HALAMAN JUDUL
TUGAS AKHIR – MO 141326
STUDI POTENSI SUMBERDAYA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR TERPADU DI SITUBONDO
ACHMAD ARI BUDIARSO NRP. 4312 100 020
Dosen Pembimbing Ir. Wahyudi, M.Sc., Ph.D R. Haryo Dwito A., S.T., M.Eng., Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
HALAMAN JUDUL
TUGAS AKHIR – MO 141326
STUDI POTENSI SUMBERDAYA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR TERPADU DI SITUBONDO
ACHMAD ARI BUDIARSO NRP. 4312 100 020
Dosen Pembimbing Ir. Wahyudi, M.Sc., Ph.D R. Haryo Dwito A., S.T., M.Eng., Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
STUDI POTENSI SUMBERI}AYA UNTUK PENGEMBAIYGAN WILAYAII PESISIR TERPADU DI SITUBONI}O
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi S-1 Departemen Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan
lnstitut Teknologi Sepuluh Nopeber Surabaya
Oleh
:
ACHMAD ARI BUDIARSO NRP 4312100 020 Disetujui Oleh
:
(Pembimbing
R Haryo Dwito
a
SE;t${Eri
Prot. Ir. Mukhtasor,
\
Eng., Ph.D.
4. Dr. lr. Hasan Ikh
1)
(Pembimbing2)
(Penguji 1)
(Penguii 2)
(Penguji 3)
6.
Agro Wisudawan, S.T., M.T.
(Penguji 4)
STUDI POTENSI SUMBERDAYA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR TERPADU DI SITUBONDO Nama Mahasiswa
: Achmad Ari Budiarso
NRP
: 4312 100 020
Jurusan/Departemen : Teknik Kelautan Dosen Pembimbing
: Ir. Wahyudi, M.Sc., Ph.D R. Haryo Dwito A., S.T., M.Eng., Ph.D. ABSTRAK
Wilayah pesisir merupakan entitas geografis dan lingkungan yang potensial untuk dikembangkan ke berbagai sektor. Pesisir mampu mendukung berbagai aktivitas manusia seperti perekonomian hingga perumahan. Namun wilayah pesisir yang potensial tersebut juga rentan mengalami perubahan ketika kegiatan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya dilakukan secara intensif. hal tersebut secara signifikan berdampak pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk jangka waktu yang singkat. Sehingga dalam pengembangan wilayah pesisir membutuhkan pendekatan yang berbeda dengan keterpaduan berbagai pihak. Pada penelitian ini dianalisa berbagai macam potensi yang berada di wilayah pesisir diantaranya : Perikanan Tangkap, Budidaya Perikanan, Pembenihan ikan (Hatchery), Pariwisata, dan Sumberdaya Manusia. Dimana analisa potensi dimodelkan menggunakan metode sistem dinamik. Analisa model sistem dinamik menggunakan Vensim PLE dengan waktu pemodelan pada masingmasing submodel selama 2006 hingga 2026. Hasil pemodelan sistem dinamik tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam menentukan kebijakan pesisir terpadu yang optimal dengan memperhatikan aspek keberlanjutan di wilayah tersebut berdasarkan desain skenario. Sehingga hasil dari analisa tersebut dapat dijadikan referensi pihak terkait dalam mengembangkan wilayah pesisir di utara Situbondo. Kata kunci : Lingkungan Pantai, ICZM, Sistem Dinamik, Potensi, Sumberdaya, Sustainabilitas.
iv
RESOURCES POTENTIAL STUDY FOR INTEGRATED COASTAL ZONE DEVELOPMENT IN SITUBONDO Name
: Achmad Ari Budiarso
NRP
: 4312 100 020
Departement
: Ocean Engineering
Lecturer
: Ir. Wahyudi, M.Sc., Ph.D R. Haryo Dwito A., S.T., M.Eng., Ph.D. ABSTRACT
Coastal zone is one of geograhic and environment entity which has potential to develop in many sector. Coastal zone can support any human activities such as in economic or settlement. However, coastal enivronment easily to changeover when these activities is setting broadly. Employing resources in coastal intensively takes effects on its availability in short-term. Coastal zone development needs different approach and multi sectoral and instance integration. This research will analyze many potential spread on Situbondo’s coastal zone which are : Fisheries, Aquaculture, Hatchery, Tourism, and Human Resources. Analytical approach on coastal resouces was modeled and simulated by system dynamic. System dynamic modelling was generated via Vensim PLE which modelling time on each submodels were started on 2006 until 2026. These modelling result then could be a guidance to determined integrated coastal policies based on scenario design. So, the result on its analytical approach could be used as stakeholder reference to develop coastal zone in Situbondo. Keywords : Coastal Environment, ICZM, System Dynamic, Resources, Potential, Sustainability.
v
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yang telah memberikan hidayah dan kekuatan sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan Judul “Studi Potensi Pesisir untuk Pengembangan Wilayah Pesisir Terpadu di Situbondo” tanpa halangan yang tidak mampu penulis atasi. Tugas Akhir ini menjadi syarat yang perlu dipenuhi dalam menyelesaikan Studi Kesarjanaan (S-1) di Departemen Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Melalui Tugas Akhir ini penulis melakukan studi terkait potensi yang dapat dimanfaatkan di sepanjang pesisir Situbondo dengan meninjau aspek keberlanjutan di wilayah tersebut. Sehingga penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan mengenai pengembangan wilayah pesisir, utamanya bagi pemangku kebijakan dan masyarakat Situbondo. Penulis juga memahami bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan terhadap kebutuhan karya tulis ini kedepan. Akhir kata penulis berharap agar kegiatan penelitian ini terus berkembang di wilayah-wilayah lain sehingga dapat mengangkat kehidupan wilayah pesisir di Indonesia.
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pengerjaan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan serta dorongan moral dan material oleh banyak pihak. Penulis sangat berterima kasih terhadap pihak-pihak yang telah membantu selama penelitian hingga selesai penyusunan Tugas Akhir ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1) Allah SWT beserta Rasulullah SAW atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya selama pengerjaan Tugas Akhir ini. 2) Bapak Sudarto, Ibu Sri Jatiningsih, Harri Ashari, Rizky Dwi Jayanti, dan Ratna Cahyaningtyas atas suntikan semangat dan bantuan sehingga penulis mampu menuntaskan Tugas Akhir ini. 3) Bapak Ir. Wahyudi, M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing I untuk segala bimbingan, arahan, dan segala masukan yang membantu upaya pengerjaan Tugas Akhir ini yang lebih baik. 4) Bapak R. Haryo Dwito A. S.T., M.Eng., Ph.D.selaku dosen pembimbing II untuk saran dan masukannya selama penulisan Tugas Akhir ini. 5) Segenap jajaran Dinas Kelautan Perikanan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Situbondo yang telah membantu saya selama kegiatan penelitian di Situbondo. 6) Bapak Latif sekeluarga, Bapak Mashudi sekeluarga, Bapak Surikno sekeluarga, dan Saudara Sofyan sekeluarga yang telah membantu akomodasi dan memberikan motivasi dan inspirasi penulis selama penelitian di Situbondo. 7) Warga Desa Agel Pelabuhan yang sangat membantu saya selama kegiatan wawancara meski penulis menyadari tidak pandai berbahasa madura. 8) Kawan-kawan Varuna, Teknik Kelautan 2012, yang telah memberikan motivasi dan informasi yang berguna selama penulisan Tugas Akhir. 9) Kontrakan Alliance khususnya Adit, Afif, Bagas, Bagus, Fino, dan Kresna atas motivasi dan canda tawanya selama menyelesaikan studi sarjana penulis. Semoga kami semua diberikan kesuksesan yang bermanfaat.
vii
10) Kawan-kawan UKTK ITS atas segala fasilitas dan kebersamaannya selama penulis menuntaskan studi sarjana ini. Semoga kegiatan kesenian dan budaya karawitan semakin diminati dan unit kegiatan tumbuh besar.
Sidoarjo, Januari 2016
Achmad Ari Budiarso
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
iii
ABSTRAK................................................................................................................ iv ABSTRACT.............................................................................................................. v KATA PENGANTAR.............................................................................................. vi UCAPAN TERIMA KASIH....................................................................................
vii
DAFTAR ISI............................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR................................................................................................ xii DAFTAR TABEL..................................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah.................................................................................
2
1.3 Tujuan......................................................................................................
3
1.4 Manfaat....................................................................................................
3
1.5 Batasan Masalah......................................................................................
3
1.6 Sistematika Penulisan..............................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................
6
2.1 Tinjauan Pustaka...................................................................................... 6 2.2 Dasar Teori............................................................................................... 9 2.2.1 Proses dan Perubahan Pantai.......................................................... 9 2.2.2 Aktivitas Manusia dan Perubahan Pantai....................................... 10 2.2.3 Ekosistem Pantai............................................................................
11
2.2.4 Coastal Management Issues (CMI)................................................ 13 2.2.5 Integrated Coastal Zone Management (ICZM).............................. 15 2.2.6 Sistem Dinamik.............................................................................. 19 2.2.7 Pola Struktur Sistem Dinamik........................................................ 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................................
27 ix
3.1 Metode Penelitian....................................................................................
27
3.2 Prosedur Penelitian..................................................................................
28
3.2.1 Studi Literatur................................................................................. 28 3.2.2 Pengumpulan Data.........................................................................
28
3.2.3 Pemodelan Sistem Dinamik...........................................................
29
3.2.4 Simulasi dan Evaluasi....................................................................
30
3.2.5 Menentukan Kebijakan berdasarkan Desain Skenario.................
31
3.2.6 Penyusunan Laporan.....................................................................
31
3.3 Rencana Survei.......................................................................................
31
3.4 Jadwal Pengerjaan Tugas Akhir .............................................................
32
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN.........................................................
33
4.1 Profil Lokasi Penelitian............................................................................ 33 4.1.1 Kondisi Tanah dan Topografi......................................................... 34 4.1.2 Karakteristik Perairan..................................................................... 35 4.1.3 Karakteristik Pesisir.......................................................................
35
4.2 Kondisi Lokasi Penelitian........................................................................ 36 4.2.1 Kondisi Eksisting Masyarakat Pesisir Situbondo........................... 37 4.2.2 Kondisi Pelaku Usaha Sektor Perikanan........................................ 40 4.2.3 Kondisi Infrastruktur Sektor Perikanan.......................................... 42 4.2.4 Hasil Perikanan Tangkap dan Budidaya Situbondo....................... 43 4.2.5 Hasil Perikanan Pembenihan Situbondo........................................
44
4.2.6 Kondisi Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Tangkap..............
44
4.3 Pemodelan Sistem Dinamis.....................................................................
47
4.3.1 Penentuan Batas Model dan Fokus Permasalahan.........................
47
4.3.2 Penentuan Variabel Model............................................................
48
4.3.3 Causal Loop Diagram....................................................................
52
4.3.4 Stock-Flow Diagram – Perikanan Tangkap...................................
52
4.3.5 Stock-Flow Diagram – Perikanan Budidaya.................................
54
4.3.6 Stock-Flow Diagram – Sektor Pembenihan................................... 56 4.3.7 Stock-Flow Diagram – Sektor Pariwisata......................................
58
4.3.8 Stock-Flow Diagram – Sektor Sumberdaya Manusia.................... 60 x
4.4 Model Testing.......................................................................................... 62 4.4.1 Structur Assessment (SA)..............................................................
63
4.4.2 Koefisien Determinasi dan persen error......................................... 63 4.5 Desain Skenario.......................................................................................
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
71
5.1 Kesimpulan..............................................................................................
71
5.2 Saran........................................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
73
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
aktivitas manusia mempengaruhi sumber daya pantai......................
7
Gambar 2.2
Konsep dan prinsip sustainabilitas....................................................
17
Gambar 3.1
Diagram alir metode penelitian.......................................................... 28
Gambar 3.2
Bagan alir pembuatan model di Vensim PLE...................................
Gambar 4.1
Peta Wilayah Situbondo..................................................................... 33
Gambar 4.2
Pengelaran perbulan penduduk pesisir..............................................
Gambar 4.3
Tingkat pendidikan kepala keluarga di pesisir Situbondo................. 38
Gambar 4.4
Umur Kepala Keluarga...................................................................... 39
Gambar 4.5
Lama tinggal di lingkungan masyarakat pesisir Situbondo............... 39
Gambar 4.6
Konsumsi air minum masyarakat pesisir........................................... 40
Gambar 4.7
Jumlah nelayan tangkap dan pedagang ikan di Situbondo................
Gambar 4.8
Pemilik usaha sektor perikanan di Situbondo.................................... 42
Gambar 4.9
Jumlah kapal dan alat tangkap di Situbondo.....................................
30
38
41
43
Gambar 4.10 Hasil produksi perikanan tangkap dan budidaya............................... 43 Gambar 4.11 Hasil produksi pembenihan...............................................................
44
Gambar 4.12 Stock-flow diagram sektor perikanan tangkap; (a) produksi perikanan tangkap, (b) investasi upaya tangkap................................ 53 Gambar 4.13 Pemodelan untuk produksi perikanan tangkap.................................. 53 Gambar 4.14 Hasil pemodelan untuk SDM perikanan tangkap..............................
54
Gambar 4.15 Stock-flow diagram sektor perikanan budidaya................................
55
Gambar 4.16 Hasil pemodelan produksi budidaya perikanan................................. 55 Gambar 4.17 Stock-flow diagram sektor pembenihan............................................
57
Gambar 4.18 Hasil pemodelan produksi sektor pembenihan.................................. 57 Gambar 4.19 Stock-flow diagram sektor pariwisata...............................................
58
Gambar 4.20 Hasil pemodelan pendapatan pariwisata pada SFD Pariwisata.........
59
Gambar 4.21 Hasil pemodelan kedatangan pengunjung pada SFD Pariwisata......
59
Gambar 4.22 Hasil pemodelan produksi sampah pada SFD Pariwisata.................. 60 Gambar 4.23 Stock-flow diagram sektor Sumberdaya Manusia............................. 61 Gambar 4.24 Jumlah populasi hasil pemodelan SFD sektor SDM.........................
61
Gambar 4.25 Konsumsi air bersih penduduk pesisir hasil model SFD SDM.........
61 xii
Gambar 4.26 Hasil pengujian model berdasarkan R2 tiap sektor............................ 64 Gambar 4.27 Hasil pengujian persen error pada beberapa variabel endogen.......... 64 Gambar 4.28 Hasil pemodelan produksi perikanan tangkap berdasarkan desain skenario.............................................................................................. 66 Gambar 4.29 Hasil pemodelan desain skenario pada sektor perikanan budidaya... 67 Gambar 4.30 Hasil pemodelan desain skenario pada sektor pembenihan............... 68 Gambar 4.31 Hasil pemodelan desain skenario pada sektor pariwisata.................. 69 Gambar 4.32 Hasil pemodelan desain skenario pada sektor SDM.........................
70
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Langkah perumusan program ICZM.................................................
18
Tabel 4.1 Penentuan batas model....................................................................... 47 Tabel 4.2 Perumusan Hipotesa Dinamis............................................................ 48 Tabel 4.3 Endogenous & exogenous focus........................................................ 48 Tabel 4.4 Variabel Pemodelan submodel perikanan budidaya.......................... 49 Tabel 4.5 Variabel Pemodelan submodel perikanan tangkap............................ 50 Tabel 4.6 Variabel Pemodelan submodel pembenihan...................................... 50 Tabel 4.7 Variabel Pemodelan submodel pariwisata......................................... 51 Tabel 4.8 Variabel pemodelan submodel sumberdaya manusia.......................
51
Tabel 4.9 Desain skenario kebijakan.................................................................
65
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
A.
Rencana kegiatan di Situbondo
B.
Rencana pengerjaan Tugas Akhir
C.
Perhitungan CpUE untuk tiap alat tangkap masing-masing triwulan
D.
Causal Loop Diagram
E.
Hasil pemodelan SFD tiap submodel
F.
Hasil pengujian model
G.
Rangkuman data observasi sumberdaya pesisir Situbondo
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Daerah pertemuan darat dan laut atau yang sering kita sebut coastal zone merupakan wilayah yang memiliki peranan penting di Indonesia. Sekitar 95.100 kilometer garis pantai membentang di sepanjang pesisir Indonesia. Wilayah pantai Indonesia memegang peranan penting karena merupakan daerah dengan intensitas aktivitas manusia yang tinggi. Sekitar delapan puluh persen dari jumlah penduduk Indonesia bergantung pada sumberdaya pesisir. Coastal zone merupakan wilayah yang menghubungkan banyak aktivitas ekonomi dan instansi kebijakan (Chattopadhyay, 2010). Adapun aktivitas ekonomi pesisir tersebar dalam berbagai sektor diantaranya perikanan, logistik, properti, dan pariwisata (Post dan Lundin, 1996). Aktivitas-aktivitas tersebut mempengaruhi perubahan pola sumber daya. Permasalahan muncul ketika aktivitas manusia dan ekonomi di pesisir makin padat akibat permintaan. akibatnya banyak kondisi pada ekosistem pesisir menjadi tidak begitu kontributif terhadap ketersediaan sumberdaya pesisir karena kualitas turun. Kegiatan penangkapan ikan atau pariwisata yang intensif terhadap sumber daya pesisir juga menimbulkan dampak lain seperti sistem rantai makanan pada banyak varietas terganggu. Sehingga memahami perubahan sumberdaya pesisir diperlukan pendekatan sistem yang menyeluruh dan kompleks karena pemanfaatan sumberdaya di pesisir umumnya melibatkan banyak hal (Carter, 1998). Aktivitas wilayah pesisir umumnya sangat beragam. Tidak hanya aktivitas ekonomi, namun pada berbagai wilayah di pesisir utara jawa memiliki potensi yang dapat dikembangkan seperti pariwisata dan penghubung antar pulau. Namun potensi dan kegiatan tersebut tidak dapat berjalan maksimal ketika tidak ditunjang kualitas sumber daya masyarakat pesisir yang memadai. Sumberdaya manusia di pesisir sendiri dipengaruhi oleh populasi, tingkat pendidikan warganya, kesehatan masyarakat, dan kondisi sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat
1
setempat. Jika kualitas SDM di suatu wilayah berkembang, atau setidaknya menyadari keberadaan dan dampak yang bisa ditimbulkan akibat kegiatan manusia yang terlalu intensif akan berdampak pada manajemen sumberdaya yang lebih baik. Oleh karena itu, perlunya pendekatan dalam menganalisa potensi sumberdaya yang tepat menjadi hal yang penting dalam mengembangkan potensi di wilayah pesisir. Menurut Post dan Lundin (1996), ICZM merupakan instrumen yang tepat dalam manajemen pengembangan wilayah pesisir berdasarkan aspek-aspek yang saling berkaitan : sumberdaya, masyarakat pesisir, dan kegiatan ekonomi. ICZM dengan lingkup penyelesaian pesisir merupakan tools yang unik karena perencanaan wilayah menurut ICZM menitikberatkan pada pengembangan berkelanjutan
di
wilayah
pantai.
Dalam
tingkat
operasional
ICZM
mempertimbangkan alokasi dan re-alokasi sumber daya dengan perencanaan guna lahan yang ditinjau (Chattopadhyay, 2010). Adapun sumber daya yang berada dalam suatu wilayah menghasilkan potensi yang dapat dikembangkan. Proses pantai di suatu wilayah secara tidak langsung menghasilkan wilayah-wilayah dengan tingkat keragaman sumber daya yang berbeda-beda. Hal ini juga ditunjang dengan keberadaan kelompok masyarakat pesisir dan budaya yang tercipta sejak lama di wilayah tersebut yang memiliki keterkaitan dengan kualitas sumberdaya manusia. Namun, kesemua jenis sumber daya yang tersedia mungkin tidak akan sustain jika sistem pengembangan wilayah tersebut tidak didukung kebijakan yang tepat Sehingga dalam Tugas Akhir ini diindentifikasi jenis sumber daya yang tersedia di pesisir Situbondo. Potensi sumberdaya yang diidentifikasi diantaranya sumberdaya perikanan, pariwisata, dan sumberdaya manusia. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan metode sistem dinamik dengan mengumpulkan data yang diperlukan selama 10 tahun. Selanjutnya dari identifikasi melalui pemodelan sistem dinamik tersebut akan dikaji beberapa skenario kebijakan terhadap kondisi sumberdaya dan potensi terkait.
2
1.2 Perumusan Masalah Dalam Tugas Akhir ini dikaji beberapa skenario kebijakan untuk mengembangkan pesisir Situbondo. Penentuan kebijakan tersebut ditentukan dari identifikasi potensi dan sumberdaya di Situbondo dan bagaimana perubahannya berdasarkan model sistem dinamik. Adapun perumusan masalah pada tugas akhir ini antara lain : 1.
Apa saja potensi dan sumber daya yang dimiliki wilayah pesisir Situbondo?
2.
Bagaimana memanfaatkan sumber daya pesisir untuk pengembangan wilayah
pesisir di Situbondo?
1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini antara lain : 1.
Mengetahui bagaimana potensi sumber daya di wilayah pesisir Situbondo.
2.
Mengetahui bagaimana mengembangkan sumber daya suatu wilayah pesisir
yang tepat dan berkesinambungan pada wilayah pesisir di Situbondo.
1.4 Manfaat Manfaat pengerjaan Tugas Akhir ini adalah gambaran melalui model dan hasil pemodelan sistem yang membantu pengambilan kebijakan. Diharapkan dari pengerjaan Tugas Akhir ini dapat dijadikan referensi stakeholder maupun pengambil kebijakan dalam mengembangkan wilayah pesisir dan masyarakatnya. Tentunya kebijakan yang berkaitan dengan wilayah pesisir memerlukan partisipasi dari banyak pihak dalam implementasinya dengan sistem monitoring dan evaluasi.
1.5 Batasan Masalah Batasan masalah yang diambil dalam pengerjaan Tugas Akhir ini antara lain :
3
1.
Ruang lingkup studi berada di sepanjang pantai Kabupaten Situbondo.
2.
Isu manajemen pantai yang dikaji dalam pengerjaan tugas akhir ini ditinjau
dari aspek sumber daya alam dan masyarakat pesisir di Situbondo. 3.
Kajian dan analisa pada wilayah pesisir Situbondo dilakukan dengan
melakukan pemodelan sistem dinamik 4.
Perangkat lunak yang digunakan dalam analisa sistem dinamik potensi pesisir
Kabupaten Situbondo adalah Vensim PLE x32 5.
Keperluan data yang diperlukan dalam studi ini merupakan data yang mampu
menunjukkan angka suatu volume dalam 5-10 tahun terakhir.
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan yang dipakai dalam penulisan Tugas Akhir ini diantaranya : Bab I Pendahuluan Pada bab ini diterangkan berbagai hal yang dapat menyangkut penelitian yang menyangkut penelitian yang dilakukan yakni : 1.
Hal-hal yang mendasari dilakukannya kajian.
2.
Permasalahan yang ingin diselesaikan dengan mengerjakan kajian
3.
Tujuan yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang diangkat.
4.
Manfaat yang diperoleh dari dilakukannya kajian.
5.
Hal-hal yang menjadi batasan dalam pengerjaan kajian.
6.
Penjelasan dari sistematika laporan yang digunakan dalam kajian.
Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini menjelaskan pedoman dan kaidah yang digunakan penulis dalam melakukan kajian seperti prinsip dalam sistem dinamik dan strategi kebijakan menurut ICZM. Bab III Metodologi Penelitian
4
Bab ini menerangkan alur pengerjaan tugas akhir untuk digunakan dalam bentk diagram alir yang disusun secara sistematis yang disertai penjelasan tiap langkah pengerjaan dan rencana kerja selama pengerjaan tersebut. Bab IV Analisis Hasil dan Pembahasan Berisi tentang penentuan variabel yang berkaitan dalam model sistem dinamik, pemodelan sistem dinamik, analisis sumberdaya yang terkait di dalam model sistem dinamik, dan kebijakan berdasarkan desain skenario yang dibuat dari pemodelan sistem dinamik. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang bermanfaat untuk studi dan kajian yang berkaitan dengan pengembangan wilayah pesisir terpadu di wilayah lain.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka Wilayah pantai merupakan daerah yang penting dan memiliki beragam potensi (Chattopadhyay, 2010). Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Dari daerah pantai kita mengenal garis pantai yang mempertemukan wilayah darat dan laut, dimana letaknya selalu berpindah sesuai dengan pasang surut air laut di wilayah tersebut(Carter, 1988). Wilayah pantai juga memiliki beragam potensi, salah satunya potensi sumber daya alam. Potensi sumber daya alam tersebut umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi oleh nelayan atau petani keramba apung dan dijadikan daerah pariwisata. Wilayah pantai memiliki berbagai bentuk dan perubahan menurut waktu. Mengeliminasi salah satu dari kedua wilayah ini (laut atau daratan) merupakan hal yang tidak mungkin dalam menentukan wilayah pantai, umumnya wilayah tersebut ditentukan dengan memberi batas terhadap lingkungan yang tergradasi (Carter, 1988). Dan wilayah pantai secara lokal memiliki karakter yang berbedabeda melalui kriteria biologis, fisis maupun budaya. Di pedesaan sepanjang pesisir, mencari ikan di dekat pantai atau bertani di daratan rendah merupakan aktivitas ekonomi utama untuk mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat sekitar hingga perkotaan (Post dan Lundin, 1996). Sehingga banyaknya kriteria dan perbedaan di masing-masing wilayah menciptakan kompleksitas pantai yang otomatis ketika perubahan pantai pada salah satu kriteria akan berdampak pada perubahan kondisi kriteria yang lain (Carter, 1988). Wilayah pantai merupakan daerah yang potensial dalam pengembangan ekonomi baik melalui industri, komersil dan perdagangan, pariwisata dan properti (Post dan Lundin, 1996). Karena sebagai sumber daya yang umum digunakan, wilayah pantai menyediakan hampir seluruhnya, mulai pangan hingga tempat tinggal. Di
6
wilayah ini pula jumlah produktivitas spesies yang menjadi bagian penting dari sistem rantai makanan dalam ekosistem cukup tinggi (Carter, 1988). Sehingga konflik antara pengembangan industri dan ekonomi dengan sumber daya alam tidak terelakkan. Pengembangan industri yang tidak melihat kondisi sumber daya alam di lokasi mampu mengakibatkan degradasi ekosistem pesisir dan mengurangi produktivitas keanekaragaman hayati di pantai dan laut (Abelshausen dkk., 2010).
Gambar 2.1 : aktivitas manusia mempengaruhi sumber daya pantai (sumber: dokumentasi pribadi) Sementara manusia dan kelompok masyarakat juga turut mempengaruhi sumber daya alam yang berada di pesisir (Carter, 1988). Suatu kelompok manusia dapat mengangkat nilai tambah pesisir ketika mereka memahami langkah dalam manajemen wilayah dan sumber daya pantai. Pun juga kelompok manusia dan budayanya di satu sisi dapat memperburuk ekosistem ketika konsentrasi pengembangan wilayah pantai tidak memperhatikan konservasi sumber daya. Hubungan antara aktivitas manusia, sumber daya alam, dan ekosistem merupakan salah satu kompleksitas dalam manajemen wilayah pantai. Kompleksitas tersebut
7
perlu pendekatan manajemen wilayah pantai berbeda dengan manajemen wilayah lainnya. Karena pantai seringkali terbentuk dengan batas-batas wilayah seperti daerah dan nasional di daratan atau pulau maupun di laut sehingga membentuk kerangka manajemen yang efektif tidaklah mudah (Post dan Lundin, 1996). Integrated Coastal Zone Management sebagai sebuah tools mampu menjawab kondisi pengembangan wilayah pantai yang sebenarnya rentan dengan perubahan (Carter, 1988). Karena pendekatan sektoral yang berisiko meniadakan sektor lain dimana secara esensial bukan merupakan prinsip ICZM yang mengedepankan keberlanjutan pengembangan wilayah pantai dengan mengintegrasikan berbagai aspek dan ketersediaan sumber daya pantai (Post dan Lundin, 1996). Manajemen wilayah pantai bertujuan untuk menyiapkan kualitas pantai dalam menghadapi pertumbuhan kebutuhan sumber daya melalui pembinaan ilmiah, kooperasi manajemen dan pembiayaan oleh negara kepulauan. Kesemua itu berkontribusi dalam pengembangan berkelanjutan di pesisir melalui pendekatan yang peduli terhadap ekosistem dan sumber daya alam. Manajemen wilayah pantai secara terpadu meliputi seluruh rangkaian mulai dari pengumpulan data dan informasi, perencanaan dan membuat keputusan, manajemen, hingga controlling dari implementasi rencana kerja (Post dan Lundin, 1996). Pentingnya melibatkan seluruh bagian dari sektor yang berbeda untuk memastikan implementasi dari strategi manajemen berkembang cukup luas (Abelshausen dkk., 2013). Di beberapa daerah pemerintahan mungkin tidak mudah merencanakan kerangka manajemen pantai. Tidak terciptanya integrasi antara departemen di pemerintahan dengan berbagai kepentingan, hambatan dalam mencapai konsistensi dari tempat ke tempat serta finansial yang minimum merupakan permasalahan umum dalam manajemen pantai. Adapun menurut Patlis dkk. (2002) dua pendekatan mendasar terhadap badan pemerintah atau organisasi yang berkaitan manajemen pantai : Pertama, membentuk otoritas manajemen yang spesifik, dan kedua, membentuk asosiasi besar dari lembaga yang berkepentingan.
8
2.2 Dasar Teori 2.2.1
Proses dan Perubahan Pantai
Lingkungan pantai adalah bagian permukaan yang sangat mudah mengalami perubahan (Triatmodjo, 1999). Pada dasarnya perlu dipahami bahwa banyak perubahan pada pantai merupakan bentuk sirkulasi antara ruang atau waktu secara periodik. Pantai yang mengalami erosi cukup ekstrim pada musim penghujan dan melemah di musim kemarau tidak memberikan dampak perubahan yang cukup signifikan sehingga kejadian tersebut mudah diprediksi (Carter, 1988). Berbeda hal ketika di pantai tersebut terjadi peningkatan jumlah tangkapan ikan dalam beberapa tahun yang mengindikasikan tidak seimbangnya stok pada rantai makanan suatu habitat pantai. Sehingga monitoring topografi gundukan pasir mungkin akan melambat namun sedimen terakumulasi secara kontinyu. Gagasan mengenai perubahan pantai bukanlah hal baru. Istilah perubahan pantai mengemuka sejak abad pertengahan terutama ketika maraknya pendangkalan dermaga dengan panen hasil laut. Merupakan hal baru ketika berbagai perubahan yang tertaut benar terjadi, meskipun melalui cara yang rumit (Carter, 1988). Tantangan yang perlu diperhitungkan insinyur pantai dalam mengamati perubahan tersebut adalah membuat berbagai variabel dari kumpulan data yang besar untuk dicari proses, tren dan pengaruhnya. Petunjuk tepat dalam perubahan variabel tersebut adalah dengan mencari informasi dari ahli ilmu alam seperti geologi, biologi dan meteorologi. Seringkali tidak tersedianya monitoring untuk suatu bagian tanpa memperhatikan penyebab perubahan menjadi tantangan berikutnya dalam menganalisa perubahan pantai yang terbentuk dari pokok pikiran manajemen pantai secara efektif. Menurut Carter (1988), ada beberapa langkah yang diperlukan untuk membentuk kerangka pikir manajemen pantai: 1.
Melalui pengamatan penyebab mendasar terjadinya perubahan pantai
mengakibatkan
pemahaman
dasar
analisa
yang
lebih
baik
sehingga
memungkinkan terjadinya prediksi yang lebih meyakinkan.
9
2.
Hasil dari beberapa pengujian menunjukkan hasil yang secara umum dapat
diterapkan. 3.
Keandalan yang hanya pada indikator respon mungkin dapat menyatakan
keseluruhan permasalahan. 4.
Reaksi lingkungan yang mungkin dipengaruhi oleh kondisi eksternal
2.2.2
Aktivitas Manusia dan Perubahan Pantai
Pengaruh manusia terhadap garis pantai sangat luas. Manusia memegang peran besar dalam perubahan pantai pada beberapa skala. Dampak yang mungkin ditimbulkan juga beragam : secara bertahun-tahun atau terjadi tiba-tiba, baik dengan media atau karena kelalaian (Carter, 1988). Kemampuan pantai dalam bertahan dari berbagai dampak sangat penting. Merupakan kondisi yang berlawanan ketika suatu area pantai tergolong berbahaya namun banyak kalangan yang ingin memanfaatkan wilayah tersebut. Pasir pantai dan pengamannya sangat mungkin bergerak, terutama ketika badai. Tebing dengan pemandangan laut yang luas juga seringkali menimbulkan ketidakstabilan. Dan bertambahnya penduduk baru yang tinggal di dekat pantai mempunyai kesadaran yang kurang terhadap bahaya. Bagi penduduk lokal yang telah tinggal lama, terutama yang memiliki lapangan kerja yang berkaitan dengan pantai, mereka mampu memahami kondisi alami mengenai perubahan garis pantai, mampu beradaptasi secara otomatis dalam merasakan bahaya. dimana dalam beberapa komunitas pantai, “indra ke-enam” tersebut secara bertahap hilang sedikit demi sedikit tergantung dari mata pencaharian mereka di pantai. Sistem dinamika alami yang dimiliki pantai cenderung terganggu ketika ada aktivitas manusia. Derajat gangguan dinilai dari yang hampir tak terlihat hingga bencana besar seperti tsunami. Lingkungan pantai selalu memperhitungkan kemampuannya dalam meredam pengaruh aktivitas manusia. Jika gaangguan yang sangat mengganggu terjadi dan merusak suatu biota bawah laut seperti terumbu, maka hal tersebut menjadi suatu pilihan apakah gangguan tersebut dilanjutkan dengan konsekuensi pembuatan tiruan untuk meminimalisir gangguan yang lebih lanjut. Dimana dalam banyak kasus bahwa munculnya akibat dari
10
gangguan yang mungkin harus diselesaikan di berbagai wilayah dan jangka waktu tertentu. Menurut Carter (1988) terdapat enam lingkup utama aktivitas manusia di pantai diantaranya :
Pemukiman dan pariwisata
Industri dan komersial
Pembuangan limbah
Agrikultur, akuakultur, dan perikanan
Sumber daya alam
Kemiliteran
Interaksi antara dua atau lebih aktivitas pantai di satu sisi bisa terjadi dengan segera dan nyata, di sisi lain bisa terjadi melalui proses ruang dan waktu yang cukup luas dan lama. Kebanyakan orang menganggap bahwa memadukan memancing di pantai dengan mengoperasikan kapal boat tidak bisa dilakukan di satu area, namun sedikit yang dapat memahami dampak jangka panjang dari aliran limbah di estuari atau dampak sebaran sedimen yang terganggu akibat pengerukan di area pasang surut. Dan ketika efek dari kegiatan dapat dikendalikan, tetap saja terdapat permasalahan lain akibat suatu pemahaman yang kurang. Erosi pada tebing yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah gelombang dengan amplitude lebih besar yang menghasilkan menurunnya kedalaman seabed akibat pengerukan. Berkurangnya ketersediaan ikan di area pantai dapat terjadi akibat rusaknya vegetasi zona pantai karena pengolahan limbah yang buruk. 2.2.3
Ekosistem Pantai
Pantai sebagai suatu ekosistem merupakan lingkungan interaksi organisme yang baik dimana berada di 3 media utama diantaranya laut, air tawar, dan terrestrial (Carter, 1988). Dimana di wilayah pantai terdapat berbagai macam siklus yang berperan dalam pergerakan energi dan nutrisi bagi organisme. Dalam interaksi yang beragam maka organisme memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda dengan lingkungan lain agar mampu menghadapi interaksi di pantai. kemampuan adaptasi tersebut dapat berupa kemampuan fisiologi, metabolisme dan sebagainya. Karena interaksi tersebut dapat memberikan tekanan pada organisme melalui
11
kejadian fisis maupun kimiawi. Itulah mengapa kebanyakan organisme dan komunitas yang tumbuh di pantai memiliki ciri spesies yang sama (Carter, 1988). Ekosistem pada dasarnya bergantung pada perubahan jumlah dan energi komponen biotik dan abiotik. Perubahan jumlah dan energi kedua komponen tersebut dipengaruhi oleh organisme yang mempunyai cara produksinya yang kemudian dibedakan atas produsen primer dan sekunder (Carter, 1988). Organisme dengan tingkat produksi primer merupakan organisme yang mampu mencukupi kebutuhan energi dan pertumbuhannya melalui keberadaan komponen abiotik seperti sinar matahari atau material non-organik dengan ciri yang paling khas adalah melalui fotosintesis dan dekomposisi. Pada organisme produsen primer melalui fotosisntesis, lingkungan pantai sebenarnya dapat membatasi pertumbuhan organisme ini dikarenakan cahaya matahari hanya mampu menyinari laut hingga beberapa meter kedalaman saja. Sementara organisme dengan tingkat produksi sekunder adalah organisme yang tumbuh dengan konsumsi komponen organik. Tumbuh kembang suatu organisme di ekosistem pantai tidak mungkin berlanjut dalam waktu yang tidak dapat ditentukan jika pemanfaatan ruang, cahaya, suhu, gas yang terurai dan sebagainya dibatasi. Pembatasan tersebut akhirnya menghambat populasi makhluk hidup di pantai dimana kondisi lingkungan untuk satu spesies dmaksimalkan. dengan kata lain kemunculan suatu spesies tertentu lebih sering menjadi kesempatan dibanding kemampuan ekologis. Perubahan ekosistem dipahami melalui dua cara : evolusi dan suksesi/pergantian. Suksesi merupakan cara yang penting dipahami karena dalam lingkungan pantai garis pantai akan berubah sangat cepat yang menyebabkan tumbuhan dan hewan menjaga kemampuannya untuk bertahan hidup. Sementara komunitas dari spesies yang lebih matang tumbuh dengan usia yang lebih lama namun dengan tingkat produktivitas yang lebih kecil. Pada ekosistem pantai yang matang seperti terumbu karang banyak spesies berevolusi bersama untuk tujuan yang mutualisme (Carter, 1998). Namun dari kejadian tersebut sumber dayanya seringkali dipisahpisah dengan hati-hati dan wilayahnya dikurangi.
12
2.2.4
Coastal Management Issues (CMI)
Pantai merupakan wilayah terbaik dalam hal sumber daya secara umum. Namun dibutuhkan standar tertentu dari alokasi sumber daya dan penggunaannya terhadap pantai agar sisi menarik pantai masih bisa dinikmati (UNEP, 2009). Tujuan ini hanya dapat diperoleh dengan mengedepankan manajemen melalui pemahaman sistem di pantai dan mengurangi dampak dari aktivitas eksploitasi pantai (Post dan Lundin, 1996). Seringkali diasumsikan bahwa wilayah pantai berarti area yang terendam gelombang pecah di laut, dimana secara teoritis akan dipahami sebagai zona dimana interaksi biofisika sangat erat (Post dan Lundin, 1996). Namun dalam perencanaan pengertian sangat sulit dipraktikkan namun banyak negara akan melalui pemahaman tersebut. Sehingga dalam tujuan praktek perencanaan wilayah pantai merupakan special area yang memiliki sifat yang istimewa pula, dimana batasannya sering ditentukan melalui permasalahan khusus yang perlu dipecahkan. Menurut Post dan Lundin (1996) karakteristik tersebut antara lain :
Area dinamis dengan perubahan terus-menerus terhadap biologis, kimiawi,
dan atribut geologi.
Wilayah yang memiliki produktivitas tinggi dan keragaman ekosistem yang
membantu rantai makanan spesies laut
Ciri wilayah pantai seperti terumbu karang, hutan mangrove, pantai dan
dunes mennghambat kerusakan pantai karena bencana yang sering terjadi di wilayah tersebut.
Ekosistem pantai dapat mengurangi dampak dari polusi dari darat.
Wilayah pantai menarik banyak manusia untuk menetap karena kedekatan
sumber daya satu sama lain, seperti transportasi laut dan pariwisata. Sistem yang dimiliki wilayah pesisir dimanfaatkan dalam mempertahankan keseimbangan ekologi yang menyebabkan stabilitas garis pantai, penambahan pantai, menghasilkan nutrisi dan daur ulangnya. Dimana kesemuanya berasal dari ekologi yang kuat dan kepentingan sosioekonomik. Sistem alamiah tersebut mengalami kemunduran akibat tidak seimbangnya aktivitas manusia terhadap
13
ekologi pantai. Hal tersebut memicu polusi, kerusakan habitat, dan eksploitasi sumber daya yang berlebih. Pada masyarakat pesisir, sering kita temui kegiatan seperti memancing di perairan dekat pantai dan peternakan di dataran pantai rendah untuk mensuplai produk ikan dan agrikultur ke penduduk kota. Aktivitas lain yang mampu menambah nilai wilayah tersebut termasuk pariwisata dimana menjadi sumber penghasilan utama warga dan pendapatan luar di banyak negara kepulauan (Post, 1996). Nilai intrinsik ekonomi sumber daya merepresentasikan investasi kapital manusia terhadap alam. Barang dan jasa didapatkan dari investasi pada suatu sektor yang diinginkan. Di sisi lain, kerusakan dari sumber daya kebanyakan dihasilkan dari deplesi kapitalisme dan kemudian terjadi kerusakan ultimat terhadap yang bebas tersedia. Pertumbuhan populasi di wilayah pesisir juga menjadi perhatian utama lain. Lebih dari 60% penduduk Indonesia tinggal di atas wilayah pantai, belum lagi pertumbuhan migrasi menuju pantai yang kian bertambah (Patlis dkk., 2002). Pertumbuhan tersebut menimbulkan konflik penggunaan pantai dalam hal ruang daratan dan perairan serta perlengkapan sumber daya. Ada berbagai macam jenis isu pantai yang dihadapi oleh perencana wilayah pantai. Hampir semuanya membutuhkan pengetahuan dan sains yang memadai agar solusi yang ditentukan tepat sasaran. Mayoritas isu mengemukakan permasalahan diantara berbagai pengguna pantai dan kelompok kepentingan. Isu pantai tersebut sebenarnya dapat diperhalus dengan tingkat pendidikan yang lebih baik, selain itu dibutuhkan legislasi kebijakan. Dalam beberapa kejadian konflik dapat diselesaikan dengan perencanaan, di sisi lain konflik juga memerlukan tindakan restoratif. Menurut Carter (1988) beberapa isu yang sering muncul pada wilayah pantai dan memerlukan solusi langsung dari manajemen wilayaha pantai diantaranya :
Destabilisasi pantai dan ekploitasi rekreasional : intensivitas pemasaran
terhadap rekreasi pantai dalam 50 tahun terakhir ternyata memberi dampak tidak
14
hanya pada muka pantai yang makin buruk dibanding sebelum adanya pariwisata, namun juga terhambatnya laju ekonomi yang sebelumnya dikendalikan ekonomi lokal.
Pengendalian erosi garis pantai : metode rekayasa koonvensional dalam
mempertahankan garis pantai sekarang ini hanya menegaskan apa yang selama ini menjadi pertanyaan mengenai penurunan garis pantai. Perancangan dan pengujian teknik yang fleksibel didukung dengan strategi pengendalian erosi secara tidak langsung memperkaya pengetahuan mengenai penyebab sesungguhnya erosi pantai
Limbah air menuju pantai : lebih dari 100 tahun air dipandang sebagai
penghambat dalam tanah untuk material limbah atau energi. Gangguan yang disebabkan oleh tidak meratanya penghambatan seringkali menghasilkan perubahan fisik maupun kimiawi.
2.2.5
Integrated Coastal Zone Management (ICZM)
Integrated Coastal Zone Management (ICZM) di dalam sistem sebagai langkah untuk mengembangkan dan perencanaan manajemen untuk wilayah pantai untuk memastkan persediaan sumber daya dalam jangka waktu yang panjang. Tujuan perencanaan ICZM adalah memaksimalkan potensi sumber daya pesisir dan meminimalisir efek negatif dan permasalahan yang timbul satu sama lain, sumber daya dan lingkungan. langkah kerjanya dimulai dari analisis proses untuk memutuskan tujuan untuk pengembangan dan manajemen wilayah pantai (Post dan Lundin, 1996). Menurut Post dan Lundin (1996), ICZM secara umum fokus terhadap tujuan operasional berikut :
Membangkitkan manajemen sektor untuk berbagai instansi melalui pelatihan
dan penyusunan anggota dalam pembentukan strategi
Melestarikan ekosistem dan melindungi produktivitas yang secara umum
melalui langkah pencegahan terhadap kerusakan alam, polusi, atau eksploitasi yang tidak semestinya
15
Mempromosikan pengembangan yang rasional dan pemanfaatan sumber daya
yang berkelanjutan ICZM merupakan strategi manajemen yang berbeda karena karakteristiknya yang bergerak tidak hanya pada pendekatan tradisional dimana hanya berorientasi secara sektoral (Abelshausen dkk., 2015). Proses analisis dikerjakan dengan mempertimbangkan prioritas, konflik yang terjadi, dan penyelesaiannya. Dimana pertimbangan tersbut ditunjang pelibatan ilmu yang multi-disipliner, pandangan sistem yang meyeluruh yang mengarah pada interkoneksi antara sumber daya pesisir dan kegunaannya . Masukan dari seluruh stakeholders penting dalam mengesahkan kebijakan untuk ekuitas pemberian ruang dengan sumber daya yang ada (Abelshausen dkk., 2013). Dimana kebijakan tersebut nantinya diimplementasikan pada batasan geografis yang jelas dan legal melalui penyusunan program pemerintah dan institusi di level yang tepat (Patlis dkk., 2002). ICZM juga terkadang membuat aturan untuk menyelesaikan atau mengurangi dampak konflik melalui perizinan dan kesepakatan bersama (Islam dkk., 2009). Bagian penting dalam merumuskan program ICZM adalah pengembangan kebijakan yang bersifat khusus dan tujuan yang menjadi obyek utama dari permasalahan program ICZM (Post dan Lundin, 1996). Ada hubungan yang sangat jelas antara jenis permasalahan pesisir yang membutuhkan penanganan dengan kebijakan dan tujuan program. Dimana dalam merumuskan program ICZM juga aspek keberlanjutan (sustainabilitas) suatu wilayah pesisir. Gambar 2.3 berikut menjelaskan konsep dan prinsip sustainabilitas yang terdiri atas ekuitas atau kesetaraan, efisiensi ekonomi dan integrasi lingkungan.
16
Sustainability
Environmental Integrity
Equity
Economic Efficiency
Gambar 2.2 :Konsep dan prinsip Sustainabilitas (WCED, 1987) Membangun kepercayaan dan kerjasama pada sektor-sektor dari komunitas pesisir merupakan bagian yang perlu diperhitungkan dalam implementasi ICZM. Konsep manajemen ini mengadopsi peraturan yang ketat mengukur keterlibatan prinsip “polluter pays” dan “ precautionary”, implementasi terhadap pihak yang dibebankan, pembatasan akses eksploitasi sumber daya alam, kebutuhan imposisi dari analisa dampak lingkungan (Post dan Lundin, 1996). Pendidikan publik dan mobilisasi komunitas akan dibutuhkan untuk mengurangi ketahanan dari kelompok kepentingan yang berpotensial tertarik (Abelshausen dkk., 2015). Dan semua kebijakan, tujuan, dan action plan dibuat untuk menjadikan program ICZM tidak hanya memberikan keputusan terhadap tempat yang dicanangkan. Dengan kata lain, ICZM merupakan proses dinamik dimana satu dirancang menjadi proaktif dengan batas dari data dan informasi dalam pengembangan program. Dalam perencanaannya, proses dalam menentukan program ICZM memerlukan kondisi yang disadari seluruh pihak dan stakeholder sebagai permasalahan yang perlu dipecahkan (Patlis dkk., 2002). Banyak masalah pesisir yang terjadi merupakan bencana yang perlahan merusak seperti polusi, erosi dan hilangnya keanekaragaman hayati. sehingga dalam pengembangan hingga operasi dapat dieksekusi dengan berbagai cara. Tabel 2.1 menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan program ICZM. Secara garis besar langkah dalam menentukan program menurut ICZM terdiri atas inisiasi, perumusan, adopsi dan legalisasi, implementasi.
17
Tabel 2.1 : langkah perumusan program ICZM (Post dan Lundin, 1996) Langkah 1 : Inisiasi
Langkah 2 : Perumusan program ICZM
- menyelaraskan kebutuhan dalam memperbaik manajemen melalui pertemuan konsultatif dengan pihak penting dan stakeholder - mempersiapkan konsep kebutuhan ICZM melalui paper outline - Menyetujui pengembangan program ICZM - Membuat kelompok kerja untuk merencanakan program melalui kajian masing-masing institusi - Menggabungkan kepentingan informasi dan data fisik, ekonomi, dan karakteristik sosial di wilayah pesisir - Mempersiapkan rencana untuk partisipasi publik pada proses ICZM - Analisa dan menilai permasalahan manajemen - Menskala prioritas untuk diarahkan ke perhitungan teknis, finansial, dan kelayakan kinerja pekerja - Analisa kelayakan kesempatan pengembangan ekonomi baru - Memahami batasan manajemen wilayah pesisir dan memberikan rekomendasi. - Analisa dan menilai kapasitas institusional, mengembangkan opsi untuk mekanisme koordinasi antar lembaga - Mengembangkan rekomendasi kebijakan, tujuan, dan proyek termasuk dalam manajemen program ICZM - Perancangan sistem monitoring dan evaluasi yang tepat - Mengesahkan jadwal pekerjaan, pendekatan, dan divisi pekerja
Langkah 3: Adopsi formal oleh pemerintah program ICZM
-
Mengesahkan mekanisme koordinasi antar lembaga Menyetujui perubahan organisasi dan staf yang mungkin dibutuhkan Menyetujui alokasi anggaran program ICZM Adopsi kebijakan, tujuan, ukuran manajemen baru, dan proyek awal
Langkah 4 : operasional
- Mengesahkan badan koordinasi antar lembaga setelah program dan proses ICZM dibuat - Lembaga sektor individu melanjutkan peraturan dan tanggungjawab manajemen sebagai bagian program ICZM - Proyek spesifik didesain dan dibawahi melalui koneksi dengan kesempatan ekonomi baru di wilayah pesisir - Mekanisme manajemen baru dilakukan oleh otoritas yang tepat - Monitoring dan evaluasi program dijalankan
18
2.2.6
Sistem Dinamik
Sistem dinamik (system dynamics), merupakan metodologi pemodelan simulasi berbasis komputer yang dikembangkan pertama kali oleh Jay Forrester di Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada tahun 1960-an. Sistem dinamik ini merupakan sebuah tools dalam menganalisis dan memahami sistem-sistem kompleks dan dinamik. Dalam perkembangannya, metode ini juga banyak digunakan oleh kalangan akademisi dari berbagai disiplin ilmu, seperti: matematika, fisika, engineering, manajemen, ilmu sejarah, biologi, fisika, psikologi, ekonomi, dan lain-lain (Sterman, 2000). Istilah “dinamik” dalam metode sistem ini berarti perubahan yang berlanjut menurut waktu. Dengan kata lain, sistem-sistem yang dinamik posisi atau kondisinya tidak akan sama pada hari ini, kemarin, dan dengan yang mungkin akan terjadi pada esok hari. Sehingga menurut Sterman (2000), prinsip dalam model dinamik diantaranya : 1.
Keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi harus
dibedakan di dalam model 2.
Adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat
direpresentasikan di dalam model 3.
Bagan yang berbeda secara konseptual pada model harus dibedakan
4.
Hanya informasi yang benar-benar tersedia harus digunakan dalam
memodelkan keputusannya 5.
Kaidah pembuatan keputusan di dalam model harus sesuai dengan praktek
manajerial 6.
Model harus mampu menyesuaikan dengan kondisi ekstrim
Posisi dan kondisi elemen pada suatu sistem dinamik dapat dimulai dengan prediksi dari performa sistem sebelum sistem tersebut dirancang dalam kondisi yang detil atau sebenarnya. Prediksi tersebut adalah berdasarkan deskripsi matematis dari karakteristik sistem dinamik yang kemudian disebut model matematis. Sehingga model matematis atau analisa respon berhubungan dengan sistem dinamik.
19
Sistem dinamik memiliki beberapa peralatan untuk menguji dampak dari berbagai kebijakan dalam model sistem (Wei dkk., 2012). Beberapa model dalam sistem dinamik mampu menyertakan parameter yang tidak diketahui, dimana kemudian harus dievaluasi melalui beberapa pengujian. Terkadang dasar fisika mampu menentukan perilaku sistem yang belum diketahui dan model matematis bisa jadi tidak mampu diformulasikan. Jika demikian hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemodelan secara eksperimental. Model eksperimental ini memproses sistem kedalam input yang diketahui dan outputnya mampu diukur. Sehingga model matematis didapatkan dari hubungan antara masukan dan keluaran sistem. Pemodelan sistem dinamik juga harus memperhatikan akurasi hasil model dengan kenyatan dan kesederhanaan sistem (Sterman, 2000). Hasil yang didapatkan dari analisis hanya valid untuk ditafsirkan kedalam model yang mendekati sistem fisis. Dalam menentukan model yanng sederhana namun dapat diterima, menentukan variabel mana saja yang penting terhadap akurasi model dan mana yang dapat diabaikan adalah kewajiban (Sterman, 2000). Untuk menentukan model kedalam bentuk persamaan turunan linear diperlukan seleksi terhadap parameter yang terdistribusi dan nonlinearitas yang terjadi dalam suatu sistem yang sebenarnya. Jika parameter yang diseleksi memberikan dampak yang cukup signifikan, maka hasil dari model tersebut dan studi eksperimental terhadap sistem dapat diterima. Dalam model sistem dinamik beberapa hal khusus juga memiliki peranan penting dimana ia didapatkan pada beberapa kejadian dan kasus yang oleh beberapa pihak dibutuhkan intuisi. Intuisi tersebut berkembang karena berbagai pengalaman analis. Ada beberapa prosedur menurut Ogata (1998)
untuk menentukan model
matematis sistem antara lain : 1.
Gambar diagram skematik beserta penjelasan tiap variabel
2.
Gunakan hukum fisika, tulis persamaan untuk tiap komponen, kombinasikan
menurut sistem yang telah digambar dan tentukan model matematisnya 3.
Periksa validitas model, prediksi kemampuan model, selesaikan pemecahan
persamaan dalam model yang dikomparasi dengan hasil eksperimen (jika validitas model matematis dapat dijawab dengan eksperimmen).
20
Setiap bagan dalam skema sistem dinamik memilik formulasi untuk mengekspresikan hasil suatu variabel yang berkatian dengan bagan lain. Formulasi
tersebut
umumnya
didapatkan
melalui
solusi
numeris
dari
permasalahan yang diungkap sistem dinamik. Berbagai pendekatan terhadap solusi numeris pun dikembangkan untuk mengurangi masukan dan memecahkan persamaan numeris yang umumnya berbentuk persamaan diferensial. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan metode RungeKutta (dalam Ogata, 1998). Metode numeris ini awal mulanya dikembangkan oleh C. Runge untuk memcahkan persamaan diferensial. Lalu dimodifikasi oleh W. Kutta pada 1901 untuk meningkatkan akurasi pada metode Runge. Metode Runge-Kutta, dalam Ogata (1998), digunakan pada suatu persamaan diferensial. Suatu contoh persamaan diferensial : 𝑑𝑥 𝑑𝑡
= 𝑓(𝑥, 𝑡)
.................(2.1)
Jika 𝑡 = 𝑡1 , 𝑥 = 𝑥1 , dan selisih tiap waktu disimbolkan h. Untuk memecahkan persamaan (2.1), kita perlu mengetahui nilai x(t) pada 𝑡𝑖+1 = 𝑡1 + ℎ. Pada metode Runge-Kutta kita lakukan komputasi 𝑥𝑖+1 = 𝑥(𝑡𝑖 + ℎ) yang dimulai dari menentukan K1, K2, K3, K4 menggunakan persaman berikut : 𝐾1 = ℎ𝑓 𝑥𝑖 , 𝑡𝑖 𝐾2 = ℎ𝑓 𝑡𝑖 + 0.5ℎ, 𝑥𝑖 + 0.5𝐾1 𝐾3 = ℎ𝑓 𝑡𝑖 + 0.5ℎ, 𝑥𝑖 + 0.5𝐾2 𝐾4 = ℎ𝑓(𝑡𝑖 + ℎ, 𝑥𝑖 + 𝐾3 ) Dimana ℎ = 𝑡𝑖+1 − 𝑡𝑖 Dijelaskan nilai ∆𝑥𝑖 sebagai berikut : 1
∆𝑥𝑖 = 6 (𝐾1 + 2𝐾2 + 2𝐾3 + 𝐾4 )
......................(2.2)
Kemudian dengan menggunakan metode Runge-Kutta nilai xi+1 didapatkan sebagai berikut : 1
𝑥𝑖+1 = 𝑥𝑖 + ∆𝑥𝑖 = 𝑥𝑖 + 6 (𝐾1 + 2𝐾2 + 2𝐾3 + 𝐾4 )
.....................(2.3)
Persamaan (2.3) merupakan persamaan Runge-Kutta Orde keempat. Persamaan ini dapat dikomputasi kedalam program komputer Basic.
21
Namun seringkali dalam merancang suatu sistem dinamik akan ditemui kondisi yang nonlinear. Kondisi nonlinearitas dalam suatu sistem dinamik dibutuhkan agar mampu memberi akurasi yang signifikan terhadap hasil suatu sistem. Namun nonlinearitas dalam sistem bisa jadi akan tidak mudah dalam menentukan persamaan yang sesuai, sehingga salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melinearkan sistem yang nonlinear tersebut. Dengan melinearkan sistem yang nonlinear akan mungkin untuk menggunakan analisa numerik linear yang menghasilkan informasi pada perilaku sistem nonlinear. Linearisasi ini merupakan hasil perkembangan fungsi nonlinear kedalam deret Taylor. Tentu deret Taylor yang diharapkan tidak berada dalam orde yang lebih tinggi sehingga yang perlu dilakukan adalah dengan menurunkan variabel yang dibatasi hanya untuk kondisi tertentu, semisal operasi. Menurut Taylor, dalam Ogata (1998), jika suatu sistem nonlinear dengan input x dan output z dimana hubungan antara keduanya sebagai berikut : 𝑍 = 𝑓(𝑥)
.....................(2.4)
Ketika kondisi normal sesuai dengan titik 𝑥, 𝑧 , maka persamaan (2.4) dapat dimasukkan kedalam deret Taylor dengan persamaan di bawah ini : 𝑑𝑓
1 𝑑2𝑓
𝑧 = 𝑓 𝑥 = 𝑓 𝑥 + 𝑑𝑥 𝑥 − 𝑥 + 2! 𝑑𝑥 2 (𝑥 − 𝑥)2 + …
.................(2.5)
Dimana turunan dari df/dx, d2f/dx2, ... merupakan hasil evaluasi dari titik operasi, 𝑥 = 𝑥 , 𝑧 = 𝑧. Jika rentangan 𝑥 = 𝑥 kecil maka orde yang lebih tinggi dari 𝑥 − 𝑥 dapat diabaikan. Perlu diingat juga bahwa 𝑧 = 𝑓(𝑥) sehingga persamaan (2.5) dapat ditulis 𝑧 − 𝑧 = 𝑎(𝑥 − 𝑥)
.....................(2.6)
Dimana 𝑎=
𝑑𝑓 𝑥 = 𝑥, 𝑧 = 𝑧 𝑑𝑥
22
Persamaan (2.6) menyatakan 𝑧 = 𝑧proporsional dengan 𝑥 − 𝑥. Ini merupakan salah satu cara melinearkan model matematis untuk sistem nonlinear yang dekat dengan titik operasi 𝑥 = 𝑥 , 𝑧 = 𝑧. Jika suatu sistem nonlinear memiliki dua fungsi input yaitu x dan y dengan output z dimana persamaannya seperti berikut 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦)
........................(2.7)
Untuk melinearkan model tersebut kedalam bentuk titik operasi 𝑥, 𝑦, 𝑧 maka yang perlu dilakukan adalah mengubahnya kedalam deret Taylor sehingga persamaan nilai nonlinear menjadi (Ogata, 1992) 𝑧 = 𝑓 𝑥, 𝑦 +
𝜕𝑓 𝜕𝑥
𝜕𝑓
𝑥 − 𝑥 + 𝜕𝑦 𝑦 − 𝑦 𝜕2𝑓
1 𝜕2𝑓
+ 2!
𝑦 + 𝜕𝑦 2 𝑦 − 𝑦
𝜕𝑥 2 2
𝑥−𝑥
+ …
2
𝜕2𝑓
+ 2 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝑥 − 𝑥 𝑦 − ...................(2.8)
Dimana turunan parsial persamaan tersebut diturunkan terhadap 𝑥 = 𝑥, 𝑦 = 𝑦, 𝑧 = 𝑧. Perlu diingat bahwa 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦), sehingga model matematis linear dari sistem yang nonlinear ini dioperasikan mendekati 𝑥 = 𝑥 , 𝑦 = 𝑦, 𝑧 = 𝑧 adalah 𝑧 − 𝑧 = 𝑎 𝑥 − 𝑥 + 𝑏(𝑦 − 𝑦)
.................(2.9)
Dimana 𝑎=
𝜕𝑓 𝑥 = 𝑥 , 𝑦 = 𝑦, 𝑧 = 𝑧 𝜕𝑥
𝑏=
𝜕𝑓 𝑥 = 𝑥 , 𝑦 = 𝑦, 𝑧 = 𝑧 𝜕𝑥
Dalam penggunaannya sistem dinamik merupakan metodologi berfikir yang mampu digunakan dalam kajian yang permasalahannya dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif (Sterman, 2000). Metode kualitatif umumnya digunakan dalam analisa sistem yang menjelaskan kondisi yang secara stokastik dapat dipahami, meski penggunaan model matematis juga perlu dicari pada metode ini. Sementara metode kuantitatif dalam sistem dinamik dapat digunakan pada struktur yang
23
memiliki nilai eksak dalam menyatakan sesuatu. Dan semua metode dalam sistem dinamik selalu berkaitan dengan tendensi dinamik sistem yang kompleks sehingga penggunaan metode ini lebih ditekankan pada tujuan-tujuan peningkatan pemahaman tentang bagaimana tingkah laku muncul dari struktur kebijakan yang efektif (Forrester, 1961). Struktur pada sistem dinamik memiliki peran utama dalam menghasilkan suatu simulasi yang dapat diterima. Umumnya merancang struktur dalam suatu sistem dinamik adalah tantangan yang tidak mudah karena unsur atau bagan yang dihasilkan harus memiliki korelasi statisik yang diturunkan dari data. Korelasi tersebut yang dapat menghasilkan perilaku yang bervariasi dalam sistem nyata. Sehingga pengujian melalui simulasi terhadap stru3.ktur suatu sistem menjadi mutlak dilakukan agar sistem dapat diterima. Sejumlah pengujian tertentu juga perlu dilakukan terhadap model agar dapat meningkatkan keyakinan pengguna terhadap performa model dalam mengungkap sistem yang diwakilinya (Sterman, 2000). Struktur dalam sistem dinamik selalu memiliki pola dalam membentuk perilaku (behavior) sistem. Pola tersebut ada berbagai macam yang mempengaruhi perilaku atau perubahan variabel dalam rentang waktu tertentu dapat terjadi baik secara kuantitatif maupun kualitatif atau besaran suatu nilai misalnya seperti pertumbuhan, osilasi, dan sebagainya. 2.2.7 i.
Pola Struktur Sistem Dinamik
Feedback (Causal Loop)
Suatu struktur yang memiliki umpan balik (feedback) dibentuk karena adanya hubungan sebab-akibat. Struktur umpan balik merupakan blok pembentuk model yang diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran tertutup (causal loop). Lingkar umpan balik ini yang menjelaskan hubungan sebab akibat variabel yang melingkar dan belum menyatakan hubungan yang bersifat korelasi statistik. Sehingga hubungan sebab-akibat suatu variabel harus dilihat jika hubungan dengan variabel lainnya di dalam sistem dianggap tidak ada. Sedangkan korelasi
24
statistik antara dua variabel mempunyai keadaan variabel tersebut memiliki hubungan dengan variabel lainnya di dalam sistem dan berubah secara simultan. Causal Loop Diagram (CLD) digunakan dalam sistem berpikir untuk mengabstraksikan permasalahan yang memiliki keterkaitan satu sama lain (Sterman, 2000). Namun yang perlu diperhatikan dalam mendesain diagram ini adalah kontribusi kausal yang disebabkan suatu variabel terhadap variabel yang berhubungan. Jika suatu variabel memiliki akibat yang minim atau informasi yang dihasilkan pada suatu variabel minimum maka variabel dapat dianggap tidak ada. ii. Stok (Level) dan Aliran (Rate) Suatu struktur feedback loop biasanya memiliki variabel dengan jenis stok (level) dan flow (rate). Level menyatakan kondisi sistem setiap waktu tertentu atau dalam engineering level lebih dikenal sebagai state variabel system. Akumulasi dalam suatu sistem juga bisa dikenal level (Susnik dkk., 2012). Sementara persamaan suatu variabel yang menjelaskan rate sistem merupakan struktur kebijakan yang menyatakan mengapa dan bagaimana keputusan dibuat berdasarkan informasi yang ada. Rate merupakan variabel yang mampu mempengaruhi level. iii. Tunda (Delay) Dalam sistem yang nyata penundaan suatu variabel seringkali terjadi. Tundaan merupakan variabel waktu pada perilaku
perubahan yang tidak serta
merta(tertunda) pada proses yang terjadi dalam hubungan antar struktur hingga mempengaruhi perilaku model. Penundaan dalam sistem membuat sistem dinamik lebih kompleks dan menarik ketika sistem tidak memiliki hubungan sebab-akibat yang terbatas (Sterman, 2000). Penundaan ini dapat diformulasikan kedalam suatu keputusan dimana sebelumnya suatu variabel memiliki rate yang tinggi dan menyebabkan suatu akibat yang buruk kepada sistem. seperti laju produksi limbah industri di sungai x tinggi akibat jumlah produk yang dihasilkan tinggi, dengan menerapkan suatu keputusan untuk menghambat produksi limbah di beberapa perusahaan akan menjadi kompleks karena limbah di sungai x merupakan akumulasi hasil sistem dinamik pula yang mungkin dijalankan beberapa perusahan penyumbang limbah tersebut.
25
iv. Nonlinearitas Sistem dinamik merepresentasikan dinamika perubahan statis dari sistem dan menghasilkan keputusan sebagai outputnya. Keputusan ini dirumuskan melalui model keputusan dan syarat dari lingkungan menjadi umpan balik bagi sistem. model secara prinsip masih dinyatakan linear dimana penyebabnya diasumsikan terjadi melalui berbagai rangkaian proses sehingga penyebab pertama seringkali bukan masalah utamanya. Keputusan dan kebijakan yang dibuat serta reaksi dari lingkungan luar dalam pendekatan sistem dinamik umumnya akan direpresentasikan ke dalam Causal Loop Diagram (CLD) (Kotir dkk., 2016). CLD digunakan dalam model stok dan aliran untuk menentukan besaran dan arah aliran suatu variabel (Sterman, 2000). Adapun beberapa variabel lain yang dapat melengkapi model stok dan aliran diantaranya adalah auxiliary dan konstanta. Auxiliary merupakan variabel yang mampu berubah seiring dengan waktu yang perubahannya dapat disebabkan variabel-variabel lain yang memiliki hubungan sebab-akibat. Sedangkan konstanta merupakan variabel yang memiliki nilai tetap yang tidak berubah sepanjang waktu.
26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam Tugas Akhir ini dengan penggunaan pemodelan sistem dinamik untuk analisa kebijakan ICZM. Proses diawali dengan menentukan lokasi penelitian. Kemudian melakukan studi literatur dan pengumpulan data terkait lokasi penelitian. Langkah berikutnya adalah merumuskan CMI atau isu manajemen pantai yang berkembang di lokasi penelitian. Jika CMI sudah valid maka pemodelan sistem dinamik dan menentukan kebijakan ICZM merupakan langkah selanjutnya. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1
Mulai
Menentukan lokasi penelitian
Studi Literatur
Survei & Pengumpulan Data : Hasil perikanan laut 5-10 tahun terakhir Produksi perikanan tambak dalam 5-10 tahun Produksi rumput laut 5-10 tahun Luasan mangrove di Situbondo Sebaran terumbu karang Situbondo 5-10 tahun Pendapatan wisata pantai di Situbondo Jumlah pengunjung wisata pantai Situbondo Dsb. (lihat 3.2.2)
A
27
A
Pemodelan sistem dinamik dengan Vensim PLE
Simulasi model dan evaluasi hasil pemodelan
Menentukan kebijakan berdasarkan Desain Skenario
Kesimpulan dan Laporan
Selesai
Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian 3.2 Prosedur Penelitian 3.2.1
Studi Literatur
Studi literatur berupa proses mencari referensi dari berbagai sumber baik dari buku, jurnal ilmiah, internet, dan sebagainya. Kebutuhan literatur dalam tugas akhir ini diantaranya yang terkait dengan manajemen wilayah pantai secara terpadu maupun sistem dinamik yang akan digunakan dalam pemodelan kebijakan. Pada tahap ini juga dilakukan berbagai persiapan yang dibutuhkan untuk keperluan peninjauan di lokasi. 3.2.2
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan berdasarkan kebutuhan model yang ingin disimulasikan. Data tersebut meliputi data primer dan sekunder yang diantaranya :
28
Hasil perikanan laut di Situbondo selama 5 – 10 tahun terakhir
Produksi perikanan tambak/keramba Situbondo 5 – 10 tahun
Produksi rumput laut di Situbondo 5 – 10 tahun
Jumlah benih kerapu di Situbondo 5 – 10 tahun terakhir
Luas mangrove Situbondo 10 tahun terakhir
Luas terumbu karang di Situbondo
Pendapatan wisata pantai di Situbondo
Jumlah pengunjung wisata pantai di Situbondo 5 – 10 tahun terakhir
Kepuasan pengunjung terhadap pantai wisata di Situbondo
Angka harapan hidup penduduk pantai di Situbondo
Rata – rata lama sekolah masyarakat pesisir di Situbondo
Pendapatan penduduk pesisir Situbondo
Jumlah penduduk pesisir di Situbondo 5 – 10 tahun terakhir
3.2.3 Pemodelan Sistem Dinamik Setelah pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian langkah selanjutnya adalah memodelkannya menurut sistem dinamik. Pada pemodelan sistem dinamik ini akan dilakukan dengan menggunakan Vensim PLE. Informasi yang didapatkan dari
pengumpulan
data
akan
dimasukan
kedalam
model
dengan
mempertimbangkan bentuk Causal Loop Diagram yang akan dibuat. Sementara informasi yang tidak tersedia diabaikan dalam model. Dalam membuat model melalui Ventana Simulations atau Vensim ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Pertama yaitu memperhatikan kebutuhan model dengan membedakan jenis variabel. Variabel yang terdapat pada Vensim diantaranya : a.
Constant : variabel yang tidak berubah terhadap waktu
b.
Levels : variabel yang merupakan akumulasi dari variabel penyebab level
tersebut. Dengan kata lain bergantung terhadap variabel yang berada dalam causes tree variabel level tersebut. Pada level digunakan integral untuk tiap time stepnya. c.
Rate/flow : variabel yang dapat mempengaruhi level. Variabel tersebut dapat
disebabkan konstanta ataupun auxiliary
29
d.
Auxiliary : variabel tambahan yang berubah menurut waktu. Untuk
mendapatkan nilai pada auxiliary dapat menggunakan persamaan matematika ataupun logika e.
Data : data adalah jenis variabel yang digunakan berdasarkan data/informasi
yang berubah terhadap waktu yang jika diekspresikan melalui persamaan belum tentu mendekati atau memiliki tren/kecenderungan yang tidak umum. Cara mendapatkan variabel data ini bisa dengan memanggil spreadsheet data atau data langsung Gambar 3.2 menjelaskan bagaimana alur dalam membuat pemodelan sistem dinamik melalui Vensim. Menentukan Jenis Variabel (aux, data, const, dsb)
Menentukan letak level
Menggambarkan model sistem dinamik (CLD & SFD)
Menentukan persamaan/nilai tiap variabel
Untuk variabel data : gunakan ‘GET XLS DATA’ untuk memanggil data spreadsheet
Check model?
TIDAK
YA TIDAK
Check syntax?
TIDAK
YA Selesai
Gambar 3.2 : Bagan alir pembuatan model di Vensim PLE 3.2.4 Simulasi dan Evaluasi Pada tahap ini model akan disimulasi berdasarkan Stock-Flow Diagram dan Causal Loop Diagram. Kondisi yang ditimbulkan dari penentuan kebijakan akan dievaluasi hingga mencapai hasil simulasi yang good agreement. Evaluasi model
30
dilakukan dengan membandingkan margin atau error hasil pemodelan terhadap data yang terobservasi. Dimana error tersebut dihitung untuk mendapatkan nilai R2 . 3.2.5 Menentukan Kebijakan Berdasarkan Desain Skenario Setelah evaluasi terhadap model dilakukan dan dapat diterima, maka model selanjutnya disimulasikan dalam kondisi lain. Kondisi tersebut dirancang atas berbagai skenario yang nantinya berdampak bagaimana terhadap hasil berbagai variabel pemodelan. 3.2.6 Penyusunan Laporan Penyusunan laporan sebagai sesuatu yang sistematis dilakukan agar seluruh rangkaian metodologi penelitian dapat dijelaskan dengan sedetil mungkin. 3.3 Rencana Survei Survei yang akan dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini bertujuan untuk mengumpulkan segala informasi yang dibutuhkan saat pemodelan sistem dinamik. Perangkat lunak yang digunakan dalam pemodelan ini yaitu Vensim PLE. Survei dilakukan di sepanjang pesisir di Situbondo, khususnya wilayah pantai, pelabuhan nelayan, dan kawasan mangrove. Berikut merupakan rencana pelaksanaan survei yang akan dilakukan : Jadwal pelaksanaan
: 5 September – 12 September 2016
Jumlah hari survei
: 8 hari
Lokasi survei
:
-
Kawasan pantai di Situbondo (Pantai Pathek, Bama,Tampora, Pasirputih)
-
Pelabuhan (Jangkar dan Kalbut)
-
Instansi pemerintahan (Bappeda, Disparbudpora, DKP, BPS, Dinas CKTR) Data yang dikumpulkan dalam tugas akhir ini diantaranya :
Data Primer
a.
Kepuasan pengunjung terhadap pantai wisata di Situbondo
b.
Pendapatan penduduk pesisir Situbondo
31
Data Sekunder
a.
Hasil perikanan laut di Situbondo selama 5 – 10 tahun terakhir
b.
Produksi perikanan tambak/keramba Situbondo 5 – 10 tahun
c.
Produksi rumput laut di Situbondo 5 – 10 tahun
d.
Jumlah benih kerapu di Situbondo 5 – 10 tahun terakhir
e.
Luas mangrove Situbondo 10 tahun terakhir
f.
Pendapatan wisata pantai di Situbondo
g.
Jumlah pengunjung wisata pantai di Situbondo 5 – 10 tahun terakhir
h.
Angka harapan hidup penduduk pantai di Situbondo
i.
Rata – rata lama sekolah masyarakat pesisir di Situbondo
j.
Jumlah penduduk pesisir di Situbondo 5 – 10 tahun terakhir
Untuk pengumpulan data primer akan dilakukan survei dengan melakukan teknik simple random sampling dan proportionate stratified random sampling. Lampiran A menampilkan rencana kegiatan yang dilakukan selama di Situbondo. 3.4 Jadwal Pengerjaan Tugas Akhir Pengerjaan tugas akhir dilakukan secara efektif mulai bulan Juli hingga November. Pengerjaan tugas akhir ini dimulai dengan studi literatur dan berakhir pada pembuatan laporan. Lampiran B menampilkan jadwal pengerjaan tugas akhir yang akan dilakukan selama Juli – November.
32
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Situbondo yang terletak di ujung timur dan utara Pulau Jawa. Kabupaten Situbondo mempunyai koordinat wilayah di 113o34‟00” – 114o40‟00” BT dan 07o32‟30” – 08o00‟00” LS. Waktu tempuh untuk sampai di Situbondo kurang lebih 5 jam dengan menggunakan moda transportasi umum dari Surabaya. Situbondo yang terletak di kawasan karesidenan besuki ini memiliki batas wilayah antara lain :
Utara
: Selat Madura
Selatan
: Kabupaten Bondowoso & Kab. Banyuwangi
Timur
: Selat Bali
Barat
: Kabupaten Probolinggo
Gambar 4.1 : Peta Wilayah Situbondo (Sumber : pu.go.id) Situbondo memiliki karakteristik geografis yang memanjang dari barat ke timur. Luas kabupten Situbondo sendiri adalah 1638,5 km2 atau 163850 hektar. Di area
33
utara umumnya berdataran rendah sementara di wilayah selatan rata-rata berdataran tinggi dengan lebar 11 km. Situbondo secara administrasi memiliki 17 kecamatan dengan 4 kelurahan dan 132 desa. Dari desa dan kelurahan tersebut, sebanyak 640 dusun, 24 lingkungan, 1.305 Rukun Warga, dan 3.358 Rukun Tetangga ditetapkan oleh Pemda Situbondo. Jumlah desa terbanyak dimiliki kecamatan Panji dengan 12 desa, sementara kecamatan Banyuputih memiliki desa paling sedikit dengan 5 desa. Kecamatan dengan wilayah terbesara berada di Banyuputih dan yang terkecil berada di Besuki. Situbondo juga memiliki kota kecil (Second city) di Besuki dan Asembagus. Dan dari 17 kecamatan di Situbondo, 4 kecamatan tidak memiliki pantai antara lain : Kec. Sumbermalang, Kec. Jatibanteng, Kec. Situbondo, dan Kec. Panji. 4.1.1
Kondisi Tanah dan Topografi
Lahan / tanah di kabupaten Situbondo cenderung landai dengan 27.22% kemiringan berada pada kisaran 0 – 2m. Sementara untuk tekstur tanah di Situbondo adalah sedang dengan jenis tanah yang paling sering ditemui adalah tanah aluvial. Dimana sifat tanah aluvial ini subur dan potensial di bidang pertanian. Tingkat erosi di Situbondo mencapai 26.12% dengan lahan pesisir utara mendominasi kelas tersebut. Peruntukan wilayah di timur lebih banyak dilakukan untuk hutan lindung dan militer, sementara di wilayah barat dan tengah lebih banyak ke kegiatan pariwisata dan perekonomian. Di wilayah timur (Kecamatan Banyuputih) terdapat tanah jenis grumosol yang dijadikan taman nasional yakni Baluran. Ketinggian wilayah di Situbondo berada pada kisaran 0 – 1.250 mdpl. Kecamatan Mangaran memiliki ketinggian paling rendah yaitu 0 – 50 mdpl. Sedangkan Kecamatan Kapongan memiliki ketinggian 0 – 100 mdpl, dan beberapa kecamatan seperti Besuki, Banyuglugur, Suboh, Panji, Panarukan berada pada ketinggian 0 – 500 mdpl. Sementara di Kecamatan Sumbermalang dan Jatibanteng masing-masing memiliki ketinggian 100 – 1.223 mdpl dan 100 –
34
1.000 mdpl. Selain kecamatan tersebut ketinggiannya berkisar antara 0 – 1.250 mdpl. 4.1.2
Karaktersistik Perairan
Rata-rata perairan pesisir di Situbondo memiliki kedalaman antara 2-70 meter dengan kedalaman meningkat ketika menuju ke perairan timur. Lokasi geografis perairan yang tertutup oleh pulau Madura menjadikan perairan Situbondo sedikit aman dari angin musiman sehingga arus laut yang dihasilkan merupakan pengaruh dari arus laut Flores. Arus residual permukaan di Situbondo sekitar 0,05 – 0,31 m/detik. Perairan Situbondo juga merupakan wilayah yang bertipe pasang surut campuran cenderung semidiurnal di bagian barat dan campuran cenderung diurnal di bagian timur. Bilangan Formzahl pada perairan Situbondo berkisar 0,82 – 1,29 dengan tinggi muka laut rata-rata mencapai 1,5m. Kisaran pasang surut yang besar terjadi pada pasang purnama dan terkecil ketika pasang perbani. Karena perairannya yang tertutup tersebut, angin barat yang seringkali menimbulkan gelombang besar tidak banyak mempengaruhi perairan di wilayah Situbondo. Kecepatan angin tertinggi sekitar 16 – 17 m/det yang berasal dari barat laut berhembus mulai Desember hingga Februari dengan gelombang terpanjang 2,6 – 2,9 m pada kedalaman 45 m. Pada kedalaman 20 m tinggi gelombang maksimum hanya sekitar 1,4 – 1,8 m. Gelombang besar juga berasal dari timur ke tenggara selama Juni hingga september. 4.1.3
Karakteristik pesisir
Perairan laut utara jawa dengan gelombang yang tenang ideal untuk budidaya perikanan laut, pariwisata dan pelestarian alam. Pantai pesisir di wilayah Situbondo secara umum merupakan pantai vegetasi dengan vegetasi yang paling umum adalah mangrove. Namun tipe pantai pasir juga dapat dijumpai di Kecamatan Panarukan (Pantai Gelung), Kecamatan Banongan (Pantai Banongan), Kecamatan Banyuputih (Pantai Merak dan Bama), Kecamatan Panji (Pantai Pathek), dan Kecamatan Bungatan (Pantai Pasirputih).
35
Ekosistem laut di pesisir Situbondo didominasi oleh terumbu karang, hutan bakau, dan ekosistem buatan seperti pembudidayaan air laut/tawar. Budidaya air tawar tersebar di wilayah pesisir kecamatan Banyuputih hingga kecamatan Kendit dengan vegetasi dominannya berupa lele, nila dan udang. Sementara budidaya lautnya merupakan tambak atau keramba apung yang didominasi oleh produksi kakap dan kerapu. Sedangkan untuk rumput laut, jenis vegetasi yang paling umum dijumpai di pesisir Situbondo adalah jenis Eucheuma Cottoni sp. yang juga dibudidayakan
oleh
masyarakat
Situbondo.
Budidaya
rumput
laut
ini
terkonsentrasi di Desa Gelung, Panarukan. Sementara itu untuk ekosistem mangrove yang berada di pesisir Situbondo meliputi :
Jenis Gymnorisa dan Sereoftagal yang banyak dijumpai di Kecamatan
Banyuglugur
Jenis Mukronata di wilayah Pelean, Arjasa, Sletreng, Bama dan Pasirputih
Jenis Granatum di wilayah Pantai Tekok, Sumberwaru (Kecamatan
Banyuputih) 4.2 Kondisi Lokasi Penelitian Pesisir di Kabupaten Situbondo telah mengalami perubahan kondisi dari berbagai macam segi. Perubahan kondisi tersebut paling terasa oleh masyarakat yang memiliki mata pencaharian di sekitaran pesisir dan perairan Situbondo, maupun pelaku usaha yang menggantungkan kegiatan wirausahanya di dekat pantai. perubahan atau dinamika kondisi disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari perubahan iklim dan cuaca, delay atau perubahan waktu migrasi spesies yang melewati perairan tersebut, hingga kegiatan manusia yang merusak baik dalam penangkapan maupun aktivitas sehari-hari. Hal yang penting dalam melakukan pemodelan sistem dinamik adalah menggambarkan kondisi suatu wilayah adalah dengan memahami kondisi yang terjadi selama beberapa tahun terakhir. Penting dilakukan karena dengan mengetahui kondisi yang telah terjadi di daerah tersebut, maka kita dapat mengetahui bagaimana kecenderungan perubahan di suatu wilayah. Selain itu,
36
memahami kondisi eksisting yang terjadi di suatu wilayah juga memberikan perspektif yang lebih baik terhadap model. Situbondo memiliki 17 kecamatan dengan 13 diantaranya memiliki wilayah pesisir. 13 kecamatan tersebut diantaranya : Banyuglugur, Besuki, Suboh merupakah, Mlandingan, Bungatan, Kendit, Panarukan, Mangaran, Kapongan, Arjasa, Jangkar, Asembagus, dan Banyuputih. Sumberdaya manusia pesisir Kecamatan Besuki memiliki nelayan terbanyak pada tahun 2015 dengan jumlah 3255 jiwa. Sementara jumlah nelayan minimum berada di Kecamatan Asembagus dengan jumlah sekitar 87 jiwa pada tahun 2015. Sementara pada perikanan tangkap, triwulan ketiga dan keempat menjadi periode yang baik bagi nelayan dimana pada tahun 2015 jumlah tangkapan pada dua triwulan berturut-turut mencapai 2812,82 dan 6438,75 ton. 4.2.1
Kondisi Eksisting Masyarakat Pesisir Situbondo
Dalam menggambarkan kondisi umum masyarakat telah dilakukan survey dan wawancara terhadap penduduk lokasi penelitian. Lokasi penelitian berada di desa Agel dusun Pelabuhan kecamatan Jangkar. Survey dilakukan kepada 30% dari jumlah penduduk dusun. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara acak dengan mengasumsikan probabilitas yang sama dengan wilayah lain. Pengeluaran penduduk ditinjau dalam pertanyaan kuesioner guna memperkirakan daya beli masyarakat pesisir. Gambar 4.2 menggambarkan tingkat pengeluaran penduduk dimana daya beli memiliki korelasi dengan pendapatan masyarakat pesisir. 45% Pengeluaran penduduk pesisir di Agel rata-rata berada di jangkauan antara Rp500.000,- hingga Rp1.000.000,-. Sementara 39% pengeluaran penduduk pesisir berada di kisaran kurang dari Rp500.000,-. Artinya, lebih dari 75% penduduk pesisir di Situbondo memiliki daya beli kurang dari Rp1.000.000,-.
37
% Penduduk
80 60 40 20 0 < Rp 500.000,-
Rp Rp Rp Rp > Rp 500.000,- - 1.000.000,- 1.500.000,- 2.000.000,- 2.500.000,Rp - Rp - Rp - Rp 1.000.000,- 1.500.000,- 2.000.000,- 2.500.000,-
Sumber : kuesioner
Gambar 4.2 : Pengeluaran perbulan penduduk pesisir Gambar 4.3 dan 4.4 menjelaskan tingkat pendidikan kepala keluarga dan rataan umur masyarakat pesisir di Situbondo. Umur kepala keluarga yang berada di wilayah pesisir mayoritas berada di rentang 51-60 tahun dengan sebaran di kelas lain cukup merata. Diketahui jumlah angka harapan hidup di wilayah ini juga masih tinggi dilihat dari umur kepala keluarga yang berada di umur 60 tahun keatas mencapai 21%. Sementara Tingkat pendidikan kepala keluarga di Agel Pelabuhan mayoritas adalah SD yang belum tamat, dimana perbandingannya diantara 15 kepala keluarga di dusun, 1 kepala keluarga adalah lulusan SMA/SMK. Diketahui kepala keluarga yang pendidikan terakhir SD sebanyak 48,6%, dan diikuti oleh kepala keluarga yang tidak sekolah sebanyak 26,6%. Ini menandakan bahwa tingkat pendidikan kepala keluarga masih belum bisa
% Penduduk
mengangkat nilai sumberdaya manusia di daerah tersebut. 80 60 40 20 0 Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA/SMK Perg. Tinggi
Sumber : kuesioner
Gambar 4.3 : Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga di wilayah pesisir Situbondo
38
% Penduduk
40 35 30 25 20 15 10 5 0 16 - 20
21 - 30
31 - 40
41 - 50
51 - 60
60 >>
Rentang Umur
Sumber : kuesioner
Gambar 4.4 : Umur Kepala Keluarga Diketahui beberapa hal lain yang berkaitan dengan model dan perilaku masyarakat pesisir timur Situbondo utamanya di Agel. Masyarakat pesisir di Agel umumnya mengandalkan kayu atau tomang untuk kebutuhan memasak seharihari. Pemakaian gas untuk bahan bakar memasak lebih banyak dipakai di rumah tangga yang memiliki penghasilan diatas Rp1.000.000,- . Kebutuhan air minum masyarakat Agel dan beberapa daerah lain di timur Situbondo seperti Jangkar dan Asembagus lebih banyak mengandalkan air sumber yang berada di dekat pantai atau di dusun Air Manis. Gambar 4.5 dan 4.6 menjelaskan lama tinggal penduduk di wilayah pesisir Situbondo dan sumber air minum untuk dikonsumsi masyarakat disana. Meski didominasi oleh penduduk asli namun jumlah pendatang yang mendiami wilayah pesisir dengan rentang waktu kurang dari 5 tahun mencapai
% Penduduk
10,7%. 140 120 100 80 60 40 20 0 < 1 tahun
1 tahun - 3 tahun
3 tahun - 5 tahun
5 tahun - 10 tahun
> 10 tahun
Sumber : kuesioner
Gambar 4.5 : Lama tinggal di lingkungan masyarakat pesisir Situbondo 39
Air PAM Air tanah/sumur air ledeng air galon Lainnya (air sumber)
Sumber : kuesioner
Gambar 4.6 : Konsumsi air minum masyarakat pesisir 4.2.2
Kondisi Pelaku Usaha Sektor Perikanan
Sektor perikanan menjadi tulang punggung perekonomian di Situbondo selain pertanian dan perkebunan. Total penghasilan yang didapatkan sektor perikanan di tahun 2015 mencapai Rp167.031.286.500,- untuk perikanan tangkap dan Rp389.094.530.000,- untuk perikanan budidaya. Perikanan tangkap dan budidaya menjadi yang paling unggul dalam aktivitas ekonomi pesisir di Situbondo dengan menyerap banyak sumberdaya manusia. Sektor perikanan di Situbondo juga terkenal dengan hatchery (pembenihan) yang komoditas umumnya berupa benih kerapu. Nilai yang dihasilkan dari sektor ini mencapai Rp 110.375.495.000,- dimana dihasilkan hanya dari pembenihan skala perusahaan dan rumah tangga. Pelaku usaha di sektor pembenihan mencapai 141 jiwa dengan menyerap tenaga kerja sekitar 1200 orang. Dinamika pelaku usaha sektor perikanan disebabkan banyak hal. Hal yang utama adalah kondisi pesisir yang tidak menentu ditambah dengan ancaman penyakit yang menyerang hasil tangkapan dan budidaya. Sementara fokus pembangunan dan kebijakan pemerintah daerah secara tidak langsung juga ikut mempengaruhi perubahan jumlah pelaku usaha di sektro perikanan. Gambar 4.7 menjelaskan
40
grafik perubahan jumlah nelayan tangkap dan pedagang ikan di Situbondo selama
Jiwa
10 tahun
18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
15406
15204 13718
13317 13324 11497
10967
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
12320
13605 13378
2013
2014
2015
Sumber : data olahan dari DKP. Stb
Gambar 4.7 : Jumlah nelayan tangkap dan pedagang di Situbondo Pada grafik pelaku usaha perikanan tangkap mengalami perubahan yang cenderung mengalami penurunan. Pelaku usaha pada perikanan tangkap terdiri dari juragan atau pemilik, pandega atau ABK (Anak Buah Kapal), pekerja sambilan, pedagang besar atau penyambek, dan tengkulak. Diketahui jumlah tertinggi nelayan dan pedagang terjadi pada 2011 dengan 15204 jiwa. Hampir semua sektor non perikanan tangkap memiliki kecenderungan yang dinamis, artinya tidak berada dalam kondisi yang terus meningkat atau menurun. Sektor budidaya kolam dan perusahaan pembenihan memiliki tren yang positif jika dibanding dengan budidaya keramba yang cenderung stabil. Sektor budidaya kolam memiliki tren yang positif karena budidaya jenis ini dapat dikembangkan di d aerah yang tidak terjangkau pesisir seperti kecamatan Panji dan Situbondo. Sementara pada perusahaan pembenihan juga mempunyai kecenderungan yang meningkat karena produk benih di Situbondo merupakan produk unggulan dengan pangsa pasar luas. Pada grafik budidaya tambak digambarkan pemilik tambak pada 10 tahun terakhir memiliki kecenderungan stabil meskipun ada lonjakan signifikan pada 2011. Pada tahun 2015 pemilik tambak di Situbondo sekitar 850 jiwa. Gambar 4.8 berikut menggambarkan grafik pelaku usaha di sektor budidaya dan pembenihan selama 10 tahun. 41
350 300
Jiwa
250 200 150 100 50 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Budidaya Tambak
Budidaya Kolam
Pembenihan (Persh.)
Pembenihan (RT)
2012
2013
2014
2015
Budidaya KJA
Sumber : data olahan dari DKP. Stb
Gambar 4.8 : Jumlah pemiik usaha sektor perikanan di Situbondo 4.2.3
Kondisi Infrastruktur Sektor Perikanan
Infrastruktur pada sektor perikanan utamanya memiliki peranan yang cukup signifikan dalam meningkatkan hasil produksi sektor perikanan. Infrastruktur yang dibangun dan dikelola dengan teratur memberikan peningkatan yang cukup tinggi terhadap produksi hasil perikanan. Banyak sekali jenis infrastruktur yang mendukung produksi diantaranya dalam hal ini yang telah dikumpulkan adalah kapal dan alat tangkap. Gambar 4.9 berikut menggambarkan jumlah kapal dan alat tangkap selama 10 tahun. Diketahui dari grafik tersebut tahun 2014 adalah tahun dengan jumlah effort atau upaya maksimum dimana sebanyak 3164 unit alat tangkap beroperasi di perairan Selat Madura dengan total tangkapan mencapai 7997,3 ton dari 293885 trip nelayan. Sehingga pada tahun tersebut digunakan untuk menghitung jumlah tangkapan lestari maksimum berdasarkan tiap triwulan dan jenis alat tangkapnya.
42
3500
3164 2717
3000 2189
Unit
2500 2000 1500
1848 1763
2212
2334
2491
2698
2612
2053 2062
2165 2053 2062 2175
2310
2454 2454
1467
1000
Armada Perikanan Alat Tangkap
500 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : data olahan dari DKP. Stb
Gambar 4.9 : Jumlah kapal dan alat tangkap di Situbondo 4.2.4
Hasil Perikanan Tangkap & Budidaya di Situbondo
Potensi sumber daya pesisir di Situbondo sebagian besar digunakan untuk meningkatkan nilai ekonomi masyarakat melalui produksi dan pemanfaatan sumber daya alam. Selama 10 tahun kegiatan ekonomi di Situbondo menunjukkan trend yang bagus dengan menempatkan perikanan tangkap dan budidaya sebagai pilihan yang banyak dipakai masyarakat pesisir. Gambar 4.10 menggambarkan hasil produksi perikanan tangkap dan budidaya di Situbondo selama 10 tahun dimana pada sektor budidaya mengalami kenaikan produksi dan sektor perikanan tangkap cenderung mengalami penurunan meskipun pada 3 tahun terkahir mengalami kenaikan. 16000 14000 12000 ton
10000
Perikanan tangkap
8000 6000
Budidaya Tambak
4000 2000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : data olahan dari DKP. Stb
Gambar 4.10 : Hasil produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya Tambak
43
4.2.5
Hasil Perikanan Pembenihan di Situbondo
Selain perikanan budidaya dan tangkap, sektor pembenihan merupakan potensi wilayah pesisir yang diperhitungkan di Situbondo. Pada tahun 2015 nilai produksi yang dihasilkan sektor ini mencapai Rp 105.060.395.000,- dengan pertumbuhan perusahaan pembenihan yang mencapai 99 perusahaan. Andalan utama produk benih di Situbondo diantaranya adalah benih kerapu tikus (Chromileptes altivelis) dan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus). Selain diproduksi skala perusahaan, kegiatan pembenihan di Situbondo juga dilakukan pada skala rumah tangga dimana umumnya benih yang diproduksi berasal dari ikan air tawar. Gambar 4.14 berikut menjelaskan hasil produksi pembenihan Situbondo selama 10 tahun. 3.000.000.000 2.500.000.000
Ekor
2.000.000.000 1.500.000.000 1.000.000.000 500.000.000 2006
2007
2008
2009
Pembenihan (Persh.)
2010
2011
2012
2013
2014
Pembenihan (RT)
Sumber : data olahan dari DKP. Stb
Gambar 4.11 : Hasil produksi Pembenihan 4.2.6
Kondisi Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Tangkap
Dalam menganalisa kegiatan perikanan tangkap yang berada di wilayah pesisir Situbondo, selain mencari tingkat produksi aerah tersebut juga dicari jumlah tangkapan lestari maksimum (MSY – Maximum Sustainable Yield). Penentuan MSY atau Carrying Capacity bertujuan untuk mengetahui kondisi perikanan pada reference mode dan penggunaannya dalam mempengaruhi ketersediaan suplai ikan dalam pemodelan.
44
2015
Maximum Sustainable Yield merupakan salah satu metode pendugaan stok melalui surplus produksi. Selain jumlah tangkapan yang mampu diambil agar tetap lestari, penentuan MSY juga dimaksudkan agar dapat menentukan upaya penangkapan optimum di perairan tersebut. Pembanding yang digunakan sebagai upaya terhadap jumlah tangkapan juga bermacam-macam, mulai dari ukuran kapal, kekuatan mesin, alat tangkap. Sehingga diperlukan upaya penangkapan yang distandarisasi dari berbagai jenis menjadi satu unit baku. Terdapat berbagai perhitungan untuk menentukan kondisi lestari suatu wilayah tangkapan. Dimana menurut Schaefer (1954) hasil tangkapan tiap unit tangkap mempunyai hubungan linear dengan upaya penangkapan seperti pada persamaan berikut : 𝑐𝑖 𝑓𝑖
= 𝑎 + 𝑏. 𝑓𝑖 .....................................................................................................(4.1)
Keterangan : ci : tangkapan ikan tahun i (ton) fi : upaya penangkapan tahun i (trip) a : intersept b : slope Untuk menghitung jumlah tangkapan ikan maksimum lestari dimulai dari penghitungan tangkapan per unit upaya (CpUE – Catch per Unit Effort) dimana hasil tangkapan dibagi dengan upaya tiap alat tangkap. Dalam Tugas Akhir ini data hasil tangkapan dan upaya penangkapan didapatkan dari data sekunder tahun 2014. Lampiran C menyajikan hasil penghitungan CpUE untuk tiap alat tangkap pada masing-masing triwulan. CpUE yang telah dihitung kemudian dipakai untuk menentukan upaya penangkapan standar berdasarkan dominasi alat tangkap dan CpUE terbesar. Diketahui Pukat Cincin atau Purse Seine memiliki nilai CpUE terbesar dengan 0,1132 ton tiap trip di tahun 2014. Jumlah tersebut lebih besar dibanding Trammel Net dengan tangkapan sekitar 0,053 ton tiap trip atau Payang dengan tangkapan sekitar 0,024 ton tiap trip. Setelah ditentukan nilai tangkapan per unit upaya tiap alat tangkap dan Standar CpUE, menentukan Fishing Power Index (FPI) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
45
𝐹𝑃𝐼 = 𝐶𝑝𝑈𝐸𝑑𝑠𝑡 /𝐶𝑝𝑈𝐸𝑠𝑡 ..................................................................................(4.2) Keterangan : FPI : Fishing Power Index CpUEdst : CpUE alat tangkap yang akan distandarisasi (ton/trip) CpUSst : CpUE alat tangkap standar (ton/trip)
FPI yang didapatkan kemudian digunakan dalam menentukan upaya standar tiap alat tangkap (Fs) yang dihitung dengan mengalikan FPI dengan upaya penangkapan yang akan distandarisasi. Selanjutnya tangkapan tiap unit upaya baru dapat dihitung dengan Fs atau upaya penangkapan yang telah distandarisasi. Pada persamaan 4.1 disebutkan bahwa dalam menentukan tangkapan tiap unit upaya adalah hasil penjumlahan intersep (a) dan slope (b) yang dikali dengan upaya standar. Nilai a dan b dapat diperoleh melalui persamaan : 𝑏=
𝑎=
𝑛
𝑥𝑦 − 𝑥
𝑛
𝑥 2 −( 𝑥)
𝑦 2
𝑦 −𝑏 𝑛
𝑥
..............................................................................................(4.3)
......................................................................................................(4.4)
Dimana nilai x merupakan peubah bebas yaitu upaya dengan satuan trip dan y adalah peubah tak bebas atau CpUE. Diketahui nilai a dan b berturut-turut adalah -8232042 dan 123565533. Nilai a dan b tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan jumlah tangkapan optimum di perairan Situbondo dan jumlah tangkapan lestari maksimum. fMSY digunakan dalam perhitungannya dengan CpUE optimum dimana fMSY memiliki persamaan : fMSY = (-a)/2b fMSY = (-(-8232042))/2(123565533) fMSY = 0,33 MSY atau jumlah tangkapan lestari maksimum merupakan nilai yang didapat dari persamaan berikut : MSY = (-a2)/4b MSY = (-(-8232042)2)/(4(123565533)) MSY = 13710,64
46
Sehingga diketahui jumlah tangkapan maksimum yang dapat dihasilkan di perairan Situbondo sekitar 13710,64 ton tiap tahun dengan upaya optimum sebesar 411602 trip yang didapat dari fungsi CpUEopt = MSY/fMSY. 4.3 Pemodelan Sistem Dinamis Setelah diketahui data-data yang diperlukan untuk keperluan penentuan kebijakan langkah selanjutnya adalah mendefinisikan dan menentukan pemodelan melalui sistem dinamik. Sistem dinamik digunakan dalam pemodelan ini karena sistem ini mampu menganalisa parameter penting untuk menentukan kebijakan. Untuk memulai pemodelan melalui sistem dinamik langkah pertama yang dilakukan adalah mendefinisikan sistem yang akan dibuat ke dalam sistem dinamik. Definisi sistem diperlukan agar model yang dibuat jelas dan mampu memenuhi kebutuhan pelaku kebijakan terkait pengembangan wilayah pesisir. 4.3.1
Penentuan Batas Model dan Fokus Permasalahan
Pada model sistem dinamik ini akan dipilih tema model “Sumberdaya Pesisir Situbondo”. Sumberdaya pesisir di Situbondo dipilih menjadi tema karena memiliki keragaman di berbagai sektor seperti perikanan dan pariwisata namun memiliki kemungkinan potensi digunakan dalam waktu yang singkat. Hal tersebut dikarenakan sumberdaya tidak dikelola dengan tepat di tiap sektor sementara pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia di wilayah pesisir yang masih kurang. Tabel 4.2 menjelaskan variabel utama, rentang waktu untuk dimodelkan dan permasalahan dinamis yang terjadi untuk pemilihan batas model. Sementara tabel 4.3 menjelaskan perumusan hipotesa dinamis model. Tabel 4.1 Penentuan Batas Model Variabel penting
Ketersediaan sumberdaya; nilai produksi sektoral; sumberdaya manusia
Rentang waktu
2006 – 2026
Permasalahan dinamis
Ketersediaan sumberdaya cenderung turun. Sementara effort pengunjung terhadap pariwisata tumbuh dengan bertambahnya jumlah pengunjung tiap tahun. Nilai produksi perikanan mengalami penurunan sementara pada budidaya perikanan naik.
47
Tabel 4.2 Perumusan Hipotesa Dinamis Hipotesa Awal
Jika aktivitas di wilayah pantai tetap demikian kemungkinan terjadinya kelangkaan suplai pada sektor perikanan tangkap akan tinggi. Dan ada kemungkinan ketertarikan pengunjung terhadap tempat wisata juga turun. Dan hipotesa tersebut bergantung dari sumberdaya manusia di wilayah pantai yang mengeksploitasi tanpa batas.
Endogenous Focus
Produksi pada perikanan tangkap turun sementara rataan jam kerja nelayan tidak berubah. Di sisi lain masyarakat akan mengalihkan kegiatan ekonominya di sektor perikanan budidaya sebagai imbas langkanya suplai ikan di perairan. Potensi di pariwisata akan meningkat dan mengakibatkan bertambahnya jumlah pengunjung di tempat wisata
Setelah ditentukan pemilihan batas dan hipotesa dinamis sistem maka perlu ditentukan fokus permasalahan yang nantinya akan dijabarkan melalui daftar variabel. Fokus dalam pemodelan sistem dinamik terdiri atas 2 fokus yaitu endogenous focus yang berarti fokus permasalahan yang muncul berdasarkan kejadian yang terungkap dalam data dan exogenous focus yang muncul tidak berdasarkan data sehingga dipakai asumsi untuk menentukan fokus tersebut (Sterman, 2000). Tabel 4.4 menjelaskan parameter yang menjadi kedua fokus untuk pemodelan Sistem Dinamik. Tabel 4.3 Endogenous & Exogenous Focus Endogenous
Exogenous
Produksi total
Iklim
Nilai Produksi
Rataan trip nelayan
Harga Komoditas
Pendapatan
Tenaga Kerja
Pendidikan
Inventaris dan Aset
Kondisi masyarakat
Angkatan Kerja
Fasilitas
Daya Tarik Pengunjung
Aksesibilitas
48
4.3.2
Penentuan Variabel Model
Setelah ditentukan batasan dan fokus-fokus terhadap model, identifikasi variabel adalah langkah yang harus dikerjakan sebelum masuk diagram. Tujuan pemodelan dalam masalah ini diketahui yaitu untuk mengetahui dan mempelajari perilaku dari potensi sumberdaya pantai di Situbondo. Potensi sumberdaya yang terkaji di Situbondo diantaranya : Perikanan, Pariwisata, dan SDM. Faktor lingkungan turut mempengaruhi dalam ketiga potensi sumberdaya tersebut. Tabel 4.5 hingga 4.10 menjelaskan variabel yang diidentifikasi di tiap sektor untuk selanjutnya dilakukan pemodelan CLD. Tabel 4.4 Variabel Pemodelan submodel Perikanan Budidaya No 1 2 3
4
5 6 7 8
9 10
Variabel Aquaculture Product Demand (ton) Aquaculture Gross Production (ton) Aquaculture Gross Production Value (Rupiah) Aquaculture usage area per ton (squaremetre/ton) Aquaculture Production time average (month) Survival rate (% ton) Aquaculture seeds required (ton) Aquaculture Commodity Price (Rupiah/ton) Aquaculture Coverage Area (square-metre) Aquaculture Manpower Demand (person*square-meter)
Deskripsi Jumlah permintaan ikan sektor budidaya Total produksi sektor Perikanan budidaya Nilai produksi total sektor perikanan budidaya
Luas area budidaya yang digunakan untuk setiap ton produksi Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk panen/produksi Rate bibit yang bertahan selama pembudidayaan Permintaan benih produk budidaya tiap tahun Harga komoditas ikan budidaya tiap ton
Area total yang dibutuhkan untuk budidaya perikanan Jumlah pelaku usaha/tenaga kerja di bidang perikanan budidaya
49
Tabel 4.5 Variabel Pemodelan submodel Perikanan Tangkap No 1 2
3 4 5 6 7 8 9
10
Variabel Fisheries Gross Production (ton) Fisheries Gross Production Value (Rupiah) Fisheries Gross Demand (ton) Population Growth (ton) Boat Productivity / Actual Yield (ton/unit) Boat total (unit) Maximum Manpower on Boat (person/boat) Maximum Manpower Involved (person) Carrying Capacity/Maximum Sustainable Yield (ton) Annual Climate (month*ton %)
Deskripsi Produksi total sektor perikanan tangkap Nilai produksi yang dihasilkan perikanan tangkap
Permintaan produk perikanan tangakap Pertumbuhan populasi multi-spesies di area penangkapan Produktivitas kapal penangkapan tiap unit Jumlah armada perikanan tangkap Jumlah maksimum tenaga kerja di tiap kapal penangkapan Jumlah sdm perikanan tangkap maksimum yang terlibat Jumlah tangkapan maksimum yang diperbolehkan di area penangkapan Kondisi iklim tahunan di area penangkapan
Tabel 4.6 Variabel Pemodelan Submodel Pembenihan No 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
Variabel Hatchery Gross Demand (ekor) Hatchery Gross Production (ekor) Hatchery Gross Production Value (Rupiah) Hatchery Commodity Price (Rupiah/ekor) Hatchery Supply Required (ekor) Hatchery seawater usage (Litre*day/ekor) Hacthery processing time average (day) Hatchery‟s firm growth Hatchery labour average Hatchery labour demand
Deskripsi Jumlah permintaan sektor hatchery Total produksi benih ikan sektor hatchery Nilai produksi perikanan hatchery
Harga komoditas sektor hatchery Suplai benih yang dibutuhkan permintaan Penggunaan air untuk tiap proses pembenihan Rata-rata waktu proses pembenihan Pertumbuhan perusahaan pembenihan Rata-rata pekerja yang dibutuhkan untuk tiap usaha Kebutuhan pekerja bidang pembenihan
50
Tabel 4.8 Variabel Pemodelan submodel Pariwisata No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variabel Annual tourist arrival (person) Tourism revenue (Rupiah) Accessibility Tourist Facility Estimation (Rupiah) Tourism Effort Environmental Effect Human Activities Index Coral reefs bleaching Index Tourism facility development index Recreational facility development index Cleanliness facility development index Sanitary facility development index
Deskripsi Jumlah wisatawan (dalam & luar negeri) yang berkunjung ke tempat wisata Pendapatan tempat pariwisata Jalan/akses yang terdapat menuju tempat wisata Anggaran estimasi yang dapat dibangun untuk fasilitas pariwisata Daya tarik wisatawan terhadap tempat pariwisata Dampak lingkungan yang dihasilkan Indeks intensitas aktivitas manusia Indeks area terumbu karang yang mengalami pemutihan Index pengembangan fasilitas pariwisata Indeks pembangunan fasilitas keluarga/rekreasi Indeks pengembangan fasilitas kebersihan di area pariwisata Indeks pengembangan fasilitas sanitasi di area pariwisata
Tabel 4.9 Variabel Pemodelan Submodel Sumberdaya Manusia No 1 2 3 4 5 6 7 7 8
9 10 11
12
Variabel Population (people) Population growth (People/year) Population decrease (People/year) Education level Expenditure Rate (Rupiah/year) Labor Availability (people) Coastal Labor availability (people) Net income rate (Rupiah/year) Living space average per family(squaremeter*people) Family amount (People) Living space growth (Square-meter) Freshwater demand average per family (Litre*people) Freshwater demand (Litre)
Deskripsi Jumlah penduduk pesisir (13 kecamatan) di Situbondo Pertumbuhan penduduk di Situbondo Pengurangan penduduk di Situbono Tingkat pendidikan penduduk Tingkat Pengeluaran rata-rata penduduk Jumlah penduduk yang menjadi tenaga kerja Jumlah penduduk yang bekerja di kawasan pantai Jumlah pendapatan bersih yang diterima tenaga kerja di kawasan pantai Rata-rata area untuk bermukim tiap keluarga
Jumlah kepala keluarga di Situbondo Pertumbuhan lahan permukiman di Situbondo Permintaan air bersih rata-rata tiap keluarga
Permintaan air bersih penduduk
51
4.3.3
Causal Loop Diagram
Pada Causal Loop Diagram yang berada diatas digambarkan ada 5 submodel yang menggambarkan potensi yang ada di Situbondo. Causal Loop Diagram ini memiliki umpan balik positif sejumlah 14 buah dan umpan balik negatif 6 buah. Pada causal loop diagram ini juga digambarkan bahwa sektor lingkungan ikut mempengaruhi model, meskipun tidak berada dalam satu submodel sendiri. keterkaitan antara submodel menjadi dasar mengapa sektor lingkungan perlu dilibatkan dalam model, sehingga perencana mengerti ketika akan membangun kawasan pantai pada satu fokus, efek atau dampak akan pada fokus yang lain. Sektor lingkungan yang disertakan pada model ini diantaranya konsumsi air bersih, kebutuhan lahan kawasan pantai, Carrying Capacity/Max.Sustainable Yield, dan sebagainya. Lampiran D menggambarkan model Causal Loop Diagram untuk sumberdaya pesisir situbondo. 4.3.4
Stock-Flow Diagram – Perikanan Tangkap
Stock-Flow Diagram untuk perikanan tangkap pada reference mode memang mengalami tren atau kecenderungan meningkat rataan tambahan positif sekitar 816 ton/tahun. Namun pada model hal tersebut mengindikasikan produksi perikanan tangkap akan mengalami penurunan periodik karena hubungan antara actual yield dengan supply coverage yang saling berlawanan, ditambah dengan pertumbuhan populasi di area penangkapan dan carrying capacity yang tidak mengalami perubahan atau penundaan. Namun pada submodel ini diketahui jumlah kebutuhan sumberdaya manusia dan armada perikanan mengalami pertumbuhan eksponensial, ini dikarenakan asumsi pada reference mode yang mengalami kenaikan sehingga investasi penduduk yang berada di perairan juga ikut meningkat. Gambar 4. 15 menjelaskan Stock-Flow Diagram – Perikanan Tangkap di Situbondo. Sementara pada gambar 4.16 dan 4.17 adalah hasil pemodelan untuk beberapa variabel SFD di submodel tersebut. Lampiran E menjelaskan hasil pemodelan untuk tiap submodel.
52
(a)
(b) Gambar 4.12 Stock-Flow Diagram Submodel Perikanan Tangkap. (a) Produksi perikanan Tangkap; (b) Investasi terhadap unit upaya tangkap
Produksi perikanan tangkap 20,000
1
15,000
1
1
1 1
1
1
ton
1
10,000
1
1
1
1
1
5000 1
0 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 Time (Year) Produksi perikanan tangkap : Approaching_Fisheries
1
1
1
1
1
1
1
Gambar 4.13 pemodelan untuk produksi perikanan tangkap (unit: ton)
53
Sumberdaya Manusia Perikanan Tangkap 30,000
orang*Year*Year
22,500
15,000
7500
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 Time (Year) Sum be rday a Ma nusia P erikana n Ta ngka p : Approac hing_Fisheries 1
1
1
1
1
1
1
1
Gambar 4.14 : Hasil pemodelan untuk Sumberdaya Manusia Perikanan Tangkap (orang) Pada gambar tersebut diketahui bahwa Produksi perikanan tangkap di Situbondo meningkat di 10 tahun pertama. Produksi mengalami titik maksimum pada tahun 2015 dengan nilai 16402 ton dari jumlah tangkapan lestari maksimum yang telah dihitung sebelumnya. Namun pada tahun selanjutnya mengalami penurunan hingga terkoreksi pada tahun 2026 diperkirakan produksi hanya mencapai 1543 ton. sementara berdasarkan hasil pemodelan diketahui jumlah sumberdaya manusia
di
perikanan
tangkap
mengalami
kenaikan
meski
produksi
memperlihatkan penurunan. Tercatat pada 2026 diperkirakan jumlah sumberdaya manusia yang dibutuhkan sebanyak 23763 orang. Hasil tersebut dihitung berdasarkan jumlah kapal tangkap yang diasumsikan jika tiap kapal dioperasikan 5 orang. 4.3.5
Stock-Flow Diagram – Perikanan Budidaya
Pada model SFD untuk submodel perikanan budidaya terlihat bahwa loop mengalami penambahan tiap tahun. Ini merupakan dampak dari kurangnya suplai produksi perikanan tangkap sehingga permintaan konsumsi ikan beralih ke sektor ini. Diketahui bahwa pertumbuhan produksi perikanan budidaya mengalami kenaikan yang berdampak positif pula terhadap nilai produksi perikanan budidaya dengan asumsi inflasi sebesar 1.8%. namun yang perlu diperhatikan pada
54
submodel ini juga adalah lahan budidaya perikanan yang juga mengalami penambahan sebagai akibat dari meningkatnya permintaan. Gambar 4.18 berikut merupakan Stock Flow Diagram untuk budidaya perikanan. Sementara Gambar 4.19 merupakan hasil pemodelan SFD untuk produksi budidaya.
Gambar 4.15 Stock-Flow Diagram sektor Perikanan Budidaya
Produksi budidaya perikanan 40,000
30,000 ton*Year
1 1
20,000 1 1 1
10,000
1 1
1
1
1
1
1 0 1 1 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 Time (Year)
Produksi budidaya perikanan : Fish_11
1
1
1
1
1
1
1
1
Gambar 4.16 Hasil pemodelan produksi budidaya perikanan (ton)
55
Hasil produksi perikanan budidaya pada pemodelan tersebut menunjukkan kenaikan eksponensial dibanding produksi ikan tangkapan. Hal tersebut menunjukkan ketika sektor perikanan budidaya merupakan salah satu alternatif ketika perairan Situbondo tidak mampu mengakomodir kegiatan penangkapan. Pada 2016 produksi sektor pada submodel ini mencapai 5897 ton (data terobservasi tahun 2015 sebesar 6064 ton). sementara pada 2026 tercatat produksi diperkirakan mencapai 31821 ton. artinya pada 10 tahun kedepan produksi perikanan budidaya mengalami peningkatan rata-rata sekitar 2530 ton. 4.3.6
Stock-Flow Diagram – Pembenihan
Sektor pembenihan merupakan produk perikanan unggulan di Situbondo. Produksi mayoritas pembenihan di Situbondo biasanya benih kerapu tikus dan macan, bahkan di BBAP Situbondo sedang dikembangkan benih kerapu hybrid. Tiap panen benih rata-rata suatu perusahaan benur membutuhkan waktu hingga 70 hari. Gambar disamping merupakan stock & flow diagram untuk sektor pembenihan dimana „suplai yang dibutuhkan‟ akan menentukan tingkat pembenihan. Secara umum grafik yang diekspresikan model mengindikasikan pertumbuhan eksponensial karena permintaan yang terus naik. Namun perlu diingat bahwa ketika perusahaan benur yang semakin banyak akan berdampak pada penggunaan air sewaktu produksi dimana air dalam bak pembenihan harus rutin diganti. Gambar 4. 20 menjelaskan Stock-Flow Diagram – Pembenihan di Situbondo. Sementara pada gambar 4.21 merupakan hasil pemodelan submodel pembenihan
56
Gambar 4.17 Stock-flow diagram sektor pembenihan
Produksi Sektor Hatchery 2B
ekor
1.75 B
1.5 B
1.25 B
1B 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 Time (year) Produksi Sektor Hatchery : Hatchery _12 Gambar 4.18 Hasil pemodel SFD untuk sektor Hatchery. Produksi Sektor (ekor)
Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa sektor pembenihan mengalami kenaikan yang cukup stabil. Diketahui pada pemodelan tersebut di tahun 2016 mencapai
57
1,53 miliar ekor. Sementara pada 2026 diperkirakan produksi pembenihan mengalami peningkatan hingga 1, 72 miliar ekor. 4.3.7
Stock-Flow Diagram – Pariwisata
Stock Flow diagram untuk sektor pariwisata disamping merupakan hubungan keterkaitan antara effort wisatawan terhadap suatu daerah pantai, hasil yang dapat dihasilkan dari kawasan pantai tersebut, dan dampak yang dihasilkan ketika pengunjung mengalami jumlah pertumbuhan. Pada model ini dianalisa bahwa pendapatan pariwisata di Situbondo akan mengalami peningkatan yang cukup stabil dengan daya tarik pengunjung terhadap fasilitas yang dikembangkan juga meningkat. Daya tarik pengunjung tersebut juga dapat menyebabkan terjadi penambahan pengunjung yang lebih banyak. Namun perlu diketahui pada kondisi dimana wisatawan yang makin banyak akan mengindikasikan perubahan indeks aktivitas manusia yang berada di kawasan pantai sehingga berpengaruh terhadap indeks dampak lingkungan yang makin menurun. Salah kejadian yang akan dicari adalah produksi sampah dengan asumsi tiap wisatawan dapat membawa 0.25 kg sampah ke tempat wisata. . Gambar 4.22 menjelaskan Stock Flow Diagram untuk submodel pariwisata dengan hasil pemodelan salah satu variabel berada di gambar 4.23 hingga 4.25
Gambar 4.19 Stock-flow diagram sektor pariwisata
58
Pendapatan Pariwisata 30 B
22.5 B
Rupiah
1 1 1
15 B
1 1 1
7.5 B
1
1
1
1 1
1
0 1 1 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 Time (Year) Pendapatan Pariwisata : Tourism_9 1 1 1 1 1 1 1 1 Gambar 4.20 Hasil pemodelan pendapatan pariwisata pada SFD submodel
1
pariwisata
Kedatangan pengunjung 400,000 1 1
300,000
1
People
1 1
1 1
200,000 1
100,000
1
1
1 1
1
0 1 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 Time (Year) Kedatangan pengunjung : Tourism_9 1 1 1 1 1 1 1 1 Gambar 4.21 : Hasil Pemodelan Kedatangan Pengunjung pada SFD Submodel
1
Pariwisata
59
Waste Production 6M 1
4.5 M
1 1
kg
1
3M
1 1 1 1 1
1.5 M
1 1 1
1
1
0 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 Time (Year) Waste Production : Tourism_9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Gambar 4.22 : Hasil Pemodelan Produksi Sampah pada SFD submodel Pariwisata 4.3.8
Stock Flow Diagram – Sumberdaya Manusia
Submodel sumberdaya manusia menjadi submodel terakhir pada pemodelan ini. Submodel ini merupakan hubungan kausal yang menghubungkan tingkat populasi yang didapatkan dari data jumlah penduduk di 13 kecamatan di Situbondo dengan pengeluaran yang memiliki korelasi dengan pendapatan penduduk disana. Selain pendapatan penduduk submodel ini juga mendefinisikan korelasi antara jumlah penduduk dengan aspek keberlanjutan sumberdaya pesisir, seperti estimasi kebutuhan untuk tempat tinggal dan konsumsi air bersih. Dan dari submodel ini pula dikaji ketersediaan tenaga kerja yang diambil dari asumsi 30% populasi, dan tenaga kerja kawasan pantai yang diasumsikan 35% tenaga kerja berdasarkan sebaran pekerjaan penduduk desa sewaktu wawancara. Gambar 4.26 menerangkan tentang stock flow diagram sumberdaya manusia. Gambar 4.27 dan 4.28 menerangkan tentang hasil pemodelan pada beberapa variabel penting.
60
Jiwa
Gambar 4.23 Stock-Flow Diagram sektor Sumberdaya Manusia
Gambar 4.24 : Jumlah Populasi hasil pemodelan SFD sektor Sumberdaya Manusia
61
Kebutuhan air bersih konsumsi 200 M
Liter
150 M
100 M
50 M
0 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 Time (Year) Kebutuhan air bersih konsumsi : Population_7 Gambar 4.25 : Konsumsi air bersih penduduk pesisir hasil pemodelan SFD submodel Sumberdaya Manusia Dari pemodelan tersebut diketahui jumlah penduduk di pesisir mengalami peningkatan stabil. Tercatat pada 2026 jumlah penduduk yang tinggal di daerah pesisir mencapai 1,5 juta jiwa. Hal tersebut berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi air bersih yang mencapai 170 juta lita sebagai dampak meningkatnya jumlah penduduk dengan asumsi tiap kepala keluarga membutuhkan 38 liter air bersih untuk dikonsumsi. 4.4 Model Testing Setelah pemodelan melalui causal loop diagram dan stock-flow diagram selesai dikerjakan langkah selanjutnya adalah pengujian model. Pengujian model dilakukan karena model memiliki sifat yang terbatas dan merepresentasikan sebagian kecil yang sederhana dari kondisi yang sebenarnya. Pengujian model memiliki jenis yang berbagai macam seperti uji ketersediaan batas (boundary adequacy test), uji struktur (Structur assessment test), uji terhadap parameter, uji terhadap kondisi ekstrim, hingga uji terhadap perilaku struktur. Pada model sistem dinamik sumberdaya di Situbondo dilakukan uji terhadap perilaku karena pengujian ini cukup menggambarkan jarak antara reference mode dan hasil model.
62
Banyak tools yang dapat digunakan untuk mereproduksi kemampuan model terhadap perilaku sistem (Sterman, 2000). Pemodelan diujikan pada causal loop diagram dan stock flow diagram. 4.4.1
Structure Assessment
Pengujian structure assessment merupakan salah satu bentuk uji terhadap model apakah model konsisten dengan pengetahuan sistem sebenarnya. Konsistensi tersebut dapat dilihat dari fokus tingkatan kesatuan atau unit, kesesuaian model terhadap realita mendasar (Sterman, 2000).
Assessment ini meninjau
inkonsistensi dan ketidaksesuaian asumsi terhadap ketersediaan sumberdaya terhadap kegiatan yang terjadi. Pengujian ini dilakukan terhadap causal loop diagram dengan mengidentifikasi dampak lain dari fokus endogen. Structure assesment ini terdapat pada software Vensim PLE dengan melakukan pengecekan model. Apabila pada model terdapat variabel dalam loop fokus endogen yang berwarna hitam maka model masih memiliki inkonsistensi dan ketidaksesuaian dengan sistem. 4.4.2
Koefisien determinasi dan persen error
Dimana yang paling umum adalah mengamati dan menghitung rataan atau mean dari angka yang didapat melalui observasi hingga angka pemodelan. R2 merupakan metode yang paling sering digunakan mengukur tingkat kecocokan. R2 mengukur bagian-bagian dari varian dalam data yang tersedia oleh model. R2 umumnya digunakan dalam analisa regresi dengan rumus sebagai berikut : 𝑅2 = 1 −
𝑒2 /
𝑋𝑚 − 𝑋𝑑
2
; Dimana error e = X - Xd........................(4.1)
R2 ≤ 1 untuk model yang mengadaptasi dari data yang terobservasi. Pengujian dilakukan pada variabel model yang terdapat pada data terobservasi. Gambar 4.24 menjelaskan ringkasan hasil pengujian model dengan R2, sementara Lampiran F menjelaskan perbandingan angka antara model dan reference mode dan masingmasing perhitungan R2.
63
TOURISM - Pendapatan Pariwisata TOURISM - Kedatangan Pengunjung HATCHERY - Nilai Produksi HATCHERY - Produksi FISHERIES - Jumlah Kapal FISHERIES - Produksi AQUACULTURE -Nilai Produksi AQUACULTURE - Produksi 0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
Gambar 4.26 : Hasil pengujian model R2 di tiap sector Sementara pada pengujian persen error dilakukan terhadap variabel yang sama melalui persamaan berikut : %𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑂𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑎𝑠𝑖 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑂𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑎𝑠𝑖
× 100.................................................(4.2)
Perhitungan persen error dilakukan tiap tahun pada masing-masing variabel. Selanjutnya tiap persen error tersebut akan diambil mean tiap variabel. Gambar 4.25 menunjukkan hasil rataan tiap variabel pada pengujian persen error TOURISM - Pendapatan Pariwisata TOURISM - Kedatangan Pengunjung HATCHERY - Nilai Produksi HATCHERY - Produksi FISHERIES - Jumlah Kapal FISHERIES - Produksi AQUACULTURE -Nilai Produksi AQUACULTURE - Produksi 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0
Gambar 4.27 : hasil pengujian persen error pada beberapa variabel endogen
64
4.5 Desain Skenario Desain skenario dilakukan dalam pemodelan agar pelaku kebijakan memahami kondisi yang akan terjadi jika fokus kebijakan berganti arah. Melalui desain skenario jarak atau gap yang dihasilkan oleh pemodelan dengan data terobservasi menjadi lebih optimal dan efektif. Dalam “Model Sistem Dinamik Sumberdaya Pesisir Situbondo” akan dirancang skenario kebijakan di tiap submodel dengan mengubah nilai atau bagian model. Tabel 4.10 menjelaskan daftar skenario kebijakan yang akan disimulasikan ke dalam masing-masing submodel dengan merubah nilai variabel. Tabel 4.9 Desain Skenario Kebijakan Sektor/Submodel
Skenario 1
Perikanan Tangkap
Skenario 3
-Target Produktivitas :
-Target Produktivitas :
50% dari Skenario 1
naik 25% dari Skenario 1
Perikanan Budidaya
-Permintaan ikan
-Permintaan ikan : naik
budidaya : 50% dari
30% dari Skenario 1
Skenario 1 Kondisi
Pembenihan
Skenario 2
-Hatching Rate : 50%
-Hatching Rate : naik
dari Skenario 1
25% dari Skenario 1
(business
-Rate masuk : naik 20%
-Rate masuk : naik 40%
as usual)
dari Skenario 1
dari Skenario 1
Awal Model
Pariwisata
-Rata produksi sampah tiap pengunjung : 75% dari Skenario 1
-Rata produksi sampah tiap pengunjung : naik 50% dari Skenario 1
Sumber Daya Manusia
-Tenaga kerja kawasan
-Tenaga kerja kawasan
pantai : naik 25% dari
pantai : naik 50% dari
Skenario 1
Skenario 1
65
Pada skenario 2 dikondisikan kebijakan pengembangan mengalami efisiensi dimana pada 3 sektor sumberdaya produktif seperti perikanan dan pembenihan mengalami pengurangan nilai variabel. Sementara pada sektor pariwisata kebijakan terkait mengindikasikan kesadaran pengelola terhadap integrasi lingkungan meningkat dengan penurunan produksi sampah pengunjung ditambah kesadaran penduduk untuk mengembangkan pesisir juga ikut meningkat. Pada skenario 3 kondisi kebijakan berkembang kearah pemanfaatan sumber daya alam dan memaksimalkan pendpatan sektoral. Hampir semua sektor mengalami peningkatan kegiatan produksi dan merespon kebutuhan konsumen. Efisiensi terhadap suplai tidak terkover dan kondisi sumber daya manusia juga ditingkatkan untuk mengakomodir kegiatan produksi. Gambar 4.28 hingga 4.32 menjelaskan hasil pemodelan tiga skenario tersebut di tiap submodel dimana diketahui meskipun pada skenario 2 terlihat tingkat produksi dibawah dua skenario lain, namun masih bisa terakomodir kebutuhan SDM di wilayah pesisir, dan juga dampak lingkungan yang ditimbulkan jauh lebih kecil karena efisiensi tersebut. Semntara pada skenario 3 diketahui bahwa hasil produksi tiap sektor paling bagus diantara dua skenario lain namun kondisi berbagai kebutuhan produksi tidak dapat bertahan lama.
Produksi perikanan tangkap
20,000
ton
15,000
3
10,000 1 2
5000
31 2
3
1 2
3
1 2
1
3 2
1
31 2
3 1 2
3 1 2
2
3
1
2 3 1
2 3 1
2
2 2
3 1
3 1
3
0 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 Time (Year) P roduksi pe rika nan tangkap : Approaching_Fisheries_ske nario3 1 1 1 1 1 1 1 1 P roduksi pe rika nan tangkap : Approaching_Fisheries_ske nario2 2 2 2 2 2 2 2 2 P roduksi pe rika nan tangkap : Approaching_Fisheries 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Gambar 4.28 Hasil pemodelan tiga skenario pada submodel perikanan tangkap. Produksi perikanan tangkap
66
(a)
(b) Gambar 4.29 Hasil pemodelan tiga skenario pada submodel perikanan budidaya. (a) Produksi perikanan budidaya; (b) kebutuhan lahan budidaya
67
(a)
(b) Gambar 4.30 Hasil pemodelan tiga skenario pada submodel pembenihan. (a) Produksi pembenihan; (b) total kebutuhan air
68
(a)
(b) Gambar 4.31 Hasil pemodelan tiga skenario pada submodel pariwisata. (a) Pendapatan; (b) Produksi sampah kawasan pantai
69
Gambar 4.32 Hasil pemodelan tiga skenario pada submodel sumber daya manusia
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV dapat diambil beberapa kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah antara lain : 1.
Berdasarkan tingkat produksi, tiap sektor mengalami kenaikan kecuali sektor
perikanan tangkap. Sektor perikanan tangkap tiap tahun dalam pemodelan mengalami penurunan jumlah yang diakibatkan kondisi permintaan yang lebih besar dari Carrying Capacity/Max. Sustainable Yield. Sementara pada sektor perikanan budidaya, pembenihan, dan pariwisata tiap tahunnya mengalami kenaikan pada pemodelan, namun beresiko terhadap penurunan kualitas lingkungan pantai di wilayah tersebut. Seperti pada produksi perikanan tangkap pada tahun 2026 yang tercatat hanya 1543 ton sebagai imbas dari kegiatan penangkapan yang tidak berkelanjutan. 2.
Hasil pemodelan berdasarkan desain skenario yang menunjukkan hasil yang
berlawanan di semua submodel pada skenario 2 dan 3. Pada skenario 2 tingkat produksi dan pendapatan terlihat dapat bertahan lebih lama meski dengan kuantitas yang lebih kecil dibanding skenario 1 dan 3. Skenario 3 menunjukan hasil yang lebih produktif di semua submodel dibanding dua skenario lain. Namun hasil suplai dan kondisi lingkungan pada hasil model skenario 3 menunjukkan kondisi yang sangat buruk dibanding dua skenario lain. Sehingga berdasarkan simulasi tersebut kebijakan yang dapat diimplementasikan adalah melakukan efisiensi trip nelayan, terutama bagi kapal dengan alat tangkap yang memiliki nilai tangkapan per unit besar. Selain itu, perlunya dilakukan upaya konservasi terutama pada spesies dalam kuantitas kritis yang sebenarnya kurang begitu kontirbutif terhadap ekonomi nelayan. Upaya standarisasi alat tangkap dan pemetaan area perairan terlindung (Marine Protected Areas) juga perlu dilakukan sebagai langkah lanjutan terhadap kegiatan konservasi. Pemberdayaan tingkat pendidikan kepada masyarakat pesisir juga perlu digencarkan sebagai upaya transfer kebijakan yang lebih dapat diterima semua pihak di pesisir.
71
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut antara lain : 1.
Analisa dampak lingkungan yang lebih kompleks, jika data yang mempunyai
korelasi tersedia. 2.
Perlunya melibatkan berbagai instansi vertikal dalam merencanakan program
pembangungan pesisir. Menciptakan sinergi antara pelaku dan perumus kebijakan dalam memanajemen pemanfaatan sumberdaya pesisir, seperti menentukan kawasan laut terlindungi, seleksi terhadap komoditas rendah regenerasi, teknologi efisiensi material budidaya atau pembenihan. 3.
Diperlukan penelitian dengan metode sistem dinamik untuk lokasi penelitian
lain.
72
DAFTAR PUSTAKA Abelshausen, B., Vanwing, T., Liesbeth, D. B., Buffel. T., Backer. F.D. 2013. Stakeholder Participation and Knowledge Sharing in Integrated Coastal Zone Management in Vietnam. Procedia - Social and Behavioral Sciences. Elsevier. Abelshausen, B., Vanwing, T., Jacquet, W. 2015. Participatory Integrated Coastal Zone Management in Vietnam: Theory Versus Practice Case Study: Thua Thien Hue Province. Journal of Marine and Island Cultures. Elsevier. Carter, R.W. G. 1988. Coastal Environments. Academic Press Limited. London Chapman A., Darby S. 2016. Evaluating Sustainable Adaptation Strategies for Vulnerable Mega-Deltas using System Dynamics Modelling: Rice Agriculture in the Mekong Delta‟s An Giang Province, Vietnam. Science of The Total Environment. Elsevier Chattopadhyay, S. (2010). Geomorphology for Integrated Coastal Zone Management: A Theoretical Approach with Examples from Kerala, India. Indian Journal of Geo-Marine Sciences. India Forrester, J. W. 1961. Industrial Dynamics. MIT Press Cambridge. Manhattan. Islam, K. S., Xue, X., Rahman, M. M. (2009). Successful Integrated Coastal Zone Management (ICZM) Program Model of a Developing Country (Xiamen, China) – Implementation in Bangladesh Perspective. Journal of Wetland Ecology. Elsevier Kotir, J. H., Smith, C., Brown, G., Marshall, N., Johnstone, R. 2016. A system dynamics simulation model for sustainable water resources management and agricultural development in the Volta River Basin, Ghana. Science of the Total Environment. Elsevier Kratzer, S., Harvey, E. T., Philipson, P. (2014). The Use of Ocean color remote sensing in integrated coastal zone management – A case study from Himmerfjarden, Sweden. Marine Policy. Elsevier
73
Ogata, K. 1998. System Dynamics. Pearson Prentice Hall. New York Ozyurt, G., Ergin, A. 2012. Spatial and Time Balancing Act : Coastal Geomorphology in View of Integrated Coastal Zone Management (ICZM). Studies on Environmental and Applied Geomorphology. Kroasia. Intech Patlis, J., Knight, M., Siahaan, W. 2002. Creating a Legal Framework for Integrated Coastal Management in Indonesia. Jurnal Pesisir dan Lautan. PKSPLIPB Post, J. C., Lundin, C. G. 1996. Guidelines for Integrated Coastal Zone Management. Environmental Sustainable Development Studies and Monographs Series No. 9. Washington D.C., World Bank Sterman, J. D. 2000. Business Dynamis: System Thinking an Modelling for a Complex World. Irwin/McGraw-Hill. Boston Susnik, J., Vamvakeridou-Lyroudia, L. S., Savic, D. A., Kapelan, Z. 2012. Integrated System Dynamics Modelling for Water Scarcity Assessment: Case Study of the Kairouan Region. Science of the Total Environment. Elsevier. Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Jakarta United Nations Environment Programme (UNEP). 2009. Sustainable Coastal Tourism, An integrated planning and management approach. UNEP. World Commision on Environment and Development (WCED). 1987. Our Common Future. Oxford University Press. New York. Wei, S., Yang, H., Song, J., Abbaspour, K. C., Xu, Z. 2012. System Dynamics Simulation Model fo Assessing Socio-economic Impacts of Different Levels of Environmental Flow Allocation in the Weihe River Basin, China. European Journal of Operational Research. Elsevier.
74
LAMPIRAN
75
(LAMPIRAN A) Rencana Kegiatan di Situbondo Tabel A.1 Hari Pertama (Senin, 5 September 2016) Waktu 07.30 – 08.00 08.00 – 08.30 09.00 – 12.30 12.30 - 13.00 13.00 – 16.30 16.30 – 17.00 17.00 – 18.00
Kegiatan Briefing dan persiapan Menuju Bappeda Situbondo Diskusi dan pengumpulan informasi pembangunan wilayah pesisir di Situbondo Menuju Dinas Kelautan dan Perikanan Situbondo Diskusi dan pengumpulan data sekunder (a, b, c, d) Ishoma Evaluasi Tabel A.2 Hari Kedua (Selasa, 6 September 2016)
Waktu 07.30 – 08.00 08.00 – 08.30 08.30 – 12.30 12.30 – 13.00 13.00 – 16.30 16.30 – 18.00 18.00 – 19.00
Kegiatan Briefing dan perisapan Menuju Badan Pusat Statistik Situbondo Dialog dan pengambilan data sekunder Menuju Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Situbondo Diskusi dan pengambilan data sekunder Ishoma Evaluasi Tabel A.3 Hari Ketiga (Rabu, 7 September 2016)
Waktu 07.00 – 08.00 08.00 – 08.30 08.00 – 13.00 13.00 – 13.30 13.30 – 16.30 16.30 – 18.00 18.00 – 19.00
Kegiatan Briefing dan persiapan Menuju Pantai Pathek Pengambilan kuesioner kepada pengunjung dengan sampling acak (Simple Random) Menuju Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Situbondo Diskusi dan pengambilan informasi pemanfaatan ruang pesisir di Situbondo Ishoma Evaluasi
Tabel A.4 Hari Keempat (Kamis, 8 September 2016) Waktu 07.00 – 08.00 08.00 – 08.30 08.30 – 12.00 12.00 – 13.00 13.00 – 17.00 17.00 – 18.30 18.30 – 19.00
Kegiatan Briefing dan persiapan Menuju kampung di sekitar Pelabuhan Kalbut Pengambilan kuesioner stratified sampling untuk data pendapatan penduduk Ishoma Pengambilan kuesioner stratified sampling untukdata pendapatan penduduk Evaluasi dan kembali ke penginapan Evaluasi Tabel A.5 Hari Kelima (Jumat, 9 September 2016)
Waktu 07.00 – 08.00 08.00 – 09.30 09.30 – 11.30 11.30 – 13.00 13.00 – 17.00 17.00 – 18.00
Kegiatan Briefing dan persiapan Menuju kampung di sekitar Pelabuhan Jangkar Pengambilan kuesioner dengan stratified sampling untuk data pendapatan penduduk Ishoma Pengambilan kuesioner dengan stratified sampling untuk data pendapatan penduduk Evaluasi dan menuju penginapan
Tabel A.6 Hari Keenam (Sabtu, 10 September 2016) Waktu
Kegiatan
07.00 – 08.00
Briefing dan Persiapan
08.00 – 09.00
Menuju Pantai Banongan
09.00 – 12.00
Pengambilan kuesioner ke pengunjung dengan sampling acak (simple random)
12.00 – 12.30
Ishoma
12.30 – 13.30
Menuju Pantai Tampora
13.30 – 16.30
Pengambilan Kuesioner
16.30 – 18.30
Evaluasi dan kembali ke penginapan
Tabel A.7 Hari Ketujuh (Minggu, 11 September 2016) Waktu
Kegiatan
07.00 – 08.00
Briefing dan persiapan
08.00 – 10.30
Menuju Pantai Bama dan kawasan mangrove Baluran
10.30 – 12.00
Diskusi dengan petugas sekitar terkait kawasan mangrove Baluran
12.00 – 12.30
Ishoma
12.30 – 16.00
Pengambilan kuesioner pengunjung dengan sampling acak (simple random)
16.00 – 17.30
Kembali ke penginapan dan evaluasi
Tabel A.8 Hari Kedelapan (Senin, 12 September 2016) Waktu
Kegiatan
07.00 – 08.00
Briefing dan persiapan
08.00 – 09.30
Menuju Pantai Pasirputih
09.30 – 12.00
Pengambilan kuesioner pengunjung dengan sampling acak (simple random)
12.00 – 12.30
Ishoma
12.30 – 13.30
Melanjutkan pengambilan kuesioner
13.30 – 16.00
Diskusi dengan petugas sekitar mengenai perkembangan wisata pantai Pasirputih
16.00 – 17.30
Kembali ke penginapan dan evaluasi
(LAMPIRAN B) Rencana Pengerjaan Tugas Akhir Tabel B.1 Rencana kegiatan pengerjaan Tugas Akhir Bulan Juli No
Kegiatan
Minggu I
1
1
2
3
4
Minggu II
5
6
1
2
3
4
Minggu III
5
6
1
2
3
4
Minggu IV
5
6
1
2
3
4
5
6
Perbaikan Proposal
2
Studi Literatur : ICZM
3
Studi Literatur : Ekosistem Pantai
4
Studi Literatur : Sis.Dinamik
Tabel B.2 Rencana kegiatan pengerjaan Tugas Akhir Bulan Agustus No
Kegiatan
Minggu I 1
1 2
Mengenal Vensim Latihan Vensim
3
Studi Literatur :Kab.Situbondo
4
Mencari referensi pesisir Situbondo Diskusi dan menentukan data untuk pemodelan Merencanakan kegiatan di Situbondo
5
6
2
3
4
Minggu II 5
6
1
2
3
4
Minggu III 5
6
1
2
3
4
Minggu IV 5
6
1
2
3
4
5
6
Tabel B.3 Rencana kegiatan pengerjaan tugas akhir bulan September No
Kegiatan
Minggu I
1
1
2
3
4
Minggu II
5
6
1
2
3
4
Minggu III
5
6
1
2
3
4
Minggu IV
5
6
1
2
3
4
5
Mengurus perizinan dan akomodasi
2
Survei Lapangan
3
Rekapitulasi data lapangan
4
Pengolahan statistik data kuantitatif
Tabel B.4 Rencana kegiatan pengerjaan tugas akhir bulan Oktober No
Kegiatan
Minggu I 1
1
Penentuan nilai (Stock/rate) Variabel
2
Merancang model CLD
3
Menentukan formulasi dan progress CLD ke Vensim
4
Simulasi model I
5
Menentukan kebijakan ICZM
2
3
4
Minggu II 5
6
1
2
3
4
Minggu III 5
6
1
2
3
4
Minggu IV 5
6
1
2
3
4
5
6
6
Tabel B.5 Rencana kegiatan pengerjaan tugas akhir bulan November No
Kegiatan
Minggu I
1
1
Menentukan kebijakankebijakan ICZM yang diujikan
2
Menentukan CLD kebijakan ICZM ke model Vensim
3
Simulasi model II
4
Evaluasi hasil pemodelan
5
Kesimpulan dan laporan
2
3
4
Minggu II
5
6
1
2
3
4
Minggu III
5
6
1
2
3
4
Minggu IV
5
6
1
2
3
4
5
6
Tangkapan (Y) Effor (f)
kg trip
Pukat Cincin Payang Jaring Insang Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 490950 1495500 636510 2205600 343650 475680 559395 393795 41550 53650 76486 32550 9268 11330 12431 9622 17797 19527 13666 20793 1209 2608 1438 1643 Catch total 4828560 Effort total 42651 Catch total 1772520 Effort total 71783 Catch total 204236 Effort total 6898 Pancing Trammel Net Dogol Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 212250 235875 32850 254430 33300 22050 90705 18900 81150 102000 6000 102459 41611 38209 37343 45188 546 908 1040 584 895 1679 2211 2339 Catch total 735405 Effort total 162351 Catch total 164955 Effort total 3078 Catch total 291609 Effort total 7124
Tangkapan (Y) Effor (f)
kg trip
CpUE (Y/f)
Pukat Cincin Payang Jaring Insang Pancing Trammel Net Dogol ton/trip 0,113 0,025 0,030 0,005 0,054 0,041
Model: D:\Semester 8\Tugas Akhir\The SRSD\CLD2-SRSD.mdl View: View 1
Aquaculture Product Demand
-
Aqc Commodity Price
+
+
+ B1
Aquaculture Coverage Area +
Hatchery Labor + Demand
+
+
R12
+
Fisheries market value R11
+ + Coastal zone human + resources demand + Fisheries Gross + Production Value +
Multispeciespopulation growth B4
Annual climate change
- +
+ Carrying - Capacity/MSY
- Productivity goal per boat
Boat total
Maximum manpower on Boat
+ Land area + necessity
+
Annual tourist arrival
R10
+ Tourism revenue + + tourism facility estimation
+ Human activities
Labour/Manpower Availability +
+ Manpower involved in Fisheries Living space average B6 per family + + Mortality Rate
Human resources on tourism
Coastal Labour
+
B3
+ + Education Level
Net income
+
R14
Population
+ Expenditure
+ R13 Population growth +
+ Family amount +
freshwater demand
Tue Dec 20, 2016 5:08PM
Hatchery Processing Time Average
Land facility development + + + + + +Gross Multi-sectoral income
+
Actual Yield
Hatchery Seawater Usage +
R5
Hatchery Supply + Required
+ Aqc Seeds required
Fisheries Gross Production
R6
Hatchery labor + average
R4
+
+
Hatchery Commodity Price
+ Hatchery's firm growth
Aquaculture Manpower Demand
Fish Consumption Demand
+ Hatchery Gross Demand
B2 -
+
R1
B5
+
Aquaculture Usage Area per Ton
R2
Fisheries Gross Demand
Hatchery Gross Production
R3
Survival rate
Aquaculture Production Time Average
+ Hatchery Gross Production Value +
+ + Aquaculture Gross Production Value
Aquaculture Gross Production
R8
+ Recreational facility dev.index R7
Environmental effect -
+
Market value
R9
+ Cleanliness facility dev.index +
Tourism Effort +
+
+ Sanitary facility dev.index Accessibility
Time (Year) "Produksi perikanan tangkap" Runs: Produksi perikanan tangkap 2006 Approaching_Fisheries 7444 2006.25 2006.5 2006.75 2007 2007.25 2007.5 2007.75 2008 2008.25 2008.5 2008.75 2009 2009.25 2009.5 2009.75 2010 2010.25 2010.5 2010.75 2011 2011.25 2011.5 2011.75 2012 2012.25 2012.5 2012.75 2013 2013.25 2013.5 2013.75 2014 2014.25 2014.5 2014.75 2015 2015.25 2015.5 2015.75 2016 2016.25 2016.5 2016.75 2017 2017.25 2017.5 2017.75 2018 2018.25 2018.5 2018.75 2019 2019.25
7583.53 7912.97 8235.32 8550.27 8857.52 9156.77 9447.74 9730.15 10003.7 10268.2 10523.3 10768.8 11004.5 11230.1 11445.4 11650.2 11844.3 12027.5 12199.7 12360.6 12510.1 12648 12774.2 12888.6 12991 13081.4 13159.7 13225.7 13279.4 13320.7 13349.7 13366.1 13370.1 13361.6 13340.6 13307 13261.1 13202.6 13131.8 13048.6 12953.1 12845.5 12725.7 12593.9 12450.2 12294.7 12127.6 11949 11759 11557.9 11345.8 11122.9 10889.3
2019.5 2019.75 2020 2020.25 2020.5 2020.75 2021 2021.25 2021.5 2021.75 2022 2022.25 2022.5 2022.75 2023 2023.25 2023.5 2023.75 2024 2024.25 2024.5 2024.75 2025 2025.25 2025.5 2025.75 2026
10645.4 10391.2 10127.2 9853.37 9570.1 9277.61 8976.18 8666.07 8347.57 8020.96 7686.54 7344.63 6995.53 6639.55 6277.04 5908.32 5533.72 5153.61 4768.31 4378.2 3983.63 3584.97 3182.57 2776.83 2368.11 1956.79 1543.26
Time (Year) "Supply Coverage" Runs: Supply Coverage 2006 Approaching_Fisheries 11464.9 2006.25 12140.1 2006.5 12114.9 2006.75 12088.6 2007 12061.2 2007.25 12032.8 2007.5 12003.4 2007.75 11972.9 2008 11941.5 2008.25 11909.1 2008.5 11875.9 2008.75 11841.7 2009 11806.8 2009.25 11770.9 2009.5 11734.4 2009.75 11697 2010 11659 2010.25 11620.2 2010.5 11580.8 2010.75 11540.8 2011 11500.3 2011.25 11459.2 2011.5 11417.6 2011.75 11375.5 2012 11333.1 2012.25 11290.2 2012.5 11247 2012.75 11203.5 2013 11159.8 2013.25 11115.8 2013.5 11071.6 2013.75 11027.3 2014 10983 2014.25 10938.5 2014.5 10894.1 2014.75 10849.6 2015 10805.3 2015.25 10761 2015.5 10716.9 2015.75 10673 2016 10629.4 2016.25 10586 2016.5 10542.9 2016.75 10500.2 2017 10457.9 2017.25 10416 2017.5 10374.6 2017.75 10333.7 2018 10293.4 2018.25 10253.7 2018.5 10214.6 2018.75 10176.2 2019 10138.4 2019.25 10101.4 2019.5 10065.2
2019.75 2020 2020.25 2020.5 2020.75 2021 2021.25 2021.5 2021.75 2022 2022.25 2022.5 2022.75 2023 2023.25 2023.5 2023.75 2024 2024.25 2024.5 2024.75 2025 2025.25 2025.5 2025.75 2026
10029.8 9995.29 9961.62 9928.86 9897.04 9866.19 9836.34 9807.53 9779.77 9753.1 9727.54 9703.12 9679.86 9657.79 9636.91 9617.27 9598.87 9581.73 9565.88 9551.32 9538.08 9526.16 9515.57 9506.34 9498.47 9491.96
Time (Year) "Sumberdaya Manusia Perikanan Tangkap" Runs: Sumberdaya Manusia Perikanan Tangkap 2006 Approaching_Fisheries&boat_ 25 8850 2006.25 10350 2006.5 11851.8 2006.75 13356.5 2007 14864.8 2007.25 16376.9 2007.5 17893 2007.75 19413.2 2008 20937.3 2008.25 22465.5 2008.5 23997.7 2008.75 25533.9 2009 27073.9 2009.25 28617.9 2009.5 30165.8 2009.75 31717.5 2010 33272.9 2010.25 34832.2 2010.5 36395.2 2010.75 37961.9 2011 39532.2 2011.25 41106.2 2011.5 42683.9 2011.75 44265 2012 45849.8 2012.25 47438 2012.5 49029.7 2012.75 50624.9 2013 52223.5 2013.25 53825.5 2013.5 55430.9 2013.75 57039.7 2014 58652.2 2014.25 60268.2 2014.5 61887.9 2014.75 63511.1 2015 65138 2015.25 66768.4 2015.5 68402.3 2015.75 70039.8 2016 71680.8 2016.25 73325.2 2016.5 74973.1 2016.75 76624.5 2017 78279.3 2017.25 79937.5 2017.5 81599.1 2017.75 83264 2018 84932.3 2018.25 86603.9 2018.5 88278.8 2018.75 89957.1
2019 2019.25 2019.5 2019.75 2020 2020.25 2020.5 2020.75 2021 2021.25 2021.5 2021.75 2022 2022.25 2022.5 2022.75 2023 2023.25 2023.5 2023.75 2024 2024.25 2024.5 2024.75 2025 2025.25 2025.5 2025.75 2026
91638.5 93323.3 95011.2 96702.4 98396.8 100094 101795 103499 105206 106916 108629 110345 112065 113787 115512 117241 118972 120706 122443 124183 125927 127672 129421 131173 132928 134685 136445 138208 139974
Time (Year) "Produksi budidaya perikanan" Runs: Produksi budidaya perikanan 2006 Fish_1 1200 2006.25 1278.75 2006.5 1361.44 2006.75 1448.26 2007 1539.42 2007.25 1635.14 2007.5 1735.65 2007.75 1841.18 2008 1951.99 2008.25 2068.34 2008.5 2190.51 2008.75 2318.78 2009 2453.47 2009.25 2594.9 2009.5 2743.39 2009.75 2899.31 2010 3063.03 2010.25 3234.93 2010.5 3415.43 2010.75 3604.95 2011 3803.94 2011.25 4012.89 2011.5 4232.29 2011.75 4462.65 2012 4704.53 2012.25 4958.51 2012.5 5225.18 2012.75 5505.19 2013 5799.2 2013.25 6107.91 2013.5 6432.06 2013.75 6772.41 2014 7129.78 2014.25 7505.02 2014.5 7899.02 2014.75 8312.72 2015 8747.11 2015.25 9203.21 2015.5 9682.13 2015.75 10185 2016 10713 2016.25 11267.4 2016.5 11849.5 2016.75 12460.7 2017 13102.5 2017.25 13776.4 2017.5 14484 2017.75 15226.9 2018 16007 2018.25 16826.1 2018.5 17686.2 2018.75 18589.2 2019 19537.4 2019.25 20533 2019.5 21578.4
2019.75 2020 2020.25 2020.5 2020.75 2021 2021.25 2021.5 2021.75 2022 2022.25 2022.5 2022.75 2023 2023.25 2023.5 2023.75 2024 2024.25 2024.5 2024.75 2025 2025.25 2025.5 2025.75 2026
22676.1 23828.7 25038.9 26309.6 27643.8 29044.7 30515.7 32060.2 33682 35384.9 37172.8 39050.2 41021.5 43091.3 45264.6 47546.6 49942.7 52458.6 55100.3 57874 60786.5 63844.6 67055.5 70427.1 73967.2 77684.3
Time (Year) "lahan budidaya perikanan" Runs: lahan budidaya perikanan 2006 Fish_1 120 2006,25 18870 2006,5 41510,6 2006,75 68312,6 2007 99560,1 2007,25 135552 2007,5 176601 2007,75 223036 2008 275203 2008,25 333465 2008,5 398203 2008,75 469816 2009 548724 2009,25 635370 2009,5 730214 2009,75 833744 2010 946470 2010,25 1,06893e+006 2010,5 1,20168e+006 2010,75 1,34532e+006 2011 1,50046e+006 2011,25 1,66777e+006 2011,5 1,84791e+006 2011,75 2,04162e+006 2012 2,24963e+006 2012,25 2,47276e+006 2012,5 2,71182e+006 2012,75 2,96769e+006 2013 3,24129e+006 2013,25 3,53358e+006 2013,5 3,84557e+006 2013,75 4,17832e+006 2014 4,53295e+006 2014,25 4,91062e+006 2014,5 5,31257e+006 2014,75 5,74008e+006 2015 6,19451e+006 2015,25 6,67728e+006 2015,5 7,18988e+006 2015,75 7,73389e+006 2016 8,31094e+006 2016,25 8,92277e+006 2016,5 9,57119e+006 2016,75 1,02581e+007 2017 1,09855e+007 2017,25 1,17555e+007 2017,5 1,25704e+007 2017,75 1,34323e+007 2018 1,43438e+007 2018,25 1,53074e+007 2018,5 1,63258e+007 2018,75 1,74018e+007 2019 1,85384e+007 2019,25 1,97386e+007 2019,5 2,10058e+007
2019,75 2020 2020,25 2020,5 2020,75 2021 2021,25 2021,5 2021,75 2022 2022,25 2022,5 2022,75 2023 2023,25 2023,5 2023,75 2024 2024,25 2024,5 2024,75 2025 2025,25 2025,5 2025,75 2026
2,23433e+007 2,37547e+007 2,52439e+007 2,68147e+007 2,84714e+007 3,02182e+007 3,20599e+007 3,40012e+007 3,60471e+007 3,8203e+007 4,04745e+007 4,28674e+007 4,53878e+007 4,80422e+007 5,08374e+007 5,37804e+007 5,68789e+007 6,01405e+007 6,35736e+007 6,71868e+007 7,09892e+007 7,49902e+007 7,92e+007 8,3629e+007 8,82883e+007 9,31894e+007
Time (year) "Produksi Sektor Hatchery" Runs: Produksi Sektor Hatchery 2006 Hatchery_12 1.39204e+009 2006.25 1.39419e+009 2006.5 1.39778e+009 2006.75 1.40174e+009 2007 1.4057e+009 2007.25 1.40956e+009 2007.5 1.41333e+009 2007.75 1.41702e+009 2008 1.42066e+009 2008.25 1.42427e+009 2008.5 1.42785e+009 2008.75 1.43143e+009 2009 1.435e+009 2009.25 1.43857e+009 2009.5 1.44215e+009 2009.75 1.44573e+009 2010 1.44932e+009 2010.25 1.45291e+009 2010.5 1.45651e+009 2010.75 1.46012e+009 2011 1.46374e+009 2011.25 1.46736e+009 2011.5 1.47099e+009 2011.75 1.47464e+009 2012 1.47829e+009 2012.25 1.48195e+009 2012.5 1.48562e+009 2012.75 1.4893e+009 2013 1.49298e+009 2013.25 1.49668e+009 2013.5 1.50038e+009 2013.75 1.5041e+009 2014 1.50782e+009 2014.25 1.51156e+009 2014.5 1.5153e+009 2014.75 1.51905e+009 2015 1.52281e+009 2015.25 1.52658e+009 2015.5 1.53036e+009 2015.75 1.53415e+009 2016 1.53795e+009 2016.25 1.54175e+009 2016.5 1.54557e+009 2016.75 1.5494e+009 2017 1.55323e+009 2017.25 1.55708e+009 2017.5 1.56093e+009 2017.75 1.5648e+009 2018 1.56867e+009 2018.25 1.57256e+009 2018.5 1.57645e+009 2018.75 1.58035e+009 2019 1.58426e+009 2019.25 1.58819e+009 2019.5 1.59212e+009
2019.75 2020 2020.25 2020.5 2020.75 2021 2021.25 2021.5 2021.75 2022 2022.25 2022.5 2022.75 2023 2023.25 2023.5 2023.75 2024 2024.25 2024.5 2024.75 2025 2025.25 2025.5 2025.75 2026
1.59606e+009 1.60001e+009 1.60397e+009 1.60794e+009 1.61192e+009 1.61592e+009 1.61992e+009 1.62393e+009 1.62795e+009 1.63198e+009 1.63602e+009 1.64007e+009 1.64413e+009 1.6482e+009 1.65228e+009 1.65637e+009 1.66047e+009 1.66458e+009 1.6687e+009 1.67283e+009 1.67698e+009 1.68113e+009 1.68529e+009 1.68946e+009 1.69364e+009 1.69784e+009
Time (Year) "Kedatangan pengunjung" Runs: Kedatangan pengunjung 2006 Tourism_9 2879 2006.25 17191.3 2006.5 31503.5 2006.75 45815.8 2007 60128 2007.25 74440.3 2007.5 88752.5 2007.75 103065 2008 117377 2008.25 131689 2008.5 146002 2008.75 160314 2009 174626 2009.25 167145 2009.5 159664 2009.75 152183 2010 144702 2010.25 154452 2010.5 164201 2010.75 173951 2011 183700 2011.25 195174 2011.5 206648 2011.75 218122 2012 229596 2012.25 223235 2012.5 216874 2012.75 210513 2013 204152 2013.25 190993 2013.5 177834 2013.75 164675 2014 151516 2014.25 155183 2014.5 158850 2014.75 162516 2015 166183 2015.25 169850 2015.5 173517 2015.75 177183 2016 180850 2016.25 184517 2016.5 188184 2016.75 191850 2017 195517 2017.25 199184 2017.5 202851 2017.75 206517 2018 210184 2018.25 213851 2018.5 217518 2018.75 221184 2019 224851 2019.25 228518 2019.5 232185
2019.75 2020 2020.25 2020.5 2020.75 2021 2021.25 2021.5 2021.75 2022 2022.25 2022.5 2022.75 2023 2023.25 2023.5 2023.75 2024 2024.25 2024.5 2024.75 2025 2025.25 2025.5 2025.75 2026
235851 239518 243185 246852 250518 254185 257852 261519 265185 268852 272519 288686 292352 296019 299686 303353 307019 310686 314353 318020 321686 325353 329020 332687 336353 340020
Time (Year) "Pendapatan Pariwisata" Runs: Pendapatan Pariwisata 2006 Tourism_9 1,59207e+009 2006,25 1,59567e+009 2006,5 1,61716e+009 2006,75 1,65654e+009 2007 1,71381e+009 2007,25 1,78897e+009 2007,5 1,88202e+009 2007,75 1,99296e+009 2008 2,12179e+009 2008,25 2,26851e+009 2008,5 2,43312e+009 2008,75 2,61563e+009 2009 2,81602e+009 2009,25 3,0343e+009 2009,5 3,24323e+009 2009,75 3,44281e+009 2010 3,63304e+009 2010,25 3,81392e+009 2010,5 4,00698e+009 2010,75 4,21223e+009 2011 4,42967e+009 2011,25 4,6593e+009 2011,5 4,90326e+009 2011,75 5,16157e+009 2012 5,43423e+009 2012,25 5,72122e+009 2012,5 6,00027e+009 2012,75 6,27136e+009 2013 6,5345e+009 2013,25 6,78969e+009 2013,5 7,02843e+009 2013,75 7,25072e+009 2014 7,45657e+009 2014,25 7,64596e+009 2014,5 7,83994e+009 2014,75 8,0385e+009 2015 8,24165e+009 2015,25 8,44938e+009 2015,5 8,66169e+009 2015,75 8,87858e+009 2016 9,10006e+009 2016,25 9,32613e+009 2016,5 9,55677e+009 2016,75 9,792e+009 2017 1,00318e+010 2017,25 1,02762e+010 2017,5 1,05252e+010 2017,75 1,07788e+010 2018 1,10369e+010 2018,25 1,12996e+010 2018,5 1,15669e+010 2018,75 1,18388e+010 2019 1,21153e+010 2019,25 1,23964e+010 2019,5 1,2682e+010
2019,75 2020 2020,25 2020,5 2020,75 2021 2021,25 2021,5 2021,75 2022 2022,25 2022,5 2022,75 2023 2023,25 2023,5 2023,75 2024 2024,25 2024,5 2024,75 2025 2025,25 2025,5 2025,75 2026
1,29723e+010 1,32671e+010 1,35665e+010 1,38704e+010 1,4179e+010 1,44922e+010 1,48099e+010 1,51478e+010 1,54904e+010 1,58375e+010 1,61891e+010 1,65454e+010 1,69063e+010 1,72717e+010 1,76417e+010 1,80164e+010 1,83955e+010 1,87793e+010 1,91677e+010 1,95606e+010 1,99581e+010 2,03603e+010 2,07669e+010 2,11782e+010 2,15941e+010 2,20145e+010
Time (Year) "Waste Production" Runs: Waste Production 2006 Tourism_9 1.25 2006.25 900.938 2006.5 6273.2 2006.75 16118 2007 30435.5 2007.25 49225.5 2007.5 72488 2007.75 100223 2008 132431 2008.25 169111 2008.5 210264 2008.75 255890 2009 305988 2009.25 360558 2009.5 412791 2009.75 462686 2010 510243 2010.25 555463 2010.5 603729 2010.75 655042 2011 709401 2011.25 766807 2011.5 827799 2011.75 892377 2012 960540 2012.25 1.03229e+006 2012.5 1.10205e+006 2012.75 1.16982e+006 2013 1.23561e+006 2013.25 1.29941e+006 2013.5 1.35909e+006 2013.75 1.41466e+006 2014 1.46613e+006 2014.25 1.51347e+006 2014.5 1.56197e+006 2014.75 1.61161e+006 2015 1.6624e+006 2015.25 1.71433e+006 2015.5 1.76741e+006 2015.75 1.82163e+006 2016 1.877e+006 2016.25 1.93351e+006 2016.5 1.99118e+006 2016.75 2.04998e+006 2017 2.10994e+006 2017.25 2.17104e+006 2017.5 2.23328e+006 2017.75 2.29667e+006 2018 2.36121e+006 2018.25 2.42689e+006 2018.5 2.49372e+006 2018.75 2.56169e+006 2019 2.63081e+006 2019.25 2.70108e+006 2019.5 2.77249e+006 2019.75 2.84505e+006
2020 2020.25 2020.5 2020.75 2021 2021.25 2021.5 2021.75 2022 2022.25 2022.5 2022.75 2023 2023.25 2023.5 2023.75 2024 2024.25 2024.5 2024.75 2025 2025.25 2025.5 2025.75 2026
2.91875e+006 2.9936e+006 3.0696e+006 3.14674e+006 3.22502e+006 3.30446e+006 3.38503e+006 3.46676e+006 3.54963e+006 3.63365e+006 3.71881e+006 3.80902e+006 3.90038e+006 3.99289e+006 4.08654e+006 4.18134e+006 4.27728e+006 4.37437e+006 4.47261e+006 4.57199e+006 4.67251e+006 4.77419e+006 4.87701e+006 4.98097e+00 5.08608e+006
Time (Year) "Populasi" Runs: Populasi 2006 Population_7 654230 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026
682035 711021 741240 772742 805584 839821 875514 912723 951514 991953 1.03411e+006 1.07806e+006 1.12388e+006 1.17164e+006 1.22144e+006 1.27335e+006 1.32747e+006 1.38388e+006 1.4427e+006 1.50401e+006
Time (Year) "tenaga kerja kawasan pantai" Runs: tenaga kerja kawasan pantai 2006 Population_7 65423 2007 68203.5 2008 71102.1 2009 74124 2010 77274.2 2011 80558.4 2012 83982.1 2013 87551.4 2014 91272.3 2015 95151.4 2016 99195.3 2017 103411 2018 107806 2019 112388 2020 117164 2021 122144 2022 127335 2023 132747 2024 138388 2025 144270 2026 150401
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
AQUACULTURE -Nilai Produksi AQUACULTURE - Produksi Reference model %error Reference model %error 1229,38 1200 2,4 4,0243E+10 2,31E+10 42,6 956,7 1539,42 60,9 2,3171E+10 3,43E+10 48,2 1095,01 1951,99 78,3 2,463E+10 4,87E+10 97,7 1287,7 2453,47 90,5 5,3976E+10 6,68E+10 23,8 2061,052 3063,03 48,6 8,2282E+10 8,95E+10 8,8 2771,728 3803,94 37,2 1,4503E+11 1,18E+11 18,8 2805,56 4704,53 67,7 1,248E+11 1,53E+11 22,5 2406,77 3799,2 57,9 1,3606E+11 1,96E+11 44,2 4601,66 7129,02 54,9 2,3809E+11 2,5E+11 4,8 6064 8747,11 44,2 3,9806E+11 3,15E+11 20,8 54,3 33,2 HATCHERY - Produksi HATCHERY - Nilai Produksi Reference Model %error Reference Model %error 1,632E+09 1,39E+09 14,7 4,2763E+10 2,4E+08 99,4 1,079E+09 1,41E+08 87,0 2,329E+10 1,42E+09 93,9 108094800 1,42E+08 31,4 2,2914E+10 2,83E+10 23,5 400904000 1,44E+08 64,2 2,9464E+10 3,26E+10 10,6 664355 144932 78,2 48825876,7 6,78E+07 38,9 5,97E+09 1,46E+09 75,5 2,807E+10 5,15E+10 83,5 2,669E+09 1,48E+09 44,6 4,3365E+10 7,62E+10 75,8 1,774E+09 1,49E+09 15,9 5,7198E+10 9,8E+10 71,3 2,161E+09 1,51E+09 30,2 5,8623E+10 1,16E+11 97,9 2,508E+09 1,52E+09 39,3 1,0506E+11 1,31E+11 24,8 48,1 62,0
FISHERIES - Produksi Reference model %error 10006,95 7444 25,6 6279,73 16867,2 168,6 5938,34 16935 185,2 5646,91 16937 199,9 4999,12 15837 216,8 5872,43 15293 160,4 6092,195 14767 142,4 7893,641 14260 80,7 8343,996 15286 83,2 13373,43 15025 12,3 87,5 TOURISM - Jumlah Kunjungan Reference Model %error 105070 106572 1,4 162341 164001 1,0 132308 134077 1,3 171401 173075 1,0 217149 218971 0,8 192155 193527 0,7 139074 140891 1,3 154160 155558 0,9 1,1
FISHERIES - Jumlah Kapal Reference Model %error 1848 1500 18,8 1763 1512 14,2 2165 1528 29,4 2053 1543 24,8 2062 1559 24,4 2175 1574 27,6 2310 1588 31,3 2454 1601 34,8 2454 1616 34,1 1467 1637 11,6 25,1 TOURISM - Pendapatan Reference Model %error 1,05E+09 8,47E+08 19,4 1,62E+09 1,06E+09 34,4 1,32E+09 1,82E+09 37,6 1,71E+09 2,57E+09 50,0 2,17E+09 3,52E+09 62,2 1,92E+09 2,56E+09 33,2 1,39E+09 2,49E+09 79,0 1,54E+09 2,87E+09 86,2 50,3
Model Testing
r^2 Year 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
AQUACULTURE - Produksi Reference 1229,38 956,7 1095,01 1287,7 2061,052 2771,728 2805,56 2406,77 4601,66 6064 2527,956
model 1200 1539,42 1951,99 2453,47 3063,03 3803,94 4704,53 3799,2 7129,02 8747,11 3839,171
R^2
Sigma E^2 (Xm-XbarR)^2 863,1844 1763467,138 339562,5984 977203,4233 734414,7204 331736,8332 1359019,693 5548,164196 1003959,912 286304,1855 1065461,613 1628135,168 3606087,061 4737474,377 1938861,305 1616061,308 6387548,57 21169789,93 7199079,272 38677876,48 23634857,93 71193597,01 0,668
AQUACULTURE -Nilai Produksi Reference 40242788000 23170797500 24630385000 53975517000 82281650000 1,45032E+11 1,248E+11 1,36065E+11 2,38094E+11 3,98065E+11 1,26636E+11
HATCHERY - Produksi Year 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 R^2
Reference 1631709000 1079385167 108094800 400904000 664355 5970000000 2668970000 1774475000 2160881800 2508336000 1830342012
Model 1392040000 140587000 142068000 143500000 144932 1463740000 1478290000 1492980000 1507820000 1522810000
Sigma E^2 (Xm-XbarR)^2 5,74412E+16 1,92109E+17 8,81342E+17 2,85527E+18 1,15418E+15 2,85027E+18 6,62568E+16 2,84544E+18 2,698E+11 3,34962E+18 2,03064E+19 1,34397E+17 1,41772E+18 1,23941E+17 7,92394E+16 1,13813E+17 4,2649E+17 1,0402E+17 9,71261E+17 9,45759E+16 2,42073E+19 1,26635E+19 0,912
model 2,31E+10 3,43E+10 4,87E+10 6,68E+10 8,95E+10 1,18E+11 1,53E+11 1,96E+11 2,50E+11 3,15E+11 1,2942E+11
SIGMA E^2 (Xm-XbarR)^2 2,93875E+20 1,07196E+22 1,24684E+20 8,51904E+21 5,78552E+20 6,07654E+21 1,64675E+20 3,57934E+21 5,24734E+19 1,37716E+21 7,40163E+20 7,76103E+19 7,90282E+20 6,90445E+20 3,62167E+21 4,84546E+21 1,32494E+20 1,51215E+22 6,87465E+21 3,5538E+22 1,33735E+22 8,65447E+22 0,845
HATCHERY - Nilai Produksi Reference 42763302000 23289598000 22913867200 29463900000 48825876,73 28070000000 43364700000 57197500000 58623300000 1,0506E+11 410.795.388.077
Model 2,40E+08 1,42E+09 2,83E+10 6,26E+10 2,70E+08 5,15E+10 7,62E+10 9,80E+10 1,16E+11 1,31E+11
Sigma E^2 (Xm-XbarR)^2 1,80823E+21 1,68556E+23 4,78279E+20 1,67588E+23 2,91182E+19 1,46295E+23 1,09601E+21 1,21261E+23 4,88296E+16 1,68531E+23 5,49903E+20 1,29079E+23 1,07947E+21 1,11941E+23 1,66484E+21 9,7841E+22 3,29209E+21 8,69043E+22 6,78061E+20 7,82295E+22 1,06761E+22 1,27623E+24 0,992
FISHERIES - Produksi Reference 10006,95 6279,73 5938,34 5646,91 4999,12 5872,43 6092,195 7893,641 8343,996 13373,428 7444,674
model 7,44E+03 1,69E+04 1,69E+04 1,69E+04 1,58E+04 1,53E+04 1,48E+04 1,43E+04 1,53E+04 1,50E+04 1,49E+05
SIGMA E^2 (Xm-XbarR)^2 6568712,702 0,454276 112094521 88783996,22 120926531,2 90066287,59 127466132,2 90104252,89 117459642,9 70431135,69 88747139,12 61596221 75252241,79 53616458,05 40530526,92 46448668,49 48191419,54 61486393,44 2727690,071 57461342,27 739964557,4 619994756,1 0,194
TOURISM - Kedatangan Pengunjung Reference Model Sigma E^2 (Xm-XbarR)^2 105070 106572 2256004 2770469543 162341 164001 2755600 22980039,06 132308 134077 3129361 631529465,1 171401 173075 2802276 192314490,1 217149 218971 3319684 3571705814 192155 193527 1882384 1177845240 139074 140891 3301489 335485014,1 154160 155558 1954404 13317025,56 159207,25 21401202 8715646631 1273658 1286672 0,998
FISHERIES - Jumlah Kapal Reference 1848 1763 2165 2053 2062 2175 2310 2454 2454 1467 2075,1
Model 1500 1512 1528 1543 1559 1574 1588 1601 1616 1637 15658
SIGMA E^2 (Xm-XbarR)^2 121104 330740,01 63001 317081,61 405769 299318,41 260100 283130,41 253009 266359,21 361201 251101,21 521284 237266,41 727609 224770,81 702244 210772,81 28900 191931,61 3444221 2612472,5 0,318
TOURISM - Pendapatan Pariwisata Reference
Model -
1050700000 1623410000 1323080000 1714010000 2171490000 1921550000 1390740000 1541600000 1592072500
Sigma E^2 -
8,47E+08 1,06E+09 1,82E+09 2,57E+09 3,52E+09 4,57E+09 5,44E+09 5,80E+09
(Xm-XbarR)^2 -
4,15344E+16 3,1238E+17 2,46929E+17 7,34432E+17 1,82658E+18 7,01429E+18 1,63884E+19 1,8134E+19 4,46985E+19
5,55282E+17 2,78333E+17 5,19509E+16 9,58299E+17 3,72848E+18 8,86805E+18 1,47989E+19 1,77067E+19 4,69459E+19 0,048
Lampiran G
1. Jumlah Pengunjung dan Pengusaha (Jiwa) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Perikanan Tangkap
15406 13718 10967 13317 13324 15204 11497 12320 13605 13378
Budidaya Tambak
93 93 152 125 145 165 0 44 44 178
Budidaya Kolam
127 142 127 102 134 262 228 329 329 204
Sektor Budidaya KJA
23 24 15 8 9 9 9 19 19 19
Budidaya R. Laut
352 193 276 599 868 2262 868 868 868 868
Pembenihan (Persh.)
33 35 42 42 36 82 93 74 74 107
Pembenihan (RT)
12 10 28 28 93 36 37 30 30 36
2. Produksi Total (Ton) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 *) unit dalam ekor
Perikanan Tangkap
10006,95 6279,73 5938,34 5646,91 4999,12 5872,425 6092,195 7893,641 8343,996 13373,428
Budidaya Tambak
1229,38 956,7 1095,01 1287,7 2061,052 2771,728 2805,56 1406,77 4601,66 6064
Budidaya Kolam
81,14 18,22 17,82 59,12 96,375 224,9 233,995 277,24 289,501 322,66
Sektor Budidaya KJA
6,52 125,22 93,94 49,8 70 13,11 16,15 18,25 20,26 32,7
Budidaya R. Laut
3582,4 148,6 179 3927,1 5891 2591,25 83,389 303 366,7 439,8
Pembenihan (Persh.)* Pembenihan (RT)*
1.631.709.000 1.079.385.167 108.094.800 400.904.000 664.355 597.000.000 2.668.970.000 1.774.475.000 2.160.881.800 2.508.336.000
13.477.625 261.561.000 2.427.680 39.353.700 148.825 85.675.000 145.760.000 270.742.500 94.681.699 2.579.000
Lampiran G 3. Nilai Produksi Total ( Rp x Rp1.000,-) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Perikanan Tangkap
26.648.782 32.687.993 33.491.876 54.232.490 61.215.800 64.305.908 65.301.758 90.234.914 87.289.538 167.031.287
Budidaya Tambak
40.242.788 23.170.798 24.630.385 53.975.517 82.281.650 145.031.937 124.800.053 136.064.657 238.094.408 398.064.530
4. Infrastruktur Perikanan Tangkap (unit) Tahun Kapal Alat tangkap 2006 1848 2007 1763 2008 2165 2009 2053 2010 2062 2011 2175 2012 2310 2013 2454 2014 2454 2015 1467
2189 2717 2212 2053 2062 2334 2491 2698 3164 2612
Budidaya Kolam
616.213 143.895 152.240 723.740 1.179.811 3.290.295 3.410.450 3.297.335 3.856.210 4.314.960
Sektor Budidaya KJA
802.000 7.497.450 5.235.440 5.700.000 8.012.048 2.136.970 2.251.000 2.455.000 2.297.750 4.388.500
Budidaya R. Laut
2.149.440 83.465 241.500 7.030.500 10.546.377 5.997.940 142.006 275.460 435.040 466.560
Pembenihan (Persh.)
42.763.302 23.289.598 22.913.867 29.463.900 48.826 28.070.000 43.364.700 57.197.500 58.623.300 105.060.395
Pembenihan (RT)
812.763 1.387.636 196.368 16.159.720 61.112 5.763.300 13.439.900 21.460.958 8.385.394 5.315.100
Lampiran G 5. Harga Komoditas (Rp/ton) Tahun
Perikanan Tangkap Budidaya Tambak Budidaya Kolam 2.663.027 32.734.214 7.594.442 5.205.318 24.219.502 7.897.640 5.639.939 22.493.297 8.543.210 9.603.923 41.916.220 12.241.881 12.245.315 39.922.161 12.241.881 10.950.486 52.325.458 14.630.036 10.718.921 44.483.117 14.574.884 11.431.342 96.721.324 11.893.432 10.461.359 51.740.982 13.320.196 12.489.788 65.643.887 13.373.086
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 *) harga dalam Rp/100 ekor
6. Produktivitas Rataan Kapal (ton/unit) Tahun Produktivitas Kapal 2006 5,4150 2007 3,5620 2008 2,7429 2009 2,7506 2010 2,4244 2011 2,7000 2012 2,6373 2013 3,2166 2014 3,4002 2015 9,1162
Sektor Budidaya KJA Budidaya R. Laut Pembenihan (Persh.)* Pembenihan (RT)* 123.006.135 600.000 2.621 6.030 59.874.221 561.676 2.158 531 55.731.744 1.349.162 21.198 8.089 114.457.831 1.790.252 7.349 41.063 114.457.831 1.790.252 7.349 41.063 163.003.051 2.314.690 4.702 6.727 139.380.805 1.702.932 1.625 9.221 134.520.548 909.109 3.223 7.927 113.413.129 1.186.365 2.713 8.856 134.204.893 1.060.846 4.188 206.092
Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Population Density by Subdistrict 2015 Kecamatan Sub district
Luas Wilayah Area (Km2)
Jumlah penduduk Population
Kepadatan Penduduk Population Density
01. Sumbermalang
26 422
129,47
204,08
02. Jatibanteng
22 171
66,08
335,52
03. Banyuglugur
23 456
72,66
322,82
04. Besuki
64 147
26,41
2 428,89
05. Suboh
27 014
30,84
875,94
06. Mlandingan
22 441
39,61
566,55
07. Bungatan
25 157
66,07
380,76
08. Kendit
28 531
114,14
249,96
09. Panarukan
55 829
54,38
1 026,65
10. Situbondo
47 924
27,81
1 723,27
11. Mangaran
32 922
46,99
700,62
12. Panji
71 874
35,70
2 013,28
13. Kapongan
38 222
44,55
857,96
14. Arjasa
40 567
216,38
187,48
15. Jangkar
37 030
67,00
552,69
16. Asembagus
47 933
118,74
403,68
17. Banyuputih
58 073
481,67
120,57
669 713
1 638,50
408,74
Jumlah / Total 2015 Sumber : Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk 2015
BIODATA PENULIS
Penulis
bernama
Achmad
Ari
Budiarso, lahir di Sidoarjo 30 Juni 1994, merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Anak dari pasangan pekerja lepas dan ibu rumah tangga ini
mulai
menempuh
pendidikan
formal pertama di SDN Medaeng III tahun 2000 hingga 2006. Selepas tamat
sekolah
dasar
penulis
melanjutkan pendidikannya di SMPN 1
Taman
hingga
2009.
penulis
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Gedangan hingga 2012. Tercatat penulis pernah menjadi kepala bidang di OSIS dan PASKIBRAKA Kab. Sidoarjo selama pendidikan SMA. Selepas SMA penulis melanjutkan pendidikan tinggi di ITS sejak tahun 2012. Selama pendidikan tinggi, penulis menekuni minat bakat dan mendapatkan kesempatan di UKTK Rara Kananta ITS sebagai pengrawit. Selama berkegiatan menjadi pengrawit di UKTK, penulis beserta tim pemusik mendapatkan salah satu sajian musik terbaik dalam Gebyar Festival Tari 2013 di Universitas Brawijaya Malang. Penulis pula mendapatkan kesempatan menjadi Ketua UKTK Rara Kananta ITS periode 2014/2015. Selain itu penulis juga berkesempatan menjadi duta pariwisata Kabupaten Wakatobi tahun 2014 dalam ajang Indonesia Youth Forum di Kendari. Berawal dari sanalah penulis merasa kecintaannya dalam menekuni ilmu pengetahuan di pantai dan pesisir tumbuh. Penulis berharap melalui Tugas Akhir dengan judul “Studi Potensi Pesisir untuk Pengembangan Wilayah Pesisir Terpadu di Situbondo” dapat menggerakkan minat generasi selanjutnya untuk memajukan pesisir sebagai matra wilayah Indonesia yang penting dan signifikan.