SeminarNasional Peternakan dan veteriner 1999
TEKNOLOGI PETERNAKAN HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TERNAK YANG SIAP DIPAKAI PETERNAK ARGONO
Rio SETIOKO,
P. P. KETAREN, "I SUPRUATI
Balai Penelitian Tentak, P.O. Box 221, Bogor 16002
PENDAHULUAN Manfaat akhir dari penemuan suatu teknologi peternakan adalah peningkatan efisiensi produksi dan peningkatan kesejahteraan peternak/industriawan peternakan. Tujuan akhir ini hanya bisa dicapai jika teknologi tersebut dikomunikasikan oleh lembaga penetnu teknologi dan diaplikasikan oleh pengguna dalam usahanya secara tepat. Makalah ini menjelaskan teknologi peternakan siap pakai yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Ternak . Teknologi tersebut diseleksi dari berbagai hasil penelitian yang dipandang meiniliki potensi yang lebih dibanding teknologi yang sudah ada sebelumnya. Secara umum teknologi siap pakai tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua disiplin Him yaitu: (1) teknologi pemulia-biakan/reproduksi dan (2) teknologi nutrisi/pakan . Kedua jenis teknologi ini sangat dinantikan oleh industri peternakan di Indonesia terutama sejak krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia . Ini didukung oleh kenyataan bahwa sebab-sebab keruntuhan industri peternakan di Indonesia lebih diakibatkan oleh ketergantungan industri pada impor bibit dan komponen pakan ternak . 01eh karena itu kedua teknologi te~sebut akan menjadi teknologi kunci yang sangat bervariasi dan secara umum diketahui bahwa nilai konversi pakan itik petelur masih jauh lebih bunik dibanding ayam ras . Oleh karena itu, penelitian itik diaralikan untuk memperoleh bibit itik yang lebih seragam dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian terdahulu, diketahui bahwa persilangan antara itik Mojosari dan Alabio mampu menghasilkan bibit dengan produksi tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa itik silang MA sudah mulai bertelur pada umur rata-rata 17,5 minggu . Para peneliti berusaha untuk menemukan teknologi peternakan yang mampu menjawab tantangan tersebut dan sekaligus bangkit dari keterpunikan industri peternakan saat ini . TEKNOLOGI PETERNAKAN SIAP PAKAI Dari seleksi berbagai teknologi peternakan yang sudah dihasilkan Balai Penelitian Ternak, teknologi bibit dan nutrisi berikut ini dipandang layak dan siap untuk dipakai oleh pengguna . Teknologi terseleksi tersebut adalah sebagai berikut : I. Teknologi pemuliabiakan/reproduksi ternak 1. Produktivitas itik silang Mojosari X Alabio Produktivitas berbagai bangsa itik lokal Indonesia sangat bervariasi. Variasi produktivitas tersebut terlihat tidak hanya antar bangsa itik tapi juga antar individu itik dalam bangsa itik yang sama. Produktivitas itik di tingkat peternak juga sangat bervariasi dan secara umum diketahui bahwa nilai konversi pakan itik petelur masih jauh lebih buruk dibanding ayam ras. Oleh karena
15
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
itu, penelitian itik diaralikan untuk memperoleh bibit itik yang lebih seragam dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi . Dari hasil penelitian terdahulu, diketahui bahwa persilangan antara itik Mojosari dan Alabio mampu menghasilkan bibit dengan produksi tinggi . Hasil penelitian menunjukkan bahwa itik silang MA sudah mulai bertelur pada umur rata-rata 17,5 minggu (Tabel 1) . Tabel 1.
Karakter produksi telur itik silang Mojosari x Alabio
Keterangan Bertelur pertama (minggu)
Produksi 50% (minggu) Produksi 80% (minggu) Produksi ptuicak (%)
Feed Converstion Ratio (FCR) timur 20 - 31 rainggii
umiu 32 - 43 minggu
Kisaran 16,6-18,6 25,0-26,0 29,0-34,0 84,9-94,5 2,60-16,19 2,39-3,63
Rataan 17,5
25,3 31,3 90,4 6,49
2,95
Rataan produksi telur 80% dicapai pada umur 31,3 minggu . Produksi telur sekitar 80% tersebut masih bertahan sampai umur 52 minggu . Rataan efsiensi penggunaan ransum (FCR) pada umur 32 - 43 minggu adalah sebesar 2,95 dengan kisaran 2,39 - 3,63 . Dari karakter produksi diatas diperoleh indikasi bahwa itik silang MA mempunyii tingkat produktivitas yang tinggi . Teknologi pembibitan itik MA tersebut serta paket formula pakan yang sesuai dapat diterapkan oleh peternak dan industri peternakan . Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa itik silang MA sangat potensial digunakan sebagai bibit itik petelur oleh peternak itik di Indonesia di Indonesia. 2. Ayim lokal hibrida Hasit persilangan antara ayam pelung jantan dengan buras betina mempunyai petumbuhan badan lebih cepat tanpa mengubah spesifikasi produksi . Bobot badan ayam F1 pada umur 3 bulin dapat mencapai 1,2 kg . Hasil penelitian ini utamanya adalah model ayam hibrida lokal dengan memanfaatkan galur yang banyak terdapat di Indonesia. 3. Bibit domba prolifik untuk peningkatan produksi domba Kendala yang dihadapi dalam upaya memenuhi kebutuhan pasar domestik terhadap produk donlba adalah tidak terjaminnya kontinuitas suplai ternak bakalan. Dengan ditemukannya gen prolifik yang dapat meningkatkan jumlah anak yang dilahirkan per induk setiap kali kelahiran alin dapat meningkatkan produksi ternak bakalan . Meskipun demikian, peningkatan kemampuan ini harus disertai dengan tatalaksana pemeliharaan yang lebih baik, terutama yang berkaitan dengan pcmenuhan kebutuhan pakan. Upaya untuk memasukkan gen prolifik tersebut pada kelompok ternak doinba terpilih telah dilakukan melalui pola perkawinan yang terarah yang diikuti dengan seleksi secara ketat . Dengan cara demikian dapat diperoleh kelompok ternak domba yang mempunyai sifat prolifikasi yang tinggi . Metoda ini memerlukan waktu yang relatif panjang karena harus melakukan pencatatan dan evaltmsi kenkamptum bemnak induk-induk domba hingga beberapa kali masa beranak . Untuk itu, telah dilakukan metoda deteksi gen prolifik melalui
16
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
pemanfaatan peciri mikrosatelit terhadap DNA ternak domba sehingga dapat diketabui tingkat prolifikasinya dalarn waktu yang relatif singkat . Tujuan dari rangkaian penelitian ini adalah untuk memanfaatkan gen domba prolifik (FecJF) yang ditarapkan mempunyai pertumbuhan tinggi, kualitas karkas yang lebih baik dan memifki nilai komersial . Metodologi penelitian yang diterapkan adalah menggunakan penyerentakan (sinkronisasi) birahi melalui pemanfaatan spons intra-voginal chronogest pada calon-calon induk domba. Untuk mengetahui laju ovulasi domba tersebut, dilakukan laparoscopy. Pejantan tipe besar (St . Croix) dtin pejantan lokal (Garut) digunakan sebagai pemacek pada domba-domba betina yang berbeda laju ovulasinya . Pada saat kelahiran, dilakukan pencatatan terhadap karakteristik anak yang dilahirkan, seperti jenis kelamin, pola warna tubuh, tipe telinga, berat badan serta jumlah anak per kelahiran . Induk domba diberi pakan ruinput raja yang telah dicacah serta konsentrat yang mempunyai kandungan protein kasar 16% dtin TDN 78%. Jumlah peniberian pakan disesuaikan dengan perkembangan berat badan domba. Untuk mengetahui perbedaan petumbuhan anak domba Ganrt murni dengan persilangannya, dilakukan pengamatan ukuran-ukuran tubuli anak pada saat sapih, seperti tinggi pundak, tinggi punggung, panjang badan, lingkar dada dan panjang ekor. Hasil penelitian mentinjukkan baliwa domba-domba induk tersebut yang mempunyai laju ovulasi 1, 2, 3 dan 4 berurut-turut sebanyak 31,5 ; 50,0; 13,6; clan 5,5%. Sementara itu, persentase domba induk dengan jumlah anak sekelahiran 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 29,9; 50,8 ; 14,9 dan 4,5%. Bobot lahir anak bervariasi dari 1,33 sampai dengan 2,96 kg clan cendenmg menurun pada tipe kelahiran yang lebih tinggi . Daya hidup anak domba adalah 91% dtin dipenganihi oleh tipe kelahiran dan tipe perkawinan. Kematian anak pada umumnya diseb ibkan oleh kondisi lemah pada saat lahir. Bobot anak pada saat sapih dapat inencapai 11,8 kg. Anak domba yangjantan lebili berat daripada an,* domba betina. Anak domba hasil perkawinan silang menipimyai berat sapih yang lebih tinggi dari pada anak domba Ganit murni . Ukuran-ukuran tubuh anak domba hasil perkawinan silang juga lebih besar. Dari hasil penelitian ini ternyata bahwa domba persilangan sangat prospektif untuk mengliasilkan domba tipe pedaging. Di sarnping itu, domba betina lokal inampu niengliasilkan anak yang cukup banyak . Dengan demikian kontribusi perbaikan pola perkawinan, pemalifaatan gen prolifik, perbaikan tatalaksana perkawinan serta perbaikan tatalaksana penieliliaraan akan dapat meningkatkan produktivitas ternak secara nyata . Hasil penelitian tersebut di atas nienunjukkan bahwa bibit domba proffik potensial digunakan oleh peternak domba koniersial dan khusus domba dengan rataan anak 2 sekelahiran cenderung lebih sesuai digunakan oleh peternak rakyat . 4. Bibit domba komposit hasil persilangan domba lokal Sumatera dengan domba hair sheep Domba lokal Suniatera pada umumnya sangat produktif dan dapat beranak sepanjang tahun, naniun berukuran kecil dengan tipe wool yang kasar. Untuk mengurangi pengaruh cekaman panas yang ditimbulkan oleli adanya wool tersebut, niaka dibutuhkan upaya untuk menghilangkan wool tersebut secara genetik . Di samping itu, adanya peluang pasar ke Timur Tengali, niaka perlu pula dikenibangkan ternak domba yang memenuhi persyaratan berat potong (35-40 kg) nielalui penibentukan bangsa domba komposit baru nielalui persilangan . Metodologi penelitian yang diterapkan menggunakan sistem perkawinan silang yang terarah antara domba lokal Sumatera dengan domba bulu atau Hair sheep clan domba Barbados Blackbelly. Langkah awal yang dilakukan adalah mengadakan perkawinan persilangan antara
17
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1999
domba betina lokal Sumatera dengan domba pejantan St. Croix; dan antara domba betina lokal Sumatera dengan pejantan domba Barbados Blackbelly (mani beku) . Hasil penelitian menunjukkan bahwa performans hasil perkawinan silang domba lokal Sumatera dengan pejantan domba St. Croix maupun mani beku domba Barbados Blackbelly tidak memberikan perbedaan yang besar, namun hasil perkawinan silang antara domba betina lokal Sumatera dengan domba Barbados Black-belly mempunyai wool penutup tubuh yang lebih sedikit . Selanjutnya dilakukan penggabungan sifat genetik antara hasil kedua perkawinan silang tersebut.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa produktivitas domba hasil perkawinan silang antara domba betina lokal Sumatera dengan domba bulu (Hair sheep) dapat meningkat sekitar 3040%. Dengan demikian apabila seleksi untuk mendapatkan bangsa domba komposit ini dilakukan secara berkelanjutan maka didapatkan tingkat produktivitas ternak domba yang semakin tinggi sehingga mampu memenuhi peluang pasar yang ada termasuk untuk ekspor.
5. Bibit domba komposit hasil pcrsilangan .domba Garut dengan domba Charollais dan St. Croix
Domba Garut (G) termasuk domba unggul di Asia yang dikenal dapat beranak tiga kali dalam setahun dengan jumlah an,* sekelahiran sebanyak dua ekor serta tahan terhadap gangguan parasit cacing. Kelemahannya adalah produksi susu rendah yang menyebabkan pertumbuhan anak menjadi rendah pula . Untuk mengatasi kelemahan tersebut dilakukan introduksi genetik domba Moulton Charollais (M) dari Perancis, yang unggul dalam produksi susu sehingga mampu merawat anak dengan daya tumbuh yang tinggi . Ketidaktahanan menghadapi lingkungan cuaca panas dapat diatasi dengan introduksi genetik domba St. Croix (H)-Virgin Island dari Amerika, yang lebili tahan cuaca panas . Hasil Persilangan kombinasi ketiga bangsa domba ini adalah domba komposit unggul dengan komposisi darah 50% domba G, 25% domba M dan 25% domba H. Domba persilangan ini unggul dalaiu kemampuan beranak tiga kali dalarn .dua talnin, dengan ratarata jumlah anak kelahiran dua ekor dan bobot potongnya yang tinggi . Balai Penelitian Ternak memperkenalkan hasil perdana bibit domba yaitu domba persilangan MG (50% M, 50%G) dan HG (50% H, 50% G) sebagai langkah awal pembentukan domba hibrida yang berpeluang besar untuk dikembangkan sebagai penghasil ternak bakalan . Persilangan dengan domba St. Croix dilakukan secara alami sedangkan persilangan dengan domba Moulton Charollais dilakukan dengan cara inseminasi buatan intra uterine. Presentase kebuntingan yang diperoleh dengan perkawinan alam lebih baik dibanding dengan inseminasi buatan yaitu 83,72% ( dengan pejantan St. Croix) 81,03% (dengan pejantan lokal ) dan 71,00% (inseminasi buatan dengan semen beku Moulton Charollais ) dengan an k kelaluran sebesar 1,78, 1,87 dan 1,99 bertunit tunit hasil perkawinan dengan pejantan St. Croix, lokal Ganit dara Moulton Charollais . Hasil persilangan pertama ternyata rataan bobot lahir anak domba persilangan lebih tinggi dibanding anak domba lokal yaitu 2.29 Kg (St. Croix Cross ), 2 .23 Kg (Moulton Charollais Cross) dan 2.07 Kg ( domba lokal) . Pada umur 10 bulan rata-rata bobot badan dari ketiga tipe perkawinan tersebut adalah G x G jantan 20,2 kg dan betina 16,9 kg sedang M x G jantan 32,2 kg dan betina 22,1 kg. Hasil perkawinan domba Ganit murni chin persilangamiya menunjukkan pertamballan bobot badan sampai umur 30 hari dari domba GG dan MG masing-masing sebesar 122 dan 201 g/ekor/hari . Produksi karkas dan komposisi bobot daging dan lemak domba persilangan (MG) 18
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1999
lebih besar dibandingkan dengan domba GG. Sedangkan hasil silang antara lokal Garut dan St. Croix (HG) bobot badan umur 10 bulan lebih rendah dibanding hasil silang MG. Produksi susu yang tercermin dari total bobot sapih anaknya (TBS) dari betina-betina ini adalah masing-masing 14.4, 15,4 clan 17,6 kg untuk induk GG, HG dan MG (P>0,05). Untuk induk-induk dengan tipe kelahiran dua TBS yang didapat adalah masing-masing sebesar 20,2, 22,8 dan 24,9 kg untuk induk GG, HG clan MG (P>0,05) . Sedangkan induk-induk dengan tipe -kelahiran 3 mempunyai TBS sebesar 21,5 dan 21,04 kg masing-masing untuk ternak GG dan HG (P>0,05) . Persilangan antara HG clan MG membentuk MHG ataupun HMG masih dalam pengamatan. Hasil analisa data dengan pengumpulan tiga tahun data menunjukkan bahwa dengan persilangan bobot induk berhasil ditingkatkan sebesar 6; 21 ; dan 16% pada masing-masing indukH . G, MG clan MHG secara berturut-turut . Jumlah anak sekelahiran (JAS) tertinggi dicapai oleh induk-induk HG dan MHG Sedangkan induk MG mempunyai JAS yang tidak berbeda nyata dengan induk GG (P>0,05) . JAS meningkat dengan meningkatkaa paritas induk (P<0,05) inulai dari 1,73 pada paritas pertama sampai 2,07 pada paritas keempat clan kemudian menurun pada paritas kelima . Keragaman yang terjadi pada total bobot lahir (TBL) dipengaruhi (P<0,01) oleli interaksi antara rumpun bangsa induk dan tipe kelahiran anak (TKL) . Pada masing-masing TKL terlihat adanya kenaikan TBL bila dibandingkan dengan induk GG murni . Pada TKL 1 terlihat adanya kenaikan TBL sebesar 21,8 dan 37% masing-masing untuk indudc-induk HG, masukan darah barn mampu meningkatkan TBS sebesar 23% pada induk-induk HG dan MG dan sebesar 74% pada induk-induk MHG . Pada TKL 2 peningkatannya masing-masing 24, 17 clan 24% niasing-masing pada induk-induk HG, MG dan MHG secara berturut-tunit . Hasil ini menunjukkan bahwa sifat kecepatan tumbuli yang besar dari ternak Charolais maupun St . Croix dapat .diturunkan pada hasil persilangan . Nanlun pada TKL >_3 tidak terdapat perbedaan TBS yang nyata (P>0,05) diantara rumpun bangsa induk, hal ini disebabkan masih besarnya kematian anak pra sapih pada TKL>_3 sehingga mempengaruhi nilai TBS per induk secara keselunihan . Bobot badan induk mempunyai hubungan yang erat dengan bobot anak pada saat disapih, kenaikan satu kilogram bobot badan induk diiringi dengan kenaikan TBS sebesar 0,274 kg (P<0,01) . Keragaman yang terjadi pada TBS juga dipengaruhi oleh tahun lahir (P<0,01) . TBS dari ternak-ternak kelahiran April 1997 clan Nopember 1997 tidak berbeda nyata (P>0,05) . Nannin TBS ternak-ternak kelahiran Oktober 1998 lebih rendah dibandingkan dua periode kelahiran sebelumnya . Faktor lain yang mempengaruhi TBS adalah paritas induk (P<0,01). Total produksi induk selama dua kali beranalc untuk GG, HG clan MG masing-masing 23,0; 34,9 clan 28,4 kg. Hasil perhitungan terhadap nilai indeks produktivitas induk (IPI) untuk masingmasing induk GG, HG clan MG adalah 23,4; 48,1 dan 40,1 kg/induk/tahun. IPI ternak dengan masidcan darah baru mampu meningkatkan TBS sebesar 23% pada induk-induk HG dan MG clan sebesar 74% pada induk-induk MHG . Pada TKL 2 peningkatannya niasing-Inasing 24, 17 clan 24% masing-masing pada induk-induk HG, MG clan MHG secara bertunrt-tunit. Hasil ini menunjukkan bahwa sifat kecepatan tumbuh yang besar dari ternak Charolais maupun St. Croix dapat dituruiilcan pada hasil persilangan . Namun pada TKL >_3 tidak terdapat perbedaan TBS yang nyata (P>0,05) diantara rumpun bangsa induk, hal ini disebabkan masih besarnya kematian anak pra sapih pada TKL_3 sehingga mempengaruhi nilai TBS per induk secara keselurulhan . Bobot badan induk mempunyai hubungan yang erat dengan bobot anak pada saat disapih, kenaikan satu 19
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1999
kilogram bobot badan induk diiringi dengan kenaikan TBS sebesar 0.274 kg (P<0,01) . Keragaman yang terjadi pada TBS juga dipengaruhi oleh tahun lahir (P<0,01). TBS dari ternak-ternak kelahiran April 1997 dan Nopember 1997 tidak berbeda nyata (P>0,05). Namun TBS ternakternak kelahiran Oktober 1998 lebih rendah dibandingkan dua periode, kelahiran sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi TBS adalah paritas induk (P<0,01). Total produksi induk selama dua kali beranak untuk GG, HG dan MG masing-masing 23,0; 34,9 dan 28,4 kg. Hasil perhitungan terhadap nilai indeks produktivitas induk (IPI) untuk masingmasing induk GG, HG dan MG adalah 23,4; 48,1 dan 40,1 kg/induk/tahun . IPI tertinggi dihasilkan oleh induk HG diikuti oleh induk MG, masing-masing 106 dan 72% lebeh tinggi bila dibandingkan dengan induk GG. Sedangkan ternak MHG belum dapat dihitung nilai IPInya karena baru beranak satu kah. Nilai IPI berdasarkan besar tubuh induk (IPIBB) adalah 0,70; 1,36 dan 0,99 masing-masing untuk induk GG, HG dan MG. Hasil ini menunjukkan bahwa ternak persilangan walaupun mempunyai tubuli yang besar dan mengkonsumsi pakan yang. lebih besar dari ternak GG, nannin secara proporsional menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan ternak GG. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ternak persilangan (HG dan MG) mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan lokal. Dalam waktu dekat juga akan diketaluu produktivitas untuk ternak MHG . Hasil penelitian ini juga memperlihatkan adanya keragaman individu yang tinggi dari induk dalam masing-masing rumpun. Hal ini membuka kesempatan untuk dilakukan seleksi pada masing-masing rumpun tersebut. Dengan memperhatikan hasil-hasil di atas serta konsistensi yang tinggi dari. ternak HG maka pada saat ini ternak HG telah dapat disarankan untuk dikembangkan secara luas dimasyarakat. 6, Kambing peranakan Etawah (PE) sebagai ternak perah Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil perkawinan , silang antara kambing Kacang dengan kambing Etawali (tipe perah) . Kemampuan produksi susu kambing PE sangat beragam. Potensi produksi susu ini belum dimanfaatkan secara optimum . Di samping itu, bagi orang yang tidak toleran terhadap susu sapi, dapat diberikan susu kambing tanpa adanya gangguan pencernaan. Secara umum susu kambing mempunyai kandungan gizi yang sama dengan susu sapi . Namun, butir-butir lemak dalam susu kambing lebih halus dan berada dalam keadaan homogen dibandingkan lemak dari susu sapi. Hal ini yang menyebabkan susu kambing lebih cocok untuk orang yang kurang sesuai dengan susu sapi. Produksi susu seekor induk kambing PE pada umumnya melebihi kebutulian anaknya sehingga dapat dimanfaatkan untuk konsumsi keluarga peternak . Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan konsumsi gizi masyarakat di pedesaan maka kambing PE merupakan potensi pilihan. Dibutuhkan seleksi yang tepat untuk mendapatkan galur kambing PE yang mempunyai keseragaman produksi susu. Metodologi penelitian yang diterapkan adalah melakukan seleksi terhadap populasi kambing PE dari wilayah sumber kambing PE kemudian dilanjutkan dengan seleksi terarah terhadap populasi terpilih untuk mendapatkan kelompok kambing PE yang mempunyai produksi susu tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kambing PE yang terseleksi mampu menghasilkan susu pada periode laktasi pertama sebanyak 25,6 sampai dengan 74,3 kg per ekor selama periode laktasi 90 hari, dengan rataan produksi susu 45,1 kg atau sekitar 0,5 kg per hari. Dengan demikian kambing PE mempunyai potensi untuk dikenmbangkan sebagai ternak . perah dan mampu beradaptasi dengan kondisi peternakan tradisional . Peineliliaraan kambing PE tidak memerlukan 20
Seminar Nosional Peternakan dan Veteriner 1999
investasi modal yang tinggi . Petani sudah terbiasa memelihara kambing PE sehungga dapat dijadikan modal dasar dalam pengembangan ternak kambing. Walaupun saat ini masyarakat luas belum mengenal/menyukai susu kambing seperti halnya susu sapi, hal ini hanya masalah waktu asalkan diupayakan pemberian informasi yang tepat clan benar kepada masyarakat khususnya petani di pedesaan 7. Irseminasi buatan pada ayam buras dan itik Untuk meningkatkan mutu bibit ayam dan itik di Indonesia melalui teknologi breeding maka telah dikembangkan teknologi inseminasi buatan pada ayam buras clan itik . Teknologi tersebut menggunakan peralatan sederhana untuk mengoleksi semen dari pejantan clan selanjutnya mendeposisikan semen jantan unggul tersebut ke dalarn alat reproduksi ayam buras betina clan itik . Peralatan teknologi tersebut dapat dirakit sendiri oleh peternak . Dengan demikian peningkatan mutu bibit ayam buras clan itik di Indonesia dapat dilakukan dimana saja termasuk di tingkat pedesaan dengan persyaratan menseleksi pejantan unggul yang mampu meningkatkan produktivitas ayam buras dan itik. Fertilitas tclur yang dihasilkan melalui teknologi Inseminasi Buatan dapat dicapai sekitar 75 - 85%. IL Tekrologi nutrisi/pakan ternak 1. Foretulasi pakan lengkap berbasis sumberdaya perkebunan tebu dan pabrik gula Empat formula pakan lengkap dgunikan dalain penelitian ini . Keempat macam formula pakan lengkap tersebut disedakan berdasarkan kandungan komponen limbali perkebunan tebu, terutama dari komponen pucuk tebu . Kandungan protein kasar dari keempat formula pakan lengkap tersebut dibuat sama yaitu sekitar 13%. Dua puluh empat ekor sapi PO digunakan untuk menguji pengaruh pakan lengkap terhadap performans ternak . Empat inacam kombinasi pakan lengkap tersebut diberikan kepada sapi PO dengan ulangan sebanyak 6 ekor per perlakuan sebesar f 3% dari bobot badan. Air minum disediakan tiap saat . Ternak dibandangkan dalam kandang individual . Periode penyesuaian (adaptasi) selama 7 hari, dilanjutkan dengan feeding trial selamma 110 hari clan pengumpulan data konsumsi pakan dan produksi feses untuk menentukan nilai kecernaan nutrisi selama 7 hnri . Ternak ditunbang berat badannya pada hari ke-30, 60, 90, 100, clan 110. Data dianalisa statistik mengggunakan rancangan acak kelompok . Formula B merunjukkan pertambahan berat badan yang paling tinggi (Tabel 1) diantara keempat formula pakan tersebut . Hal ini kenuuugkinan berkaitan dengan unbangan antara pucuk tebu dengan konsentrat yang digunakan diniana formula B mengandung 56% pucuk tebu dan 44% konsentrat, sehingga proses fermentasi mikrobial yang terjadi dalain rumen mampu memberikan energi yang cukup untuk mengimbangi ketersediaan NH3 dalain proses sintesis protein mikroba rumen. Kecepatan pertambahan berat badan harian pada sapi yang mendapatkan formula pakan lengkap B relatif lebih tinggi dari pada yang lain . Konsuunsi balian kering clan balian organik harian berbeda sangat nyata diantara keempat formula pakan lengkap tersebut (P<0,01) dimana formula B cenderung dikonsunisi dalam junilah yang lebih benar dibandingkan dengan formula yang lain . Meskipun demikian, kecernaan bahan kering clan balian organik keempat formula pakan lengkap tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05) . Nanum, konsumsi serat detergen netral harian clan kecernaannya berbeda riyata diantara perlakuan. Nilai konversi pakan yang paling efisien ditunjukkan oleh kelompok sapi yang mendapatkan pakan lengkap formula B (7,6) dibandingkan kelompok sapi yang lain, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) . Formula pakan lengkap B dengan imbangan pucuk
21
SeminarNasionalPeternakan don Veteriner 1999
tebu 56% dan konsentrat 44% mampu memberikan respon produksi sapi yang paling tinggi diantara keempat formula yang diujicobakan . Demikian pula konversi pakan yang diperoleh cenderung lebih efisien . Tabel 2.
Pertambahan berat badan sapi sebagai akibat pemberian pakan lengkap yang berbeda
Paratneter Berat badan awal, kg Berat badan akhir, kg PBB, kg PBBH, kg/hari
Formulasi pakan lengkap A 166,3 209,7 43,7 0,39
B 165,7 241,0 75,3 0,68
C 164,3 217,0 52,7 0,48
Rataan D 166,2 224,8 58,6 0,53
165,6 223,1 57,5 0,52
2. Pcmanfaatan mikroba rumen Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroba rumen dapat memanfaatkan pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Pemanfaatan klerak untuk menekan protozoa rumen dapat direkomendasikan untuk menekan jumlah protozoa didalam rumen ternak ruminansia besar. Mikroba yang terdapat pads rumen domba lokal memiliki potensi yang tinggi untuk mengatasi faktor anti nutrisi yang terdapat dalam lamtoro (memosine). Pemanfaatan teknologi tersebut sudah dikembangkan oleh Australia. 3. Probiotik Penelitian probiotik telah lama dilakukan di Balai Penelitian Ternak terutama probiotik untuk tern,* ruminansia . Salah satu probiotik yang siap dipasarkan kepada pengguna adalah probiotik dengan nama Bioplus . Bioplus tersebut dapat digunakan untuk ternak ruminansia baik pedet maupun ternak dewasa yang berfungsi meningkatkan pencernaan pakan, pertumbuhan dan produksi . 4. Pemberian legume campuran Pemberian leguminosa dalam jumlah dan masa yang terbatas (glirisidia, kaliandra, lamtoro dan lain-lain) telah mampu meningkatkan kinerja sapi betina. Tanin pada kaliandra ternyata berpotensi sebagai coating protein by pass pada glirisidia. Aplikasi teknologi ini sebenarnya sangat mudah dan murah, sehingga ternak ruminansia untuk tujuan breeding tidak perlu diberi konsentrat . 5. Fermentssi singkong sebagai pakan unggas Fermentsi singkong (cassapro) dengan menggunakan Aspergillus niger mampu meningkatkan kandungan protein kasar dari 3% menjsdi 36,7% dan total asam amino sebanyak 18%. Nilai manfaat cassapro sebagai pakan ditunjukkan oleh adanya peningkatan produktivitas itik maupun kwalitas telur yang dihasilkan. Pemberian cassapro pada level 15 dsn 20% menurutilcan warna kuning telur . Perubahan warna ini terjadi karena penambahan kadar cassapro menurunkan kadar jagung dalam ransum. Perubahan warna kuning telur dapat dicegah dengan penambahan sumber caroten yang lain seperti tepung daun.
22
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1999
6. Penggnnaan bungkil kelapa tanpa fermentasi dan dengan fermentasi pada anak itik dan itik petelur Proses fermentasi bungkil kelapa meningkatkan kadar protein, kalsiunn dan fosfor, tetapi menurunkan kadar lemak dan serat kasar . Uji daya cerna juga menunjukkan peningkatan daya cerna bahan kering (5,3%), protein (16,0%), fosfor (57,0%) dan energi inetabolik (48,4%) . Kemudian pengujian pada anak itik menunjukkan bahwa penggunaan bungkil kelapa tanpa fermentasi hingga 30% tidak menyebabkan gangguan pertumbuhan . Pemberian prodttk fermentasi (10, 20, dan 30%) menyebabkan gangguan pertumbuhan sampai unnur 5 minggu, produksi itik maupun kwalitas telur yang dihasilkan . Pemberian cassapro pada level 15 dan 20% menurunkan warna kuning telur. Perubahan warna ini terjadi karena penambahan kadar cassapro menurunkan kadar jagung dalam ransum . Perubahan warna kuning telur dapat dicegaln dengan penambahan sumber caroten yang lain seperti tepung daun. Manfaat yang dapat diambil dari rangkaian penelitian ini adalah produk fermentasi ternyata dapat inemngkatkan nilal gi71 lkasil atau linnbaln pertanian yang berlintpah. Penelitian pengujian terhadap unggas baik ayann pedaging atau itik menunjukkan bahwa produk fermentasi dapat digunakan untuk ntenggantikan bahan pakan intpor seperti jagung, bungkil kedelai atau tepung ikan . Proses fermentasi ternyata dapat menglnilangkan senyawa anti nutrisi seperti HCN. Nilai gizi produk fermentasi sangat bergantung pada aktifitas atau jenis mikroba, oleln karena itu peningkatan strain kapang yang sesuai dengan kebutuhan pakan perlu dilaksanakan . Proses fermentasi sederhana ini dapat dikennbangkan pada setiap daerah tergantung ketersediaan substrat . Selain itu proses pengeringan dan penyimpanan prodttk juga harus diperhatikan untuk ruentpertaltankan zat yang berguna, rnisalnya enzim yang mungkin dapat berguna dalam pencernaan seperti enzinn fitase. PENUTUP Teknologi lain dari berbagai konnoditas seperti sapi perah, sapi potong, hijauan pakan serta teknologi pasca panen diharapkan dapat didiseminasikan pada kesernpatan lain. Walaupun demikian, bagian dari teknologi tersebut dapat diperoleh dari publikasi yang diterbitkan oleli lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan seperti Wartazoa, Jurnal Him Ternak dan Veteriner, Prosiding, Pedoman Teknis maupun brosur atau leaflet . Mudah-mudalnan melalui peningkatan komunikasi teknologi ini secara terns menerus, proses kebangkitan industri peternakan di Indonesia dapat diupayakan lebiln cepat. DAFTAR PUSTAKA Hasil-Inasil penelitian Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembang Petennakan, Bogor .
ANONIMOUS. 1998 .
1993 - 1998 .
Progres report of research activities, budget year Anitnal Production, Bogor, Indonesia .
ANONimous. 1999 .
K. dan A.R. Petennakan T.A.
DIWYANTO,
Balai Penelitian Ter nak,
1989 - 1999 .
Resarch Institute for
SETIOKO. 1999 . Teknolog i Unggulan serta Program dan Perkiraan Output 1999/200 0. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petennakan, Bogor.
Penelitian
23
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
KETAREN, PP, L. HARDi PRASETYo, dan T. MuRTisARi . 1999. Karakter produksi telur itik silang Mojosari X Alabio . Pros. Seminar Nasional dan Pameran Teknologi Peternakan dan Veteriner, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Ciawi 17 - 19 Oktober 1999 (in press) .
TANYA JAWAB Limbong : Masalah bibit, mengapa bibit ayam terlalu tergantung pada Amerika ? Argoro R Setioko Penelitian ayam buras lokal terus dilakukan oleh peneliti-peneliti Balai untuk secara bertahap mungkin dapat mengganti bibit DOC dari Amerika. Penelitian Litbang hanya berfokus ayam lokal, tidak pada ayam ras, tetapi ternyata pihak swasta (pembibit) tidak ada penelitian yang dilakukan mereka hanya menggunakan teknologi yang sudah ada. Erika : Masalah cassapro, bagaimana dengan kadar sianida ? Apakah cassapro mudah diaplikasikan ? Argono R Setioko Kadar sianida pada singkong *an menurun selama proses fermentasi . Bahan yang dipakai untuk cassapro adalah singkong, onggok, bungkil kelapa dsb . Cost yang paling tinggi adalah cost pengeringan, sehingga pembuatan cassapro dilakukan oleh peternak yang membuat pakan sendiri. Arnold P. Sinurat : Bagaimana upaya Balitnak/Balitvet untuk mengkomersialisasikan basil penelitian . Argono R Setioko : Hasil penelitian dibuat paket teknologi ke BPTP lalu ke KIAT.