TAZKIYAH AL-NAFS Miswar Dosen Tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sumatera Utara Jl. Williem Iskandar Psr. V Medan Estate, 20371 - Medan e – mail :
[email protected]
Abstrak: Tazkiyatun nafs is essentially a process of cleansing the heart and soul of the share sin and reprehensible traits that pollute, and further improving the quality of soul and heart by developing praiseworthy traits blessed by God, and the positive potential with mujahadah, worship and share other good deeds, so that the heart and soul as well as being clean and good quality, which furthermore have the properties and behavior of goodness. Tazkiyah of heart and soul can only be achieved through the sharing of certain acts of worship and charity, if implemented completely and adequately, such as prayer, infaq, fasting, pilgrimage, remembrance, thinking, Qur'an recitations and meditations. Then the impact we would we get is the realization of unity, sincerity, patience, gratitude and politebess. This paper discusses heart disease and how to clean it.
Kata Kunci: Tazkiyah an-Nafs, Riya, Ujub, Hasad. A. Pendahuluan
B
ersuci dalam Agama Islam tidak hanya meliputi jasmani tetapi juga rohani. Mensucikan hati dari segala macam kotoran hati disebut Tazkiyah. Seseorang dikarunia hati yang bersih dan suci saat dilahirkan ke dunia. Karena beberapa faktor dan pengaruh membuat hati seseorang menjadi kotor, seperti; pergaulan, dan lingkungan sekitar. Selain itu bahwasannya setan selalu hadir dan membisikan keburukan pada hati manusia seperti, hasud, kibir, ujub, riya’, sum’ah, thama, rakus, serakah, bohong, tidak amanah, nifaq, syirik, iri, dengki, fitnah, kufur, dll. Oleh sebab itulah kita diwajibkan bertaubat kepada Allah dengan berbagai macam cara, antara lain. Dengan proses takhalli, Kedua, dengan melakukan proses tahalli. Selain dengan proses pembersihan dari segala macam kotoran hati, alangkah lebih baiknya diimbang dengan menanamkan sifatsifat terpuji ke dalam hati kita agar dapat terbentuk pribadi yang berakhlakul karimah. Tazkiyyatun Nafs termasuk hal terpenting yang dibawa oleh para Rasul saw. Hal ini sebagaimana yang Allah ingatkan dalam firman-Nya berikut ini : ”Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seseorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Alquran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Baqarah: 129) 124
Miswar : Tazkiyah Al-Nafs
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya meniru apa yang diajarkan oleh baginda Nabi besar Muhammad saw agar hidup kita menjadi lebih baik di dunia maupun di akhirat.
B. Pembahasan 1. Pengertian Tazkiyatun Nafs Secara etimologis Tazkiyatun Nafs berasal dari dua buah kata yaitu Tazkiyatun dan An-Nafs. Tazkiyah berasal dari akar kata (Zakaa-Yazku-Zakaa & Zakatan) yang berarti Nama (Tumbuh) dan Zada (Bertambah). Zakaa juga bisa berati solaha (baik) dan ia juga berarti Barokah (banyak kebaikannya), disamping itu juga berarti thaharoh/suci bersih. Sedang bentuk kata Tazkiyah dari kata Zaka yang diberi tambahan huruf kaf, sehingga menjadi Zakka- Yuzakki-Tazkiyatan yang berarti menumbuhkan, mengembangkan, memperbaiki, membersihkan, mensucikan dan menjadikannya jadi baik serta bertambah baik. Secara istilah Zakatun Nafsi artinya penyucian (tathabur) jiwa dari segala penyakit dan cacat, merealisasikan (tahaquq) berbagai maqam padanya, dan menjadikan asma’ dan sifat Allah sebagai akhlaknya (takbaluq). Dengan demikian, Tazkiyah adalah tathahur, tahaquq dan takhaluq. Kesemuanya ini memiliki berbagai sarana yang sesuai dengan syari’at. Dampak dan pengaruhnya akan tampak perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan Allah dan makhluk lainnya sesuai dengan perintah Allah. Menurut Abul Qasim Husain bin Muhammad, beliau mengatakan bahwa Tazkiyatun Nafs adalah upaya manusia untuk mensucikan jiwa dan dirinya, sehingga ia mempunyai sifat terpuji pada dirinya di dunia tentunya dan kelak di akhirat mendapatkan pahala dan balasan yang besar. Karena Tazkiyatun Nafs adalah proses pembersihan jiwa dari akhbas (kotoran) serta memperbaiki jiwa, maka Tazkiyatun Nafs dapat dilakukan dengan berbagai bentuk ibadah, perbuatan baik dan berbagai amalan shalih. Apabila semuanya itu bisa dilakukan, maka akan menjadi bersih yang selanjutnya mempunyai pengaruh, dampak positif hasilnya pada perilaku, tingkah laku dan perkataan, pengaruh itu akan membekas pada lidah, mata, telinga dan anggota tub lainnya. Buahnya yang paling nyata adalah perlakuannya yang baik terhadap Allah dan terhadap manusia juga makhluk lain serta makhluk di muka bumi ini. Adabnya kepada Allah berupa komitmen melakukan seluruh kewajibannya kepada Allah dan menjauhi segala bentuk prilaku dan perbuatan yang menyebabkan murka Allah, termasuk mengorbankan harta, jiwa dan raganya berjihad di jalan Allah. Jadi Tazkiyatun Nafs pada hakikatnya adalah proses pembersihan jiwa dan hati dari berbagai dosa dan sifat-sifat tercela yang mengotorinya, dan selanjutnya peningkatan kwalitas jiwa dan hati tersebut dengan mengembangkan sifat-sifat terpuji yang diridhoi Allah SWT.., serta potensi-potensi positifnya dengan mujahadah, ibadah dan berbagai perbuatan baik lainnya, sehingga hati dan jiwa
125
١٢٠١٤ ،
–
،١ د
ا
ا ا
ا:
ءا
إ
menjadi bersih dan baik serta berkwalitas. yang selanjutnya menjadikannya mempunyai sifat-sifat dan prilaku yang baik dan terpuji. Tazkiyatun terbagi atas banyak macam-macam tetapi disini kami akan menjelaskan tentang: 1. Ria 2. Hasad 3. Ujub Berikut akn dijelaskan satu persatu: 2. Sifat Ria’ Kata ria’ berasal dari bahasa Arab yaitu ( )ا ﱢ َ ُءyang berarti memperlihatkan atau pamer. Ria adalah memaksudkan amalan yang dilakukan seseorang guna mendapatkan keridhoan manusia, baik berupa pujian,ketenaran atau seesuatu yang diinginkannya selain Allah SWT.. Dr. Sayid Muhammad Nuh, menggambarkan adanya tiga sebab memotori tmbulnya riya: pertama karena ingin mendapatkan pujian dan nama baik di masyarakat. kedua, kekhawatiran mendapatkan celaan manusia, dan ketiga, menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain (tamak) ketiga hal ini didasari dari hadits, yang diriwayatkan imam bukhari:
ﻢ ﻓﹶﻘﹶﺎ ﹶﻝ ﻠﱠﺳ ﻭﻠﹶﻴﻪﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ ﺻﺒﹺﻲﺄﹶﻝﹶ ﺍﻟﻨ ﺳ,ﺔﻴﻤﺎ ﺣﺍﺑﹺﻴﺮ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﻋ,ﻪﻨ ﺍﷲُ ﻋﻲﺿﻰ ﺭﺳﻮ ﺍﹶﺑﹺﻲ ﻣﻦﻋ ﺒﹺﻲ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﻨ,ﻠﺬﱢﻛﹾﺮﹺﻞﹸ ﻟﻳﻘﹶﺎﺗ ﻞﹸﺟﺍﻟﺮ ﻭ,ﻪﻜﹶﺎﻧﻯ ﻣﺮﻴﻞﹸ ﻟﻳﻘﹶﺎﺗ ﻞﹸﺟﺍﻟﺮﻞﹸ ﻭﻳﻘﹶﺎﺗ ﻞﹸﺟ ﺍﻟﺮ,ُﻮﻝﹸ ﺍﷲﺳﺎﺭﻳ ِﺒﹺﻴﻞﹺ ﺍﷲﻲ ﺳ ﻓﻮﺎ ﻓﹶﻬﻠﹾﻴ ﺍﻟﹾﻌﻲﺔﹸ ﺍﷲِ ﻫﻤﻜﹸﻮﻥﹶ ﻛﹶﻠﺘﻞﹶ ﻟ ﻗﹶﺎﺗﻦ ﻣﻠﱠﻢﺳ ﻭﻠﹶﻴﻪﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﺻ Artinya: ”Dari Abu Musa al-Asyyari ra, mengatakan bahwa seorang Badui bertanya kepada Rasulullah SAW., ”Wahai Rasulullah, seseorang berperang karena kekesatriaan, seseorang berperang supaya posisinya dilihat oleh orang, dan seseorang berperang ingin mendapatkan pujian? Rasulullah SAW. menjawab ” barang siapa yang berperang karena ingin menegakkan kalimatullah, maka dia fi sabilillah.” (HR. Bukhari) 1) Ciri-Ciri Riya’ Terdapat sebuah ungkapan yang dikemukakan oleh seorang sahabat Rasulullah SAW. yang sangat zuhud kehidupannya, beliau juga termasuk salah seorang dari empat Khulafa’ rasyidin, yang juga mendapat berita gembira untuk masuk dalam surga Allah kelak. Beliau adalah Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib mengemukakan, tentang ciri-ciri yang terdapat dalam jiwa seseorang:
ﻂﹸ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﻛﹶﺎﻥﹶﺸﻳﻨ ﻭ,ﻩﺪﺣﻞﹸ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻭﻳﻜﹾﺴ ,ﺎﺕﻼﹶﻣﻲ ﻋﺍﺋﺮﻠﹾﻤ ﻟ,ﻪﻬﺟ ﺍﷲُ ﻭﻡ ﻛﹶﺮﻲﻠﻗﹶﺎﻝﹶ ﻋ ﻡ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺩﻘﹸﺺﻳﻨ ﻭ,ﻰﻞﹺ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺃﹶﺛﹾﻨﻤﻲ ﺍﻟﻌ ﻓﻳﺰﹺﻳﺪ ﻭ,ﺎﺱﹺﻲ ﺍﻟﻨﻓ 126
Miswar : Tazkiyah Al-Nafs
Artinya: ”Orang yang riya, terdapat beberapa ciri, (1) malas, jika seorang diri, (2) giat jika di tengah-tengah orang banyak, (3) bertambah semangat beramal jika mendapatkan pujian, (4) berkurang Frekwensi amalnya jika mendapatkan celaan.” 2) Tanda-tanda berbuat riya’ a. b. c. d. e.
Suka memamerkan amal beramal karena manusia Memamerkan amal ibadah secara tersirat (halus) Suka menonjolkan aib orang lain Membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan dilakukannya f. Menuntut ilmu demi popularitas g. Berpura-pura tawadhu.
ibadah
yang
3) Larangan berbuat riya’ Riya termasuk larangan dalam islam, karena Allah SWT. dengan telah tegas melarang perbuatan ini. Allah berfirman:
ﻻﺎﺱﹺ ﻭ ﺭﹺﺋﹶﺎﺀَ ﺍﻟﻨﺎﻟﹶﻪ ﻣﻖﻔﻳﻨ ﻱﺍﻷﺫﹶﻯ ﻛﹶﺎﻟﱠﺬﻦﹺّ ﻭ ﺑﹺﺎﻟﹾﻤﻜﹸﻢﻗﹶﺎﺗﺪﻠﹸﻮﺍ ﺻﻄﺒﻮﺍ ﻻ ﺗﻨ ﺁﻣﻳﻦﺎ ﺍﻟﱠﺬﻳﻬﺎ ﺃﹶﻳ ﺍ ﻻﻠﹾﺪ ﺻﻛﹶﻪﺮﺍﺑﹺﻞﹲ ﻓﹶﺘ ﻭﻪﺎﺑ ﻓﹶﺄﹶﺻﺍﺏﺮ ﺗﻪﻠﹶﻴ ﻋﺍﻥﻔﹾﻮﺜﹶﻞﹺ ﺻ ﻛﹶﻤﺜﹶﻠﹸﻪﺮﹺ ﻓﹶﻤﻡﹺ ﺍﻵﺧﻮﺍﻟﹾﻴ ﻭ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻪﻦﻣﻳﺆ ﺮﹺﻳﻦ ﺍﻟﹾﻜﹶﺎﻓﻡﻱ ﺍﻟﹾﻘﹶﻮﺪﻳﻬ ﻻﺍﻟﻠﱠﻪﻮﺍ ﻭﺒﺎ ﻛﹶﺴﻤﺀٍ ﻣﻲﻠﹶﻰ ﺷﻭﻥﹶ ﻋﺭﻳﻘﹾﺪ Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia” (QS. Al-Baqarah:264) Firman diatas secara terang melarang kita merusak pahala amal dengan cara menyebut-nyebut atau menyakiti hati orang yang menerimanya, apapun dan seberapapun kebaikan Orang-orang yang riya’ juga tergolong orang yang mendustakan agama, sebagaimana firman Allah :
ﺎ ﹺﻡﻠﹶﻰ ﻃﹶﻌ ﻋﺾﻳﺤ ﻻ ﻭ. ﻴﻢﺘ ﺍﻟﹾﻴﻉﻳﺪ ﻱ ﺍﻟﱠﺬﻚ ﻓﹶﺬﹶﻟ. ّﻳﻦﹺ ﺑﹺﺎﻟﺪّﺏﻳﻜﹶﺬ ﻱ ﺍﻟﱠﺬﻳﺖ ﺃﹶﺃﹶﺭ . ﺍﺀُﻭﻥﹶﻳﺮ ﻢ ﻫﻳﻦ ﺍﻟﱠﺬ. ﻮﻥﹶﺎﻫ ﺳﻬﹺﻢﻼﺗ ﺻﻦ ﻋﻢ ﻫﻳﻦ ﺍﻟﱠﺬ. ّﲔﻠﺼﻠﹾﻤﻳﻞﹲ ﻟ ﻓﹶﻮ. ﲔﹺﻜﺴﺍﻟﹾﻤ . ﻮﻥﹶﺎﻋﻮﻥﹶ ﺍﻟﹾﻤﻌﻨﻳﻤﻭ Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya, yang berbuat karena riya’. dan enggan (menolong) barang berguna”. (QS. Al-Mâ’ûn:1-7)
127
١٢٠١٤ ،
–
،١ د
ا
ا ا
ا:
ءا
إ
4). Cara Menghindari Sifat Riya’ Para ulama berupaya memberikan berbagai jalan guna menemukan kiat-kiat agar terhindar keriyaan serta mampu menghadirkan keikhlasan dalam jiwa. Diantara cara yang mereka tawarkan adalah: a. Menghadirkan sikap muraqabatullah, yaitu sikap yang menghayati bahwa Allah senantiasa mengetahui segala gerak- gerik kita hingga yang sekecilkecilnya, bahkan yang tergores yang terlintas dalam hati sekalipun yang tidak pernah diketahui oleh siapapun. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. mengungkapkan, dan sempurnakanlah amal, karena Sang Pengawas (Allah) Maha Melihat.
ﺮﻴﺼ ﺑﺪﺎﻗﻥﱠ ﺍﻟﻨﻞﹶ ﻓﹶﺎﻤﻦﹺ ﺍﹾﻟﻌﻭﺃ ﺛﹾﻘ b. Seseorang perlu menyadari dan meyakini, bahwa dengan riya’ seluruh amalannya akan tidak memiliki arti sama sekali. Amalannya akan hilang sia-sia dan akan musnah. Serta dirinya tidak akan pernah mendapatkan apapun dari usahanya sendiri. c. Dirinya pun perlu menyadari, bahwa lambat launpun manusia akan mengetahui apa yang terdapat di balik amalan-amalan baik yang dilakukannya, baik di dunia apalagi di akhirat kelak. d. Dirinya juga perlu menyadari pula bahwa dengan riya’, seseorang dapat diharamkan dari surga Allah. Dalam hadits digambarkan,bahwa Rasululah SAW. menangis, karena takut ummatnya berbuat riya’, Kemudian beliau berkata, ”Barang siapa yang belajar ilmu pengetahuan bukan karena mencari keridhoan Allah tapi karena keinginan duniawi, maka dia tidak akn mencium baunya surga.” e. Banyak berdzikir kepada Allah SWT.., terutama manakala sedang menjalankan suatu amalan, yang tiba-tiba muncul pula niatan riya. Hal ini sebaiknya segera diterapi dengan dzikir. 5). Obat riya’ a. Mujahadah Setiap merasakan adanya kehadiran riya dalam diri maka segera meluruskan niat. Lawanlah motivasi-motivasi untuk mendapat pandangan makhluk. Memang akan terasa berat awalnya, tetapi akan ringan akhirnya. b. Mencabut akar-akar riya: Menolak kelezatan sanjungan Segera kembalikan segala sanjungan kepada Allah. Jangan tertipu dengan sanjungan. Bisa jadi sebenarnya kita lebih buruk dari isi sanjungan tersebut. jangan sampai rasa ujub menghinggap dalam diri kita Menghindar dari sakitnya celaan. Jangan terpengaruh dengan celaan sehingga berambisi untuk membuktikan sesuatu kepada makhluk. 128
Miswar : Tazkiyah Al-Nafs
c. Ketahui racun riya. Ketahui ilmu akhirat 1. Pahami tujuan hidup:
ﻭﻥﺪﺒﻌﻴ ﺇﹺﻻ ﻟﺲﺍﻹﻧ ﻭ ﺍﻟﹾﺠﹺﻦﻠﹶﻘﹾﺖﺎ ﺧﻣﻭ Artinya: ”Dan Aku tidan menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56) 2. Mengetahui nilai dunia dibandingkan akhirat:
ﹺ ﺍﻟﺬﱠﻫﻦ ﻣﺓﻄﹶﺮﻘﹶﻨﲑﹺ ﺍﻟﹾﻤﺎﻃﺍﻟﹾﻘﹶﻨ ﻭﻨﹺﲔﺍﻟﹾﺒﺎﺀِ ﻭ ﺍﻟﻨﹺّﺴﻦ ﻣﺍﺕﻮﻬ ﺍﻟﺸﺐﺎﺱﹺ ﺣﻠﻨ ﻟﹺّﻳﻦﺯ ﺐ ﻩﺪﻨ ﻋﺍﻟﻠﱠﻪﺎ ﻭﻴﻧ ﺍﻟﺪﺎﺓﻴ ﺍﻟﹾﺤﺎﻉﺘ ﻣﻚ ﺫﹶﻟﺙﺮﺍﻟﹾﺤﺎﻡﹺ ﻭﻌﺍﻷﻧ ﻭﺔﻣﻮﺴﻞﹺ ﺍﻟﹾﻤﻴﺍﻟﹾﺨ ﻭﺔﻀﺍﻟﹾﻔﻭ ﺂﺏﹺ ﺍﻟﹾﻤﻦﺴﺣ Artinya: ”Dijadikan indah pada (pandangan)manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan SAW.ah lading. Itulah kesenangan hidup didunia; di sisi Allah-lah Tempat Kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imrân [3]: 14) 3. Memahami bahwa kematian itu pasti dan menjadikannya pelajaran:
ﺎﺭﹺﻦﹺ ﺍﻟﻨ ﻋﺰﹺﺡﺣ ﺯﻦ ﻓﹶﻤﺔﺎﻣﻴ ﺍﻟﹾﻘﻡﻳﻮ ﻛﹸﻢﻮﺭﻥﹶ ﺃﹸﺟﻓﱠﻮﻮﺎ ﺗﻤﺇﹺﻧ ﻭﺕﻮﻘﹶﺔﹸ ﺍﻟﹾﻤﻔﹾﺲﹴ ﺫﹶﺍﺋﻛﹸﻞﱡ ﻧ .ﻭﺭﹺﺮ ﺍﻟﹾﻐﺎﻉﺘﺎ ﺇﹺﻻ ﻣﻴﻧﺎﺓﹸ ﺍﻟﺪﻴﺎ ﺍﻟﹾﺤﻣ ﻭ ﻓﹶﺎﺯﺔﹶ ﻓﹶﻘﹶﺪﻨﻞﹶ ﺍﻟﹾﺠﺧﺃﹸﺩﻭ Artinya: ”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imrân [3]: 185) 4. Menolak hal yang timbul dari riya’ pada saat melaksanakan ibadah. 3. Sifat Hasad a. Pengertian Hasad Diantara sifat buruk manusia yang merusak kehidupan adalah hasad dan dengki. Sifat inilah yang menyebabkan syaitan, yang sebelum Adam as ada merupakan penghuni surga, dilaknat Allah SWT.. Sifat ini pula yang menyebabkan tumpahnya darah pertama dan juga dosa pertama yang terjadi di dunia yaitu sebagaimana yang terjadi pada anak Adam Qabil dan Habil, terkadang seseorang bisa terkena penyakit ain dikarenakan sifat dengki ini. Karena besarnya urusan hasad ini maka Allah subhanahu wata’ala dan Rasulullah SAW. memberikan perhatian secara khusus dan melarang dengan sangat tegas dari perbuatan itu. hasad, membuat sakit diri sendiri juga membuat sakit orang lain, dan itu hukumnya haram. 129
١٢٠١٤ ،
–
،١ د
ا
ا ا
ا:
ءا
إ
Hasad mempunyai pengertian secara bahasa berarti dengki, benci. Sedangkan Pengertian hasad ialah jika seseorang mengetahui ada orang lain tersebut, baik ia mendapatkannya atau tidak. Lebih jauh para pakar mengemukakan pengertian hasad sebagai berikut: 1. Menurut Al-Jurjani Al-Hanafi dalam kitabnya, hasad ialah menginginkan atau mengharapkan hilangnya nikmat dari orang yang didengki (mahsud) supaya berpindah kepadanya (orang yang mendengki atau hasad). 2. Menurut Imam al-Ghazali hasad ialah membenci nikmat Allah SWT.. yang ada pada diri orang lain, serta menyukai hilangnya nikmat tersebut. 3. Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya hasad ialah kerja emosional yang berhubungan dengan keinginan agar nikmat yang diberikan Allah SWT. kepada seseorang dari hambanya hilang dari padanya. Baik cara dipergunakan oleh orang yang dengki itu dengan tindakan supaya nikmat itu lenyap dari padanya atas dasar iri hati, atau cukup dengan keinginan saja. Yang jelas motif dari tindakan itu adalah kejahatan. b. Sebab-sebab Hasad Diantara yang menyebabkan munculnya kedengkian adalah: 1. 2. 3. 4.
Permusuhan dan Kebencian. Sombong dan Ujub. Cinta Jabatan dan Gila Hormat. Jiwa yang Buruk dan Bakhil.
Oleh karena itu hasad pasti memiliki dampak yang bisa memberikan efek negatif terhadap kehidupan manusia. Adapun efek dari hasad adalah: 1. Sakit hati sehingga mengharapkan agar nikmat yang di peroleh seseorang hilang. 2. Merasa senang jika orang tersebut tertimpa musibah. 3. Menjauhi, memusuhi dan memutuskan hubungan. 4. Meremehkan dan menjatuhkan. c. Hasad yang diperbolehkan dalam Islam Setelah kita memperhatikan pengertian hasad, pada umumnya banyak dinukilkan dalam Alquran dan hadits mengenai keburukan hasad, yang hukumnya mutlak dilarang. Sedangkan menurut hadits, ada dua jenis orang yang kita dibolehkan hasad kepadanya. Disebabkan demikian banyak riwayat yang terkenal mengenai keharamannya, maka alim ulama menjelaskan hasad dalam hadits ini dengan dua maksud: 1. Hasad dengan makna risyk yang dalam Bahasa Arab disebut ghibtah. Adapun perbedaan antara hasad dan ghibtah adalah: hasad ialah jika seseorang mengetahui ada orang lain yang memiliki sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu itu hilang dari orang tersebut, baik ia mendapatkannya atau 130
Miswar : Tazkiyah Al-Nafs
tidak. Sedangkan ghibtah ialah seseorang yang ingin memiliki sesuatu secara umum, baik orang lain kehilangan ataupun tidak. Oleh sebab itu, secara ijma’, hasad adalah haram. Dan alim ulama mengartikan makna hadits di atas sebagai ghibtah yang dalam urusan keduniaan dibolehkan, sedangkan dalam masalah agama adalah mustahab (lebih disukai). 2. Mungkin juga maksudnya digunakan sebagai pengandaian, yaitu seandainya hasad itu boleh, maka hasad terhadap dua hal di atas tentu di bolehkan. Sebagaimana hadits riwayat tentang diperbolehkan adanya dua hasad yang dibenarkan agama:
ﺎﻱ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻣﻴﺪﻤﺎ ﺍﻟﹾﺤﺛﹶﻨﺪﻠﹶﻰ ﻏﹶﲑﹺ ﺣ ﻋﺪﺎﻟﻦﹺ ﺃﹶﺑﹺﻲ ﺧﻴﻞﹸ ﺑﺎﻋﻤﺛﹶﻨﹺﻲ ﺇﹺﺳﺪﺎﻥﹸ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺣﻔﹾﻴﺎ ﺳﺛﹶﻨﺪﺣ ﺎﻟﹶﺎ ﺍﷲُ ﻣﺎﻩﻦﹺ ﺍﹶﺗ ﺍﷲِ ﺑﺪﺒ ﻋﺖﻌﻤﺎﺯﹺﻡﹺ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺳﻦﹺ ﺃﹶﺑﹺﻲ ﺣ ﻗﹶﻴﺲﹺ ﺑﺖﻌﻤﺮﹺﻱ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺳﻫ ﺍﻟﺰﺎﻩﺛﹶﻨﺪﺣ ﻞﹲﺟﺭ ﻭﻖﻲ ﺍﻟﹾﺤ ﻓﻪﻠﹶﻜﹶﺘﻞﹲ ﻫﺟﲔﹺ ﺭﺘﻲ ﺍﺛﹾﻨ ﺇﹺﻻﱠ ﻓﺪﺴ ﻻﹶ ﺣﺒﹺﻲ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﻨﻮﺩﻌﺴﻠﹶﻰ ﻣﻠﱢﻂﹶ ﻋﻓﹶﺴ (ﺎ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯﻬﻠﱢﻤﻳﻌﺎ ﻭﻲ ﺑﹺﻬﻳﻘﹾﻀ ﻮ ﻓﹶﻬﺔﻜﹾﻤ ﺍﷲُ ﺍﻟﹾﺤﺎﻩﺃﹶﺗ Artinya: “Diriwayatkan dari Chumaidi riwayat dari Sufyan riwayat dari Ismail bin Abi Kholid selain hadits yang diriwayatkan oleh Zuhri berkata “Saya mendengar Qois bin Abi Chazim berkata”saya mendengar Abdullah bin Maas’ud berkata” bahwasannya Nabi Muhammad SAW. bersabda “Tidak boleh iri kecuali dua perkara yaitu pada seseorang yang di beri ilmu oleh Allah dia menggunakannya dan mengajarkannya.” Apabila kita kaitkan dengan kehidupan yang serba modern ini sangatlah dibutuhkan, ghitbah-ghitbah yang seperti ini agar nantinya kita dapat membantu mereka dalam menjalani kehidupan. Ghitbah seperti ini sangat cocok untuk kalangan pelajar di karenakan dapat memberikan semangat yang lebih untuk dapat belajar dan mempratekkan apa yang telah mereka pelajari. d. Ada 7 Cara Mengatasi Penyakit Hasad Seorang muslim yang hanif tentulah sadar bahwa penyakit hasad adalah penyakit yang harus diatasi mengingat bahaya yang ditimbulkannya teramat besar. Artikel ini secara singkat berusaha memberikan beberapa kiat untuk mengatasi penyakit hasad tersebut. Semoga bermanfaat. a. Obat yang paling utama adalah mengakui bahwa hasad itu merupakan sebuah penyakit akut yang harus dihilangkan. Tanpa adanya pengakuan akan hal ini, seorang yang tertimpa penyakit hasad justru akan memelihara sifat hasad yang diidapnya. Dan pengakuan bahwa hasad adalah sebuah penyakit yang berbahaya tidak akan timbul kecuali dengan ilmu agama yang bermanfaat. b. Ilmu yang bermanfaat, hal ini berarti bahwa seorang yang ingin mengobati hasad yang dideritanya harus memiliki pengetahuan atau ilmu, dan 131
١٢٠١٤ ،
–
،١ د
ا
ا ا
ا:
ءا
إ
pengetahuan ini terbagi menjadi jenis, yaitu secara global dan secara terperinci. c. Dengan amal perbuatan yang bermanfaat, yaitu melakukan kebalikan dari
perbuatan-perbuatan negatif yang muncul sebagai akibat dari sifat hasad (Fatwa Syaikh Jibrin 11/69; Maktabah Asy Syamilah). Jika sifat hasad mendorongnya untuk mencemarkan dan memfitnah orang yang didengkinya, maka ia harus memaksakan lidahnya untuk memberikan pujian kepada orang tersebut. jika sifat hasad mendorongnya untuk bersikap sombong, maka ia harus memaksa dirinya untuk bersikap tawadhu’ (rendah hati) kepada orang yang didengkinya, memuliakan, dan berbuat baik kepadanya. Jika di kali pertama dia bisa memaksa dirinya untuk melakukan berbagai hal tersebut, maka insya allah selanjutnya dia akan terbiasa melakukannya, dan kemudian hal itu menjadi bagian dari karakternya. Meneliti dan menelusuri sebab-sebab yang membuat dirinya menjadi dengki kepada orang lain, kemudian mengobatinya satu persatu. Misalnya, sifat sombong diobati dengan sifat tawadhu’(rendah hati), penyakit haus kedudukan dan jabatan diobati dengan sifat zuhud, sifat tamak (rakus) diobati dengan sifat qana’ah dan berinfak, dst. d. Diantara obat hasad yang paling mujarab adalah sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam firmannya:
ِﺎﺀﻠﻨﹺّﺴﻟﻮﺍ ﻭﺒﺴﺎ ﺍﻛﹾﺘﻤ ﻣﻴﺐﺼﺎﻝﹺ ﻧﻠﺮﹺّﺟﺾﹴ ﻟﻌﻠﹶﻰ ﺑ ﻋﻜﹸﻢﻀﻌ ﺑ ﺑﹺﻪﻞﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪﺎ ﻓﹶﻀﺍ ﻣﻮﻨﻤﺘﻻ ﺗﻭ ﺎﻴﻤﻠﺀٍ ﻋﻲ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺑﹺﻜﹸﻞﹺّ ﺷ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﻪﻠ ﻓﹶﻀﻦ ﻣﺄﹶﻟﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪﺍﺳ ﻭﻦﺒﺴﺎ ﺍﻛﹾﺘﻤ ﻣﻴﺐﺼﻧ Artinya: ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain, (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunianya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisâ: 32). Dalam ayat ini, Allah ta’ala melarang hambanya iri (dengki) terhadap rejeki yang berada di tangan orang lain, dan dia menunjukkan gantinya yang bermanfaat di dunia dan diakhirat yaitu dengan memohon karunianya karena hal tersebut terhitung sebagai ibadah dan merupakan perantara agar permintaannya dipenuhi apabila Allah menghendakinya (Fatawasy Syabakah Al Islamiyah 7/278;Maktabah Asy Syamilah). e. Bersandar kepada Allah,bermunajat serta memohon kepadanya agar berkenan mengeluarkan penyakit yang kotor ini dari dalam hatinya. f. Banyak mengingat mati. Abud Darda radhiallahu mengatakan,
132
Miswar : Tazkiyah Al-Nafs
”Seorang yang memperbanyak mengingat mati, niscaya akan sedikit girangnya dan sedikit pula sifat hasadnya” (Hilyatul Auliya 1/220). 4. Sifat Ujub a. Pengertian Ujub Ujub salah satu bentuk perbuatan yang merusak amal dan membinasakan pelakunya. Bahwasanya ujub adalah penyakit yang menghilangkan dan berlawanan dengan keikhlasan, menghilangkan rasa dzull (hina atau rendah) kepada Allah dan menunjukkan buruk dan jeleknya adabnya kepada Allah; maka ujub itu membanggakan diri dan buta aib dan kebukuran diri. Ujub adalah memperlihatkan ibadah dalam bentuk sombong dan membesarkan diri dari manusia dan memperbanyak amalan tersebut. Ujub itu temannya riya’, tapi riya’ itu perbuatan syirik kepada Allah dan yang dijadikan sekutu adalah makhluk selain dirinya, sedangkan ujub yang yang dijadikan sekutu adalah dirinya sendiri. Jadi riya’ itu beribadah kepada Allah tetapi disertai niatan dan tujuan lain dari perkara dunia. sementara ujub itu merasa hebat, paling pintar dan menyombongkan diri dihadapan Allah. Naudzubillahimindzaalik. Pelaku riya’ itu tidak merealisasi firman Allah ’Iyyaka na’budu’ (hanya kepada-Mu kami menyembah) sedang pelaku ujub tidak merealisasi firman Allah Iyyakanasta’iin (Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan). Maka barang siapa yang merealisasi ’iyyaka na budu’ menghilangkan riya’, sedangkan yang merealisasi ’Iyyaka nasta’iin’ menghilangkan ujub. Ujub itu di dalam hati sedangkan sum’ah itu dengan lisan dan sum’ah itu semakna dengan riya’ dalam hal sekutunya yaitu selain Allah dari makhluk. Maka sum’ah itu memperdengarkan amal kebaikannya kepada orang lain agar mendapat pujian atau dikatakan hebat. Di antara sifat yang terkumpul dalam ujub: a) b) c) d) e) f)
Buta dengan dosa yang telah ia lakukan; Menganggap kecil dosa yang banyak; Buta dengan kesalahan-kesalahannya; Perkataannya bukan kebenaran; Menimbulkan sombong dan bangga di atas orang lain; Menipu Allah SWT. yang ditunjukkan dengan amal dan ilmunya sampai seakan-akan ia adalah orang yang mendapat karunnianya (yang dipilih) Allah.
b. Mengobati Sifat Ujub 1. Mengenal Allah, merealisasi pengagungan kepada-Nya dengan sebenarbenarnya pengagungan, menegakkan peribadatan kepada-Nya dengan Asma dan sifat-Nya, sesungguhnya kebaikan itu semua ditangan Allah, rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Allah berfirman:
133
١٢٠١٤ ،
–
،١ د
ا
ا ا
ا:
ءا
إ
ﻭﻥﹶﺄﹶﺭﺠ ﺗﻪ ﻓﹶﺈﹺﻟﹶﻴﺮ ﺍﻟﻀﻜﹸﻢﺴ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﻣ ﺛﹸﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪﻦ ﻓﹶﻤﺔﻤ ﻧﹺﻌﻦ ﻣﺎ ﺑﹺﻜﹸﻢﻣﻭ Artinya: ”Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah lah datangnya”. (QS. An-Nahl: 53) 2. Mengenal dirinya, mengilmui tentang banyaknya ketergelincirannya dan menuruti syahwatnya serta mengenal aib-aibnya kemudian terus bersungguh-sungguh untuk memperbaikinya dan beristiqamah pada-Nya. 3. Dalam beramal tentu seseorang mengharapkan selamat dari hukuman Allah, dan dia tidak akan selamat dari hukuman Allah apabila ujub terhadap amalnya. 4. Semua amal kita apabila dibandingkan dengan nikmat yang diberikan Allah kepada kita tentu masih lebih banyak nikmat Allah yang kita terima yang harus kita syukuri, padahal kita tidak akan mampu mensyukuri nikmat-nikmat tersebut dengan sebenarnya. Lalu apa yang kita banggakan dari amal kita. 5. Berapa banyak bencana yang kita diselamatkan Allah darinya, padahal amal kita tidak seberapa dibanding bencana-bencana yang kita diselamatkan darinya. 6. Kalau kita renungkan salah satu dari lima resep tersebut pasti akan hilang dari kita sifat ujub yang tercela itu. 5. Terapi Hati: Urutan Istighfar Cahaya Hati : a. Membaca ”Astaghfirullaahal’azhiim wa atuubu ilaiih” (aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung dan kepadaNyalah aku akan kembali) 33 X. b. Membaca Dzikir Istighfar Asmaul Husna ”Allahumma Innaka Antal Ghofuurur Rohiim, Ghofuurun Halim, Ghofuurun Syakuur, ’Aziizun Ghofuur, ’Afuwwun Ghofuur, ’Afuwwun Qodiir, Tawwaabun Hakim, Tawwaabur Rohiim, Rohmaanur Rohiim”. 10 X. c. Membaca Sayyidul Istighfar (Mulai dari ”Allahumma Anta Robbii ...s.d. ... Fa innaahuu laa yaghfirudz dzunuuba illa Anta”) 10 X d. Membaca ”Astaghfiruka wa atuubu ilaiik” (aku mohon ampun padaMu dan kepadaMulah aku akan kembali) 10 X e. Membaca ”Hasbunallahu wani’mal wakiil, ni’mal maula wani’man nashiir” (Cukup Allah bagiku sebagai pelindung dan penolong, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung dan Penolong) 10 X f. Membaca ”Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ’aliyyil ’azhiim” (Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali atas izin/pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung) 10 X Keterangan : Jumlah frekuensi bacaan adalah relatif, semakin banyak semakin baik selama bisa dibaca fokus sepenuh hati. 134
Miswar : Tazkiyah Al-Nafs
6. Tujuan Tazkiyat Al-Nafs Tujuan dari upaya pembersihan diri ini akan terlaksana apabila telah melampai beberapa tahap. Tahapan ini merupakan sarana yang tepat sebagai upaya pelaksanaan Tazkiyah al-Nafs. Tahapan-tahapan tersebut adalah : a. Tathahhur (Upaya Mensucikan diri) Usaha seseorang untuk dapat memulai tazkiyat al-Nafs adalah melalui tathatur. Upaya ini diawali dengan taubat dan berjanji tidak akan mengulangi lagi segala perbuatan yang bisa mengotori jiwa atau hati, seperti nifaq, berdusta, khianat, mengingkari janji, hasud, riya’, kibir, sum’ah, ujub, su’udhan dan lain-lain. Ia harus mengikis habis segala yang bisa menggoda hatinya untuk kembali melakukan perbuatan-perbuatan kotor. Dengan cara ini, jiwanya akan terasa kosong dari penyakit-penyakit tadi, sehingga dapat dikatakan jiwanya bersih. b. Takhallaq (Upaya menghiasi diri dengan akhlak al-karimah) Setelah seseorang berusaha mensucikan diri dari perbuatan-perbuatan kotor pada jiwanya, maka ia harus berupaya mengisinya dengan perbuatanperbuatan mulia (akhlak mulia). Sifat-sifat seperti nifaq, berdusta, khianat, mengingkari janji, iri dengki, riya’, kibir, sum’ah, ujub, su’udhan dan lain-lain haruslah diganti dengan sifat-sifat akhlak mulia seperti jujur, amanah, tawakkal, sabar, tawadhu’, tadharru’, qana’ah, iffah, dan lain-lain. Dengan cara ini jiwa atau seseorang akan terhiasi perilaku-perilaku baik yang pada akhirnya perlu perwujudan dalam perilaku. c. Tahaqquq (Upaya merealisasikan kedudukan-kedudukan mulia atau biasa disebut Maqamatul Qulub) Upaya ini merupakan puncak dari proses tazkiyatal-Nafs, karena takhalluq merupakan cara dan jalan bagaimana seorang muslim dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT., sehingga ia akan memperoleh kedudukan yang mulia disisi-Nya.
C. Penutup Tazkiyatun Nafs pada hakikatnya adalah proses pembersihan jiwa dan hati dari berbagi dosa dan sifat-sifat tercela yang mengotorinya, dan selanjutnya peningkatan kwalitas jiwa dan hati tersebut dengan mengembangkan sifat-sifat terpuji yang diridhoi Allah SWT., serta potensi-potensi positifnya dengan mujâhadah, ibadah dan berbagi perbuatan baik lainnya, sehingga hati dan jiwa menjadi bersih dan baik serta berkwalitas. Yang selanjutnyamenjadikannya mempunyai sifat-sifat dan prilaku yang baik dan terpuji. Tazkiyah hati dan jiwa hanya bisa dicapai melalui berbagi ibadah dan amal perbuatan tertentu, apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai, seperti shalat, infaq, puasa, haji, dzikir, fikir, tilawah Alquran dan renungan. Maka dampak yang akan kita dapatkan adalah terealisirnya tauhid, ikhlas, sabar, syukur
135
١٢٠١٤ ،
–
،١ د
ا
ا ا
ا:
ءا
إ
dan santun. Adapun hasilnya dari Tazkiyatun Nafsi adalah lisan yang terkontrol dan komitmen adab-adab pergaulan.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Rosihon, (2009). Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia. Bangun, Ahmad, (2013). Pengenalan Pemahaman dan Pengaplikasian Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Miswar, (2013). Akhlak Tasawuf, Bandung: Citapustaka Media Perintis. Mustofa, Ahmad, (1997). Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, Cet. Ke-5. Nata, Abudin, (2011). Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sa’id, Hawwa, (2005). Tazkiyatun Nafs Intisari Ihyaulumuddin, Darus Salam.
136