i
STUDI PERANAN LINGKUNGAN (SIFAT KIMIA DAN FISIKA TANAH SERTA CUACA) TERHADAP CEMARAN GETAH KUNING BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana)
MARTIAS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
i
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Studi Peranan Lingkungan (Sifat Kimia dan Fisika Tanah serta Cuaca) terhadap Cemaran Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian disertasi ini. Bogor, Agustus 2012
Martias A262080051
iii
ABSTRACT The Role of Environmental Study (Soil Chemical, Physical and Weather) on contamination of Yellow Sap on Mangosteen (Garcinia mangostana), under supervision of ROEDHY POERWANTO, SYAIFUL ANWAR, and RINI HIDAYATI. Yellow sap contamination is a major problem caused the poor quality of mangosteen fruits for export. The research aimed to study (1) variability of yellow sap contamination in some mangosteen production centers (2) variability of soil chemical properties and their effects on the yellow sap contamination, (3) the variability of soil physical properties and their effects on the yellow sap contamination, (4) variability of rainfall as controlling water balance and its relationship with the yellow sap contamination of the mangosteen fruit. The study was conducted at 10 mangosteen production centers, namely Karacak and Barengkok (Bogor, West Java), Garogek and Pusaka Mulya (Purwakarta, West Java), Koto Lua, Baringin, Pakandangan, Padang Laweh, and Lalan (West Sumatra), and Sukarame (Lampung). Ten mangosteen plants at each locations were taken as samples with 100 fruit samples per plant. Observations were carried out on soil chemical properties, leaf nutrient content, and fruit pericarp nutrient content. Weather data were obtained from the nearest climatological stations. Observational data were analyzed using correlation analysis, regression, and path analysis to determine direct and indirect effect of soil chemical and physical properties to the yellow sap contamination. The results showed that the chemical properties of soil, especially nutrient availability, soil physical properties and weather are environmental factors play an important role in the physiological process of contamination of the yellow sap on mangosteen fruit. Yellow sap contamination is directly influenced by the availability of soil Ca and Mn. Soil calcium plays in eliminating yellow sap contamination, while Mn contribute in inducing the yellow sap contamination. Phosphorus, K, Mg, Cu, Zn, B are indirectly contributing to eliminate the yellow sap contamination. Calcium in endocarp tissue, mesocarp, and leaves contribute directly to eliminate the yellow sap contamination, whereas Mn in the endocarp and leaf increased yellow sap contamination. Zinc in mesocarp directly eliminate contamination of yellow sap, and in endocarp and leaves indirectly reduce yellow sap contamination. Boron in endocarp and mesocarp increase yellow sap contamination. Copper in the leaf directly enhance yellow sap contamination, and in endocarp and mesocarp indirectly increased yellow sap contamination. Phosphorus, K and Mg in the endocarp, mesocarp, and the leaves were indirectly eliminate the yellow sap contamination. Soil physical properties especially water available and total soil pore spaces contribute directly to eliminate the yellow sap contamination. Organic matter and soil permeability indirectly contributed in eliminating, while the bulk density indirectly induced the yellow sap contamination. Weather, particularly rainfall one of factor that controlling weekly water balance, was correlated positively and significantly with the yellow sap contamination in the three weeks lead time. Keywords: weather, mangosteen, soil chemical and physical, yellow sap iii
iv
v
RINGKASAN MARTIAS. Studi Peranan Lingkungan (Sifat Kimia dan Fisika Tanah serta Cuaca) terhadap Cemaran Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana). Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO, SYAIFUL ANWAR, dan RINI HIDAYATI. Manggis merupakan buah unggulan Indonesia dan termasuk salah satu jenis buah segar yang paling banyak diekspor dibandingkan buah lainnya. Volume ekspornya sangat rendah dibanding total produksi yang dihasilkan, terutama disebabkan oleh adanya cemaran getah kuning pada daging dan kulit buah manggis. Getah kuning menjadi persoalan manakala keluar dari salurannya yang pecah dan mengotori aril (daging) dan kulit buah. Saluran getah kuning pecah disebabkan oleh adanya desakan tekanan dari biji dan aril pada saat perkembangan buah atau perubahan potensial air dalam buah. Saluran getah kuning yang pecah juga diduga akibat kekurangan Ca dan perubahan tekanan turgor pada dinding sel-sel epitel. Ketersediaan hara selain Ca dan interaksi antar hara juga diduga berpengaruh dan terlibat dalam kejadian cemaran getah kuning baik secara langsung maupun tidak langsung. Sifat fisika tanah termasuk faktor lingkungan yang menentukan ketersediaan air, hara, proses fisiologis dan diduga berkontribusi terhadap cemaran getah kuning. Cemaran getah kuning juga diakibatkan oleh fluktuasi ketersediaan air yang tinggi atau perubahan musim kering ke musim hujan yang mendadak. Kondisi neraca air tanah yang stabil diduga berkontribusi dalam mengeliminasi cemaran getah kuning pada buah manggis. Diperlukan studi yang komprehensif sebagai landasan pengendaliannya. Tujuan umum penelitian adalah mempelajari fisiologi terjadinya cemaran getah kuning dalam kaitannya dengan sifat kimia dan fisika tanah serta cuaca sebagai bahan rumusan pengendalian cemaran getah kuning pada agroklimat yang berbeda. Tujuan khusus penelitian adalah mempelajari (1) keragaan cemaran getah kuning pada beberapa sentra produksi manggis, (2) variabilitas sifat kimia tanah dan pengaruhnya terhadap cemaran getah kuning buah manggis, (3) variabilitas sifat fisika tanah dan pengaruhnya terhadap cemaran getah kuning buah manggis, dan (4) variabilitas cuaca, terutama neraca air dalam hubungannya dengan cemaran getah kuning buah manggis. Penelitian telah dilakukan di Desa Karacak, Barengkok, Garogek, dan Pusaka Mulia (Jawa Barat); Nagari Koto Lua, Baringin, Pakandangan, Padang Laweh, Lalan (Sumatera Barat); dan Desa Sukarame (Lampung), dari bulan Desember 2009 sampai Juli 2011. Lokasi penelitian di tingkat desa atau nagari ditentukan dari hasil wawancara menggunakan tekhnik purposive sampling dengan pedagang pengumpul di tingkat kecamatan dan desa atau nagari. Pada setiap lokasi sentra produksi yang telah terpilih, ditentukan 10 tanaman yang representatif untuk diamati. Sampel tanah terganggu diambil di sekitar zona perakaran, kedalaman 30 cm pada empat arah mata angin untuk setiap tanaman. Daun terminal yang telah berkembang penuh diambil sampelnya untuk menentukan kadar hara daun. Sampel tanah tidak terganggu juga diambil dengan ring sampel pada kedalaman 40 cm di zona perakaran untuk menentukan variabilitas sifat fisika tanah pada setiap tanaman. Buah pada saat matang fisiologis diambil sebanyak 100 buah untuk setiap
vi
pohon dan dianalisis kadar hara kulitnya. Data cuaca diperoleh dari stasiun klimatologi terdekat dari lokasi penelitian untuk menentukan neraca air mingguan, kondisi defisit dan surplus air tanah di masing-masing lokasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan One Way ANOVA, apabila didapatkan perbedaan yang nyata dari nilai parameter antar lokasi dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan News Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Analisis regresi dan korelasi untuk mengetahui hubungan parameter sifat kimia, fisika tanah, dan neraca air tanah dengan parameter cemaran getah kuning. Pengaruh langsung dan tidak langsung sifat kimia, fisika tanah dan kadar hara jaringan daun, kulit buah (endokarp dan mesokarp) dengan parameter cemaran getah kuning ditentukan dengan path analysis (analisis jalur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaan cemaran getah kuning pada 10 sentra produksi manggis (Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung) bervariasi antar lokasi berturut turut 8.7-54.04 %; 4.0-51.6 %; dan 17.7-78.6 %, untuk persentase aril bergetah kuning, persentase juring bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning. Kalsium tanah berperan mengeliminasi cemaran getah, sedangkan Mn berkontribusi menginduksi cemaran getah kuning. Hara P, K, Mg, Cu, Zn, B adalah hara yang berkontribusi secara tidak langsung melalui ketersediaan Ca dan Mn tanah dalam mengeliminasi cemaran getah kuning buah manggis.Kalsium di jaringan endokarp, mesokarp, dan daun berperan secara langsung mengeliminasi cemaran getah kuning, sedangkan Mn pada endokarp dan daun menyebabkan meningkatnya cemaran getah kuning. Unsur hara Zn di mesokarp secara langsung mengeliminasi tingkat keparahan cemaran getah kuning, dan di endokarp serta daun secara tidak langsung mengeliminasi cemaran getah kuning. Unsur hara B di endokarp dan mesokarp meningkatkan cemaran getah kuning. Unsur hara Cu di daun secara langsung meningkatkan cemaran getah kuning, di endokarp, mesokarp secara tidak langsung juga menyebabkan meningkatnya cemaran getah kuning. Unsur hara P, K dan Mg di endokarp, mesokarp, dan daun secara tidak langsung mengeliminasi cemaran getah kuning. Sifat fisika tanah, terutama air tersedia dan ruang pori total tanah berperan secara langsung mengeliminasi cemaran getah kuning. Bahan organik dan permeabilitas tanah secara tidak langsung berkontribusi mengeliminasi, sedangkan bobot isi tanah secara tidak langsung menginduksi cemaran getah kuning. Air tersedia dan bahan organik tanah bersinergi dengan Ca tersedia tanah dalam mengeliminasi cemaran getah kuning, sedangkan bobot isi tanah dan Mn tersedia tanah berkontribusi menginduksi cemaran getah kuning. Kadar Ca endokarp optimum (0.26 %), Ca mesokarp dan Ca daun maksimum (0.29 % dan 1.69 %) mampu mengeliminasi cemaran getah kuning berturut-turut hingga 12.94 %, 8.95 %, dan 6.98 %. Kadar Mn daun tertinggi (872 ppm) menginduksi cemaran getah kuning hingga 42.89 %. Kadar B daun optimum (86.5 ppm) mengeliminasi cemaran getah kuning hingga mencapai minimum (2.86 %), namun peningkatan B daun hingga 130 ppm menyebabkan cemaran getah kuning meningkat hingga 40.7 %. Cuaca, terutama curah hujan sebagai pengendali neraca air mingguan pada periode minggu ke tiga sebelum panen berkorelasi positif sangat nyata dengan cemaran getah kuning. Keterkaitan neraca air dengan cemaran getah kuning menunjukkan bahwa surplus air yang meningkat berimplikasi terhadap peningkatan cemaran getah kuning buah manggis. Kata Kunci: Cemaran, getah kuning, sifat tanah, cuaca, manggis
vii
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cpta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
vii
viii
ix
STUDI PERANAN LINGKUNGAN (SIFAT KIMIA DAN FISIKA TANAH SERTA CUACA) TERHADAP CEMARAN GETAH KUNING BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana )
MARTIAS
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
x
Penguji Pada Ujian Tertutup
: 1. Dr. Ir. Sudradjat, MS. Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Penguji Pada Ujian Terbuka
: 1. Prof. Dr. Ir. Slamet Sutanto, MSc. Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2. Dr. Ir. Yusdar Hilman MS. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
.
xi
Judul Disertasi
:
Studi Peranan Lingkungan (Sifat Kimia dan Fisika Tanah serta Cuaca) terhadap Cemaran Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana )
Nama
:
Martias
NRP
:
A262080051
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
Anggota
Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 9 Agustus 2012
Tanggal Lulus:
xii
xiii
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah S.W.T, atas hidayah dan rahmatNya, sehingga penulisan disertasi yang berjudul Studi Peranan Lingkungan (Sifat Kimia dan Fisika Tanah serta Cuaca) terhadap Cemaran Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana) telah dapat diselesaikan. Salawat dan salam juga disampaikan kepada Rasul Muhammad S.A.W yang telah memberikan fondasi moral dan peradaban kepada umatnya dalam mengungkap tabir ilmu pengetahun. Disertasi ini disusun atas arahan dan bimbingan dari Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc (Ketua Komisi Pembimbing), Dr. Ir. Rini Hidayati, MS, dan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc (anggota Komisi Pembimbing). Penulis mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada Bapak dan Ibu, atas curahan fikiran dan waktunya dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Darda Effendi, M.Si dan Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D, yang telah bersedia sebagai tim penguji ujian kualifikasi lisan serta telah memberikan saran yang konstruktif dalam perbaikan proposal dan landasan yang kuat dalam penyusunan disertasi. Terimakasih yang sama juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS, yang telah memberikan semangat dan saran dalam ujian kualifikasi lisan dan ujian terbuka. Terimakasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada Dr. Ir. Sudaradjat MS, Dr. Ir. Iskandar Lubis MS, dan Dr. Ir. Maya Melati MS, MSc, yang telah memberikan koreksi serta saran dalam ujian tertutup dan Prof. Dr. Ir. Slamet Sutanto MSc, dan Dr. Ir. Yusdar Hilman MS sebagai penguji pada ujian terbuka. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, yang telah memberi kesempatan dan izin bagi penulis dalam menempuh pendidikan. Terimakasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, disamping memberikan izin untuk sekolah juga telah memberikan dukungan dana penelitian melalui Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T). Kepala Pusat Kajian Buah Tropika IPB yang telah memberikan dukungan dan kesempatan bagi
xiv
penulis dalam melaksanakan penelitian di laboratorium PKBT juga di ucapkan terimakasih. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Kepala Departemen Agronomi dan Hortikultura, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, atas kesempatan dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan. Layanan yang sangat menyenangan dan bernuansa kekeluargaan dari staf administrasi Progran Studi Agronomi dan Hortikultura diucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman mahasiswa Pascasarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 2008, 2009, dan 2010. Persaudaraan dan kerja sama yang terjalin di antara kita merupakan dukungan yang amat berharga bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Istriku Nurmalinna yang tercinta dan Merisa RA, Fachrian NA anakku tersayang, atas kesabaran dan ketabahannya serta telah memberikan segala dukungan, kiranya semua pengorbanan ini menjadi pelajaran hidup untuk mengujudkan suatu kesuksesan. Ayahnda Maad yang selalu memberikan nasehat untuk menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran, kiranya menjadi ibadah bagi ayahnda. Almarhum Ibunda Rakawi yang telah mewariskan sifat-sifat fundamental, terutama untuk ikhlas dalam menerima segala rintangan hidup. Semoga nilai-nilai tersebut menjadi amal berkelanjutan di hadirat Allah S.W.T. Terimakasih yang mendalam juga disampaikan kepada kakak-kakak yang telah memberikan dukungan yang ikhlas selama menempuh dan menyelesaikan pendidikan. Disertasi ini kiranya dapat menjadi landasan untuk meningkatkan kemampuan penulis dalam melaksanakan penelitian dan diharapkan kelak berimplikasi terhadap kemajuan ilmu pertanian, khususnya dalam bidang fisiologi tanaman manggis. Bogor, Agustus 2012
Martias
xv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan tanggal 29 Nopember 1964 di Andalas Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Sumatera Barat, sebagai putra bungsu dari Ayahnda Maad dan almarhum Ibunda Rakawi. Pendidikan Ilmu Pertanian pertama kali ditempuh di Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas Tahun 1984 dan memperoleh gelar Insinyur Pertanian pada tahun 1989. Tahun 1991, penulis diterima sebagai staf peneliti dalam bidang Ekofisiologi di Balai Penelitian Hortikultura Badan Litbang Pertanian dan menjadi peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika hingga sekarang. Kesempatan mendalami Ilmu Pertanian, terutama di Bidang Kesuburan Tanah diperoleh tahun 1999 di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan memperoleh Master Pertanian awal Tahun 2002. Peluang emas yang amat berharga dalam mendalami Ilmu Ekofisiologi pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura di Institut Pertanian Bogor diperoleh pada Tahun 2008. Karya ilmiah yang telah dipublikasi berjudul Hubungan antara Ketersediaan Hara Tanah dengan Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis, pada Jurnal Hortikultura, Vol. 22, No. 2, halaman 111-119, 2012, merupakan bagian dari disertasi ini.
xvii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………............
xix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………...
xxi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………….......
xxv
PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………………............
1
Tujuan Penelitian ………………………………………….............
3
Manfaat Penelitian ...........................................................................
4
Hipotesis ..........................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Manggis ………………………………................
7
Persyaratan Iklim Tanaman Manggis ……………………………..
8
Sifat Tanah yang Diperlukan Tanaman Manggis …………............
9
Getah Kuning pada Buah Manggis ………………………..............
11
Peranan Unsur Hara dan Hubungannya dengan Cemaran Getah Kuning ..............................................................................................
13
Interaksi Antar Hara ……………………………………….............
26
Peranan Sifat Fisika Tanah dan Hubungannya dengan Cemaran Grtah Kuning ....................................................................................
27
Hubungan Curah Hujan dan Neraca Air dengan Cemaran Getah Kuning …………………………………………………..................
29
METODE PENELITIAN Pengamatan Cemaran Getah pada Buah, Kadar Hara Jaringan Daun dan Kulit Buah ...............………………………………...................
32
Pengamatan Variabilitas Sifat Kimia Tanah …………………………
35
Pengamatan Variabilitas Sifat Fisika Tanah ……………….............
36
Pengamatan Variabilitas Cuaca………………………......................
36
Analisis Data …………………………………………….................
39
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Cemaran Getah Kuning Buah Manggis ………………....
41
Keragaan Kualitas Fisik dan Kimia Buah Manggis...........................
43
xviii
Halaman Keragaan Kadar Hara di Jaringan Endokarp, Mesokarp, Eksokarp dan Daun Manggis ………………………………………...............
47
Variabilitas Sifat Kimia Tanah ……………………………….........
54
Variabilitas Sifat Fisika Tanah …………………………….............
59
Variabilitas Curah Hujan dan Neraca Air ……………………........
62
Pengaruh Ketersediaan Hara Tanah terhadap Cemaran Getah Kuning...............................................................................................
69
Pengaruh Kadar Hara Jaringan terhadap Cemaran Getah Kuning ....
76
Pengaruh Sifat Fisika Tanah terhadap Cemaran Getah Kuning ……
100
Pengaruh Neraca Air terhadap Cemaran Getah Kuning …………...
110
PEMBAHASAN UMUM ………………………………….......................
115
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ……………………………………………………............
127
Saran ………………………………………………………..............
128
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….............
129
LAMPIRAN …………………………………………………………........
147
GLOSSARI .................................................................................................
153
xix
DAFTAR TABEL Halaman 1
Kelas persentase cemaran getah kuning untuk aril, juring, dan kulit buah manggis...........................................................................................
34
2
Sifat kimia tanah yang dianalisis serta metodenya ……........................
36
3
Sifat fisika tanah yang dianalisis serta metodenya …………................
36
4
Koefisien determinasi dan korelasi dari hubungan sifat fisik buah dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) …….........................
46
Rata-rata padatan total terlarut, vitamin C, total asam tertitrasi, dan pH aril buah manggis dari sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung................................................................
48
Kadar hara makro jaringan endokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung..
49
Kadar hara mikro jaringan endokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung..
50
Kadar hara makro jaringan mesokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung..
51
Kadar hara mikro jaringan mesokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung..
52
10 Kadar hara makro jaringan daun manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………...............
53
11 Kadar hara mikro jaringan daun manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………...............
54
12 Sifat kimia tanah pada10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ……………………………..................
55
13 Ketersediaan hara makro tanah dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………...........................
57
14 Ketersediaan hara mikro tanah dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………………..............
59
15 Proporsi kandungan fraksi dan tekstur tanah dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung …......
60
16 Sifat fisika tanah pada 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung …………………...................................
61
17 Variabilitas curah hujan, jumlah hari hujan pada minggu ke 3 sebelum panen, persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) pada beberapa sentra produksi manggis ...
62
18 Koefisien jalur dari pengaruh ketersediaan hara tanah dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ……………………………...
70
5
6 7 8 9
xx
Halaman 19 Koefisien jalur dari pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap juring bergetah kuning (PJGK) ……………………………………….............
72
20 Koefisien jalur dari pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) ........................................
76
21 Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ....................................................
78
22 Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ................................................
83
23 Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di mesokarp terhadap persentase aril bergetah kuning ( PAGK) ...................................................
88
24 Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di mesokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ................................................
91
25 Koefisen jalur dari pengaruh kadar hara di daun terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ……………………………………….....
94
26 Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika tanah terhadap aril bergetah kuning (PAGK) …………………………………………………………
101
27 Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) …………………………………………
103
28 Persamaan struktural dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ………..........
106
29 Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ………........................
106
30 Persamaan struktural dari pengaruh sifat fisika tanah ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah begetah kuning (PKGK) ..
107
31 Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) ……………....
108
xxi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2.
3
4
5
6 7
Bagan alir penelitian studi peranan lingkungan terhadap cemaran getah kuning buah manggis ……………………………......................
5
Boron sebagai asam borate terikat bersama dua rantai rhamnogaladuronan II (RG II) membentuk kompleks boronpolisakarida ..........................................................................................
16
Keragaan persentase aril bergetah kuning (PAGK), persentase juring bergetah kuning (PJGK), dan persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) pada 10 lokasi sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………………………………............
41
Rata-rata bobot buah (BB), diemeter horizontal buah (DHB), diameter longitudinal buah (DLB) manggis dari 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung .......………………………………
43
Rata-rata bobot basah kulit buah (BKB), bobot basah aril (BA),dan tebal kulit Buah (TKB) manggis dari 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung …………………………..
44
Bobot basah biji manggis dari 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung …………………………...........
45
Buah yang arilnya tercemar getah kuning (A) dan Buah yang arilnya bebas cemaran getah kuning (B)…………………...................
47
Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Desa Karacak (mm) ………………………………...............
64
Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Desa Pusaka Mulia (mm) …………………….....................
64
10 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Pakandangan (mm) ………...........................................
65
11 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Koto Lua (mm) .................................................…….
66
12 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Baringin (mm) ……………………………………..
67
13 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Padang Laweh (mm) ……………………………....
67
8 9
14
Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Lalan (mm) ..............................................................
68
15 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Desa Sukarame …................................................................
68
16 Pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning pada (PAGK) ..............................................................................
70
xxii
Halaman 17 Pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ........................................................................................
72
18 Pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) ..........................................................................
75
19 Pengaruh kadar hara endokarp terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ....................................................................................................
77
20 Hubungan kadar Ca di endokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) …………………………………………...................
79
21 Hubungan kadar Mn di endokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) …………………………………………...................
80
22 Hubungan kadar B di endokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ...................................................................................
80
23 Pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ........................................................................................
82
24 Hubungan kadar Zn di endokarp dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) ……………………………………….........................
84
25 Hubungan kadar B di endokarp dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) ……………………………………………...............
85
26 Hubungan kadar Ca di endokarp dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) …………………………………………….................
86
27 Pengaruh kadar hara mesokarp terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) .........................................................................................
87
28 Hubungan kadar Ca mesokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) .....................................................................................................
89
29 Pengaruh kadar hara mesokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ........................................................................................
90
30 Pengaruh kadar hara di daun terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ……………………................................................................
93
31 Hubungan kadar Ca daun dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK)................................................................................................
95
32 Hubungan kadar Mn daun dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ................................................................................................
97
33 Hubungan kadar B di daun dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ................................................................................................
99
34 Pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) …………………………………………………....................
101
35 Pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) …………………………………………....................
104
xxiii
Halaman 36 Pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap aril bergetah kuning (PAGK) ………………………….............................
106
37 Pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) …………………………….......
109
38 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ………………….....
111
39 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan rasio bobot basah kulit buah dengan bobot basah aril ………....
112
40 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan tebal kulit buah ..............………………………......................
112
41 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan bobot basah kulit Buah ………................................................
113
42 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) ………..................
114
43 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) pada sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung ………………………………... 44 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen (NA3MSP) dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) pada kadar Ca di mesokarp buah yang berbeda di sentra produksi manggis Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung ..............................................................
114
115
xxiv
xxv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kriteria penilaian sifat kimia tanah ……………………………….
147
2 Korelasi neraca air 1-17 minggu sebelum panen dengan parameter cemaran getah kuning dan kualitas buah …………………………...
148
3 Neraca air 1-17 minggu sebelum panen pada 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung .....................
149
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2.
3
4
5
6 7
Bagan alir penelitian studi peranan lingkungan terhadap cemaran getah kuning buah manggis ……………………………......................
5
Boron sebagai asam borate terikat bersama dua rantai rhamnogaladuronan II (RG II) membentuk kompleks boronpolisakarida ..........................................................................................
16
Keragaan persentase aril bergetah kuning (PAGK), persentase juring bergetah kuning (PJGK), dan persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) pada 10 lokasi sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………………………………............
41
Rata-rata bobot buah (BB), diemeter horizontal buah (DHB), diameter longitudinal buah (DLB) manggis dari 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung .......………………………………
43
Rata-rata bobot basah kulit buah (BKB), bobot basah aril (BA),dan tebal kulit Buah (TKB) manggis dari 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung …………………………..
44
Bobot basah biji manggis dari 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung …………………………...........
45
Buah yang arilnya tercemar getah kuning (A) dan Buah yang arilnya bebas cemaran getah kuning (B)…………………...................
47
Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Desa Karacak (mm) ………………………………...............
64
Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Desa Pusaka Mulia (mm) …………………….....................
64
10 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Pakandangan (mm) ………...........................................
65
11 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Koto Lua (mm) .................................................…….
66
12 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Baringin (mm) ……………………………………..
67
13 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Padang Laweh (mm) ……………………………....
67
8 9
14
Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Lalan (mm) ..............................................................
68
15 Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Desa Sukarame …................................................................
68
16 Pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning pada (PAGK) ..............................................................................
70
xxii
Halaman 17 Pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ........................................................................................
72
18 Pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) ..........................................................................
75
19 Pengaruh kadar hara endokarp terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ....................................................................................................
77
20 Hubungan kadar Ca di endokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) …………………………………………...................
79
21 Hubungan kadar Mn di endokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) …………………………………………...................
80
22 Hubungan kadar B di endokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ...................................................................................
80
23 Pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ........................................................................................
82
24 Hubungan kadar Zn di endokarp dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) ……………………………………….........................
84
25 Hubungan kadar B di endokarp dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) ……………………………………………...............
85
26 Hubungan kadar Ca di endokarp dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) …………………………………………….................
86
27 Pengaruh kadar hara mesokarp terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) .........................................................................................
87
28 Hubungan kadar Ca mesokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) .....................................................................................................
89
29 Pengaruh kadar hara mesokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ........................................................................................
90
30 Pengaruh kadar hara di daun terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ……………………................................................................
93
31 Hubungan kadar Ca daun dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK)................................................................................................
95
32 Hubungan kadar Mn daun dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ................................................................................................
97
33 Hubungan kadar B di daun dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ................................................................................................
99
34 Pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) …………………………………………………....................
101
35 Pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) …………………………………………....................
104
xxiii
Halaman 36 Pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap aril bergetah kuning (PAGK) ………………………….............................
106
37 Pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) …………………………….......
109
38 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ………………….....
111
39 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan rasio bobot basah kulit buah dengan bobot basah aril ………....
112
40 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan tebal kulit buah ..............………………………......................
112
41 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan bobot basah kulit Buah ………................................................
113
42 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) ………..................
114
43 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) pada sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung ………………………………... 44 Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen (NA3MSP) dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) pada kadar Ca di mesokarp buah yang berbeda di sentra produksi manggis Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung ..............................................................
114
115
xxiv
xix
DAFTAR TABEL Halaman 1
Kelas persentase cemaran getah kuning untuk aril, juring, dan kulit buah manggis...........................................................................................
34
2
Sifat kimia tanah yang dianalisis serta metodenya ……........................
36
3
Sifat fisika tanah yang dianalisis serta metodenya …………................
36
4
Koefisien determinasi dan korelasi dari hubungan sifat fisik buah dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) …….........................
46
Rata-rata padatan total terlarut, vitamin C, total asam tertitrasi, dan pH aril buah manggis dari sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung................................................................
48
Kadar hara makro jaringan endokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung..
49
Kadar hara mikro jaringan endokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung..
50
Kadar hara makro jaringan mesokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung..
51
Kadar hara mikro jaringan mesokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung..
52
10 Kadar hara makro jaringan daun manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………...............
53
11 Kadar hara mikro jaringan daun manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………...............
54
12 Sifat kimia tanah pada10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ……………………………..................
55
13 Ketersediaan hara makro tanah dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………...........................
57
14 Ketersediaan hara mikro tanah dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung ………………..............
59
15 Proporsi kandungan fraksi dan tekstur tanah dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung …......
60
16 Sifat fisika tanah pada 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung …………………...................................
61
17 Variabilitas curah hujan, jumlah hari hujan pada minggu ke 3 sebelum panen, persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) pada beberapa sentra produksi manggis ...
62
18 Koefisien jalur dari pengaruh ketersediaan hara tanah dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) ……………………………...
70
5
6 7 8 9
xx
Halaman 19 Koefisien jalur dari pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap juring bergetah kuning (PJGK) ……………………………………….............
72
20 Koefisien jalur dari pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) ........................................
76
21 Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ....................................................
78
22 Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ................................................
83
23 Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di mesokarp terhadap persentase aril bergetah kuning ( PAGK) ...................................................
88
24 Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di mesokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) ................................................
91
25 Koefisen jalur dari pengaruh kadar hara di daun terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ……………………………………….....
94
26 Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika tanah terhadap aril bergetah kuning (PAGK) …………………………………………………………
101
27 Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) …………………………………………
103
28 Persamaan struktural dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ………..........
106
29 Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) ………........................
106
30 Persamaan struktural dari pengaruh sifat fisika tanah ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah begetah kuning (PKGK) ..
107
31 Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) ……………....
108
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kriteria penilaian sifat kimia tanah ……………………………….
147
2 Korelasi neraca air 1-17 minggu sebelum panen dengan parameter cemaran getah kuning dan kualitas buah …………………………...
148
3 Neraca air 1-17 minggu sebelum panen pada 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung .....................
149
PENDAHULUAN Latar Belakang Manggis merupakan buah unggulan Indonesia dan termasuk salah satu jenis buah segar yang paling banyak diekspor dibandingkan buah lainnya. Ekspornya cenderung meningkat, dari 4,744 ton pada tahun 1999 menjadi 9,988 ton pada tahun 2009. Nilai ekspor buah manggis juga tertinggi dibandingkan nilai ekspor buah segar lainnya, yaitu mencapai US$ 6,451 juta pada tahun 2009 (Deptan, 2010). Produksi manggis Indonesia tahun 2009 mencapai 105,558 ton, namun yang dapat diekspor hanya sekitar 9.46 % dari total produksi (Deptan. 2010). Rendahnya persentase buah yang layak ekspor disebabkan oleh mutu sebagian besar buah manggis yang diproduksi di Indonesia masih rendah. Salah satu penyebab utama rendahnya mutu manggis yang layak ekspor adalah adanya cemaran getah kuning pada daging dan kulit buah. Getah kuning yang mencemari daging buah (aril) menimbulkan rasa pahit dan pada kulit buah menyebabkan kotornya kulit buah sehingga penampilan buah kurang menarik. Getah kuning secara alamiah dihasilkan pada semua organ manggis, kecuali pada akar (Dorly et al. 2008). Getah kuning menjadi persoalan manakala keluar dari salurannya yang pecah dan mengotori aril (daging) atau kulit buah manggis. Cemaran getah kuning pada buah adalah akibat pecahnya saluran getah kuning karena adanya desakan tekanan dari biji dan aril pada saat perkembangan buah serta perubahan tekanan turgor. Saluran getah kuning yang pecah diduga akibat dari kekurangan unsur hara Ca pada dinding sel (Dorly 2008; Poerwanto et al. 2010). Implikasi defisiensi unsur hara Ca terhadap gangguan fisiologi dan penurunan kualitas buah telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Pludbuntong et al. 2007; Poerwanto et al. 2010; Huang et al. 2005). Kalsium berperan penting dalam penyusunan struktur dinding sel sebagai Ca-pektat dalam lamela tengah (Marschner 1995) dan merupakan komponen utama yang menentukan sifat mekanis jaringan tumbuhan (Shear 1975; Huang et al. 2005).
2
Unsur hara B diduga juga berkontribusi terhadap cemaran getah kuning disamping Ca. Unsur hara B mempunyai fungsi hampir sama dengan Ca sebagai komponen didnding sel. Boron merupakan bagian dari struktural sel dan berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran sturuktur dinding sel, mendukung bentuk, kekuatan sel tanaman (Hu dan
Brown 1994; Brown dan Hu 1996; 1994;
Marschner 1995 O’Neill et al. 2004). Defisiensi unsur hara B menyebabkan kebocoran membran (Dordas dan Brown 2005), melemahnya dinding sel dan sel mati karena lepasnya organel-organel sel, yang diindikasikan oleh pecahnya dinding sel (Fleischer et al.1998). Sifat kimia tanah dan ketersediaan hara lainnya diduga berkontribusi terhadap cemaran getah kuning. Status hara merupakan komponen faktor lingkungan yang berperan kritis dalam meningkatkan ketahanam tanaman terhadap stres faktor lingkungan (Marschener 1995). Ketersediaan hara mempengaruhi proses fisiologis, pembentukan dan elastisitas sel tanaman (Kavanova et al. 2006; Dreyer dan Uozumi 2011). Antar hara juga terjadi interaksi (Ho dan Adam 1995; Kaya et al. 2009; Pedas et al. 2011), memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap fisiologis tanaman dan diduga berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis. Sifat fisika tanah, termasuk faktor lingkungan yang menentukan ketersediaan air dan hara, tentunya juga berpengaruh pada proses fisiologis tanaman. Sifat fisika tanah bertanggung jawab atas sirkulasi udara, ketersediaan air, dan zat terlarut di dalam tanah (Sanchez 1976). Sifat fisika tanah diduga baik secara langsung maupun melalui sinerginya dengan ketersediaan hara, akan berkontribusi mempengaruhi cemaran getah kuning pada buah manggis. Cemaran getah kuning juga diduga akibat dari fluktuasi ketersediaan air yang tinggi atau akibat perubahan musim kering ke musim hujan yang mendadak. Dorly (2009) melaporkan bahwa peralihan musim hujan ke musim kering meningkatkan skor getah kuning pada buah manggis. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi ketersediaan air, terutama dari suasana kering ke kondisi air berlebih atau akibat irigasi, dapat mendukung kejadian retak buah (Milad dan Shackel 1992; Kamamoto et al. 1990; Peet 1992). Michael et al.
3
(2009) juga mengemukakan bahwa ketersediaan air mendadak adalah penyebab terlalu cepatnya perluasan buah yang menghasilkan keretakan buah. Kondisi neraca air tanah yang stabil diduga berperan penting untuk mengeliminasi cemaran getah kuning pada buah manggis disamping meningkatkan status hara tanah dan tanaman. Anwarudinsyah et al. (2010) melaporkan bahwa pemberian air secara kontinyu mampu menurunkan getah kuning aril buah manggis sebesar 23.05 % dibandingkan tanpa pemberian air. Apakah neraca air yang dikendalikan oleh curah hujan berpengaruh terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis perlu dipelajari untuk mengetahui secara komprehensif peranan lingkungan sebagai landasan pengendalian cemaran getah kuning. Keterkaitan elemen-elemen faktor lingkungan yang diduga berperan mengeliminasi dan atau menginduksi cemaran getah kuning buah manggis di formulasikan dalam bagan alir penelitian (Gambar 1). Sifat kimia tanah berperan mengendalikan ketersediaan hara, akumulasi hara di daun, mesokarp, endokarp dan diduga berimplikasi terhadap hara spesifik yang berperan secara langsung dan tidak langsung terhadap cemaran getah kuning. Sifat fisika tanah juga diduga berperan secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi cemaran getah kuning, disamping itu juga bersinergi dengan ketersediaan hara tanah tertentu mempengaruhi cemaran getah kuning. Curah hujan sebagai elemen utama faktor iklim berperan penting mengendalikan neraca air dan menjadi aspek yang perlu dipelajari dalam kaitannya dengan cemaran getah kuning buah manggis Tiga sub aspek kegiatan yang dipelajari dalam penelitian ini, yaitu variabilitas (1) sifat kimia tanah, (2) sifat fisika tanah, dan (3) cuaca pada beberapa sentra produksi manggis dan pengaruhnya terhadap cemaran getah kuning. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah mempelajari fisiologi cemaran getah kuning dalam kaitannya dengan sifat kimia dan fisika tanah serta cuaca sebagai bahan rumusan pengendalian cemaran getah kuning pada agroklimat yang berbeda. Tujuan khusus penelitian adalah mempelajari: 1. Keragaan cemaran getah kuning pada beberapa sentra produksi manggis. 2. Sifat kimia tanah dan pengaruhnya terhadap cemaran getah kuning buah manggis.
4
3. Sifat fisika tanah dan pengaruhnya terhadap cemaran getah kuning buah manggis. 4. Cuaca, terutama curah hujan sebagai pengendali neraca air dalam hubungannya dengan cemaran getah kuning buah manggis. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk merumuskan teknologi pengendalian cemaran getah kuning buah manggis terutama melalui perbaikan sifat kimia dan fisika tanah serta ketersediaan air tanah pada berbagai agroklimat sentra produksi manggis. Hipotesis 1. Satu atau beberapa elemen sifat kimia dan fisika tanah berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap cemaran getah kuning buah manggis. 2. Cuaca terutama curah hujan sebagai pengendali neraca air berpengaruh terhadap cemaran getah kuning buah manggis.
5
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian Studi Peranan Lingkungan Terhadap Timbulnya Cemaran Getah Kuning Pada Buah Manggis.
5
5
CEMARAN GETAH KUNING BUAH MANGGIS Lingkungan sentra produksi manggis yang beragam
Pecahnya saluran getah kuning buah manggis Poerwanto et al .(2010); Dorly et al. (2011) Kadar hara endokarp
Variabilitas sifat kimia tanah dan pengaruhnya terhadap cemaran getah kuning (Topik sub kegiatan I)
Variabilitas sifat fisika tanah dan pengaruhnya terhadap cemaran getah kuning (Topik sub kegiatan II) Varibilitas cuaca dan pengaruhnya terhadap cemaran getah kuning
(Topik sub kegiatan III)
SIFAT KIMIA TANAH KTK, KB, pH, Al-dd, Na-dd Hara makro (N-total, P, K, Ca, Mg, S tersedia) Hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, & B tersedia) SIFAT FISIKA TANAH Bobot isi, bahan organik, air tersedia, permeabilitas, terkstur tanah
CUACA Curah hujan, temperatur, evapotranspirasi
Neraca Air
Kadar hara mesokarp Kadar hara daun
Turgor tanaman
Bobot ( buah, kulit buah), tebal kulit buah, rasio (bobot kulit/ aril + biji)
Target penelitian untuk merumuskan fisiologi cemaran getah kuning dalam kaitannya dengan faktor lingkungan
Unsur hara spesifik yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap cemaran getah kuning Sifat fisika tanah spesifik yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap cemaran getah kuning
Elemen cuaca spesifik yang pengaruh terhadap cemaran getah kuning
Gambar 1. Bagan alir penelitian studi peranan lingkungan (sifat kimia dan fisika tanah, serta cuaca) terhadap cemaran getah kuning buah manggis
5
6
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Manggis Manggis (Garcinia mangostana) termasuk family Gutiferae dan merupakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh secara luas di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Birma, dan Srilangka. Penyebarannnya terletak pada zone 100 Lintang Utara sampai 100 Lintang Selatan (Richard 1990). Tanaman manggis juga telah menyebar ke daerah tropika lainnya, di antaranya Madagaskar, India Selatan, Cina, Brasil dan Australia Bagian Utara (Ameyda dan Martin 1976). Tanaman manggis tergolong evergreen dengan tinggi pohon mencapai 10 m − 25 m dan diameter batang 25−35 cm (Verheij 1992; Cox 1988). Batangnya lurus dengan percabangan melengkung ke bawah, kulit batang berwarna coklat tua sampai kehitaman. Ranting muda berwarna hijau dan menjadi coklat dengan bertambahnya umur tanaman. Posisi daun manggis letaknya berhadapan, berbentuk membujur bulat panjang (lonjong), bagian pucuknya tajam dengan tekstur tebal dan kasar (Zomlefer 1994). Panjang daun berkisar antara 15−25 cm dan lebarnya 7−13 cm. Permukaan atas daunnya mengkilap, licin dan berwarna hijau muda sampai tua tergantung umurnya, sedangkan bagian bawahnya berwarna hijau muda sampai kekuningan (Cox 1998). Bunga manggis tumbuh dari ujung ranting, tunggal atau berpasangan, bergagang pendek dan tebal, diameternya sekitar 5.0−6.2 cm, daun kelopak 4 helai yang tersusun dalam 2 pasang, dan daun mahkota 4 helai. Benang sari semu dalam jumlah yang banyak, berseri 1−2, panjangnya sekitar 0.5 cm, bersifat rudimenter. Bakal buah tidak bertangkai, berbentuk agak bulat, mempunyai ruang 4−8, memiliki kepala putik yang tidak bertangkai, bercuping 4−8 (Yaacob dan Tindal 1995; Verheij 1992; Richards 1990). Tipe buah manggis termasuk tipe berry, pipih pada bagian dasar dan di bagian pangkalnya terdapat kelopak dan rongga-rongga stigma yang tetap tinggal pada ujung buahnya. Buah berbentuk bulat atau agak pipih dan relatif kecil dengan diameter 3,5−8,0 cm. Berat buah bervariasi dari 75−150 g (Yaacob dan Tindall 1995). Buah manggis mempunyai 4-8 juring segmen dan setiap segmen
8
mengandung satu bakal biji yang diselimuti oleh daging buah (aril), berwarna putih, empuk, manis dan mengandung sari buah (Martin 1980). Kulit buah (perikarp) manggis memiliki permukaan luar yang halus dengan tebal 4−8 mm, keras berwana ungu kecoklatan pada bagian luarnya dan ungu pada bagian dalamnya pada buah tua, dan mengandung getah kuning yang pahit (Yaacob dan Tindall 1995). Kulit buahnya mengandung tanin, pektin, dan resin, yang dapat diekstrak untuk obat-obatan dan bahan pewarna (Sen et al. 1982). Persyaratan Iklim Tanaman Manggis Iklim yang paling cocok untuk tanaman manggis adalah daerah dengan udara lembab, curah hujan merata sepanjang tahun dan musim kering yang pendek dan curah hujan tahunan berkisar dari 1.500−2.500 mm. Kelembaban udara optimum sekitar 80 % (Yaacob dan Tindall 1995). Manggis membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm setiap bulan untuk mendukung pertumbuhan yang baik dan musim kering yang pendek diperlukan untuk merangsang pembungaan. Curah hujan yang tinggi umumnya diperlukan di saat tanaman selesai panen, untuk memulihkan kondisi tanaman karena pada kondisi tersebut tanaman memerlukan air yang banyak untuk membentuk tunas-tunas baru dan meningkatkan kelembaban tanah sehingga air tanah lebih tersedia untuk melarutkan hara yang diperlukan oleh tanaman. Ketersediaan air sangat menentukan proses metabolisma dan fisiologi tanaman. Air berfungsi sebagai media berbagai proses dan fungsi organ tanaman seperti dalam pembentukan dan pengisi sel organ, pengatur turgiditas sel, pelarut bahan padat maupun gas dalam bentuk senyawa kimia organik, zat reaktan serta pengendali suhu organ tanaman (Lee dan Kader 2000). Temperatur udara yang baik untuk pertumbuhan manggis berkisar antara 250-350C. (Yaacob dan Tindall 1995; Verheij 1992). Temperatur yang terlalu tinggi akan meningkatkan evapotranspirasi potensial dan sebagai konsekwensinya kebutuhan air tanaman lebih tinggi. Indeks evapotranspirasi yang tinggi akan menurunkan atau menghabiskan persediaan air di dalam tanah dan menciptakan cekaman air bagi tanaman selama musim kemarau (Moretti et al. 2009).
9
Temperatur dapat mempengaruhi fotosintesis, respirasi, stabilitas membran dan hubungan air dengan senyawa lainnya seperti tingkat hormon tumbuhan, metabolit primer dan sekunder selama perkembangan tanaman. Perubahan di dalam komposisi dinding sel, jumlah sel dan sifat turgor sel diduga berhubungan dengan temperatur (Woolf et al. 2000). Moretti et al. (2009) juga menyatakan bahwa temperatur tinggi menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi, biokimia di dalam jaringan tanaman dan sebagai konsekuensinya mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan dari organ tanaman. Menurut Lee dan Kader (2000), perubahan temperatur udara sangat berperan terhadap aktivitas energi maupun inaktivasi enzim. Temperatur terlalu tinggi akan meningkatkan penggunaan energi hasil fotosintesis untuk aktifitas respirasi, sehingga hasil bersih yang disimpan sebagai cadangan makanan pada berbagai organ tanaman menurun. Sifat Tanah yang Diperlukan Tanaman Manggis Sentra produksi manggis di Indonesia umumnya berada pada lokasi yang beragam jenis tanahnya, antara lain Podzolik Merah Kuning, Aluvial, Organosol. Andosol, Regosol, Latosol, Litosol, dan Renzina, dengan pH tanah berkisar antara 3.0-7.0 (Dirjen Hortikultura, 2003). Tanah yang baik bagi pertumbuhan manggis adalah pada pH antara 5.5−7.0. (Yaacob dan Tindall 1995). Tanaman manggis di beberapa daerah ditemukan tumbuh baik pada tanah bereaksi masam (pH 4.0−5.5), namun kualitas buahnya tergolong rendah yaitu tercemar getah kuning baik pada aril maupun kulit buahnya (Dorly 2009; Gunawan 2007), sehingga kualitas buahnya pada umumnya rendah. Sifat fisika yang ideal untuk pertumbuhan manggis dicirikan oleh tekstur tanah lempung berpasir, gembur, kaya bahan organik dengan permeabilitas dan drainase baik. Permeabilitas tanah yang baik dan kelembaban tinggi dibutuhkan untuk mendukung perkembangan akar karena lemahnya sistem perakaran manggis, baik pada saat seedling maupun setelah tanaman dewasa (Yaacob dan Tindall 1995). Bahan organik tanah merupakan sumber utama berbagai unsur hara esensial yang dihasilkan dari proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Dekomposisi bahan organik yang tinggi atau semakin cepat turn over bahan organiknya, unsur hara semakin cepat tersedia (Cambardella dan Elliot 1992).
10
Selain meningkatkan ketersediaan hara, bahan organik berperan terhadap sifat kimia tanah, antara lain (1) membentuk kelat dengan ion logam penting seperti Cu, Fe, Al, dan Mn, sehingga menjadi bentuk yang stabil dalam tanah dan pada kondisi tertentu dapat dimanfaatkan tanaman atau organisme tanah, (2) sebagai penyangga perubahan pH tanah, (3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan (4) bereaksi dengan senyawa organik lain seperti senyawa dari pestisida atau herbisida yang akhirnya ada yang menyebabkan perubahan bioaktivitasnya (Stevenson 1982). Bahan organik juga berperan terhadap sifat fisika tanah, antara lain: (1) memberi warna gelap sehingga mampu mempengaruhi serapan energi panas matahari, (2) meningkatkan daya retensi air karena bahan organik tanah mampu menyerap air hingga 20 kali bobotnya, dan (3) memantapkan agregat tanah karena peningkatan partikel primer oleh senyawa organik. Kandungan karbon organik yang tinggi berperan penting dalam meningkatkan retensi air (Rawls et al. 2003). Hasil penelitian Hudson (1994) juga menunjukkan adanya korelasi positif yang sangat nyata antara bahan organik dengan kapasitas air tersedia. Ketersediaan air yang optimal merupakan persyaratan tumbuh yang penting bagi pertumbuhan manggis. Hal ini diindikasikan oleh suburnya tanaman manggis yang tumbuh di bantaran sungai. Tanaman manggis membutuhkan kadar air tanah pada kondisi antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Kadar air pada kapasitas lapang dipengaruhi oleh bulk density (Manrique et al. 1991), tekstur (Ratliff et al. 1992), dan bahan organik (Bauer dan Black 1992). Kandungan air tersedia berkaitan dengan bahan organik (Hudson 1994), bulk density, kandungan liat, luas permukaan spesifik (Van den Berg et al. 1997) dan tekstur serta karbon organik (Hollis et al. 1977). Peningkatan di dalam kandungan C tanah meningkatkan agregasi, menurunkan bulk density, meningkatkan kapasitas menahan air, dan konduktivitas hidraulik (Tiarks et al. 1974). Bulk density menurun dengan meningkatnya kandungan karbon organik dalam tanah (Rawls et al. 2003). Tanah yang mempunyai kemampuan memegang air rendah di musim hujan dan cepat melepaskan air di musim kemarau akan menyebabkan fluktuasi ketersediaan air bagi tanaman. Hasil analisis fungsi pedotransfer memprediksi bahwa peningkatan kandungan bahan organik tanah akan meningkatkan kandungan air tersedia
11
dengan peningkatan terbesar terjadi pada tanah bertekstur kasar dan tidak dipengaruhi oleh kepadatan relatif, menurunkan kandungan porositas udara pada kapasitas lapang dengan penurunan terbesar terjadi pada tanah berstektur halus, menurunkan ketahanan tanah terhadap penetrasi dan penurunan yang menonjol terjadi pada potensial air rendah, meningkatkan jangkauan air dan bervariasi dengan kandungan liat (Kay et al. 1997). Kapasitas tukar kation adalah total kation yang dapat ditukar tanah pada pH tertentu. Komponen tanah yang berkontribusi terhadap KTK adalah liat dan bahan organik (Martel et al. 1978; Manrique et al. 1991). Kaiser et al. (2008) juga mengemukan bahwa kapasitas tukar kation tanah tidak hanya tergantung pada jumlah dan komposisi mineral liat, tetapi bahan organik tanah. Getah Kuning (Gamboge) pada Buah Manggis Getah kuning merupakan eksudat resin yang dijumpai pada berbagai tanaman suku Guttiferae (Asano et al. 1996; Pankasemsuk et al. 1996; Yaacob & Tindall 1995 ). Beberapa tanaman diketahui menghasilkan getah yang mengandung senyawa fenol seperti flavonoid dan tanin serta terpenoid yang berkaitan dengan pertahanan diri (Monacelli et al. 2005; Nagy et al., 2000; Martin et al. 2002; Topcu et al. 1995; Behnke & Herrmann 1978). Saluran getah kuning dijumpai pada ketiga lapisan kulit buah manggis yaitu eksokarp, mesokarp, dan endokarp, serta pada daging buah (Dorly 2009).
Getah kuning menjadi masalah apabila keluar dari salurannya yang pecah, mengotori aril dan kulit buah. Aril yang dicemari oleh getah kuning menimbulkan rasa pahit, warna daging buah menjadi kuning dan kecoklatan, sedangkan pada kulit buah menyebabkan warna kusam dan tidak menarik (Dorly 2009). Cemaran getah kuning baik pada aril maupun pada kulit buah merupakan salah satu penyebab utama rendahnya mutu buah manggis untuk ekspor (Yacob dan Tindall 1995). Cemaran
getah kuning dari
beberapa hasil
penelitian sebelumnya
menunjukkan keterkaitan dengan perkembangan buah, pengaruh Ca, dan perubahan iklim (Dorly et al. 2008; Dorly 2009; Febriyanti 2008; Wulandari, 2008). Poerwanto et al. (2010) mengemukakan teori mekanisme tarjadinya cemaran getah kuning terkait dengan pembentukan saluran getah kuning, perkembangan buah, peranan Ca dan perubahan potensial air sebagai berikut: (1) Saluran getah kuning pada manggis
12
berbentuk saluran memanjang dan bercabang dengan sel-sel epitel (Dorly et al. 2008) yang dibangun dengan diferensiasi sel parenkima dengan cara skizogen membentuk ruang secara bersambung (Esau 1974). Lamela tengah larut saat pembentukan saluran getah dan menyebabkan lemahnya sel-sel epitel dinding saluran getah. Saluran getah kuning yang lemah akan pecah apabila kekurangan Ca karena komponen lamela terngah tersebut adalah Ca (Marschener, 1995); (2) Defiasi laju pertumbuhan biji dan aril dengan perikap menimbulkan desakan mekanik ke arah perikarp (Dorly 2009). Akibatnya sel-sel epitel saluran getah kuning mengalami tekan dan akan mudah pecah apabila kekurangan Ca, sehingga menyebabkan bocornya saluran getah kuning; (3) Tekanan tugor yang tinggi terjadi apabila fluktuasi potensial air tanah secara drastis dalam waktu relatif pendek. Dinamika tekanan turgor yang tinggi berimplikasi terhadap peningkatan tekanan dinding sel-sel epitel, baik dari dalam (karena turgor saluran getah kuning plasma sel), maupun dari luar (turgor cairan getah kuning). Dinding sel-sel epitel yang lemah akibat kekurangan Ca akan menyebabkan pecah dan bocornya saluran getah kuning sehingga getah kuning keluar mencemari aril. Getah kuning yang mencemari buah manggis oleh beberapa peneliti lain juga disebabkan oleh adanya gangguan dari organisme terhadap buah manggis. Sunarjono (1998) menyatakan bahwa getah kuning timbul akibat tusukan Helopeltis antonii yang mengeluarkaan toksin sehingga daging buah atau bekas tusukan menjadi kuning. Cendawan Fusarium oxysforum yang menginfeksi buah manggis muda dan terinkubasi dalam waktu relatif lama melalui bantuan kutu buah juga dapat menyebabkan gejala getah kuning setelah buah manggis matang (Kurniadhi 2008). Dorly (2009) melaporkan bahwa saluran getah kuning sudah dijumpai pada kuncup bunga satu minggu sebelum antesis (−1 MSA) dan bunga mekar (antesis) (0 MSA) pada bagian ovary buah. Saluran getah kuning juga dijumpai pada buah muda (1−5 MSA), buah sedang (6-10 MSA) dan buah tua (11−15 MSA). Pada ketiga umur buah tersebut, saluran getah kuning dijumpai di ketiga lapisan kulit buah, yaitu eksokarp, mesokarp dan endokarp, serta pada daging buah. Getah kuning mulai mengotori aril pada saat buah berumur 14 MSA hingga 16 MSA, yaitu pada saat perkembangan buah, biji bertambah besar, tetapi pertambahan volumenya sedikit,
13
dan terjadi desakan dari dalam sehingga sel epitel yang mengelilingi saluran getah kuning yang ada pada endokarp pecah dan getah kuning yang masih encer tersebut keluar dari saluran getah mengotori aril (Dorly 2009). Menurut Syah et al. (2007) dinding saluran getah kuning di endokarp pecah karena terjadinya gangguan fisiologis tanaman, yaitu akibat perubahan air tanah yang fluktuatif dan ekstrim selama manggis sedang dalam fase berbuah sehingga terjadi perubahan tekanan turgor. Peranan Unsur Hara dan Hubungannya dengan Cemaran Getah Kuning Unsur hara berperan penting dalam mendukung proses fisiologis tanaman dan banyak bukti menunjukkan bahwa status hara tanaman memainkan peranan kritis dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres faktor lingkungan (Marschener 1995). Di antara hara tersebut ada yang berperan secara individual atau bersinergi dengan hara lainnya dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman lingkungan. Cemaran getah kuning merupakan kelainan fisiologis dan salah satu bentuk dari fenomena stres kekurangan hara. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa cemaran getah kuning berkaitan dengan unsur hara Ca. Hasil penelitian Dorly (2009) menunjukkan bahwa pemberian Ca dalam bentuk CaCl 2 yang disemprotkan pada buah signifikan menurunkan skor getah kuning aril buah manggis, namun pemberian Ca melalui tanah dalam bentuk CaMg(CO 3 )2 hanya berpengaruh terhadap penurunan skor getah kuning pada kulit buah. Pechkeo et al. (2007) juga melaporkan bahwa penyemprotan buah manggis dengan 10 % CaCl2 meningkatkan buah normal, menurunkan buah bergetah kuning dan buah translucent (bening). Kalsium berkontribusi dalam struktur dan fungsi membran sel dengan mengikat fosfolipid dan protein pada permukaan membran (Clarckson dan Hanson 1980; Hirschi 2004). Sebagai kation divalent, Ca2+ dibutuhkan untuk mengatur struktur dinding sel dan membran, serta berperan dalam counter-cation untuk anion anorganik dan organik di vakuola, serta sebagai messenger antar sel di dalam sitosol (Marschener 1995; White 1988) dan juga berperan penting terhadap cekaman biotik dan abiotik (Hirschi 2004). Pectic polysaccharide
14
rhamnogalacturonan dari lamella bagian tengah adalah dihubungkan oleh ion kalsium (Matoh dan Kobayashi 1998). Ion Ca sangat penting untuk memperkuat dinding sel dan adhesi sel-sel (Marry et al. 2006; Marschener 1995). Kalsium di permukaan luar membran berperan memelihara stabilitas dan integritas membran plasma (Hanson 1984; Hirschi 2004; Palta 1996). Pemberian Ca2+ yang dilakukan sebelum dan setelah panen dapat mempertahankan turgor sel, integritas membran plasma, dan memperpanjang umur simpan buah (Gerasopoulus et al. 1996; Miklus dan Beelman 1996). Kalsium dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar dan pada jaringan sehat kandungan Ca umumnya melebihi dari kisaran 0.1–1.0 % dari bahan kering. Tanaman dikotiledon membutuhkan Ca di dalam jaringannya lebih banyak dari pada tanaman monokotiledon (Islam et al. 1987; Kirkby dan Pilbean 1984). Akumulasi Ca berbeda pada berbagai organ, yaitu berlimpah pada daun yang mengalami transpirasi tinggi dan relatif rendah pada jaringan yang rendah transpirasinya (White dan Broadley 2003; Dayod et al. 2010). Kalsium sebagian besar immobile dalam floem dan terdistribusi melalui air dalam aliran transpirasi. Problema rendahnya Ca2+ tanaman dapat berkaitan dengan masalah tanah. Defisiensi Ca2+ umunya terjadi pada tanah yang mempunyai derajad pH yang sangat rendah, Mg dan K di tanahnya tinggi (Park et al. 2005). Keberadaan Ca dalam tanah adalah sebagai kation divalent (Ca2+), memasuki apoplas akar bersama dengan aliran masa air (Baber 1995). Gejala defisiensi Ca ditemukan pada jaringan dengan tingkat transpirasinya yang rendah, antara lain di daun muda yang sedang berkembang, jaringan shoot yang tertutup, buah dan umbi (White dan Broadly 2003). Defisiensi Ca2+ dapat menyebabkan disintegrasi dinding sel dan matinya jaringan tanaman (Kirby dan Pilbean 1984). Kerusakan dan kematian sel yang disebabkan oleh pembekuan juga dilaporkan berkaitan dengan kebocoran membran plasma sebagai akibat hilangnya ion Ca2+ dari membran plasma (Arora dan Palta 1996). Defisiensi Ca hingga tingkat tertentu menjadi masalah pada tanah masam. Buah-buahan dan sayuran yang mengalami gangguan fisiologis akibat defisiensi Ca, kualitasnya menjadi rendah (Bangerth 1979). Defisiensi Ca pada leci cenderung menyebabkan pecah buah (Huang et al. 2005).
15
Kalsium berperan di dalam konstruksi dinding sel, komponen utama yang berperan untuk sifat mekanis dari jaringan tumbuhan, dan secara luas dipelajari dalam kaitannya dengan keretakan buah (Shear 1975; Huang et al. 2005). Sejumlah bukti mendukung bahwa Ca berkontribusi di dalam meningkatkan ketahanan pecah buah leci. Buah yang pecah signifikan lebih rendah Ca perikarpnya dari pada buah yang tidak pecah di dalam kultivar yang sama (Li dan Huang 1995; Lin 2001). Pohon dengan keretakan buah yang lebih rendah mempunyai level Ca tanah yang lebih tinggi, sedangkan di kebun dengan tingkat insiden keretakan buah yang tinggi, kandungan Ca dapat ditukarkan rendah (Li et al. 1992). Simon (1978) juga melaporkan bahwa pemberian Ca yang rendah menyebabkan peningkatan pecah buah pada tomat. Kerusakan akibat defisiensi Ca pada tanaman kentang terlokalisasi di sel empulur secara luas di bawah shoot apical meristem dan kerusakan tersebut sebagai akibat hancurnya sel-sel apical meristem (James et al. 2008). Unsur hara B adalah unsur yang diduga berkontribusi terhadap cemaran getah kuning di samping Ca. Boron mempunyai fungsi hampir sama dengan Ca dan diduga berpengaruh terhadap cemaran getah kuning buah manggis. Unsur hara B merupakan bagian dari komponen struktural sel dan berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran sturuktur dinding sel, mendukung bentuk, kekuatan sel tanaman (Hu dan Brown 1994; Marschner 1995 O’Neill et al. 2004) dan meningkatkan integritas membran plasma (Marschner 1995; Blevins dan Lukaszewski 1998) serta mempengaruhi reaksi yang terkait dengan membran (Power 1997; Brown et al. 2002). Boron sebagai asam borate terikat bersama dua rantai rhamnogaladuronan II (RG II) membentuk kompleks boron-polisakarida (Kobayashi et al. 1996) (Gambar 2). Matoh et al. (1996) mengemukakan bahwa jumlah RG-II yang ada di dalam dinding sel berkorelasi dengan kebutuhan boron dari tanaman yang sedang berbunga. Dua molekul RG-II terkait silang satu sama lain oleh diester borat (Kobayashi et al. 1996) Beberapa hasil penelitian juga menduga bahwa interaksi antara borate dan pektin penting bagi struktur dinding sel untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Matoh et al. 1993; Hu dan Brown 1994; Hu et al. 1996).
16
Gambar
2.
Boron sebagai asam borate terikat bersama dua rantai rhamnogaladuronan II (RG II) membentuk kompleks boronpolisakarida (Bar-Peled et al. 2012).
Defisiensi B menyebabkan dinding sel tidak berfungsi (O’Neill et al. 2004; Dell dan Huang 1997). Fleischer et al. (1998) juga mengemukakan bahwa defisiensi B mengakibatkan sel mati, terutama disebabkan oleh melemahnya dinding sel. Matinya sel yang istirahat berkaitan dengan lepasnya organel-organel sel, yang diindikasikan oleh pecahnya dinding sel. Defisiensi B juga menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia, meliputi perubahan struktur dinding sel, fungsi dan integritas membran, aktivitas enzim serta produksi
17
sebagian besar metabolit tanaman. Defisiensi B menyebabkan kebocoran membran (Dordas dan Brown 2005). Hu dan Brown (1994) menjelaskan bahwa banyak sel-sel mati akibat defisiensi B dan menyebabkan kebocoran membran, melepaskan phenolik, ion dan gula ke dalam dinding sel serta médium kultur. Kelebihan unusr hara B juga menyebabkan efek fisiologi yang negatif, antara lain penurunan khlorofil daun, penghambatan fotosintesis, menurunkan konduktifitas stomata (Lovvat dan Bates 1984), endapan lignin dan suberin (Ghanati et al. 2002), peroksida lipid dan merubah jalur aktivitas antioksidan (Karabal et al. 2003; Keles et al. 2004). Kelebihan B mengganggu sintesis sel (Reid et al. 2004). Toksisitas B menginduksi oksidatif dan kerusakan pada daun barley (Karabal et al. 2003). Pada apel (Malus domestica) dan grapefruit (Vitis vinifera) telah dilaporkan bahwa toksisitas B menginduksi kerusakan oksidatif oleh peroksida lipid dan akumulasi hidrogen peroksida (Molassiotis et al. 2006; Gunes et al. 2006). Pemberian B yang tinggi meningkatkan level superoksida (SOD), peroksidase (POD) dan polifenol oksidase (PPO) dan menurunkan konsentrasi P, K, dan Ca yang signifikan pada daun tomat (Kaya et al. 2009). Sejumlah proses fisiologi
telah
terbukti
diubah
oleh
toksisitas
B, meliputi gangguan
pengembangan dinding sel, metabolik dengan mengikat gugus ribose ATP, NADH, dan NADPH, dan terhambatnya pembelahan dan pemanjangan sel (Reid et al. 2004). Selain itu, tanaman yang keracunan B mengalami peningkatan malondialdehid (MDA) dan hydrogen peroksida (H 2 O 2 ), mengakibatkan stres oksidatif dan peroksida membran (Cervilla et al. 2009. Ardic et al. 2009). Nilai kritis untuk toksisitas B telah diketaui pada beberapa jenis tanaman. Akumulasi B di dalam jaringan daun normal berkisar 40 sampai 100 mg.kg-1 berat kering. Daun yang mengandung 250 mg.kg-1 berat kering adalah mendekati toksik, 700−1000 mg.kg-1 berat kering sangat toksik bagi tanaman (Gupta 1993). Goldberg (1993) menyatakan bahwa ketersediaan B bagi tanaman pada tanah tertentu dikendalikan oleh sifat fisik, kimia, terkstur, mineral liat, bahan organik. Namun untuk mempredikasi kosentrasi B larutan tanah pada zona akar relatif sulit sebelum zona keseimbangan tercapai sempurna karena kompleks B adsorpsi, desorpsi dan curah hujan atau perubahan reaksi dalam larutan tanah.
18
Sifat kimia tanah yang berpengaruh terhadap penyerapan boron oleh tanaman, antara lain ketersediaan B tanah, pH tanah, tipe pertukaran ion, jumlah dan tipe mineral di dalam tanah (Hu dan Brown 1997; Gupta 1979). Serapan B pada umumnya menurun dengan meningkatnya pH tanah yang disebabkan oleh dua alasan, yaitu (1) pada pH di bawah 7.0, B(OH) 3 adalah bentuk B yang dominan, sedangkan afinitas dari beberapa jenis liat tanah relatif rendah. Dengan demikian jumlah B yang diadsorpsi adalah sedikit. Apabila pH meningkat, kosentrasi relatif B(OH)- 4 terhadap B(OH) 3 meningkat, sebagai konsekuensinya afinitas B(OH)- 4 relatif kuat untuk mineral liat dan jumlah dari adsorbsi B meningkat (Keren dan Bingham 1985). Peningkatan pH tanah akan menyebabkan ketersediaan B terhadap akar menurun; (2) serapan B oleh akar tanaman menurun dengan meningkatnya pH larutan tanah, hal ini sejalan dengan penurunan B(OH) 3 . Tanah yang terbentuk dari permukaan laut yang menguap mengandung kosentrasi B yang tinggi. Drainase yang buruk terutama pada tanah salin berperan dalam meningkatkan konsentrasi B dalam larutan tanah (Goldberg 1997; Grieve dan Poss 2000; Malasha et al. 2008). Tingkat potensi toksik dari B tanah umumnya terkait dengan tanah salin di berbagai daerah di dunia, termasuk Chili (Bastias et al. 2004), Mexico (Picchioni et al. 2000), Australia (Holloway dan Alston 1992), Canada (Nicholaichuk et al. 1988). Kosentrasi B berlebih di dalam tanah umumnya ditemukan pada tanah salin yang memiliki draenase buruk (Grieve dan Poss 2000). Unsur hara P merupakan suatu konstituen dari asam nukleat dan membran fosfolipid. Unsur hara P juga berperan penting dalam transfer energi sebagai pengatur aktivitas ensim dan transduksi sinyal. Ketersediaan P yang rendah mengaktifkan serangkaian respon morfologis dan fisiologis yang memaksimalkan akuisisi P (Raghothama 1999) dan diarahkan untuk mempertahankan homoestasis P internal (Ticconi dan Abel 2004). Pertumbuhan daun yang tidak optimal akibat defisiensi P telah didokumentasikan oleh beberapa peneliti (Chiera et al. 2002; Assuero et al. 2004; Kavanova et al. 2006). Penurunan pertumbuhan disebabkan oleh suatu perubahan parameter pembelahan dan pemanjangan sel. Defisiensi P memperlambat pembelahan dan perkembangan sel (Kavanova et al. 2006).
19
Kalium adalah unsur hara mineral esensial dan merupakan ion anorganik yang dominan dalam sel tumbuhan, yaitu berkontribusi hingga10 % dari bahan kering tanaman (Leigh dan Jones 1984). Kalium telah diakui sebagai faktor pembatas hasil dan kualitas panen. Kalium berperan utama sebagai stabilisator dalam metabolisme dan sebagai osmotikum yang berkontribusi terhadap tekanan hidrostatik (turgor) seluler, pertumbuhan serta tanggapan tanaman terhadap perubahan lingkungan. Kosentrasi kalium yang tinggi dan relatif stabil dalam kompartemen sel tertentu berperan penting untuk aktivasi enzim, stabilisasi sintesis protein, netralisasi muatan negatif pada protein, pembentukan potensial membran dalam kerjasamanya dengan kekuatan proton motif, serta memelihara homoestasis pH sitosol (Marschener 1995). Selain itu ion K+ digunakan oleh tanaman, terutama pada fenomena osmotik. Kalium merupakan kation osmotikum utama dalam mendorong proses turgor, misalnya gerakan stomata, fototropisme, gravitropism dan pemanjangan sel (Mengel dan Aeneke 1982; Dreyer dan Uozumi 2011). Kalium di vakuola berkontribusi pada proporsi yang signifikan dari potensi osmotik sel, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi penyerapan air dan pertumbuhan sel-sel, serta tekanan potensialnya (Caroll et al. 1994). Pembukaan stomata didorong oleh akumulasi sejumlah K+ yang besar dari sel penjaga, sehingga menghasilkan penyerapan air dan turgor sel. Penutupan stomata didahului oleh pelepsan K+ oleh sel penjaga, sehingga menghilangkan turgor (Kearns dan Assmann 1993; Assmann dan Shimazaki 1999). Status K tanaman atau ketersediaan K dalam media diduga berkontribusi dalam proses transduksi yang mengatur transpotasi air dan K+ dari akar ke shoot (Benlloch-Gonzalez et al. 2010). Kalium terlibat dalam proses seperti pemanjangan sel, mengatur pertukaran gas dan pergerakan stomata, dan transduksi beberapa sinyal (Clarkson dan Hanson 1980; Zimmermann dan Sentenac 1999). Tekanan osmotik yang dihasilkan oleh K+ juga diperlukan dalam pertambahan dan perluasan daun (Mengel dan Arneke 1982; Maatius dan Sanders 1996). Kalium juga berperan khusus dalam kelangsungan hidup tanaman di bawah kondisi cekaman lingkungan. Kalium sangat penting untuk proses fisiologis, seperti fotosintesis, translokasi fotosintesis ke organ sink, aktivasi enzim, dan
20
meminimalisir penyerapan ion secara berlebihan, seperti Na dan Fe di tanah salin dan tergenang (Marschener 1995; Mengel dan Kirkby 2001). Kalium juga berperan penting menurunkan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) di jaringan tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan status hara K berperan menurunkan produksi ROS dengan mengurangi aktivitas NAD(P)H oksidase dan mempertahankan transport elektron fotosintesis. Spesies oksigen reaktif (ROS) bebas merupakan sinyal penting dalam setiap sel eukariotik. Spesies oksigen reaktif diarahkan berfungsi pada protein dengan modifikasi kimia sebagian subset asam amino, terutama residu sistein, dan dengan demikian mengubah struktur dan aktivitas protein (Stone dan Yang 2006). ROS juga dilaporkan mengatur aktivitas saluran ion membran dari tanaman (Demidchik et al. 2010). Defisiensi
kalium
merupakan
masalah
hara
yang penting dalam
mempengaruhi produksi dan kualitas tanaman (Cakmak 2005). Defisiensi K menyebabkan penurunan fiksasi CO 2 dan partisi penggunaan fotosintesis. Gangguan yang disebabkan oleh kekurangan K mengakibatkan kelebihan produksi elektron fotosintesis dan dengan demikian menstimulasi produksi ROS melalui transfer intensif elektron O 2 . Defisiensi K juga mengakibatkan peningkatan yang nyata dari kapasitas sel akar kacang tanah untuk mengoksidasi NADPH (Camak 2002). Spesies oksigen reaktif (ROS) adalah toksik penting dan mengatur agen di tanaman (Apel dan Hirt 2004; Moller et al. 2007), diproduksi dalam menanggapi beberapa rangsangan, termasuk stres abiotik dan biotik, hormon, sinyal perkembangan dan gravitropic, serta defisiensi mineral (Apel dan Hirt 2004; Kwak et al. 2006). Kalium juga diduga mempengaruhi elastisitas dinding sel melalui kontrolnya pada ekstrusi proton (Hsiao dan Lauchli 1986; Itoh et al. 1997; Triboulot et al. 1997). Meskipun K dapat digantikan oleh kation lain dalam beberapa fungsi, namun K berperan utama karena membran tanaman sangat permeabel terhadap K dan kation K adalah sangat melimpah di jaringan tanaman (Mpelasoka et al. 2003). Magnesium (Mg) adalah salah satu hara mineral penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain sebagai sumber molekul klorofil, Mg juga berperan sebagai aktivator berbagai enzim kunci dalam proses fisiologi tanaman.
21
Defisien Mg dan kelebihan pasokannya menimbulkan efek merugikan pada fotosintesis tanaman (Marschener 1995; Shaul 2002), akibatnya pertumbuhan abnormal dan membatasi pertumbuhan tanaman (Shaul 2002). Magnesium dalam tanah sangat rentan terhadap pencucian dan dianggap sebagai salah satu faktor utama dalam penurunan ketersediaan Mg yang dapat ditukarkan (Herman et al. 2004). Penyerapan Mg dapat sangat tertekan oleh kation lain seperti Ca dan K (Mengel dan Kirby 1987). Peningkatan aktivitas enzim antioksidan dan kandungan antioksidan telah ditunjukkan dalam defisiensi Mg pada kacang (Cakmak dan Marschener 1992; Cakmak dan Kirby 2008) dan murbey (Tewari et al. 2006). Unsur hara Fe merupakan unsur hara penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Besi sebagai komponen vital enzim, termasuk sitokrom dari elektron rantai transport yang diperlukan dalam berbagai fungsi biologis. Unsur hara Fe terlibat dalam sintesis klorofil dan sangat penting untuk pemeliharaan struktur dan fungsi kloroplas (Abadia 1992). Kandungan unsur hara Fe total dalam tanah biasanya jauh melebihi kebutuhan tanaman tetapi ketersediaannya bagi tanaman di tanah sering sangat terbatas (Guerinot dan Yi 1994), khususnya di tanah berkapur yang menempati 30% dari permukaan bumi (Vose 1982). Unsur hara Fe lebih banyak diserap oleh tanaman dalam bentuk ferrous (Fe2+) (Chaney et al. 1972). Di tanah anaerob konsentrasi ion besi tinggi dan penyerapan yang berlebihan dapat menyebabkan toksisitas. Tanaman dapat membatasi penyerapan besi pada kondisi anaerob melalui oksidasi ion besi dengan oksigen yang diangkut dari tajuk melalui aerenchyma (Foy et al. 1978). Besi di tanah aerobik terutama dalam bentuk ion feri (Fe
3+
) dalam endapan
(Lindsay et al. 1982) atau kelat terlarut (Powell et al. 1980). Tingkat akumulasi Fe yang tinggi dalam sel tanaman atau hewan bertanggung jawab atas inisiasi stres oksidatif yang parah karena menghasilkan ROS oleh berbagai reaksi seluler (Halliwell dan Gutteridge, 1984; Hendry 1993; Becanne et al. 1998). Unsur hara Mn merupakan hara mikro yang penting dalam sistem tanaman (Marschener 1995). Mangan terlibat dalam fotosintesis, respirasi dan aktivasi
22
beberapa enzim, termasuk superoksida dismutase, NADP-spesifik dekarbosilasi malat dehidrogenase dan nitrat reduktase (Mukaopadhyay dan Sharma 1991). Meskipun Mn penting tetapi jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman relatif rendah, namun kapasitas penyerapan Mn sangat melebihi dari yang dibutuhkan tanaman (Clarkson 1988). Kelebihan Mn merupakan faktor penting yang membatasi pertumbuhan dan hasil panen terutama di tanah masam dan drainase yang kurang baik dengan potensial redoks rendah (Foy 1984). Mangan dalam konsentrasi yang sangat tinggi menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan mengganggu proses metabolisme (Macfie dan Taylor 2008; Hauck et al. 2002). Kosentrasi Mn yang tinggi bersifat toksik di jaringan tanaman dan dapat mengubah berbagai proses, seperti aktivitas enzim, penyerapan, translokasi, serta pemanfaatan elemen mineral lainnya (Ca, Mg, Fe, dan P). Toksisitas Mn juga menyebabkan stres oksidatif (Ducic dan Polle 2005; Lei et al. 2007). Migocka dan Klobus (2007) juga menyatakan bahwa keberadaan Mn dalam jumlah berlebih sangat beracun bagi sel tanaman. Sebagai logam beracun, Mn dapat menyebabkan perubahan metabolik dan kerusakan makromolekul yang mengganggu homeostasis sel (Hegedus et al. 2001; Polle 2001). Toksisitas Mn dapat menginduksi stres oksidatif langsung melalui hasil spesies oksigen reaktif (ROS) dari ion Mn dalam reaksi Fenton (Lynch dan Clair 2004) atau transfer elektron langsung di dalam satu reaksi, mengarah ke peningkatan level ROS (Demirevska-Kepova et al. 2004). Mekanisme untuk mengatasi toksisitas Mn
meliputi konversi logam
tersebut ke senyawa metabolik tidak aktif, seperti komplek Mn2+, penyerapan Mn2+ atau komplek Mn2+ ke dalam kompartemen internal seperti vakuola. Pada level seluler akumulasi Mn terutama di vakuola dan khloroplas serta berasosiasi dengan dindidng sel (McCain dan Markley 1999; Quiguampoix et al. 1993; Gonzales dan Lynch 1999). Selain itu Mn juga diakumulasi ke dalam endoplasmic reticulum (Wu et al. 2002). Ketersediaan Mn untuk tanaman dikontrol oleh proses redoks, yang tergantung pada cadangan Mn tanah, pH, dan ketersediaan elektron (Negra dan Lanzirotti 2005). Hara Mn adalah salah satu hara yang sangat tinggi ketersediaannya pada tanah-tanah masam, terutama di daerah tropik (Pendias dan
23
Pendias 1992). Toksisitas Mn dapat terjadi pada lingkungan yang kaya elektron karena overwatering, drainase buruk atau aplikasi bahan organik, bahkan pada pH alkali (Hue 1988). Kondisi tanah masam dan tanah vulkanik, umumnya juga ditemukan toksisitas Mn pada berbagai sistem pertanian (Carver dan Ownby 1995). Ketersediaan Mn yang tinggi pada tanah masam atau kondisi aerobik dapat menyebabkan ketidakseimbangan hara bagi tanaman, terutama dalam kaitannya dengan kation divalen lain, seperti Ca2+ dan Mg2+ (Marschener 1995; Cenni et al. 1998). Toksisitas Mn menjadi kendala di tanah masam dan masalah ini sering terjadi pada pH di bawah 5.0, ketersediaan Ca rendah, dan akibat amendments organik (Hue et al. 2001). Jumlah Mn yang dapat ditukarkan, terutama dalam bentuk Mn2+ di larutan tanah meningkat dengan penurunan pH (Millaleo et al. 2010). Toksisitas Mn dapat dikurangi dengan hara lain, seperti Ca (Horst 1988), Si (Horst dan Marschener 1978). Dari hasil penelitian Martias (2002) juga menunjukkan bahwa ketersediaan Mn di tanah Ultisol menurun dengan pemberian CaCO 3 . Unsur hara Cu tidak hanya merupakan elemen mineral esensial bagi tanaman, tetapi juga komponen dari beberapa enzim, terutama berpartisipasi dalam aliran elektron dan katalis reaksi redoks (Rama Devi dan Prasa 1988). Tembaga meningkatkan respirasi dan fotosintesis (Demirevska-Kepova et al. 2004; Marschener 1995). Kelebihan Cu adalah toksik terhadap tanaman dan efeknya luas pada berbagai proses fisiologis, seperti fotosintesis, sintesis pigmen, metabolisma nitrogen dan protein, integritas membran, dan penyerapan hara (Luna et al. 1994; Nielsen et al. 2003; Demirevska-Kepova et al. 2004; Prasad et al. 2001; Gu et al. 2002). Kelebihan Cu merusak membran sel dengan berikatan dengan group sulphydryl dari membran protein dan menginduksi lipid peroksida (De Vos et al. 1989; De Vos et al. 1992; Kendey dan Gonzalvez 1987). Unsur hara Cu memediasi pembentukan radikal bebas yang sudah didemonstrasikan di dalam isolat khloroplas (Sandman dan Boger 1980), di dalam akar utuh (De Vas et al. 1993), pada segmen daun (Chen dan Kao 1999; Gallego et al. 1996). Chen et al. (2000) juga melaporkan bahwa perlakuan CuSO 4 menyebabkan peroksidasi lipid
24
dan aktivitas enzim antioksidan termodulasi pada akar padi. Unsur hara Cu (CuSO 4 ) meningkatkan aktivitas superoksida dismutase, ascorbate peroxidase, glutathione reductase, dan peroxidase, tetapi tidak memiliki efek pada katalase. Tembaga sulfat juga meningkatkan level H 2 O 2 dan peroksida dinding sel pada akar benih padi (Chen et al. 2000). Gutteridge (1984) juga mengemukakan bahwa akumulasi Cu yang meningkat melebihi kebutuhan seluler menjadi sangat toksik karena Cu mampu mengkatalis pembentukan radikal bebas berbahaya atau menginsiasi peroksidasi lipid. Toksisitas dapat diduga sebagai oksidatif stres dimediasi oleh spesies oksigen reaktif (ROS) (Luna et al. 1994), Unsur hara Cu+ juga dapat mengkatalis pembentukan anion super oksida (O 2 -) dan selanjutnya menghasilkan hydrogen peroksida (H 2 O 2 ) dan hidroksil radikal (OH) melalui tipe reaksi Fenton (Schutzenduble dan Polle 2002). Spesies oksigen reaktif (ROS) yang bereaksi dengan lipid, protein, pigmen, dan asam nukleat, lipid peroksida, menyebabkan
kerusakan
membran,
menonaktifkan
enzim,
sehingga
mempengaruhi kelangsungan hidup sel (Hartley-whitaker et al. 2001; Tewari et al. 2006). Umumnya ROS seperti anion superoksida (O 2 ), hydrogen peroksida (H 2 O 2 ), dan hidroksil radikal (HO) dapat merusak molekul biologi (DNA, RNA, dan protein) dan membran dengan menginduksi peroksida lipid (Halliwell dan Gutteridge 1984); Aust et al. 1985; Weckx dan Clijsters 1996). Konsentrasi alami Cu di tanah terutama tergantung dari geokimia dari bahan induk (De Temerman et al. 2003). Sifat tanah, seperti pH, bahan organik, kapasitas tukar kation, konsentrasi karbon organik, kandungan liat, ketersediaan P, juga mempengaruhi konsentrasi Cu di tanah (Holmgren et al. 1993; Mico et al. 2006; Obrador et al. 2007). Unsur hara Zn berperan penting dalam beberapa fungsi kritis seluler seperti metabolisma protein, ekspresi gen, struktur dan fungsi integritas biomembran dan metabolisma IAA (Marsheners 1995). Sebagian besar fungsi kritis Zn dalam sel terkait dengan kemampuannya untuk membentuk ikatan koordinasi tetdrahedral di berbagai konstituen sel-sel vital. Sistein, histidin, dan aspartat atau glutamat adalah ligan seluler utama Zn yang membentuk koordinasi tetdrahedral (Valle dan Auld 1990; Valle dan Falchuk 1993). Terutama ligan sistein dan histidin untuk mengikat Zn dengan afinitas yang lebih besar dan stabilitas yang lebih dari
25
Fe (Berg dan Shi 1996). Dengan demikian pembentukan radikal bebas, melalui reaksi antara Fe dan sistein dan residu histidin diblokir oleh keberadaan Zn yang memadai (Searle dan Tomasi 1982; Girotti et al.1985; Bray dan Bettger 1990). Peningkatan level jenis O 2 reaktif (ROS) dan penurunan mekanisme detoksifikasi diduga merupakan alasan utama untuk berbagai fungsi seluler dalam defisiensi Zn tanaman. Unsur hara Zn diperlukan untuk detoksifikasi kation ROS termasuk O 2 (Superoksida radikal) dan H 2 O 2 (hidrogen peroksida). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa jumlah Zn yang rendah dalam sel tanaman dapat
meningkatkan
produksi
O 2 selama transfer elektron fotosintesis
(Marschener dan Cakmak 1989; Cakmak et al. 1995; Cakmak dan Engels 1999), menginduksi O2 dan menyebabkan NADPH oksidase terikat membran (Printon et al. 1994). Seng secara tidak langsung diperlukan untuk meningkatkan aktivitas enzim yang terlibat dalam detosifikasi H 2 O 2 seperti catalase, peroksidase ascorbat, dan glutation reduktase (Cakmak 2000), terutama apabila produksi ROS meningkat ke level yang melebihi kapasitas sel (Apel dan Hit 2004). Hilangnya integritas membran akibat gangguan ROS adalah salah satu efek utama dari defisiensi Zn (Cakmak dan Marshener 1988a). Tewari et al. (2004) juga mengemukakan bahwa kekurangan atau kelebihan Zn juga dilaporkan memperparah stres oksidatif melalui peningkatan ROS dan gangguan homeostasis redoks pada tanaman murbei. Gangguan fisiologis pada kondisi tanaman mengalami defisiensi Zn, antara lain terhambatnya pertumbuhan dan diferensiasi perkembangan tanaman. Kerusakan oksidatif pada sel kritis dihasilkan oleh serangan senyawa jenis O 2 reaktif (ROS), merupakan gangguan dalam pertumbuhan tanaman yang disebabkan oleh defisiensi Zn. Unsur hara Zn berperan mengganggu ikatan NADPH oksidase membran yang dihasilkan oleh ROS. Tanaman yang mengalami defisiensi Zn, kosentrasi Fe meningkat dan berpotensi menghasilkan radikal bebas (Cakmak 2000). Superoksida menghasilkan NADPH oksidase, umumnya terlokalisasi dalam membran plasma dan diaktifkan oleh sejumlah faktor stress biotik dan abiotik, termasuk di antaranya defisiensi Zn (Cakmak dan Marschener 1988), kekeringan (Zhao et al. 2001; Jiang dan Zhang 2002).
26
Interaksi Antar Hara Unsur hara baik di dalam tanah maupun di jaringan tanaman mengalami interaksi antar hara. Interaksinya dapat bersifat sinergis maupun antagonis dan tentunya berimplikasi terhadap proses fisiologis dan hasil tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya antagonis antara Ca dengan Mg, yaitu tingkat penyerapan Mg dapat ditekan oleh Ca dan sebaliknya (Sonneveld 1987; Ho dan Adam 1995). Implikasi dari peningkatan kosentrasi Mg pada Ca yang rendah dilaporkan meningkat kualitas buah tomat (Hao et al. 2003). Pemberian Mg yang berlebih meningkatkan kandungan Mg di shoot dan akar, K dan Cl di akar, tetapi menurunkan kandungan Ca dan K shoot pada padi (Kobayashi et al. 2005). Fosfor dan B adalah hara yang menunjukkan interaksi yang tinggi pada beberapa tanaman (Gunes dan Alpaslan 2000). Boron yang tinggi menurunkan kandungan P dalam daun bayam dan kacang (Blamey dan Chapman 1979). Kaya et al. (2009) menjelaskan bahwa kosentrasi Ca, P, K daun tomat signifikan lebih rendah pada konsentrasi B yang tinggi dibandingkan kontrol. Penambahan unsur hara P dapat mengurangi efek buruk dari B yang terlalu tinggi terhadap pertumbuhan dan hasil buah tomat, sebaliknya kosentrasi P daun menurun pada daun tomat yang tumbuh pada konsentrasi B yang tinggi. Sotiropoulus et al. (1999) juga menemukan bahwa kosentrasi P yang tinggi menurunkan B dalam daun buah kiwi, tetapi Mouhtaridou et al. (2004) menemukan sebaliknya bahwa kandungan B yang tinggi meningkatkan B di kultur in vitro batang bawah apel. Sinha et al. (2003) juga melaporkan bahwa kelebihan penambahan P menurunkan kosentrasi B. Toksisitas B dan defisensi Zn saling terkait dan telah dilaporkan dalam beberapa hasil penelitian. Swietlik dan Laduke (1991) mengamati bahwa peningkatan kosentrasi Zn menurunkan toksisitas B pada grapefruit (Citrus Paradisi). Swietlik (1995) juga melaporkan bahwa gejala keracunan B yang parah pada bibit jeruk asam (Citrus aurantium) yang defisiensi Zn, tetapi menjadi sangat ringan gejalanya pada tanaman yang cukup Zn. Aplikasi P dan Zn signifikan meningkatkan bahan kering shoot, akar, dan hasil gabah padi. Aplikasi P menyebabkan turunnya kosentrasi Zn, Cu, Fe, dan Mn pada akar dan pada shoot padi. Begitu pula halnya aplikasi Zn menurunkan
27
kosentrasi P, Cu, Fe, tetapi meningkatkan Mn di shoot dan akar padi. Hal ini mengindikasikan terjadinya perubahan ketersediaan hara di tanah yang disebabkan dari aplikasi P dan Zn (Haldar dan Mandal 1981). Interaksi P dan Zn dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa P menginduksi defisiensi Zn. Hal ini ditemukan pada beberapa tanaman, seperti kapas, buncis, dan gandum (Cakmak dan Marschener 1986; Singh et al. 1998; Webb dan Loneragan 1990). Singh et al. (1988) juga menjelaskan bahwa kosentarsi Zn di bagian shoot tanaman kacang tanah signifikan mengalami penurunan dengan aplikasi P. Aplikasi P menginduksi defisiensi Zn sebagai akibat stimulasi pertumbuhan dan pengenceran Zn di jaringan tanaman. Pasokan P yang tinggi juga dapat mengganggu penyerapan Mn di akar dan interaksi negatif tersebut menurunkan defisiensi Mn shoot pada barley (Pedas et al. 2011). Peranan Sifat Fisika Tanah dan Hubungannya dengan Cemaran Getah Kuning Sifat fisik tanah, terutama tekstur tanah, distribusi agregat tanah dan berat jenis tanah, disamping menentukan ketersediaan air tanah juga akan mempengaruhi ketersediaan hara tanah. Sifat fisik tanah bertanggung jawab atas peredaran udara, lengas, air, dan zat terlarut di dalam tanah (Sanchez 1976). Sifat fisik tanah, antara lain tekstur dan kerapatan jenis tanah mempengaruhi kemampuan tanah untuk memegang dan melepaskan air dan pada gilirannya juga berdampak terhadap stabilitas tanaman untuk menyerap air dan translokasinya ke buah. Kerapatan jenis tanah mencerminkan suatu struktur tanah dan distribusi pori makro yang berperan penting terhadap kejenuhan dan daya hantar hidraulik (Saxton dan Rawls 2006). Peningkatan kerapatan jenis tanah tidak hanya menginduksi perubahan distribusi ukuran pori tetapi juga mempengaruhi kemampuan tanah untuk mengkerut dan perilaku air pada kondisi tidak jenuh. Kandungan air tanah pada umumnya meningkat dengan menurunnya kerapatan jenis tanah (Dorota et al. 2008). Kandungan bahan organik yang meningkat secara umum menghasilkan peningkatan kapasitas menahan dan daya konduksi air, sebagai akibat pengaruh agregasi tanah dan berhubungan dengan distribusi ruang pori tanah (Hudson 1994). Kandungan lengas tanah juga erat hubungannya dengan tekstur tanah
28
(Goovaerts dan Chiang 1993; Famiglietti et al. 1998), frekuensi dan jumlah hujan pada suatu lokasi (Berndtsson et al. 1996; Famiglietti et al. 1998). Kandungan air tanah berkorelasi positif dengan jumlah nitrogen tersedia dalam tanah sebagai akibat perlambatan degradasi bahan organik (Goovaerts dan Chiang 1993). Kandungan karbon organik, total N, P tersedia, Mg2+ dan basa yang dapat ditukarkan (Mg2+, Ca2+, K+, Na+) juga meningkat dengan menurunnya ukuran agregat tanah pada tanah yang diolah (Adesodun et al. 2007). Klute dan Dirksen (1986) menyatakan bahwa meningkatkan kemampuan tanah untuk menyediakan air yang diikuti dengan ketersediaan bahan organik akan meningkatkan air tersedia untuk tanaman. Bahan organik menurunkan bulk density dan konsekuensinya meningkatkan porositas tanah. Penambahan bahan organik mempengaruhi pergerakan air karena bahan organik mempunyai sifat hydrophilic dan berpengaruh terhadap struktur dan kepadatan tanah (Bauer dan Black (1992). Gupta et al. (1987) menyatakan bahwa bahan organik yang dimasukkan ke dalam tanah akan membusuk dari waktu ke waktu dan mempengaruhi berbagai sifat fisika tanah, seperti stabilitas struktur, konduktivitas hidrolik, serta agregat tanah. Peningkatan kepadatan tanah sebagai akibat dari tingginya bulk density tanah akan menghambat penetrasi akar, pertumbuhan tanaman, menurunkan infiltrasi air, dan pergerakan air (Allmaras et al. 1988). Peningkatan bulk density terkait dengan kepadatan tanah dan dapat berdampak drastis pada sifat hidrolik tanah (Green et al. 2003; Assouline 2006). Tanah − tanah bertekstur liat mempunyai permukaan yang luas sehingga kemampuannya untuk menahan air dan menyediakan unsur hara relatif tinggi. Semakin tinggi kadar liat akan mempunyai kemampuan yang lebih besar dan lebih aktif dalam reaksi kimia tanah (Hardjowigeno 1995). Struktur tanah yang terbentuk oleh pengaruh bahan organik meningkatkan retensi air pada kadar air mendekati kapasitas lapang sampai kondisi lebih besar dari titik layu permanen (Rawls et al. 2003). Retensi air oleh bahan organik itu sendiri adalah merupakan efek C organik, yaitu bahan organik memodifikasi ketersediaan situs adsorpsi dari mineral liat untuk air (Cristensen 1986). Pikul et al. (1993) mendapatkan korelasi signifikan dari bulk density dan karbon organik.
29
Hubungan linier yang sangat signifikan dan negatif antara bulk density dengan karbon organik tanah juga ditemukan oleh Hati et al. (2007). Kapasitas retensi air terutama dikendalikan oleh jumlah pori-pori, distribusi ukuran dan luas permukaan spesifik dari tanah (Haynes dan Naidu 1998). Ruang pori total biasanya meningkat dengan penambahan bahan organik karena peningkatan agregasi tanah (Tiarks et al. 1974; Sanchez et al. 1989). Hudson (1994) melaporkan bahwa tanah yang tinggi bahan organiknya mempunyai kapasitas memegang air tersedia yang lebih besar dari pada tanah dengan tekstur sama tetapi rendah bahan organiknya. Barzergar et al. (2002) juga melaporkan bahwa air tersedia meningkat sebagai akibat penambahan jumlah bahan organik. Karbon organik adalah komponen bahan organik tanah yang banyak digunakan untuk mengindikasikan kandungan bahan organik tanah. Pengaruh kadar karbon organik terhadap retensi air tanah ditentukan oleh proporsi komponen tekstur dan jumlah karbon organik yang ada di tanah. Penambahan karbon pada tanah yang mempunyai karbon rendah mengakibatkan peningkatan retensi air pada tanah berstektur kasar dan mengurangi retensi air pada tanah berstektur halus. Tanah berkarbon tinggi, penambahan karbon akan meningkatkan retensi air dari semua tekstur (Rawls et al. 2003). Konsentrasi karbon tanah telah digunakan untuk menentukan kualitas tanah (Peerie dan Munson 2000; Shukla et al. 2006), memprediksi aliran dan konsentrasi hara di dalam tanah dan bulk density (Bernoux et al. 1988). Bobot isi (bulk density) merupakan petunjuk kepadatan tanah. Tanah yang padat bobot isinya relatif tinggi, mengindikasikan tanah tersebut relatif sulit meneruskan air, ruang porinya sedikit dan tidak mudah ditembus akar tanaman. Akar tanaman dapat berkembang bebas dan menembus lapisan-lapisan tanah jika bobot isi tanah berkisar antara 1,0–1,5 g/cc. Bobot isi tanah lebih besar dari 1,5 g/cc, tanah tersebut terlalu padat dan menghambat perkembangan akar tanaman serta laju infiltrasi air (Sutaatmandja 2005). Hubungan Curah Hujan dan Neraca Air dengan Cemaran Getah Kuning Curah hujan yang berfluktuasi akan meningkatkan dinamika neraca air tanah dan berdampak terhadap perubahan tekanan turgor tanaman yang ekstrim. Fluktuasi tekanan turgor yang tinggi dapat menyebabkan pecahnya dinding sel, yaitu apabila
30
elastisitas sel melebihi dari daya lengkungnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi ketersediaan air, terutama dari kondisi kering ke kondisi ketersediaan air yang berlebih atau akibat irigasi, menginduksi peningkatan ukuran buah. Hal ini dapat mendukung kejadian retak buah melalui intensifikasi tekanan (Milad dan Shackel 1992; McFadyen et al. 1996). Keretakan buah terjadi karena pertumbuhan buah yang cepat ketika ada air berlimpah dan temperatur tinggi, terutama kondisi ini terjadi sebagai kelanjutan periode stres. Dorais et al. (2001) mengemukakan bahwa keretakan buah secara umum berkaitan dengan dorongan air dan gula yang cepat ke arah buah ketika elastisitas cuticula dan ketahanannya lemah. Michael et al. (2009) juga mengemukakan bahwa ketersediaan air drastis adalah penyebab terlalu cepatnya perluasan buah yang menghasilkan keretakan buah.
METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari 3 sub kegiatan, yaitu mempelajari variabilitas (1) Sifat kimia tanah, (2) Sifat fisika tanah, dan (3) Cuaca pada beberapa sentra produksi manggis dan pengaruhnya terhadap cemaran getah kuning. Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Desember 2009 sampai Juli 2011 di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB, dan pada sepuluh sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung. Penentuan lokasi di lapangan pada tingkat provinsi dan kabupaten didasarkan atas data luasan sentra produksi manggis di Indonesia (Direktorat Budidaya Tanaman Buah, 2007). Desa yang terpilih sebagai lokasi penelitian adalah hasil wawancara menggunakan tekhnik purposive sampling dengan pedagang pengumpul di tingkat kecamatan. Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang telah berproduksi dan representatif untuk mewakili pertanaman manggis di tingkat kecamatan dalam hal potensi produksi dan kasus cemaran getah kuning pada sentra produksi tersebut. Lokasi penelitian di Jawa Barat yaitu di Desa Karacak dan Barengkok (Kecamatan Leuwiliang) Kabupaten Bogor, jenis tanah di kedua lokasi tersebut adalah Ultisol; Desa Garogek dan Pusaka Mulia (Kecamatan Kiara Pedes) Kabupaten Purwakarta, jenis tanah pada kedua lokasi tersebut
yaitu Andisol.
Tanaman manggis yang menjadi objek penelitian di Desa Karacak dan Barengkok merupakan tanaman sela di antara tanaman durian dan duku. Pemeliharaannya belum optimal terutama dalam pengendalian gulma di sekitar tanaman manggis. Lain halnya dengan tanaman manggis yang diteliti di Desa Garogek dan Pusaka Mulia, pemeliharaan tanamannya relatif baik karena di antara tanaman manggis terdapat tanaman teh yang dikelola secara baik. Lokasi penelitian di Sumatera Barat adalah di Nagari Pakandangan (Kecamatan IV Lingkung) Kabupaten Padang Pariaman dengan jenis tanahnya Entisol, Nagari Koto Lua (Kecamatan Pauh) dan Nagari Baringin (Kecamatan Lubuk Kilangan) Kotamadya Padang, masing-masing jenis tanahnya Ultisol dan Inseptisol; Nagari Padang Laweh (Kecamatan Koto VII) dan Nagari Lalan (Kecamatan Lubuak Tarok) Kabupaten Sijunjung dengan jenis tanahnya pada kedua lokasi tersebut adalah Ultisol. Tanaman manggis yang diteliti di beberapa lokasi di
32
Sumatera Barat juga merupakan tanaman sela di antara tanaman durian, rambutan, duku, dan karet. Pemeliharaan tanaman manggis pada lima lokasi ini secara umum belum optimal terutama dalam pengendalian gulma tidak dilakukan secara baik. Hal ini diindikasikan oleh adanya semak belukar di antara tanaman manggis. Lokasi penelitian di Lampung yaitu di Desa Sukarame (Kecamatan Teluk Betung Barat) Kotamadya Lampung Barat, jenis tanahnya Inseptisol. Tanaman manggis yang dijadikan sebagai sampel di Desa Sukarame ini juga merupakan tanaman sela di antara tanaman rambutan dan durian. Di antara tanaman manggis tidak terlihat pengendalian gulma yang intensif sehingga di sekitar tanaman ditumbuhi oleh gulma. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi: tanaman dan buah manggis, bahan kimia untuk analisis ketersediaan hara tanah, dan bahan penunjang di lapangan dan di laboratorium. Peralatan yang digunakan antara lain: GPS, refraktometer, bor tanah, ring sampel tanah, jangka sorong, pH meter, dan AAS. Tanaman manggis yang dijadikan sampel penelitian di masing-masing lokasi adalah tanaman manggis yang telah berumur sekitar 30 hingga 35 tahun dengan diamater batang 60 hingga 70 cm. Percabangan tanaman mendatar, bentuk kanopi segitiga dan buahnya relatif bulat (diamater horizontal dan longitudinal relatif sama) dan dari penampakan morfologi mengindikasikan varietas lokal yang relatif sama. Setiap lokasi tanaman yang dijadikan sampel adalah sebanyak 10 tanaman untuk diambil sampel buah dan daunnya. Pengamatan Cemaran Getah Kuning pada Buah, Kadar Hara Jaringan Daun, dan Kulit Buah Pengamatan terhadap buah dilakukan setelah buah mengalami masak fisiologis, yaitu semenjak 25 % dari total buah sudah layak dipanen. Buah yang diambil sebagai sampel adalah buah yang berada pada pertengahan tajuk bagian luar secara horizontal di empat arah mata angin. Setiap tanaman diambil sebanyak 100 sampel buah atau 1000 buah untuk setiap lokasi, sehingga jumlah buah yang diamati untuk semua lokasi mencapai 10.000 buah. Daun yang diambil untuk analisa kadar hara daun adalah daun terminal pada pertengahan tajuk bagian luar yang telah berkembang penuh di empat arah mata angin, yaitu16 helai daun untuk
33
setiap tanaman. Kulit buah (jaringan endokarp dan mesokarp) dianalisa kadar haranya pada saat pengamatan cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah. Peubah yang diamati meliputi: a. Persentase aril bergetah kuning b. Persentase juring bergetah kuning c. Persentase kulit buah bergetah kuning d. Bobot buah e. Bobot basah kulit buah f. Bobot basah aril dan biji g. Diameter transversal dan longitudinal buah h. Tebal kulit buah i. Total padatan terlarut (PTT) j. Total asam terlarut (TAS) k. Kadar Vitamin C l. Kadar hara makro dan mikro (N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu, B ) daun, kulit buah (mesokarp dan endokarp). Prosedur kerja Pengamatan peubah cemaran getah kuning Cemaran getah kuning diamati secara manual untuk setiap buahnya dihitung jumlah tetesan getah kuningnya baik pada aril maupun pada kulit buah. Persentase aril bergetah kuning (PAGK), persentase juring bergetah kuning (PJGK), dan persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) dihitung berdasarkan rumus: PAGK
=
Jumlah buah arilnya tercemar getah kuning Jumlah buah yang diamati
X 100
PJGK
=
Jumlah juring tercemar getah kuning Jumlah juring yang diamati
X 100
PKGK
=
Jumlah buah kulitnya tercemar getah kuning Jumlah buah yang diamati
X 100
34
Tingkat cemaran getah kuning baik pada aril, juring, maupun pada kulit buah ditentukan dengan kelas persentase cemaran getah kuning, seperti disajikan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Kelas persentase cemaran getah kuning untuk aril, juring, dan kulit buah manggis Kategori Persentase Sangat rendah 1–10 Rendah 11–20 Sedang 21–30 Agak tinggi 31–40 Tinggi 41–50 Sangat tinggi 51–100 Pengamatan peubah bobot buah, bobot basah kulit buah, dan aril Bobot basah buah, bobot basah kulit buah dan bobot basah aril (g) ditimbang dengan neraca analitik. Pengamatan peubah diameter transversal dan longitudinal Diameter transversal (cm) diukur dengan jangka sorong digital secara melintang pada bagian pertengahan buah. Diamater longitudinal pengukurannya secara membujur dari ujung sampai pangkal buah. Pengamatan peubah tebal kulit buah Tebal kulit buah (mm) diukur dengan jangka sorong digital pada kulit buah yang telah dipotong secara melintang. Pengamatan peubah total padatan terlarut (TSS) Padatan total terlarut (% brix) diukur dengan menggunakan refraktometer, yaitu dengan cara menempatkan perasan cairan daging buah pada refraktometer. Nilai padatan total terlarut dibaca melalui lensa refraktometer yang terlihat pada perubahan warna pada angka-angka di lensa pembacaan refraktometer. Pengamatan peubah total asam terlarut (TAS) Daging buah yang telah diancurkan dan ditambahkan 100 ml aquades, selanjutnya dilakukan penyaringan. Filtrat sebanyak 25 ml ditambahkan 2−3 tetes indikator phenolftalin (pp) dan dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga terbentuk perubahan warna merah jambu yang stabil. Total asam tertitrasi dihitung dalam bentuk persentase asam organik yaitu asam sitrat, dengan rumus:
35
Total asam (%) = ml titran x N NaOH x fp x BE x 100 % Bobot contoh
N = Normalitas larutan NaOH Fp = Faktor pengenceran (100/25) BE = Bobot ekivalen (64) Pengamatan peubah kadar vitamin C Daging buah yang telah dihancurkan ditambahkan 100 ml aquades dan disaring untuk memperoleh filtranya. Filtrat sebanyak 25 ml ditambahkan 2−3 tetes indikator iodium dan dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga terbentuk perubahan warna biru yang stabil. Kadar vitamin C (mg/100 g sampel) dihitung dengan rumus : Kadar vitamin C = 0.88 x ml titran NaOH x 100 10 g berat sampel Pengamatan peubah kadar hara daun dan kulit buah Daun manggis yang berasal dari lapangan dibersihkan dengan aquades untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada sampel daun dan selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 70oC . Daun yang telah kering selanjutnya digiling dan disaring dengan kehalusan 0.5 mm. Kulit buah diambil secara acak dari buah yang berasal dari pohon yang sama dan dipisahkan lapisan kulitnya, yaitu mesokarp, endokarp, dan eksokarp (lapisan kulit dalam, tengah, dan luar). Masing-masing lapisan kulit buah dipotong-potong hingga berbentuk serpihan kulit buah dan selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 70o C.
Sampel kulit buah yang telah kering digiling dan disaring pada
kehalusan 0.5 mm dan dimasukan ke dalam botol plastik. Metoda analisis kadar hara daun dan kadar hara kulit buah berpedoman pada petunjuk teksnis analisis kimia tanah, tanaman, air, dan pupuk (Sulaiman et al. 2005). Pengamatan Variabilitas Sifat Kimia Tanah Sampel tanah diambil saat tanaman berbunga, yaitu 10 sampel untuk masing-masing lokasi penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada empat arah mata angin di bawah tajuk tanaman secara komposit, yaitu sekitar 3 m dari pangkal batang pada kedalaman 0−30 cm. Sampel tanah dianalisis sesuai
36
dengan parameter yang ditentukan dengan metode analisis seperti ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat kimia tanah yang dianalisis serta metodenya No Komponen analisis
Metode Analisis *)
1 2 3 4 5
Elektroda gelas Walkley dan Black Kjeldahl Bray I Ekstrak NH 4 OAc 1 M pH 7
pH H 2 O (1:1) C-organik (%) N-total ( %) P-tersedia (mg/kg) Basa-basa dapat ditukar (cmol(+)/kg) K+, Na+, Ca2+, Mg2+ 6 Kapasitas tukar kation (cmol(+)/kg) 7 Al dan H dapat ditukar (cmol(+)/kg) 8 Fe, Mn, Cu, dan Zn, tersedia (mg/kg) 9 B tersedia (mg/kg) *) Sulaiman et al. (2005)
Ekstrak NH 4 OAc 1 N pH 7 KCl 1N DTPA Morgan Vanema
Pengamatan Variabilitas Sifat Fisika Tanah Sampel tanah tidak terganggu untuk menentukan sifat fisika tanah diambil di bawah tajuk tanaman, yaitu sekitar 3 m dari pangkal batang tanaman. Pengambilan menggunakan ring sampel berukuran diameter 7.5 cm dan tinggi 4 cm pada kedalaman 40 cm. Setiap tanaman diambil 2 sampel tanah dan dianalisis di laboratorium dengan metode analisis seperti ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat fisika tanah yang dianalisis serta metodenya No Komponen analisis
Metode Analisis *)
1 Tekstur (3 fraksi) Pipet 2 Kadar Air (% volume) Gravimetri 3 Bobot isi (g/cm3) Ring. Gravimetri 4 Ruang pori total Ring. Gravimetri 5 Kadar air (% vol) pF2.0, pF2.54, pF 4.2 Ring. Gravimetri 6 Air tersedia (% vol) Ring. Gravimetri 7 Permeabilitas (cm/jam) Ring. Gravimetri Keterangan: *) SCS-USDA (1982); Kurnia et al. (2006). Pengamatan Variabilitas Cuaca Parameter cuaca yang diamati ialah curah hujan dan suhu udara dari awal pembungaan sampai panen. Data curah hujan dan suhu udara diperoleh dari stasiun klimatologi terdekat dari lokasi penelitian, yaitu stasiun klimatogi PLTA
37
Desa
Karacak
Kecamatan
Leuwiliang
(Bogor),
Kecamatan
Wanayasa
(Purwakarta), Sicincin (Padang Pariaman), Teluk Bayur Kecamatan Lubuk Kilangan (Padang), Desa Koto Lua Kecamatan Pauh, Desa Padang Laweh Kecamatan Koto Tujuh, dan Desa Lalalan Kecamatan Lubuk Tarok (Sijunjung). Dari data curah hujan dan temperatur, peubah yang dihitung adalah neraca air tanah harian di lokasi penelitian. Analisis neraca air harian menghasilkan informasi surplus dan defisit air lahan di lokasi penelitian. Neraca air tanah harian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: P = ETP + Δ KAT + S dimana: P
:
Curah Hujan (mm)
ETP
:
Evapotranspirasi (mm)
Δ KAT
:
Perubahan cadangan air
:
Surplus air
S
Secara lebih terinci perhitungan neraca air dilakukan dengan menggunakan metode Thornthwaite dan Mather (1957). Tahapan yang dilakukan untuk menghitung neraca air harian adalah sebagai berikut. 1. Menghitung nilai Evapotranspirasi Harian (ETP harian) Evapotranspirasi harian dihitung menggunakan metode Thornthwaite dan Mather yang sudah dimodifikasi (Pereira dan Pruitt 2004). Nilai ETP harian dihitung berdasarkan persamaan berikut: a. Persamaan untuk suhu udara rata-rata atau T ≤ 26.5 °C
38
b. Persamaan untuk suhu udara rata-rata (T > 26.5 °C)
dimana: ETP harian
: Evapotranspirasi harian (mm)
T
: Suhu udara harian (0C)
I
: Indeks panas
N
: Panjang hari (jam) (besarnya panjang hari berdasarkan letak lingtang (Allen et al. (1998).
2. Setelah diperoleh nilai ETP harian, selanjutnya dihitung besarnya perbedaan antara CH harian dan nilai ETP harian. Curah hujan yang digunakan dalam analisis neraca air harian adalah curah hujan terkoreksi (Hidayati et al. 1993). Curah hujan koreksi dilakukan hanya pada curah hujan harian yang memiliki nilai lebih besar dari 10 mm/hari. Curah hujan terkoreksi dihitung menggunakan persamaan berikut:
dimana: CH day
:
CH pada hari tersebut (mm)
3. Menghitung nilai APWL (dengan menghitung secara akumulasi hasil negatif antara CH terkoreksi – ETP harian. 4. Menentukan nilai kapasitas lapang (KL) dalam satuan mm. 5. Menentukan nilai kandungan air tanah (KAT), dengan rumus:
dengan: po
:
1.000412351
p1
:
-1.073807306
6. Menentukan nilai ∆KAT dengan menghitung perubahan KAT dari hari ke hari, yaitu mengurangi hari ini dengan hari sebelumnya
39
7. Menghitung nilai ETA. Jika CH > ETP* maka ETA = ETP harian. Namun bila CH < ETP harian, maka ETA = CH+[∆KAT], karena seluruh CH dan ∆KAT seluruhnya akan dievapotranspirasikan 8. Menghitung nilai defisit (D) dengan persamaan
9. Menghitung nilai surplus (S). Kondisi hari dimana CH > ETP harian, sehingga:
10. Menghitung neraca air mingguan dengan cara menjumlahkan surplus dan defisit air selama seminggu. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan One Way ANOVA, apabila didapatkan perbedaan yang nyata dari nilai parameter antar lokasi dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan News Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Analisis regresi
dan korelasi untuk mengetahui hubungan parameter sifat kimia, fisika tanah, dan neraca air tanah dengan parameter cemaran getah kuning. Pengaruh langsung dan tidak langsung sifat kimia, fisika tanah dan kadar hara jaringan daun, kulit buah (endokarp dan mesokarp) dengan parameter cemaran getah kuning ditentukan dengan path analysis (analisis jalur) (Kusnendi 2008). Hubungan antara variabel ketersediaan hara tanah dan variabel cemaran getah kuning disajikan dalam bentuk diagram jalur (path diagram). Persamaan struktural antar variabelnya adalah: Y 1 = β 11 X 1 + β 12 X 2 + …………... β 1n Xn + e 1 Y 2 = β 21 X 1 + β 22 X 2 + …………... β 2n Xn + e 2 Y 3 = β 31 X 1 + β 32 X 2 + …………... β 3 n Xn + e 3 Yn = βn 1 X 1 + βn 2 X 2 + …………. βnn Xn + en Model struktural yang diperoleh divalidasi dengan nilai P value, Root Means Square Error of Approximation (RMSEA), Comparative Fit Indeks (CFI). Model struktural valid dan hubungan antar variabel sampel yang digunakan representatif untuk menyatakan hubungan variabel dalam suatu populasi apabila nilai P ≥ 0.05, RMSEA < 0.08, dan CFI > 0,90.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Cemaran Getah Kuning Cemaran getah kuning buah, yang ditunjukkan oleh persentase aril bergetah kuning (PAGK), persentase juring bergetah kuning (PJGK), dan persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) mempelihatkan keragaman antar lokasi (Gambar 3). Begitu pula halnya dengan kualitas buah, baik kualitas fisik maupun sifat kimia buah terlihat adanya variasi dari buah yang berasal pada lokasi yang berbeda (Gambar 4, 5 dan Tabel 5).
Persentase cemaran getah kuning (%)
PAGK
PJGK
PKGK
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Gambar 3. Keragaan persentase aril bergetah kuning (PAGK), persentase juring bergetah kuning (PJGK), dan persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) pada 10 lokasi sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Persentase aril bergetah kuning tergolong sangat tinggi dan tinggi ditemukan di Nagari Pakandangan dan Desa Garogek, berturut-turut mencapai 54.04 % dan 40.60 %. Persentase aril bergetah kuning yang tergolong agak tinggi diperoleh dari Desa Sukarame, yaitu sebesar 31.20 %. Desa Karacak dan Barengkok adalah lokasi yang termasuk kategori sedang tingkat persentase cemaran aril buahnya, yaitu berturut-turut sebesar 25.20 % dan 24.10 %. Lokasi yang tergolong sangat rendah hingga rendah persentase cemaran getah kuning arilnya antara lain Nagari Baringin,
42
Padang Laweh, Lalan, Koto Lua dan Desa Pusaka Mulia, hanya berkisar dari 7.61 % sampai 20.20 % (Gambar 3). Persentase juring bergetah kuning (PJGK) yang menunjukkan tingkat keparahan dari cemaran aril buah pada setiap buah yang tergolong sangat tinggi diperoleh di Desa Garogek, mencapai 51.60 %. Juring bergetah kuning yang tergolong tinggi cemaran getah kuningnya ditemukan di Desa Karacak, Barengkok, Sukarame, dan Nagari Pakandangan berkisar dari 40.50 % sampai 50.10 %. Nagari Koto Lua, Baringin, Padang Laweh dan Lalan adalah lokasi yang tergolong sangat rendah persentase juringnya bergetah kuning, yaitu berkisar dari 4.00 hingga 7.70 %. Buah yang tercemar kulitnya oleh getah kuning (PKGK) juga beragam antar lokasi, berkisar dari 16.10−80.20 %. Hal ini menunjukkan bahwa dari 100 buah yang diamati dari setiap pohon, rata-rata terdapat 16.10 hingga 80.20 buah tercemar kulitnya oleh getah kuning. Cemaran getah kuning tergolong sangat tinggi pada kulit buahnya ditemukan di Nagari Pakandangan, Desa Karacak, Barengkok, Sukarame, Nagari Koto Lua dan Lalan, bekisar dari 50.90 % sampai 80.20 %. Baringin dan Padang Laweh adalah lokasi yang tergolong agak tinggi dan sedang cemaran getah kuning kulit buahnya, yaitu sebesar 40.10 dan 23.50 %. Cemaran getah kuning pada kulit buah yang tergolong rendah ditemukan di Desa Pusaka Mulia dan Garogek, hanya 16.10 dan 17.70 %. Adanya perbedaan dari tingkat cemaran getah kuning pada kulit buah diduga sebagai akibat dari perbedaan kondisi lingkungan tumbuh dari tanaman manggis tersebut. Tingkat cemaran getah kuning yang tinggi pada kulit buah diduga akibat dari serangan serangga sehingga kulit buah mengalami luka dan mengeluarkan getah kuning. Perbedaan tingkat cemaran getah kuning pada kulit buah yang sangat jelas terlihat antara buah yang berasal dari Desa Pusaka Mulia dan Garogek dengan buah yang berasal lokasi lainnya. Tanaman manggis di Desa Pusaka Mulia dan Garogek pengelolaan gulmanya relatif baik karena di antara tanaman manggis ditanami teh, sedangkan di lokasi lainnya, lingkungan tanamannya belum dilakukan pengendalian gulma secara baik. Lokasi yang relatif baik pengelolaam gulmanya diduga serangga di sekitar tanaman relatif sedikit sehingga gangguannya terhadap buah manggis relatif rendah.
43
Keragaan Kualitas Fisik dan Kimia Buah Manggis Kualitas fisik buah manggis juga terlihat beragam antar lokasi, ditunjukkan oleh variasi bobot buah, diameter buah, dan diameter longitudinal buah (Gambar 4). Bobot buah tertinggi berasal dari Desa Sukarame, diikuti oleh Desa Garogek, Baringin, Nagari Pakandangan, Koto Lua, dan Desa Pusaka Mulia, rata-rata berkisar dari 99.30 g–108.17 g untuk setiap buah. Bobot buah terendah berasal dari Barengkok, diikuti oleh Karacak, Padang Laweh dan Pusaka Mulia, berkisar dari 64.00 g hingga 72.04 g untuk setiap buahnya. Rata-rata bobot buah manggis yang berasal dari 10 sentra produksi ini relatif lebih tinggi dari bobot buah yang telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya (Gunawan 2007; Dorly 2009).
120
BB (g)
DHB (mm)
DLB(mm)
Kualitas fisik buah
100 80 60 40 20 0
Gambar 4. Rata-rata bobot buah (BB), diameter horizontal buah (DHB), diameter longitudinal buah (DLB) manggis dari 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung Diameter horizontal buah tertinggi diperoleh dari buah manggis yang berasal dari Desa Sukarame, dan diikuti oleh buah dari Baringin, Garogek, Koto Lua, dan Pusaka Mulia, berkisar dari 61.47 mm hingga 59.49 mm. Sedangkan diameter horizontal buah yang terendah ditemukan di Desa Karacak, dan diikuti oleh Barengkok, Nagari Lalan, Padang Laweh, Pakandangan dan Desa Pusaka Mulia, berkisar dari 50.49 mm hingga 51.62 mm. Diameter longitudinal buah yang tertinggi juga diperoleh dari buah yang berasal dari Desa Sukarame, berbeda tidak nyata dengan buah dari Desa Garogek,
44
Pusaka Mulia, Nagari Baringin dan Koto Lua, berkisar dari 51.87 hingga 50.54 mm. Diameter longitudinal buah yang terendah berasal dari Desa Barengkok, berbeda tidak nyata dengan buah dari Desa Karacak, Lalan dan Nagari Pakandangan, berkisar dari 42.38 mm hingga 44.53 mm. Buah yang mempunyai tebal kulit tertinggi berasal Desa Sukarame, berbeda tidak nyata dengan buah yang diperoleh dari Nagari Pakandangan. Buah yang mempunyai ketebalan kulit yang tipis diperoleh dari Desa Karacak, berbeda tidak nyata dengan buah yang berasal dari Nagari Lalan (Gambar 5). Rata-rata diameter horizontal, diameter longitudinal, dan tebal kulit buah tertinggi sejalan dengan ratarata bobot buah. Dorly (2009) juga menemukan bahwa diameter horizontal, longitudinal, dan tebal kulit buah tertinggi juga diperoleh pada bobot buah yang tertinggi. BKB (g)
B.A (g)
TK (mm)
90
10
80
9
70
8
60 50 40 30
7 6 5 4 3
20
2
10
1
0
0
Gambar 5. Rata-rata bobot basah kulit buah (BKB), bobot basah aril (BA), dan tebal kulit buah (TK) manggis dari 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung Bobot basah aril buah yang berasal dari lokasi berbeda tidak terlalu signifikan variasinya, yaitu berkisar antara 21.30 g hingga 34.66 g. Namun bobot basah kulit, ketebalan kulit buah, dan bobot basah biji untuk setiap buah menunjukkan keragaman yang signifikan antar buah yang berasal dari lokasi yang
45
berbeda. Buah manggis yang berasal dari Desa Sukarame mempunyai bobot basah kulit dan ketebalan kulit buah tertinggi, yaitu mencapai 79.78 g dan 9.42 mm, diikuti oleh buah yang berasal dari Garogek dan Pakandangan, berturut-turut bobot basah dan ketebalan kulitnya berturut-turut adalah 75.72 g, 75.64 g dan 8.54 mm, 9.06 mm. Bobot basah kulit buah dan ketebalan kulit buah dari loksi lainnya relatif sama dan rendah, yaitu berkisar dari 41.11 g hingga 44.88 g dan 5.74 mm hingga 7.31 mm. Bobot basah biji rata-rata setiap buah berbanding terbalik dengan bobot basah kulit buah, terendah diperoleh dari Nagari Pakandangan, dan diikuti oleh Sukarame dan Garogek, berturut-turut hanya 0.68; 0.79; dan 1.05 g. Buah yang berasal dari desa lainnya mempunyai bobot basah biji yang relatif besar, yaitu antara 1.30 hingga 1.73 g untuk setiap buahnya (Gambar 6). 3 2,5
Bobot basah biji (g)
2 1,5 1 0,5 0
Gambar 6. Bobot basah biji manggis dari 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Ketebalan kulit buah, bobot basah kulit buah, rasio bobot basah buah terhadap aril, rasio bobot basah kulit buah terhadap (bobot basah aril + bobot basah biji) dengan persentase aril bergetah kuning berkorelasi positif (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan kulit buah yang meningkat menyebabkan peningkatan dari persentase aril bergetah kuning. Diduga kulit buah yang tebal menyebabkan desakan mekanik pada aril dan pecahnya dinding sel saluran getah kuning pada buah.
46
Tabel 4. Koefisien determinasi dan korelasi dari hubungan sifat fisik buah dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) Sifat fisik buah
Persamaan regresi
Koefisien determinasi
Koefisien Korelasi
Tebal kulit buah
y = 6.40 x – 21.25
R2 = 0.304**
r = 0.551**
2
Bobot basah kulit buah
y = 0.459 x – 2.850
R = 0.247*
r = 0.49 *
Rasio BKB/BA
y = 16.68 x – 10.89
R2 = 0.314**
r = 0.56 **
Rasio BKB/(BA+BJ)
y = 20.09 x – 17.22
R2 = 0.513**
r = 0.716 **
Keterangan : BKB = bobot basah kulit buah, BA = bobot basah aril, BJ = Bobot basah biji. *= Berbeda nyata pada taraf 1 % ** = Berbeda nyata pada tarap 5 % Dorly (2009) telah mengidentifikasi bahwa akibat perbedaan laju tumbuh antara aril dan biji dengan perikarp selama pembesaran buah telah menyebabkan desakan mekanik dari biji ke perikarp. Sel epitel saluran getah kuning yang lemah (akibat kekurangan Ca) dalam endokarp akan pecah, sehingga getah kuning keluar mengotori daging buah (Poerwanto et al. 2010). Secara visual juga terlihat bahwa buah yang arilnya tercemar getah kuning mempunyai kulit yang tebal dibandingkan buah yang bebas dari cemaran getah kuning (Gambar 7). Kualitas kimia buah manggis, terutama yang ditunjukkan oleh parameter padatan total terlarut, vitamin C, dan total asam teritrasi juga memperlihatkan perbedaan yang nyata dari beberapa lokasi (Tabel 5). Padatan total terlarut buah yang diperoleh berkisar antara 17.75 hingga 20.74 % Brik. Nilai padatan total terlarut dari beberapa lokasi ini relatif sama dengan yang diperoleh oleh Kader (2004), yaitu menyatakan bahwa padatan total terlarut buah manggis berkisar antara 17 sampai 20 % Brix. Nilai padatan total terlarut tertinggi pada penelitian ini ditemukan dari buah manggis yang berasal dari Lalan, diikuti oleh Karacak, Pusaka Mulia, Padang Laweh, Garogek, Baringin, Koto Lua, dan Barengkok. Lokasi yang terendah nilai padatan total terlarut buahnya diperoleh dari Pakandangan dan Sukarame. Kandungan vitamin C buah tertinggi pada penelitian ini diperoleh dari
Padang Laweh, diikuti oleh buah dari Koto Lua, Lalan, dan Baringin.
Kandungan vitamin C terendah diperoleh dari buah yang berasal dari Sukarame, diikuti oleh buah dari Pusaka Mulia, Garogek, Barengkok, dan Karacak.
47
A
B Gambar 7. Buah yang arilnya tercemar getah kuning (A) dan buah yang arilnya bebas dari cemaran getah kuning (B) Nilai total asam tertitrasi secara umum relatif rendah dan homogen, berkisar dari 0.36 % hingga 0.43 %. Derajad kemasaman (pH) buah berkisar dari 3.62 hingga 3.9. Buah yang diperoleh dari Desa Garogek adalah yang tertinggi pH buahnya, diikuti oleh buah dari Pakandangan, Pusaka Mulia, Sukarame, Baringin, dan Koto Lua. Lokasi yang terendah pH buahnya adalah Barengkok, diikuti oleh Lalan, Padang Laweh, dan Karacak. Keragaan Kadar Hara di Jaringan Endokarp, Mesokarp, dan Daun Manggis Kadar hara makro dan mikro di jaringan endokarp kulit buah manggis menunjukkan variasi antar lokasi (Tabel 6 dan Tabel 7). Variabilitas kadar hara endokarp ini diduga merupakan implikasi dari variasi kadar hara tersedia tanah pada lokasi yang berbeda dan proses penyerapan serta translokasinya oleh tanaman.
48
Tabel 5. Rata-rata padatan total terlarut, vitamin C, total asama tertitrasi, dan pH aril buah manggis dari sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung Padatan total Vitamin C Total asam pH Aril Lokasi terlarut (% Brix) (mg/100 g) tertitrasi (%) Karacak 19.63 d 10.75 c 0.39 a 3.77 ab Barengok 18.38 bc 9.03 b 0.40 ab 3.62 a Garogek 18.79 bcd 8.66 b 0.41 ab 3.98 e Pusaka Mulia 18.92 cd 7.83 b 0.40 ab 3.87 de Pakandangan 16.52 a 11.35 c 0.36 a 3.89 de Koto Lua 18.39 bc 13.45 d 0.41 ab 3.81 cd Baringin 18.71 bcd 12.94 d 0.39 a 3.82 cd P. Laweh 19.81 de 13.87 d 0.43 b 3.71 ab Lalan 20.74 e 13.25 d 0.42 b 3.67 a Sukarame 17.75 a 6.04 a 0.41 ab 3.84 cd Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Nitrogen di endokarp merupakan unsur hara kedua tertinggi akumulasinya di jaringan endokarp, berkisar dari 0.19 % hingga 0.74 %. Kadar N tertinggi ditemukan di Desa Pusaka Mulia, diikuti oleh Garogek, Karacak, Nagari Padang Laweh, Brengkok, Koto Lua dan Lalan. Lokasi yang terendah N endokarp buahnya adalah Pakandangan, diikuti oleh Baringin, dan Sukarame. Kadar P berkisar dari P dari 0.04 % hingga 0.25 %, tertinggi ditemukan di Nagari Padang Laweh dan diikuti oleh Pakandangan dan Baringin. Fosfor yang terendah adalah di Karacak, Garogek, Pusaka Mulia, diikuti oleh Barengkok, Lalan, Sukarame dan Koto Lua. Kalium adalah unsur hara yang paling tinggi kandungannya di endokarp di antara hara lainnya, berkisar dari 0.34 % hingga 1.59 %. Lokasi yang tertinggi kadar K endokarp buahnya berasalah dari Pakandangan, dikuti oleh Padang Laweh dan Baringin, serta Lalan. Kadar K terendah ditemukan di Sukarame, diikuti oleh Garogek, Barengkok, Pusaka Mulia, dan Koto Lua. Kalsium merupakan unsur hara ke tiga tertinggi setelah N, berkisar dari 0.08 % hingga 0.25 %. Kadar Ca endokarp tertinggi diperoleh di Padang Laweh, diikuti oleh Karacak, Barengkok, dan Lalan. Kalsium di endokarp yang terendah ditemukan di Desa Garogek, Pakandangan, diikuti oleh Pusaka Mulia dan Sukarame. Magnesium di jaringan endokarp hanya berkisar dari 0.07 % hingga 0.11 %, tertinggi ditemukan di Nagari Baringin, diikuti oleh Padang Laweh. Lokasi lainnya relatif sama dan rendah kadar Mg endokarpnya, berkisar dari 0.06 % hingga 0.09 %. Unsur hara S di endokarp berkisar dari 0.05 %
49
Tabel 6. Kadar hara makro jaringan endokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Kadar hara makro jaringan endokarp kulit buah manggis Lokasi N P K Ca Mg S ………………………(%) ……………………………… Karacak 0.54 c 0.04 a 0.91 bc 0.22 d 0.07 ab 0.08 ab Barengkok 0.51 c 0.05 a 0.97 c 0.20 d 0.08 ab 0.10 ab Garogek 0.63 d 0.04 a 0.73 b 0.08 a 0.07 ab 0.06 a Pusaka Mulia 0.74 e 0.04 a 0.76 b 0.10 a 0.07 ab 0.07 ab Pakandangan 0.19 a 0.14 b 1.59 e 0.08 a 0.09 de 0.25 d Koto Lua 0.51 c 0.07 a 0.79 bc 0.16 c 0.06 a 0.09 ab Baringin 0.21 a 0.14 b 1.59 e 0.16 c 0.11 f 0.18 c P. Laweh 0.53 c 0.25 c 1.57 e 0.25 e 0.10 e 0.10 b Lalan 0.49 c 0.05 a 1.38 d 0.19 d 0.08 bc 0.10 b Sukarame 0.31 b 0.05 a 0.34 a 0.12 b 0.08 bc 0.05 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. hingga 0.25 %, yaitu tertinggi ditemukan di Pakandangan dan diikuti oleh Baringin, Barengkok, Padang Laweh, dan Lalan. Kadar S endokarp buah di lokasi lain (Desa Karacak, Garogek, Pusaka Mulia, Sukarame, dan Nagari Koto Lua), hanya berkisar dari 0.05 % hingga 0.09 %. Akumulasi hara mikro di endokarp kulit buah juga beragam dari lokasi sentra produksi manggis yang berbeda. Kadar Fe berkisar dari 25.33 ppm hingga 280.20 ppm. Kadar Fe endokarp buah tertinggi ditemukan dari Sukarame dan buah yang berasal dari lokasi lainnya relatif sama dan jauh lebih rendah, berkisar dari 25.33 hingga 47.99 ppm. Mangan endokarp berkisar dari 13.79 hingga 82.21 ppm dan tertinggi ditemukan di Lalan, diikuti oleh Karacak, Barengkok, dan Padang Laweh. Kadar Mn endokarp buah dari lokasi lainnya hanya berkisar 4.39 ppm hingga 22.81 ppm. Kandungan Cu dan Zn endokarp menunjukkan pola yang relatif sama, yaitu berkisar dari 2.59 hingga 65.57 ppm untuk Cu dan dari 6.76 hingga 61.90 ppm untuk Zn. Nagari Pakandangan adalah lokasi yang tertinggi kandungan Cu dan Zn endokarp buahnya, diikuti oleh Baringin, Koto Lua. Boron adalah hara mikro yang paling tinggi akumulasinya di jaringan endokarp buah, berkisar dari 53.93 hingga 256.06 ppm. Lokasi sentra produksi yang paling tinggi kadar B endokarp buahnya adalah Pakandangan, diikuti oleh Baringin, dan Sukarame.
50
Tabel 7. Kadar hara mikro jaringan endokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Kadar hara mikro jaringan endokarp Lokasi Fe Mn Cu Zn B Penelitian ………………………… (ppm) ………..……………… Karacak 34.38 a 62.17 e 7.35 a 6.84 a 63.30 a Barengkok 35.20 a 56.70 e 7.19 a 8.49 a 71.65 a Garogek 32.84 a 19.12 c 2.59 a 11.76 a 103.10 b Pusaka Mulia 47.27 a 22.81 c 2.84 a 11.46 a 101.70 b Pakandangan 28.49 a 21.52 c 68.87 d 61.90 e 256.06 d Koto Lua 29.40 a 13.79 bc 37.52 c 30.09 c 62.38 a Baringin 25.33 a 7.40 ab 65.57 d 56.38 d 225.19 c P. Laweh 47.90 a 35.06 d 26.09 b 24.11 b 73.55 a Lalan 42.33 a 82.21 f 24.55 b 22.69 b 53.93 a Sukarame 280.20 b 4.39 a 8.77 a 6.76 a 212.88 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Akumulasi unsur hara makro dan mikro di jaringan mesokarp juga menunjukkan keragaman dari buah yang berasal dari lokasi yang berbeda. Konsentrasi dari masing-masing hara di mesokarp relatif sama dengan konsentrasi hara di jaringan endokarp (Tabel 8 dan 9). Kadar N di mesokarp buah berkisar dari 0.09 % hingga 0.60 %, tertinggi diperoleh dari Pusaka Mulia dan Lalan, diikuti oleh Koto Lua, Padang Laweh, Baringin, Karacak, dan Barengkok. Lokasi yang terendah N mesokarp buahnya yaitu Pakandangan dan Sukarame. Kadar P di mesokarp berkisar dari 0.04 % hingga 0.29 %, yaitu tertinggi diperoleh dari Pakandangan, diikuti oleh Baringin dan Sukarame. Lokasi lain relatif rendah kandungan P mesokarpnya, hanya berkisar dari 0.04 % hingga 0.08 %. Kadar K di mesokarp buah berkisar dari 0.05 % hingga 2.67 %, tertinggi diperoleh dari Baringin, diikuti oleh Lalan, Pakandangan, Karacak, Desa Padang Laweh, Barengkok. Lokasi yang terendah kandungan K di mesokarp buahnya adalah Sukarame, diikuti oleh Garogek, Pusaka Mulia, dan Koto Lua. Unsur hara Ca di mesokarp berkisar dari 0.07 % hingga 0.23 %, yaitu tertinggi diperoleh dari Padang Laweh, diikuti oleh Karacak, Lalan, Brengkok, Baringin, Garogek, Sukarame, dan Koto Lua. Pakandangan dan Pusaka Mulia adalah lokasi yang terendah kadar Ca mesokarp buahnya dibandingkan sentra produksi lain. Unsur hara Mg di mesokarp buah berkisar dari 0.05 % hingga 0.14 %, yaitu tertinggi diperoleh dari Baringin, diikuti oleh Padang Laweh, Sukarame, dan
51
Tabel 8. Kadar hara makro jaringan mesokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Kadar hara makro jaringan mesokarp kulit manggis Lokasi N P K Ca Mg S …………………(%) ………………. Karacak 0.44 cd 0.05 a 1.56 d 0.20 de 0.07 bc 0.06 ab Barengkok 0.43 cd 0.05 a 1.18 c 0.18 d 0.07 bc 0.09 b Garogek 0.41 c 0.04 a 0.88 b 0.13 c 0.07 bc 0.06 a Pusaka Mulia 0.60 e 0.05 a 0.97 b 0.09 ab 0.06 ab 0.05 a Pakandangan 0.09 a 0.40 c 2.09 e 0.07 a 0.09 e 0.17 d Koto Lua 0.53 de 0.07 a 0.99 b 0.11 bc 0.05 a 0.09 b Baringin 0.45 cd 0.29 b 2.67 f 0.18 d 0.14 f 0.31 e P. Laweh 0.48 cd 0.07 a 1.56 d 0.23 e 0.09 e 0.13 c Lalan 0.60 e 0.08 a 1.64 d 0.19 d 0.08 cde 0.12 c Sukarame 0.20 b 0.24 b 0.05 a 0.13 c 0.09 e 0.05 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Lalan. Lokasi lain relatif sama kadar Mg mesokarp buahnya, yaitu berkisar dari 0.05 % hingga 0.07 %. Kadar unsur hara S di mesokarp berkisar dari 0.05 % hingga 0.31 %, yaitu tertinggi diperoleh dari Nagari Baringin, diikuti oleh Pakandangan, Padang Laweh dan Lalan. Kadar S mesokarp di lokasi lainnya berkisar hanya 0.05% hingga 0.09 %. Unsur hara mikro di mesokarp buah juga menunjukkan variasi dari lokasi yang berbeda. Kadar Fe berkisar dari 9.86 ppm hingga 278.10 ppm, yaitu tertinggi ditemukan di Desa Sukarame, dan pada desa lainnya berkisar dari 9.86 ppm hingga 45.97 ppm. Unsur hara Mn di mesokarp berkisar dari 5.74 ppm hingga 121.06 ppm, yaitu tertinggi ditemukan di Lalan, diikuti oleh Karacak dan Barengkok. Kadar Mn terendah ditemukan di Baringin, diikuti oleh Sukarame, Koto Lua, Garogek, Pusaka Mulia, dan Pakandangan. Kadar unsur hara Cu dan Zn di mesokarp, berturut-turut berkisar dari 2.93 ppm hingga 137.46 ppm, dan 3.89 ppm hingga 115.89 ppm. Lokasi yang tertinggi kadar Cu dan Zn di mesokarp buahnya adalah di Nagari Baringin, diikuti oleh Pakandangan, Padang Laweh, Lalan. Kadar Cu mesokarp terendah ditemukan di Desa Pusaka Mulia, diikuti oleh Karacak, Garogek. Barengkok, dan Sukarame. Unsur hara S di mesokarp buah yang terendah diperoleh dari Desa Garogek, diikuti oleh Sukarame, Barengkok, Pusaka Mulia, dan Karacak. Unsur hara B di mesokarp berkisar dari 35.95 ppm hingga 255.79 ppm, yaitu tertinggi ditemukan di Sukakarame, diikuti oleh
52
Tabel 9. Kadar hara mikro jaringan mesokarp kulit buah manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Kadar hara mikro jaringan mesokarp Fe Mn Cu Zn B ……………………………( ppm) ………..…………. Karacak 50.10 a 82.04 e 5.25 a 8.13 a 68.78 b Barengkok 25.42 a 58.51 d 8.50 a 6.85 a 77.18 bc Garogek 20.10 a 26.64 bc 5.62 a 3.89 a 35.95 a Pusaka Mulia 28.42 a 24.51 bc 2.93 a 8.04 a 104.60 c Pakandangan 9.86 a 32.57 c 74.45 d 71.92 d 164.75 d Koto Lua 16.67 a 11.63 ab 37.66 c 36.71 c 56.04 ab Baringin 16.23 a 5.74 a 137.46 e 115.89 e 160.94 d P. Laweh 36.81 a 37.89 c 27.37 bc 20.11 b 75.33 bc Lalan 45.97 a 121.06 f 26.24 bc 20.53 b 53.28 ab Sukarame 278.10 b 7.31 a 17.52 bc 3.93 b 255.79 e Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Lokasi Penelitian
Pakandangan dan Baringin. Lokasi yang terendah kadar B di mesokarpnya adalah Desa Garogek, diikuti oleh Lalan, Koto Lua, Padang Laweh, Karacak, dan Barengkok. Kadar unsur hara makro di daun manggis juga menunjukkan keragaman dari tanaman yang berasal pada lokasi yang berbeda (Tabel 10). Nitrogen di daun kadarnya secara umum lebih tinggi dibandingan di jaringan endokarp dan mesokarp, yaitu berkisar dari 0.99 % hingga 1.48 %. Kadar N tertinggi diperoleh dari Nagari Koto Lua, diikuti oleh Lalan dan Pakandangan. Unsur hara P kadarnya di daun relatif sama dengan di jaringan mesokarp dan endokarp, yaitu berkisar dari 0.04 % hingga 0.41%. Kadar P daun tertinggi diperoleh di Sukarame, diikuti oleh Pakandangan, Baringin, dan Koto Lua. Lokasi lainnya relatif sama kadar P daunnya, berkisar dari 0.04 % hingga 0.06 % . Kadar K di daun berkisar dari 0.51 % hingga 2.68 %, yaitu tertinggi diperoleh dari Sukarame, diikuti oleh Baringin dan Pakandangan. Kadar unsur hara Ca, Mg, dan S di daun relatif tinggi daripada yang terakumulasi di jaringan endokarp dan mesokarp, seperti halnya N. Kadar Ca berkisar dari 0.86 % hingga 1.45 %, yaitu tertinggi ditemukan di Baringin, diikuti oleh Padang Laweh, Karacak, Koto Lua, Barengkok, dan Lalan. Lokasi yang terendah kadar Ca daunnya adalah di Sukarame, diikuti oleh Pakandangan dan Pusaka Mulia. Magnesium di daun kadarnya berkisar dari 0.67 hingga 0.11%, tertinggi adalah di Sukarame dan di lokas i lainnya relatif sama,
53
Tabel 10. Kadar hara makro jaringan daun manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Kadadar hara makro daun Lokasi N P K Ca Mg S …………………(%) ………………. Karacak 1.25 b 0.06 a 0.64 a 1.37 ef 0.16 ab 0.27 bc Barengkok 1.22 b 0.05 a 0.68 a 1.20 d 0.16 ab 0.27 bc Garogek 1.17 b 0.06 a 0.62 a 1.06 c 0.16 ab 0.24 b P. Mulia 1.23 b 0.05 a 0.55 a 1.01 b 0.15 ab 0.15 a Pakandangan 1.31 c 0.19 b 1.01 b 0.96 ab 0.19 b 0.30 c Koto Lua 1.48 c 0.11 b 0.98 b 1.28 de 0.15 ab 0.31 c Baringin 1.19 b 0.12 b 1.18 b 1.45 f 0.16 ab 0.28 bc P. Laweh 1.22 b 0.04 a 0.61 a 1.41 ef 0.11 a 0.18 a Lalan 1.43 c 0.05 a 0.51 a 1.18 cd 0.11 a 0.18 a Sukarame 0.99 a 0.41 c 2.68 c 0.86 a 0.67 c 0.59 d Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. yaitu berkisar dari 0.11 % hingga 0.19 %. Kadar unsur hara S di daun berkisar dari 0.18 % hingga 0.59 %, tertinggi ditemukan di Desa Sukarame dan diikuti oleh Nagari Lua, Pakandangan. Kadar unsur hara mikro di daun juga menunjukkan variasi yang cukup tinggi antar lokasi (Tabel 11). Hara Fe berkisar dari 25.25 hingga 87.11 ppm, tertinggi ditemukan di Barengkok diikuti oleh Garogek, Karacak, Baringin, dan Pakandangan. Mangan kadarnya di daun jauh lebih tinggi dari yang terdapat di jaringan endokarp dan mesokarp, berkisar dari 171.20 hingga 703.70 ppm. Lokasi yang tertinggi kadar Mn di daun diperoleh dari Karacak dan diikuti oleh Barengkok, Pusaka Mulia, Pakandangan, dan Lalan. Nagari Baringin adalah lokasi yang terendah kadar Mn daunnya, diikuti oleh Lalan, Koto Lua, dan Desa Sukarame. Unsur hara Cu dan Zn memperlihatkan pola akumulatif yang relatif sama di daun. Kadar Cu berkisar dari 3.88 hingga 95.90 ppm dan tertinggi diperoleh di Nagari Koto Lua, diikuti oleh Baringin dan Pakandangan. Lokasi yang terendah kadar Cu di daunnya di temukan di Pusaka Mulia, diikuti oleh Garogek, Karacak, Barengkok, Padang Laweh, Lalan, Sukarame. Kadar unsur hara Zn di daun berkisar dari 3.57 hingga 62.20 ppm, tertinggi ditemukan di Nagari Pakandangan, diikuti oleh Baringin, dan Koto Lua. Kadar Zn di daun terendah terdapat di Sukarame, diikuti oleh Pusaka Mulia, Garogek, Barengkok, Karacak, Lalan, dan Padang Laweh. Kadar B di daun berkisar dari 45.76 hingga
54
Tabel 11. Kadar hara mikro jaringan daun manggis dari beberapa sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Kadar hara mikro daun Lokasi Fe Mn Cu Zn B Penelitian ……………………………( ppm) ………..…………. Karacak 58.11 de 703.70 e 12.36 abc 10.10 a 114.00 f Barengkok 87.11 f 668.90 e 18.69 bc 9.39 a 112.30 f Garogek 60.03 e 473.20 bcd 9.91 ab 8.22 a 112.20 f P. Mulia 38.56 abc 499.90 d 3.88 a 6.43 a 102.80 e Pakandangan 42.63 bcd 490.20 cd 90.80 d 62.20 d 45.76 a Koto Lua 52.35 cde 353.60 b 95.90 d 53.10 c 60.96 cd Baringin 46.98 bcde 171.20 a 91.80 d 53.80 c 67.83 d P. Laweh 30.26 ab 203.60 a 23.95 bc 18.13 b 70.16 d Lalan 25.25 a 446.70 bcd 27.28 c 17.49 b 55.09 bc Sukarame 38.23 abc 370.30 bc 27.10 c 3.57 a 50.07 ab Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. 114.00 ppm, tertinggi ditemukan di Karacak, dan diikuti oleh Garogek,
Barengkok,
Pusaka Mulia, Padang Laweh, Baringin, Koto Lua. Lokasi yang
terendah B daun tanamannya adalah Desa Pakandangan diikuti oleh Sukarame dan Lalan. Variabilitas Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah yang diduga berperan dalam mempengaruhi cemaran getah kuning adalah reaksi tanah (pH), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa, Al-dd, C-organik, dan Na tersedia, N total, unsur hara makro (P, K, Ca, Mg, S) tersedia dan mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, dan B) tersedia. Elemen sifat kimia tanah, ketersediaan hara makro dan mikro ada yang saling berinteraksi positif atau negative, diduga berpengaruh terhadap timbulnya cemaran getah kuning pada buah manggis. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya variasi dari sifat kimia tanah (pH, KTK, Al, Na, KB, C-organik) antar lokasi (Tabel 12). Reaksi tanah dari 10 lokasi sentra produksi manggis yang diteliti berkisar dari pH 4.04 hingga 6.11, yaitu termasuk kategori sangat masam hingga agak masam. Lokasi yang terendah pH tanahnya ditemukan di Desa Barengkok, Karacak, Garogek, dan Pusaka Mulia, yaitu termasuk kategori sangat masam, sedangkan lokasi yang tegolong masam tanahnya adalah di Nagari Pakandangan, Padang Laweh dan Lalan. Koto
55
Tabel 12. Sifat kimia tanah pada 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Sifat kimia tanah Lokasi pH H 2 O KTK Al Na KB C -1 ……….. cmol(+)kg ……… % Karacak 4.24 a 10.23 a 5.62 d 0.08 ab 15.06 a 1.83 a Barengkok 4.04 a 9.31 a 4.80 d 0.02 a 20.06 a 1.93 a Garogek 4.27 a 13.78 b 2.56 c 0.05 ab 8.49 a 2.84 ab P. Mulia 4.26 a 18.67 d 2.27 bc 0.03 ab 12.81 a 4.23 cd Pakandangan 5.30 c 15.50 bc 0.39 a 0.44 c 63.46 c 3.93 cd Koto Lua 5.24 c 13.32 b 0.28 a 0.59 d 78.31 cd 3.70 c Baringin 6.11 d 17.85 cd 0.00 a 0.34 c 100.00 f 4.32 cd P. Laweh 5.13 c 32.13 e 1.31 ab 0.07 ab 82.09 de 4.67 d Lalan 4.70 b 10.80 a 3.08 c 0.06 ab 45.17 b 1.76 a Sukarame 6.10 d 13.56 b 0.00 a 0.15 b 96.60 ef 2.49 ab Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Lua dan Baringin adalah sentra produksi yang tergolong agak masam dan pH tanahnya relatif tinggi dibandingan daerah lain. Liferdi (2008),melaporkan bahwa pH tanah pada sentra produksi manggis di Purwakarta, Tasik Malaya, dan Bogor, berturut-turut adalah 4.64, 4.74, dan 4.40. Menurut Yaacob & Tindall (1995), tanah yang baik untuk pertumbuhan manggis yaitu pada pH antara 5.5−7.0. Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah antar sentra produksi juga terlihat sangat bervariasi,berkisar dari 9.31 cmol(+)kg-1 hingga 32.13 cmol(+)kg-1. Sentra produksi manggis yang tergolong rendah KTK tanahnya adalah Desa Karacak, Barengkok, Garogek, Nagari Pakandangan, Koto Lua, Lalan, dan Desa Sukarame. Desa Pusaka Mulia dan Nagari Baringin adalah lokasi sentra produksi yang tergololong sedang KTK tanahnya, dan yang tergolong tinggi adalah lokasi di Nagari Padang Laweh. Kadar Al tanah dapat ditukar berkisar dari 0.0 hingga 5.62 cmol(+)kg-1, yaitu pada kisaran tidak terukur hingga rendah. Desa Karacak, Barengkok, dan Nagari Lalan adalah lokasi yang termasuk kategori rendah kadar Al tanahnya, sedangkan Desa Garogek, Pusaka Mulia, Nagari Koto Lua, Padang Laweh, dan Lalan tergolong kategori sangat rendah. Kadar Al yang tidak terukur ditemukan di Nagari Baringin dan Sukarame. Kandungan Al−dd sangat dipengaruhi oleh pH tanah, yaitu mengalami penurunan dengan meningkatnya pH tanah. Keterkaitan Al-dd dengan pH tanah ditunjukkan oleh korelasi negatif yang sangat nyata (r = −0.78**).
56
Kadar Na tanah dapat ditukar antar lokasi juga menunjukkan variasi, berkisar dari 0.01 hingga 0.59 cmol(+)kg-1. Lokasi sentra produksi manggis tergolong sangat rendah kadar Na tanahnya adalah Desa Karacak, Barengkok, Garogek, Pusaka Mulia, Nagari Padang Laweh, dan Lalan. Desa Sukarame adalah lokasi yang tergolong rendah kadar Na tanahnya, sedangkan Nagari Pakandangan, Koto Lua, dan Baringin tergolong sedang. Meskipun kadar Na tanah pada semua lokasi tergolong sangat rendah hingga sedang, namun lokasi sentra produksi yang berada tidak terlalu jauh dari pantai kadar Na tanahnya relatif lebih tinggi dibandingkan lokasi yang relatif jauh dari pantai. Hal ini diterlihat pada Nagari Pakandangan, Koto Lua, Baringin, dan Desa Sukarame, yaitu kadar Na tanahnya berkisar dari 0.44 hingga 0.15 cmol(+)kg-1 . Kejenuhan basa (KB) tanah antar lokasi sentra produksi juga sangat bervariasi, berkisar dari 8.49 % hingga 100 %. Lokasi sentra produksi manggis tergolong sangat rendah kejenuhan basanya adalah Desa Karacak, Garogek, dan Pusaka Mulia. Desa Barengkok adalah lokasi yang tergolong rendah kejenuhan basa tanahnya, sedangkan tergolong tinggi yaitu Nagari Pakandangan dan Koto Lua. Kejenuhan basa tanah tergolong sangat tinggi ditemukan di Nagari Baringin, Padang Laweh dan Desa Sukarame. Kejenuhan basa tinggi yang disertai KTK tanah tinggi mencerminkan daya retensi hara tinggi dan sebaliknya semakin kecil kejenuhan basa dan KTK tanah mengindikasikan daya retensi hara yang rendah. Daya retensi hara tinggi berarti tanahnya mempunyai kemampuan memegang hara dengan kuat dan hara tidak mudah hilang karena pencucian (Atmadja 1995).
Kandungan C organik tanah antar lokasi juga bervariasi, berkisar dari 1.84 hingga 4.67 %. Lokasi sentra produksi yang tergolong rendah C tanahnya adalah Desa Karacak, Barengkok, dan Nagari Lalan. Kandungan C tanah yang tergolong sedang hanya ditemukan di Desa Garogek, sedangkan kandungan C tanah tergolong tinggi yaitu di Desa Pusaka Mulia, Nagari Pakandangan, Koto Lua, Baringin, dan Padang Laweh. Kadar hara N total, makro (P, K, Ca, Mg, S) dan hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, B) tersedia di tanah juga bervariasi antar lokasi (Tabel 13). Kadar N total tanah berkisar dari 0.14 % hingga 0.43 %, termasuk kategori rendah hingga sedang. Lokasi yang termasuk kategori rendah kadar N total tanahnya adalah Desa
57
Tabel 13. Ketersediaan hara makro tanah pada 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Hara makro Lokasi N P 2 O5 K Ca Mg SO4 -1 …. % … ppm ……… cmol(+).kg ……. ppm Karacak 0.20 ab 3.46 a 0.09 a 1.10 a 0.29 a 215.57 b Barengkok 0.19 ab 7.95 ab 0.11 ab 1.38 a 0.32 a 171.19 b Garogek 0.33 cde 14.46 bc 0.21 abc 0.73 a 0.15 a 311.60 c P. Mulia 0.43 f 16.31 c 0.25 bc 1.85 a 0.16 a 204.38 b Pakandangan 0.35 def 5.91 a 0.25 bc 7.35 b 1.38 b 34.53 a Koto Lua 0.25 bc 7.17 a 0.29 c 9.10 bc 0.76 ab 52.22 a Baringin 0.30 cd 20.62 d 0.44 d 23.69 d 1.28 b 27.20 a P. Laweh 0.40 ef 6.78 a 0.59 e 21.34 d 6.80 d 52.13 a Lalan 0.14 a 5.81 a 0.12 ab 3.68 a 1.31 b 18.29 a Sukarame 0.18 ab 2.02 a 0.19 abc 11.74 c 2.58 c 3.29 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Barengkok, Nagari Lalan, Desa Sukarame, dan Karacak. Kadar N total tanah yang tergolong kategori sedang ditemukan di Desa Garogek, Pusaka Mulia, Nagari Pakandangan, Koto Lua, Baringin, dan Padang Laweh. Kadar N total tanah dari 10 sepuluh sentra produksi manggis ini secara umum lebih tinggi dari yang dilaporkan dari hasil penelitian peneliti sebelumnya. Liferdi (2008) melaporkan bahwa kadar N total tanah pada kedalaman 30 cm dari sentra produksi manggis di Kabupaten Purwakarata, Tasik Malaya dan Bogor, berturut-turut adalah 0.15 %, 0.14 %, 0.12 %. Kadar P 2 O 5 tanah juga sangat bervariasi antar lokasi, yaitu dari 2.02 sampai 20.62 ppm. Lokasi yang tergolong sangat rendah P 2 O 5 tanahnya ditemukan di Desa Sukarame dan Karacak, sedangkan termasuk kategori rendah adalah Desa Barengkok, Nagari Pakandangan, Koto Lua, Padang Laweh, dan Lalan. Desa Garogek adalah lokasi yang tergolong tinggi, dan Pusaka Mulia, serta Nagari Baringin tergolong kategori sangat tinggi kadar P 2 O 5 tanahnya. Kadar P 2 O 5 yang diproleh dari 10 sentra produksi manggis ini lebih tinggi dari hasil penelitian Liferdi (2008), yaitu kadar P tersedia untuk sentra produksi manggis Purwakarta, Tasik Malaya, dan Bogor berturut-turut adalah 1.68 ppm; 1.36 ppm; 1.19 ppm. Kadar K tanah yang dapat ditukar berkisar dari 0.09 hingga 0.59 cmol(+).kg-1. Desa Karacak adalah lokasi sentra produksi manggis yang tergolong sangat rendah K tanahnya, dan Desa Barengkok, Garogek, Pusaka Mulia, Nagari
58
Pakandangan, Koto Lua, Lalan, Desa Sukarame adalah termasuk kategori rendah. Kadar K tanah yang tergolong sedang ditemukan di Nagari Baringin dan Padang Laweh. Dari hasil penelitian Liferdi (2008) dikemukan bahwa kadar K dapat ditukar untuk sentra produksi manggis di Purwakarta, Tasik Malaya, dan Bogor berturut-turut adalah 0.24, 0.23, dan 0.22 me.100 g-1. Kadar Ca yang dapat ditukar juga sangat bervariasi antar lokasi, berkisar dari 0.73 hingga 23.69 cmol(+).kg-1. Kalsium termasuk kategori sangat tinggi ditemukan di Nagari Baringin, Padang Laweh, dan kategori tinggi di Desa Sukarame. Nagari Pakandangan dan Koto Lua adalah lokasi sentra produksi yang mempunyai kadar Ca tanah yang dapat ditukarkan pada kisaran sedang. Kadar Ca tanah dapat ditukar termasuk kategori rendah adalah di Nagari Lalan, sedangkan Desa Karacak, Barengkok, Pusaka Mulia, adalah yang sangat rendah kadar Ca tanahnya yang dapat ditukar di antara 10 sentra produksi manggis yang diamati. Kadar Mg tanah yang dapat ditukar berkisar dari 0.15 cmol(+).kg-1 hingga 6.80 cmol(+).kg-1. Lokasi sentra produksi yang termasuk kategori tinggi Mg tanahnya hanya terdapat pada dua lokasi, yaitu Nagari Padang Laweh dan Desa Sukarame, sedangkan kategori sedang yaitu pada Nagari Pakandangan, Baringin, dan Lalan. Kadar Mg tanah yang dapat ditukar termasuk kategori rendah tedapat di Nagari Koto Lua, sedangkan Desa Karacak, Barengkok, Garogek, dan Pusaka Mulia adalah tergolong sangat rendah. Kadar SO 4 yang dapat ditukarkan dari 10 lokasi sentara produksi yang diteliti berkisar dari 3.29 hingga 311.60 ppm. Lokasi sentra produksi yang tergolong kategori tinggi kadar SO 4 tanahnya adalah Desa Karacak, Barengkok, Goarogek, dan Pusaka Mulia. Nagari Pakandangan, Koto Lua, Baringin, dan Padang Laweh adalah lokasi sentra produksi yang tergolong rendah hingga sedang kadar SO 4 tanahnya, sedangkan Lalan dan Sukarame termasuk kategori yang sangat rendah. Kadar hara Fe dan Mn tanah yang dapat ditukarkan sangat bervariasi dan menunjukkan pola yang relatif sama pada semua sentra produksi. Kadar Fe tanah berkisar dari 5.42 hingga 79.40 ppm, sedangkan Mn dari 4.20 sampai 155.39 ppm. Nagari Pakandangan, Koto Lua, Baringin, Padang Laweh, Lalan, dan Desa Sukarame adalah sentra produksi yang tergolong sangat tinggi kadar Fe dan Mn tanahnya. Sentra produksi yang tergolong rendah hingga sedang kadar Fe dan Mn
59
tanahnya adalah Desa Karacak, Barengkok, Garogek, dan Pusaka Mulia (Tabel 14). Kadar Cu, Zn, dan B tanah yang dapat ditukar berturut-turut berkisar dari 0.46 hingga 2.46 ppm; 0.20 hingga 18.09 ppm; dan 0.52 sampai 2.68 ppm. Kadar Cu tanah yang dapat ditukar tertinggi ditemukan di Nagari Pakangangan, diikuti oleh Baringin, Koto Lua, Lalan, dan Padang Laweh. Desa Karacak, Barengkok, Garogek, Pusaka Mulia, dan Sukarame adalah sentra produksi yang relatif rendah dan relatif sama kadar Cu tanahnya. Kadar Zn tersedia tanah yang dapat ditukar tertinggi ditemukan di Nagari Koto Lua, Baringin, dan tergolong sedang adalah Pakandangan, Padang Laweh, Lalan, dan Sukarame. Desa Karacak, Barengkok, Garogek, dan Pusaka Mulia adalah lokasi sentra produksi yang rendah kadar Zn tanah dibandingkan daerah lainnya. Kadar B tanah yang dapat ditukar berkisar dari 0.51 hingga 2.68 ppm dan tertinggi ditemukan di Desa Pusaka Mulia, diikuti oleh Nagari Koto Lua, dan kategori sedang adalah di Desa Barengkok, Garogek, dan Nagari Baringin. Desa Karacak, Nagari Pakandangan, Padang Laweh, Lalan, dan Desa Sukarame adalah lokasi yang rendah kadar B tanahnya dibandingkan sentra porduksi lainnya. Tabel 14. Ketersediaan hara mikro tanah pada 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Hara mikro Lokasi Fe Mn Cu Zn B ……………. ppm…………… Karacak 5.42 a 11.70 ab 0.60 a 0.47 a 0.77 a Barengkok 11.07 a 4.20 a 0.50 a 0.31 a 1.90 b Garogek 9.18 a 4.98 a 0.46 a 0.20 a 1.71 b P. Mulia 10.59 a 3.46 a 0.72 a 0.26 a 2.42 c Pakandangan 51.43 b 81.84 e 2.46 b 3.14 b 0.96 a Koto Lua 61.75 bc 29.38 bc 2.31 b 10.61 b 2.68 c Baringin 65.74 c 47.76 cd 2.44 b 18.09 c 1.55 b P. Laweh 70.08 cd 48.27 cd 2.04 b 2.96 a 0.59 a Lalan 79.40 d 57.44 d 2.01 b 1.80 a 0.58 a Sukarame 78.63 d 155.39 f 0.72 a 2.60 a 0.51 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Variabilitas Sifat Fisika Tanah Sifat fisika tanah yang ditunjukkan oleh tekstur, bobot isi (BI), ruang pori total (RPT), air tersedia (ATS), dan permeabilitas (PMB) juga bervariasi antar lokasi sentra produksi manggis (Tabel 15 dan 16).
60
Tekstur tanah dari 10 lokasi sentra produksi tergolong kelas lempung liat berdebu, lempung berdebu, berliat, dan lempung berliat. Menurut Yaacob dan Tindall (1995), tanaman manggis tumbuh baik pada tanah berstektur lempung berpasir. Hal ini menunjukkan bahwa manggis dapat tumbuh pada berbagai tekstur tanah. Kadar pasir tertinggi ditemukan di Nagari Baringin dan diikuti oleh Pakandangan, Lalan, dan Desa Sukarame. Lokasi sentra produksi yang mempunyai kadar debu tanah tertinggi ditemukan di Desa Garogek, Pusaka Mulia, dan Karacak, sedangkan kandungan liat tanah tertinggi ditemukan di Nagari Koto Lua, dan diikuti oleh Padang Laweh, dan Pakandangan. Tanah yang mempunyai kandungan liat yang tinggi mempunyai permukaan yang luas sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan hara lebih tinggi. Semakin tinggi kadar liat akan mempunyai kemampuan yang lebih besar dan aktif dalam reaksi kimia tanah (Hardjowigeno 1995). Tabel 15. Proporsi kandungan fraksi dan tekstur tanah pada 10 sentra produksi di manggis Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Tekstur *) Debu Liat Kelas ………. % …...… Karacak 4.30 a 57.50 e 38.20 bc Silty clay loam Barengkok 7.10 a 59.10 e 33.80 bc Silty clay loam Garogek 13.00 bc 74.50 f 12.50 a Silty loam P. Mulia 15.10 cd 71.10 f 13.80 a Silty loam Pakandangan 35.38 f 18.58 a 46.09 d Clay Koto Lua 18.47 de 15.81 a 65.47 e Clay Baringin 38.19 f 28.47 b 33.39 bc Clay loam P. Laweh 9.93 abc 26.96 b 63.14 e Clay Lalan 24.76 e 43.69 d 31.67 b Clay loam Sukarame 24.75 e 36.53 c 38.77 c Clay loam Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Lokasi
Pasir
Bobot isi tanah (bulk density) dari 10 sentra produksi manggis berkisar dari 0.92 hingga 1.19 g.cc-1, menunjukkan bahwa tingkat kepadatan tanah pada semua lokasi relatif baik untuk perkembangan akar tanaman. Akar tanaman dapat berkembang baik dan menembus lapisan-lapisan tanah jika bobot isi tanahnya berkisar antara 1,0−1,5 g.cc-1. Ruang pori total tanah seluruh sentra produksi berkisar dari 48.50 % hingga 63.82 %, yaitu tertinggi ditemukan di Pusaka Mulia, dan diikuti oleh Baringin,
61
Karacak, Padang Laweh, Garogek. Lokasi yang tergolong sedang ruang pori total tanahnya adalah Desa Barengkok, Nagari Koto Lua, Lalan, dan Pakandangan, sedangkan yang terendah ditemukan di Desa Sukarame. Air tersedia tanah pada semua lokasi sentra produksi manggis berkisar dari 5.73 % hingga 16.51 %. Lokasi yang tergolong tinggi air tersedia tanahnya di antara 10 lokasi yang diteliti ditemukan di Nagari Koto Lua, diikuti oleh Baringin dan Padang Laweh. Air tersedia tanah tergolong sedang adalah di Nagari Lalan, diikuti oleh Desa Pusaka Mulia, Garogek, Nagari Pakandangan, Desa Sukarame. Desa Karacak dan Barengkok adalah lokasi sentra manggis yang terendah ATS tanahnya di antara semua lokasi sentra manggis yang diamati. Tabel 16. Sifat fisika tanah pada 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung Ruang pori Lokasi Bobot isi Air tersedia Permebilitas total …. g.cm-3 …. ....% .... … cm.jam-1… Karacak 0.96 bc 60.61 de 6.55 a 1.69 a Barengkok 1.10 de 55.29 bc 5.73 a 2.00 a Garogek 0.92 b 57.48 cd 11.83 b 4.49 bc P. Mulia 0.82 a 63.26 e 12.52 bc 5.65 cd Pakandangan 1.09 de 51.82 b 10.80 b 2.05 a Koto Lua 1.02 cd 55.16 bc 16.51 e 3.11 ab Baringin 0.98 bc 60.89 de 14.46 e 6.76 d P. Laweh 1.02 cd 57.88 cd 14.91 de 3.54 b Lalan 1.13 ef 52.51 b 13.00 bcd 3.59 b Sukarame 1.19 f 48.50 a 11.35 b 1.76 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %. Permeabilitas tanah adalah sifat fisika tanah yang mengindikasikan mudah tidaknya tanah mendistribusikan air. Lokasi yang berbeda juga mempunyai permeabilitas tanah yang bervariasi, yaitu dari 1.69 hingga 6.76 cm.jam-1. Permeabilitas tanah tertinggi ditemukan di Nagari Baringin, Desa Pusaka Mulia dan lokasi yang sedang permeabilitas tanahnya adalah Desa Garogek, Nagari Padang Laweh, Lalan, dan Koto Lua. Permeabilitas tanah tergolong kategori rendah dari semua lokasi terdapat di Desa Karacak, dan diikuti oleh Sukarame, Barengkok, dan Nagari Pakandangan.
62
Variabilitas Curah Hujan dan Neraca Air Curah hujan diduga berperan dalam meningkatkan cemaran getah kuning buah manggis terutama dalam rentang waktu saat antesis hingga panen. Dorly (2009) menyatakan bahwa cemaran getah kuning dijumpai pada buah manggis umur 14 hingga 16 MSA (minggu setelah antesis) atau 1 hingga 3 minggu sebelum panen akibat peralihan kondisi kering ke kondisi hujan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa curah hujan mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen berkorelasi sangat nyata dan nyata dengan persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning (r = 0.90, P = 0.002 dan r =0.81, P=0.15). Curah hujan dan jumlah hari hujan mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen pada 8 sentra sentra produksi bervariasi antar lokasi (Tabel 17). Curah hujan tertinggi ditemukan di Desa Pakandangan, diikuti oleh Sukarame, Nagari Lalan dan Desa Karacak. Lokasi yang tidak mengalami hujan dan rendah curah hujannya pada minggu ke 3 sebelum panen bertutut-turut adalah Nagari Padang Laweh, Koto Lua, dan Lalan. Tabel 17. Variabilitas curah hujan, jumlah hari hujan mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen, persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) pada beberapa sentra produksi manggis Lokasi
Curah hujan Hari hujan PAGK PJGK (mm) (hari) Karacak 55.0 5 24.65* 44.30* P. Mulia 50.0 3 29.00** 41.45** Pakandangan 93.8 6 54.04 50.10 Koto Lua 12.6 2 18.60 7.70 Baringin 16.0 5 7.61 7.30 P. Laweh 0 0 8.70 4.00 Lalan 55.5 3 20.20 6.00 Sukarame 67.6 5 31.20 40.50 Keterangan: *) Rataan PAGK dan PJGK Desa Karacak dan Barengkok **) Rataan PAGK dan PJGK Desa Pusaka Mulia dan Garogek Keragaan cemaran getah kuning yang diindikasikan oleh peubah persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) juga menunjukkan pola yang sejalan dengan variasi curah hujan. Persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning tertinggi ditemukan di
63
lokasi yang tertinggi curah hujannya dan terendah adalah pada lokasi yang rendah dan tidak ada hujan pada minggu ke 3 sebelum panen. Curah hujan yang tinggi mempengaruhi neraca air di tanah, yaitu meningkatnya surplus air di zona perakaran tanaman. Kondisi tanah yang mengalami surplus air akan berdampak terhadap meningkatnya penyerapan dan translokasi air ke buah. Neraca air tanah mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen (NA3SP) juga menunjukkan korelasi yang sangat nyata dengan persentase aril bergetah dan persentase juring bergetah kuning (r = 0.88, P = 0.004 dan r = 0.87, P = 0.05). Curah hujan yang tinggi dan sering terjadi pada minggu ke 3 sebelum panen ditemukan di Desa Karacak, Pakandangan, dan Sukarame menyebabkan meningkatnya surplus air tanah (Gambar 8, 10, 15). Lokasi sentra produksi yang rendah curah hujannya selama minggu ke 3 sebelum panen pada kondisi air tanah mencukupi memberikan kondisi neraca air yang relatif ideal dan stabil seperti terlihat di Nagari Koto Lua, Baringin, Padang Laweh, dan Lalan (Gambar 11, 12, 13, 14). Kondisi neraca air tanah diduga berkontribusi menginduksi kejadian cemaran getah kuning pada berbagai lokasi sentra produksi manggis yang diteliti. Curah hujan di Desa Karacak pada periode minggu ke 3 sebelum panen berkisar dari 5.0 hingga 17.5 mm dengan lima hari hujan dan menyebabkan surplus air sekitar 1.13 mm hingga 14.5 pada hari ke 2 hingga ke 6 dalam minggu tersebut. Pada kondisi tidak ada hujan selama dua hari menyebabkan defisit air yang relatif rendah berturut-turut sebesar −0.3 mm dan −0.4 mm pada hari pertama dan ke 7 (Gambar 8). Curah hujan selama empat hari secara berurutan menyebabkan neraca air tanah secara kumulatif dalam minggu tersebut berada dalam kondisi surplus, mencapai 36.1 mm. Surplus air yang relatif besar diduga berkontribusi meningkatkan ceramaran getah kuning di Desa Karacak, seperti ditunjukkan oleh persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning sebesar 24.65 % dan 44.30 % (Tabel 17). Lokasi sentra produksi manggis di Desa Pusaka Mulia juga mengalami hujan selama tiga hari pada minggu ke 3 sebelum panen (Gambar 9). Curah hujan terjadi pada hari ke 3, 5, 7 dan curah hujan tertinggi mencapai 38 mm. Fluktuasi hujan telah menyebabkan deviasi neraca air yang relatif tinggi selama seminggu,
64
CH 18
15
15
12
12
9
9
6
6
3
3
0
0
-3
1
2
3
4
5
6
7
Neraca air (mm)
Curah hujan (mm)
NA3SP 18
-3
Hari ke
Gambar 8. Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Desa Karacak (mm) yaitu berkisar dari −0.4 mm (defisit) hingga 34.1 mm (surplus) . Neraca air secara kumulatif juga mengalami surplus sebesar 55.8 mm dalam minggu tersebut. Fluktuasi curah hujan dan surplus air yang relatif besar dalam waktu singkat diduga berimplikasi terhadap peningkatan cemaran getah kuning di Desa Pusaka Mulia yang ditunjukkan oleh persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning mencapai 29.00 % dan 41.45 % (Tabel 17).
40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0 -4
1
2
3
4
CH
5
6
7
40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0 -4
Neraca Air (mm)
Curah Hujan (mm)
NA3SP
Hari ke
Gambar 9. Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Desa Pusaka Mulia (mm) Keterangan: NA3SP = Neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen Curah hujan di Nagari Pakandangan dalam rentang waktu seminggu pada minggu ke 3 sebelum panen terjadi selama empat hari secara berurutan, yaitu dengan intensitas yang sangat bervariasi dari 0.3 mm hingga 31 mm. Kejadian curah hujan tersebut menyebabkan berfluktuasinya neraca air tanah yang diawali
65
dari kondisi defisit air−0.3 ( mm) hingga mencapai surplus (29.2 mm). Curah hujan yang dominan dalam minggu tersebut juga menyebabkan neraca air tanah secara kumulatif berada pada kondisi surplus yang sangat tinggi yaitu mencapai 69.9 mm (Gambar 10). Surplus air sangat tinggi yang diawali oleh defisit air dalam rentang waktu seminggu diduga memperparah kejadian cemaran getah kuning di Nagari Pakandangan. Cemaran getah kuning yang ditunjukkan oleh parameter persentase aril bergetah kuning mencapai 54.04 % dan persentase juring bergetah kuning sebesar 50.01 %, merupakan rata-rata cemaran getah kuning tertinggi di bandingkan cemaran getah kuning di sentra produksi manggis
40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0 -4
1
2
3
NA3SP
CH
4
5
6
7
40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0 -4
Neraca Air (mm)
Curah Hujan (mm)
lainnya (Tabel 17).
Hari ke
Gambar 10. Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Pakandangan (mm) Koto Lua merupakan lokasi yang mengalami hujan tergolong relatif sangat rendah yaitu hanya selama dua hari secara berurutan dengan curah hujan berkisar dari 1.8 mm hingga 10.8 mm. Akibatnya kondisi neraca air di desa ini hanya mengalami surplus selama 1 hari sebesar 6.2 mm. Kondisi kering yang dominan menyebabkan neraca air di Nagari Koto Lua berada dalam kondisi defisit meskipun fluktuasinya relatif rendah yaitu dari −1.1 mm sampai −1.3 mm. Namun secara kumulatif neraca air tanah berada pada kondisi surplus sebesar 0.8 mm untuk minggu ke 3 sebelum panen (Gambar 11). Kondisi neraca air tanah di Nagari Koto Lua ini relatif mendukung untuk menghasilkan buah manggis yang minimal cemaran getah kuning seperti ditunjukkan oleh nilai rata-rata persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning sebesar 18.60 % dan 7.70 % (Tabel 17).
NA3MSP
12
CH
Curah Hujan (mm)
10 8 6 4 2 0 -2
1
2
3
4
5
6
7
7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2
Neraca Air (mm)
66
Hari ke
Gambar 11. Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Koto Lua (mm) Neraca air di Nagari Baringin memperlihatkan pola yang relatif sama dengan neraca air di Nagari Koto Lua. Meskipun hujan terjadi selama lima hari di Nagari Baringin namun curah hujannya relatif sangat kecil, yaitu berkisar dari 1 mm sampai 11.8 mm. Surplus air hanya terjadi selama satu hari sebesar 7.4 mm dan selama enam hari mengalami defisit ringan, yaitu berkisar dari −0.2 mm hingga −1.0 mm. Neraca air secara kumulatif juga berada pada kondisi surplus sebesar 3.9 mm (Gambar 12). Curah hujan yang relatif rendah pada minggu ke 3 sebelum panen ini diduga telah mengkodisikan neraca air tanah yang ideal, sehingga cemaran getah kuning di Nagari Baringin ini sangat rendah, yaitu hanya sebesar 7.61 % dan 7.30 % untuk persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning (Tabel 17). Lokasi sentra produksi manggis Nagari Padang Laweh merupakan lokasi yang tidak mengalami hujan selama minggu ke 3 sebelum panen (Gambar 13). Akibatnya neraca air di lokasi tersebut pada kondisi defisit ringan, berkisar dari −0.7 mm sampai −0.9 mm. Meskipun tidak ada hujan selama seminggu, defisit air tidak terlalu besar dan secara kumulatif hanya sebesar −0.8 mm. Defsit
air
yang rendah berdampak rendahnya terhadap kejadian cemaran getah kuning di di desa ini, yaitu persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning hanya sebesar 8.70 % dan 4.00 % (Tabel 17) dan merupakan cemaran getah kuning kedua terendah setelah Nagari Baringin.
67
Curah Hujan (mm)
CH
12
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
-2
1
2
3
4
5
6
7
Neraca air (mm)
NA3SP
12
-2
Hari ke
Gambar 12. Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Baringin (mm) NA3SP
CH 3 2
1 1 0 1
2
3
4
-1
5
6
7
0
Neraca Air (mm)
Curah hujan (mm)
2
-1 Hari ke
Gambar 13. Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Padang Laweh (mm) Curah hujan di Nagari Lalan pada minggu ke tiga sebelum panen terjadi selama tiga hari yang berkisar dari 10 mm hingga 34.5 mm. Kondisi kering juga terjadi selama empat hari, sehingga neraca air dalam rentang seminggu relatif berluktuasi, yaitu dari kondisi defisit hingga surplus air (−1.1 hingga 29.9 mm) (Gambar 14). Neraca air secara kumulatif pada minggu tersebut termasuk dalam kategori surplus sebesar 33.7 mm. Fluktuasi neraca air ini berpotensi menginduksi cemaran getah kuning seperti diindikasikan oleh rata-rata persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning sebesar 20.20 % dan 6.00 %.
68
1
2
3
4
CH
5
6
7
32 28 24 20 16 12 8 4 0 -4
Neraca air (mm)
Curah hujan (mm)
NA3SP 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0 -4
Hari ke
Gambar 14. Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Nagari Lalan (mm) Desa Sukarame termasuk sentra produksi manggis yang mengalami curah hujan yang dominan dan berfluktuasi pada periode minggu ke 3 sebelum panen. Curah hujan berkisar dari 1.3 mm hingga 25.3 mm yang terjadi selama lima hari. Fluktuasi curah hujan ini menyebabkan dinamisnya neraca air, yaitu kondisi air tanah berkisar dari−0. 3 mm sampai 20.5 mm (kondisi defisit hingga surplus) (Gambar 15). Kondisi neraca air kumulatif dalam minggu tersebut juga menunjukkan surplus yang relatif besar, mencapai 47.1 mm. Dinamika neraca air dalam rentang waktu yang relatif pendek juga diduga berkontribusi besar dalam menginduksi cemaran getah kuning yang ditunjukkan oleh rata-rata persentase aril bergetah (31.20 %) dan persentase juring bergetah kuning (40.50 %), merupakan kedua tertinggi setelah Nagari Pakandangan (Tabel 17).
Curah hujan (mm)
CH (mm)
28
24
24
20
20
16
16
12
12
8
8
4
4
0
0
-4
1
2
3
4
5
6
7
Neraca air (mm)
NA3SP
28
-4
Hari ke
Gambar 15. Curah hujan dan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen di Desa Sukarame (mm)
69
Pengaruh Ketersediaan Hara Tanah Terhadap Cemaran Getah Kuning Ketersediaan hara tanah merupakan elemen sifat kimia tanah yang berperan penting untuk mendukung proses fisiologi tanaman. Cemaran getah sebagai kelainan dari fisiologis tanaman diduga juga dipengaruhi oleh ketersediaan hara tanah. Hara-hara tertentu dapat berkontribusi secara langsung atau melalui hara lainnya secara tidak langsung yang diindikasikan oleh meningkat atau menurunnya cemaran getah kuning oleh pengaruh ketersediaan hara tertentu. Pengaruh Ketersediaan Hara Tanah terhadap Persentase Aril Bergetah Kuning (PAGK) Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa persentase aril bergetah kuning (PAGK) secara langsung dipengaruhi oleh ketersediaan Ca dan Mn tanah, dengan koefisien jalurnya berturut-turut sebesar −0,59 dan 0,43. Hara lainnya, yaitu P, K, Mg, Cu, Zn, dan B berpengaruh secara tidak langsung terhadap persentase aril bergetah kuning melalui ketersediaan Ca dan Mn tanah (Gambar 16). Ketersediaan beberapa hara ini dalam kaitannya dengan persentase aril bergetah kuning ada yang bersifat sinergis dan antagonis antar hara dan pada gilirannya memberikan pengaruh yang bervariatif terhadap persentase aril bergetah kuning, seperti ditunjukkan oleh bervariasinya koefisien jalur total dari masing − masing hara tersebut (Tabel 18). Kalsium dan Mn adalah hara yang berpengaruh paling dominan terhadap persentase aril bergetah kuning, ditunjukkan oleh koefisien jalur yang terbesar dibandingkan hara lainnya. Persaman struktural dari kedua hara ini terhadap adalah PAGK = − 0.59*Ca + 0.43*Mn = 0.62, R² = 0.42. Persamaan struktural ini bermakna bahwa persentase aril bergetah kuning mengalami penurunan dengan meningkatnya ketersediaan Ca di tanah atau sebaliknya, dan akan meningkat atau menurun sejalan dengan ketersediaan Mn tanah. Persentase aril bergetah sangat erat sekali kaitannya dengan ketersediaan Ca tanah (r = 0,46; P=0.00). Cemaran getah kuning disebabkan oleh bocornya dinding sel saluran getah kuning yang diduga akibat kekurangan Ca pada sel − sel epitel saluran getah kuning (Dorly 2008). Kalsium adalah hara yang berperan penting dalam menyusunan struktur dinding sel sebagai Ca-pektat dalam lamela tengah (Marschner 1995). Kalsium terlibat di dalam konstruksi dari dinding sel dan merupakan komponen utama yang berperan untuk sifat mekanis dari jaringan tumbuhan (Shear 1975; Huang et al. 2005).
70
P
Ca
0.73
0.33
0.62 -0.59
K
1.00
-0.49
0.61 -0.22 0.17
1.00
PAGK
0.29
Mg
0.62
0.43 0.49 0.33
1.00
Cu
-0.36
Mn
0.73
-0.39 0.26
-0.40
0.44
Zn
0.55
B
0.74
Chi-Square=16.65, df=18, P-value=0.54709, RMSEA=0.000 Gambar 16. Pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) Tabel 18. Koefisien jalur dari pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) Pengaruh Jenis hara Langsung Tidak langsung Pengaruh total P -0.15 -0.15 K -0.13 -0.13 Ca -0.59 -0.59 Mg -0.26 -0.26 Mn 0.43 0.43 Cu -0.14 -0.14 Zn -0.08 -0.08 B -0.17 -0.17 Tanah atau media yang defisiensi Ca2+, dapat menyebabkan disintegrasi dinding sel dan matinya jaringan tanaman (Kirby dan Pilbean 1984). Mangan menunjukkan kontribusi yang kontradiktif dengan Ca, yaitu pada ketersediaan Mn tanah yang meningkat menyebabkan peningkatan dari persentase aril bergetah kuning. Mangan termasuk hara esensial bagi tanaman, namun apabila berlebih bersifat toksik bagi tanaman (Marschner 1995; Mukhopadhyay et al. 1991). Mangan mudah diserap oleh akar tanaman, cepat ditransportasikan,
71
dan terdistribusi ke berbagai organ, seperti dinding sel, vakuola, badan golgi, dan endoplasmik retikulum (Marschner 1995; Pittman 2005). Migocka dan Klobus (2007) menyatakan bahwa Mn dalam jumlah berlebih sangat beracun bagi sel tanaman. Toksisitas Mn menyebabkan stres oksidatif (Ducic dan Polle 2005; Lei et al. 2007). Fosfor, K, Mg, Cu, Zn, dan B berpengaruh secara tidak langsung terhadap persentase aril bergetah kuning melalui Ca dan Mn, dengan koefisien jalur totalnya yang negatif (Tabel 18). Koefisien jalur total yang negatif dari P, K, Mg, Cu, Zn, B, menunjukkan bahwa hara-hara ini berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning. Di antara hara yang berkontribusi secara tidak langsung, Mg adalah hara yang paling besar pengaruhnya terhadap persentase aril bergetah kuning. Kontribusi Mg tertinggi secara tidak langsung diperoleh apabila Mg berinteraksi dengan Ca, dengan koefisien jalurnya yaitu −0,36. Unsur hara Boron, Cu dan K juga merupakan hara yang berkontribusi secara tidak langsung mengeliminasi persentase aril bergetah kuning, dengan koefisen jalur totalnya berturut-turut tertinggi setelah Mg. Hal ini mengindikasikan bahwa B, Cu, dan K adalah hara yang berperan secara tidak langsung disamping Mg dalam kaitannya dengan eliminasi persentase aril bergetah kuning. Unsur hara Zn berpengaruh meningkatkan dua hara (Ca dan Mn) yang berkontribusi secara langsung dan kontradiktif terhadap persentase aril bergetah kuning, mengakibatkan pengaruh Zn secara kumulatif sangat rendah kontribusinya terhadap persentase aril bergetah kuning. Pengaruh Ketersediaan Hara Tanah terhadap Persentase Juring Bergetah Kuning (PJGK) Ketersediaan Ca dan
Mn tanah berpengaruh langsung terhadap PJGK,
dengan persamaan strukturalnya adalah PJGK = −0.64*Ca + 0.21*Mn, R² = 0.38. Persamaan struktural ini memberikan makna bahwa persentase juring bergetah kuning menurun pada ketersediaan Ca tanah yang meningkat dan peningkatannya berbading lurus dengan ketersediaan Mn tanah. Hal ini memperkuat bukti bahwa cemaran getah kuning berkaitan erat dengan kekurangan Ca dan kelebihan ketersediaan Mn tanah, seperti halnya juga terlihat pada parameter persentase aril bergetah kuning.
72
Persentase juring bergetah kuning secara tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan P, K, Mg, Cu, Zn dan B melalui ketersediaan Ca dan Mn tanah (Gambar 17). Hara P, K, Mg, Cu, Zn, dan B juga berkontribusi secara tidak langsung melalui Ca dan Mn dalam mengeliminasi persentase juring bergetah kuning, seperti ditunjukkan oleh koefisien jalur total yang negatif dari masing − masing hara tersebut (Tabel 19).
0.62 1.00
K
P
0.73
Ca
0.33
-0.64
-0.49 0.61 -0.22 0.17
1.00
Mg
PJGK 0.63 0.29
0.21
1.00
Cu
Mn
0.33
0.49
0.73
0.26 -0.39
-0.36 -0.40 0.44 Zn
0.55
B
0.74
Chi-Square=26.32, df=18, P-value=0.09257, RMSEA=0.069 Gambar 17. Pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) Tabel 19. Koefisien jalur dari pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) Pengaruh Jenis hara Langsung Tidak langsung Pengaruh total P -0.07 -0.07 K -0.18 -0.18 Ca -0.64 -0.64 Mg -0.19 -0.19 Mn 0.21 0.21 Cu -0.18 -0.18 Zn -0.16 -0.16 B -0.08 -0.08
73
Persentase juring bergetah kuning menunjukkan tingkat keparahan dari cemaran getah kuning pada aril. Koefisien jalur yang tinggi dari Ca terhadap persentase juring bergetah kuning mengindikasikan bahwa tingkat cemaran getah kuning yang tinggi di aril erat kaitannya dengan kekurangan Ca di tanah. Keterkaitan ketersediaan Ca dengan persentase juring bergetah kuning juga didukung oleh nilai korelasi yang sangat nyata (r = 0, 57, P = 0.00). Hasil ini dapat dijadikan landasan bahwa untuk menurunkan cemaran getah kuning pada aril berpeluang besar diupayakan melalui peningkatkan ketersediaan Ca tanah. Kalsium berkontribusi dalam struktur dan fungsi membran sel (Clarkson dan Hanson 1980). Menurut (Hirshi 2004), meningkatkan level Ca2+ dalam tanah dapat meningkatkan stabilitas membran sel. Peneliti sebelumnya melaporkan bahwa pemberian Ca dengan dolomit melalui tanah tidak signifikan menurunkan cemaran getah kuning pada aril buah manggis (Dorly 2009). Ketersediaan unsur hara Mn secara langsung berkontribusi meningkatkan persentase juring bergetah kuning meskipun relatif rendah dibandingkan konribusi Ca. Meningkatnya persentase juring bergetah kuning oleh ketersediaan Mn tanah diduga hara ini telah berlebih untuk kebutuhan manggis dan bersifat toksik dalam jaringan tanaman. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa konsentrasi Mn yang tinggi akan bersifat toksik di jaringan tanaman dan dapat mengubah berbagai proses, seperti aktifitas enzim, penyerapan, translokasi, serta pemanfaatan elemen mineral lainnya (Ca, Mg, Fe, dan P). Toksisitas Mn juga menyebabkan stres oksidatif (Ducic dan Polle, 2005; Lei et al. 2007). Migocka dan Klobus (2007) menyatakan bahwa keberadaan Mn dalam jumlah berlebih sangat beracun bagi sel tanaman. Sebagai logam beracun, Mn dapat menyebabkan perubahan metabolik dan kerusakan makromolekul yang mengganggu homeostasis sel (Hegedus et al. 2001; Polle 2001). Gejala lain dari toksisitas Mn disebabkan oleh hasil reaktif jenis oksigen di dinding sel. Kosentrasi Mn2+ rendah harus dipertahankan dalam kompartemen metabolik yang dapat dicapai melalui penyerapan dalam vakuola dan atau dinding sel (Marschener 1995; Pittman 2005; Puig dan Pen’arrubia 2009). Diduga kelebihan Mn mengubah proses-proses biologis pada jaringan manggis dan menyebabkan rusaknya sel saluran getah kuning pada buah sehingga meningkatkan cemaran getah kuning juring buah.
74
Keterkaitan Ca dan Mn dalam mengendalikan cemaran getah kuning juga berkaitan dengan ketersediaan hara lain (Mn, P, K, Mg, Cu, Zn, dan B) di dalam tanah (Gambar 16 dan 17). Fosfor, K, Mg, Cu, Zn, dan B berkontribusi secara tidak langsung melalui ketersediaan Ca dan Mn dalam menurunkan persentase juring bergetah kuning, seperti halnya juga terjadi pada persentase aril bergetah kuning. Hal ini membuktikan bahwa persentase juring bergetah kuning disamping dikendalikan oleh ketersediaan Ca dan Mn tanah secara langsung, juga dipengaruhi secara tidak langsung oleh ketersediaan P, K, Mg, Cu, Zn, dan B tanah. Dari enam hara yang berkontribusi secara tidak langsung terhadap persentase juring bergetah kuning, Mg juga merupakan hara yang berkontribusi paling besar mengeliminasi persentase juring bergetah kuning,
seperti
diindikasikan oleh koefisien jalurnya tertinggi di antara hara lainnya. Magnesium juga paling dominan mempengaruhi ketersediaan hara lainnya (P, B, Zn), dan hal ini juga berimplikasi terhadap kontribusi Mg dalam mengeliminasi persentase juring bergetah kuning. Pengaruh Ketersediaan Hara Tanah terhadap Persentase Kulit Buah Bergetah Kuning (PKGK) Peresentase buah kulit bergetah kuning secara langsung dipengaruhi oleh ketersediaan Ca dan Mn tanah, dengan koefisien jalurnya berturut-turut adalah -0,33 dan -0,29 (Gambar 18). Persaman struktural dari hubungan hara Ca dan Mn ini terhadap PKGK adalah PKGK = - 0.33*Ca + 0.29*Mn, R² = 0.15, menunjukkan bahwa persentase kulit buah bergetah kuning akan mengalami penurunan dengan meningkatnya Ca dan meningkat pada ketersediaan Mn yang bertambah. Hal ini mengindikasikan bahwa buah manggis yang kulitnya dicemari oleh getah kuning, tanah lokasi tumbuhnya mengalami kekurangan Ca dan kelebihan Mn. Kalsium nampaknya tidak hanya berperan penting menurunkan persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning, tetapi juga diperlukan untuk menurunkan cemaran getah kuning kulit buah manggis. Dorly (2008) juga melaporkan bahwa pemberian Ca dalam bentuk dolomit signifikan menurunkan skor cemaran getah kuning pada kulit buah manggis. Kalsium juga terlibat di dalam meningkatkan ketahanan pecah buah leci, yaitu perikarp dari buah yang pecah signifikan lebih rendah kalsiummnya dari pada buah yang tidak pecah di dalam
75
P
Ca
0.73
0.33
0.62 -0.33 1.00
K -0.49 0.61 0.29
-0.22
PKGK
0.87
0.17 1.00
Mg
0.29 0.49
1.00
Cu
0.33
Mn
0.73
-0.36 -0.39 0.26 -0.40 0.44 Zn
0.55
B
0.74
Chi-Square=28.09, df=18, P-value=0.06063, RMSEA=0.076 Gambar 18. Pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) kultivar yang sama (Li dan Huang 1995; Lin 2001). Buah yang mengalami insiden keretakan buah yang tinggi mempunyai kandungan Ca yang dapat ditukar lebih rendah pada tanahnya dibandingkan buah yang mengalami keretekan buah yang rendah (Li et al. 1992). Pasokan Ca yang rendah juga menyebabkan retak buah tomat meningkat (Simon 1978). Ketersediaan hara Mn juga menunjukkan kontribusi dalam meningkatkan persentase kulit buah bergetah kuning, seperti halnya juga terjadi dalam meningkatkan persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning. Konsistensi keterlibatan Mn meskipun tidak terlalu besar menunjukkan bahwa hara ini berperan menginduksi cemaran getah kuning pada buah manggis baik di aril maupun di kulit buah. Mangan adalah salah satu hara yang sangat tinggi ketersediaannya pada tanah-tanah masam, terutama di daerah tropik (Pendias dan Pendias 1992). Jumlah Mn yang dapat ditukarkan, terutama dalam bentuk Mn2+ di larutan tanah meningkat dengan penurunan pH (Millaleo et al. 2010). Ketersediaan Mn yang tinggi pada tanah masam atau kondisi aerobik dapat
76
menyebabkan ketidakseimbangan hara bagi tanaman, terutama dalam kaitannya dengan kation divalen lain, seperti Ca2+ dan Mg2+ (Marschener 1995; Cenni et al. 1998). Mangan yang berlebih di simpan di vakuola, dinding sel dan thylakoids khloropas (Gonzales dan Lynch 1999). Stres oksidatif adalah salah satu penyebab kerusakan sel yang diakibatkan oleh toksisitas logam (Shi et al. 2006). Posfor, K, Mg, Cu, Zn, dan B juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap persentase kulit buah bergetah kuning melalui ketersediaan Ca dan Mn, dengan koefisien jalurnya yang negatif (Tabel 20). Kontribusi P, K, Mg, Cu, Zn, dan B ini terhadap persentase kulit buah bergetah kuning sejalan dengan pengaruh hara ini secara tidak lansung terhadap persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning. Fenomena ini menunjukkan bahwa cemaran getah kuning seperti yang ditunjukkan oleh parameter persentase aril bergetah kuning, persentase juring bergetah kuning, persentase kulit buah bergetah kuning, disamping dikendalikan secara langsung oleh ketersediaan hara Ca dan Mn juga dipengaruhi oleh ketersediaan P, K, Mg, Cu, Zn, B secara tidak langsung. Tabel 20. Koefisien jalur dari pengaruh ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) Pengaruh Jenis hara Langsung Tidak langsung Pengaruh total -0.10 -0.10 P -0.04 -0.04 K Ca -0.33 -0.33 -0.14 -0.14 Mg Mn 0.29 0.29 -0.07 -0.07 Cu -0.03 -0.03 Zn B -0.12 -0.12
Pengaruh Kadar Hara Jaringan Tanaman terhadap Cemaran Getah Kuning Akumulasi unsur hara di jaringan tanaman, yaitu pada endokarp, mesokarp dan daun dapat digunakan untuk mengkonfirmasi keterlibatan hara dalam kaitannya dengan cemaran getah kuning.
Unsur hara tertentu dapat berkontribusi secara
langsung atau tidak langsung (melalui hara lainnya) yang terdeteksi dari hubungan hara tersebut dengan peubah cemaran getah kuning dan didasari oleh fungsi fisiologis dari masing-masing hara.
77
Pengaruh Kadar Hara di Endokarp terhadap Persentase Aril Bergetah Kuning (PAGK) Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa Ca, Mn, dan B di jaringan endokap berpengaruh langsung terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK). Persamaan struktural hara ini dengan persentase aril bergetah kuning adalah: PAGK = − 0.66*Ca-en + 0.44*Mn-en + 0.31*B-en, R² = 0.55. Persamaan struktural ini bermakna bahwa persentase aril bergetah kuning mengalami peningkatan pada Ca yang menurun atau sebaliknya dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan Mn dan B di endokarp. Persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh P, K, Cu, dan Zn di endokarp melalui Ca, Mn, dan B. Fosfor, K, dan Zn merupakan hara yang secara tidak langsung berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning, sedangkan Cu menyebabkan peningkatan secara tidak langsung persentase aril bergetah kuning (Gambar 19).
1.00
P-en 0.27
0.49 1.00
K-en -0.54
-0.66
-0.28 -0.15
1.00
0.74
Ca-en
-0.40
PAGK
Cu-en 0.16
-0.27
0.46
0.51 0.31
0.69
0.84 0.60 Zn-en
0.06
0.44
0.30 Mn-en
-0.93
0.48
-0.38 B-en
0.37
Chi-Square=5.57, df=7, P-value=0.59083, RMSEA=0.000 Gambar 19. Pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK)
78
Hara yang berkontribusi paling besar secara langsung terhadap persentase aril bergetah kuning adalah Ca, seperti ditunjukkan oleh nilai koefisien jalurnya terbesar di antara Mn dan B (Tabel 21). Kontribusi Ca pada jaringan endokarp adalah mengelimiasi persentase aril bergetah kuning. Kalsium yang meningkat di endokarp memperkuat dinding sel saluran getah kuning sehingga kemungkinan bocornya saluran getah kuning tersebut menjadi rendah, seperti diindikasikan oleh menurunnya persentase aril bergetah kuning pada Ca endokarp yang meningkat. Kalsium sangat diperlukan dalam memperkuat dinding sel, yaitu berperan penting dalam menyusun struktur dinding sel sebagai Ca-pektat pada lamela tengah (Marschner 1995). Kalsium juga memberikan pengaruh secara tidak langsung melalui interaksinya dengan Zn dan B di jaringan endokarp. Hal ini menunjukkan bahwa Ca di dalam jaringan endokarp juga berkontribusi dalam homoestasis sel, yaitu menurunkan kadar Zn dan B. Tabel 21. Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) Pengaruh Jenis hara Langsung Tidak langsung Pengaruh total P -0.269 -0.26 K -0.15 -0.15 Ca -0.66 -0.15 -0.81 Mn 0.44 0.44 Cu 0.30 0.30 Zn -0.41 -0.41 B 0.31 -0.17 0.14 Persentase aril bergetah kuning menurun akibat peningkatan Ca di endokarp terlihat pada Gambar 20. Presentase aril bergetah kuning terendah ditemukan di Nagari Padang Laweh dan Baringin, yaitu kadar Ca endokarpnya berturut-turut berkisar dari 0.21 % hingga 0.31 % dan 0.10 % sampai 0.22 %. Kadar Ca endokarp yang terendah (< 0.1 %) ialah di Nagari Pakandangan, mengakibatkan paling tingginya persentase aril bergetah kuning. Hal ini membuktikan bahwa Ca di endokarp sangat besar kontribusinya dalam menurunkan cemaran getah kuning pada aril. Kalsium di endokarp yang optimum untuk menurunkan persentase aril bergetah kuning adalah sebesar 0.26 %. Mangan adalah unsur hara yang menyebabkan meningkatnya persentase aril bergetah kuning, diduga konsentrasinya di jaringan endokarp telah berlebih dari
79
80
PAGK ( %)
Karacak
y = 834,9x2 - 428,2x + 67,83 R² = 0,459
70
Barengkok
60
Garogek
50
P.Mulia
40
Pakandangan Koto Lua
30
Baringin 20
P.Laweh
10
Lalan Sukarame
0 0,05 0.05
0,1 0.10
0,15 0.15
0,2 0.20
0,25 0.25
0,3 0.30
0,35 0.35
Kadar Ca endokarp (%)
Gambar 20. Hubungan kadar Ca di endokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) kebutuhan sel jaringan endokarp. Mangan dibutuhkan dalam level yang rendah dan mutlak diperlukan tanaman untuk hara serta perkembangan tanaman yang normal (Millaleo et al. 2010). Meskipun demikian, kelebihan Mn sangat beracun bagi sel tumbuhan (Migocka dan Klobus 2007). Keterlibatan Mn endokarp dalam meningkatkan persentase aril bergetah kuning ditemukan di semua lokasi sentra produksi manggis yang diamati kecuali di Nagari Lalan (Gambar 21). Hal yang menarik adalah kontribusi Mn relatif besar di Pakandangan, Garogek, dan Sukarame meskipun kadar Mn endokarpnya relatif kecil. Sebaliknya pengaruh Mn relatif kecil di Padang Laweh, Karacak, Barengkok, dan Lalan meskipun di ketiga lokasi tersebut kadar Mn endokarpnya relatif tinggi. Fenomena ini berkaitan dengan keseimbangan kadar hara Mn dan Ca di endokarp, yaitu pada lokasi yang rendah Ca endokarpnya maka efek Mn akan lebih besar dalam menginduksi persentase aril bergetah kuning, seperti yang terjadi di Pakandangan. Namun apabila Ca di endokarp relatif tinggi maka efek Mn tidak terlalu besar meskipun kadar Mn di jaringan endokarpnya tinggi, seperti yang terjadi di Lalan, Karacak, dan Barengkok. Boron yang menyebabkan meningkatnya persentase aril bergetah kuning meskipun koefisien jalurnya relatif kecil (0.143), diduga kadarnya telah berlebih di jaringan endokarp sehingga bersifat toksik bagi tanaman. Boron diindikasikan
80
80
Karacak Barengkok Garogek P.Mulia Pakandangan Koto Lua Baringin P.Laweh Lalan Sukarame
70
PAGK (%)
60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100
Mn endokarp (ppm)
Gambar 21. Hubungan kadar Mn di endokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) berlebih dan meningkatkan persentase aril bergetah kuning apabila kadarnya di jaringan endokarp > 150 mg.kg-1, yaitu ditemukan di Pakandangan dan Sukarame (Gambar 22). Sejumlah proses fisiologi dilaporkan telah terbukti diubah oleh toksisitas B (Wang 2010), antara lain gangguan pengembangan dinding sel, terikatnya gugus ribose ATP, NADH dan NADPH, terhambatnya pembelahan dan
PAGK (%)
pemanjangan sel (Reid et al. 2004; Stangoulis dan Reid 2002). 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Karacak Barengkok Garogek P.Mulia Pakandangan Koto Lua Baringin P.Laweh Lalan Sukarame Poly. (PAGK)
y = 0,001x2 - 0,299x + 36,48 R² = 0,283
0
50
100
150
200
250
300
350
Kadar B endokarp (%)
Gambar 22. Hubungan kadar B di endokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) Karakter B tidaklah sama dengan Mn karena B juga berperan menurunkan persentase aril bergetah kuning. Kadar B endokarp < 150 mg.kg di jaringan endokarp berkontribusi menurunkan persentase aril bergetah kuning, seperti ditemukan di Desa Karacak, Barengkok, Pusaka Mulia, Koto Lua, Lalan, dan
81
Padang Laweh. Hal ini menunjukkan bahwa B di bawah 150 mg.kg-1 di endokarp diperlukan untuk menurunkan persentase aril bergetah kuning. Boron merupakan bagian dari komponen struktural sel dan berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran sturuktur dinding sel, mendukung bentuk, kekuatan sel tanaman (Hu dan Brown 1994; Marschner 1995 O’Neill et al. 2004) dan meningkatkan integritas membran plasma (Marschner 1995; Blevins dan Lukaszewski 1998) bagian dari komponen struktural sel (Hu dan Brown 1994; Brown dan Hu 1996). Kalium, P, dan Zn di endokarp berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung yang ditunjukkan oleh koefisien jalur tidak langsung dan totalnya yang negatif. Sedangkan Cu di endokarp berperan meningkatkan persentase aril bergetah kuning, diindikasikan oleh koefisien jalur tidak langsung dan total dari hara tersebut positif (Tabel 19). Posfor diperlukan untuk meningkatkan Ca dan menurunkan Mn, namun P menyebabkan peningkatan B di endokarp. Hal ini menunjukkan bahwa P berperan dalam mempengaruhi konsentrasi hara lainnya di jaringan endokarp. Beberapa hasil penelitian melaporkan adanya interaksi antra P dengan hara lain, seperti dengan Zn, Cu, Mn. Penambahan P menurunkan kosentrasi Zn, Cu, Fe, dan Mn pada akar dan pada tajuk padi (Haldar dan Mandal 1981), namun pada tanaman tomat dan kiwi penambahan P menurunkan kosenrasi B di daun kedua tanaman tersebut (Kaya et al. 2009; Sotiropoulus et al. 1999). Kalium berperan meningkatkan Ca dan Zn, serta menurunkan B, tetapi Zn mengalami penurunan dengan peningkatan Ca dan miningkat sejalan dengan peningkatan K dan Cu. Unsur hara Cu menyebabkan menurunnya kadar Ca dan meningkatkan Zn dan B di endokarp. Interaksi hara ini menunjukkan bahwa hara Ca, Mn, dan B yang berperan langsung dalam mempengaruhi persentase aril bergetah kuning dipengaruhi juga oleh kadar hara P, K, Cu dan Zn, sehingga hara P, K, Cu, dan Zn berkontribusi secara tidak langsung dalam kaitannya dengan persentase aril bergetah kuning. Pengaruh Kadar Hara di Jaringan Endokarp terhadap Persentase Juring Bergetah Kuning (PJGK) Persentase juring bergetah kuning secara langsung dipengaruhi oleh Ca, Mn, B dan Zn di endokarp, dengan persamaan strukturalnya adalah: PJGK = −0.46*Ca-en + 0.33*Mn-en −0.58*Zn-en + 0.57*B-en, R² = 0.51
82
Kadar Ca dan Zn yang meningkat akan menurunkan persentase juring bergetah kuning atau sebaliknya dan persentase juring bergetah kuning akan meningkat berbanding lurus dengan peningkatan kadar Mn dan B di endokarp. Hal ini bermakna bahwa Ca dan Zn berperan mengeliminasi persentase juring bergetah kuning, sedangkan Mn dan B di endokarp berkontribusi menginduksi persentase juring bergetah kuning. Unsur hara lainnya (P, K, Fe, dan Cu) melalui Ca, Mn, dan B di endokarp berpengaruh secara tidak langsung terhadap persentase juring bergetah kuning (Gambar 23). Unsur hara yang berkontribusi mengeliminasi persentase juring bergetah kuning secara tidak langsung adalah P dan K, sedangkan Fe dan Cu secara tidak langsung berakibat meningkatnya persentase juring bergetah kuning (Tabel 22).
1.00
P-en 0.38
1.00
0.18
K-en
Ca-en
0.56
-0.46 1.00
Fe-en -0.35
0.07
0.70 1.00
-0.60
PJGK
-0.14
Cu-en
-0.58
0.07 0.38 -0.10
0.43
0.51
0.33
0.57
0.63
0.84 Mn-en
0.54
B-en
-0.30
0.32
-0.99 Zn-en
0.06
Chi-Square=17.50, df=11, P-value=0.09395, RMSEA=0.079 Gambar 23. Pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) Persentase juring bergetah kuning berbanding terbalik dengan kadar Zn di endokarp, dengan nilai koefisien jalur kumulatifnya −0,874 (tertinggi di antara hara lainnya). Hal ini menunjukkan bahwa Zn berperan mengeliminasi persetase
83
Tabel 22. Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di endokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) Pengaruh Jenis hara Langsung Tidak langsung Pengaruh total P -0.48 -0.48 K -0.05 -0.05 Ca -0.46 0.08 -0.38 Fe 0.37 0.37 Mn 0.33 -0.24 0.09 Cu 0.08 0.08 Zn -0.58 -0.29 -0.87 B 0.57 0.23 0.80 juring bergetah kuning dan juga berperan mengeliminasi (counter) toksisitas dari Mn. Unsur hara Zn diperlukan untuk detoksifikasi kation ROS termasuk O 2 (Superoksida radikal) dan H 2 O 2 (hydrogen peroksida) dan diduga dihasilkan dari toksisitas Mn. Unsur hara Zn secara tidak langsung diperlukan untuk meningkatkan aktivitas enzim yang terlibat dalam detosifikasi H 2 O 2 seperti catalase, perosidase ascorbat, dan glutation reduktase
(Cakmak 2000).
Hilangnya integritas membran akibat gangguan ROS adalah salah satu efek utama dari defisiensi hara Zn (Cakmak dan Marshener 1988). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa jumlah Zn yang rendah di dalam sel tanaman dapat meningkatkan produksi O 2 selama transport elektron fotosintesis (Marschener dan Cakmak, 1989; Cakmak et al. 1995; Cakmak dan Engels 1999), menginduksi O 2 dan menyebabkan NADPH oksidase membran terikat (Marschener 1988; Printon et al. 1994). Kontribusi Zn dalam menurunkan persentase juring bergetah kuning terlihat jelas dari konsentrasi 20 mg.kg-1 hingga 35 mg.kg-1, yaitu ditemukan di Nagari Lalan, Koto Lua, dan Padang Leweh. Namun peningkatan kadar Zn endokarp > 35 mg.kg-1 berakibat meningkatnya persentase juring bergetah kuning (Gambar 24), terutama terjadi pada lokasi yang mengalami defisiensi Ca seperti di Nagari Pakandangan. Boron adalah unsur hara yang berkontribusi secara langsung menginduksi persentase juring bergetah kuning yang ditunjukkan oleh nilai koefisien jalurnya positif. Efek negatif dari B terhadap persentase juring bergetah kuning sama halnya dengan parameter persentase aril bergetah kuning, yaitu diduga hara ini
84
80
Karacak Barengkok Garogek P.Mulia Pakandangan Koto Lua Baringin P.Laweh Lalan Sukarame
PJK (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kadar Zn endokarp (mg.kg-1)
Gambar 24. Hubungan kadar Zn di endokarp dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) telah bersifat toksik di jaringan endokarp. Toksistas B menginduksi kerusakan oksidatif oleh peroksida lipid dan akumulasi peroksida (Molassiotis et al, 2006; Gune et al. 2006). Persentase juring bergetah kuning merupakan parameter yang menunjukkan tingkat keparahan cemaran getah kuning aril pada setiap buah, yaitu makin tinggi persentase juring bergetah kuning makin sedikit aril yang bebas dari cemaran getah kuning pada setiap buahnya. Persentase juring bergetah diduga juga mengindikasi tingkat keparahan rusaknya didinding sel saluran getah kuning serta kerusakan membran yang mengakibatkan cemaran getah kuning pada aril. Efek negatif dari B di endokarp terhadap persentase juring bergetah kuning juga ditemukan pada konsentrasi > 150 mg.kg-1, terutama di lokasi sentra produksi yang rendah kadar Ca endokarp buahnya, seperti di Pakandangan dan Sukarame (Gambar 25). Namun apabila Ca endokarpnya cukup memadai seperti ditemukan pada buah yang berasal dari Baringin, kelebihan B tidak terlalu besar efeknya dalam menginduksi persentase juring bergetah kuning. Kalsium secara langsung berkontribusi menurunkan persentase juring bergetah kuning, meskipun koefisien jalurnya relatif kecil. Hal ini menunjukkan peranan yang konsisiten dari Ca dalam mengeliminasi cemaran getah kuning seperti halnya ditunjukkan pada persentase aril bergetah kuning. Kontribusi Ca endokarp terhadap penurunan persentase juring bergetah kuning terlihat di lokasi sentra produksi Desa Koto Lua, Lalan, dan Padang Laweh (Gambar 26). Kalsium (Ca 2+) berperan penting mengatur stabilitas membran sel, dinding sel, integritas
PJGK (%)
85
80
Karacak
70
Barengkok
60
Garogek
50
P.Mulia
40
Pakandangan
30
Koto Lua
20
Baringin
10
P.Laweh Lalan
0 0
50
100
150
200
250
300
350
400
Sukarame
Kadar B endokarp (mg.kg-1)
Gambar 25. Hubungan kadar B di endokarp dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) sel tanaman, dan cekaman biotik dan abiotik (Hirschi 2004). Kalsium berkontribusi untuk struktur dan fungsi membran sel dengan mengikat fosfolipid dan protein pada permukaan membran (Clarckson dan Hanson 1980; Hirschi 2004). Pemberian Ca2+ yang dilakukan sebelum dan setelah panen dapat mempertahankan turgor sel, integritas membran plasma, keteguhan buah dan memperpanjang umur simpan buah (Gerasopoulus et al. 1996; Miklus dan Beelman 1996). Kontribusi Ca dalam mengeliminasi persentase juring bergetah kuning relatif rendah dibandingkan peranannya dalam menurunkan persetase aril bergetah kuning. Hal ini disebabkan oleh adanya eliminasi konsentrasi Ca yang cukup besar oleh B di endokarp (Gambar 23). Kontribusi Ca terhadap persentase juring bergetah kuning relatif rendah menunjukkan bahwa pada daging buah yang parah tingkat cemaran getah kuningnya keberadaan Ca pada buah tersebut relatif sedikit. Mangan secara langsung menunjukkan kontribusinya dalam meningkatkan persentase juring bergetah kuning seperti halnya pada persentase aril bergetah kuning. Sebagai logam beracun, Mn dapat menyebabkan perubahan metabolik dan kerusakan makromolekul yang mengganggu homeostasis sel (Hegedus et al. 2001; Polle 2001). Namun keterlibatan Mn sangat rendah dibandingkan tiga hara lainnya yang berpengaruh secara langsung. Kontribusi Mn yang rendah secara langsung adalah sebagai akibat dari eliminasi Mn oleh P dan Zn di jaringan endokarp (Gambar 23).
86
80
Karacak
70
Barengkok
PJGK (%)
60
Garogek
50
P.Mulia
40
Pakandangan
30
Koto Lua
20
Baringin
10
P.Laweh
0 0.05 0,05
Lalan 0.10 0,10
0.15 0,15
0.20 0,20
0.25 0,25
0.30 0,30
0.35 0,35
0.40 0,40
Sukarame
Kadar Ca endokarp (%)
Gambar 26. Hubungan kadar Ca di endokarp dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) Fosfor dan K menunjukkan kontribusi yang konsiten seperti halnya pada persentase aril bergetah kuning, yaitu secara tidak langsung mengeliminasi persentase juring bergetah kuning. Unsur hara Cu dan Fe berperan meningkatkan persentase juring bergetah kuning secara tidak langsung, karena kedua hara ini menginduksi peningkatan B, dan Cu juga menyebabkan peningkatan Mn. Fosfor adalah hara yang diperlukan untuk meningkatkan kadar Ca dan menurunkan Mn endokarp, sehingga P berkontribusi secara tidak langsung dalam mengeliminasi persentase juring bergetah kuning dan meminimalkan kontribusi Mn sebagai induktor persentase juring bergetah kuning. Haldar dan Mandal (1981) melaporkan bahwa aplikasi P menyebabkan turunnya kosentrasi Zn, Cu, Fe, dan Mn pada akar dan pada shoot padi. Kalium dalam kaitannya dengan persentase juring bergetah kuning juga berkontribusi meningkatkan Ca di endokarp (Gambar 23). Kalium diduga mempengaruhi elastisitas dinding sel melalui kontrolnya pada ekstrusi proton (Hsiao dan Lauchli 1986; Itoh et al. 1997; Triboulot et al. 1997). Sehingga K secara tidak langsung berlontribusi meningkatkan Ca di endokarp dan mengeliminasi persentase juring bergetah kuning secara tidak langsung. Pengaruh Kadar Hara di Mesokarp terhadap Persentase Aril Bergetah Kuning (PAGK) Persentase aril bergetah kuning secara langsung juga dipengaruhi oleh kadar Ca, Mn, dan B di mesokarp. Persamaan struktural dari pengaruh hara ini terhadap
87
PAGK adalah PAGK= − 0.66*Ca-m + 0.35*Mn-m + 0.20*B-m, R² = 0.45). Kalsium yang meningkat akan menurunkan persentase aril bergetah kuning atau sebaliknya dan persentase aril bergetah kuning akan meningkat sejalan dengan peningkatan Mn dan B mesokarp. Hara lainnya (P, K, Mg, Cu, dan Zn) juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap persentase aril bergetah kuning. Kalium, Mg, Cu, dan Zn adalah hara yang berkontribusi secara tidak langsung menurunkan persentase aril bergetah kuning, sedangkan P menyebabkan meningkatnya persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung (Gambar 27).
1.00
P-m -0.51
1.00
K-m
Ca-m
0.44
0.64
0.60 1.00
-0.66
Cu-m 0.18 -0.15 -0.77
1.00
Mg-m
-0.21
0.50
0.38
PAGK
0.17
0.55
0.20 0.35
0.41 B-m
0.39
-0.23
Mn-m
0.65
0.52 -0.40
0.35 Zn-m
0.16
Chi-Square=18.83, df=12, P-value=0.09279, RMSEA=0.077 Gambar 27. Pengaruh kadar hara di mesokarp terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) Kalsium di mesokarp menunjukkan kontribusi yang sama halnya di endokarp, yaitu berkontribusi mengeliminasi cemaran getah kuning pada aril. Hal ini mengindikasikan bahwa Ca berperan memperkuat dinding sel saluran getah kuning tidak hanya di endokarp tetapi juga di mesokarp. Sel saluran getah kuning juga terdapat di
mesokarp, sehingga kemungkinan pecahnya dengan
88
Tabel 23. Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di mesokarp terhadap persetase aril bergetah kuning (PAGK) Pengaruh Jenis hara Langsung Tidak langsung Pengaruh total P K Ca Mg Mn Cu Zn B
0.37 -0.01 0.02 -0.34
-0.66
0.37 -0.01 -0.64 -0.34 0.35 -0.07 -0.04 0.15
0.35 -0.07 -0.04 -0.06
0.20
meningkatnya kadar Ca diduga menjadi rendah. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa indikasi inisiasi awal saluran getah adalah diferensiasi sitoplasmik yang padat dari sel-sel sekretori pada bagian mesokarp parenkima vaskular (Morrison &
Polito 1985; Rachmilevitz & Fahn 1982; Dorly 2009). Dengan demikian keterkaitan
Ca
di
mesokarp
dengan
persentase
aril
bergetah
kuning
mengindikasikan bahwa Ca di mesokarp berkontribusi memperkuat dinding sel saluran getah kuning di mesokarp dan berimplikasi terhadap penurunan persentase
aril bergetah kuning. Akumulasi Ca di mesokap hampir sama polanya dengan di endokarp dalam kaitannya dengan persentase aril bergetah kuning dari semua lokasi sentra produksi manggis (Gambar 28). Effek peningkatan Ca terhadap penurunan persentase aril bergetah kuning yang progresif terjadi pada kadar 0.1 hingga 0.25 %, yaitu persentase aril bergetah kuning menurun dari 50 hingga 4 %. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kadar Ca mesokarp 0.1 hingga 0.25 % terjadi penurunan cemaran getah kuning pada aril 50 hingga 96 buah dari 100 buah manggis. Respon persentase aril bergetah kuning yang relatif tinggi terhadap kadar Ca mesokarp terlihat di Garogek, Karacak, Barengkok, Pusaka Mulia, Koto Lua, Padang Laweh, dan Lalan. Kontribusi Mn dan B di mesokarp sama halnya dengan di endokarp terhadap persentase aril bergetah kuning, yaitu menyebabkan meningkatnya cemaran getah kuning. Diduga kelebihan Mn dan B baik di endokarp maupun mesokarp telah menimbulkan efek negatif terhadap sel-sel saluran getah. Akibatnya terjadi i kebocoran i diding sel saluran ii getah kuning ii sehingga
89
80 70 60
PAGK (%)
Karacak Barengkok Garogek P.Mulia Pakandangan Koto Lua Baringin P.Laweh Lalan Sukarame Poly. (PBGKA)
y = 184,5x2 - 208,0x + 51,12 R² = 0,357
50 40 30 20 10 0 00
0,05 0.05
0,1 1.00
0,15 1.25
0,2 1.50
0,25 1.75
0,3 2.00
Kadar Ca mesokarp (%)
Gambar 28. Hubungan kadar Ca di mesokarp dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) menginduksi peningkatan cemaran getah kuning seperti diindikasikan oleh meningkatnya persentase aril bergetah kuning oleh Mn dan B yang meningkat. Namun demikian bila dibandingkan dengan kadar Mn dan B di endokarp terlihat kontribusi kedua hara ini relatif rendah. Hara-hara lainnya, kecuali P menunjukkan kontribusi secara tidak langsung dalam mengeliminasi persentase aril bergetah kuning. Hara yang mempunyai koefisien jalur terbesar dalam meningkatkan Ca atau terbesar koefisien jalurnya menurunkan Mn dan B akan berkontribusi secara tidak langsung mengeliminasi
persentase aril bergetah kuning. Hal ini terlihat dalam interaksi Mg dalam meningkatkan Ca, dan K menurunkan B, serta Zn, Cu menekan Mn. Sedangkan hara yang menyebabkan penurunan Ca atau meningkatkan B menunjukkan kontribusinya dalam meningkat persentase aril bergetah kuning, seperti yang ditunjukkan oleh P. Interaksi antar hara ini nampaknya sangat penting dalam mempengaruhi cemaran getah kuning. Fosfor dan Cu adalah dua unsur hara yang kontribusinya berbeda secara tidak langsung antara di endokarp dan mesokarp terhadap persentase
aril bergetah kuning. Kontribusi P di endokarp secara tidak langsung adalah mengeliminasi persentase aril bergetah kuning karena hara ini berperan meningkatkan Ca, sedangkan di mesokarp sebaliknya karena menurunkan Ca di mesokarp. Begitu pula halnya Cu di endokarp secara tidak langsung meningkatkan
persentase aril bergetah kuning karena berperan meningkatkan Mn, sedangkan di mesokarp sebaliknya karena hara ini berkontribusi menurunkan Mn.
90
Pengaruh Kadar Hara di Mesokarp terhadap Persentase Juring Bergetah Kuning (PJGK) Peranan hara dalam kaitannya dengan cemaran getah kuning juga terlihat dalam hubungan hara di mesokarp
dengan persentase juring bergetah kuning.
Analisis jalur menunjukkan bahwa Ca, Zn, dan B adalah unsur yang berpengaruh secara langsung terhadap persentase juring bergetah kuning, dengan persamaan strukturalnya yaitu PJGK = −0.38*Ca-m - 0.38*Zn-m + 0.21*B-m, R² = 0.29. Persamaan struktural ini menunjukkan bahwa persentase juring bergetah kuning akan menurun dengan meningkatnya Ca, Zn di mesokarp atau sebaliknya, dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan B di jaringan mesokarp (Gambar 29).
1.00
P-m -0.57
1.00
K-m
0.68
Ca-m 0.61
-0.38 1.00
Mg-m
0.33
0.53 0.16 PJGK
0.71
-0.15 1.00
Cu-m
0.43
-0.64
-0.42 Mn-m
0.21 -0.38
0.36 0.20 0.69
0.47 -0.11
Zn-m
0.15
-0.32 B-m
0.41
Chi-Square=20.41, df=13, P-value=0.08534, RMSEA=0.077 Gambar 29. Pengaruh kadar hara di mesokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) Keterkaitan Ca, Zn, dan B di mesokarp dengan persentase juring bergetah kuning juga sama halnya dengan kontribusi hara ini di jaringan endokarp. Hal ini memperkuat bukti bahwa Ca, Zn, dan B adalah hara yang berperan penting terhadap tingkat keparahan cemaran getah kuning juring. Hara P, K, Mg, dan Cu
91
adalah hara yang berperan secara tidak langsung mempengaruhi persentase juring bergetah kuning melalui Ca, Mn, Zn, dan B di jaringan mesokarp. Semua hara yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap persentase juring bergetah kuning adalah berkontribusi mengeliminasi kecuali P menyebabkan meningkatnya persentase juring bergetah kuning (Tabel 24). Tabel 24. Koefisien jalur dari pengaruh kadar hara di mesokarp terhadap persentase juring bergetah kuning (PJGK) Pengaruh Tidak langsung Pengaruh total Jenis hara Langsung P K Ca Mg Mn Cu Zn B
-0.38
-0.38 0.21
0.26 -0.28 0.06 -0.13 0.04 -0.02 -0.01
0.26 -0.28 -0.32 -0.13 0.04 -0.02 -0.38 0.22
Keterlibatan Ca pada jaringan mesokarp dalam mengeliminasi persentase juring bergetah kuning semakin memperkuat bukti bahwa Ca diperlukan untuk mengurangi tingkat keparahan cemaran getah kuning pada buah manggis. Kalsium menunjukkan peranan yang konsisten dalam mengeliminasi cemaran getah kuning aril baik saat terakumulasi di endokarp maupun di mesokarp. Kalsium (Ca
2+
) berperan penting mengatur stabilitas membran sel, dinding sel,
integritas sel tanaman, dan cekaman biotik dan abiotik (Hirschi 2004). Kalsium berkontribusi dalam struktur dan fungsi membran sel dengan mengikat fosfolipid dan protein pada permukaan membran (Clarckson dan Hanson 1980; Hirschi 2004). Boron di jaringan mesokarp berkontribusi dalam menginduksi persentase juring bergetah kuning, mengindikasikan bahwa hara ini adalah dalam konsentrasi yang berlebih dan toksik di jaringan mesokarp. Diduga hara ini menstimulasi pelepasan spesies oksigen bebas (ROS) yang merusak membran sel, sehingga terjadi kebocoran saluran getah kuning pada aril seperti di indikasikan oleh persentase juring bergetah kuning. Sejumlah proses fisiologi telah terbukti diubah oleh toksisitas B, meliputi gangguan pengembangan dinding sel, adanya
92
metabolik yang mengikat gugus ribose ATP, NADH, dan NADPH, dan penghambatan pembelahan dan pemanjangan sel (Reid et al. 2004). Selain itu, tanaman yang keracunan B mengalami peningkatan malondialdehid (MDA) dan hydrogen peroksida (H 2 O 2 ), mengakibatkan stres oksidatif dan peroksida membran (Cervilla et al. 2009; Ardic et al. 2009). Unsur hara Zn juga memperlihatkan peranan yang konsisten dalam mengeliminasi persentase juring bergetah kuning, baik di endokarp maupun di mesokarp. Sebagian besar fungsi kritis Zn dalam sel terkait dengan kemampuannya untuk membentuk ikatan koordinasi tetdrahedral di berbagai konstituen sel-sel vital. Sistein, hostidin, dan aspartat atau glutamat adalah ligan seluler utama Zn yang membentuk koordinasi tetdrahedral (Valle dan Auld 1990; Valle dan Falchuk 1993). Berg dan Shi (1996) menjelaskan bahwa ligan sistein dan histidin mengikat Zn dengan afinitas yang lebih besar dan dengan satabilitas yang lebih dari Fe (Berg dan Shi 1996). Pembentukan radikal bebas melalui reaksi antara Fe dan sistein serta residu histidin diblokir oleh keberadaan Zn yang memadai (Searle & Tomasi 1982; Girotti et al.1985; Bray & Bettger 1990). Diduga, radikal bebas yang diblokir oleh Zn termasuk yang dihasilkan oleh toksisitas Mn dan B. Kalium merupakan unsur hara yang menunjukkan kontribusi paling besar dalam mengeliminasi persentase juring bergetah kuning secara tidak langsung, yaitu berperan menekan B dan meningkatkan Zn di jaringan mesokarp. Fosfor menyebabkan penurunan Ca di mesokarp sehingga berkontribusi sebagai penginduksi persentase juring bergetah kuning secara tidak langsung. Magnesium di jaringan mesokarp juga berperan secara tidak langsung mengeliminasi persentase juring bergetah kuning, melalui interaksinya dalam meningkatkan Ca, tetapi karena Mg juga terlibat dalam meningkatkan B, sehingga kontribusi totalnya dalam mengeliminasi persentase juring bergetah kuning menjadi rendah seperti dutunjukkan oleh koefisien jalur totalnya. Begitu pula halnya dengan Cu, karena hara ini perannya relatif besar dalam meningkatkan Zn daripada meningkatkan B, sehingga Cu secara tidak langsung berkontribusi mengeliminasi persentase juring bergetah kuning meskipun koefisien jalur totalnya relatif rendah.
93
Pengaruh Kadar Hara di Daun dengan Persentase Aril Bergetah Kuning (PAGK) Kadar unsur hara di dalam jaringan daun juga dapat digunakan sebagai indikator keterkaitan hara dengan cemaran getah kuning. Analisis jalur menunjukkan bahwa kadar hara di jaringan daun berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap PAGK. Hara di daun yang berpengaruh secara langsung terhadap PAGK antara lain Ca, Mn, Cu (PAGK = −0.54*Ca-d + 0.38*Mn-d + 0.27*Cu-d, R² = 0.59). Kadar Ca di daun yang meningkat akan menurunkan persentase aril bergetah kuning, dan peningkatan persentase aril bergetah kuning sejalan dengan peningkatan kadar Mn dan Cu di daun. Hara lainnya (P, K, Mg, Fe, Zn, dan B) juga menunjukkan pengaruh secara tidak langsung terhadap persentase aril bergetah kuning. Fosfor, K, Mg, Fe, dan B adalah unsur hara yang secara tidak langsung meningkatkan persentase aril bergetah kuning, sedangkan Zn secara tidak langsung berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning (Gambar 30 dan Tabel 25).
P-d
0.05
0.44 1.00
K-d
0.23 Ca-d
0.28
0.55
0.76
-0.94 -0.54 1.00
Mg-d -1.94
1.00
-0.21
-0.19
Fe-d
PAGK 0.40
-0.53
1.05 0.97 0.22
-0.05 Zn-d
0.06
0.40
0.97
0.38 -0.42
0.27 Mn-d 0.32
-0.49 Cu-d
0.59
0.54
B-d
0.35
Chi-Square=31.05, df=21, P-value=0.07288, RMSEA=0.071 Gambar 30. Pengaruh kadar hara di daun terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK)
94
Tabel 25. Koefisen jalur dari pengaruh kadar hara di daun terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) Pengaruh Jenis hara Langsung Tidak langsung Pengaruh total P -0.07 -0.07 K 0.01 0.01 Ca -0.54 -0.20 -0.74 Mg 0.39 0.39 Fe 0.14 0.14 Mn 0.38 0.38 0.38 Cu 0.27 -0.06 0.21 Zn -0.06 -0.06 B 0.12 0.12 Kontribusi hara Ca di daun dalam mengeliminasi persentase aril bergetah kuning merupakan indikator keterlibatan hara ini, baik di endokarp maupun di mesokarp dalam meminimalisasi cemaran getah kuning pada aril. Mangan juga memperlihatkan kontribusi yang konsisten, yaitu berperan sebagai induksi cemaran getah kuning di aril, seperti halnya terlihat pada jaringan endokarp dan mesokarp. Hal yang menarik adalah unsur hara Ca di daun menunjukkan hubungan antagonis dengan Mn di daun, sedangkan di jaringan endokarp dan mesokarp kedua hara ini berinteraksi positif. Fhenomena ini menunjukkan bahwa Ca tidak hanya berperan penting dalam memperkuat dinding sel tetapi juga berperan mengeliminasi logamlogam berat yang diduga merusak sel jaringan daun tanaman. Kalsium merupakan salah satu hara esensial tanaman dan komponen dinding sel. Sebagai kation divalent, Ca2+ dibutuhkan untuk mengatur struktur dinding sel dan membran, serta berperan dalam counter-cation
untuk anion
anorganik dan organik di vakuola, serta sebagai messenger antar sel di dalan sitosol (Marschener 2005). Kalsium juga berperan penting mengatur stabilitas membran sel, dinding sel, integritas sel tanaman, dan cekaman biotik dan abiotik (Hirschi 2004). Akumulasi Ca di daun lebih tinggi dari di jaringan endokarp dan mesokarp, yaitu mencapai 1.70 % (Gambar 31). Kalsium diserap dan ditranslokasikan ke jaringan tanaman melalui aliran masa dan akumulasinya lebih banyak pada jaringan yang aktif melakukan transpirasi, seperti halnya di daun. Sehingga sangat logis apabila kadar Ca di jaringan daun lebih tinggi dari pada di mesokarp dan
95
80
240,7e-2,10x
y= R² = 0,556
70 PAGK (%)
60 50 40 30 20 10 0 0.50 0,5
0.75 0,75
1.00 1
1.25 1,25
1.50 1,5
Karacak Barengkok Garogek P.Mulia Pakandangan Koto Lua Baringin P.Laweh Lalan Sukarame Expon. (PAGK)
1.75 1,75
Kadar Ca daun (%)
Gambar 31. Hubungan kadar Ca di daun dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) endokarp. Pola keterkaitan Ca daun dengan persentase aril bergetah kuning selaras dengan hubungan Ca di endokarp dan Ca di mesokarp terhadap persentase aril bergetah kuning pada 10 sentra produksi manggis yang diteliti. Hal ini menunjukkan bahwa kadar Ca di daun dapat digunakan untuk memprediksi kejadian cemaran getah kuning pada buah manggis. Kadar Ca daun yang berkisar dari 1 hingga 1.40 % dapat menurunkan persentase aril bergetah kuning dari 73 % menjadi 40 hingga 25.0 % dan apabila kadar Ca meningkat di atas 1.40 % hingga 1.70 % maka persentase aril bergetah kuning dapat ditekan menjadi 10 % hingga 4.0 %. Distribusi Ca di daun yang tinggi dan persentase aril bergetah kuning yang rendah ditemukan di Nagari Baringin dan Padang Laweh, sedangkan kadar Ca di daun yang rendah tetapi tinggi status persentase aril bergetah kuning buahnya terdapat di Nagari Pakandangan. Mangan yang terakumulasi di jaringan daun juga berkontribusi dalam meningkatkan persentase aril bergetah kuning, seperti halnya di jaringan endokarp dan mesokarp. Hal ini mengindikasikan bahwa efek negatif dari Mn yang diduga berlebih pada berbagai jaringan akan berakibat meningkatnya cemaran getah kuning pada aril. Akumulasi Mn di daun juga lebih tinggi kadarnya dari pada di endokarp dan mesokarp. Mangan terlibat dalam fotosintesis, respirasi dan aktivasi beberapa enzim, termasuk superoksida dismutase, NADP-spesifik dekarbosilasi malat dehidrogenase dan nitrat reduktase (Mukaopadhyay dan pada di jaringan endokarp dan mesokarp. Mangan dalam konsentrasi yang sangat
96
tinggi
menghambat
pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman
dengan
mengganggu proses metabolisme (Macfie dan Taylor 2008; Hauck et al. 2002). Mangan dapat menjadi sangat toksik untuk pertumbuhan tanaman. Berbagai mekanisme untuk mengatasi toksistas tersebut termasuk konversi logam tersebut ke senyawa metabolik tidak aktif, seperti komplek khelat Mn2+ atau penyerapan Mn2+ atau kelat komplek Mn2+ ke dalam kompartemen internal seperti vakuola. Pada level seluler, akumulasi Mn terutama di vakuola dan khloroplas serta berasosiasi dengan dinidng sel (McCain dan Markley 1999; Quiguampoix et al.1993; Gonzales dan Lynch 1999). Selain itu Mn juga diakumulasi ke dalam endoplasmic reticulum (Wu et al. 2002). Efek negatif dari kelebihan kadar unsur hara Mn di daun terhadap persentase aril bergetah kuning nampaknya berafiliasi dengan rendahnya kadar unsur hara Ca di daun. Hal ini terlihat pada lokasi sentra produksi manggis yang mempunyai kadar Ca daun yang rendah seperti di Pakandangan, Garogek dan Sukarame (Gambar 32). Pada ketiga lokasi tersebut kadar unsur hara Mn daun di atas 400 mg.kg-1 hingga 700 mg.kg-1 berakibat meningkatnya persentase aril bergetah kuning manjadi 40 % hingga 73 %, yaitu Ca daunnya hanya berkisar 0.70 mg.kg-1 hingga 1.10 g.kg-1. Kontradiktif dengan lokasi yang mempunyai kadar Ca di daun yang relatif tinggi seperti di Karacak, Barengkok, Pusaka Mulia, Koto Lua, dan Lalan, yaitu persentase aril bergetah kuning ke lima lokasi tersebut hanya berkisar dari 12 % hingga 35 %. Meskipun kadar unsur hara Mn di daun pada kelima lokasi tersebut 400 hingga 880 g.kg-1, tetapi kadar Ca di daunnya pada ke lima lokasi tersebut berkisar 0.8−1.58 %. Fenomena ini menunjukkan bahwa unsur hara Mn yang berlebih di dalam jaringan akan dieliminasi oleh unsur hara Ca. Diduga Mn daun yang tinggi tersebut dikompartementasi di vakuola, sehingga toksisitasnya berkurang dan tidak terlalu besar efeknya terhadap cemaran getah kuning pada aril. Disamping unsur hara Mn diduga mengalami kompartementasi di vakuola, kadar unsur hara Ca juga menekan kadar Mn di jaringan daun (Gambar 29), dengan koefisien jalurnya −0.53. Penurunan kadar unsur hara Mn yang dratis akibat eliminasi dari unsur hara Ca di daun ditemukan di Baringin dan Padang laweh (Gambar 32), yaitu Mn daun hanya berkisar 100 mg.kg-1 _ 200 g.kg-1, sedangkan kadar unusr hara Ca di daun pada kedua lokasi
97
80
Karacak
PAGK
70
Barengkok
60
Garogek
50
P.Mulia
40
Pakandangan Koto Lua
30
Baringin
20
P.Laweh
10
Lalan
0
Sukarame 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900 1000
Kadar Mn daun (ppm)
Gambar 32. Hubungan kadar Mn di daun dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) tersebut berkisar dari 0.99 % hingga 1,70 % (Gambar 31). Hal ini sejalan dengan pendapat Hirsci (2004), bahwa Ca berperan penting terhadap cekaman biotik dan abiotik. Unsur hara Cu yang terakumulasi di daun berkontribusi secara langsung dalam menginduksi persentase aril bergetah kuning. Keterlibatan Cu di daun ini sejalan dengan yang terjadi di endokarp dan mesokarp, yaitu berperan secara tidak langsung dalam menginduksi persentase aril bergetah kuning. Unsur hara Cu merupakan hara mikro esensial yang diperlukan untuk perkembangan tanaman, tetapi apabila akumulasinya melebihi kebutuhan seluler, Cu menjadi sangat toksik karena Cu mampu mengkatalis pembentukan radikal bebas berbahaya atau menginisiasi peroksidasi lipid (Gutteridge 1984). Hal yang penting dari toksisitas Cu adalah menghasilkan oksidatif stres. Kelebihan Cu dapat mempercepat terbentuknya jenis oksigen reaktif berbahaya (ROS). Umumnya ROS seperti anion superoksida (O 2 ), hydrogen peroksida (H 2 O 2 ), dan hidroksil radikal (HO) dapat merusak molekul biologi (DNA, RNA, dan protein) dan membran dengan menginduksi peroksida lipid (Halliwell dan Gutteridge 1984); Aust et al, 1985; Weckx dan Clijsters 1996; Jacques dan Hille 2005). Spesies oksigen reaktif bereaksi dengan lipid, protein, pigmen, dan asam nukleat, lipid peroksida, dan menyebabkan kerusakan membran, sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup sel (Hartley-Whitaker et al. 2001; Tewari et al. 2006).
98
Unsur hara P, K, Mg, dan B yang terakumulasi di daun berkontribusi dalam mennginduksi persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung melalui Ca, Mn, dan Cu. Kontribusi P dan K dalam menginduksi persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung disebabkan oleh interaksinya yang tinggi di dalam meningkatkan Cu, sedangkan Mg dan B secara berturut-turut meningkatkan Cu dan Mn. Hara yang berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung adalah implikasi dari interaksi yang tinggi dari hara tersebut dalam meningkatkan Ca atau menurunkan Mn, seperti yang terlihat pada hara P. Fenomena ini memperkuat bukti bahwa interaksi antar hara juga berpengaruh secara tidak langsung dalam meningkatkan atau menurunkan cemaran getah kuning pada buah manggis. Unsur hara B di daun dari hasil analisis regresi menunjukkan pola hubungan polynomial dengan persentase aril bergetah kuning, persamaan regresinya adalah Y = 0.020 x2 − 3.46+152.5, R2 = 0.571 (Gambar 33). Kadar optimum unsur hara B untuk mengeliminasi persentase aril bergetah kuning dari persamaan regresi ini adalah 86.5 ppm. Keterkaitan unsur hara B dengan persentase aril bergetah kuning ini memperlihatkan bahwa unsur hara B pada hakikatnya diperlukan untuk mengeliminasi cemaran getah kuning namun kelebihan kadarnya menyebabkan meningkatnya cemaran getah kuning pada aril. Unsur hara B merupakan bagian dari komponen struktural sel dan berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran sturuktur dinding sel, mendukung bentuk, kekuatan sel tanaman (Hu dan Brown 1994; Marschner 1995 O’Neill et al. 2004) B oron sebagai asam borate terikat bersama dua rantai rhamnogaladuronan II untuk membentuk kompleks boron-polisakarida (Kobayashi et al. 1996) (Gambar 2). Matoh et al. (1996) mengemukakan bahwa jumlah RG-II yang ada di dalam dinding sel berkorelasi dengan kebutuhan boron dari tanaman yang sedang berbunga. Dua molekul RG-II terkait silang satu sama lain oleh diester borat (Kobayashi et al, 1996). Beberapa hasil penelitian juga menduga bahwa interaksi antara borate dan pektin penting bagi struktur dinding sel untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Matoh et al, 1993;. Hu dan Brown, 1994; Hu et al, 1996). Fleischer et al.(1998) menyatakan bahwa defisiensi B menyebabkan melemahnya dinding sel dan sel mati karena lepasnya organel-organel sel, yang
99
80
y = 0.020x2 - 3.46x + 152.5 R² = 0.571
70 60 PAGK (%)
50 40 30 20 10 0 30
50
70
90
110
130
150
Karacak Barengkok Garogek P.Mulia Pakandangan Koto Lua Baringin P.Laweh Lalan Sukarame Poly. (PAGK)
Kadar B daun (ppm)
Gambar 33. Hubungan kadar B di daun dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) diindikasikan oleh pecahnya dinding sel. Kekurangan boron juga menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia, meliputi perubahan struktur dinding sel, perubahan fungsi dan integritas membran, perubahan aktivitas enzim dan produksi sebagian besar metabolit tanaman. Defisiensi B juga akan menyebabkan kebocoran membran (Dordas dan Brown 2005). Kekurangan kadar unsur hara B dalam kaitannya dengan persentase aril bergetah kuning dari hasil penelitian ini terlihat pada kadar 75 ppm hingga 35 ppm yang menyebabkan meningkatnya persentase aril bergetah kuning. Kadar unsur hara B yang tinggi di daun, yaitu > 90 ppm juga menyebabkan meningkatnya persentase aril bergetah kuning. Fenomena ini sejalan dengan keterkaitan kadar hara B di endokarp dan mesokarp dengan cemaran getah kuning pada aril, yaitu pada kadar yang terlalu tinggi menyebabkan meningkatnya persentase aril bergetah kuning. Diduga kadar unsur hara B yang terlalu tinggi bersifat toksik dan menyebabkan bocornya saluran getah kuning seperti diindikasikan oleh meningkatnya persentase aril bergetah kuning. Kelebihan B menyebabkan efek fisiologi yang negatif, antara lain penurunan khlorofil daun, penghambatan fotosintesis, menurunkan konduktifitas stomata (Lovvat dan Bates 1984). Kelebihan B mengganggu sintesis sel (Reid et al. 2004). Toksisitas B menginduksi oksidatif dan kerusakan pada daun barley (Karabal et al. 2003). Pada apel (Malus domestica) dan grapefruit (Vitis vinifera) telah dilaporkan bahwa toksisitas B menginduksi kerusakan oksidatif oleh peroksida lipid dan akumulasi hidrogen peroksida (Molassiotis et al. 2006; Gunes et al. 2006).
100
Pengaruh Sifat Fisika Tanah terhadap Cemaran Getah Kuning Sifat fisika tanah juga diduga berpergaruh terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama elemen sifat fisika tanah yang berkaitan dengan proses fisiologis tanaman. Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa persentase aril bergetah kuning (PAGK) secara langsung dipengaruhi oleh ruang pori total tanah (RPT) dan air tersedia (ATS)(PAGK = −0.44*RPT −0.27*ATS, R² = 0.32). Persentase aril bergetah kuning akan menurun dengan meningkatnya ruang pori total dan air tersedia. Bahan organik dan permeabilitas berpengaruh secara tidak langsung melalui air tersedia, sedangkan bobot isi melalui ruang pori total, permeanilitas dan air tersedia berpengaruh secara tidak langsung terhadap persentase aril bergetah kuning. Bahan organik dan permeabilitas secara tidak langsung berperan mengeliminasi persentase aril bergetah kuning, sedangkan bobot isi berkontribusi melalui ruang pori total dan air tersedia meningkatkan persentase aril bergetah kuning (Gambar 34 Tabel 26).
ATS
0.67
0.44 1.00
BO -0.34
0.24 0.24 PMB
PAGK
0.74
0.65
-0.37 1.00
BI -0.43 -0.85 RPT
0.28
Chi-Square=10.69, df=7, P-value=0.15254, RMSEA=0.074 Gambar 34. Pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) Keterangan: ATS = Air tersedia; BI = Bobot isi BO = Bahan organik, PMB = Permeabilitas RPT = Ruang pori total tanah
101
Tabel 26. Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) Karakter fisika tanah ATS RPT PMB BO BI
Langsung -0.34 -0.43
Pengaruh Tidak langsung
-0.08 -0.17 0.37
Total -0.34 -0.43 -0.08 -0.17 0.37
Persentase aril bergetah kuning mengalami pemenurunan apabila ruang pori total dan air tersedia tanah meningkat atau sebaliknya mengindikasikan bahwa air tersedia dan ruang pori total berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning. Ruang pori total berperan penting dalam menyediakan air bagi tanaman dan air tersedia akan menentukan stabilitas turgor tanaman. Tekanan turgor yang stabilitas tentunya akan meminimalisasi kejadian pecahnya diding sel tanaman. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ruang pori total tanah dan air tersedia berkontribusi menurunkan cemaran getah kuning pada aril, seperti yang diindikasikan oleh menurnnya persentase aril bergetah kuning pada ruang pori total tanah dan air tersedia yang meningkat. Bahan organik dan permeabilitas secara tidak langsung juga berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning, adalah merupakan efek tidak langsung dari fungsi bahan organik dan permeabilitas dalam meningkatkan ketersediaan air tanah. Tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi akan meningkatkan kapasitas tanah mengikat air dan air tersebut terdistribusi secara merata apabila permeabilitasnya baik. Permeabilitas tanah sendiri juga akan meningkat dengan peningkatan bahan organik. Sehingga bahan organik dan permabilitas secara tidak langsung juga meningkatkan stabilitas turgor sel jaringan tanaman, termasuk dalam stabilisasi sel saluran getah kuning. Bobot isi tanah juga merupakan sifat fisika tanah yang berpengaruh terhadap ruang pori total, permeabilitas dan ketersediaan air. Bobot isi tanah yang meningkat akan menurunkan ruang pori total, permeabilitas dan air tersedia, sehinga secara tidak langsung bobot isi tanah berkontribusi meningkatkan persentase aril bergetah kuning.
102
Pengaruh Sifat Fisika Tanah terhadap Persentase Kulit Buah Bergetah Kuning (PKGK) Hasil análisis jalur menunjukkan bahwa air tersedia dan ruang pori total berpengaruh langsung terhadap persentase kulit buah bergetah kuning, persamaan strukturalnya adalah PKGK = −0.18*RPT −0.19*ATS −0.43*PMB, R² = 0.37). Persentase kulit buah bergetah kuning akan mengalami penurunan dengan meningkatnya air tersedia, ruang pori total dan permabilitas tanah. Hal ini menunjukkan bahwa air tersedia, ruang pori total dan permeabilitas tanah berkontribusi mengeliminasi cemaran getah kuning pada kulit buah. Bahan organik dan bobot isi juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap persentase kulit buah bergetah kuning, yaitu bahan organik berkontribusi mengeliminasi sedangkan bobot isi tanah menyebabkan meningkatnya persentase kulit buah bergetah kuning secara tidak langsung (Gambar 35 dan Tabel 27). Keterkaitan air tersedia dan ruang pori total tanah secara langsung terhadap persentase kulit buah bergetah kuning menunjukkan pola yang sama dari dua elemen sifat fisika tanah tersebut dengan persentase aril bergetah kuning. Hal ini menunjukkan bahwa air tersedia dan ruang pori total tidak hanya berkontribusi langsung mengeliminasi cemaran getah kuning pada aril tetapi juga terhadap kulit buah. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa ketersediaan air memberikan pengaruh yang cukup penting terhadap kualitas buah dan retak buah. Anwarudin et al. (2010), melaporkan bahwa pemberian air secara kontinyu mampu menurunkan getah kuning aril buah manggis sebesar 23.05 % dibandingkan tanpa pemberian air. Air tersedia tanah yang stabil akan mengeliminasi fluktuasi penyerapan air dan dinamika tekanan turgor yang tinggi dalam waktu singkat. Hal ini akan meminimalkan tekanan dan pecahnya saluran getah kuning sehingga cemaran getah kuning menjadi minimal. Pada kasus retak buah juga dilaporkan bahwa ketersediaan air, terutama dari suasana kering ke kondisi ketersediaan air yang berlebih atau akibat irigasi, menginduksi ukuran buah dari relatif kecil menjadi besar. Hal ini dapat mendukung kejadian retak buah melalui intensifikasi tekanan (Milad dan Shackel 1992; McFadyen et al. 1996). Keretakan buah terjadi karena peningkatan ukuran buah yang cepat ketika ada air berlimpah dan temperatur tinggi, terutama kondisi ini terjadi sebagai kelanjutan periode stres.
103
ATS
0.67
0.44 1.00
-0.19
BO
0.24 0.24 0.74
PMB
-0.41
PKGK
0.62
-0.37 1.00
-0.18
BI -0.85 RPT
0.28
Chi-Square=4.19, df=6, P-value=0.65099, RMSEA=0.000 Gambar 35. Pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) Tabel 27. Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) Karakter fisika tanah ATS RPT PMB BO BI
Langsung -0.19 -0.18 -0.41
Pengaruh Tidak langsung
-0.05 -0.19 0.32
Total -0.19 -0.18 -0.46 -0.19 0.32
Dorais et al. (2001) mengemukakan bahwa keretakan buah secara umum berkaitan dengan dorongan air dan gula yang cepat ke arah buah ketika elastisitas cuticula dan ketahanannya lemah. Michael et al. (2009) juga mengemukakan bahwa ketersediaan air mendadak adalah penyebab terlalu cepatnya perluasan buah yang menghasilkan keretakan buah. Bahan organik dan permeabilitas berpengaruh terhadap persentase kulit buah bergetah kuning dan persentase aril bergetah kuning. Elemen sifat fisika tanah ini meskipun berpengaruh secara tidak langsung, tetapi juga berkontribusi terhadap cemaran getah kuning baik pada aril maupun pada kulit buah. Bahan organik tanah berperan meningkatkan kapasitas tanah untuk mengikat air dan juga
104
meningkatkan permeabilitas tanah. Cristensen (1996) mengemukakan bahwa retensi air oleh bahan organik itu sendiri adalah merupakan efek C organik, dimana bahan organik memodifikasi ketersediaan situs adsorpsi dari mineral liat untuk air. Ruang pori total biasanya meningkat dengan penambahan bahan organik tanah karena agregasi meningkat (Tiarks et al. 1974; Sanchez et al. 1989). Kapasitas memegang air meningkat pada tegangan rendah seperti pada kapasitas lapang (0,033 MPa) terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah pori-pori halus. Kandungan karbon organik yang tinggi meningkatkan retensi air (Rawls et al. 2003). Peningkatan di dalam kandungan C dari tanah meningkatkan agregasi, menurunkan bulk density, meningkatkan kapasitas menahan air, dan konduktivitas hidraulik (Tiarks et al. 1974). Hudson (1994) melaporkan bahwa tanah yang tinggi bahan organiknya mempunyai kapasitas memegang air tersedia yang lebih besar dari pada tanah dengan tekstur sama tapi rendah bahan organiknya. Barzergar et al (2002) juga melaporkan bahwa air tersedia meningkat sebagai akibat penambahan jumlah bahan organik. Pada tanah berstektur kasar dan rendah kandungan karbonnya, peningkatan kadar karbon mengakibatkan peningkatan retensi air tetapi untuk tanah berstektur halus akan mengurangi retensi air. Pada tanah yang mengandung karbon tinggi, peningkatan karbon akan meningkatkan retensi air dari semua tekstur tanah (Rawls et al. 2003). Pengaruh Sifat Fisika Tanah dan Ketersediaan Hara Tanah Terhadap Cemaran Getah Kuning Keterkaitan sifat fisika tanah dengan ketersediaan hara tanah dapat digunakan untuk melihat asosiasi elemen sifat fisika tanah spesifik dengan jenis hara tertentu dalam mempengaruhi cemaran getah kuning pada buah manggis. Asosiasi elemen sifat fisik tanah dengan jenis hara tertentu dapat berpengaruh secara langsung atau secara tidak langsung terhadap peubah cemaran getah kuning. Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa persentase aril bergetah kuning dipengaruhi oleh asosiasi elemen sifat fisika (bahan organik, air tersedia, bobot isi) dan hara (Ca, Mn, B, Cu, Zn) tanah tersedia (Gambar 36). Persamaan struktural dari pengaruh sifat fisika dan hara tersedia tanah terhadap persentase aril bergetah kuning disajikan pada Tabel 28.
Persamaan struktural tersebut
105
ATS
1.00
0.26 1.00
BO
0.46
Ca-t
0.38
0.15 -0.19 1.00
BI
0.20
0.30 PAGK
0.52 1.00
-0.49
0.60
-0.30
Cu-t
0.19
0.41
0.56
Mn-t Zn-t
0.66
0.67
-0.46 0.18
B-t
0.76
Chi-Square=24.40, df=16, P-value=0.08106, RMSEA=0.074 Gambar 36. Pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) menunjukkan bahwa persentase aril bergetah kuning secara langsung dipengaruhi oleh Ca, Mn tanah tersedia dan air tersedia tanah. Persentase aril bergetah kuning akan menurun dengan meningkatnya Ca dan air tersedia tanah dan akan mengalami peningkatan jika Mn tersedia tanah meningkat. Hal ini menunjukkan konsistensi dari keterlibatan dari peranan Ca, Mn, dan air tersedia dalam mengendalikan cemaran getah kuning pada buah manggis. Kalsium adalah hara yang berperan sebagai eliminator, sedangkan Mn berkontribusi sebagai induktor persentase aril bergetah kuning. Air tersedia juga merupakan sifat fisika tanah yang berperan secara konsisten dalam mengeliminasi persentase aril bergetah kuning. Bahan organik tanah juga menunjukkan kontribusinya meningkatkan Ca, sehingga secara tidak langsung berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning. Bobot isi tanah berpengaruh meningkatkan Ca dan Mn tersedia tanah, tetapi kontribusinya lebih besar dalam meningkatkan Mn dari pada Ca
106
Tabel 28. Persamaan struktural dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) Faktor Faktor Independent Dependent PAGK = −0.49*Ca-t + 0.41*Mn-t −0.19*ATS
Determinasi R² = 0.43
Ca-t
= 0.30*Zn-t −0.30*B-t + 0.46*BO + 0.15*BI + 0.26*ATS
R² = 0.60
Mn-t
= 0.52*BI + 0.19*Cu-t
R² = 0.34
Zn-t
= 0.18*B-t + 0.56*Cu-t
R² = 0.29
B-t
= −0.46*Mn-t + 0.20 ATS
R² = 0.25
tersedia tanah sehingga secara komulatif berperan dalam menginduksi persentase aril bergetah kuning (Tabel 29). Unsur hara Zn tersedia tanah berkontribusi meningkatkan Ca tersedia tanah dan secara tidak langsung berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning. Unsur hara Cu berpengaruh meningkatkan Zn, dan B tersedia tanah dan secara tidak langsung berkontribusi menurunkan persentase aril bergetah kuning karena kontribusinya lebih besar dalam meningkatkan Zn. Boron karena berperan menurunkan Ca dan meningkatkan Zn tanah tersedia sehingga hara ini berkontribusi meningkatkan persentase aril bergetah kuning. Tabel 29. Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase aril bergetah kuning (PAGK) Karakter fisika tanah Ca-t Mn-t Cu-t Zn-t B-t ATS C-t BI
Langsung -0.49 0.41
-0.19
Pengaruh Tidak langsung -0.06 -0.03 -0.11 0.15 -0.10 -0.23 0.14
Total -0.49 0.35 -0.03 -0.11 0.15 -0.29 -0.23 0.14
107
Pengaruh Sifat Fisika dan Ketersediaan Hara Tanah terhadap Persentase Kulit Buah Bergetah Kuning (PKGK) Persentase kulit buah bergetah kuning juga dipengaruhi oleh interaksi antara sifat fisika dan ketersediaan hara tanah (Gambar 37). Persamaan struktural dari interaksi elemen sifat fisika dan hara tersedia tanah ini disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Persamaan struktural dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) Faktor Faktor Independent Determinasi Dependent PKGK R² = 0.25 = −0.13*Ca-t + 0.30*Mn-t −0.34*ATS Ca-t
= 0.30*Zn-t −0.30*B-t + 0.46*BO + 0.15*BI +
R² = 0.60
0.26*ATS Mn-t
= 0.52*BI + 0.19*Cu-t
R² = 0.34
Zn-t
= 0.18*B-t + 0.56*Cu-t
R² = 0.34
B-t
= 0.46*Mn-t + 0.20*ATS
R² = 0.29
Air tersedia, bahan organik dan bobot isi tanah adalah elemen sifat fisika tanah yang berinteraksi dengan unsur hara Ca, B, Mn, Cu, Zn tersedia tanah dalam mempengaruhi persentase kulit buah bergetah kuning. Persentase kulit buah bergetah kuning secara langsung juga dipengaruhi oleh air tersedia, Ca, dan Mn tersedia tanah. Air tersedia dan Ca tersedia tanah yang meningkat akan menurunkan persentase kulit buah bergetah kuning, dan peningkatan persentase kulit buah bergetah kuning berbanding lurus dengan pertambahan Mn tersedia tanah. Air tersedia juga meningkatkan Ca, B tersedia tanah, sehingga air tersedia juga berkontribusi secara tidak langsung mengeliminasi persentase kulit buah bergetah kuning. Bahan organik tanah berperan meningkatkan Ca tanah tersedia, sehingga secara tidak langsung berkontribusi menurunkan persentase kulit buah bergetah kuning. Bobot isi tanah juga menunjukkan perannya dalam meningkatkan Ca tersedia tanah, namun kontribusinya lebih besar dalam meningkatkan Mn tersedia tanah, sehingga secara tidak langsung berpotensi dalam meningkatkan persentase kulit buah bergetah kuning (Tabel 31). Kalsium dan Mn tersedia tanah adalah hara yang konsisten dalam mempengaruhi cemaran getah kuning, seperti ditunjukkan oleh persentase aril
108
1.00
ATS 0.26
0.46 1.00
Ca-t
BO 0.15
1.00
-0.13 0.30
BI
0.38
-0.34
0.20 0.52
1.00
PKGK
0.77
-0.30
Cu-t 0.19
0.30
0.56
Mn-t Zn-t
0.66
0.67
-0.46 0.18 B-t
0.76
Chi-Square=24.40, df=16, P-value=0.08106, RMSEA=0.074 Gambar 37. Pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara tanah terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) Tabel 31. Koefisien jalur dari pengaruh sifat fisika dan ketersediaan hara terhadap persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) Karakter fisika tanah Ca-t Mn-t Cu-t Zn-t B-t ATS C-t BI
Langsung -0.13 0.30
-0.34
Pengaruh Tidak langsung -0.02 0.03 -0.05 0.04 -0.03 -0.06 0.14
Total -0.13 0.28 0.03 -0.05 0.04 -0.37 -0.06 0.14
bergetah kuning dan persentase kulit bergetah kuning. Persentase kulit bergetah kuning secara langsung akan menurun dengan peningkatan Ca tersedia tanah dan akan meningkat dengan
pertambahan Mn tersedia tanah. Kontribusi Zn
109
tersdia tanah juga terlihat konsisten dalam mengeliminasi persentase kulit buah bergetah kuning secara tidak langsung, begitu pula halnya Cu dan B tersedia tanah berkontribusi secara tidak langsung menginduksi persentase kulit buah bergetah kuning. Kontribusi air tersedia dalam mengeliminasi cemaran getah kuning seperti yang diindikasi oleh persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning menunjukkan bahwa air merupakan faktor lingkungan yang berperan penting mengendalikan cemaran getah kuning, disamping hara Ca. Air tersedia yang diserap oleh tanaman sangat menentukan stabilitas turgor tanaman dan tekanan turgor pada saluran getah kuning buah manggis. Stabilitas turgor akan meminimalkan terjadinya fluktuasi dan pecahnya saluran getah kuning. Air tersedia yang rendah tentunya akan meningkatkan tekanan turgor dan akan memicu terjadinya cemaran getah kuning. Perubahan tekanan turgor akan memberikan tekanan pada dinding sel-sel epitel, baik dari dalam (karena turgor plasma sel), maupun dari luar (turgor cairan getah). Apabila dinding sel epitel lemah akibat kekurang Ca, maka sel-sel epitel mudah pecah dan akan menyebabkan cemaran getah kuning pada aril (Poerwanto et al. 2010). Secara tidak langsung air juga menunjukkan kontribusinya melalui ketersediaan Ca dalam mengeliminasi cemaran getah kuning. Air tersedia berperan penting untuk meningkatkan kelarutan Ca dan sebagai media translokasi Ca dari akar ke jeringan tanaman yang membutuhkan. Kalsium sebagian besar immobile dalam floem dan didstribusikan oleh air dalam aliran transpirasi (White dan Broadly 2003). Distribusi hara pada berbagai bagian tanaman juga tergantung pada kosentrasi hara dan ketersediaan air di daerah perakaran (Zwieniecki et al. 2003). Air berfungsi sebagai penyelenggara berbagai proses dan fungsi organ tanaman seperti dalam pembentukan dan pengisi sel organ, pengatur turgiditas sel, pelarut bahan padat maupun gas dalam bentuk senyawa kimia organik, zat reaktan serta pengendali suhu organ tanaman (Lee dan Kader 2000). Kondisi kering juga mengurangi pengambilan Ca dan menimbulkan peningkatan keretakan buah (Li dan Huang 1995).
110
Pengaruh Neraca Air Tanah terhadap Cemaran Getah Kuning Buah Manggis Hasil analisis korelasi antara neraca air mingguan 17 minggu hingga 1 minggu sebelum panen dengan parameter cemaran getah kuning memperlihatkan bahwa hanya neraca air minggu ke 3 sebelum panen yang menunjukkan korelasi yang sangat nyata dengan persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning. Dorly (2009) juga melaporkan bahwa cemaran getah kuning pada aril ditemukan pada saat perkembangan buah 14 hingga 16 minggu setelah antesis atau dalam rentang waktu 3 minggu sampai saat buah dipanen. Keterkaitan persentase aril bergetah kuning dengan neraca air mingguan antar lokasi pada minggu ke 3 sebelum panen adalah dalam bentuk hubungan polynomial, dengan persamaan regresinya adalah y = 0.009 x2 – 0.073 x + 11.48, R2 = 0.866 (Gambar 38). 60 y = 0,009x2 - 0,073x + 11,48 R² = 0,866
50
PAGK (%)
40 30 20 10 0 -20
0
20
40
60
80
Neraca air (mm)
Gambar 38. Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) Surplus air akan menyebabkan peningkatan penyerapan air oleh akar dan ditranslokasikan ke buah manggis. Air yang ditranslokasi ke buah lebih banyak diakumulasi pada bagian kulit buah dari pada aril buah yang ditunjukkan oleh keterkaitan rasio bobot basah kulit buah dengan bobot basah aril dengan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen (Gambar 39). Akibatnya juga terjadi peningkatan ketebalan kulit buah dan bobot basah kulit buah pada kondisi surplus air yang meningkat (Gambar 40 dan 41).
Peningkatan ketebalan kulit buah yang disebabkan oleh penyerapan air berlebihan mengakibatkan tekanan mekanis ke aril buah dan diduga menyebabkan
Rasio bobot basah kulit/bobot basah aril
111
4,5 y = 0,000x2 - 0,005x + 1,963 R² = 0,460 3
1,5 -20
0
20 40 Neraca air (mm)
60
80
Gambar 39. Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan rasio bobot basah kulit buah dengan bobot basah aril 10 Tebal Kulit (mm)
y = 0,001x2 - 0,056x + 7,077 R² = 0,45
5 -20
0
20 40 Neraca air (mm)
60
80
Gambar 40. Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan tebal kulit buah pecahnya sel-sel epitel saluran getah kuning. Dorly (2009) juga melaporkan bahwa perbedaan pertumbuhan antara biji dan aril dengan bagian perikarp buah selama fase pembesaran buah sehingga terjadi desakan mekanik. Akibat desakan tersebut, sel epitel saluran getah kuning yang lemah di endokarp akan rusak sehingga getah kuning keluar mengotori aril. Poerwanto et al. (2010) mengemukakan bahwa salah satu penyebab pecahnya saluran getah kuning adalah terjadinya perubahan tekanan turgor yang menyebabkan desakan mekanik pada saluran getah kuning pada buah akibat fluktuasi ketersediaan air.
112
Bobot basah kulit buah (g)
90 y = 0,014x2 - 0,593x + 57,74 R² = 0,278
60
30 -20
0
20
40
60
80
Neraca air (mm)
Gambar 41. Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan bobot basah kulit buah Keterkaitan neraca air dengan cemaran getah kuning juga diperkuat oleh hubungan persentase juring bergetah kuning dengan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen, dengan persamaan regresinya adalah y = 0.003 x2 + 0.448 x + 6.155, R2 = 0.760 (Gambar 42). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi ketersediaan air, terutama dari suasana kering ke kondisi ketersediaan air yang berlebih atau akibat irigasi, menginduksi ukuran buah dari relatif kecil menjadi besar. Hal ini dapat mendukung kejadian retak buah melalui intensifikasi tekanan (Milad dan Shackel 1992; McFadyen et al. 1996). Keretakan buah terjadi karena pertumbuhan buah yang cepat ketika air berlebih dan temperatur tinggi, terutama kondisi ini terjadi sebagai kelanjutan periode stres. Dorais et al. (2001) mengemukakan bahwa keretakan buah secara umum berkaitan dengan dorongan air dan gula yang cepat ke arah buah ketika elastisitas cuticula dan ketahanannya lemah. Lokasi sentra produksi manggis yang mengalami surplus air tertinggi pada minggu ke 3 sebelum panen ditemukan di Pakandangan dan diikuti oleh Sukarame, Pusaka Mulia, dan Karacak. Nagari Koto Lua dan Baringin adalah daerah yang terendah surplus airnya dan Padang Laweh bahkan mengalami defisit air pada periode tersebut. Cemaran getah kuning yang ditunjukkan oleh persentase
aril
bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning
memperlihatkan pola yang sama dengan kondisi neraca air di masing- masing lokasi yaitu tertinggi di Pakandangan dan terendah di Padang Laweh, diikuti oleh Koto Lua dan Baringin. Fenomena ini menunjukkan bahwa untuk menurunkan
113
60 y = 0,003x2 + 0,448x + 6,155 R² = 0,760
50 PJGK (%)
40 30 20 10 0 -20
0
20
40
60
80
Neraca air (mm)
Gambar 42. Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen dengan persentase juring bergetah kuning (PJGK) PAGK
PJGK
70
60
60
50
50 40
40 30
30 20 10 0 -10
20 10
PAGK dan PJGK (%)
Neraca air 3 minggu sebelum panen
NA3MSP
0 -10
Gambar 43. Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen (NA3MSP) dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) pada sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung cemaran getah kuning diperlukan kondisi air tanah yang tidak berlebih terutama selama periode minggu ke 3 sebelum panen. Cemaran getah kuning disamping berkaitan dengan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen, secara langsung juga dipengaruhi oleh kadar Ca di mesokarp seperti yang telah dikemukakan sebelumnya (Gambar 27 dan 28). Surplus air tanah yang sangat tinggi pada buah yang rendah kandungan Ca di mesokarpnya berimplikasi terhadap tingginya kejadian cemaran getah kuning
114
seperti yang terjadi pada lokasi Nagari Pakandangan. Namun apabila kandungan Ca di mesokarpnya tidak terlalu rendah meskipun surplus airnya relatif tinggi maka persentase aril bergetah kuning pada buahnya lebih rendah dari buah yang sangat rendah Ca di mesokarpnya. Hal ini ditemukan di Desa Karacak, Barengkok, Koto Lua, Lalan dan Sukarame. Hal yang menarik adalah cemaran getah kuning menjadi sangat rendah meskipun surplus atau defisit air tanahya relatif ringan pada buah yang sangat tinggi kandungan Ca di mesokarpnya, seperti yang terjadi di Nagari Baringin, Padang Laweh, dan Koto Lua (Gambar 44). Hal ini sejalan dengan teori mekanisme kejadian cemaran getah kuning yang dikemukan oleh Poerwanto et al. (2010), bahwa salah satu penyebab pecahnya saluran getah kuning adalah karena adanya tekanan turgor akibat perubahan fluktuasi regim kelembaban tanah. Saluran getah kuning yang pecah dalam kaitannya dengan perubahan tekanan tugor yang tinggi terjadi pada sel-sel epitel yang mengalami kekurangan Ca. Dengan demikian buah manggis yang mengalami kekurangan Ca lebih peka terhadap kasus cemaran getah kuning apabila terjadi peningkatan surplus air yang tinggi. NA3MSP
PJGK
Ca-Meso 0,25
60 50 40
0,20 0,15
30 20 10
0,10
Ca mesokarp (%)
Cemaran getah kuning (%)
70
PAGK
0,05
0 -10
0,00
Gambar 44. Hubungan neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen (NA3MSP) dengan persentase aril bergetah kuning (PAGK) dan persentase juring bergetah kuning (PJGK) pada kadar Ca di mesokarp buah yang berbeda di sentra produksi manggis Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung
PEMBAHASAN UMUM Cemaran getah kuning yang ditunjukkan oleh persentase aril bergetah kuning (PAGK), persentase juring bergetah kuning (PJGK) dan persentase kulit buah bergetah kuning (PKGK) bervariasi antar lokasi. Perbedaan cemaran getah kuning antar lokasi sejalan dengan variabilitas sifat kimia, fisika tanah, dan kondisi cuaca (curah hujan dan neraca air) pada lokasi yang berbeda. Ketersediaan hara makro dan mikro tanah, terutama Ca, Mn, Zn, Cu, B adalah elemen sifat kimia tanah yang nenunjukkan variabilitas paling tinggi antar lokasi sentra produksi. Implikasi dari perbedaan ketersediaan Ca, Mn, Cu, Zn, B tanah adalah bervariasinya akumulasi kadar hara ini di jaringan endokarp, mesokarp, dan daun manggis pada lokasi sentra produksi yang berbeda. Kadar Ca, Mn, Cu, dan Zn pada ke tiga jaringan manggis tersebut juga menunjukkan pola keragaman yang sejalan dengan variasi cemaran getah kuning pada lokasi yang berbeda. Persentase aril bergetah kuning secara langsung dipengaruhi oleh Ca dan Mn tanah tersedia. Ketersediaan Ca tanah yang meningkat menyebabkan menurunnya persentase aril bergetah kuning atau sebaliknya dan ketersedian Mn yang meningkat berakibat peningkatan dari persentase aril bergetah kuning atau sebaliknya. Hal ini membuktikan bahwa Ca tanah berperan mengeliminasi cemaran getah kuning pada aril sedangkan Mn berkontribusi menginduksi persentase aril bergetah kuning. Tingkat keparahan cemaran getah kuning pada aril yang ditunjukkan oleh persentase juring bergetah kuning juga secara langsung menurun dengan meningkatnya Ca tanah tersedia atau sebaliknya dan meningkat sejalan dengan pertambahan Mn tanah tersedia. Kalsium tanah tersedia juga berkontribusi dalam menurunkan cemaran getah kuning pada kulit buah manggis, seperti ditunjukkan oleh persentase kulit buah bergetah. Dorly (2009) juga melaporkan bahwa pemberian Ca dalam bentuk dolomit (CaMg(CO 3 )2 signifikan menurunkan skor getah kuning pada kulit buah. Dari beberapa hasil penelitian juga dilaporkan bahwa Ca berperan meningkatkan ketahanan pecah buah leci (Li dan Huang 1995; Lin 2001) dan mengurangi insiden retak buah tomat (Simon 1978).
116
Kalsium adalah hara yang berperan penting dalam menyusunan struktur dinding sel sebagai Ca-pektat pada lamela tengah (Marschner 1995), sangat diperlukan dalam berbagai fungsi dan struktur metabolisme (Hirschi 2004), berkontribusi dalam struktur dan fungsi membran sel (Clarkson dan Hanson, 1980). Meningkatkan level Ca2+ tanah akan meningkatkan stabilitas membran sel (Hirshi 2004). Tanah atau media yang defisiensi Ca2+ dapat menyebabkan disintegrasi dinding sel dan matinya jaringan tanaman (Kirby dan Pilbean 1984). Cemaran getah kuning yang meningkat akibat peningkatan Mn tanah tersedia merupakan suatu fenomena yang aktual dari keterkaitan hara dengan cemaran getah kuning pada buah manggis. Mangan merupakan hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif sedikit oleh tanaman, tetapi apabila penyerapannya berlebih bersifat toksik bagi tanaman (Marschner 1995; Mukhopadhyay et al. 1991). Toksisitas Mn umumnya terjadi di daerah tropis, di mana tanahnya sebagian besar telah mengalami pelapukan dan sangat masam (Hue et al, 2001). Mekanisme toksisitas Mn pada tanaman masih kurang dikenal, namun toksisitasnya telah dikaitkan dengan hasil spesies oksigen reaktif (ROS) yang menyebabkan oksidasi biomolekul (Shi dan Zhu 2008) dan mengganggu berbagai proses metabolisma (Lindon dan Teixeira 2000; Hauck et al. 2003). Unsur hara lain (P, K, Mg, Cu, Zn, B tersedia tanah) secara tidak langsung melalui Ca dan Mn juga berkontribusi mengeliminasi cemaran getah kuning baik pada aril maupun pada kulit buah manggis. Di samping berkontribusi secara tidak langsung terhadap cemaran getah kuning, P, K, Mg, Cu Zn, dan B berperan mempengaruhi ketersediaan Ca dan Mn. Magnesium adalah hara yang paling tinggi frekuensi interaksinya dengan hara lain dalam kaitannya dengan cemaran getah kuning. Kontribusi hara dalam mempengaruhi cemaran getah kuning juga didukung oleh keterkaitan kadar hara di jaringan endokarp, mesokarp, dan daun dengan peubah cemaran getah kuning. Hara tersebut berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mempengaruhi peubah cemaran getah kuning. Hubungan hara di endokarp, mesokarp dan daun dengan peubah cemaran getah merupakan suatu bukti kuat kontribusi hara dalam mempengaruhi cemaran getah
117
kuning pada aril dan kulit buah. Saluran getah kuning terdapat di seluruh jaringan tanaman kecuali pada akar. Khusus pada buah, saluran getah kuning terdapat pada jaringan endokarp, mesokarp, dan eksokarp (Dorly et al. 2008). Beberapa peneliti mengemukakan bahwa indikasi inisiasi awal saluran getah adalah diferensiasi sitoplasmik yang padat dari sel-sel sekretori pada bagian mesokarp parenkima vaskular (Morrison & Polito 1985; Rachmilevitz & Fahn 1982; Dorly 2009).
Akumulasi hara di jaringan endokarp, mesokarp dan daun juga merupakan representasi dari hara tersedia tanah yang diserap oleh tanaman dan berperan penting dalam proses fisiologi dan terhadap kejadian cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah. Persentase aril bergetah kuning secara langsung dipengaruhi oleh Ca, Mn dan B di endokarp dan mesokarp. Kalsium berkontribusi dalam mengeliminasi sedangkan Mn, B di endokarp dan di mesokarp berperan menginduksi persentase aril bergetah kuning. Kontribusi Ca dan Mn baik di endokarp maupun mesokarp seperti halnya di tanah memperkuat bukti bahwa kedua hara ini berperan penting mempengaruhi cemaran getah kuning pada aril buah manggis. Persentase aril bergetah kuning yang menurun akibat peningkatan Ca di endokarp dan mesokarp mengindikasikan bahwa hara ini berperan memperkuat dinding sel saluran getah kuning baik pada endokarp maupun mesokarp. Dinding sel saluran getah kuning yang bocor dan menyebabkan meningkatnya cemaran getah kuning pada aril menjadi minimal pada buah yang mempunyai kadar Ca endokarp dan mesokarp yang tinggi. Keterkaitan Ca endokarp dan mesokarp dengan persentase buah arilnya bergetah kuning didukung oleh korelasi negatif yang sangat nyata, berturut-turut (r = - 6.39, P = 0.00) dan (r = - 0.596, P = 0.00). Dorly et al. (2011) juga melaporkan bahwa penyemprotan buah dengan CaCl 2 meningkatkan Ca di endokarp dan menurunkan skor getah kuning pada aril buah manggis. Kalsium di samping memperkuat dinding sel juga berkontribusi mengeliminasi kation atau anion yang berlebih, seperti yang ditunjukkan dalam mengeliminasi Zn dan B di endokarp. Sebagai kation divalent, Ca2+ dibutuhkan untuk mengatur struktur dinding sel dan membran, serta berperan dalam counter-
118
cation untuk anion anorganik dan organik di vakuola, serta sebagai messenger antar sel di dalam sitosol (Marschener 1995; White 1988). Kontribusi Mn endokarp dan mesokarp juga menunjukkan pola yang sama dengan ketersediaan Mn tanah dalam menginduksi persentase aril bergetah kuning. Akumulasi Mn yang tinggi di jaringan endokarp dan mesokarp adalah akibat penyerapannya yang tinggi oleh akar manggis dari tanah dan didistribusikan dalam jumlah berlebih dari kebutuhan jaringan endokarp dan mesokarp. Unsur hara Mn mudah diserap oleh akar tanaman, cepat ditransportasikan, dan terdistribusi ke berbagai organ, seperti dinding sel, vakuola, badan golgi, dan endoplasmic reticulum (Marschner 1995; Pittman 2005). Kosentrasi Mn yang tinggi bersifat toksik di jaringan tanaman dan dapat mengubah berbagai proses, seperti aktivitas enzim, penyerapan, translokasi, serta pemanfaatan elemen mineral lainnya (Ca, Mg, Fe, dan P). Toksisitas Mn juga menyebabkan stres oksidatif (Ducic dan Polle 2005; Lei et al. 2007). Unsur hara B di endokarp dan mesokarp berkontribusi menginduksi persentase aril bergetah kuning. Unsur hara B merupakan hara mikro esensial yang diperlukan sebagai komponen struktural sel (Hu dan Brown 1994; Brown dan Hu 1996), tetapi apabila akumulasinya berlebih di jaringan tanaman bersifat toksik bagi tanaman. Sejumlah proses fisiologi dilaporkan telah terbukti diubah oleh toksisitas B (Wang 2010), antara lain gangguan pengembangan dinding sel, gangguan metabolik, terikatnya gugus ribose ATP, NADH dan NADPH, terhambatnya pembelahan dan pemanjangan sel (Reid et al. 2004; Stangoulis dan Reid 2002). Toksisitas B di endokarp terlihat pada kadarnya > 150 mg.kg-1 yang ditunjukkan oleh meningkatnya persentase aril bergetah kuning, sedangkan pada kadar B <150 mg.kg-1 persentase aril bergetah kuning mengalami penurunan dengan pertambahan kadar B endokarp. Diduga kelebihan B menyebabkan terhambatnya pembelahan sel saluran getah kuning sehingga dinding sel saluran getah kuning menjadi lemah, mudah pecah dan bocornya getah kuning dari salurannya. Boron pada hakikatnya diperlukan untuk memperkuat dinding sel tanaman. Boron merupakan bagian dari komponen struktural sel dan berperan
119
meningkatkan stabilitas dan ketegaran sturuktur dinding sel, mendukung bentuk, kekuatan sel tanaman (Hu dan Brown 1994; Marschner 1995 O’Neill et al. 2004) dan meningkatkan integritas membran plasma (Marschner 1995; Blevins dan Lukaszewski 1998). Boron sebagai asam borate
terikat bersama dua rantai
rhamnogaladuronan II (RG II) membentuk kompleks boron-polisakarida (Kobayashi et al. 1996) (Gambar 2). Dua molekul RG-II terkait silang satu sama lain oleh diester borat (Kobayashi et al. 1996) Beberapa hasil penelitian juga menduga bahwa interaksi antara borate dan pektin penting bagi struktur dinding sel (Matoh et al. 1993; Hu dan Brown 1994; Hu et al. 1996). Defisiensi B menyebabkan dinding sel tidak berfungsi (O’Neill et al. 2004; Dell dan Huang 1997). Fleischer et al. (1998) juga mengemukakan bahwa defisiensi B mengakibatkan sel mati, terutama disebabkan oleh melemahnya dinding sel. Matinya sel yang istirahat berkaitan dengan lepasnya organel-organel sel, yang diindikasikan oleh pecahnya dinding sel. Seil-sel yang mati akibat defisiensi B menyebabkan kebocoran membran (Hu dan Brown 1994; Dordas dan Brown 2005). Tingkat keparahan cemaran getah kuning aril yang diindikasikan oleh persentase
juring
bergetah
kuning
juga
mengalami
penurunan
dengan
meningkatnya Ca dan Zn di endokap dan mesokarp atau sebaliknya, tetapi meningkat sejalan dengan pertambahan Mn di endokarp, B di endokarp dan di mesokarp atau sebaliknya. Hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat keparahan cemaran getah kuning pada aril adalah akibat defisiensi Ca, Zn di endokarp dan mesokarp, serta terjadinya akumulasi Mn di endokarp, B di endokarp dan mesokarp secara berlebihan. Unsur Ca yang berperan penting dalam memperkuat dinding sel baik di endokarp maupun mesokarp apabila kurang mencukupi akan menyebabkan bocornya dinding sel dan membran plasma di endokarp serta mesokarp sehingga cemaran getah kuning pada aril akan meningkat. Sebaliknya peningkatan kadar Ca di endokarp dan mesokarp akan memperkuat dinding sel dan berimplikasi terhadap penurunan tingkat keparahan cemaran getah kuning pada aril buah.
120
Peningkatan persentase juring bergetah kuning akibat pertambahan kadar Mn di endokarp juga menunjukkan efek yang konsisten dari hara ini dalam menginduksi cemaran getah kuning. Pada sub seluler, Mn2+diakumulasi terutama di vakuola, kloroplas dan sampai batas tertentu dapat berasosiasi dengan fraksi dinding sel (McCain dan Markley 1989; Quiquampoix et al. 1993; González dan Lynch 1999). Namun, kelebihan Mn berbahaya bagi sebagian besar tanaman (González et al. 1998). Unsur hara Mn adalah logam redoks sensitif dan efek racunnya pada konsentrasi tinggi telah dikaitkan dengan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) seperti superoksida radikal (O 2 • -), hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) dan hidroksil radikal (OH •) (González et al. 1998;.Shi dan Zhu 2008). Spesies oksigen reaktif (ROS) dapat menyerang lipid, protein dan asam nukleat, dan menyebabkan oksidasi yang mengakibatkan gangguan metabolisme seluler (Salin 1988; González et al, 1998;. Shi dan Zhu 2008). Toksisitas Mn juga menginduksi stres oksidatif beberapa spesies tanaman dan mengubah aktifitas antioksidan dari enzim (Demirevska-Kepora et al. 2004; Boojar and Goodarzi 2008). Unsur B di endokarp dan mesokarp juga menunjukkan efek yang sama dengan Mn di endokarp dalam menginduksi tingkat keparahan cemaran getah kuning (persentase juring bergetah kuning). Konsentrasi B yang tinggi di endokarp dan mesokarp diduga telah mengganggu berbagai proses metabolism dan aktivitas enzim di jaringan endokarp dan mesokarp sehingga menyebabkan rusaknya dinding sel dan membran plasma sel pada kedua jaringan kulit manggis tersebut. Akibatnya sel saluran getah kuning di endokarp dan mesokarp menjadi abnormal dan bocor serta meningkatkan keparahan cemaran getah kuning seperti yang diindikasikan oleh meningkatnya persentase juring bergetah kuning apabila kosentrasi B di endokarp dan mesokarp bertambah. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa konsentrasi B yang tinggi dalam media pertumbuhan merangsang tingkat SOD dan aktivitas POD pada batang bawah apel (Molassiotis et al. 2006), peningkatan SOD dalam barley (Karabal et al. 2003). Tingkat keparahan cemaran getah kuning disamping dieliminasi oleh Ca di endokarp dan mesokarp juga membutuhkan Zn di endokarp dan mesokarp untuk mengimbangi efek toksisitas dari Mn dan B. Unsur Zn diperlukan untuk
121
detoksifikasi kation ROS termasuk O 2 (Super oksida radikal) dan H 2 O 2 (hidrogen peroksida) yang diduga dirangsang oleh kelebihan Mn dan B. Disamping itu apabila Zn menurun dan diduga kurang mencukupi di dalam jaringan akan menyebabkan terganggunya proses fisiologis dan merusak sel-sel saluran getah kuing. Hal ini diindikasikan oleh meningkatnya persentase juring bergetah kuning pada kadar Zn yang menurun di endokarp dan mesokarp. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa jumlah Zn yang rendah dalam sel tanaman dapat meningkatkan produksi O 2 selama transpor elektron fotosintetik (Marschener dan Cakmak 1989; Cakmak et al, 1995; Cakmak dan Engels 1999), meningkatkan O 2 dan menyebabkan NADPH oksidase membran terikat (Marschener 1988; Printon et al, 1994). Unsur Zn secara tidak langsung diperlukan untuk meningkatkan aktivitas enzim yang terlibat dalam detosifikasi H 2 O 2 seperti catalase, peroksidase
ascorbat, dan glutation reduktase (Cakmak 2000). Hilangnya
integritas membran akibat gangguan ROS adalah salah satu efek utama dari defisiensi Zn (Cakmak dan Marshener 1988). Akumulasi hara di daun, terutama P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, Zn, Cu, dan B, juga mempengaruhi cemaran getah kuning pada aril, seperti yang ditunjukkan oleh keterkaitan hara ini dengan persentase aril bergetah kuning. Pada jaringan daun, Ca, Mn dan Cu adalah hara yang berpegaruh secara langsung terhadap persentase aril bergetah kuning, yaitu Ca berkontribusi mengeliminasi, sedangkan Mn dan Cu menginduksi persentase aril bergetah kuning. Hara yang berpengaruh secara tidak langsung adalah P, K, Mg, Fe, B, yaitu P, K, Zn menurunkan dan Mg, Fe, dan B menyebabkan meningkatnya persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung. Keterkaitan Ca dan Mn daun dengan persentase aril bergetah kuning juga memperkuat bukti bahwa unsur Ca dan Mn secara konsisten baik di jaringan kulit buah (endokarp dan mesokarp) maupun di daun berperan dalam mengendalikan cemaran getah kuning. Unsur Ca seperti halnya di jaringan kulit buah (endokarp dan mesokarp) berperan mengeliminasi, sedangkan Mn menginduksi persentase aril bergetah kuning. Keterkaitan Ca dan Mn di daun dengan cemaran getah kuning dapat digunakan sebagai indikator status Ca dan Mn di daun dalam
122
hubungannya dengan cemaran getah kuning pada buah manggis. Kadar Ca di daun yang relatif aman dalam kaitannya dengan cemaran getah kuning pada aril adalah berkisar antara 1.40 % hingga 1.70 %, yaitu mampu menekan persentase aril bergetah kuning hingga kisaran 25 % hingga 4 % di berbagai lokasi. Penurunan kadar Ca daun hingga dari 1.44 % hingga 0.7 % akan berimplikasi terhadap peningkatan persentase aril bergetah kuning dari 26 % sampai 73 %. Sedangkan kadar Mn daun yang relatif minimal efeknya terhadap persentase aril bergetah kuning adalah pada kisaran 60 mg.kg-1 hingga 300 mg.kg-1, hanya berdampak meningkatnya persentase aril bergetah kuning ≤ 25 %, sedangkan ≥ 300 mg.kg-1 menyebabkan meningkatnya persentase aril bergetah kuning hingga 73 %. Unsur hara Cu di daun berperan menginduksi persentase aril bergetah kuning seperti halnya Mn. Diduga hara ini juga berlebih dan bersifat toksik serta menyebabkan kerusakan dinding sel saluran getah kuning sehingga akumulasinya yang meningkat di daun menyebabkan peningkatan persentase aril bergetah kuning. Unsur hara Cu merupakan hara mikro esensial, tetapi jika akumulasinya melebihi kebutuhan seluler menjadi sangat toksit karena Cu mampu mengkatalis pembentukan radikal bebas berbahaya atau menginisiasi peroksidasi lipid. Kelebihan Cua dapat mempercepat terbentuknya jenis oksigen reaktif berbahaya (ROS). Spesies oksigen reaktif (ROS) ini bereaksi dengan lipid, protein, pigmen, dan asam nukleat, lipid peroksida, dan menyebabkan kerusakan membran, menonaktifkan enzim, sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup sel (Tewari et al. 2006). Kadar hara di daun dapat digunakan sebagai indikator fisiologis dari peranan hara di jaringan lainnya (endokarp dan mesokarp). Interaksi hara dalam mempengaruhi persentase aril bergetah kuning juga terlihat di daun, seperti halnya di jaringan endokarp dan mesokarp. Kalsium menunjukkan interaksi yang antagonis dengan Mn, sehingga Ca tidak hanya berpengaruh secara langsung tetapi juga secara tidak langsung mengeliminasi persentase aril bergetah kuning melalui eliminasi Mn. Fosfor adalah hara bersinergi dengan Ca, Cu, dan antagonis dengan Mn. Koefisien jalur P dalam interaksinya dengan ketiga hara tersebut
123
lebih besar dengan Cu, sehingga kontribusi Mn secara kumulatif berstatus sebagai induksi persentase aril bergetah kuning. Antagonis P dan Mn juga ditemukan di tanaman barley, yaitu pasokan P yang tinggi mengganggu penyerapan Mn di akar (Pedas et al. 2011). Kalium juga berinteraksi positif dengan Ca, Cu, tetapi antagonis dengan B dan kofisien jalurnya tertinggi adalah pada interaksinya dengan Cu sehingga status K berkontribusi sebagai induksi persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung. Magnesium juga berinteraksi antagonis dengan Ca, Cu, dan bersinergi dengan P, tetapi koefisien jalurnya tertinggi dengan Ca sehingga Mg juga berstatus menginduksi persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung. Pemberian Mg yang berlebih meningkatkan kandungan Mg di shoot dan akar, K dan Cl di akar, tetapi menurunkan kandungan Ca dan K shoot pada padi (Kobayashi et al. 2005). Unsur Fe bersinergi dengan Mn dan B sehingga Fe berkontribusi menginduksi persentase aril bergetah kuning, sedangkan Zn antagonis dengan B sebagai konsekuensinya Zn berperan mengeliminasi persentase aril bergetah kuning secara tidak langsung. Fenomena ini menunjukkan bahwa interaksi antar hara juga berpengaruh secara tidak langsung dalam meningkatkan atau menurunkan cemaran getah kuning pada buah manggis. Cemaran getah kuning juga dipengaruhi oleh sifat fisika tanah, disamping ketersediaan hara tanah dan akumulasi hara di jaringan tanaman. Sifat fisika tanah yang berpengaruh terhadap parameter cemaran getah kuning ialah air tersedia, ruang pori total, permeabilitas, bahan organik tanah, dan bobot isi tanah. Air tersedia dan ruang pori total tanah secara langsung berpengaruh terhadap persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning, sedangkan bahan organik dan permeabilitas serta bobot isi tanah secara tidak langsung berpengaruh baik terhadap persentase aril bergetah kuning maupun persentase kulit buah bergetah kuning. Air tersedia dan ruang pori total tanah berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning yang ditunjukkan oleh menurunnya persentase aril bergetah kuning, persentase kulit buah bergetah kuning pada air tersedia dan ruang pori total yang meningkat atau
124
sebaliknya. Bahan organik dan permeabilitas adalah sifat fisika tanah yang berkontribusi secara tidak langsung melalui peningkatan air tersedia terhadap persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning. Bobot isi tanah melalui permeabilitas dan air tersedia juga berkontribusi meningkatkan kedua parameter cemaran getah kuning tersebut. Persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning yang menurun secara langsung akibat air tersedia yang bertambah adalah indikasi dari meningkatnya stabilitas tekanan turgor terhadap dinding sel saluran getah kuning. Tekanan turgor yang stabil merupakan implikasi dari peningkatan air tersedia dan berdampak terhadap sedikitnya saluran getah kuning yang pecah dan relatif rendahnya getah kuning yang keluar dari salurannya. Indikasi ini terlihat dari rendahnya persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning. Peningkatan tekanan turgor adalah salah satu faktor yang diduga sebagai penyebab pecahnya dinding sel saluran getah kuning pada buah manggis (Poerwanto et al. 2010). Ruang pori total tanah yang meningkat diduga juga berkontribusi meningkatkan satabilitas turgor sehingga pecahnya saluran getah kuning juga menurun pada ruang pori total yang meningkat. Hal ini diindikasikan oleh menurunnya persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning pada ruang pori total tanah yang meningkat. Ruang pori total tanah yang meningkat akan meningkatkan ketersediaan air sehingga tekanan turgor pada dinding sel saluran getah kuning juga menurun dan pecahnya saluran getah kuning serta cemaran getah kuning akan menurun. Air tersedia dalam kaitannya dengan eliminasi persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning juga berkontribusi meningkatkan ketersediaan Ca tanah tersedia. Bahan organik juga berperan meningkatkan Ca tersedia tanah sehingga secara tidak langsung bahan organik tanah berkontribusi mengeliminasi persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning. Sedangkan bobot isi tanah berperan meningkatkan Ca dan Mn tersedia tanah namun koefisien jalurnya lebih besar dalam meningkatkan Mn dan akibatnya bobot isi tanah secara tidak langsung berkontribusi menginduksi persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah
125
kuning. Keterkaitan sifat fisika dan ketersediaan hara ini dalam mempengaruhi persentase aril bergetah kuning dan persentase kulit buah bergetah kuning menunjukkan kompleksitas peranan lingkungan terhadap kejadian cemaran getah kuning pada buah manggis. Hal ini bermakna bahwa permasalahan cemaran getah kuning pada hakikatnya dipengaruhi oleh berbagai elemen faktor lingkungan yang kompleks. Neraca air sebagai faktor lingkungan yang dikendalikan oleh curah hujan juga berpengaruh terhadap cemaran getah kuning buah manggis. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa neraca air tanah mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen berkorelasi positif sangat nyata dengan persentase aril bergetah kuning dan persentase juring bergetah kuning. Dorly (2009) melaporkan bahwa cemaran getah terjadi pada saat 14 minggu hingga 16 minggu setelah antesis (MSA) atau dari 3 minggu sebelum panen sampai saat panen. Neraca air yang berkontribusi signifikan meningkatkan cemaran getah kuning adalah apabila kondisi neraca air mengalami fluktuasi, yaitu dari kondisi defisit air diikuti oleh surplus air yang tinggi dalam beberapa hari. Diduga fluktuasi neraca air yang tinggi dalam periode pendek (seminggu) menyebabkan dinamika penyerapan air pada buah sangat besar sehingga menimbulkan tekanan pada dinding sel-sel saluran getah kuning. Akibatnya saluran getah kuning pada buah manggis menjadi pecah dan getah kuning keluar mencemari aril. Saluran getah kuning yang pecah juga berkaitan dengan kekurangan Ca pada dinding sel. Lokasi sentra produksi manggis yang mengalami fluktuasi neraca air yang tinggi pada minggu ke 3 sebelum sebelum panen dan cemaran getah kuningnya juga tinggi ditemukan di Desa Pakandangan dan diikuti oleh Pusaka Mulia, Sukarame dan Karacak. Desa Pakandangan dan Sukarame merupakan lokasi sentra produksi manggis yang mempunyai ketersediaan Ca tanah dan akumulasi Ca di jaringan tanamannya juga rendah. Fenomena sebaliknya terjadi di lokasi sentra produksi manggis di Nagari Padang Laweh, Lalan, dan Baringin, dan Koto Lua. Pada ke lima sentra produksi manggis ini cemaran getah kuning relatif rendah dan neraca air tanahnya lebih ideal serta ketersediaan Ca tanah dan akumulasin Ca di jaringan tanamannya relatif tinggi.
126
Meskipun neraca air dan ketersediaan hara tanah tidak dapat dianalisis secara bersamaan dalam analis jalur karena keterbatasan data iklim, namun diyakini adanya hubungan antara neraca air dengan defisiensi Ca dalam kaitannya dengan cemaran getah kuning. Hasil penelitian Dorly (2009) juga menunjukkan bahwa skor getah kuning yang tinggi terjadi pada kondisi peralihan musim kering ke musim hujan. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa periode kering yang diikuti oleh curah hujan tinggi menyebabkan pecah buah (Kamamoto et al. 1990; Michael et al. 2009). Kondisi kering juga mengurangi pengambilan Ca dan menimbulkan peningkatan keretakan buah (Li dan Huang 1995). Novelti dari hasil penelitian ini adalah diketahuinya unsur hara dan kadarnya yang berkontribusi terhadap cemaran getah kuning. Unsur hara yang konsisten keterkaitannya dengan cemaran getah kuning adalah Ca, Mn, dan B, yang ditunjukkan oleh hubungan langsung hara tersebut di jaringan tanaman dengan peubah cemaran getah kuning. Kontribusi unsur hara Ca dan B dalam mengendalikan cemaran getah kuning secara fisiologis sangat rasional karena kedua hara ini merupakan komponen utama dinding sel dan sangat menentukan kekuatan saluran getah kuning serta kejadian cemaran getah kuning. Unsur hara Mn meskipun belum diketahui peranannya terhadap dinding sel, tetapi unsur hara Mn secara fisiologis pada umumnya menyebabkan kerusakan dinding sel apabila penyerapannya berlebih oleh tanaman. Hasil analisis ketiga unsur hara ini (Ca, B, Mn) dapat dipedomani untuk mengeliminasi cemaran getah kuning pada buah manggis. Sesuai dengan hasil penelitian ini, cemaran getah kuning dapat dieliminasi dengan meningkatkan kadar unsur hara Ca daun dari 1.40 % hingga 1.69 %, meningkatkan kadar unsur hara B optimum 86.5 ppm, dan menurunkan kadar Mn daun hingga ≤ 200 ppm. Unsur hara B dan Mn merupakan hara mikro esensial yang perlu mendapatkan perhatian dalam kaitannya dengan cemaran getah kuning karena kelebihan hara tersebut berimplikasi terhadap peningkatan cemaran getah kuning buah manggis.
.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Keragaan cemaran getah kuning pada 10 sentra produksi manggis (Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung) bervariasi antar lokasi berturut turut 8.7 %−54.04 %; 4.0−51.6 %; dan 17.7−78.6 %, untuk persentase aril bergetah kuning, persentase juring bergetah kuning, dan persentase kulit buah bergetah kuning. 2. Kalsium tersedia di tanah berperan mengeliminasi cemaran getah, sedangkan Mn berkontribusi menginduksi cemaran getah kuning. Hara P, K, Mg, Cu, Zn, B adalah hara yang berkontribusi secara tidak langsung melalui ketersediaan Ca dan Mn di tanah dalam mengeliminasi cemaran getah kuning buah manggis. 3.
Kalsium di jaringan endokarp, mesokarp, dan daun berperan secara langsung mengeliminasi cemaran getah kuning, sedangkan Mn pada endokarp dan daun menyebabkan meningkatnya cemaran getah kuning. Unsur Zn di mesokarp secara langsung mengeliminasi tingkat keparahan cemaran getah kuning, dan di endokarp serta daun secara tidak langsung menurunkan cemaran getah kuning. Unsur B di endokarp dan mesokarp meningkatkan cemaran getah kuning. Unsur Cu di daun secara langsung meningkatkan cemaran getah kuning, di endokarp, mesokarp secara tidak langsung juga menyebabkan meningkatnya cemaran getah kuning. Fosfor, K dan Mg di endokarp, mesokarp, dan daun secara tidak langsung mengeliminasi cemaran getah kuning.
4.
Kadar Ca endokarp optimum (0.26 %), Ca mesokarp dan Ca daun maksimum (0.29 % dan 1.69 %) mampu mengeliminasi cemaran getah kuning berturutturut hingga 12.94 %, 8.95 %, dan 6.98 %. Kadar Mn daun tertinggi (872 ppm) menginduksi cemaran getah kuning hingga 42.89 %. Kadar B daun optimum (86.5 ppm) mengeliminasi cemaran getah kuning hingga mencapai minimum (2.86 %), namun peningkatan B daun hingga 130 ppm menyebabkan cemaran getah kuning meningkat hingga 40.7 %.
5.
Sifat fisika tanah, terutama air tersedia dan ruang pori total tanah berperan secara langsung mengeliminasi cemaran getah kuning. Bahan organik dan permeabilitas tanah secara tidak langsung berkontribusi mengeliminasi,
128
sedangkan bobot isi tanah secara tidak langsung menginduksi cemaran getah kuning. 6. Sifat fisika tanah terutama air tersedia dan bahan organik tanah bersinergi dengan Ca tersedia tanah dalam mengeliminasi cemaran getah kuning, sedangkan bobot isi tanah dan Mn tersedia tanah berkontribusi menginduksi cemaran getah kuning. 7. Cuaca, terutama curah hujan sebagai pengendali neraca air mingguan pada minggu ke 3 sebelum panen berkorelasi positif sangat nyata dengan cemaran getah kuning. Keterkaitan neraca air dengan cemaran getah kuning menunjukkan bahwa surplus air yang meningkat berimplikasi terhadap peningkatan cemaran getah kuning buah manggis. Saran 1. Cemaran getah kuning yang tinggi pada lokasi yang rendah ketersediaan Ca tanahnya dapat dieliminasi dengan pemberian Ca (kalsit dan dolomit). 2. Cemaran getah kuning yang tinggi pada lokasi yang buruk drainase tanahnya dapat dieliminasi dengan perbaikan jaringan drainase dan pemberian bahan organik di zona perakaran manggis. 3. Cemaran getah kuning dapat diminimalisasi semenjak dari saat penanaman manggis dengan cara pewilayahan pengembangan manggis pada agroklimat (sifat kimia dan fisika tanah serta cuaca) yang sesuai.
129
DAFTAR PUSTAKA Allen RG, Tresini M. 2000. Oxidative stress and gene regulation. Free Radic. Biol. Med. 28: 463–499. Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop evapotranspiration guidelines for computing crop water requirements. Irrigation and Drainage Paper, no. 56, FAO, Rome, Italy, 300 pp. Allmaras RR, Kraf JM, Miller DE. 1988. Effects of soil compaction and incorporated crop residue on root health. Ann. Rev. Phytopath. 26: 219– 243. Ameyda N, Martin FW. 1976. Cultivation of neglected tropical fruit with promise. Part 1. The mangosteen. Agricultural Reseach Servise. US. Departemen of Agriculture. 18pp. Anwarudinsyah MJ, Mansyah E, Martias, Purnama T, Fatria D, Usman F. 2010. Pengaruh pemberian air dan pemupukan terhadap getah kuning pada buah manggis. J. Hort. 20(1):10–17. Apel K, Hirt H. 2004. Reactive oxygens pecies: metabolism, oxidative stress, and signal transduction. Ann. Rev. Plant Biol. 55,373–379. Ardic M, Sekmen AH, Turkan I, Tokur S, Ozdemir F. 2009. The efects of boron toxicity on root antioxidant systems of two chickpea (Cicer arietinum L.) cultivars. Plant Soil. 314:99–108 Arora R, Palta JP. 1986. Protoplasmic swelling as a symptom of freezing injury in onion bulb cells. Plant Physiol. 82:625–629. Asano J, Chiba K, Tada M, Yoshii T. 1996. Cytotoxic xanthones from Garcinia hanburyi. Phytochemistry. 41 (3):815–820. Assmann SM, Shimazaki K. 1999. The multisensory guard cell. Stomatal responses to blue light and abscisic acid. Plant Physiology.119: 809–815. Assouline. 2006. Modeling the Relationship between Soil Bulk Density and the Hydraulic Conductivity Function. Vadose Zone J. 5:697–705. Assuero, SG, Mollier A, Pellerin S. 2004. The decrease in growth of phosphorus deficient maize leaves is related to a lower cell production. Plant Cell Environ. 27: 887–895. Aust SD, Morehouse LA, Thomas CE. 1985. Role of metals in oxygen radical reactions. J Free Radic Biol Med. 1:3–25. Bar-Peled M, Urbanowicz BR and O’Neill MA. 2012. The synthesis and origin of the pectic polysaccharide rhamnogalacturonan II – insights from nucleotide sugar formation and diversity. 2012. Frontiers in Plant Scient. 3(92): 1–12. Barzegar AR,Yousef A, Daryashenas A. 2002. The effect of addition of different amounts and types of organic materials on soil physical properties and yield of wheat. Plant Soil, 247: 295–301.
130
Bastıas EI, Gonza´ lez-Moro MB, Gonzalez–Murua C. 2004. Zea mays L. amylacea from the Lluta Valley (Arica-Chile) tolerates salinity stress when high levels of boron are available. Plant Soi. 267: 73–84. Bauer A, Black AL. 1992. Organic carbon effects on available water capacity of three soil textural groups. Soil Sci. Soc. Am. J. 56: 248–254. Bauer A, Black AL. 1981. Soil carbon, nitrogen, and bulk density comparison in two cropland tillage systems after 25 years and in virgin grassland. Soil Sci. Soc. Am. J. 45: 1166–1170. Becanne M, Moran JF, Iturbe-Ormaetxe I. 1998. Iron dependent oxygen free radical generation in plants subjected to environmental stress : toxicity and antioxidant protection. Plant and Soil. 201: 137–147. Benlloch-Gonzalez M, Romera, Cristescu S, Harren F, Fournier JM, Benlloch M. 2010. K+ starvation inhibits water-stress-induced stomatal closure via ethylene synthesis in sunflower plants. Journal of Experimental Botany. Vol. 61(4): 1139–1145. Berg JM, Shi Y. 1996. The galvanization of biology: a growing appreciation for the roles of zinc. Science. 271: 1081–1085. Berndtsson R, Nodomi K, Yasuda H, Person T, Chen H, Jinno K, 1996. Soil water patterns in an arid desert dune sand. Journal of Hydrology. 185: 221–240. Bernoux M, Arrouays D, Cerri C, Volkoff B, Jolivet C. 1998. Bulk Densities of Brazilian Amazon Soils Related to Other Soil Properties. Soil Sci. Soc. Am. J. 62: 743-749. Bingham FT, Garber MJ.1992. Zonal salinization of the root system with NaCl and boron in relation to growth and water uptake of corn plants. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 34:122–126. Blamey PPC, Chapman J. 1979. Boron toxicity in Spanish groundnuts. Agron. J. 71:57–59. Blevins DG, Lukaszewski KM. 1998. Boron in plant structure and function. Annu. Rev. Plant Physiology. 49, 481–500. Boojar MMA, Goodarzi. 2008. Comparative evaluation of oxidative stress status and manganese availability in plants growing on manganese mine. Ecotox Environ Safe. 71:692–699. Bray TM, Bettger WJ. 1990. The physiological role of zinc as an antioxidant. Free Radicals in Biology and Medicine. 8: 281–291. Brown PH, Bellaloui N, Wimmer MA, Basil ES, Ruiz J, Hu H, Pfeffer H, Dannel F, Romheld V.2002. Boron in plant biology. Plant Biology. 4: 205–223. Busse JS, Ozgen S, Palta JP. 2008. Influence of root zone calcium on subapical necrosis in potato shoot cultures: Localization of injury at the tissue and cellular levels. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 133(5):653–662.
131
Camak I. 2005. The role of potassium in alleviating detrimental effects of abiotic stresses in plants. J. Plant Nutr. Soil Sci. 168: 521–530. Cakmak I. 2000. Tansley review No. 111. Possible roles of zinc in protecting plant cells from damage by reactive oxygen species. New Phytol. 146: 185–205. Cakmak I. 2002. Plant nutrition research: Priorities to meet human needs for food in sustainable ways. Plant Soil. 247: 3–24. Cakmak I, Marschner H. 1986. Mechanism of phosphorus induced zinc deficiency in cotton. I. Zinc deficiency-enhanced uptake rate of phosphorus. Physiologia Plantarum 68: 483–490. Cakmak I, Marschner H. 1988. Enhanced superoxide radical production in roots of zinc deficient plants. Journal of Experimental Botany. 39: 1449–1460. Cakmak I, Marschner H. 1988a. Zinc-dependent changes in ESR signals, NADPH oxidase and plasma membrane permeability in cotton roots. Physiologia Plantarum 73: 182–186. Cakmak I, Marschner H. 1988b. Increase in membrane permeability and exudation in roots of zinc deficient plants. Journal of Plant Physiology. 132: 356–361. Cakmak I, Marschner H. 1992. Magnesium deficiency and high light intensity enhance activities of superoxide dismutase, ascorbate peroxidase and glutathione reductase in bean leaves. Plant Physiol. 98, 1222–1227. Cakmak I, Atli M, Kaya R, Evliya H, Marschner H. 1995. Association of high light and zinc deficiency in cold induced leaf chlorosis in grapefruit and mandarin trees. Journal of Plant Physiology. 146: 355–360. Cakmak I, Kirby EA. 2008. Role of magnesium in carbon partitioning and alleviating photooxidative damage. Physiol Plant, 131:692–704. Cakmak I, Marschner H. 1992. Magnesium deficiency and high light intensity enhance activities of superoxide dismutase, ascorbate peroxidase, and glutathione reduc- tase in bean leaves. Plant Physiol. 98:12–27. Cambardella CA, Elliot ET. 1992. Particulate soil organic matter change across a grassland cultivation sequence. Soil. Sci. Soc. Am. J. 56: 777–783. Chaney RL, Brown JC,Tifein LO. 1972 Obligatory reduction of ferric chelates in iron uptake by soybeans. Plant Physiol 50: 208–213 Carrol MJ, Slaughter, Krouse JM. 1994. Turgor potential and osmotic constituens of Kentucky Blugrass leaves supplied with four levels potassium. Agron. J. 86, 1079–1083. Carver BF, Ownby JD. 1995. Acid soil tolerance in wheat. Adv Agron. 54:117– 173. Chen LM, Lin CC, Kao CH. 2000. Copper toxicity in rice seedling: Change in antioxidative enzyme activities, H 2 O 2 level, and cell peroxidase activity in roots. Bot. Bull. Acad. Sin. 41: 99–103.
132
Cenni E, Bussotti F, Galeotti L. 1998. The decline of a Pinus nigra Arn. reforestation stand on a limestone substrate: the role of nutritional factors examined by means of foliar diagnosis. Annales Des Sciences Forestieres 55: 567–576. Cervilla LM, Blasco B, Ríos JJ, Romero L, Ruiz JM. 2007. Oxidative stress and antioxidants in tomato (Solanum lycopersicum) plants subjected to boron toxicity. Ann Bot. 100:747–756. Chiera J, Thomas J, Rufty T. 2002. Leaf initiation and development in soybean under phosphorus stress. J Exp Bot. 53: 473–481. Clarkson DT. 1988. The uptake and translocation of manganese by plant roots. In: Graham RD, Hannam RJ, Uren NC, eds. Manganese in soils and plants. Dordrecht, the Netherlands: Kluwer Academic Publishers, 101–111. Clarkson DT, Hanson, JB. 1980. The mineral nutrition of higher plants. Annu. Rev.Plant Physiol. 31: 239–298. Cox JEK. 1988. Garcinia mangostana –Mangosteen. p 361-375. In Gadner, R. J. and S.A. Chaudori (eds). The propagation of tropical fruit trees. FAO and CAB, England. Cristensen BT. 1996. Carbon in primary and secondary organomineral complexes. In: Carter MR, Stewart BA. (Eds.), Structure and Organic Matter Storage in Agricultural Soils. Lewis Publishers, Boca Raton, pp. 97–165. Davies W, Zhang J. 1991. Root signals and the regulation of growth and the development of plants in drying soil. Annual Review of Plant Physiology and Plant Molecular Biology. 42, 55–76. Dayod M, Tyerman SD, Leigh RA, and Gilliham M. 2010. Calcium storage in plants and the implications for calcium biofortification. Protoplasma. 247: 215–231. De Jong R. 1983. Soil water desorption curves estimated from limited data. Can. J. Soil Sci. 63: 697–703. Dell B, Huang LB. 1997. Physiological response of plants to low boron. Plant Soil. 193:103–120. Demidchik V, Cuin TA, Svistunenko D, Smith SJ, Miller AJ, Shabala S, Sokolik A, Yurin V. 2010. Arabidopsis root K+ -efflux conductance activated by hydroxyl radicals: single-channel properties, genetic basis and involvement in stress-induced cell death. J Cell Sci. 123: 1468–1479. Demidchik V, Shabala SN, Coutts KB, Tester MA, and Davies JM. 2003. Free oxygen radicals regulate plasma membrane Ca2+ and K+ permeable channels in plant root cells. J. Cell Sci. 116: 81–88. Demirevska-Kepova K, Simova-Stoilova L, Stoyanova Z, Holzer R, Feller U. 2004. Biochemical changes in barley plants after excessive supply of copper and manganese. Environ Exp Bot. 52:253–266. Departemen Pertanian. 2010. Nilai dan http://www.agribisnis.deptan.go.id.
volume
ekspor
hortikultura.
133
De Temmerman L, Vanongeval LB, Hoenig M. 2003. Heavy metal content of arable soil in Northern Belgium. Water, Air, and Soil Pollution. 148: 61– 76. De Vos CHR, Bokum WMT, Voijs R, Schat H, De Kok KLJ. 1993. Effect of copper on fatty acid composition and peroxidation of lipids in roots of copper tolerant and sensitives silence cucumbulus. Plant Physiol. Biochem. 31: 151–158. De Vos CHR, Schat H. Vooijs R, Ernst WAO. 1989. Copper induced damage to the permeability barrier in roots of Silene cucubalus. J. Plant Physiol. 135: 164–169. De Vos CHR, Vonk MJ, Schat H. 1992. Glutathione depletion due to copper induce phytochelatin synthesis causes oxidative stress in Silene cucubalus. J. Plant Physiol. 98: 853–858. Dirjen Hortikultura. 2007. Vandemekum Manggis. Jakarta. Direktorat Budidaya Tanaman Buah Direktorat Jenderal Hortikultura. Dorly, Tjitrosemito S, Poerwanto R, Juliarni. 2008. Secretory duct structure and phytochemistry compouns of yellow latex in mangosteen fruit. HAYATI Journal of BioScience 15: 99–104. Dorly S. 2009. Studi struktur sekretori getah kuning dan pengaruh kalsium terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.). [Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Dorly, Soekisman T, Jaime A. Silva T, Poerwanto R, Efendi E, Febriyanti B. 2011.Calcium spray reduces yellow latex on mangosteen fruit (Carcinia mangostana L). Journal of Fruit and Ornamental Plant Research. Vol. 19(2) 2011: 51–65 Dorais M, Papadopoulos AP, Gosselin A. 2001. Greenhouse tomato fruit quality. In: Janick, J. (ed.), Hort. Rev. 5: 239–319. Dordas C, Brown PH. 2005. Boron deficiency affects cell viability, phenolic leakage and oxidative burst in rose cell cultures. Plant and Soil. 268: 293– 301. Dorota D, Jose D, Orsolya BF, Rainer H. 2008. Effect of bulk density on hydraulic properties of homogenized and structured soil. J. Soil Sc. Plant Nutr. 8 (1): 1–13. Dreyer I, Uozumi N. 2011. Mini Review. Potassium channels in plant cells. FEBS Journal. 278: 4293–4303. Ducic T, Polle A. 2005. Transport and detoxification of manganese and copper in plants. Braz. J. Plant Physiol. 17: 103–112. Fageria N, Baligar V, Clark R. 2002. Micronutrients in crop production. Adv. Agron. 77, 185–268. Famiglietti JS, Rudnicki JW, Rodell M. 1998. Variability in surface moisture content along a hillslope transect: Rattlesnake Hill, Texas. Journal of Hydrology. 210: 259–281.
134
Febriyanti B. 2009. Pengaruh penyemprotan kalsium klorida terhadap kondisi getah kuning buah manggis (Garcinia mangostana L.). [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Fleischer A, Christine T, Ehwald R. 1998. The Boron requirement and cell wall properties of growing and stationary suspension-cultured chenopodium album L. Cells. Plant Physiol. 117: 1401–1410 Fox TC and Guerinot ML. 1998. Molecular biology of cation transport in plants. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 49:669–696. Foy CD, Chaney RL, White MC. 1978. The physiology of metal toxicity in plants. Annual Review of Plant Physiology. 29: 511–566. Foy CD. 1984. Physiological effects of hydrogen, aluminium, and manganese toxicities in acid soils. In: Adams F. ed. Soil acidity and liming, Agron Monograph 12. Madison, WI: ASA-CSSSA, 57–97. Foreman J, Demidchik V, Bothwell JHF, Mylona P, Miedema H, Torres MA, Linstead P, Costa S, Brownlee C, Jones JD. G. 2003. Reactive oxygen species produced by NADPH oxidase regulate plant cell growth. Nature. 422:442–446. Gallego SM, Benavides MP, Tomato ML. 1996. Effect of heavy metal in excess on sunflower leaves: evidence for involvement of oxidative stress. Plant Sci. 121: 151–159. Gerasopoulos D, Chouliaras V, Lionakis S. 1996. Effects of preharvest calcium chloride sprays on maturity and storability of Hayward kiwifruit. Postharvest Biol Technol. 7: 65–72. Ghanati F, Morita A, Yokota H. 2002. Induction of suberin and increase of lignin content by excess boron in tobacco cells. Soil Science and Plant Nutrition. 48, 357–364. Gherardi M, Rengel Z. 2004. The effect of manganese supply on exudation of carboxylates by roots of lucene (Medicago sativa). Plant Soil. 260: 271– 282. Girotti AW. 1985. Mechanisms of lipid peroxidation. Free Radical Biology and Medicine 1: 87–95. Girotti AW, Thomas JP, Jordan, JE. 1985. Inihibitory effect of zinc(II) on free radical lipid peroxidation in erythrocyte membranes. Free Radical Biology and Medicine. 1: 395–401. Goldberg S. 1997. Reactions of boron with soils. Plant Soil. 193: 35–48. González A, Koren’kov V, Wagner GJ. 1999. A comparison of Zn, Mn, Cd, and Ca transport mechanisms in oat root tonoplast vesicles. Physiologia Plantarum. 106: 203–209. González A, Lynch JP. 1999a. Subcellular and tissue Mn compartmentation in bean leaves under Mn toxicity stress. Australian Journal of Plant Physiology 26: 811–822.
135
Goovaerts P, Chiang CN. 1993. Temporal persistence of spatial patterns for mineralizable nitrogen and selected soil properties. Soil Sci. Soc. Am. J. 57: 372–381. Green TR, Ahuja LR, Benjamin JG. 2003. Advances and challenges in predicting agricultural management effects on soil hydraulic properties. Geoderma. 116:3–27. Grieve CM, Poss JA. 2000. Wheat response to interactive effects of boron and salinity. J. Plant Nutr. 23: 1217–1226. Gunes A, Alpaslan M. 2000. Boron uptake and toxicity in maize genotypes in relation to boron and phosphorus supply. J. Plant Nutr. 23: 541–550. Gunes A, Soylemezoglu G, Inal A, Bagci EG, Coban S, Sahin O. 2006. Antioxidant and stomatal responses of grapevine (Vitis vinifera L.) to boron toxicity. Scientia Horticulturae. 110:279–284. Gunawan E. 2007. Hubungan agroklimat dengan fenofisiologi tanaman dan kualitas buah manggis di lima sentra produksi di pulau Jawa [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Gupta UC. 1979. Boron nutrition of crops. Adv. Agron. 31, 273–307. Gu W, Shi G-X, Zhang C-Y, Wang W, Xu Q-S, Xu N, Zeng X-M, Zhang X-L, Zhou H-W. 2002. Toxic effects of Hg2+, Cd2+ and Cu2+ on photosynthetic systems and protective enzyme systems of Potamogeton crispus. J Plant Physiol Mol Biol. 28:69–74. Guerinot ML, Yi Y (1994) Iron: nutritious, noxious, and not readily available. Plant Physiol 104: 815–820 Haldar M, Mandal LN. 1981. Effect of phosphorus and zinc on the gorwth and phosphorus, zinc, copper, iron and manganese nutrition of rice. Plant and Soil. 59, 415–425. Halliwell B, Gutteridge JMC. 1984. Oxygen toxicity, oxygen radicals, transition metals and disease. Biochemical journal. 219: 1–14. Hanson JB. 1984. The functions of calcium in plant nutrition, p. 149–208. In: P.B. Tinker and A. La¨uchli (eds.). Advances in plant nutrition. Praeger, New York. Hao X, Papadopoulos AP. 2003. Effects of calcium and magnesium on growth, fruit yield and quality in a fall greenhouse tomato crop grown on rockwool. Can. J. Plant Sci. Downloaded from pubs.aic.ca by 182.3.24.188 on 12/24/11. Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Ed. rev. Cet. 4. Akademika Presindo. Jakarta.
Hartley-Whitaker J, Ainsworth G, Meharg AA. 2001. Copper- and arsenateinduced oxidative stress in Holcus lanatus L. clones with diVerential sensitivity. Plant Cell Environ. 24:713–722.
136
Hati KM, Swarup A, Dwivedi A K, Misra AK, Bandyopadhyay. 2007. Changes in soil physical properties and organic carbon status at the topsoil horizon of a vertisol of central India after 28 years of continuous cropping, fertilization and manuring. Agriculture, Ecosystems and Environment. 119: 127–134. Hauck, Paul MA, Mulack C, Fritz E, Runge M. 2002. Effects of Manganese on the Viability of Vegetative Diaspores of the Epiphytic Lichen Hypogymnia Physodes. Environmental and Experimental Botany. 47 (2): 127–142. Haynes RJ, Naidu R. 1998. Influence of lime, fertilizer and manure applications on soil organic matter content and soil physical conditions: a review. Nutr. Cycl. Agroecosyst. 51: 123–137. Hegedus A, Erdei S, Horváth G. 2001. Comparative studies of H 2 O 2 detoxifying enzymes in green and greening barley seedlings under cadmium stress. Plant Sci. 160: 1085–1093. Hendry GAF. 1993. Oxygen, free radical process and seed longevity. Seed Science Research. 3: 141–153. Hepler PK. 2005. Calcium: A central regulator of plant growth and development. The Plant Cell. 17: 2145–2155. Hermans C,Vuylstreke M,Coppens F,Cristrescu SM, Harren FJM, Inzé D. 2010. Systems analysis of the responses to long-term magnesium deficiency and restoration in Arabidopsis thaliana. New Phytol. 187:132–144. Hidayati R, June T, de Rozari MBL. 1993. Pendugaan lengas tanah dalam tumpangsari jagung-kedelei dengan metode Thornthwaite dan Mather yang dimodifikasi. Journal Agromet IX (2): 29–34. Hirschi KD. 2004. The calcium conundrum. Both versatile nutrient and specific signal. Plant Physiol. 136: 2438–2442. Ho LC, Adams P. 1995. Nutrient uptake and distribution in relation to crop quality. Acta Hortic. 396: 33–44. Hollis JM, Jones, RJA, Palmer RC. 1977. The effects of organic matter and particle size on the water-retention properties of some soils in the west Midlands of England. Geoderma.17: 225–238. Holloway RE, Alston AM. 1992. The effects of salt and boron on growth of wheat. Aust. J. Agric. Res. 43: 987–1001. Holmgren GGS, Meyer MW, Chaney RL, Daniels RB. 1993.Cadmium, lead, zinc, copper, and nickel in agricultural soils of United States of America. Journal of Environmental Quality. 22: 335–348. Horst WJ. 1988. The physiology of manganese toxicity. In: Graham RD, Hannam RJ, Uren NJ (eds). Manganese in Soil and Plants. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands, pp. 175–188. Horst WJ, Marschner H. 1978. Effect of silicon on manganese tolerance of bean plants (Phaseolus vulgaris L.). Plant and Soil. 50: 287–303.
137
Hsiao TC, Lauchli A. 1986. Role of potassium in plant-water relations. In: Tinker B, Läuchli A (eds) Advances in plant nutrition, Vol. II. Praeger, New York, pp 281–311. Huang X, Wang HC, Li J, Yuan W, Lu J, Huang HB. 2005. An overview of calcium’s role in lychee fruit cracking. Acta. Hort. 66(5): 231–240. Hudson BD. 1994. Soil organic matter and available water capacity. Journal of Soil and Water Conservation. 49(2): 189–194. Hu H, Brown PH. 1994. Localization of boron in cell walls of squash and tobacco and its association with pectin. Plant Physiology. 105: 681– 689. Hu HN, Brown PH. 1997. Absorption of boron by plant roots. Plant and Soil. 193: 49–58. Hue N. 1988. A possible mechanism for manganese toxicity in Hawaii soils amended with a low-Mn sewage sludge. J Environ. Qual. 17: 473-479 Hue NV, Vega S JA. Silva. 2001. Manganese toxicity in a Hawaiian Oxisol affected by soil pH and organic amendments. Soil Sci. Soc. Am. J. 65:153– 160. Islam AKMS, Asher J, Edward DG. 1987. Response of plants to calcium concentration in flowing solution culture with chloride or sulphate as the counter-ion. Plant and Soil. 98: 277–395. Itoh R, Yamagishi J, Ishii R. 1997. Effects of potassium deficiency on leaf growth, related water relations and accumulation of solutes in leaves of soybean plants. Jpn J. Crop Sci. 66:691–697. Jiang MY, Zhang JH. 2002. Involvement of plasma-membrane NADPH oxidase in abscisic acid- and water stress-induced antioxidant defense in leaves of maize seedlings. Planta. 215: 1022–1030. Kaiser M, Ellerbrock RH, Gerke HH. 2008. Cation Exchange Capacity and Composition of Soluble Soil Organic Matter Fractions. Soil Sci. Soc. Am. J. 72:1278-1285. Kamamoto T, Kudo M, Watanabe S. 1990. Fruit cracking and characteristics of fruit thickening in `Satonishiki ' cherry. Journal of the Japanese Society for Horticultural Science, 59: 325–332. Karabal E, Yu cel M, Okte HA. 2003. Antioxidants responses of tolerant and sensitive barley cultivars to boron toxicity. Plant Science. 164: 925–933. Kavanova M, Grimoldi AA, Lattanzi FA, Schnyder H. 2006. Phosphorus nutrition andmycorrhiza effects on grass leaf growth. P status- and sizemediated effects on growth zone kinematics. Plant Cell Environ. 29: 511–520. Kavanova M, Lattanzi FA, Grimoldi AA, and Hans S. 2006. Phosphorus Deficiency Decreases Cell Division and Elongation in Grass Leaves. Plant Physiology. 141: 766–775. Kaya C, Tuna AL, Dikilitas M, Ashraf M, Koskeroglu S, Guneri M. 2009. Supplementary phosphorus can alleviate boron toxicity in tomato. Scientia Horticulturae. 121: 284–288.
138
Kay BD, da Silva AP. 1997. Sensitivity of soil structure to changes in organic carbon content: Predictions using pedotransfer functions. Can. J. Soil Sci. 77: 655–667. Kearns EV, Assmann SM. 1993. The guard cell–environment connection. Plant Physiology. 102: 711–715. Kennedy CDFAN, Gonsalves. 1987. The action of divalent zinc, cadmium, mercury, copper and lead on the trans-root potential and H+ efflux of excised roots, J. Exp. Bot. 38: 800–817. Keles Y, Oncel I, Yenice N. 2004. Relationship between boron content and antioxidant compounds in Citrus leaves taken from fields with different water sources. Plant and Soil. 265: 343–353. Keren R, Bingham FT. 1985. Boron in water, soils, and plants. Adv Soil Sci. 1: 230–276. Kirkby EA, Pilbeam DJ. 1984. Calcium as plant nutrient. Plant, Cell and Environmental. 7, 397-405. Kobayashi M, Matoh T and Azuma JI. 1996. Two chains of rhamnogalacturonan II are cross-linked by borate-diol ester bonds in higher plant cell walls. Plant Physiol. 110, 1017–1020. Kobayashi H, Masaoka Y, Sato S. 2005. Effects of excess magnesium on the growth and mkneral content of rice and echinochloa. Journal Plant Production Science. 8(1): 38–43. Kohler B, Hills A, Blatt MR. 2003. Control of guard cell ion channels by hydrogen peroxide and abscisic acid indicates their action through alternate signaling pathways. Plant Physiol. 131: 385–388. Kurnia U, Agus F, Adimihardja A, Dariah A. 2006. Sifat fisik tanah dan metode analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertania. Departemen Pertanian. Kurniadhi. 2008. Penyakit getah kuning kendala ekspor buah manggis. http://www.mitra-bisnis.biz/newsview.php.id=464 (September 2010). Kwak JM, Nguyen V, Schroeder JI. 2006. The role of reactive oxygen species in hormonal responses. Plant Physiol. 141: 323–329. Le Bot J, Kirby EA, van Beusuchem ML. 1990. Manganese toxicity in tomato plants: effects on cation uptake and distribution. J Plant Nutr. 13:513–525. Lee SK, Kader AA. 2000. Preharvest and postharvest factors influencing vitamin C content of horticultural crops. Postharvest Biology and Technology. 20(3): 207–220. Leigh RA. 2001. Potassium homeostasis and membrane transport. Journal of Plant Nutrition and Soil Science. 164: 193–198. Leigh RA, Jones WRG. 1984. A hypothesis relating critical potassium concentrations for growth to the distribution and functions of this ion in the plant cell. New Phytol. 97: 1–13.
139
Lei Y, Korpelainen H, Li C. 2007. Physiological and biochemical responses to high Mn concentrations in two contrasting Populus cathayana populations. Chemosphere. 68: 686–694. Liferdi. 2008. Diagnosis status hara menggunakan analisis daun untuk menyusun rekomendasi pemupukan pada tanaman manggis (Garcinia mangostana L.). [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Li JG, Huang HB, Yuan RC, Gao FF. 1992. Litchi fruit cracking in relation to fruit growth and water-uptake kinetics. Journal of South China Agricultural University. 13:129–135 (in Chinese with an English abstract). Lin LW. 2001. Effect of mineral nutrient on fruit cracking rate of Litchi chinensis Sonn. Soil Environmental Science. 10: 55–56. Lindsay WL,Schwab AP.1982 The chemistry of iron in soils and its availability to plants. J Plant Nutr 5: 821–840 Loomis WD, Durst RW. 1992. Chemistry and biology of boron. Biofactors. 3:229–39. Lovatt CJ, Bates LM. 1984. Early effects of excess boron on photosynthesis and growth of Cucurbita pepo. J. Exp. Bot. 35: 297–305. Luna CM, Gonzalez CA, Trippi VS. 1994. Oxidative damage caused by an excess of copper in oat leaves. Plant Cell Physiol. 35:11–15. Lynch JP, Clair SB. 2004. Mineral stress: the missing link in understanding how global climate change will affect plants in real world soils. Field Crops Res. 90:101–115. Maathuis FJM, Sanders D. 1996. Mechanisms of potassium absorption by higher plant roots. Physiologia Plantarum. 96: 158–168. Macfie SM, Taylor GJ. 2008. The Effects of Excess Manganese on Photosynthetic Rate and Concentration of Chlorophyll in Triticum Aestivum Grown in Solution Culture, Physiologia Plantarum. 85 (3): 467–475. Malasha NM, Alia FA, Fatahallaa MA, Khatabb EA, Hatemb MK, Twaficb S. 2008. Response of tomato to irrigation with saline water applied by different irrigation methods and water management strategies. International Journal of Plant Production. 2(2): 101–116. Manrique LA, Jones CA, Dyke PT. 1991. Predicting cation exchange capacity from soil physical and chemical properties. Soil Sci. Soc. Am. J. 55:787– 794. Martel YA, De Kimpe CR, Laverdiere MR. 1978. Cation exchange capacity of clay-rich soils in relation to organic matter, mineral composition, and surface area. Soil Sci. Soc. Am. J. 42: 764–767. Martias. 2002. Ketersediaan Mn, Zn, dan serapannya oleh bibit jeruk JC (citrus limonea osbeck) pada ultisol yang diberi CaCO 3 dan pupuk P. [Tesis]. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
140
Marry, Roberts MK, Jopson SJ, Huxham IM, Jarvis MC, Corsar J, Robertson E, and Cann MC. 2006. Cell-cell adhesion in fresh sugar-beet root parenchyma requires both pectin esters and calcium cross-links. Physiol. Plant. 126:243–256. Marschner H. 1995. Mineral in higher plants. Academic press, New York. Marschner H, Cakmak I. 1986. Mechanism of phosphorus induced zinc de®ciency in cotton. II. Evidence for impaired shoot control of phosphorus uptake and translocation under zinc deficiency. Physiologia Plantarum. 68: 491–496. Marschner H, Cakmak I. 1989. High light intensity enhances chlorosis and necrosis in leaves of zinc, potassium- and magnesium-deficient bean (Phaseolus vulgaris) plants. Journal of Plant Physiology. 134: 308–315. Martin FW. 1980. Durian and mangosteen In: Nagy S and Shaw DE (ed) Tropical and subtropical fruits composition properties and uses. p. 407. The A VI Publ. Co. Inc. Wesport. Connecticut. Matoh T, Kobayashi MR. 1998. Boron and calcium, essential inorganic constituents of pectic polysaccharides in higher plant cell walls. J. Plant Res. 111:179–190. Matoh T, Ishigaki KI, Kaori O and Azuma JI. 1993. Isolation and characterization of a boron-polysaccharide complex from radish roots.Plant Cell Physiol. 34, 639–642 McCain DC, Markley JL. 1989. More manganese accumulates in maple sun leaves than shade leaves. Plant Physiology. 90: 1417–1421. McFadyen LM, Hutton RJ, Barlow EWR. 1996. Effects of crop load on fruit water relations and fruit growth in peach. Journal of Horticultural Science. 71: 469–480. McLarent RG, Crawford DV. 1973. Studies on soil copper. I. The fractionation of copper in soils. J. Soil Sci. 24(2): 172-181. Mengel K, Arneke WW. 1982. Effect of potassium on the water potential, the pressure potential, the osmotic potential and cell elongation in leaves of Phaseolus vulgaris. Physiol Plant. 54: 402-408. Mengel K, Kirkby EA. 2001. Principles of plant nutrition. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Michael T, Masarirambi, Norman M, Tajudee O, Oseniand VD, Shongwe. 2009. Common Physiological Disorders of Tomato (Lycopersicon esculentum) Fruit Found in Swaziland. J. Agric. Soc. Sci. 5(4): 123–127. Mico C, Recatalá L, Peris M, Sánchez J. 2006. Assessing heavy metal sources in agricultural soils of an European Mediterranean area by multivariate analysis. Chemosphere. 65: 863–872. Migocka M, Klobus G. 2007. The properties of the Mn, Ni and Pb transport operating at plasma membranes of cucumber roots. Physiol Plant. 129, 578–587.
141
Miklus MB, Beelman RB. 1996. CaC1 2 treated irrigation water applied to mushroom crops (Agaricus bisporus) increases Ca concentration and improves postharvest quality and shelf life. Mycologia. 88: 403–409. Millaleo R, Reyes-Diaz M, Ivano AG, Mora ML, Alberdi M. 2010. Manganese as essential and toxic element for plants: Transpor, accumulation and resistance mechanisms. J. Soil Sci. Plant Nutr. 10 (4): 476 – 494. Miller WF. 1970. Inter-regional predictability of cation-exchange capacity by multiple regression. Plant Soil. 33:721–725. Milad RE, Shackel KA. 1992. Water relations of fruit end cracking in French Prune (Prunus domestica L. cv. French). Journal of the American Society for Horticultural Science. 117: 824–828. Molassiotis A, Sotiropoulos T, Tanou G, Diamantidis G, Therios I. 2006. Boron induced oxidative damage and antioxidant and nucleolytic responses in shoot tips culture of the apple rootstock EM9 (Malus domestica Borkh). Environmental and Experimental Botany. 56:54–62. Moller IM, Jensen PE, Hansson A. 2007. Oxidative modifications to cellular components in plants. Annu. Rev. Plant Biol. 58, 459–481. Moretti CL, Mattos, Calbo AG, Sargent. 2009. Climate changes and potential impacts on postharvest quality of fruit and vegetable crops: A review. Food Research International. 43 (2010): 1824–1832. Rachmilevitz T, Fahn A. 1982. Ultrastructure and development of the laticifers of Ficus carica L. Ann. Bot 49: 13–22.
Mpelasoka BS, Schachtman DP, Treeby MT, and Thomas MR. 3003. A review of potassium nutrition in grapevines with special emphasis on berry accumulation. Australian Journal of Grape and Wine Research. 9: 154– 168. Mouhtaridou GN, Sotiropoulos TE, Dimassi KN, Therios IN. 2004. Effects of boron on growth, and chlorophyll and mineral contents of shoots of the apple rootstock mm 106 cultured in vitro. Biologia Plant. 48: 617–619. Mukaopadhyay MJ, Sharma A. 1991. Manganese in Cell Metabolism of Higher Plants. Botanical Review. 51(2): 117–149. Nable RO, Banuelos GS, Paull JG. 1997. Boron toxicity. Plant Soil. 193, 181-198. Negra, Ross CDS, Lanzirotti A. 2005. Oxidizing Behavior of Soil Manganese: Interactions among Abundance,Oxidation State, and pH. Soil Science Society of America Journal. 69(1): 87–95. Neill S, Desikan R, Hancock J. 2002. Hydrogen peroxide signaling. Curr. Opin. Plant Biol. 5: 388–395. Nicholaichuk W, Leyshon AJ, Jame YW, Campbell CA. 1988. Boron and salinity survey of irrigation projects and the boron adsorption of some Saskatchewan soils. Can. J. Soil Sci. 68: 77–90.
142
Nielsen HD, Brownlee C, Coelho SM, Brown M. 2003. Inter-population differences in inherited copper tolerance involve photosynthetic adaptation and exclusion mechanisms in Fucus serratus. New Phytol. 160:157–165. O’Neill MA, Ishii T, Albersheim P, Darvill AG. 2004. Rhamnogalacturonan II: structure and function of a borate cross-linked cell wall pectic polysaccharide. Annu Rev Plant Biol. 55:109–139. Obrador A, Alvarez JM, Lopez-Valdivia LM, Gonzalez D, Novillo J, Rico MI. 2007. Relationships of soil properties with Mn and Zn distribution in acidic soils and their uptake by a barley crop. Geoderma. 137: 432–443. Palta JP. 1996. Role of calcium in plant responses to stresses: Linking basic research to the solutions of practical problems. HortScience. 31(1):51–57. Pankasemsuk T, Gardner Jr JO, Matta F.B, Silva J.L. 1996. Translucent flesh disorder of mangosteen fruit (Garcinia mangostana L.) Hort Science. 31:112-113. Parfit JRL, Giltrap DJ, Whitton DJ. 1995. Contribution of organic matter and clay minerals to the cation exchange capacity of soils. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 26:1343–1355. Park S, Cheng NH, Pittman JK, Yoo KS, Park JRH, Smith, Hirschi KD. 2005. Increased calcium levels and prolonged shelf life in tomatoes expressing arabidopsis H+/Ca2+ transporters. Plant Physiology. 139: 1194–1206. Patrick JW, Zhang W, Tyerman SD, Offler CE, Walker NA. 2001. Role of membrane transport in phloem translocation of assimilates and water. Australian Journal of Plant Physiology. 28: 695–707. Pechkeo S, Sdoodee S, Nilnond C. 2007. The Effects of calcium and boron sprays on the incidence of translucent flesh disorder and gamboge disorder in mangosteen (Garcinia mangostana L.). Kasetsart J. Nat. Sci. 41 : 621–632. Pedas P, Hueted S, Skytte K, Schjoerring K. 2011. Elevated phosphorus impedes manganese acquisition by barley. frontiers in Plant Science. Vol. 2. Article 37 : 1–12. Peerie C, Munson AD. 2000. Ten - Year Responses of Soil Quality and Conifer Growth to Silvicultural Treatments. Soil Sci. Soc. Am. J. 64: 1815–1826. Peet MM. 1992. Fruit cracking in tomato. Horticulture Technology. 216 (219): 222–223. Picchioni GA, Karaca H, Boyse LG, McCaslin BD, Herrera EA. 2000. Salinity, boron, and irrigated pecan productivity along New Mexico’s Rio Grande basin. J. Environ. Qual. 29: 955–963. Pikul Jr, Ramig JL, Wilkins, REDE. 1993. Soil properties and crop yield among four tillage systems in a wheat-pea rotation. Soil Tillage Res. 26: 151–162. Pinton R, Cakmak I, Marschner H. 1994. Zinc deficiency enhanced NAD(P)Hdependent superoxide radical production in plasma membrane vesicles isolated from roots of bean plants. Journal of Experimental Botany. 45: 45–50.
143
Pludbuntong W, Makhonpas C, Poovarodom S. 2007. Nutrient content in translucent flesh and gamboge disorders of mangosteen fruits (Garcinia mangostana L.). International Conference on Integration of Science & Technology for Sustainable Development. 26-27 April, 2007. Bangkok, Thailand. 30–34 pp. Poerwanto R, Dorly, dan Martias M. 2010. Getah kuning pada buah manggis dalam Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan Produksi dan Rantai Nilai Hortikultura. Seminar Nasional Hortikultura, 25–26 Januari 2010. Perhimpunan Hortikultura Indonesia. Dempasar Bali. Hal. 255–260. Polle A. 2001. Dissecting the superoxide dismutase-ascorbate-glutathionepathway in chloroplasts by metabolic modeling. Computer simulations as a step towards flux analysis. Plant Physiol. 126, 445–462. Powell PE,Cline GR, Reid CPP,Szniszlo PJ. 1980 Occurrence ofhydroxamate siderophore iron chelators in soils. Nature 287: 833–834 Power PP, Woods WG. 1997. The chemistry of boron and its speciation in plants. Plant and Soil. 193: 1–13. Prasad MNV, Malec P, Waloszek A, Bojko M, Strzałka K. 2001. Physiological responses of Lemna trisulca L. (duckweed) to cadmium and copper bioaccumulation. Plant Sci. 161:881–889. Rachmilevitz T, Fahn A. 1982. Ultrastructure and development of the laticifers of Ficus carica L. Ann. Bot 49: 13–22.
Raghothama KG. 1999. Phosphate acquisition. Annu Rev Plant Physiol. 50: 665– 693. Rama Devi S, Prasad MNV. 1998. Copper toxicity in Ceratophyllum demersum L. (Coontail), a free floating macrophyte: Response of antioxidant enzymes and antioxidants. Plant Sci. 138:157–165. Ratliff LF, Ritchie JT, Cassel DK. 1992. Field measured limits of soil water availability as related to laboratorymeasured properties. Soil Sci. Soc. Am. J. 47, 770–775. Rawls WJ, Pachepsky YA, Ritchie JC, Sobecki TM and Bloodworth H. 2003. Effect of soil organic carbon on soil water retention. Geoderma. 116: 61– 76. Reid RJ, Hayes JE, Post A, Stagoulis JCR, Graham RD. 2004. A critical analysis of the causes of boron toxicity in plants. Plant Cell Environ. 25:1405– 1414. Richards AJ. 1990. Studies in Gracinia, dioecious tropical forest trees the origin of the mangosteen (Garcinia mangostana L.). Botanical Journal of The Linne Society Journal of The Linne Society. 103:301-308. Sanchez PA. 1989. Properties and management of soils in the tropics, 1st edition. John Wiley & Sons, Inc. Sandmann G, Boger P. 1980. Copper-mediated lipid peroxidation processes in photosynthetic membranes. Plant Physiol. 66: 797–800.
144
Saxton KE, Rawls WJ. 2006. Soil Water Characteristic Estimates by Texture and Organic Matter for Hydrologic Solutions. J. Soil Sci. Soc. Am. J. 70:1569–1578. Schutzendubel A, Polle A. 2002. Plant responses to abiotic stresses: heavy metal-induced oxidative stress and protection by mycorrhization. J Exp Bot. 53:1351–1365. Searle AJF, Tomasi A. 1982. Hydroxyl free radical production in iron, steine solutions and protection by zinc. Journal of Inorganic Biochemistry. 17: 161–166. Sen AK, Sarker KK, Mazumder PC, Banerji N, Uusvuori R, Hase TA. 1982. The structure of gracinones a, b and c: three new xanthone from gracinia mangostana. Phytochemistry. 21(7): 1747–1750. Shaul O. 2002. Magnesium Transport and Function in Plants: the Tip of the Iceberg. Biometals. 15 (3): 309-323. Shear, CB. 1975. Calcium-related disorders of fruits and vegetables. Hort Science. 10, 361–365. Shukla MK, Lal R, Ebinger M. 2006. Determining Soil Quality Indicators by Factor Analysis. Soil Tillage Res. 2: 194–204. Simon EW. 1978. The symptoms of calcium deficiency in plants. New Phytol. 80: 1–15. Singh JP, Karamanos RE, Stewart JWB. 1988. The mechanism of phosphorus induced Zinc defisiensy in bean (Pahseoulus vulgaris L,). Can. J. Soil Sci. 68: 345–358. Sinha P, Jain R, Chatterjee C. 2000. Interactive effect of boron and zinc on growth and metabolism of mustard. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 31(2), 41-49. Sinha P, Dube BK, Chatterjee C. 2003. Phosphorus stress alters boron metabolism of mustard. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 34: 315–326. Sonneveld C. 1987. Magnesium deficiency in rockwool-grown tomatoes as affected by climatic conditions and plant nutrition. J. Plant Nutr. 10: 1591–1604. Sotiropoulos TE, Therios IN, Dimassi KN. 1999. Calcium application as a means to improve tolerance of kiwifruit (Actinidia deliciosa L ) to boron toxicity. Sci. Hortic. 81: 443–449. Stevenson FJ. 1982. Humus chemistry, genesis, composition, reaction. 2 New York. Jon Willey and Sons.
nd
ed.
Stone JR, Yang S. 2006. Hydrogen peroxide: a signaling messenger. Antioxid Redox Signal. 8: 243–270. Sunarjono H. 1998. Prospek Berkebun Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sutaatmadja DS. 2005. Kriteria kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan berbasis jagung dan kacang tanah di bogor. [Disertasi] Bogor. Institut Pertanian Bogor.
145
Swietlik D, Laduke JV. 1991. Productivity, growth and leaf mineral composition of orange and grapefruit trees folir-spraed with zinc and manganese. J. Plant Nutr. 14(2), 129–142. Swietlik D. 1995. Interaction between zinc deficiency and boron toxicity on growth and mineral composition of sour orange seedlings. J. Plant Nutr. 18(6), 1191–1207. Syers JK, Campbell AS, Walker TW. 1970. Contribution of organic carbon and clay to cation exchange capacity in a chronosequence of sandy soils. Plant Soil. 33:104–112. Tewari RK, Kumar P, Tewari N, Srivastava S, Sharma PN. 2004. Macronutrient deficencies and differential antioxidant responses – influences on the activity and expression of superoxide dismutase. Plant Sci. 166: 687–694. Tewari RK, Kumar P, Sharma PN. 2008. Mhorphology and physiology of zinc stressed mulberry plants. J. Plant Nutr. Soil Sci. 171: 286–294. Tewari RK, Kumar P, Sharma PN. 2006. Magnesium deficiency induced oxidative stress and antioxidant responses in mulberry plants. Sci Hort. 108:7–14. Tewari RK, Kumar P, Sharma PN. 2006a. Antioxidant responses to enhanced generation of superoxide anion radical and hydrogen peroxide in the copper-stressed mulberry plants. Planta. 223:1145–1153. Tiarks AE, Mazurak AP, Chesnin L. 1974. Physical and chemical properties of soil associated with heavy applications of manure from cattle feedlots. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 38: 826–830. Ticconi CA, Abel S. 2004. Short on phosphate: plant surveillance and countermeasures. Trends Plant Sci. 9: 548–555. Triboulot MB, Pritchard J, Lévy G. 1997. Effects of potassium deficiency on cell water relations and elongation of tap and lateral roots of maritime pine seedlings. New Physiol. 135:183–190. Thornthwaite CW, Mather JR. 1957. Instruction and Tables For Computing Potensial Evapotranspiration and Water Balance. Publ. In Clim 10(3). Vallee BL, Auld DS. 1990. Zinc coordination, function, and structure of zinc enzymes and other proteins. Biochemistry. 29: 5647–5659. Vallee BL, Falchuk KH. 1993. The biochemical basis of zinc physiology. Physiological Reviews. 73: 79–118. Van den Berg M, Klamt E, van Reeuwijk LP, Sombroek WG. 1997. Pedotransfer functions for the estimation of moisture retention characteristics of Ferrasols and related soils. Geoderma. 78, 161–180. Verheij EWM. 1992. Garcinia mangostana L. In: EWM. Coronel RE (eds) PROSEA. Edible Fruits and Nuts. Wageningen: Pudoc. pp. 177–181 Vose PB. 1982. Iron nutrition in plants: a world overview. J Plant Nutr 5: 233–249
146
Webb MJ, Loneragan JF. 1990. Zinc translocation to wheat roots and its implications for a phosphorus/zinc interaction in wheat plants. J. Plant Nutr. 13: 1499–1512. Weckx JEJ, Clijsters HMM. 1996. Oxidative damage and defense mechanisms in primary leaves of Phaseolus vulgaris as a result of root assimilation of toxic amounts of copper. Physiol Plant. 96:506–512. White PJ. 1998. Calcium channels in the plasma membrane of root cells. Annals of Botany. 81: 173–183. White PJ, Broadley MR. 2003. Calcium in plants. Annals of Botany. 92: 487–511. Woolf AB, Wexle A, Prusky D, Kobiler E, Lurie S. 2000. Direct sunlight influences postharvest temperature responses and ripening of five avocado cultivars. Journal of the American Society for Horticultural Science. 125: 370–376. Wu ZY, Liang F, Hong BM, Young JC, Sussman MR, Harper JF, Sze H. 2002. An endoplasmic reticulum-bound Ca2+/Mn2+ pump, ECA1,supports plant growth and confers tolerance to Mn2+ stress. Plant Physiology 130: 128– 137. Wulandari I. 2009. Pengaruh aplikasi kalsium terhadap getah kuning pada buah manggis (Carcinia mangostana L.). [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Yaacob O, Tindall HD. 1995. Mangosteen cultivation. FAO. Plant Production and Protection Paper 129. 1st ed. Belgium. Food and Organization of the United Nations. Zhao ZG, Chen GC, Zhang CL. 2001. Interaction between reactive oxygen species and nitric oxide in drought-induced abscisic acid synthesis in root tips of wheat seedlings. Aust. J. Plant Physiol. 28: 1055–1061. Zimmermann S, Sentenac H. 1999. Plant ion channels: from molecular structures to physiological functions. Current Opinion in Plant Biology. 2: 477–482.
146
LAMPIRAN
147
Lampiran 1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983). Sifat Kimia Tanah C-organik (%) N-Total (%) C/N P 2 O 5 HCl (mg/100 g) P 2 O 5 Bray 1 (ppm) P 2 O 5 Olsen (ppm) K 2 O HCl (mg/100 g) KTK (me/100 g) Susunan kation K (me/100 g) Na (me/100 g) Mg (me/100 g) Ca (me/100 g) Kejenuhan Basa (%) Kejenuhan Al (%) Sangat masam pH H 2 O < 4.5
Sangat rendah < 1.00 < 0.10 <5 < 10 < 10 < 10 < 10 <5 < 0.1 < 0.1 < 0.4 <2 < 20 < 10 Masam 4.5-5.5
Rendah
Sedang
1.00-2.00 0.10-0.200 5-10 10-20 10-15 10-25 10-20 5-16
2.01-3.00 0.21-0.50 11-15 21-40 16-25 26-45 21-40 17-24
3.01-5.00 0.51-0.75 16-25 41-60 26-35 46-60 41-60 25-40
0.1-0.2 0.1-0.3 0.4-1.0 2-5 20-35 10-20 Agak masam 5.6-6.5
0.3-0.5 0.4-0.7 1.1-2.0 6-10 36-50 21-30 Netral
0.6-1.0 0.8-1.0 2.1-8.0 11-20 51-70 31-60 Agak alkalis 7.6-8.5
6.6-7.5
Tinggi
Sangat tinggi > 5.00 > 0.75 > 25 > 60 > 35 > 60 > 60 > 40 > 1,0 > 1,0 > 8,0 > 20 > 70 > 60 Alkalis > 8.5
148
Lampiran 2. Kofisien korelasi neraca air 1−17 minggu sebelum panen dengan parameter cemaran getah kuning dan kualitas buah PAGK PJGK BBKL BBH RBKBA * 17MSP .553 .776 .038 -.616 .143 16MSP .066 .333 -.226 -.684 -.129 15MSP -.242 -.397 .388 .159 .011 14MSP -.272 .016 .002 -.388 -.192 13MSP .266 .403 .305 -.519 .105 * 12MSP .569 .802 .629 .006 .602 11MSP -.127 .161 .068 -.606 -.231 10MSP .369 .612 -.046 -.745* .026 * ** 9MSP -.080 -.062 -.773 -.853 -.619 8MSP -.054 -.093 -.670 -.210 -.438 7MSP -.058 .295 .257 -.239 .159 6MSP .247 .111 .248 -.076 .027 5MSP .037 .487 -.046 -.514 -.160 4MSP .379 .790* -.027 -.414 .272 ** ** 3MSP .875 .867 .323 -.071 .609 2MSP .130 .274 .455 -.236 .109 1MSP .217 .527 .057 -.493 -.048 Keterangan : MSP = Minggu sebelum panen PAGK = Persentase aril bergetah kuning PJGK = Persentase juring bergetah kuning BBKL = Berat basah kulit buah BBH = Berat basah buah RBKBA = Rasio berat basah kulit terhadap berat basah aril TKL = Tebal kulit
TKL -.071 -.331 -.033 -.287 -.085 .531 -.270 -.008 -.731* -.298 -.040 -.071 -.120 .098 .420 .057 -.078
149
Lampiran 3. Neraca air 1-17 minggu sebelum panen pada 10 sentra produksi manggis di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Lampung MGG/ Hari ke XVII 119 118 117 116 115 114 113 XVI 112 111 110 109 108 107 106 XV 105 104 103 102 101 100 99 IVX 98 97 96 95 94 93 92 XIII 91 90 89 88 87 86 85
Karacak
Pusaka Mulia
Pakandangan
Koto Lua
Baringin
Padang Laweh
Lalan
-0.34 20.05 7.28 -0.22 7.27 0.22 -0.40
-0.38 -0.45 -0.51 -0.52 25.18 10.64 -0.38
-0.30 -0.40 -0.47 -0.44 -0.56 29.47 -0.21
-0.45 -0.50 -0.53 -0.60 -0.63 -0.69 -0.71
-0.31 -0.40 -0.47 -0.44 13.27 -0.22 -0.27
-0.88 -1.00 -1.04 -1.00 -1.14 -1.22 -1.26
0.29 9.26 0.21 -0.31 -0.38 -0.44 -0.51
-0.32 -0.40 -0.18 1.18 4.98 -0.31 -0.40
-0.40 -0.41 47.41 36.56 35.01 -0.31 1.03
-0.45 -0.51 -0.57 -0.63 -0.68 0.07 -0.15
-0.32 16.85 15.95 1.65 4.28 -0.14 -0.10
-0.78 -0.77 -0.85 11.25 12.70 -0.41 -0.46
-0.39 15.90 -0.19 16.45 3.88 -0.16 17.95
-1.32 -1.29 -1.30 -1.26 -1.23 -1.28 -1.46
-0.57 -0.62 -0.70 -0.74 -0.71 -0.83 -0.85
-0.44 -0.52 -0.51 -0.64 -0.70 -0.77 -0.81
1.34 0.63 -0.34 1.60 -0.40 -0.44 -0.50
-0.07 -0.43 -0.49 0.90 9.12 -0.38 -0.42
8.49 5.87 13.57 7.85 2.35 10.85 -0.13
9.25 7.75 -0.38 20.43 26.30 42.75 18.51
12.84 16.67 24.17 44.40 13.95 32.25 -0.17
-1.55 -1.65 -1.63 -1.67 -1.66 -1.68 -1.75
-0.85 -0.97 -1.02 -0.99 -1.13 -1.22 18.62
-0.91 -0.93 -1.00 -1.06 -1.12 -1.13 -1.18
2.12 -0.41 -0.43 32.40 25.64 17.85 10.40
-0.52 -0.59 -0.64 -0.72 -0.80 -0.88 -0.88
-0.32 1.97 -0.09 0.65 -0.25 9.39 0.14
-0.40 -0.45 10.01 5.61 -0.41 8.81 -0.41
-0.02 9.72 7.73 -0.08 13.03 68.44 14.14
-1.79 -1.76 -1.88 -0.63 -1.90 -1.87 -1.97
-0.31 -4.91 -4.64 -4.54 -4.28 -4.10 -4.19
-1.24 -1.35 -1.38 -1.44 -1.46 -1.53 -1.25
-0.38 8.38 7.34 14.42 10.36 6.60 31.12
1.66 -0.39 -0.48 5.34 43.85 4.84 5.28
-0.19 -0.23 15.23 -0.15 16.39 41.04 -0.25
27.31 5.36 -0.41 -0.46 -0.49 22.21 10.45
20.97 2.18 9.48 4.50 32.29 -0.22 7.32
-0.67 -2.01 -2.04 -2.10 -2.07 0.21 -0.38
6.21 -0.06 -0.11 -0.34 -0.39 -0.45 -0.52
7.62 -0.30 -0.27 -0.43 -0.48 -0.55 -0.60
Sukarame
150
MGG/ Hari ke XII 84 83 82 81 80 79 78 XI 77 76 75 74 73 72 71 X 70 69 68 67 66 65 64 IX 63 62 61 60 59 58 57 VIII 56 55 54 53 52 51 50 VII 49 48 47 46 45 44 43
Karacak
Pusaka Mulia
Pakandangan
Koto Lua
Baringin
Padang Laweh
Lalan
10.17 -0.31 19.44 -0.07 5.25 -0.34 -0.35
17.21 -0.22 17.79 -0.27 0.42 44.21 0.15
12.16 5.50 -0.28 -0.35 19.54 -0.32 14.24
-0.40 10.75 -0.40 -0.46 5.51 -0.41 -0.44
4.41 -0.25 -0.36 15.15 -0.26 -0.41 4.99
-0.44 -0.49 -0.07 -0.54 -0.54 -0.64 2.35
-0.45 -0.60 -0.68 -0.71 -0.79 -0.81 -0.70
-0.65 3.29 19.07 41.81 -0.27 3.10 -0.22
41.39 16.55 0.40 7.12 11.48 8.42 8.85
30.23 10.10 -0.29 -0.43 2.38 -0.35 42.66
12.01 32.01 6.31 -0.01 -0.26 5.47 -0.30
15.31 -0.40 28.75 5.75 10.55 -0.41 -0.44
15.46 51.76 22.76 3.08 6.79 3.97 -0.34
-0.39 -0.43 11.85 7.71 10.41 7.76 -0.38
-0.91 -0.99 -1.04 -1.10 -1.12 -1.20 -1.20
-0.34 -0.33 -0.48 -0.28 -0.56 -0.64 1.04
-0.09 -0.05 -0.34 6.62 11.19 12.42 9.29
26.14 -0.28 3.74 5.46 -0.28 -0.04 -0.15
16.66 15.83 -0.27 -0.35 -0.43 -0.49 -0.42
-0.50 -0.54 15.31 -0.39 -0.44 -0.49 -0.54
-0.02 10.58 -0.30 -0.38 -0.46 -0.53 -0.58
-0.44 -0.37 -0.53 -0.33 6.76 -0.38 14.21
-1.29 -1.34 -1.36 -1.40 -1.33 -1.51 -0.54
4.29 -0.22 -0.32 -0.06 -0.44 -0.48 -0.41
12.46 -0.35 -0.39 12.99 34.26 -0.39 -0.42
17.85 11.11 0.63 5.22 -0.12 -0.14 -0.04
-0.62 -0.66 -0.55 15.46 -0.27 19.57 -0.04
-0.60 -0.62 -0.69 10.61 5.31 -0.40 15.55
-0.65 -0.69 6.79 -0.27 -0.36 17.57 -0.20
-0.39 -0.43 -0.49 5.41 24.71 -0.38 5.71
-1.57 -1.59 20.35 7.71 9.91 2.26 1.41
-0.56 -0.64 -0.72 -0.78 -0.48 -0.85 0.19
12.41 -0.36 -0.43 -0.49 -0.49 -0.49 -0.47
3.91 6.27 7.97 -0.13 -0.23 -0.36 -0.40
-0.29 -0.25 -0.44 10.01 -0.29 -0.34 -0.41
-0.40 -0.45 -0.49 -0.51 -0.58 -0.63 -0.68
-0.35 -0.45 -0.52 -0.54 -0.62 -0.65 -0.72
-0.21 -0.33 -0.42 0.35 -0.38 3.35 22.85
10.26 -0.16 -0.33 -0.39 -0.45 6.41 5.71
-0.29 -0.36 -0.43 -0.34 -0.55 -0.56 6.90
-0.63 0.46 8.79 29.71 30.99 8.06 -0.30
-0.02 -0.44 -0.47 -0.57 -0.62 -0.19 5.84
-0.07 -0.21 15.20 1.57 2.37 -0.28 -0.36
-0.66 5.45 -0.40 52.55 -0.38 15.46 -0.41
-0.31 4.55 31.85 -0.15 13.47 -0.31 -0.37
11.41 -0.39 -0.45 -0.48 -0.54 -0.57 -0.64
-0.30 -0.35 -0.42 14.91 -0.30 -0.35 -0.43
8.48 6.77 7.93 6.55 15.63 15.44 -0.28
Sukarame
151
MGG/ Hari ke VI 42 41 40 39 38 37 36 V 35 34 33 32 31 30 29 IV 28 27 26 25 24 23 22 III 21 20 19 18 17 16 15 II 14 13 12 11 10 9 8 I 7 6 5 4 3 2 1
Karacak
Pusaka Mulia
Pakandangan
Koto Lua
Baringin
Padang Laweh
Lalan
Sukarame
-0.07 -0.17 7.12 -0.37 -0.43 -0.47 -0.47
47.21 1.84 20.87 -0.19 -0.30 1.37 -0.30
-0.42 35.07 3.92 -0.17 -0.04 -0.28 -0.38
-0.46 -0.50 -0.55 -0.60 10.61 -0.41 -0.44
-0.45 -0.51 -0.57 -0.19 25.07 9.84 8.32
-0.37 -0.69 -0.67 -0.80 -0.83 -0.89 -0.92
1.41 12.76 -0.27 -0.19 -0.38 2.35 15.85
-0.35 -0.41 -0.47 -0.53 -0.54 -0.40 -0.46
-0.50 4.13 -0.20 8.88 27.33 -0.34 11.25
20.27 -0.27 6.10 0.28 27.02 12.72 25.40
8.21 6.09 6.56 -0.15 -0.27 -0.38 -0.47
-0.50 -0.54 -0.60 -0.63 -0.69 -0.74 -0.79
-0.28 -0.39 23.81 9.14 -0.26 -0.37 -0.45
-0.96 -1.01 -1.05 5.35 24.85 -0.38 5.76
4.41 -0.17 -0.34 -0.39 -0.46 -0.50 -0.57
5.18 -0.25 -0.23 2.19 3.32 -0.28 10.90
1.67 51.27 13.34 -0.02 3.78 6.78 -0.06
4.40 11.96 6.27 -0.32 -0.05 7.43 3.84
-0.50 -0.57 -0.64 -0.71 -0.79 -0.85 21.10
-0.82 -0.89 -0.89 -0.96 -1.01 -1.03 -1.07
-0.48 -0.55 -0.61 -0.69 -0.75 -0.81 -0.86
-0.18 -0.32 -0.46 -0.49 -0.56 -0.61 -0.63
-0.61 -0.66 -0.65 -0.79 -0.83 -0.90 -0.93
28.88 0.09 15.29 6.49 -0.30 -0.34 -0.34
-0.26 11.10 14.49 7.32 1.13 2.66 -0.35
-0.34 -0.42 1.40 -0.33 34.10 -0.26 1.46
-0.28 -0.33 0.39 9.15 26.71 0.12 29.17
-1.05 -1.17 -1.19 -1.25 6.15 -0.24 -0.44
-0.87 -0.96 -0.95 7.40 -0.24 -0.17 -0.30
-0.69 -0.68 -0.77 -0.82 -0.86 -0.93 -0.88
-0.98 -1.03 -1.08 5.35 29.85 -0.29 1.91
20.46 8.04 -0.13 -0.28 7.53 -0.27 11.79
28.58 16.34 -0.37 -0.40 -0.19 -0.42 -0.47
19.91 9.66 5.77 29.27 -0.09 8.90 8.40
-0.25 -0.33 15.35 -0.28 6.17 -0.22 46.86
35.81 -0.41 -0.44 1.46 -0.39 -0.46 -0.05
3.76 -0.31 2.75 -0.31 40.32 57.94 -0.13
-1.01 -1.05 6.41 -0.39 -0.46 -0.55 -0.60
-0.14 -0.18 -0.28 -0.40 -0.48 -0.53 -0.31
-0.28 -0.35 7.06 -0.30 0.78 1.69 -0.22
18.41 -0.33 29.99 -0.34 -0.33 -0.43 -0.44
25.99 12.60 -0.29 11.10 -0.29 10.60 42.60
12.00 5.40 -0.29 -0.37 -0.41 -0.49 -0.53
8.46 -0.39 -0.46 -0.50 -0.54 -0.60 -0.63
-0.31 -0.40 -0.47 -0.55 -0.57 -0.65 -0.67
-0.66 -0.70 -0.75 -0.79 -0.89 19.44 -0.41
-0.61 -0.61 -0.71 -0.77 -0.82 -0.89 -0.85
2.18 -0.25 9.49 -0.26 -0.36 -0.44 -0.02
152
GLOSSARI Absorpsi
: proses penyerapan partikel, ion atau senyawa lain ke dalam organ atau media tertentu dapat berupa gas, cair, atau padat.
Adsorbsi
: peristiwa penjerapan partikel, ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid, akar, atau bahan organik.
Counter cation
: adalah kation yang menyertai suatu jenis ion untuk menjaga netralitas muatan.
Askorbat peroksidase (atau APX1)
enzim yang mendetoksifikasi peroksida seperti hidrogen peroksida menggunakan askorbat sebagai substrat.
Detoksifikasi
: pengungran tingkat keracunan.
Fototropisme
: pergerakan pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh rangsangan cahaya. : distribusi unsur kimia dalam mineral, batuan, bahan induk tanah, tanah, air, dan atmosfer pada beberapa wilayah.
Geokimia
Gravitropisme
: gerak pertumbuhan ke arah atau menjauhi tarikan gravitasi bumi. Gerak ke arah gravitasi bumi disebut gravitropisme positif, sedangkan gerakan pertumbuhan menjauhi gravitasi bumi disebut gravitropisme negatif.
Glutation peroksidase (GPX) (EC 1.11.1.9)
: nama umum dari suatu kelompok enzim dengan aktivitas peroksidase utamanya berperan biologis untuk melindungi organisme dari kerusakan oksidatif.
Glutathione reduktase
enzim antioksidan seluler yang dapat mengurangi disulfida glutathione (GSSG).
Hidrolik
: suatu sistem yang memanfaatkan tekanan fluida sebagai sumber tenaga pada suatu mekanisme.
Immobile
: tidak bergerak, tidak dapat ditranslokasikan, statis
Ligan
: molekul sederhana yang dalam senyawa kompleks bertindak sebagai donor pasangan elektron.
154
Messenger
: signal yang berperan dalam pengirim pesan pada reseptor sel target untuk menghasilkan respon biologis.
Partisi
: proporsi atau pembagian yang optimum
Peroksidase
: salah satu dari sejumlah protein berbasis enzim yang bertindak sebagai katalis untuk memfasilitasi berbagai proses biologis.
Shoot
: seluruh bagian organ tanaman (kecuali akar) yang berada di atas permukaan tanah
Situs
kompleks pertukaran ion
Spesies oksigen reaktif : molekul kimia reaktif yang mengandung oksigen, (ROS) terbentuk sebagai produk sampingan alami dari metabolisme normal oksigen dan memiliki peran penting dalam penanda sel, homeostasis, dan . dapat menyebabkan kerusakan struktur sel. Stres (cekaman)
: faktor luar atau kondisi lingkungan berpengaruh buruk terhadap tanaman.
yang
Superoksida dismutase : enzim yang mengkatalisis dismutasi superoksida (SOD, EC 1.15.1.1) menjadi oksigen dan hidrogen peroksida. Turgor
: tekanan yang timbul sebagai akibat dorongan membran sel terhadap dinding sel pada tanaman.