksi udang galah di dunia tahun 2013 mencapai 203.299 ton. Jumlah tersebut mengalami penurunan dari tahun 2012 yang mencapai 214.840 ton (FAO, 2015). Sementara itu ikan tambakan (Helostoma temminckii) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang berasal dari wilayah tropis. Ikan tambakan termasuk salah satu ikan yang bernilai ekonomis dan digemari oleh masyarakat di Indonesia. Ikan ini sudah dapat dibudidayakan oleh masyarakat, akan tetapi menurut Joko et al. (2013), produksi ikan tambakan masih mengandalkan dari hasil tangkapan di alam dan Ikan tambakan berukuran 12-15 cm diminati sebagai ikan hias karena memiliki kebiasaan menempelkan bibir pada pasangannya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektifitas penyerapan senyawa N (amonia, nitrit, nitrat) dan P-Total pada budidaya intensif berbasis IMTA sehingga menurunkan konsentrasi cemaran dan menjaga kondisi kualitas perairan. BAHAN DAN METODE Ikan uji adalah udang galah (Macrobrachium rossenbergii) ukuran bobot individu 1,5-2,5 g dan ikan tambakan (Helostoma temmincki) ukuran bobot individu 2-2,5 g. Lama penelitian 120 hari. Uji aplikasi di lapangan digunakan kolam dengan dasar tanah yang dilapisi terpal sebanyak 12 kolam dengan luas kolam 25 m2 dan dirancang untuk sistem IMTA. Dalam satu unit kolam terdapat dua jenis ikan dan satu jenis tanaman. Penempatan wadah tanaman sayuran diletakkan disamping kolam. Ukuran wadah 0,3 x 5 m dan media substrat yang digunakan adalah batu apung. Pakan udang galah adalah pakan komersial dengan kandungan protein 40%. Pemberian pakan sebesar 5% dari bobot biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Selama penelitian berlangsung ikan tambakan tidak diberi pakan (hanya memanfaatkan limbah budidaya berasal dari udang galah, berupa partikel organik).Tanaman yang digunakan adalah
Gambar 1. Kolam penelitian penerapan IMTA air tawar
171
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
kangkung (Ipomoea aquatica) dan benih yang digunakan adalah benih tanaman yang sudah mencapai tinggi 5–7 cm. Perancangan perlakuan disusun secara faktorial dengan mengkombinasikan kepadatan udang galah dan ikan tambakan yaitu terdiri tiga perlakuan dan kontrol (mengacu dari pembudidaya), sebagai berikut: a. U30T100 (Udang galah 30 ekor/m2, ikan tambakan 100 ekor/m2 dan tanaman kangkung) b. U20T100 (Udang galah 20 ekor/m2, ikan tambakan 50 ekor/m2 dan tanaman kangkung) c. U30T50 (Udang galah 30 ekor/m2, ikan tambakan 50 ekor/m2 dan tanaman kangkung) d. Kontrol/U20T50 (Udang galah 20 ekor/m2, ikan tambakan 100 ekor/m2 dan tanaman kangkung) Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Pengukuran dilakukan terhadap pertumbuhan dan kualitas air: amoniak, nitrit, nitrat, P-total dan N-total yang diambil setiap sepuluh hari. Panen tanaman kangkung dilakukan setip 20 hari sekali, jadi selama 120 hari pemeliharaan udang pada media budidaya intensif berbasis IMTA diperoleh empat kali panen kangkung. Hasil panen tanaman kangkung dianalisis kandungan N dan P. Data diolah dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Interaksi antara perlakuan yang diberikan. Jika terdapat pengaruh perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata = 0,05 untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan hasil tertnggi dan terendah. HASIL DAN BAHASAN Persentase Reduksi Amonia, Nitrit, dan Nitrat pada IMTA Persentase reduksi amonia, nitrit dan nitrat menunjukkan seberapa besar amonia, nitrit dan nitrat yang direduksi pada budidaya udang galah secara terpadu dengan ikan tambakan dan tanaman. Jadi semakin tinggi persentase reduksi amonia, nitrit dan nitrat maka akan semakin rendah konsentrasi amonia, nitrit dan nitrat pada media budidaya ikan. Hasil perhitungan persentase reduksi amonia terendah dicapai pada perlakuan A (U30T100) dan B(U20T100) masing-masing sebesar 6,54% dan 9,67%, sedangkan persentase reduksi amonia tertinggi dicapai pada perlakuan C(U30T50) dan D(U20T50) masing-masing sebesar 9,22% dan 11,72% (Gambar 2). Tingginya reduksi amoniak, nitrit dan nitrat pada perlakuan C Pada nitrit kisaran persentase reduksi nitrit terendah dicapai pada perlakuan A(U30T100) dan B(U20T50) masing-masing sebesar 1,33% dan 2,81%, sedangkan persentase reduksi nitrit tertinggi dicapai pada perlakuan C(U30T50) dan D(U20T100) masing-masing sebesar 3,52% dan 3,47% (Gambar 3).
Gambar 2. Persentase reduksi amoniak pada media budidaya intensif berbasis IMTA
Efektivitas substrat dan tumbuhan air untuk penyerapan hara ..... (Lies Setijaningsih)
172
Gambar 3. Persentase reduksi nitrit pada media budidaya intensif berbasis IMTA Sementara itu persentase reduksi nitrat terendah dicapai pada perlakuan A dan B masing-masing sebesar 5,90% dan 7,61%, sedangkan persentase reduksi nitrat tertinggi dicapai pada perlakuan C dan D masing-masing sebesar 9,22% dan 11,72% (Gambar 4).
Gambar 4. Persentase reduksi nitrat pada media budidaya intensif berbasis IMTA Pada kolam pemeliharaan udang galah dan ikan tambakan yang berbasis IMTA, terjadi proses reduksi nitrogen melalui kondisi aerobik dan anaerobik, yaitu dengan adanya nitrogen organik di air melalui proses hidrolisis dan peralihan dari NH 4+-N dengan kondisi aerobik. NH4+-N dioksidasi menjadi nitirit (NO2--N) oleh Nitrosomonas sp dan setelah itu menjadi nitrat (NO 3--N) oleh bakteri Nitrobacter sp. Konversi dari NH4+-N menjadi NO3--N disebut nitrifikasi, sedangkan NO 3--N direduksi menjadi gas nitrogen terjadi dalam kondisi anaerobik disebut denitrifikasi oleh bakteri Pseudomonas sp., sedangkan tumbuhan menyerap unsur N dalam bentuk NH 4+-N dan NO3–-N (Tylova-Munzarovaet et al., 2005). Selanjutnya Tyson (2007) menyatakan proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi mengubah sekitar 9396% amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit biofiltrasi dan nitrat (NO 3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003).
173
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
Dalam media budidaya, udang galah dan ikan tambakan menghasilkan limbah metobolisme berupa amoniak yang selanjutnya mengalami proses nitrifikasi dan menghasilkan nitrat pada akhir proses tersebut. Reduksi Amoniak, nitrit dan nitrat pada perlakuan C lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini menunjukkan bahwa kombinasi udang dan ikan pada perlakuan C merupakan kombinasi yang ideal untuk budidaya berbasis IMTA. Kesesuaian padat tebar berpengaruh terhadap banyaknya limbah yang terbuang dan dapat dimanfaatkan oleh subtrat batu apung serta akar tanaman kangkung. Selain itu, kerimbunan tanaman kangkung menunjukkan banyaknya senyawa nitrogen dan fosfat yang dimanfaatkan sebagai nutrient bagi tanaman. Reduksi TN pada perlakuan C mulai meningkat dari hari ke-50, ini menunjukkan bahwa mulai terjadinya keseimbangan ekosistem yang lebih baik yaitu penyerapan limbah dari organieme tingkat trofik level lebih tinggi (udang galah) menjadi sumber energi bagi tingkat tropik level yang lebih rendah (ikan tambakan) (Crooker & Contreras, 2010). Terciptanya keseimbangan ekosistem yang lebih baik pada perlakuan C berakibat pada pertambahan bobot ikan. Kecepatan penyerapan senyawa nitrogen pada proses nitrifikasi tergantung kepada karakteristik air terutama pH dan suhu serta kecepatan asimilasi nitrat oleh alga yang tumbuh di media budidaya tersebut. Pada media di mana alga tumbuh dengan cepat, nitrat akan lebih banyak diasimilasi sehingga konsentrasi cepat menurun. Kondisi ini akan diimbangi oleh proses produksi nitrit dari amoniak pada nitrifikasi tahap I oleh bakteri Nitrosomonas jika kondisi lingkungan mendukung untuk proses tersebut. Konsumsi alga oleh ikan tambakan akan mendorong pertumbuhan alga menjadi lebih progreasif dan karenanya perubahan amoniak melalui proses nitrifikasi juga terjadi lebih cepat. Tavares & Braga (2008) melaporkan bahwa efektifitas reduksi unsur hara pada media budidaya intensif udang galah dan ikan tambakan.berbasis IMTA akan mengalami peningkatan setelah 10 hari sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan dari tumbuhan air dan mikroorganisme. Umumnya tanaman air seperti kangkung memiliki keefektifan dalam menyisihkan polutan berkisar antara 1014 hari dan dapat digunakan selama 5-15 tahun (Gervin & Brix, 2001). Tumbuhan air memiliki kemampuan untuk asimilasi nitrogen seperti NH 4+, NO3- dan berbagai senyawa organik terlarut seperti urea (CO(NH2)2) dan asam-asam amino untuk pertumbuhannya (brix et al., 2002). Persentase Reduksi Total N dan Total P Pada Tanaman Kangkung Persentase reduksi Total N (TN) dan Total P (TP) pada media budidaya udang galah dengan sistem IMTA pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Laju reduksi Total N dan P (%) oleh tanaman kangkung darat (Ipomoea aquatica)
Parameter Reduksi N (%)
Reduksi P(%)
Waktu Panen I Panen II Panen III Panen IV Panen I Panen II Panen III Panen IV
Perlakuan A 24,34b 27,22b 24,84b 20,14a 43,48a 33,33b 39,41b 30,00b
B 31,55a 24,16b 22,60b 19,86b 31,58b 33,67b 24,42c 21,42c
C 32,54a 34,10a 30,49a 25,97a 47,62a 45,38a 42,48a 39,25a
D 22,60b 23,84b 19,01c 15,44b 25,00c 28,36c 22,18c 10,96d
Hasil ANOVA menunjukkan adanya perbedaan persentase penyerapan TN dan TP pada perbedaan perlakuan kombinasi padat tebar. (P<0,05). Uji Duncan diperoleh bahwa reduksi N (%) dan P (%) pada perlakuan U30T100 dan U20T50 tidak berbeda nyata dari hasil panen kangkung I dan II, demikian halnya dengan panen II pada perlakuan D, namun berbeda nyata dengan perlakuan C. Berdasarkan persentase penyerapan TN dan TP mengindikasikan bahwa perbedaan tersebut diduga sangat erat
Efektivitas substrat dan tumbuhan air untuk penyerapan hara ..... (Lies Setijaningsih)
174
hubungannya dengan faktor kerimbunan tanaman dan kebutuhan hara (nitrogen) sehingga berdampak pada pertumbuhan udang galah dan ikan tambakan. Shimoda et al. (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi kerapatan akar semakin banyak partikel yang tertangkap atau menempel, sehingga meningkatkan penyerapan N dan P. Kerapatan tanam juga memberikan kondisi tingkat kompetisi yang tinggi dibandingkan dengan tumbuhnya tanaman yang tidak rimbun. Semakin subur tanaman maka akar, batang dan daun tanaman kangkung akan selalu lebih banyak menyerap unsur hara lebih tinggi. Kesuburan tanaman menyebabkan tanaman selalu dalam kondisi fase kekurangan hara akibatnya daya serap tinggi. Menurut Agustina (2004), Kerapatan tinggi menyebabkan tanaman selalu dalam kondisi fase kekurangan hara akibatnya daya serap tinggi dibanding dengan jarak tanam yang tidak rapat. Perakaran dan kerapatan tumbuhan yang tinggi lebih baik dalam hal menyisihkan ataupun mengendapan kontaminan dan memberikan tempat yang lebih banyak untuk bakteri serta aktivitasnya dalam penyerapan. Persentase penyerapan TN dan TP oleh tanaman kangkung yang telah dilakukan menunjukkan hasil berbeda, yaitu, penyerapan TN 40,32% dan TP 63,87% (Zhou et al., 2005) dan penyerapan TN dan TP masing-masing 41,5% dan 75,5% (Hum et al., 2008), sedangkan hasil penelitian ini untuk TN dan TP masing-masing berkisar antara 22,60 -32,54% dan 25,00-47,62%. Diketahui bahwa kemampuan penyerapan dipengaruhi antara lain: RT (residence time), debit air, substrat, jenis tanaman air, waktu pemanenan, kedalaman bak akuaponik, dan kerapatan tanaman sangat mempengaruhi persentase penyerapan (Enduta et al., 2009) . Selain itu, sistem desain seperti ukuran dan bentuk wadah juga dapat mepengaruhi penyerapan dan pertumbuhan akuaponik (Gorder, 2003). Selanjutnya menurut Nda (2002), menyatakan bahwa proses reduksi juga dipengaruhi oleh sistem perakaran dan aspek fisiologis tumbuhan air.(Udang galah 30 ekor/m2, ikan tambakan 50 ekor/m2). Performansi Pertumbuhan Pertumbuhan bobot udang galah bertambah selama pemeliharaan 120 hari. Pertumbuhan bobot tertinggi pada perlakuan C yakni dengan kombinasi udang galah 30 dan ikan tambakan 50 ekor diikuti dengan perlakuan A (kombinasi udang galah 30 dan ikan tambakan 100 ekor), B (kombinasi udang galah 20 dan ikan tambakan 50 ekor) dan D (kombinasi udang galah 20 dan ikan tambakan 100 ekor) (Tabel 2). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada semua perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot (P<0,05). Sedangkan pertumbuhan bobot ikan tambakan tertinggi pada ikan tambakan terdapat pada perlakuan C(U30T50), yakni dengan kombinasi udang galah 30 dan ikan tambakan 50 ekor diikuti dengan perlakuan B (U20T50) , D (U20T100) dan A (U30T100) dan (Tabel 2). Hasil analisis ragam antar perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A, B dan D namun perlakuan B dan D tidak berbeda nyata (P>0,05). Tabel 2. Hasil pengukuran parameter biologi selama 120 hari pada media budidaya intensif berbasis IMTA
Peubah Bobot mutlak udang galah (g) Bobot mutlak tambakan(g) Sintasan udang (%) Sintasan Tambakan (%)
A 29,99 ± 0,50 18,34 ± 0,56 55,91±0,78 77,75±0,78
Perlakuan B C 18,29 ± 0,66 36,66 ± 0,61 27,21 ± 1,51 33,36 ± 0,67 65,53±0,50 75,02±0,68 70,69±0,68 86,67±0,83
D 17,58 ± 1,19 24,39±1.43 68,27±0,83 77,85±0,44
Pertumbuhan udang galah terutama dipengaruhi oleh kecukupan pakan dan kecukupan ruang untuk mendukung kehidupannya. Pada budidaya sistem IMTA pada perlakuan C baik pada udang galah maupun tambakan terjadi keseimbangan ekosistem kolam dan merupakan komposisi yang tepat karena memberikan pertumbuhan dan sintasan tertinggi. Ini menunjukkan bahwa budidaya sistem IMTA antara udang dan ikan tambakan berjalan dengan baik dimana proses penyerapan nutrien seperti senyawa nitrogen secara optimal oleh tanaman kangkung sehingga mampu menjaga kualitas air dengan baik dan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan bobot.
175
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
Pertambahan pertumbuhan ikan tambakan juga dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan ruang hidupnya pada media budidaya. Pada sistem IMTA ikan tambakan berfungsi sebagai filter feeder yang diharapkan memangsa alga yang tumbuh memanfaatkan nitrat sebagai produk akhir nitrifikasi dari amoniak, selain senyawa fosfat yang terdapat dalam air. Pada pemeliharaan ikan tambakan dengan kepadatan rendah (50 ekor/m2), peluang untuk mendapatkan pakan alami berupa alga menjadi lebih besar. Dengan demikian, ikan tambakan yang lebih rendah mempunyai kesempatan tumbuh lebih besar. Kepadatan yang rendah juga memungkinkan ikan tambakan mendapatkan ruang hidup yang yang lebih luas dan kecukupan okesigen yang lebih tinggi. Potensi pembuangan limbah budidaya pada kepadatan yang lebih rendah juga lebih kecil sehingga kualitas air terjaga lebih baik. Dengan demikian, ikan tambahakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kepadatan yang lebih tinggi. Sintasan Setelah melewati masa pemeliharaan selama 120 hari, disebagian kolam didapatkan beberapa ikan yang mati. Kematian ikan terjadi secara bertahap pada masa aklimatisasi, terutama pada benih ikan tambakan. Kematian dengan jumlah sangat kecil juga terjadi pada awal penebaran dan selama periode pemeliharaan. Kemudian menurun seiring berakhirnya masa pemeliharaan. Hasil perhitungan jumlah ikan yang mati dibagi dengan ikan yang hidup dikali 100%, diperoleh sintasan udang dan ikan tambakan pada setiap perlakuan berkisar 55,91 - 73,69% (Tabel 2). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan A (U30T100), B (U20T50), C (U30T50) dan D (U20T100) tidak berpengaruh nyata terhadap sintasan (P>0,05). KESIMPULAN Budidaya intensif berbasis IMTA antara udang, ,ikan tambakan, dan tanaman kangkung dapat mengurangi limbah budidaya. Reduksi amonik, nitrat dan nitrit serta reduksi Total-N dan Total-P tertinggi dijumpai pada perlakukan dengan kombinasi antara udang galah 30 dan ikan tambakan 50 ekor dengan tanaman kangkung. DAFTAR ACUAN Avnimelech, Y. (2005). Bio-filter: The need for an new comprehensive approach. Aquaculture Engineering 34: 172-178. Agustina, L. (2004). Dasar Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta, Jakarta.80 hal. Benli. (2008). Sublethal Ammonia Exposure of Nile Tilapia (Oreochromisniloticus L.): Effects on gill, liver and kidney histology. Chemosphere,72:1355-1358. Brix, H., Dyhr-Jensen, K., & Lorenzen, B. (2002). Root-zone acidity and nitrogen source affects Typha latifolia L. growth and uptake kinetics of ammonium and nitrate. Journal of Experimental Botany 53(379): 2441-2450 Crooker, P.C., & Contreras, J.O. (2010). Bioremediation of aquaculture wastes. Current opinion in biotechnology.21:313- 317. Craigh, S., & Helfrich, L.A. (2002) Understanding Fish Nutrition, Feeds and Feeding. Cooperative Extension Service publication 420-256. Virginia State University, USA http://pubs.ext.vt.edu/420/ 420-256/420-256.pdf Dauhan, R., Efendi, E., & Suparmono. (2014). Efektifitas sistem akuaponik dalam mereduksi konsentrasi amonia pada sistem budidaya ikan. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, Vol. III No 1 hal 297-302. Diver, S. (2005). Aquaponic-integration hydroponic with aquaculture.National Centre of Appropriate Technology. Department of Agriculture’s Rural Bussiness Cooperative Service. P. 28. Enduta, A., Jusohb, A., Alib, N., Wan Nikc, W.N.S., & Hassand, A. (2009). Effect of flow rate on water quality parameters and plant growth of water spinach (Ipomoea aquatica) in an aquaponic recirculating system. Desalination and Water Treatment, 5: 19-28. Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. 244 hal.
Efektivitas substrat dan tumbuhan air untuk penyerapan hara ..... (Lies Setijaningsih)
176
Food and Agriculture Organization of United Nations. (2015). Species Fact Sheets: Macrobrachium rosenbergii (De Man, 1879). http://www.fao.org/fishery/species/2608/en [31 Mei 2015] Gervin, L,. & Brix, H. (2001). Removal of nutrients from combined sewer overflows and lake water in a vertical-flow constructed wetland system. Water Scince and technology 44(11): 171- 176. Gorder, S.V. (2003). Small – scale acuakulture and acuaponics. Acuaponic journal, 7 (3): 14 – 17. Hum, H., Aoy, S., Yang, X.E.,& Lit, Q. (2008). Treating eutrophic water for nutrient reduction using an aquatic macrophyte (Ipomoea aquatica Forsskal) in a deep flow technique system. Aquaculture, 95: 607-615. Joko, Muslim, & Ferdinand. (2013). Pendederan larva ikan tambakan (Helostoma temmincki) dengan padat tebar yang berbeda. Jurnal Perikanan dan Kelautan, Vol 12 No. 2 hal. 59-67. KKP. (2014). Budidaya udang galah tingkatkan kesejahteraan pembudidaya. http://www.djpb.kkp.go.id/ [16 Oktober 2014] Nda. (2002). Menyerap logam berat dengan tananman air. www.mediaindo.co.id. Ren, J.S., Dozey, J.S., Plew, D.R., Fang, J., & Gall, M. (2012). An ecosystem model for optimising production in integrated multitrophic aquaculture systems.EcologicalModelling. 246(2012):34-46. Shimoda, Y., Takagaki, M., Thongbai, P., Ohyama, K., & Ozawa, K. (2008) Improving water quality by using plants with water convolvulus (Ipomoea aquatica Forsk.) as a model. International Society for Horticultural Science.797:455 – 462. Tavares, L.H.S., & Braga, F.M.S. (2008). Constructed wetland in wastewater treatment.Acta Sci. Biol. Sci. Maringá, 30 (3), 261-265 Tyson, R.V. (2007). Reconciling pH for ammonia biofiltration in a cucumber/tilapia aquaponics system using a perlite medium. [Disertasi]. University of Florida. 119 hal. Thomas, S.A. (2010). Integrated Multi-Trophic Aquaculture: A Workshop, September 14-15, 2010 Peninsula College Port Angeles, Washington Tylova-Munzarova, E., Lorenzen, B., Brix, H., & Votrubova. (2005). The effects of NH 4+ and NO3- on growth, resource allocation and nitrogent uptake kinetics of Phragmites australis and Glyceria maxia. Aquatic Botany, 81, 326-342 Zhou, X., Wang, J., Xue, L., Xu, X., & Yang, L. (2005). N and P removal characters of eutrophic water body under planted float. Water Res., 16(11), 219-223.