KSI-08
KEBERHASILAN PEMBENIHAN IKAN LOKAL TORSORO (Tor soro) KOLEKSI DARI SUMATERA UTARA (AEK SIRAMBE, TARUTUNG DAN BAHOROK) SEBAGAI UPAYA KONSERVASI IKAN LOKAL Sidi Asih dan Lies Setijaningsih Balai Penelitian Budidaya Ikan Air Tawar ABSTRAK Penelitian tentang domestikasi ikan Torsoro/ikan batak/ihan (Tor soro Valenciennes, 1842) koleksi dari Sumatera Utara (Aek Sirambe, Tarutung dan Bahorok) ini sejak 2006 sampai 2010 sampai menghasilkan generasi dua (F1) yang bertujuan untuk mengetahui habitat dan karakter reproduksi melalui penguasaan pembenihan buatan. sehingga dapat dilakukan kebijakan dan tindakan koservasi secara tepat untuk melindungi dari kepunahan di habitat alaminya. Diketahui ikan Torsoro mempunyai habitat perairan umum, sungai yang jernih dengan dasar bebatuan koral. Isi perut biji-bijian tanaman pinggir sungai seperti jabi-jabi, bolu, beringin, serelia dan serangga, moluska dan benthos serta mudah beradatasi dengan pakan buatan. Saat memijah menaruh telur didasar koral yang besifat tenggelam (fergofil). Memijah pada daerah yang mempunyai aliran tenang. Ikan betina mulai matang kelamin ukuran 780 - 920 g dan jantan 90 – 130 g. Pembuahan buatan dapat dilakukan setelah ovulasi melalui penyuntikan hormon HCG 500 IU dan 0,8 ml Ovaprim per kg induk. Oosit ikan dari tiga lokasi TKG IV (siap pijah) 2,7 -3,0 mm. Diameter telur saat ovulasi 3,0 3,2 mm. Fekunditas per kg induk betina 824 – 1.240butir telur/kg. Fase kritis di alam masa inkubasi telur 91- 130 jam pada suhu 21º - 24º C. Masa habis yolksack 260 jam (11 hari). Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menentukan kebijakan dan tindakan koservasi untuk melindungi Ikan Batak (Tor soro) dari kepunahan di habitat alaminya. Kata kunci: torsoro, Tor soro, Sumatera Utara, konservasi
PENDAHULUAN Potensi ikan air tawar asli di Indonesia sangat besar, khususnya di paparan Sunda 200 spesies baru ditemukan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Sekitar 1.000 spesies ikan diketahui hidup di sungai, danau, dan rawa-rawa di paparan Sunda. Kalimantan mempunyai sekitar 430 spesies, dan sekitar 164 di antaranya diduga endemik. Sumatera memiliki 270 spesies, sebanyak 42 di antaranya endemik (Kotellat et al., 1993). Dari sekian banyak spesies, baru sebagian kecil spesies yang sudah dimanfaatkan sebagai ikan budidaya diantaranya adalah ikan baung, betutu, jelawat, lele lokal, gurame, mata merah, mujaer, nilem, patin jambal, tambakan, tawes, sepat, betok, gabus dan udang galah. Sebagian jenis ikan yang dibudidayakan masih diperankan ikan intoduksi dari luar (Sukadi et al., 2008). Salah satu ikan endimik yang ada di ekosistem danau Toba, Sumatera Utara dan sekitarnya adalah ikan Tor soro. Saat ini Tor soro (Valenciennes, 1842), dikenal dengan ikan batak (ihan) di Sumatera Utara. Bagi masyarakat batak ikan ini dikonsumsi dan mempunyai nilai religius tersendiri dalam upacara adat sebagai upa-upa, sehingga nilai ekonomisnya tinggi. Ikan ini masih dijumpai di beberapa lokasi yaitu Sungai Dolok Sirambe di Desa Bonan Dolok kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, di Sungai Binangalom di Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Tobasa, Di Desa Rani Ate, Kecamatan Padang Sidempuan Barat Kabupaten Tapanuli Selatan, di Bahorok, Tarutung dan Sungai Asahan.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
1
Variasi genetik ikan ini dari 3 lokasi tersebut mempunyai kekerabatan yang sama. Di Jawa barat, daerah Kuningan, Sumedang dikenal dengan nama ikan dewa, Blitar dikenal dengan nama Sekareng dan Kalimatan dikenal dengan ikan Semah. Variasi genetik ikan yang berasal dari Sumedang diketahui tidak berbeda nyata dengan ikan yang berasal dari Sumatera Utara (Asih et al., 2007; Nugroho et al., 2006). Ikan Batak yang sebenarnya adalah dari genus Neolissochilus yaitu : Lissochilus thienemanni Ahl, 1933, Neolissochilus sumatranus Doi, 1997: Lissochilus sumatranus Weber & de Beaufort, 1916; Neolissochilus longipinnis (Weber & de Beaufort, 1916): Labeobarbus longipinnis Weber & de Beaufort, 1916. Genus Neolissochilus sudah terancam punah dan masuk dalam Red List Status di IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dengan kode Ref.57073 sejak tahun 1996 (www.iucnredlist.org dalam Hutauruk, 2008.). Tor soro di beberapa tempat konservasi adat masih diyakini sebagai ihan. Namum demikian Tor soro saat ini juga sudah sulit ditemukan jika ada harganya sangat tinggi sehingga dalam proses upacara adat digantikan oleh ikan mas (Cyprinus carpio). Ada beberapa nama daerah untuk penamaan ikan Tor soro yaitu : di Kuningan, Sumedang, Majalengka (Jawa Barat), disebut dengan nama Ikan Dewa, Kancra Bodas, di Bogor (Sungai Cisadane) disebut soro, di Blitar (Jawa Timur) disebut Senggaring. Di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat disebut ikan Lomi, sedang jenis Tor tambroides di Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah disebut sapan. Di Sumatera Barat Tor douronensis disebut ikan garing atau jurung. Di Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan semua jenis ikan Tor disebut semah dan di Malaysia disebut kelah. Tor soro synonim Labeobarbus soro dan nama populer disebut Soro (Schuster dan Djajadiredja, 1952). Ciri morfologi genus Neolissochilus menonjol adalah lebar badan 3,1-3,5 kali lebih pendek dari PS; 7-8 sisik di depan sirip punggung; 4 baris pori-pori (masing-masing memiliki tubuh yang keras) tubuh dari moncong; alur dari bagian belakang sampai bibir bawah tidak terputus di bagian tengah (Kottelat et al., 1993). Tor mempunyai ciri- ciri bibir bawah paling sedikit dua lekukan yang membatasi posisi tonjolan, lekukan di belakang bibir tidak terputus, tidak ada tulang keras pada rahang bawah, sirip dubur lebih pendek dari pada sirip punggung, bibir bawah tanpa celah. Langkanya ihan di danau Toba tersebut diantaranya disebabkan adanya introduksi ikan mujair (Oreochromis mossabicus) tahun 1942 (Kartamihardja, 2007). Disamping juga disebabkan rusaknya habitat ikan untuk berkembang biak karena adanya penggundulan hutan, pembangunan, pencemaran dan kurangnya restocking benih serta tidak adanya produk biologi hasil dari budidaya (Asih, 2005). Domestikasi adalah proses adaptasi pada lingkungan budidaya dari generasi ke generasi. Hal ini merupakan salah satu langkah kearah pengembang biakan yang meliputi aspek eksplorasi, koleksi, dokumentasi, karakterisasi, dan penguasaan teknologi pembenihan secara alami maupun buatan serta pembesarannya. Penguasaan teknologi perbenihan meliputi: pematangan gonad, pemijahan, perawatan telur, perawatan larva dilanjutkan perawatan benih, dan penanggulangan penyakit. Beranjak dari pentingnya konservasi yang telah dilakukan secara adat maka perlu dilakukan domestikasi sebagai salah satu langkah konservasi. Dengan mengetahui proses reproduksi dan perkembang biakannya diharapkan dapat ditentukan reservat secara tepat. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
2
Pemijahan buatan ikan endemik dari Aek Sirambe, Tarutung dan Bahorok diharapkan bisa memproduksi benih di luar habitatnya dan di luar musim pemijahan yang dapat digunakan sebagai bahan restocking. Selanjutnya penguasaan domestikasi dapat mendukung ketersediaan ikan konsumsi dari produksi berbasis budidaya yang aman dari kelangkaan dan lestari di alam. BAHAN DAN METODE Penelitian pemijahan ikan Tor soro merupakan bagian dari proses domestikasi dimulai dari aspek eksplorasi, koleksi, dokumentasi, karakterisasi, dan penguasaan teknologi pembenihan secara alami maupun buatan. Ikan uji adalah induk yang berasal dari koleksi Aek Sirambe kabupaten Balige yang airnya mengalir ke danau Toba sebanyak 32 ekor berat rata-rata 633 g ( 527 – 1.347 g ± 214,2 g), dari sungai Bahorok 76 ekor berat rata-rata 590 g ( 427 – 1.290 g ± 353 ), dari Sungai Aek Sarula Kabupaten Tarutung Provinsi Sumatera Utara 52 ekor berat ratarata 633 g ( 720 – 1.380 g ± 224 ). Pemeliharaan menggunakan wadah kolam beton ukuran 10 x 14 x 0,9 m. Dasar kolam koral berpasir yang dialiri air sumber dengan debit 1.3 – 2,2 liter per/detik. Proses pematangan dan perlakuan pemijahan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Air Tawar Cijeruk, Bogor. Pematangan induk menggunakan pakan komersial dengan kandungan protein 26- 28 %. Perlakuan meliputi pemijahan secara buatan dan alami yang di rangsang dengan hormon hCG sebagai priming dan 0,8 ml Ovaprim terhadap 3 ikan berbeda asal koleksi. Pengamatan meliputi diameter telur, fekunditas, IOS, derajat pembuahan, derajat penetasan dan viabilitas larva sampai habis yolksack. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan di habitat ikan Tor soro di konservasi adat Aek Sirambe diketahui ikan tersebut oleh masyarakat dikenal dengan nama Ihan. Tempat ini dijadikan tempat rekreasi dengan berbagai cerita mitos diataranya ikan dilarang ditangkap kecuali setelah melewati jeram ke arah muara sungai yang menuju danau Toba. Habibat ikan di bagian hulu berupa mata air yang jernih yang keluar tebing gua dengan dasar pasir kwarsa. Benih ikan berukuran kecil sampai ukuran jari banyak ditemukan juga ukuran besar dengan panjang total sekitar 30 cm. Suhu air 20 - 22º C, pH 7, oksigen terlarut 4,2 – 5,2 mg/L, CO2 2,2 -3,0 mh/L dan amonia tidak terdeteksi. Penangkapan benih untuk koleksi yang diperoleh dari sungai Dolok Sirambe bawah jeram sampai muara Danau Toba ukuran rata-rata 72 gram (24-157 g) sebanyak 140 ekor. Contoh isi perut berupa biji-bijian buah jabi-jabi, siput kecil, serangga dan benthos. Koleksi yang berasal dari Sungai Aek Sarula, Tarutung diperoleh 105 ekor. Masyarakat menangkap ikan Tor soro dengan sebutan Ihan dengan jala tebar ukuran mesh size 2,5 cm diperoleh benih ukuran rata-rata 61 g (55 – 70 g) dan ukuran induk berat 2,750 gram panjang total 42 cm dengan pancing pada perairan dalam. Benih hidup bergerombol di sungai yang alirannya sedang sampai deras dengan dasar cadas berbatu dan koral. Ikan besar ditemukan di daerah jeram sedang. Suhu air 24 -27 º C, pH 7,5, kadar oksigen terlarut 7,2 -9,2 mg/l, CO2 3,8 – 4,1 mg/L, amonia 0,0 – 0,1 ml/l serta
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
3
turbiditas jernih sampai sedikit keruh. Contoh isi perut biji rerumputan, kulit buah bolu/beringin, remis dan serangga. Di Bahorok ikan Tor soro dikenal dengan sebutan jurung ditangkap untuk konsumsi yang disajikan di rumah makan dalam berbagai ukuran. Contoh ikan diperoleh dari hasil tangkapan nelayan. Contoh ikan yang dikoleksi ukuran rata-rata 102 g (73 – 137 g) sebanyak 100 ekor. Sungai Bahorok merupakan sungai yang aliran deras berbatu hulunya di Bahorok dan mengalir ke Binjai, Secanggang dan bermuara di selat Malaka. Identifikasi taksonomi dilakukan pada awal koleksi dan diverikasi pada ukuran induk. Tabel 1. Deskripsi morfologi Tor soro asal lokasi Aek Sirambe, Tarutung dan Bahorok (Sumatera Utara) No
Karakter
1
Sirip punggung (Dorsal fin)
2
Sirip dada (Pectoral fin)
3 4
Aek Sirambe III.9
Koleksi 6/5/2006 Aek Sarula (Tarutung) III.8-9
Bahorok III.8-9
I.12-16
I.14-16
Sirip perut (Ventral fin)
II.8-9
II.8-9
II.0
Sirip dubur (Anal fin)
III.5- 6
III.6
III.5-5
5
Sirip ekor (Caudal fin)
21-22
20 -22
20-22
6
Sungut
2 pasang
2 pasang
2 pasang
7
sisik linea lateralis (LL)
22- 28
22 – 27
24 -28
8
Ruas tulang belakang
37-38
35-37
37-38
9
Tulang tapis insang
18-19
18-19
18-19
Rata
Rata
Rata
11 Tubus
Lurus putih (TC 622-624)
Lurus
Lurus putih (TC 624) hijau perak (TC 449469)
13 Warna punggung
perak keemasan (TC 598)
putih (TC 622-624) hijau perak (TC 449-469)
Ukuran induk
I.13-16
10 Cuping 12 Warna perut
Keterangan
Tanpa tonjolan Ukuran induk Ukuran induk Ukuran induk
Morfologi dan deskripsi, sirip, sisik yang tertera pada tabel 1 dan khususnya ciri khusus pada bagian cuping lurus dan bibir bawah yang rata mengacu pada taksonomi ikan Tor soro mengacu Kotellat (2001) sehingga ikan yang dikoleksi dari 3 lokasi adalah Tor soro. Pemijahan ikan koleksi dilakukan setelah ikan mencapai ukuran induk yaitu pembesaran dan pengamatan kematangan gonad ikan. Koleksi benih dibesarkan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Air Tawar Cijeruk, Bogor. Pakan yang digunakan berupa pakan komersial dengan kandungan protein 26- 28 %. Hasil koleksi benih dari 3 lokasi dari benih dengan berat rata-rata 78 g menunjukkan pertumbuhan mencapai rata-rata individu 619 g selama pemeliharaan 32 bulan. Rata-rata laju pertumbuhan harian 0,61% per hari. Hardjamulia et al. (2000), menyatakan pertumbuhan ikan mas dapat mencapai 2 -2,3% dengan ransum 3% dari bobot biomas per hari dan protein 26-28 %. Sintasan selama pemeliharaan koleksi dari Aek Sirambe 37%, Tarutung 30% dan Bahorok 76%. Ikan dari alam umumnya rendah sintasannya karena selama pemeliharaan membutuhkan adaptasi pakan dan lingkungan yang sepenuhnya tergantung penanganan manusia.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
4
Pengamatan tingkat kematangan gonad secara periodik diketahui bahwa ikan jantan mulai matang kelamin ukuran jantan 90 – 130 g dan induk betina 780 – 920 g. Pemijahan buatan dengan menggunakan induk yang telah matang gonad (TKG IV) dengan diameter awal 27 -30 mm diperoleh informasi seperti tertera pada tabel 2. Tabel 2. Karakter reproduksi hasil pemijahan ikan Tor soro koleksi dari Aek Sirambe, Tarutung dan Bahorok Karakter Bobot induk (g)
Aek Sirambe
Koleksi Tarutung
Bahorok
rata–rata 633 g (720 – 1.380±224 g)
rata-rata 633 g (527 – 1.347 ±214,2 g)
rata-rata 590 g (427 – 1.290 ± 353 g)
Ekor
52
32
76
Awal Matang Gonad betina (g)
720
780
920
Awal Matang Gonad jantan (g)
110
90
130
Fekunditas (butir//kg induk)
824
850
1.240
3,0 -3.1
2,9 -3.1
29 -3,1
Derajat Pembuahan (%)
72
86
92
Derajat Penetasan (%)
80
92
98
Diameter telur (mm)
Larva abnormal (%)
10
2
2
98-130
100-130
90 – 124
Sintasan Larva habis Yolksack (%)
96
98
98
Masa habis Yolksack (hari)
11
11
11
Masa inkubasi telur (jam)
Karakter reproduksi dari hasil pemijahan koleksi menunjukkan yang berbeda pada semua karakter telur sampai larva. Mutu telur, sperma dan lingkungan inkubasi telur serta teknis pemijahan yang kurang baik dapat menyebabkan abnormalitas larva disamping faktor genetis. Kristanto et al.(2007), telah melakukan pemijahan ikan Tor soro yang berasal dari Ambarita, Samosir. Hasil pemijahan buatan menunjukan hasil larva yang sedikit yang diawali dengan rendahnya persentase derajat pembuahan, penetasan dan viabilitas larva yang menggunkan induk dari alam. Sementara hasil terbaik diperoleh dari induk generasi F2 yang telah didomestikasi. Hasil penelitian sebelumnya Asih et al. (2008), menyatakan bahwa populasi ikan Tor soro yang berasal dari Sumedang (Jawa Barat), Bahorok, Tarutung, Asahan dan Aek Sirambe (Sumatera Utara) dibandingkan antara populasi dari Sumatera dengan asal Sumedang sebagai pembandingnya Berdasarkan nilai rata-rata heterozigositas (0,08 0,1250) dan prosentase lokus polimorfik intra populasi (22% - 33%) secara umum menunjukkan bahwa keragaman genetik ikan Soro yang dianalisis tergolong rendah. Rendahnya tingkat produktivitas larva diduga Aek Sirambe telah terjadi penurunan mutu genetik karena populasi ikan sedikit dan habitat yang terisolasi dalam jangka lama terjadi sehingga terjadi perkawinan sekerabat dan ersosi genetik. Tave (1995), menyatakan inbreeding yang tinggi dapat menyebabkan erosi genetik pada generasi berikutnya yang berdapak pada lambatnya pertumbuhan, rentan penyakit dan mortalitas. dan viabilitas. Lingkungan yang baik (subur) dapat memberikan kontribusi pada fenotipe ikan secara genetis di samping faktor additive yang diturunkan. Populasi di Sungai Aek Sarula dan Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
5
Sungai Bahorok habitat alam asal ikan koleksi mempunyai habitat yang kesuburan perairannya tinggi diduga memberikan sifat kebugaran yang lebih baik pada ikan yang dikoleksi. Kualitas Air Adaptasi ikan liar ke lingkungan budidaya sangat dipengaruhi oleh lingkungan khususnya fisika kimia air. Kualitas air pada habitat ikan Tor soro dari tiga lokasi diantara suhu 20º -27ºC, tingkat kecerahan air yang tinggi sampai sedikit keruh dengan kadar oksigen terlarut sedang. dan pH 7. Pemgamatan parameter kualitas air sumber di Instalasi Riset Plasma Nutfah Air Tawar Cijeruk Bogor seperti yang tertera pada Tabel 3. Kondisi ini hampir mendekati kualitas air di habitatnya ini dapat mengurangi faktor stress yang dapat menyebabkan kematian pada ikan koleksi. Tabel 3. Data parameter kualitas air pendukung di Instalasi Riset Plasma Nutfah Air Tawar Cijeruk Bogor Parameter Oksigen Terlarut (mg/l) pH Suhu (ºC) CO2 (mg/l) Kecerahan air (m) Alkalinitas (mg/l) NH4 (mg/l) NO2 (mg/l)
Nilai 5,8-7,36 7,5 22-26 4,39-5,19 >1m 132-138 0,02 -0,031 0,146 -0,318
KESIMPULAN Ikan Tor soro yang berada di Situs Aek Sirambe dan Tarutung oleh masyarakat sekitarnya disebut ihan dan di Bahorok disebut Jurung. Ikan dari lokasi tersebut dapat beradaptasi sampai generasi dua (F1) dengan karakter reproduksi yang berbeda. Ikan Tor soro mempunyai habitat perairan umum, sungai yang jernih dengan dasar bebatuan koral. Saat memijah menaruh telur yang besifat tenggelam (fergofil) di dasar koral. Memijah pada daerah yang mempunyai aliran tenang. Ikan betina mulai matang kelamin ukuran 780 -920 g dan jantan 90 – 130 g. Pembuahan buatan dapat dilakukan setelah ovulasi melalui penyuntikan hormon HCG 500 IU dan 0,8 ml Ovaprim per kg induk. Oosit ikan dari tiga lokasi TKG IV(siap pijah) 2,7 -3,0 mm. Diameter telur saat ovulasi 3,0 3,2 mm.Fekunditas per kg induk betina 824 – 1.240 butir telur/kg. Fase kritis di alam masa inkubasi telur 91- 130 jam pada suhu 21 - 24º C dan masa habis yolksack 260 jam (11 hari). SARAN Dengan diperolehnya informasi habitat dapat ditentukan daerah reservat khususnya untuk tempat-tempat pemijahan ikan dan mempertahankan tanaman jenis jabi-jabi/beringin sebagai sumber pakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan Tor soro. Selanjutnya penguasaan teknologi pembenihan dapat menghasikan produk biologi yang dapat digunakan untuk restocking di alam. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
6
DAFTAR PUSTAKA Asih, S., J. Subagja & Muharam. 2003. Pembenihan ikan Soro (Tor soro) dalam mendukung kegiatan perikanan yang berbasis budidaya (CBF= Culture Base Fisheries). Makalah disampaikan pada sosialisasi CBF di danau Toba, 5-6 Februari 2003.12 p. Asih, S., J. Subagja, Winarlin & A.Widiyati. 2004. Pengusaan teknik pembenihan dan pembesaran ikan Tor soro dan peningkatan kualitas telur melalui perlakuan hormonal pada penyuntikan awal dalam dosis dan selang waktu yang berbeda. Laporan Penelitian BRPBAT. (Tidak Dipublikasikan). Asih, S., Estu Nugroho, Anang Hari Kristanto & Mulyasari, 2008. Penentuan variasi genetik ikan Tor soro (Tor soro) dari Sumatera dan Jawa Barat dengan metode analisis random Amplied Polymorphism DNA (RAPD). Jurnal Riset Akuakultur. Vol 3. No 1. Tahun 2008. 91-97 pp. Hardjamulia, A., S. Asih, N. Suhenda, & B. Muharam, 2000. Pelestarian ex situ Plasma nutfah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan Tor soro (Tor soro). Annual report The Partycipatory Development Technology Project PATP. Balitkanwar Sukamandi. Haryono, Agus. H. Tj., J. Subagja, S. Asih & G. Wahyudewantoro, 2010. Teknik budididaya ikan tambra. ISBN 978--979-799-450-1. 1. Ikan tambra. 2. Budidaya. 639.3. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. 52 p. Kiat, N. C. 2004. The king of rivers Masheer in malayan and the region. Inter Sea Fishery. Selangor Malaysia. 170 pp. Kottellat, M. A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi, Periplus Editions Limited. Kotelatt. 2001. Fishes of Laos. Publications (Pte) Ltd. Colombo Srilangka. Kristanto. A. H, S. Asih & Winarlin. 2007. Karakterisasi reproduksi dan morfometrik ikan Tor soro dari dua lokasi (Sumatra utara dan Jawa). Jurnal Riset Akuakultur. 2 (1) : 59-65 pp. Hutahuruk, M. 2008. Naipospos » Ikan Batak :www.naipospos.net/?p=110. Nugroho. E, J. Subagja, S. Asih & T. Kurniasih. 2006. Evaluasi keragaman genetik ikan kancra dengan menggunakan marker Mt DNA D-Loop dan Random Amplified Polymorphism Dna (RAPD). Jurnal Riset Akuakultur Vol 1.no 2. 211 -217 pp. Schuster & R. R. Djajadiredja. 1952. Local common names of Indonesian fishes. Van Hoeve, Bandung, s’-Gravenhage. Sukadi, M. Fatuchri, E. Nugroho, A. H. Kristanto, A. Widiyati, Winarlin & H. Djajasewaka. 2008. Pengembangan komoditas perikanan budidaya air tawar di propinsi Kalimantan Barat (Eds) Dalam A. Sudrajat, I.W. Rusastra dan S. Budiharsono. Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya. Puris Perikanan Budidaya: 57 -70 pp. Tave, D. 1995. Selection Breeding Programs for Medium Sized fish Farm. FAO. Roma, 122 p.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
7