Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Sumber Lemak Nabati dalam Pakan Pembesaran Ikan Beronang Siganus guttatus Neltje N. Palinggi dan Samuel Lante Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka no 129 Maros 90512
[email protected]
Abstract Neltje N. Palinggi dan Samuel Lante. 2013. Vegetable Oil Source in Rabbit Fish (Siganus guttatus) Feed Grow Out. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. This study aimed to find out the source of vegetable fat in rabbit fish feed, Siganus guttatus right to obtain optimal. Meeting the needs of fat as an energy source in fish feed can be obtained from animal and vegetable fats. Provision of animal and vegetable fats in the diet is necessary to meet the needs of omega-3 and omega-6 in the growth process of fish. One of the activities is the fat needs to know the exact source of vegetable fat for fish rearing beronang test fish used in this experiment was a fish beronang average size of 105.62±18.9 g/fish. Test fish stocked in the tub size 1 x 1 x 2 m3 at a density of 15 fish/tub and fed dry pellet testing with the tested treatment is a different source of vegetable fat is soybean oil, corn oil, canola oil and palm oil. Given the satiation feed 3 times a day. Obtained during 20 weeks of maintenance vegetable fat sources that can be used in fish feed beronang enlargement is soybean oil, corn oil and canola oil to provide daily growth rate, feed conversion ratio, protein retention, fat retention, and survival rate amounted to 0.34% -0.46% / day; 0.47 to 0.64; 34.57% -36.36%, 28.56% -39.72%, and 82% -98%. Keywords: Feed; Rabbit fish; Vegetable oil
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber lemak nabati dalam pakan pembesaran ikan beronang, Siganus guttatus yang tepat untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal. Pemenuhan kebutuhan lemak sebagai sumber energi dalam pakan ikan dapat diperoleh dari lemak hewani dan nabati. Pemberian lemak hewani dan nabati dalam pakan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan omega-3 dan omega-6 dalam proses pertumbuhan ikan. Salah satu kegiatan pemenuhan kebutuhan lemak adalah dengan mengetahui sumber lemak nabati yang tepat bagi pembesaran ikan beronang Ikan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah ikan beronang ukuran rata-rata 105,62±18,9 g/ekor. Ikan uji ditebar dalam bak ukuran 1 x 1 x 2 m3 dengan kepadatan 15 ekor/bak dan diberi pakan uji berupa pelet kering dengan perlakuan yang dicobakan adalah sumber lemak nabati berbeda yaitu minyak kedelai, minyak jagung, minyak kanola dan minyak kelapa sawit. Pakan diberi secara satiasi 3 kali sehari. Selama 20 minggu pemeliharaan diperoleh sumber lemak nabati yang dapat digunakan dalam pakan pembesaran ikan beronang adalah minyak kedelai, minyak jagung dan minyak kanola dengan memberikan laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan kelulusanhidupan masing-masing sebesar 0,34%-0,46%/hari; 0,47-0,64; 34,57%-36,36%; 28,56%-39,72% dan 82%-98%. Kata kunci: Pakan; Ikan beronang; Lemak nabati
Pendahuluan Pada pembesaran ikan beronang, masalah pakan belum tersedia secara komersial, pembudidaya kadang-kadang menggunakan pakan ikan bandeng, meskipun spesifikasi kebutuhan nutrisi dalam pakan untuk kedua jenis ikan ini mungkin berbeda. Untuk memenuhi kebutuhan pakan buatan yang berkualitas perlu dilakukan kegiatan riset yang mengarah pada kebutuhan makro dan mikro nutrien untuk pakan ikan beronang. Adapun kebutuhan makro nutrien ikan beronang antara lain adalah protein dan lemak. Beberapa peneliti telah melaporkan kebutuhan protein ikan beronang. Basyari dan Tanaka (1986) melaporkan bahwa kadar protein pakan 35-46% memberikan pertumbuhan yang baik untuk juvenil beronang Siganus javus ukuran 4,7–13 g. Ikan
268
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
beronang Siganus canaliculatus ukuran sekitar 15 g membutuhkan pakan dengan kandungan protein sekitar 45% untuk tumbuh optimum (Purba, 2004). Selain protein, lemak juga mempunyai peranan penting dalam menunjang pertumbuhan ikan beronang. Lemak merupakan sumber energi yang potensial dan mudah dicerna, pembawa vitamin yang terlarut, komponen membran sel yang menguatkan ketahanan membran dan meningkatkan absorbsi nutriea (Boonyaratpalin et al., 1995). Bagi ikan laut, lemak merupakan sumber nutrisi utama (Froyland et al., 2000; Sargent et al., 2002; Tocher, 2003). Ikan laut membutuhkan HUFA rantai panjang n-3 dan n-6 dari pakan untuk pertumbuhan yang optimum (Ibeas et al., 2000; Yildiz, 2008). Giri et al. (1999) melaporkan bahwa kebutuhan lemak dalam pakan juwana ikan kerapu bebek adalah 9%. Sementara ikan kerapu, Epinephelus malabaricus, membutuhkan lemak 8% dalam pakannya (Chen dan Tsai, 1994). Ikan kakap membutuhkan lemak 12% dalam pakannya (Wong dan Chou, 1989) sedang kakap putih membutuhkan lemak 18% untuk memperoleh pertumbuhan tertinggi (Sakaras et al., 1986). Parazo (1990) menyimpulkan bahwa pakan yang cukup ekonomis untuk juvenil ikan beronang Siganus guttatus yaitu pakan dengan kandungan protein 35% dan lemak 8,9% serta energi metabolisme sekitar 3832 kkal/kg. Pemenuhan kebutuhan lemak sebagai sumber energi dalam pakan ikan dapat diperoleh dari lemak hewani dan nabati. Pemberian lemak hewani dan nabati dalam pakan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan omega-3 dan omega-6 dalam proses pertumbuhan ikan (Watanabe, 1982). Ikan kerapu bebek membutuhkan lemak hewani dan nabati sebagai sumber energi dalam pakannya. Sumber lemak hewani dan nabati yang baik bagi ikan kerapu bebek adalah minyak ikan lemuru dan minyak kedelai (Kabangnga, et al., 2004). Sementara perbandingan minyak ikan lemuru dan minyak kedelai yang baik dalam pakan ikan kerapu bebek adalah 2:1 (Palinggi dan Laining, 2004). Menurut Smith, et al. (2003) sebagai sumber energi dalam pakan ikan kerapu bebek, penggunaan lemak yang mengandung rantai asam lemak menengah (MCFA) lebih baik daripada lemak yang mengandung rantai asam lemak panjang (LCFA). Berdasarkan hal di atas maka perlu dikaji sumber lemak nabati yang dapat digunakan dalam pakan pembesaran ikan beronang, Siganus guttatus untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal.
Materi dan Metode Penelitian ini dilakukan di Instalasi Perbenihan dan Keramba Jaring Apung BRPBAP di Barru, Sulawesi Selatan. Benih ikan beronang ditebar dalam bak ukuran 1 x 1 x 2 m3 dengan kepadatan 15 ekor/bak. Ikan uji yang digunakan adalah ikan beronang dengan ukuran rata-rata 105,62±18,9 g/ekor. Ikan uji diberi pakan uji berupa pelet kering dengan perlakuan yang dicobakan adalah sumber lemak nabati (minyak kedelai, minyak jagung, minyak kanola dan minyak kelapa sawit) dan ditambahkan bahan lainnya seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Setiap perlakuan diulang tiga kali dan didisain dengan rancangan acak lengkap. Selama pemeliharaan diberi pakan secara satiasi sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang dan sore). Pemberian pakan dilakukan secara hatihati untuk menghindari sisa pakan yang terbuang. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap 4 minggu. Analisis proksimat dilakukan terhadap bahan pakan, pakan uji, ikan awal dan ikan akhir meliputi protein kasar (semimikro Kjeldahl), lemak kasar (ekstraksi eter), kadar air (pemanasan suhu 110oC selama 24 jam), kadar abu (pengabuan dengan muffle-furnance pada suhu 550oC selama 24 jam), serat kasar (fibretex), dan total energi (bomb-calorimeter) (Olvera-Novoa et al., 1994). Analisis asam lemak dilakukan terhadap pakan uji. Parameter utama yang diamati meliputi pertambahan bobot ikan, laju pertumbuhan ikan, kelulusanhidupan ikan, efisiensi pakan, retensi protein/lemak dan rasio efisiensi protein. Data parameter biologis dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). Tabel 1. Komposisi pakan percobaan (% bobot kering). Bahan pakan Tepung ikan lokal Tepung rumput laut Dedak halus
269
% 20 10 29
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Tepung terigu Tepung bungkil kopra Minyak ikan Minyak kedelai/ minyak jagung/minyak kanola/minyak kelapa sawit Campuran vitamin Campuran mineral Analisis proksimat Protein kasar Lemak kasar Serat kasar Abu Kadar air
8 28 1 1 2 1 19,85 8,91 3,15 14,57 8,03
Perhitungan parameter yang diamati setelah 20 minggu pemeliharaan adalah: Laju pertumbuhan spesifik (SGR) ikan berdasarkan formulasi berikut (Schulz et al., 2005): SGR (% per hari) = 100 (ln We – ln Ws) d Dimana ln adalah logaritma alamiah, We = bobot ikan pada akhir penelitian, Ws = bobot ikan pada awal penelitian, dan d adalah jumlah hari pemeliharaan. Rasio konversi pakan= Jumlah pakan yang dimakan (g bobot kering) / pertambahan bobot ikan (g bobot basah) Retensi protein (%) = 100 {pertambahan protein ikan (g) / jumlah protein yang dimakan (g)} (Takeuchi, 1988) Retensi lemak (%) = 100 {pertambahan lemak ikan (g) / jumlah lemak yang dimakan (g)} (Takeuchi, 1988) Kelulusanhidupan ikan, SR (%) = (Jumlah ikan akhir penelitian / Jumlah ikan awal penelitian) 100
Hasil dan Pembahasan Setelah 20 minggu pemeliharaan terjadi pertambahan bobot badan untuk setiap perlakuan. Hal ini menjelaskan bahwa pakan yang diberikan pada ikan beronang memenuhi kebutuhan untuk bertumbuh. Pertambahan bobot badan tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian minyak kedelai dalam pakan ikan beronang (Gambar 1) kemudian disusul dengan pemberian minyak jagung, minyak kanola dan terakhir pemberian minyak kelapa sawit. Pemberian minyak kedelai memberikan respons pertumbuhan yang lebih baik dari minggu ke minggu. 250 Bobot (g)
200 150
kedelai
100
jagung
50
kanola
0
sawit 0
4
8
12
16
20
Waktu (minggu) Gambar 1. Pertambahan bobot rataan ikan beronang selama 20 minggu pemeliharaan (g).
Dari hasil uji statistik memperlihatkan bahwa pertambahan bobot ikan beronang pada pemberian minyak kedelai berbeda nyata (P≤0,05) dengan pemberian minyak kelapa sawit tetapi tidak berbeda nyata (P≥0,05) dengan pemberian minyak jagung dan minyak kanola. Hal yang sama juga terjadi pada laju pertumbuhan hariannya. Dari hasil ini diperoleh penggunaan minyak kedelai
270
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
sebagai sumber lemak nabati dalam pakan memberikan pertumbuhan ikan beronang yang lebih tinggi dibandingkan jenis minyak nabati lainnya. Hasil ini sama dengan pemberian minyak kedelai dalam pakan ikan kerapu bebek yang memberikan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan sumber lemak nabati lainnya (minyak kopra dan minyak kelapa sawit) (Palinggi, et al., 2005). Hal ini dapat terjadi mungkin disebabkan karena perbandingan asam lemak 3 dan 6 yang terdapat dalam pakan perlakuan minyak kedelai berimbang dengan kebutuhan ikan beronang untuk bertumbuh (Tabel 3). Menurut Deng et al. (1998) campuran asam lemak 3 dan 6 dalam pakan dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan ikan sturgeon, tetapi bila asam lemak 3 dan 6 diberikan secara terpisah maka pertumbuhannya akan lambat. Kebutuhan ikan akan asam lemak esensial untuk pertumbuhannya berbeda-beda, tergantung kepada speciesnya (Takeuchi, 1996). Supriatna (1998) melaporkan bahwa pemberian 0,85%-0,99% asam lemak 3 dan 1,18% asam lemak 6 pada kadar lemak pakan 8% dapat memberikan pertumbuhan yang optimal bagi ikan bawal air tawar. Watanabe, et al. (1983) dan Hepher (1990) mengemukakan bahwa asam lemak yang esensial bagi ikan laut adalah EPA, DHA dan asam linolenat. Asam lemak tersebut dibutuhkan oleh ikan karena dapat mempengaruhi aktivitas enzim pada membran sel. Aktivitas enzim ini akan mempengaruhi metabolisme sel (Mokoginta, 1992). Penambahan asam lemak esensial dapat mengefisiensikan pemanfaatan energi pakan lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan. Kelebihan dan kekurangan asam lemak esensial mengakibatkan membran sel tidak berfungsi optimum dan metabolime terganggu, sehingga pertumbuhan ikan menjadi rendah atau lambat (Castel et al., 1994). Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan, retensi protein, retensi lemak, efisiensi pakan, konversi pakan, dan kelulushidupan ikan beronang. Perlakuan Parameter Minyak Minyak Minyak Minyak kelapa kedelai jagung kanola sawit Pertambahan bobot (g) 97,83 a 69,44 ab 62,97 ab 55,53 b Laju pertumbuhan harian (%/hari) 0,46 a 0,35 ab 0,34 ab 0,31 b Retensi protein (%) 36,36 a 34,88 a 34,57 a 17,02 b a ab ab Retensi lemak (%) 39,72 31,19 28,56 24,46 b a a a Konversi pakan 0,47 0,56 0,64 0,79 a a ab ab Kelulusanhidupan (%) 97,78 82,22 86,67 68,89 b Angka rata-rata dalam baris dengan notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Nilai retensi protein pakan perlakuan minyak kedelai berbeda nyata (P≤0,05) dengan pakan perlakuan minyak kelapa sawit tetapi tidak berbeda nyata (P≥0,05) dengan pakan perlakuan minyak jagung dan minyak kanola (Tabel 2). Retensi protein menggambarkan banyaknya
protein makanan yang disimpan menjadi protein tubuh dibandingkan dengan jumlah protein dalam makanan yang dikonsumsi. Nilai retensi protein pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis dan ukuran ikan, kualitas protein pakan, imbangan rasio protein dan energi pakan, serta kondisi lingkungan budidaya (Mambrini dan Guillaume, 1999). Sementara nilai retensi lemak yang diperoleh seiring dengan nilai retensi protein dimana terdapat nilai retensi protein tinggi maka nilai retensi lemaknya juga tinggi. Tabel 3. Kandungan asam lemak dalam pakan ikan beronang (% b/b)*) Jenis asam lemak Asam oleat (C18:19) Asam linoleat (C18:26) Asam linolenat (C18:33) Asam arahidonat (C20:46) Asam eikosapentaenoat (C20:53) Asam dokosaheksaenoat (C22:63)
Minyak kedelai 14,43 15,27 0,98 0,15 0,09 1,16
271
Perlakuan Minyak Minyak jagung kanola 14,63 16,48 15,58 12,97 0,60 0,96 0,14 0,14 0,10 0,10 1,13 1,16
Minyak kelapa sawit 16,25 12,75 0,56 0,15 0,11 1,18
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
2,23 Total 3 15,42 Total 6 *) Hasil analisis Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor.
1,83 15,72
2,22 13,11
1,84 12,90
Nilai konversi pakan untuk semua perlakuan tidak berbeda nyata (P≥0,05) (Tabel 2). Dari nilai konversi pakan yang diperoleh ini terlihat bahwa pakan yang dikonsumsi menunjukkan penggunaan pakan yang efisien sehingga dengan sedikit pakan saja sudah dapat diuraikan untuk memenuhi kebutuhan energi dan selebihnya digunakan untuk pertumbuhan. Selama penelitian berlangsung terjadi kematian ikan untuk semua perlakuan. Kelulusanhidupan ikan tertinggi diperoleh pada perlakuan minyak kedelai, nilai kelulusanhidupan ini tidak berbeda (P≥0,05) dengan kelulusanhidupan pada perlakuan minyak jagung dan minyak kanola, tetapi berbeda nyata (P≤0,05) dengan perlakuan minyak kelapa sawit. Kematian ikan terbanyak terjadi pada akhir penelitian (pertengahan November) dimana ditemukan ikan yang terluka pada tubuhnya, kejadian ini tidak hanya terjadi pada ikan percobaan tetapi juga pada ikan lainnya yang ada di keramba jaring apung. Hal ini mungkin disebabkan adanya pengaruh dari perubahan cuaca yang menyebabkan kondisi perairan kurang baik, ombak cukup besar yang membawa banyak kotoran ke pantai. Kesimpulan Sumber lemak nabati yang dapat digunakan dalam pakan pembesaran ikan beronang adalah minyak kedelai, minyak jagung dan minyak kanola. Daftar Pustaka Basyari, A. and H. Tanaka. 1986. Studies on rearing of rabbitfish – 1: Effect of different protein level on the growth of Siganus javus. Scientific Report of Mariculture Research and Development Project (ATA – 192) in Indonesia. p.10-16. Boonyaratpalin, S., M. Boonyaratpalin, K. Supamattaya and Y. Toride. 1995. Effects of peptidoglycan (PG) on growth, survival, immune response, and tolerance to stress in black tiger shrimp, Penaeus monodon. In Diseases in Asia Aquaculture II. M. Shariff, J.R. Arthur and R.P. Subasinghe (eds.), p. 469-477. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila. Castell J.D., J.G. Bell, D.R. Tocher and J.R. Sargent. 1994. Effects of purified diets containing different combinations of arachidonic and docosahexaenoic acid on survival, growth and fatty acid composition of juvenile turbot (Scophthalmus maximus), Aquaculture, 128:315-333. Chen, H.Y. and J.C. Tsai. 1994. Optimal dietary protein level for the growth of juvenile grouper, Epinephelus malabaricus, fed semipurified diets. Aquaculture, 119:265-271. Deng, D.F., S.S.O. Hung and D.E. Conklin. 1998. White sturgeon (Acipenser transmontanus) require both n-3 and n-6 fatty acids. Aquaculture, 161:333-345. Froyland, L., O. Lie and R.K. Berge. 2000. Mitochondrial and peroxisomal beta-oxidation capacities in various tissues from Atlantic salmon, Salmo salar. Aquaculture Nutrition, 6: 85 – 89. Giri, N.A., K.Suwirya, dan M.Marzuqi. 1999. Kebutuhan protein, lemak, dan vitamin C untuk juwana ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). J.Penelitian Perikanan Indonesia, 5(3):38-46. Hepher, B. 1990. Nutrition of Pond Fishes. Cambridge University Press, New York. 388 pp. Ibeas, C., C. Rodriguez, P. Badia, J.R. Cejas, F.J. Santamaria and A. Lorenzo. 2000. Efficacy of dietary methyl esters of n-3 HUFA vs. triacylglycerols of n-3 HUFA by gilthead seabream (Sparus aurata L.) juveniles. Aquaculture, 190: 273 – 287. Kabangnga, N., N.N. Palinggi, A. Laining dan D.S. Pongsapan. 2004. Pengaruh sumber lemak pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan, retensi, serta koefisien kecernaan nurien pakan pada ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. JPPI, 10(5):71-79. Mambrini, M. and J. Guillaume. 1999. Protein nutrition, p: 81-109. In Guillaume, J., Kaushik, S., Bergot P. and Metailler R. (eds.). Nutrition and Feeding of Fish and Crustaceans. INRA, IFREMER, UK. Mokoginta, I. 1992. Essential fatty acid requirement of catfish (Clarias batrachus Linn.) for broodstock Development. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. 80 pp. Olvera-Novoa, M.A., C.A. Martinez-Palacios and E.R. De Leon. 1994. Nutrition of fish and crustaceans a laboratory manual. Food and Agriculture Organization of The United Nations – FAO. Mexico City. 62 pp.
272
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Palinggi, N.N. dan A. Laining. 2004. Pengaruh rasio minyak ikan lemuru dan minyak kedelai dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Laporan Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. 15 hlm. Palinggi, N.N., A. Laining dan Usman. 2005. Pengaruh sumber lemak nabati dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Prosiding Konferensi Nasional Akuakultur 2005. hlm. 32-35. Purba, R. 2004. Pengaruh kadar protein terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan beronang Siganus canaliculatus. Aquacultura Indonesiana, 5(3):123-127. Parazo. M.M. 1990. Effect of dietary protein and energy level on growth, protein utilization and carcass composition of rabbitfish, Siganus guttatus. Aquaculture, 86: 41-49. Sakaras, W. 1986. Optimum stocking density of sea bass, Lates calcarifer culture in cage. Proceeding Aciar, 20:172-175. Sargent, J.R., D.R. Tocher and J.G. Bell. 2002. The lipids, In: Halver, J.E., Hardy, R.W. (Eds.), Fish Nutrition, 3rd edition. Academic Press, San Diego, 181–257. Schulz, C., U. Knaus, M. Wirth and B. Rennert. 2005. Effect of varying dietary fatty acid propile on growth performance, fatty acid, body and tissue composition of juvenile pike perch (Sander lucioperca). Aquaculture Nutrition, 11:403-413. Smith, D.M., I.H. Williams, K.C. Williams and M.C. Barclay. 2003. Oxidation of Medium-Chain and Long-Chain Fatty Acids by Polka Dot Grouper Cromileptes altivelis. Aquaculture. In press. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan prosedur statistika. Alih bahasa: Bambang Sumantri. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta. 748 hlm. Supriatna. 1998. Pengaruh kadar asam lemak 3 yang berbeda pada kadar asam lemak 6 tetap dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum CUVIER). Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 53 hlm. Takeuchi, T. 1988. Laboratory Work: Chemical evaluation of dietary nutrients. p:179-233. In. T. Watanabe (Eds). Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Takeuchi, T. 1996. Essential Fatty Acid Requirments in Carp. Animal Nurtition, 49: 23-32. Tocher, D.R. 2003. Metabolism and functions of lipids and fatty acids in teleost fish. Rev. Fish Sci, 11: 107 – 184. Watanabe, T. 1982. Lipid nutrition in fish. Comp.Biochem. Physiol, B., 73:3-15. Watanabe, T.C. Kitajima and Fujita. 1983. Nutritional values of live organism used in Japan for mass propagation of fish. A review. Aquaculture, 34:115-143. Wong, F.J. and R. Chou. 1989. Dietary protein requirement of early grow-out seabass (Lates calcarifer) and same observation on the performance of two practical formulated feeds. Singapore Journal of Primary Industries. The Primary Production Development,Vol. 17, No.2. 134 p. Yildiz, M. 2008. Fatty Acid Composition of Some Commercial Marine Fish Feeds Available in Turkey. Turk. J. Vet. Anim. Sci, 32(3): 151–158.
273