Tangani Leptospirosis, Magister Keperawatan Gelar Pengmas di Sampang UNAIR NEWS – Dampak dari datangnya musibah banjir semakin beragam, mulai penyakit demam berdarah, diare, iritasi kulit, hingga leptospirosis. Penyakit leptospirosis sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira yang disebarkan melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi bakteri tersebut. Salah satu hewan yang mudah terinfeksi bakteri tersebut adalah tikus. Guna menanggulangi hal tersebut, sebagai bagian dari insan akademisi yang peduli dengan kehidupan masyarakat, Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan (FKp) UNAIR menggelar pengabdian masyarakat di Kelurahan Dalpenang, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, Madura pada Sabtu, (10/12). Pengabdian Masyarakat yang dihelat di Balai Kelurahan tersebut mengangkat tema “Kenali dan Cegah Leptospirosis”. Dalam sambutannya, Ketua Panitia Pengmas M. Saleh S.Kp. Ners, menjelaskan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi dari bencana banjir yang sering terjadi di daerah Sampang. Selain itu, meningkatnya kasus penyakit yang diderita masyarakat pasca banjir, seperti leptospirosis perlu segera ditangani, salah satunya dengan memberikan pengenalan dan cara pencegahannya. “Sebagai akademisi kami bertanggung jawab untuk mengatasi hal ini. Kami berkewajiban untuk mewujudkan masyarakat sehat,” papar mahasiswa asal Flores, Nusa Tenggara Timur. Di hadapan kader kesehatan, karang taruna, dan berbagai elemen masyarakat, H. Wakil, S.E, yang mewakili Lurah Dalpenang menuturkan bahwa penyakit yang diderita warganya pasca banjir semakin beragam. Ia menuturkan jika dulu umumnya hanya diare, kini sebagian warganya juga menderita leptospirosis.
“Kecamatan Sampang ini memang kecamatan yang selalu terdampak. Bahkan bisa 60 kelurahan kena. Di tahun 2016 saja, khususnya di kelurahan Dalpenang ini, sudah 19 kali terjadi banjir. Makanya pengmas ini sangat penting, terlebih dengan ini masyarakat lebih kenal dan bisa jadi bekal untuk pencegahan,” tuturnya.
Antusias: Mahasiswa Magister Keperawatan UNAIR Saat Memberikan Penyuluhan Kepada Masyarakat Kelurahan Dalpenang. (Foto: UNAIR NEWS) Ditemui di lokasi pengmas, Wakil Dekan I FKp UNAIR Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes, menjelaskan bahwa pengmas yang dilakukan oleh mahasiswanya ini merupakan bagian dari pengamalan tri dharma. Selain itu, bagi Kusnanto, pengmas menjadi bentuk dari aplikasi ilmu yang dipelajari oleh semua mahasiswanya di dalam kelas. ia juga menambahkan, bahwa pengmas di Kelurahan Dalpenang tersebut merupakan bagian project based learning dari mata kuliah yang didapat mahasiswa. “Jadi apa yang sudah dipelajari di kampus dapat terus
diaplikasikan di masyarakat,” tegasnya. Berbekal berbagai pengalaman melakukan pengmas di berbagai lokasi, Kusnanto tidak ingin jika pengmas dengan dana swadaya tersebut berjalan asal-asalan. Kusnanto terus berupaya memberikan terobosan kepada anak didiknya agar pengmas yang diadakan bisa benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal itu terbukti dengan cara pemberian materi secara paralel yang dibagi di tiap pos kecil dengan berbagai ragam materi yang berbeda. “Saya memang tidak mau kalau sekedar penyuluhan biasa, karena dampaknya kurang mengena. Oleh karena itu, kami buat paralel tiap pos dengan beragam materi, kalau demikian kan mahasiswa semua terlibat dan warga pun sangat antusias dan pemahamannya lebih mendalam,”
jelasnya.(*)
Penulis: Nuri Hermawan Editor: Dilan Salsabila
Sudah Saatnya, Penanganan Kesehatan Jiwa pada Pasien Penyakit Kronis di RSU UNAIR NEWS – Fokus penanganan kesehatan jiwa sekarang ini sudah saatnya untuk tidak hanya dilakukan di rumah sakit jiwa (RSJ) saja, tetapi saat sudah seharusnya dilakukan oleh komunitas-komunitas dan general hospital (rumah sakit umum/RSU). Hal ini perlu dilakukan karena pasien penyakit kronis di RSU juga tidak sedikit yang mengalami gangguan kejiwaan akibat penyakitnya, misalnya gelisah, cemas, stress, dsb. Dengan penanganan kesehatan jiwa di RSU maka diharapkan
pasien tidak jatuh menjadi depresi. Demikian Dr. Hanik Endang Nihayati, S.Kep. Ns., M.Kep, penanggungjawab Program Magister Keperawatan Minat Jiwa, Fakultas Keperawatan (FKp) UNAIR. Karena itu pula seperti Kamis (15/11) Program Magister Keperawatan Minat Jiwa FKp UNAIR melaksanakan pengabdian masyarakat di Rumah Sakit PHC (Primasatya Husada Citra) Surabaya. Sebanyak 19 mahasiswa S-2 peminat jiwa ini memberikan seminar dan pelatihan kepada perawat RS PHC tentang penanganan psikososial pada penyakit kronis di rumah sakit. ”Ini pengmas kami yang pertama, dan ini kita lakukan karena teman-teman dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) pun sepakat menggeser orientasi pembinaannya juga menggarap masalah psikososial di RSU,” lanjut Dr. Hanik kepada unair.news. Dengan pengmas pemberian pelatihan penanganan kesehatan jiwa ini, diharapakan menambah caring (keperdulian) pelayanan perawat kepada pasien di RSU. Bagi mahasiswa, sharing ini bisa memberi dampak positif yang bermanfaat bagi orang lain (perawat) dan lembaganya, serta akan meningkatkan kualitas dan kompetensi lulusan magister FKp UNAIR. Seperti diketahui, Program Magister Keperawatan FKp UNAIR ini terdapat empat peminatan, yaitu minat jiwa, komunitas, medical bedah, dan manajemen. Minat jiwa merupakan angkatan pertama (19 mahasiswa), sedangkan program Magister di FKP UNAIR sudah sembilan angkatan, dan saat ini jumlah mahasiswanya mencapai 109 orang. Pada minat jiwa, lanjut Hanik, biasanya orang melihat orientasinya pada psikiatri hospital, tetapi FKp UNAIR mencoba untuk membangun Askep (asuhan keperawatan) psikososial pada general hospital (RSU). Ini untuk membangun ikatan caring dan kompetensi perawat agar bagaimana mereka bisa berlaku caring.
DIPANDU mahasiswa S2 Minat Jiwa FKp UNAIR, perawat RS PHC mempraktikkan relaksasi dengan teknik “lima jari”. (Foto: Bambang Bes) ”Melihat masalah-masalah pada pasien penyakit kronis di RSU, maka kami mencoba melakukan pengabdian ini untuk membangun perilaku kecendekiawanan dengan meningkatkan caring perawat dengan pendekatan psikososial di general hospital,” tambah Hanik. Ranah atau orientasi yang digarap dalam penanganan gangguan/kesehatan jiwa ini, lanjut Dr Hanik, ada tiga hal. Pertama, individu yang sehat supaya menjadi produktif. Kedua, psikologis seseorang supaya tidak sakit, sehingga pada pasienpasien penyakit kronis itu termasuk yang beresiko, sehingga supaya tidak cemas, tidak jatuh pada depresi, dsb. Yang ketiga adalah gangguan, yaitu pasien yang mengalami gangguan jiwa seperti di RSJ supaya tidak kambuh. ”Kami mengambil yang beresiko ini agar bagaimana pasien-pasien yang mengalami sakit kronis, terutama di RSU, mereka bisa memiliki perilaku yang sehat. Jadi kita akan promosi kesana,” tambah dosen FKp UNAIR ini.
Mengapa sasaran pelatihan pada perawat? Karena perawatlah yang akan berhubungan dengan pasien, sehingga mereka bisa mengajari pasien. Misalnya bagaimana melakukan relaksasi untuk mereduksi kecemasan atau depresi, misalnya mereka diajarkan bagaimana melakukan relaksasi dengan teknik deep breathing (pernafasan dalam) dan teknik lima jari. Dengan cara ini diharapkan kecemasan akibat sakit apapun bisa berkurang. ”Kami berharap setelah dilatih ini para perawat di RSU benarbenar bisa menerapkan kepada pasien-pasiennya,” kata Dr. Hanik Endang Nihayati, seraya menjelaskan bahwa ada rencana setelah pengabdian di PHC ini akan ada lagi satu program pengmas mandiri, dan satu pengabdian lagi yang fokus pada resiko. (*) Penulis: Bambang Bes
Pengmas Magister Keperawatan UNAIR Tingkatkan ‘Caring’ Perawat RS PHC UNAIR NEWS – Bidang pengabdian masyarakat Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga mencatat sejarah baru. Didukung 19 mahasiswa angkatan perdana peminatan jiwa pada Program Magister Keperawatan FKp UNAIR, mereka melaksanakan pengabdian masyarakat di RS Primasatya Husada Citra (PHC), Kamis (24/11). Kegiatan ini merupakan rintisan pengmas pertama mahasiswa peminatan jiwa angkatan pertama dari sembilan angkatan Program Magister Keperawatan di FKp UNAIR. Tema pengmas Program Magister Keperawatan UNAIR di RS PHC ini “Meningkatkan Caring Perawat Melalui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Psikososial pada Penyakit Kronis di Rumah Sakit”.
Seminar ini diikuti perawat RS PHC, dan dibuka oleh Kepala RS PHC Dr. Drg. Dwi Aryani, MARS. Hadir dalam acara ini adalah Dekan Fakultas Keperawatan UNAIR Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons). Prof. Nursalam mengatakan sangat mendukung dengan seminar yang dilaksanakan bekerjasama dengan RS yang sudah bertipe B ini. Topik caring dalam penanganan psikososial dipilih yang dijadikan topik, menurutnya, karena semua ners harus mempunyai jiwa caring (perduli). Caring yang dimaksudkan Prof. Nursalam, bahwa perawat itu harus memiliki tiga hal. Pertama, kaya hati (golden heart), kedua harus kaya ilmu supaya bisa memberi keopada orang lain. Yang ketiga harus kaya secara benar-benar, supaya kita juga benar-benar bisa memberi. ”Itu yang harus kita bangun untuk perawat, sehingga dalam caring ini ada nuansa tanggungjawab, care/perduli, perhatian (kepada pasien) dsb. Terkait dengan psikososial, ada banyak aspek yang harus diperhatikan untuk dirawat, jadi bukan hanya aspek biologisnya tetapi juga psikologis dan aspek sosial. Itu semua yang harus disentuh,” kata Prof. Nursalam, Guru Besar FKp UNAIR ini. Dalam seminar dan pelatihan di PHC dengan tema diatas, disampaikan oleh Rustafariningsih, S.Kep.NS., serta oleh Dr. Hanik Endang Nihayati, S.Kep. Ns., M.Kep., selaku penanggungjawab Peminatan Jiwa Program Magister Keperawatan FKp UNAIR.
PERAWAT PHC Surabaya dilatih deep breathing (pernafasan dalam), teknik untuk mengurangi rasa cemas, stres, atau depresi pada pasien. (Foto: Bambang Bes) “Kamis Ilmiah” Sementara Kepala RS PHC Dr. drg. Dwi Aryani, MARS., berharap kerjasama ini bisa berlanjut dan saling membawa manfaat untuk kedua pihak, yang intinya untuk meningkatkan caring ners, baik keilmuan dan keterampilannya. Bagi PHC, hal demikian sesuai dengan komitmen dan nilai-nilai lembaga yaitu professional, care, dan accountable. ”Jadi ilmu tentang caring ini harus selalu di-update supaya nanti aplikasi dalam pelayanan keperawatan pada pasien menjadi lebih baik. Harapan kami seperti itu, karena RS PHC ini tipe B, makin besar, disini ada 247 kamar, pasiennya makin banyak. Jadi agar nilai-nilai tadi bisa dicapai dengan memberikan pelayanan yang caring,” tambah Dwi Aryani. Kerjasama dengan FKp UNAIR ini merupakan yang pertama. Karena itu kedepan diharapkan bisa berlanjut. Apalagi, kata Dwi,
secara informal Prof. Nursalam ingin ”menitipkan” mahasiswa S2 FKp UNAIR untuk residen di PHC. Karena fasilitasnya dinilai sudah memenuhi syarat, maka pihaknya juga akan mendorong nanti diadakan MoU. ”Sebab disini juga dipakai PKL mahasiswa keperawatan PTS dan praktik dokter muda dari suatu PTS. Kalau nanti ada residen mahasiswa S2 Keperawatan UNAIR maka akan semakin memberi nilai tambah bagi perawat disini. Intinya kerjasama itu akan menguntungkan kedua pihak,” katanya. Sekarang pun, perawat atau paramedis di PHC diminta untuk senantiasa meningkatkan ilmu dan keterampilannya. Caranya, setiap Kamis diadakan kegiatan bersifat edukatif, ”Kamis Ilmiah.” Karena itu ketika ada tawaran kerjasama dengan UNAIR pihaknya langsung menerima. Sekarang juga sudah ada lima ners PHC yang lulus D3 dikirim studi lanjut S1 Keperawatan di FKp UNAIR. ”Yang
studi
lanjut
ke
S-2
belum,
tetapi
sudah
dalam
perencanaan,” kata Dwi Aryani, yang kini membawahi 543 keryawan itu, 284 diantaranya perawat. (*) Penulis: Bambang Bes
Esti Yunitasari Wisudawan Terbaik FKM, Dessy Wulansari S1 Psikologi UNAIR NEWS – Berawal dari profesinya saban hari, timbul motivasi besar dari Esti Yunitasari untuk mengambil tema disertasinya tentang kesehatan perempuan dalam kaitan dengan
penyakit kanker serviks. Ternyata, disertasi itulah yang ikut mengantar Esti menjadi wisudawan terbaik S-3 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga. Ia meraih IPK 3,96.
Esti Yunitasari wisudawan terbaik S-3 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) dengan IPK 3,96. (Foto: Istimewa) Dosen Fakultas Keperawatan UNAIR yang mengampu mata kuliah Maternity Nursing ini, mengangkat disertasi “Pengembangan Model Asuhan Keperawatan Koping Berbasis Adaptasi Roy dalam Upaya Meningkatkan Resiliensi Pasien Kanker Serviks Post Radikal Histerectomy yang mendapatkan Kemoterapi.” “Sebagai perawat saya punya empati terhadap perempuan yang terkena kanker serviks. Jadi saya berusaha meningkatkan resiliensi terhadap kondisinya. Harapan saya meski perempuan itu menjadi survivor cancer tetapi secara peran fungsi sebagai perempuan tidak terganggu,” jelasnya. Melihat perkembangan penyakit kanker serviks di Indonesia yang menduduki peringkat pertama penyebab kematian perempuan, Esti
berhasil meningkatkan resiliensi dengan menggunakan pengembangan Model Adaptasi Roy. Yakni dengan model ini berhasil meningkatkan resiliensi pasien kanker yang bertujuan dapat digunakan sebagai upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas bagi perempuan yang menderita kanker serviks. Esti menjalankan peran sebagai seorang ibu, istri, dosen, perawat, dan aktif dalam organisasi perawat maternitas Jatim. Meski demikian, tak menghalanginya untuk berprestasi di bidang akademik. Meski banyak kendala yang ia alami saat perkuliahan, ia optimis dengan yang dijalani. Sebab ia percaya, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan doa dan usaha. “Selama kuliah S-3, ini pasti ada masalah dan kendala. Tapi saya terus berikhtiar mencari inspirasi untuk memecahkan masalah. Sebab, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Jadi harus semangat, berusaha dan berdoa. Sejatinya berprestasi bukan hanya sekedar prestasi akademik semata, tetapi juga prestasi dalam bidang lainnya,” tambahnya. Makanan Instan’ Tak Menyehatkan
Dessy Wulan Sari wisudawan terbaik S-1 Fakultas Psikologi Universitas Airlangga dengan
IPK 3,68. (Foto: Istimewa) SEDANGKAN Dessy Wulan Sari tertarik dengan topik work engagement sebagai satu aspek penting mendorong keberhasilan perusahaan/organisasi.Dari skripsinya yang berjudul “Hubungan antara Persepsi pada Leader -Member Exchange (LMX) dengan Work Engagement pada Karyawan Tetap Non-Manajerial di Rumah Sakit Bedah Surabaya” ikut mengantarkan meraih predikat wisudawan terbaik S-1 Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Ia meraih IPK 3,68. Dalam penelitiannya, dara kelahiran Surabaya tahun 1993 ini mengungkap, isu kepemimpinan menjadi hal yang cenderung dikeluhkan banyak karyawan. Sebanyak 43% dari karyawan responden merasa tidak puas dengan pimpinannya. Karena itu ia tertarik mengkaji hubungan antara persepsi pada LMX dengan tingkat work engagement pada karyawan tetap non-manajerial di Rumah Sakit Bedah Surabaya. “Orang tua terus menyemangati saya untuk segera menyelesaikan studi,” kata anggota Paduan Suara UNAIR ini. Diakui, bukan hal mudah meneliti work engagement dalam instansi/perusahaan. Sebab penelitian ini berkaitan dengan data krusial, seperti turnover, review kinerja karyawan, feedback customer, dan beberapa data lain. Tapi akhirnya pihak RS bersedia. Saat presentasi hasil skripsinya, Dessy sempat merasa kurang percaya diri dengan penelitian ini dan beberapa kali mengalami kejadian tidak mengenakkan, diantaranya kehilangan data kuantitatif yang sudah diolah. “Saya sangat bersyukur karena semua hambatan bermunculan, kini terbayar dengan hasil akhirnya. Melelahkan, tapi pengalaman saya dua semester melakukan penelitian itu cukup membuat saya berproses,” paparnya. Pesan Dessy kepada mahasiswa yang masih berproses, bahwa
apapun yang kita kerjakan, nikmatilah prosesnya. Karena ‘makan yang instan’ itu tak selalu menyehatkan. Jadi berproseslah. ”Making a mistake is a proof that we have tried. Itu wajar. Tapi jangan terus bertoleransi dengan kesalahan yang sama. Itu menunjukkan kita tidak belajar dari pengalaman,” tuturnya. (*) Penulis: Disih Sugianti & Lovita Marta Fabela Editor: Bambang ES
Mahasiswa Profesi Keperawatan UNAIR PKL di Krembangan Surabaya UNAIR NEWS – Mahasiswa Program Professi Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga ikut meramaikan acara Pemkot Surabaya “Roadshow Pahlawan Ekonomi” yang digelar di Kelurahan Dupak Bandarejo, Kecamatan Krembangan, Minggu (16/10) pagi. Stand mahasiswa FKp paling banyak dikunjungi warga, terutama para lansia (lanjut usia) yang ingin melakukan tensi, pengecekan gula darah dan konsultasi kesehatan. Acara belum mulai bahkan sudah banyak “mencuri start” yang minta dilayani. Zaki Mubarak, Ketua Panitia FKp UNAIR dalam baksos ini mengatakan, mahasiswa yang terjun dalam roadshow ini merupakan kelompok B-17 gelombang I. Mereka selama enam minggu sebelumnya sudah melakukan PKL (Praktik Kuliah Lapangan) di RW IV dan RW V Kelurahan Dupak Bandarejo. Karena PKL-nya kurang satu minggu, dan kebetulan di wilayah ini mendapat giliran roadshow “Pahlawan Ekonomi”, maka atas undangan lurah setempat, mahasiswa PKL diminta membuka layanan sosial tersebut.
”Secara bergiliran yang bertugas melakukan pengecekan gula darah dan tensi adalah mahasiswa S1, sedang yang melayani konsultasi kesehatan ini kami hadirkan sejawat S2 Keperawatan,” kata Zaki. Dijelaskan, yang dimaksud Kelompok B-17 ini adalah mahasiswa Program Pendidikan Professi (S1) FKp yang berasal dari alih jenis (D3) atau yang sudah bekerja (tugas belajar). Angkatan B-17 Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga ini terdapat 83 orang, dibagi dalam dua gelombang. Gelombang I ini terdapat 40 mahasiswa, sedang gelombang II sisanya akan melakukan PKL selanjutnya, mulai minggu kedelapan dan seterusnya. ”Jadi PKL ini semacam KKN (Kuliah Kerja Nyata) itu, tetapi dalam aktivitas ini kami harus setahu dan dalam arahan serta pengawasan Puskesmas setempat,” tambah Zaki Mubarak. Program kerja yang dilaksanakan selama KKL ini, secara garis besar ada empat hal: yaitu masalah kesehatan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), kesehatan lingkungan, kesehatan remaja, dan kesehatan lansia. Termasuk didalamnya UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) pada sekolah-sekolah yang ada. Jadi semua diperuntukkan warga masyarakat setempat: apa yang dibutuhkan warga, tindak lanjutnya, dan sebagainya. “Sehingga tugas yang kami lakukan disini antara lain penyuluhan-penyuluhan semua masalah kesehatan, jadi termasuk tentang gaya hidup sehat. Karena itu dengan diikutkan dalam roadshow ini kami juga berterima kasih, sebab kami bisa memberi penyuluhan secara lebih luas kepada masyarakat yang datang di acara ini,” tambah Zaki Mubarak. (*) Penulis: Bambang Bes
Terbantu Pengemudi Ojek, Nadia Jadi Lulusan Terbaik S2 FKp UNAIR NEWS – Keterbatasan dalam sarana transportasi dan tidak memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi) bukan menjadi kendala bagi Nadia Rohmatul Laili, M.Kep untuk menyelesaikan studinya di program Magister (S-2) Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga. Malah, pada wisuda September 2016 ini, ia terpilih sebagai wisudawan terbaik dengan IPK 3,98. Dengan tersediaan aplikasi ojek online mempermudah baginya untuk berkeliling mengambil data penelitian di semua Puskesmas di Surabaya. Ia butuh waktu tujuh minggu untuk ambil data itu. Lalu Nadia mencari pengemudi ojek yang mau mengantarkan untuk waktu berbulan-bulan itu. Seorang driver ojek online menerima tawaran itu, jadilah ia partner Nadia untuk antar-jemput saat ia pooling data. “Saya serahkan daftar Puskesmas se-Surabaya beserta alamatnya, dia yang menentukan Puskesmas mana dulu yang harus dituju. Malah kadang ia mengingatkan bahwa saya ada janji dengan kepala Puskesmas tertentu, hari apa jam berapa. Jadi selain dapat driver, saya serasa punya asisten penelitian,” katanya. Terkait tesisnya, Nadia mengangkat penelitian berjudul “Perilaku Perawat dalam Penerapan Edukasi Diabetes Mellitus berbasis Theory of Planned Behavior”. Ia mengulas mengenai tindakan penerapan edukasi Diabetes Mellitus oleh perawat Puskesmas se-Kota Surabaya yang berjumlah 62 Puskesmas ini. Usaha dan kerja keras itu akhirnya membuahkan hasil memuaskan. Ia meraih nilai A untuk tesisnya. Gadis asal Sidoarjo ini mengaku bahwa niat, komitmen, dan disiplin pada dirinya merupakan hal yang penting untuk meraih hasil yang memuaskan ini. “Tiap ada tugas kuliah atau ujian, saya selalu membuat
janji dengan diri saya: kapan harus mengerjakan, harus belajar, dan bagaimana harus mengerjakan,” katanya. Atas predikat wisudawan terbaik ini, Nadia merasa senang karena mampu membahagiakan orang tuanya. Ia bercita-cita untuk menjadi seorang akademisi, sehingga dirinya tetap fokus pada penelitian Diabetes Mellitus (DM) seperti yang ia tekuni ketika kuliah S-I. “Saya berterima kasih kepada orang tua, para dosen, dan teman-teman yang sudah memotivasi dan membantu mengerjakan tesis ini. Saya juga berterimakasih kepada tukang ojek itu, karena mau saya ajak curhat dan diskusi masalah tesis meskipun nggak ada background keperawatan,” katanya bangga. (*) Penulis: Faridah Hariani Editor: Dilan Salsabila
FKp UNAIR Bekali Mahasiswa dengan Kompetensi BTCLS UNAIR NEWS – Diberlakukakannya Masayarakat Ekonomi Asean (MEA) di tahun 2015 lalu, menuntut perawat pada sebuah pelayanan kesehatan memiliki pengetahuan dan skill tentang Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS). Hal inilah yang mendorong Fakultas Keperawatan (FKp) UNAIR, melakukan kerja sama dengan Badan Diklat PPNI Provinsi Jawa Timur untuk mengadakan pelatihan BTCLS di Kampus FKP UNAIR. Acara yang berlangsung dari tanggal 19 hingga 21 Agustus 2016, diutamakan untuk mahasiswa tingkat terakhir dalam upaya pembekalan menuju dunia kerja. Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) sendiri merupakan tindakan untuk memberikan pertolongan pada korban bencana atau
gawat darurat guna mencegah kematian dan kerusakan organ. Pada kegiatan BTCLS terdapat enam fase, yakni fase deteksi, fase supresi, fase pra rumah sakit, fase rumah sakit dan fase rehabilitasi. Perlunya BTCLS tidak hanya berkaitan dengan prasyarat untuk sebuah profesi, melainkan dianggap penting dengan melihat kasus kejadian di lapangan. Sebagai gambaran, khususnya kecelakaan lalu lintas dan bencana alam saat ini meningkat. Dari peristiwa gawat darurat tersebut tidak semua korban meninggal di tempat, tetapi justru yang terbanyak meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit atau puskesmas. Hal ini terjadi karena keterampilan BTCLS ini belum disiapkan secara baik. Rangkaian pelatihan yang disambut antusias oleh peserta tersebut, diawali dengan pre test BTCLS yang bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan peserta terkait kegawatdaruratan trauma dan kardiovaskular. Hal ini guna memberikan gambaran kepada peserta tentang konten dari pelatihan BTCLS. Lalu dilakukan ujian evaluasi baik teori maupun praktik pada hari terakhir. “Kita memang ingin mempersiapkan mahasiswa keperawatan agar mampu menangani pasien-pasien dengan kasus-kasus trauma dan kardiovaskular, sehingga dapat menekan tingkat kecacatan maupun kematian akibat kasus trauma dan jantung,” ujar Dr. Hanik.Endang Nihayati, S.Kep. Ns., M.Kep selaku dosen di departemen Keperawatan Jiwa, Gerontik dan komunitas FKp UNAIR, sekaligus penanggungjawab acara pelatihan. (*) Penulis : Okky Putri Rahayu Editor : Nuri Hermawan
Putu Widhi, Tak Sia-sia Tinggalkan Keluarga, Jadi Wisudawan Terbaik Keperawatan UNAIR NEWS: Bagi perempuan yang telah menikah dan memiliki buah hati (anak), meninggalkan keluarga demi melanjutkan studi merupakan salah satu tantangan. Namun, berkat keteguhan hatinya, Putu Widhi Sudariani berhasil merampungkan studi dan predikat wisudawan terbaik jenjang S-2 Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga. Ia berhasil meraih IPK 3,88. Ketika sedang sibuk-sibuknya menjalani residensi di Rumah Sakit UNAIR, anaknya yang berusia tiga tahun, sempat jatuh sakit. Di satu sisi, ia harus merampungkan studi, sementara anaknya sedang sakit dan membutuhkan kehadiran dirinya. ”Terus terang, kendala paling besar yang saya hadapi itu adalah ketika anak saya sakit dan harus masuk rumah sakit tanpa ada saya yang mendampingi. That was horrible. I felt bad for my son at that time. And I would never, ever, forget that moment,” tutur penulis tesis “Pengembangan Model Kompetensi Kepemimpinan Kepala Ruang Keperawatan RSUD Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat”. Pada tahun 2015, perempuan kelahiran 15 Oktober 1986 ini telah bekerja sebagai Koordinator Verifikasi Internal RSUD Kota Mataram. Kemudian, Widhi memperoleh izin tugas belajar dari Pemkot Mataram untuk fokus menyelesaikan studi. Perjuangannya untuk fokus kuliah dan mendalami riset telah berbuah manis. Ketika menjalani residensi, Widhi dan kawannya yang lain di RS UNAIR diminta untuk membuat inovasi dalam bidang keperawatan. Saat ini, alumnus SMUN III Mataram ini masih menunggu keputusan dari Badan Kepegawaian Daerah Kota Mataram untuk
penempatan kerja kembali. Ia mengaku membutuhkan surat pengembalian dari kampus sebagai notifikasi bahwa masa studinya telah selesai. “Terlepas dari urusan kampus, I think I’m a happy wife and a proud mother. I’m currently enjoying being near of my family,” pungkasnya. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.
Resmi Dilantik, 107 Ners Baru Siap Hadapi Tantangan MEA UNAIR NEWS – Sebanyak 107 wisudawan Program Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan (FKp) UNAIR, resmi dilantik oleh Rektor UNAIR yang diwakili oleh Wakil Rektor II, Dr. Muhammad Madyan, S.E., M.Si., M.Fin. Acara yang dihelat di Aula Garuda Mukti Gedung Manajemen lantai 5 pada Selasa (2/8), tersebut merupakan yang kedua kalinya ditahun 2016, setelah pelantikan ners periode I yang dihelat pada 1 Maret lalu. Selain para orang tua pendamping wisudawan, pelantikan tersebut juga dihadiri oleh Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku Dekan FKp UNAIR, Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD-KPTI selaku Direktur Rumah Sakit UNAIR, dr. Anang Indaryanto selaku Kepala Bidang Diklat RSUD dr. Soetomo, dan juga para stakeholder yang telah menjalin kerjasama dengan UNAIR, terutama dalam bidang keperawatan. Mengenai peran profesi keperawatan dalam era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), Prof. Nursalam mengatakan, para ners baru yang dilantik harus memiliki tiga prinsip, yaitu self reform guna
mereformasi diri sendiri untuk menjadi lebih baik, interconnecting guna membangun jejaring dengan stakeholder. “Dan yang ketiga adalah spirit fighting, jadi adik-adik jangan mudah menyerah,” ujarnya memberikan wejangan dihadapan para wisudawan. Prof. Nursalam juga mengungkapkan bahwa FKp UNAIR telah terakreditasi A, dan hal tersebut juga menjadikan fakultas yang ‘didirikan’ pada tahun 1999 tersebut sebagai fakultas bidang keperawatan terbaik se-Indonesia Timur. “Walaupun kita masih muda (umur fakultas 17 tahun, red), tapi kita bisa menjadi yang terbaik di Indonesia bagian timur dalam bidang keperawatan, jadi bapak ibu pantas bersyukur putraputrinya telah lulus dari salah satu pendidikan terbaik,” ungkapnya disambut tepuktangan hadirin. Dalam kesempatan tersebut, Warek II UNAIR, Dr. M. Madyan berpesan kepada para ners yang baru dilantik, agar senantiasa menanamkan sikap ikhlas dalam individu masing-masing. Pasalnya, profesi keperawatan memiliki tuntutan untuk melayani pasien dirumah sakit selama 24 jam. “Profesi keperawatan adalah posisi sentral, karena harus melayani keluhan pasien dalam 24 jam, jadi kualitas pelayan sebuah rumah sakit tercermin dari kualitas pelayanan dari perawatnya. Maka dari itu, tanamkan pada diri kalian sikap ikhlas, terutama ikhlas dalam melayani,” ujarnya. “Saya ucapkan selamat kepada para wisudawan yang telah dilantik. Buktikan bahwa anda merupakan lulusan UNAIR dengan kinerja yang bagus dan performa terbaik kalian,” imbuhnya mengakhiri.(*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Nuri Hermawan
MEDSCUPE, Mesin Ergonomis Pencegah Sampel Tertukar di Rumah Sakit UNAIR NEWS – Sering mendengar kasus tertukarnya hasil laboratorium, sampel darah, sampel jaringan, urin, fases, dsb di rumah sakit? Berangkat dari kasus yang Merugikan pasien itulah lima mahasiswa Universitas Airlangga membuat karsa cipta alat “MEDSCUPE” sebuah mesin ergonomis yang mampu mencegah tertukarnya sampel di rumah sakit. Itulah karya tim Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Karsa Cipta (PKM-KC) mahasiswa UNAIR yang dipimpin Mokhammad Dedy Batomi (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), dengan anggota Mokhammad Deny Basri (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), Masunatul Ubudiyah (Keperawatan 2013), Pratama Bagus Baharsyah (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), dan Sucowati Dwi Jatis (Keperawatan 2014). Mereka bersyukur dengan menjadi salah satu penerima dana hibah PKM dari Kemenristek DIKTI tahun 2016, merupakan kebanggaan tersendiri sebagai wujud kontribusi untuk almamaternya. Apalagi jika kelak mendapat kesempatan berlaga di PIMNAS ke-29 di IPB Bogor. “Mau tidak mau, suka tidak suka ini merupakan prinsip dalam hidup kami sebelum masuk UNAIR. Jadi berkontribusi itu wajib hukumnya, apalagi kami kuliah dibiayai oleh negara,” ujar Dedy. Sependapat dengan Dedy, Masunatul juga punya alasan kenapa ia mengikuti kompetisi ini. “Sebenarnya kami semua tidak hanya
melulu ingin masuk nominasi PKM, namun lebih dari itu kami ingin meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit Indonesia melalui inovasi yang kita ciptakan ini,” tambah Masunatul. Menurut penelitian tim dengan judul “MEDSCUPE: (Medical Specimens Cube Shipper) Alat Ergonomis Pengirim Dan Direct Labelling Spesimen Pasien Berbasis Pengolahan Citra Solusi Kasus Malpraktek Sampel Tertukar Di Laboratorium Medis”, diterangkan bahwa saat ini mungkin masyarakat sudah tidak asing lagi dengan kasus malpraktik, sampel uji tertukar, tidak valid, dan hasil uji lab yang lama tersampaikan, bahkan hilang.
ALAT MEDSCUPE yang untuk memisah-misah lab: sampel darah, urin, dsb di rumah agar tidak tertukar. Dok Tim)
dibuat hasil fases, sakit (Foto:
Sebenarnnya semua itu disebabkan banyak faktor, bisa dikarenakan tenaga kerjanya atau alat yang digunakan, namun melihat semua itu pihak rumah sakit tak hanya tinggal diam. Kini di sejumlah rumah sakit sudah mulai dibangun mesin pipa penghantar specimen uji ke laboratorium.
Mengapa ini penting? Karena pada dasarnya specimen harus cepat diuji agar komponen di dalamnya tidak berubah. Selain itu juga menghindari peluang sampel tertukar saat semua dikerjakan secara manual. Sayangnya, mesin ini belum secara penuh mengontrol otomatis pengiriman sampel. Sesampainya sampel di ruang laboratorium, petugas masih harus memilah-milah sampel sesuai jenis untuk diantarkan ke tempat uji masiing-masing. Banyak sekali jenisnya, ada darah, urin, feses, jaringan, sputum dan lain-lain. Darah sendiri masih banyak jenis pemeriksaannya, terdiri dari uji plasma, eritrosit, leukosit, dan lain-lain. “Hal ini membuka peluang tertukarnya sampel dan memakan waktu yang lebih lama. Itulah yang mengilhami tim PKM kami membuat sebuah terobosan baru dengan judul seperti diatas,” tambah Dedy. Medscupe (Medical Specimens Cube Shipper) merupakan alat yang mempunyai sistem kendali dan kontrol spesimen berbasis pengolahan citra warna. Alat ini mampu meningkatkan efisiensi proses pelabelan maupun pengiriman spesimen pasien ke laboratorium, sehingga diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kasus malpraktik sampel tertukar di laboratorium medis. Efisiensi Medscupe terletak pada bagian pipa terakhir yang berhenti di ruang Lab medis rumah sakit. Medscupe memberikan percabangan otomatis yang memiliki kamera scanning citra solusi dan slot khusus pemisah sesuai warna yang dideteksi. Dengan begitu, specimen dengan cepat akan terklasifikasi dan sampai di tempat analisis jenis specimen masing-masing dengan tepat. Berbicara kendala, Deny mengatakan sejak awal dalam proses pembuatan prototype alat ini memang sering ditemukan banyak kendala, mulai dari pembelian komponen sampai tahapan akhir yaitu programming dan scanning.
“Kita sekelompok tidak dari satu fakultas, yaitu dari dua fakultas: Voaksi dan Keperawatan, sehingga bisa dipastikan jam kuliah kami juga berbeda. Dampaknya, waktu untuk berkumpul untuk sekadar diskusi atau menyelesaikan alat ini juga susah, sehingga waktu ba’da salat maghrib sampai jam 22.00 malam selalu kami sisihkan untuk membuat alat ini setiap minggunya,” tambahnya. Saat ditanya harapan kedepannya tentang prototype ini, Deny mempunyai harapan besar untuk bisa menjalin mitra dan alatnya bisa diterapkan mengingat urgency kebutuhan di pelayanan kesehatan. “Saya berharap alat ini nanti bisa dipatenkan dan terlebih bisa digunakan di pelayanan kesehatan, dan juga semoga PKM KC ini mempu menembus PIMNAS dan pulang membawa juara untuk Universitas Airlangga,” katanya berharap. (*) Penulis : Sucowati Dwi Jatis. Editor : Bambang Bes.