STUDI KASUS PENGENDALIAN DAYA DOWNLINK PADA SISTEM SELULAR CDMA
OLEH :
FANNY FEDRINA S 41406110128
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
STUDI KASUS PENGENDALIAN DAYA DOWNLINK PADA SISTEM SELULAR CDMA
TUGAS AKHIR OLEH : FANNY FEDRINA S 41406110128
Disetujui Oleh :
Bambang S. Hutomo, Ir. Bc.TT (Dosen Pembimbing)
Ir. Yudhi Gunardi, MT (Koordinator Tugas Akhir)
ABSTRAK Sistem CDMA adalah sistem komunikasi akses jamak berbasis sistem spektral tersebar. Setiap pasang pengguna berkomunikasi dengan menggunakan kode yang unik dan bersifat orthogonal terhadap kode pasangan pengguna lain. CDMA disarankan karena kapasitas maksimalnya diperhitungkan lebih besar dari FDMA dan TDMA.
Pengendalian daya downlink merupakan syarat mutlak pada CDMA untuk mengurangi interferensi pada sel yang berdekatan dengan mengurangi jumlah total daya pancaran yang difokuskan pada transmisi sinyal dari base station ke unit bergerak. Pengendalian daya menyebabkan total daya pancar RBS minimum, karena daya dialokasikan secara efektif. Level daya yang tinggi dipancarkan untuk SU yang berlokasi pada batas sel dan level daya rendah untuk SU didalam sel. Proses pengendalian daya ini akan menghasilkan peningkatan kapasitas sistem.
Ukuran kualitas transmisi yang biasa digunakan pada sistem selular adalah carrier to interference ratio (C/I). Untuk menelaah kinerja pengendalian daya ini, akan dikembangkan serta dianalisis dasar dari C/I balancing yang dapat menghasilkan suatu distribusi interferensi yang wajar, dalam pengertian bahwa semua pengguna mengalami tingkat (level) C/I yang sama.
Pengendalian daya pancar merupakan suatu teknik yang dapat mengurangi interferensi kanal sama dan meningkatkan kapasitas sistem dengan penerimaan yang memuaskan 2,25 kali lebih banyak disbanding tanpa pengendalian daya.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN
i
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR SIMBOL
x
DAFTAR ISTILAH
xii
BAB I
: PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah ………………………………………………1
1.2
Perumusan Masalah ..…………………………………………………..2
1.3
Batasan Masalah ……………………………………………………….3
1.4
Tujuan Penulisan ………………………………………………………4
1.5
Metoda Penelitian ……….……………………………………………..4
1.6
Sistematika Penulisan ………………………………………………….4
BAB II : SISTEM SPEKTRAL TERSEBAR DIRECT SEQUENCE 2.1
Teknik Dasar Spektral Tersebar ………………………………………..6 2.1.1 Model Dasar Teknik Direct Sequence …………………………7 2.1.2 Generator Direct Sequence …………………………………….10 2.1.3 Korelasi Sendiri & Korelasi Silang Sinyal Pseudorandom …..11 2.1.4 Karakteristik Anti Interferensi …………………………….…..13
2.2
Konsep CDMA ………………………………………………………..14 2.2.1 Konfigurasi Dasar Sistem CDMA ………………….…………19 2.2.2 Kapasitas Code Divison Multiple Access ……………………..21 2.2.2.1
Meningkatkan Kapasitas dengan Sektorisasi Sel …....21
2.2.2.2 2.2.3
Pemantauan Aktivitas Suara …………………….….23
Kanal CDMA …………………………………………………24
2.2.4
2.2.3.1
Kanal Uplink CDMA ……………….………………24
2.2.3.2
Kanal Downlink CDMA …………….……………...25
Perhitungan Jumlah Pemakai Simultan ………………………28
BAB III : PENGENDALIAN DAYA PADA CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS 3.1
Latar Belakang Perlunya Pengendalian Daya ………………………...31 3.1.1 Pengendalian Daya Uplink ……………………………….……31 3.1.2
Pengendalian
Daya
Downlink
………………………….…….33 3.2
Kualitas Suara CDMA ……………………………………….……….34
3.3
Sub Kanal Sinyaling Pengendalian Daya ……………………..………34
3.4
Level Sinyal Terima Minimum ………………………………….……37
3.5
3.4.1
Penguatan Sistem …………………………………….……….38
3.4.2
Daya Pancar RBS …………………………………….……….39
3.4.3
Daya Pancar SU …………………………………….………...41
Carrier To Interference Ratio (C/I) …………………………………...42
BAB IV : TELAAH PENGENDALIAN DAYA 4.1
Model Perhitungan Interferensi ……………………………...….……50
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan …………………………………………………………..58
5.2
Saran …………………………………………………………………58
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Spektrum sinyal sebelum dan sesudah penyebaran
Gambar 2.2
Pengirim dan Penerima BPSK direct sequence spectral tersebar
Gambar 2.3
(a) Generator DS dengan keluaran panjang maksimal (b) Keluaran generator DS (m=4)
Gambar 2.4
Fungsi Korelasi sendiri sinyal pseudorandom
Gambar 2.5
Model interferensi kanal sama pada CDMA
Gambar 2.6
Skema perbandingan FDMA, TDMA, dan CDMA dalam domain frekuensi dan waktu
Gambar 2.7
Pola pengulangan frekuensi
Gambar 2.8
Struktur kanal uplink CDMA untuk standar TIA/EIA/IS-95
Gambar 2.9
Struktur kanal downlink CDMA untuk standar TIA/EIA/IS-95
Gambar 2.10
Konfigurasi dasar sistem CDMA
Gambar 2.11
Kanal balik CDMA
Gambar 2.12
Kanal maju CDMA
Gambar 2.13
Hubungan BER terhadap jumlah pemakai simultan system CDMA IS-95
Gambar 3.1
Ilustrasi terjadinya near-far
Gambar 3.2
Mengatasi masalah near-far
Gambar 3.3
Daya pancar RBS setelah pengendalian daya
Gambar 3.4
Posisi bit pengendalian daya pada suatu frame
Gambar 3.5
Pengendalian daya pada SU
Gambar 3.6
Pentransmisian bit pengendalian daya
Gambar 3.7
Model perhitungan interferensi
Gambar 3.8
Interferensi dari RBS pada tingkat pertama
Gambar 4.1
Harga C/I untuk berbagai posisi pada r dengan dan tanpa pengendalian daya
Gambar 4.2
Hubungan C/I terhadap jumlah pemakai simultan pada kondisi terburuk
Gambar 4.3
Perbandingan pengendalian daya downlink pada CDMA
Gambar 4.4
C/I untuk pengendalian daya downlink dengan menggunakan r threshold dibandingkan dengan tanpa r threshold
Gambar 4.5
C/I sebagai fungsi jumlah pemakai M setelah dilakukan threshold untuk Situasi terburuk
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pengendalian daya pada SU Tabel 3.2 Smin, untuk beberapa kecepatan informasi Table 3.3 Sinyal maju dari daya pancar per kanal suara Table 3.4 ERP sinyal maju
DAFTAR SIMBOL
Bc
= lebar pita sinyal spectral tersebar
C
= daya sinyal yang diinginkan
c(t) = sinyal pengkode Eb
= energi bit
Ec
= energi chip
fb
= frekuensi sinyal informasi
fc
= frekuensi sinyal spectral tersebar
G
= penguatan proses o
= derau dasar
I
= daya sinyal interferensi
I0
= rapat derau interferensi
K
= jumlah bit data
L
= constraint length
L
= deretan panjang maksimal
Ls
= rugi-rugi sistem
m
= jumlah pemakai simultan
m
= jumlah shift register
MAI = margin anti interferensi Nd
= perbedaan antara dua bit yang seletak
No
= rapat derau total
Ns
= persamaan antara dua bit yang seletak
P
= rapat spektral daya
Pb
= probabilitas bit
r
= jarak SU dengan RBS yang bersangkutan
r
= laju kode
R
= radius sel
Rb
= laju bit informasi
Rc
= laju chip
ro
= laju terhenti
Tb
= lebar satu bit data
Tc
= lebar satu chip
Td
= delay propagasi
x(t) = data biner
DAFTAR ISTILAH Access Channel Channel pada CDMA reverse link yang digunakan untuk mobile station untuk berkomunikasi ke base station. Access channel digunakan untuk signaling pertukaran pesan pendek.
Bandwith Lebar perbedaan antara frekuensi tertinggi dan terendah yang digunakan pada sinyal jaringan, atau menjelaskan tentang banyak data yang dapat dikirimkan pada jumlah waktu yang tetap.
BS (Base Station) Station tetap untuk komunikasi dengan mobile station.
BSC (Base Station Centre) Station pusat yang berfungsi mengendalikan kerja BTS yang ada dibawahnya.
Bit Error Rate (BER) Angka yang menunjukkan jumlah bit yang mengalami error atau kesalahan dibagi dengan jumlah total bit yang dikirimkan.
CDMA (Code Division Multiple Access) Teknik penggunaan spread spectrum oleh multiple transmitter yang dikirimkan ke penerima dengan frekuensi dan waktu yang sama dan dibedakan oleh kode yang berbeda tanpa dipengaruhi oleh adanya interference.
Cell Daerah dimana radio base station ditempatkan.
dBm Power terukur dalam dB yang mengacu pada 1 miliwatt.
dBW Power terukur dalam dB yang mengacu pada 1 Watt.
dBm/Hz Satuan dari power spectral density. Ini menyediakan ratio dari power pada satu hertz bandwith dimanan power diwakilkan dengan satuan dBm.
Eb Energi dari informasi bit Eb diukur dalam satuan watt per hertz.
EIRP Effective Isotropic Radiated Power yaitu power transmit yang dikalikan oleh gain antenna dengan mengacu pada radiator isotropic ideal.
FDMA (Frequency Division Multiple Access) Teknik pembagian berdasarkan frekuensi, dimana masing-masing bagian komunikasi dialokasikan sebagian dari spectrum frekuensi untuk semua waktu.
Handoff Proses transfer control MS dari satu BTS ke BTS lain.
Kbps Kilo bit per second.
Mcps Megachips per second (106 chips per second)
MS (Mobile Station) Perangkat pelanggan pada layanan telekomunikasi radio selular umum local.
MSC (Mobile Switching Center) Konfigurasi perangkat yang didesign untuk menyediakan layanan interkoneksi dengan sejumlah perangkat wireless pelanggan, dan antar station pelanggan wireless dengan public switch telephone network melalui satu atau base station yang dibawah kontrolnya.
Pilot Bit yang digunakan untuk mendukung nilai kanal untuk detector coherent.
Paging Channel Channel komunikasi forward yang digunakan ole base station untuk berkomunikasi dengan mobile station ketika ini ditetapkan sebagai trafik chanel.
PN Chip Satu bit pada PN sequence atau durasi waktu tiap bit yang mengacu pada interval modulasiterkecil pada sistem CDMA.
Receiver Sensitivity (dBm) Level sinyal pada input penerima yang sesuai dengan Eb/(No + Io) yang dibutuhkan.
Required Eb/(No + Io) dB Perbandingan antar energi yang diterima per bit informasi pada total noise efektif dan interferensi power density yang dibutuhkan untuk kebutuhan kualitas yang obyektif.
SNR (Signal to Noise Ratio) Ratio Eb/(No + Io) atau energi per bit dibagi oleh noise ditambah interferensi dari density power spectrum.
SIR (Signal to Interference Ratio) Merupakan perbandingan antara sinyal level dengan interferensi level.
Soft Handoff Proses transfer control MS dari satu BTS ke BTS lain dengan cara membuat hubungan dengan BTS baru dengan lebih dari dua BTS sebelum meninggalkan BTS yang terpakai sekarang.
TDMA (Time Division Multiple Access) Teknik komunikasi yang menggunakan kanal umum untuk sejumlah komunikasi multiple akses pengguna dengan pengalokasian masing-masing time slot yang unik.
Walsh Code Jenis code yang merupakan algoritma matematik yang membedakan panggilan pada CDMA.
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Dewasa ini, sistem komunikasi radio mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dalam industri telekomunikasi.
Tuntutan pengembangan teknologi semacam ini mendorong dikembangkannya alpikasi konsep selular.
Dalam konsep selular, area pelayanan dibagi menjadi sejumlah area pelayanan yang lebih kecil, yang disebut dengan sel. Dalam setiap sel, terdapat suatu stasiun radio yang berlokasi pada pusat sel yang disebut radio base station (RBS), yang berfungsi sebagai penyedia jalur komunikasi untuk unit bergerak (Subscriber Unit – SU) dalam sel tersebut. Lintasan komunikasi yang disediakan dapat untuk dan dari unit bergerak yang lain atau untuk dan dari jaringan tetap (PSTN – Public Switched Telephone Network).
Sifat dasar spektrum radio yang terbatas, menyebabkan pengulangan frekuensi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penggunaan yang efisien. Untuk itu, salah satu komponen inti dalam konsep selular adalah pengulangan frekuensi, yang berarti bahwa, frekuensi tertentu digunakan secara berulang pada suatu jarak tertentu. Hal ini akan mengakibatkan adanya interferensi karena penggunaan kanal yang sama secara bersama. Interferensi ini dikenal dengan interferensi kanal sama (co-channel interference). Interferensi semacam ini akan membatasi kapasitas sistem.
Meningkatnya permintaan pada pelayanan komunikasi mobil memberikan dampak perkembangan yang cepat pada akses jamak yang efisien. CDMA (Code Division Multiple
Access) sekarang ini sangat dipertimbangkan sebagai suatu teknik yang memberi harapan untuk mendapatkan kapasitas yang tinggi dalam sistem. CDMA merupan metoda akses jamak yang menggunakan sejumlah deretan ortogonal untuk mengidentifikasi masingmasing pemakai dalam satu kanal frekuensi lebar (wideband) yang sama secara simultan.
1.2
Perumusan Masalah
Kualitas suara yang bagus, kapasitas yang tinggi dan konsumsi daya yang rendah merupakan sasaran utama dalam sistem komunikasi selular.
Pengendalian daya downlink merupakan syarat mutlak pada sistem CDMA untuk menjaga agar kapasitas relative konstan tidak terpengaruh oleh perubahan perbandingan daya sinyal yang diinginkan terhadap daya sinyal penginterferensi dalam satu kanal frekuensi.
Jika pengendalian daya tidak ditetapkan, maka sistem beroperasi pada daya pancar tertentu yang sesuai untuk unit bergerak yang berada pada situasi worst case (pinggir sel). Ini tentu membutuhkan daya yang terlalu banyak, yang memegang peranan penting dalam penambahan interferensi pada unit bergerak dan pemborosan penggunaan batere. Karena itu, pengendalian daya pancar dibutuhkan tidak hanya untuk mengurangi interferensi kanal sama tetapi juga perlu untuk menghemat energi batere terutama peralatan hand held.
Peningkatan daya pancar dalam link tertentu berarti meningkatkan interferensi untuk penerima lain dalam link tersebut. Dimana unit bergerak yang lain juga mencoba meningkatkan daya sebagai kompensasi dari penambahan interferensi yang dialami. Proses ini berlanjut dan segera berakhir pada daya maksimumnya. Ini dengan nyata tidak diinginkan seklai. Pada keadaan lain, pengurangan daya membuat penerima lebih mudah
lagi mengalami interferensi. Untuk itu dikembangkan pengendalian daya dalam mengantisipasi hal diatas.
Pengendalian daya dilakukan berdasarkan pada kriteria kualitas pengukuran yang dikenal dengan C/I, yang dapat memberikan perbaikan hasil sehubungan dengan penurunan interferensi kanal sama. Sehingga dapat dicapai keseimbangan level C/I pada semua link, dimana semua pemakai mengalami level C/I yang sama.
Pengendalian daya pancar merupakan teknik penting yang dapat digunakan untuk mengurangi interferensi kanal sama yang memberikan banyak pemakai memperoleh kualitas sinyal terima yang memuaskan saat penghematan daya. Hal ini dilator belakangi oleh penyesuaian daya pancar masing-masing pada alokasi kanal yang diberikan, sehingga level interferensi pada lokasi penerima adalah minimum.
1.3
Batasan Masalah
Dalam tugas akhir ini yang membahas mengenai pengendalian daya downlink pada sistem selular CDMA dengan batasan – batasan masalah sebagai berikut :
a.
Redaman daya hanya bergantung pada jarak.
b.
Sinyal diasumsikan tidak fading.
c.
Jumlah pemakai tiap sel adalah sama.
d.
Kualitas transmisi diasumsikan hanya bergantung pada C/I.
1.4
Tujuan Penulisan
Tujuan dari kajian tentang pengendalian daya downlink pada sistem selular CDMA dalam tugas akhir ini adalah untuk melihat peranan penting pengendalian daya pancar
dalam mengatasi masalah interferensi akses jamak dan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pemakai dalam sel.
Parameter yang ditinjau adalah : •
Tingkat C/I yang memuaskan pada setiap pemakai dalam sel.
•
Jumlah pemakai simultan dengan atau tanpa pengendalaian daya.
•
Pengaruh eksponen pengendalian daya yang dapat memberikan model pengendalaian daya yang sesuai.
1.5
Metode Penelitian
Penelitian skripsi ini dilakukan dengan beberapa metode, yaitu : a.
Studi Literatur Dengan pengumpulan data melalui buku-buku referensi, modul-modul ataupun bahan-bahan lain yang didapat dari internet.
b.
Analisa Data Menganalisa data-data yang terkait dengan pengukuran daya downlink pada sistem selular CDMA dengan menggunakan program Mathcad untuk pembuatan grafik.
1.6
Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri dari 5 bab, dengan metode penyampaian sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, maksud dan tujuan, pembatasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan dari tugas akhir ini.
BAB II DASAR TEORI SISTEM SPEKTRAL DS DAN SISTEM SELULAR CDMA Menjelaskan konsep dasar dari sistem spectral tersebar dan prinsip dasar sistem direct sequence. Serta mengemukakan konsep selular dari masalah interferensi pada sistem selular CDMA.
BAB III PENGENDALIAN DAYA PADA CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS Membicarakan latar belakang perlunya pengendalian daya pada sistem
selular
CDMA, posisi bit pengendali dan level sinyal terima minimum.
BAB IV TELAAH PENGENDALIAN DAYA Membahas carrier to interference ratio pada distribusi ruang pemakai yang berbeda dibawah pengendalian daya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II DASAR TEORI SISTEM SPEKTRAL DS DAN SISTEM SELULAR CDMA
2.1 Teknik Dasar Spektral Tersebar Teknik spektral tersebar adalah teknik modulasi digital dimana lebar pita sinyal yang ditransmisikan, Bc, jauh lebih lebar dari lebar pita sinyal informasi Bo. Ini berarti jumlah sample per simbol data meningkat oleh faktor Bc/Bo yang disebut penguatan proses (processing gain).
Walaupun kelihatannya teknik ini bertentangan dengan usaha untuk memperkecil penggunaan spekrum, namun dengan sifat modulasi terkodenya, teknik spektral tersebar mampu memberikan kemampuan kepada sistem, diantaranya penolakan yang tinggi terhadap interferensi dan dapat berlaku seperti derau yang menyebabkan sinyal spektral tersebar berlaku seolah-olah tidak mempunyai hubungan dengan setiap sinyal spektral tersebar lainnya, yang menggunakan pita frekuensi yang sama.
Gambar 2.1 Spektrum sinyal sebelum dan sesudah penyebaran
Dua kriteria yang harus dipenuhi oleh system komunikasi spektral tersebar, yaitu : 1. Lebar pita sinyal transmisi jauh lebih lebar dari pita sinyal informasi. 2. Lebar pita transmisi yang lebar tersebut dihasilkan oleh proses penebaran (spreading) pada pemancar yang melibatkan deretan kode yang independen terhadap sinyal informasi, dan sinyal kode ini digunakan di penerima agar informasi yang dikirim dapat dideteksi.
Teknik penebaran spektral yang banyak dikembangkan pada sistem spektral tersebar adalah 1. Direct Sequence (DS) 2. Frequency Hopping (FH)
2.1.1 Model Dasar Teknik Direct Sequence
Direct sequence adalah teknik modulasi spektral tersebar dimana informasi yang akan dikirimkan terlebih dahulu diubah menjadi bentuk informasi lain yang terkode. Setiap bit informasi diubah menjadi deretan bit kode yang disebut chip. Pengubahan dilakukan dengan jalan mengalikan bit-bit data dengan keluaran pengkode yang mempunyai laju chip, Rc (chip/detik), lebih tinggi dibandingkan laju data sinyal informasi Rb (bit/detik).
Gambar 2.2 Pengirim dari penerima BPSK direct sequence spektral tersebar
Pada bagian pengirim dilakukan proses penebaran (spreading) dengan mengalikan sinyal informasi x(t) dengan suatu sinyal c(t) yang merupakan sinyal keluaran generator direct sequence. Sinyal c(t) disebut sinyal pengkode. Pola keacakan sinyal c(t) ditentukan berdasarkan kode pembangkit deretan yang digunakan. Kode tersebut bersifat unik dan saling bebas terhadap sinyal informasi atau terhadap deretan sinyal acak semu yang dihasilkannya. Sinyal spektral tersebar ini selanjutnya termodulasi fasa dengan sinyal yang secara umum diekspresikan sebagai : S (t ) = 2 PCos[ω o t + θ d (t )]
(2.1)
Sehingga diperoleh sinyal keluaran sistem pemancar DS-SS : S (t ) = 2 PC (t )Cos[ω o t + θ d (t )]
(2.2)
Proses penebaran spektral sinyal informasi/data ke seluruh lebar pita sistem dinamakan spreading. Modulator yang digunakan dinamakan modulator-spreading.
Pada bagian penerima (demodulator) dilakukan proses dispreading yaitu proses mendapatkan kembali sinyal informasi dari sinyal spektral tersebar. Proses ini dilakukan dengan mengalikan sinyal yang diterima :
Sr (t ) = 2 PC (t − Td )Cos[ω o t + θ d (t − Td ) + φ ]
(2.3)
dengan sinyal keluaran generator DS yang sama dengan pengirim, c(t), dan dengan sinkronisasi yang sempurna sehingga didapat : Sm(t ) = 2 PCos[ω o t + θ d (t ) ]
(2.4)
Informasi (data biner) diperoleh kembali dengan demodulasi fasa. Perbandingan antara lebar pita sistem, Bc terhadap lebar pita sinyal informasi, Bo, dinamakan penguatan proses (processing gain, disingkat G). pendefinisian faktor G umumnya dihubungkan dengan laju chip dan laju data informasi, Rc dan Rb, masing-masing melalui persamaan : G
B
R
T
B
R
T
c o
c b
b
(2.5)
c
dengan Tc menyatakan lebar satu chip, dan Tb menyatakan lebar satu bit data.
2.1.2 Generator Direct Sequence
Sinyal direct sequence (DS) atau pseudo-random (PR) dibangkitkan oleh susunan shift register dengan deretan panjang maksimal (maximally length sequence atau disingkat m-sequence) yang didefinisikan sebagai deretan dengan perioda terpanjang yang dapat dibangkitkan oleh pseudorandom generator (PRG).
Perioda deretan maksimal adalah : TPN = L Tc
(2.6)
dimana L adalah jumlah chip yang membangun perioda tersebut, yaitu : L = 2m – 1
(2.7)
sedangkan m adalah jumlah shift register yang digunakan dan T c adalah time chip atau lebar satu pulsa sinyal keluaran DS.
Dari sifat kesetimbangan (balance property), jumlah bit “1” dalam setiap deretan lebih banyak satu bit dari jumlah bit “0”. Jadi pada setiap perioda, jumlah bit 1 sebanyak 2m-1 dan jumlah bit 0 sebanyak 2 m-1-1.
Sedangkan dari sifat korelasi (correlation property), jika D menyatakan perbedaan antara 2 bit yang seletak dan S menyatakan kesamaan antara dua bit tersebut, maka faktor korelasi dua kode PR tersebut dapat ditentukan dengan jalan menghitung jumlah D dan S yang sama. Jika jumlah D dinyatakan dengan Nd dan jumlah S dinyatakan dengan Ns maka faktor korelasi Cp dapat dihitung dengan rumus : Cp = (Ns – Nd) / N
(2.8)
Gambar 2.3 (a). Generator DS dengan keluaran panjang maksimal (b). Keluaran generator DS (m-4)
2.1.3 Korelasi Sendiri dan Korelasi Silang Sinyal Pseudorandom
Fungsi korelasi sendiri sinyal PR didefinisikan : R( τ)
1 ⌠ ⋅ T ⌡ c
Lτ
o
c( t) c( t − τ) dt
(2.9)
dimana c(t- ) adalah sinyal pseudorandom yang mengalami pergeseran fasa sebesar =(nTc) dan Tc adalah time chip sinyal keluaran PRG. Untuk harga korelasi sendiri akan maksimum dengan nilai 1 dan untuk
=0 maka fungsi
=Tc fungsi korelasi sendiri
akan minimum dengan nilai -1/L. Untuk | | < Tc harga korelasi akan linear antara 1 dan 1/L.
Gambar 2.4 Fungsi korelasi sendiri sinyal pseudorandom
Fungsi korelasi silang sinyal PR didefinisikan : 1 ⌠ ⋅ T ⌡ c
LT
c ( t ) ⋅ c ( t − τ) dt i
j
(2.10)
o
Dari sifat deretan PR korelasi silang ci(t- i)cj(t- j) bernilai tidak nol, menyebabkan adanya interferensi kanal sama pada SU lain dari kanal CDMA. Sebagai contoh, tiga SU pada kanal CDMA seperti pada gambar 2.5, menghasilkan masukan pada penerima-i : xi(ti)c i(t-
i)
+ xj(t- j)cj(t- j) + xk(t-
k)c k(t-
k).
Dan pada keluaran penerima-1 : xi(t- i)ci(t- i)[ xj(t- j)cj(t- j) + xk(ti)
k)c k(t-
k)]
= xi(t-
+ ij + ik, dimana ij dan ik adalah sinyal interferensi dari SU-j dan SU-k yang diterima
oleh SU-i. Komponen ij dan ik adalah komponen interferensi kanal sama untuk xi(t- i).
Gambar 2.5 Model interferensi kanal sama pada CDMA
2.1.4 Karakteristik Anti Interferensi Faktor penguatan proses pada sistem spektral tersebar berperan sangat penting untuk menekan interferensi. Berdasarkan harga penguatan proses yang ditetapkan dalam suatu perancangan sistem komunikasi spektral tersebar, maka dapat ditentukan daya interferensi maksimum yang boleh diterima sistem tanpa mengakibatkan degradasi kinerja yang besar, melalui besaran yang dikenal Margin Anti-Interference. MAI, Margin AntiInterference didefinisikan sebagai batas dimana sistem spektral tersebar masih dapat beroperasi dengan baik pada lingkungan yang dipengaruhi interferensi dengan intensitas tinggi atau jammer. Secara matematis didefinisikan : MAI = G – [L sys + SNRout]
(2.11)
dimana : MAI
= Margin Anti Interference (dB)
Lsys
= rugi-rugi sistem (dB)
SNPout = SNR pada keluaran penerima yang diisyaratkan/diijinkan
Contoh berikut dapat memberikan ilustrasi pengertian margin anti interferensi tersebut. Suatu sistem komunikasi spektral tersebar mempunyai laju chip 107 cps dan laju sinyal informasi sebesar 100 bps.
Jika diinginkan SNRout sebesar 14 dB dan rugi-rugi sistem penerima sebesar 2 dB, maka : G
= 107/100 = 105 = 50 dB
MAI = 50-2-14 = 34 dB
MAI sebesar 34 dB tersebut menyatakan bahwa level daya interferensi maksimum yang boleh diterima adalah sebesar 34 dB di atas level daya sinyal yang diharapkan, atau dengan kata lain sistem dapat diganggu oleh interferensi dengan daya maksimum 2511,89 (=103,4) kali dari daya sinyal yang diinginkan.
Proses penambahan cadangan penguatan sistem untuk menekan pengaruh interferensi dapat dilakukan tanpa harus memperbesar daya sinyal RF yang dikirimkan, tetapi cukup dengan memperbesar faktor penguatan proses G. Dengan demikian penguatan proses merupakan besaran yang sangat menentukan kualitas sistem spektral tersebar dalam keadaan adanya interferensi. Dalam praktek penguatan proses dipilih cukup besar, sehingga sistem memiliki cadangan penguatan yang besar dan memiliki kemampuan untuk menekan interferensi.
2.2 Konsep CDMA Pada frequency division multiple access (FDMA), beberapa slot kanal frekuensi yang berada dalam waktu bersamaan (simultan) digunakan untuk mengakses beberapa pemakai yang berjumlah lebih besar dari jumlah kanal. Pada time division multiple access (TDMA), beberapa slot waktu yang berbeda dalam kanal frekuensi sama digunakan untuk
mengakses beberapa pemakai yang berjumlah lebih besar dari jumlah slot waktu sedemikian rupa sehingga beberapa pembicaraan dikirim dan diterima secara simultan.
Sedangkan pada CDMA, dalam kanal frekuensi yang sama dan waktu bersamaan (simultan) digunakan kode-kode yang unik untuk mengidentifikasikan masing-masing pemakai yang akses ke kanal transmisi yang tersedia. CDMA juga menggunakan sektorisasi sel untuk meningkatkan kapasitas. Salah satu perbedaan utama yang membedakan CDMA dengan metoda akses jamak lain adalah frekuensi yang dapat digunakan dalam semua sektor pada semua sel.
Gambar 2.6 Skema perbandingan FDMA, TDMA, dan CDMA dalam domain Frekuensi dan waktu
Pola pengulangan frekuensi pada CDMA, dimana frekuensi yang sama digunakan dalam semua sel, menyebabkan CDMA dapat menampung kapasitas yang besar. Jika menggunakan sektorisasi sel, frekuensi yang sama dapat digunakan dalam semua sektor pada semua sel. Ini dapat terjadi karena CDMA didesain untuk decoding sinyal yang pantas dalam keadaan interferensi tinggi.
Gambar 2.7 Pola pengulangan frekuensi
Gambar 2.8 Struktur kanal uplink CDMA untuk standar TIA/EIA/IS-95
Gambar 2.9 Struktur kanal downlink CDMA untuk standar TIA/EIA/IS-95
2.2.1 Konfigurasi Dasar Sistem CDMA
Secara garis besar, sistem CDMA terdiri dari sejumlah pengguna simultan dan RBS (Radio Base Station). Hubungan komunikasi antar SU (Subscriber Unit/unit bergerak) dibentuk melalui RBS, yang kemudian diproses dan dipancarkan kembali menuju SU. Setiap pasangan SU berkomunikasi menggunakan kode yang berbeda dan bersifat saling bebas (ortogonal) terhadap kode pada pasangan unit bergerak lain.
Model dasar sistem CDMA diperlihatkan pada gambar 2.10. SU mengirimkan sinyal ke RBS. Sejumlah sinyal direct sequence dapat diterima oleh satu RBS, yang selanjutnya akan diproses dan dikirimkan kembali ke SU tujuan. Untuk mempermudah penangkapan sinyal oleh SU, maka kode satu RBS dibuat sama dengan seluruh kode SU penerima. Sinyal yang diinginkan telah terkandung pada sinyal gabungan yang dikirimkan RBS ke seluruh SU.
Gambar 2.10 Konfigurasi dasar sistem CDMA
RBS menerima sejumlah sinyal DS-CDMA dari SU-TX. Alokasi kode setiap SUTX diatur oleh RBS, sehingga RBS dapat mengambil kembali sinyal pita dasar direct sequence dari setiap pemakai simultan. Kemudian RBS melakukan proses pengacakan
(scramble) setiap sinyal pita dasar dan menggabungkan menjadi satu sinyal. Kemudian sinyal gabungan dimodulasi spreading
dengan menggunakan satu kode RBS. Untuk
mempermudah proses penerimaan pada SU-RX, maka frame sinyal yang ditransmisikan RBS dilengkapi dengan kanal-kanal sinkronisasi dan pengatur lainnya.
Pada SU penerima (RX) dilakukan proses dispreading sinyal gabungan dengan menggunakan kode yang persis sama dengan kode RBS. Kemudian SU melakukan pemisalan sinyal (descrambler) setiap sinyal pita dasar dan menggabungkan menjadi satu sinyal. Kemudian sinyal gabungan dimodulasi spreading dengan menggunakan satu kode RBS. Untuk mempermudah proses penerimaan pada SU-RX, maka frame sinyal yang ditransmisikan RBS dilengkapi dengan kanal-kanal sinkronisasi dan pengatur lainnya.
Pada SU penerima (RX) dilakukan proses dispreading sinyal gabungan dengan menggunakan kode yang persis sama dengan kode RBS. Kemudia SU melakukan pemisalan sinyal (descrambler) yang diinginkan terhadap sinyal SU lain. Sinyal yang diinginkan hanya dapat dideteksi oleh satu SU yang memiliki kode descrambler yang persis sama dengan kode scrambler sinyal gabungan pada RBS. Sinyal keluaran descrambler selanjutnya diberikan ke rangkaian decoder yang sesuai, sehingga dapat diperoleh kembali sinyal informasi yang telah dikirimkan oleh satu SU.
Proses pengiriman sinyal CDMA dari SU ke RBS melalui kanal yang dinamakan reserve link atau uplink. Sedangkan dari RBS ke SU melalui kanal forward link atau downlink. Pada forward link digunakan sinyal pilot yang ditransmisikan oleh RBS sebagai coherent carrier reference pada proses demodulasi seluruh penerima SU, sedangkan pada reverse link proses demodulasinya secara non coherent.
Seluruh sinyal CDMA dalam satu sistem termodulasi kuadratur oleh pasangan deretan kode PR. Sedangkan untuk membedakan sel dan sektor yang berbeda digunakan
time offset dari kode dasar tersebut. Untuk membangun kanal-kanal akses banyak digunakan kode ortogonal biner berbasis pada fungsi Walsh. Fungsi Walsh adalah deretan kode PR dengan panjang 64 yang merepresentasikan 64 kode-kode ortogonal yang berbeda. Long Code Generator memberikan identifikasi kode unik pada masing-masing pemakai.
2.2.2 Kapasitas Code Division Multiple Access
Kapasitas CDMA terbatas pada interferensi, dimana peningkatan interferensi akan menurunkan kapasitas. Secara teoritis pada CDMA tidak terdapat bloking karena CDMA selalu mampu mengakomodasi peningkatan kapasitas dengan kompensasi kualitas. Hal ini merupakan karakteristik unik dari CDMA yang dikenal dengan konsep soft blocking, (sebagai tanggapan terhadap soft capacity). Hanya saja, kapasitas yang berangsur-angsur akan ditanggapi dengan perubahan kualitas (level) sinyal secara berangsur-angsur pula selama sistem bekerja dibawah level daerah ambang. Bila tidak ditetapkan batas penerimaan pada C/I ambang tertentu maka sistem CDMA akan terus mengakomodasi penambahan kapasitas yang pada akhirnya hanya akan membuat keandalan sistem turun sehingga sistem CDMA tidak mampu mendukung akses banyak.
Semua pemakai pada CDMA menempati lebar pita yang sama, yaitu 1,23 Mhz dan mempunyai laju bit transmit yang tinggi 1,2288 Mbps.
2.2.2.1 Meningkatkan Kapasitas dengan Sektorisasi Sel
Untuk sel tunggal dengan pengendalian daya, semua sinyal kembali diterima dengan level daya yang sama. Untuk M pemakai, setiap demodulator RBS memproses
suatu kumpulan sinyal terima dengan C dan (M-1) sinyal interferensi yang masing-masing memiliki daya C.
Sehingga perbandingan daya sinyal terhadap daya derau (interferensi) :
(2.12)
(2.13)
Jika interferensi yang disebarkan derau termal
diperhitungkan, maka persamaan (2.13)
menjadi : (2.14) Jumlah pemakai : (2.15)
Keterangan : Bc/Rb = penguatan kerja Eb/No = harga yang diperlukan bagi kinerja yang cukup dari modem dan decoder, untuk transmisi suara digital mempunyai BER = 10-3 atau lebih baik.
Sektorisasi dilakukan dengan menggunakan antena berarah (directional antena) untuk pancar dan terima. Contoh : satu sel omnisel dibagi menjadi tiga sektor sel dengan besar cakupan 120 0. Tiap RBS memiliki tiga antena yang masing-masing memiliki lebar bekas efektif 1200 sehingga sumber interferensi yang dapat dilihat setiap antena menjadi 1/3 yang dilihat oleh satu antena segala arah (omnidirectional antenna). Hal ini mengurangi (M-1) pada penyebut persamaan (2.15) dengan faktor 3 dan meningkatkan
harga M pada persamaan (2.15) dengan faktor tiga suara sehingga dengan membagi sel menjadi tiga sektor, jumlah pemakai tiap sel = 3Ms, Ms = jumlah pemakai tiap sektor. Penguatan kapasitas sel sekarang menjadi tiga kali kapasitas omnisel.
2.2.2.2 Pemantauan Aktivitas Suara
Interferensi pada CDMA merupakan faktor dominan yang menyebabkan keterbatasan kapasitas. Salah satu cara untuk mengurangi interferensi seketika itu juga adalah dengan menghentikan transmisi ketika aktivitas suara tidak ada. Pada dua jalur percakapan telepon, aktivitas suara kurang dari 50% waktunya. Sehingga, jika deteksi aktivitas suara digunakan, maka kapasitas selular CDMA dapat meningkat sekitar dua kalinya. Penelitian yang dilakukan oleh PT. Brady dari Bell System menunjukkan bahwa aktivitas suara hanya 35%-40% dari waktunya. Sehingga harga faktor aktivitas suara diasumsikan
= 3/8. Hal ini mengurangi bagian interferensi pada
persamaan 2.14 dari (M-1) menjadi (M-1) .
Dengan analisa yang sangat cermat, peningkatan kapasitas yang disebabkan pemantauan aktivitas suara dikurangi dari 3/8 menjadi 2. Hal ini karena jumlah panggilan tiap sektor dibatasi mengingat ada kemungkinan beberapa pemakai berbicara secara serentak (simultan).
Dengan sektorisasi dan pemantauan aktivitas suara, harga rata-rata Eb/No meningkat dibanding persamaan (2.14) menjadi :
(2.16)
Persamaan diatas memberi kesan bahwa jumlah rata pemakai meningkat dengan faktor hamper 8. kenyataannya, peningkatan ini hanya memiliki faktor 5-6 karena variasi harga Eb/No. Persamaan (2.15) dan (2.16) menunjukkan bahwa jumlah pemakai tiap sel dapat dibawa hingga sebesar penguatan kerja, M
Bc/Rb pemakai tiap sel. Hal ini
membuat CDMA cukup bersaing dengan FDMA atau TDMA.
2.2.3 Kanal CDMA
Berdasarkan arah kirimnya, kanal CDMA terdiri dari kanal balik (reverse/uplink channel) yang dikirim dari SU menuju RBS dank anal maju (forward/downlink channel) yang dikirim dari RBS menuju terminal SU.
2.2.3.1 Kanal Uplink CDMA
Kanal uplink/balik CDMA merupakan gabungan dari kanal-kanal akses dank analkanal trafik balik.
Kanal akses dikirim dengan kecepatan konstan, 4800 bps. Kanal akses digunakan pada proses inisialisasi untuk mengakses jaringan dan memberikan respon terhadap kanal paging yang dikirim oleh RBS.
Kanal trafik balik dikirim dengan kecepatan bervariasi, yaitu 9600 bps, 4800 bps, dan 1200 bps. Kanal trafik merupakan lintasan komunikasi antara terminal SU dengan RBS yang membawa informasi suara dan informasi pensinyalan.
Struktur kanal balik CDMA dapat dilihat pada gambar 2.9. Sedangkan gambar 2.11 menggambarkan semua kanal balik yang diterima oleh RBS.
Gambar 2.11 Kanal Balik CDMA
2.2.3.2 Kanal Downlink CDMA
Kanal maju/downlink terdiri dari kanal fisik (dengan dimensi frekuensi) dan kanal logic, dengan dimensi kode. Kanal fisik dengan lebar frekuensi 1.25 MHz berisi 64 kanal logic yang teridentifikasi secara unik oleh kode Walsh dan terbagi menjadi empat kanal, yaitu pilot, satu kanal sinkronisasi, tujuh kanal paging dan 55 kanal trafik.
Gambar 2.12 Kanal maju CDMA
Kanal pilot membawa digit “0” dengan kecepatan 19,2 kbps dan dikirim oleh RBS setiap saat. Kanal pilot digunakan untuk mengunci kanal lain pada pembawa RF yang sama, mengukur kuat sinyal pedoman handoff, memungkinkan deteksi koheren pada SU, mendapatkan bit sinkronisasi, mengirimkan kode walsh-0.
Kanal sinkronisasi memiliki kecepatan transmisi 1.2 kbps. Kanal sinkronisasi digunakan untuk mengidentifikasi RBS dan mentransmisikan daya awal. Kanal paging memiliki kecepatan 9,6 kbps atau 4,8 kbps dan digunakan untuk memberi pesan mengenai parameter sistem, daftar sel tetangga, daftar parameter akses, dan daftar kanal CDMA, serta memori pelanggan.
Kanal trafik memiliki kecepatan transmisi variabel, yaitu : 9,6 kbps, 4,8 kbps, 2,4 kbps, dan 1,2 kbps. Digunakan untuk membawa informasi suara dan informasi pengendalian daya.
Pada sistem CDMA yang direkomendasikan oleh IS-95, penebaran spektral sinyal data (informasi) dilakukan dua tahap. Pada tahap pertama, sinyal informasi dimodulasi acak-semu dengan menggunakan kode pengguna. Sedangkan pada tahap kedua sinyal hasil keluaran tahap pertama dimodulasi dengan deretan acak-semu yang memiliki laju chip sama dengan modulator tahap pertama tetapi diisi dengan kode RBS. Proses yang dilakukan pada tahap kedua menggunakan dua deretan acak-semu dengan kode yang berbeda satu sama lain, yang setiap keluarannya dimodulasi kembali dengan satu gelombang pembawa. Proses yang terjadi pada tahap kedua merupakan tahap pentransmisian sinyal (CAI, carrier air interface), yang merupakan proses pemodulasian secara direct sequence quadrature PSK (DS-QPSK).
2.2.4 Perhitungan Jumlah Pemakai Simultan
Teknik pengkodean yang digunakan pada sistem DS-CDMA untuk membawa kanal suara (voice channel) adalah pengkodean konvolusi. Sinyal data informasi dikodekan secara konvolusi menghasilkan deretan bit data yang disebut chip word, yang dapat dianggap sebagai deretan simbol sebelum diberikan ke modulator spreading. Proses interleaver akan menempatkan deretan simbol tersebut secara tak beraturan dengan menggunakan algoritma tertentu, sehingga deretan simbol ini dapat dianggap ortogonal terhadap deretan bit data informasi.
Parameter kode konvolusi yang sangat menentukan kinerja sistem DS-CDMA adalah laju kode (R) dan constraint length (L). laju kode adalah perbandingan laju data keluaran terhadap laju data masukan, yang besarnya didefinisikan sebagai : R = k/n < 1
(2.17)
k adalah jumlah bit data yang diberikan ke kanal encoder dan menghasilkan n deretan chip.
Pada pengkode konvolusi, n simbol keluaran (chip word) dipengaruhi oleh bit informasi yang masuk pada waktu t dan waktu t sebelumnya. Laju kode memiliki batas atas ro yang dinamakan laju terhenti (cut-off rate). persamaan : r
o
1 − log 1 + 2
r
o
(
c
)
c
4⋅ P 1 − P
− Et No 1 − log 1 + e 2
Faktor ro dapat dinyatakan melalui
Untuk hard decission
(2.18)
Untuk soft decission
(2.19)
Teknik deteksi kode konvolusi hard decision diterapkan pada RBS. Sedangkan pada SU digunakan teknik deteksi soft decision.
Jika P, menyatakan peluang kesalahan chip word, maka peluang kesalahan bit data/informasi, Pb atau BER (bit error rate), pada keluaran decoder konvolusi dapat dinyatakan sebagai : (2.20)
Parameter L adalah constraint length, yaitu jumlah tingkat shift register pembentuk rangkaian pengkode (encoder) yang mempengaruhi chip word keluaran.
Hubungan antara energi bit pada keluaran decoder, Eb, dengan energi chip pada masukan decoder, Ec dapat dinyatakan melalui persamaan : E c = r Eb
(2.21)
Rapat derau total pada keluaran dekoder dapat dinyatakan dengan persamaan : No = Faktor
o
o
+ (N-I)Ec/G
(2.22)
menyatakan dasar derau (background noise) atau derau thermis. Dari kedua
persamaan 3.10 dan 3.11 diperoleh peluang kesalahan chip word atau peluang kesalahan simbol adalah :
P
c
2Ec No
Q
(2.23)
dengan : Ec No
r⋅ Eb ηo + ( N − 1)r⋅
1 Eb G
Ec
ηo
−1
+
N−1 G
(2.24)
Sistem CDMA IS-95 menggunakan dekoder dengan parameter L = 9 dan r = 1/2 untuk pentransmisian sinyal downlink. Laju informasi sebelum dikodekan konvolusi adalah 9,6 kbps. Sinyal informasi dikodekan konvolusi dan di-interleaver, sehingga laju simbol masukan ke demodulator spreading adalah 19,2 ksps. Jika laju chip yang digunakan sebesar 1,2288 Mbps, maka penguatan prosesnya sebesar 64.
Jumlah pemakai simultan pada sistem CDMA IS-95 dapat dihitung dari persamaan 2.18 dan 1.19. Sedangkan peluang kesalahan bit (BER) dihitung dari persamaan 2.20. Hubungan antara BER terhadap jumlah pemakai simultan pada Eb/No = 7 dB diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 2.13 Hubungan BER terhadap jumlah pemakai simultan sistem CDMA IS-95
Terlihat pada gambar bahwa peluang kesalahan bit membesar jika jumlah pemakai simultan bertambah. Jumlah pemakai simultan bertambah. Jumlah pemakai simultan untuk lintasan maju dan lintasan balik berturut-turut adalah 41 dan 65, pada BER = 10-3
BAB III PENGENDALIAN DAYA PADA CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS
3.1 Latar Belakang Perlunya Pengendalian Daya
3.1.1 Pengendalian Daya Uplink
Pengendalian daya uplink dibutuhkan dalam sistem CDMA untuk mengatasi masalah near-far, yaitu perbedaan penerimaan daya di RBS karena adanya perbedaan jarak antara beberapa SU yang berada dalam sel. Disebabkan SU pada suatu sel selalu bergerak, maka SU tersebut ada yang dekat dengan RBS dan ada yang tidak. SU yang dekat ke RBS memiliki sinyal yang kuat sehingga memberikan interferensi kanal bersebelahan pada SU yang jauh dari RBS, yang memiliki sinyal yang lemah.
Misalkan, dua SU masing-masing SU-1 dan SU-2 berada pada jarak yang sama d dari RBS dan keduanya memancarkan level daya yang sama, yaitu Pt1 = Pt2. Dengan menganggap pengaruh propagasi yang sama pada kedua SU ini, maka level daya yang diterima RBS dari SU-1 dan SU-2 adalah sama, yaitu Pr1 = Pr2. Bila sinyal yang diterima Pr1 merupakan sinyal yang diinginkan pada RBS, maka Pr2 merupakan sinyal interferensi. Sehingga harga C/I = Pr1/Pr2 = 1.
Jika SU-2 bergerak mendekati RBS hingga jaraknya menjadi d/2, sedangkan daya yang dipancarkannya sama, maka akan terjadi perbedaan level daya yang diterima RBS dari kedua SU tersebut. Hal ini disebabkan karena sinyal yang diradiasikan dari suatu antena akan mengalami pengurangan daya sebagai fungsi dari jarak antara pengirim ke penerima. Diasumsikan rugi lintasan propagasi tersebut menyebabkan kuat sinyal akan
turun sebanding dengan kebalikan jarak pangkat empat. Dengan kondisi ini, maka daya yang diterima RBS : Pr2 = 16 Pr1 Dengan asumsi bahwa sinyal yang diinginkan di RBS adalah Pr1 yang berasal dari SU-1, maka sinyal Pr2 akan berperan sebagai sinyal interferensi. Sehingga harga C/I = Pr1/Pr2 = 1/16 (turun 16 kali atau 12 dB).
Gambar 3.1 Ilustrasi terjadinya near-far
Dari kasus diatas terlihat bahwa 16 SU yang berada pada posisi sama seperti SU-1 akan menghasilakan daya yang sama dengan satu SU-2 di RBS. Dengan kata lain, SU-2 dapat digantikan oleh 16 SU-1. Hal ini jelas akan meningkatkan kapasitas sistem secara keseluruhan.
Masalah near-fear ini diatasi dengan membuat level daya terima pada RBS dari setiap SU harus sama. Untuk itu, SU yang dekat ke RBS harus memancarkan daya yang lebih sedikit dibanding dengan SU yang jauh dari RBS.
Gambar 3.2 Mengatasi masalah near-far
3.1.2 Pengendalian Daya Downlink
Pengendalian daya downlink digunakan untuk menekan interferensi yang berasal dari sel tetangga. SU yang berada pada pinggir sel akan sangat rentan mengalami interferensi dari RBS sekelilingnya. Tanpa pengendalian daya, RBS memancarkan daya yang sama ke semua SU. SU yang dekat dengan RBS akan menerima daya yang besar sedangkan SU yang jauh dari RBS (pada pinggir sel) akan mengalami kualitas yang buruk karena daya sinyal yang diinginkan kecil dan interferensi yang dialami sangat besar.
Strategi pengendalian daya downlink memberikan alokasi daya RBS secara optimal pada semua SU dengan daya pancar RBS yang minimum.
Gambar 3.3 Daya pancar RBS setelah pengendalian daya
3.2 Kualitas Suara CDMA
Dalam sistem digital, CDMA atau TDMA, 20 ms dari suara dikodekan ke data digital, yang dikenal sebagai frame. Frame dipancarkan oleh pemancar dan dikodekan kembali oleh penerima. Kualitas pengkodean suara merupakan suatu fungsi Eb/No dari frame yang diterima. Eb/No adalah harga yang dibutuhkan untuk mencukupi unjuk kerja modem dan dekoder, yang untuk transmisi suara digital menggunakan laju kesalahan frame (FER = Frame Error Rate) 1% atau lebih baik. Bila Eb/No menurun, maka probabilitas kesalahan frame meningkat. Tes laboratorium menunjukkan FER = 1% diperoleh bila Eb/No ≥ 5 dB untuk link maju dan 7 dB untuk link balik. Dengan demikian, kualitas suara secara langsung berhubungan dengan frame error rate (FER).
3.3 Sub Kanal Sinyaling Pengendalian Daya
Setiap frame keluaran interleaver yang panjangnya 20 ms, dibagi menjadi 16 kelompok pengendalian daya. Masing-masing dengan panjang 1,25 ms, berisi 24 bit acak.
Posisi bit pengendalian daya ditentukan oleh angka biner 4 digit terakhir yang diubah menjadi angka decimal dari kelompok pengendalian daya sebelumnya. Sebagai contoh dapat dilihat dari gambar 3.4 b23b 22b21b 20 = 10112 = 11 10
Sehingga bit pengendalian daya tersebut akan ditempatkan pada bit 11 dan 12 dari kelompok pengendalian daya. Ini dikenal sebagai bit puncturing.
Gambar 3.4 Posisi bit pengendalian daya pada suatu frame
RBS mengukur daya yang diterima dari kanal trafik balik dan membandingkan daya yang diterima tersebut terhadap suatu harga FER threshold. Kemudian RBS menginstruksikan kepada SU untuk mengganti level daya setiap 1,25 ms dengan mengirimkan 800 bit pengendalian daya setiap detik. Bit pengendalian daya ini digunakan SU untuk memperbaiki daya pancarnya. Jika dibutuhkan peningkatan daya, maka bit pengendalian daya “1” dibutuhkan SU untuk menurunkan daya 1 dB. Jika tidak ada perubahan level daya yang diinginkan, SU akan diinstruksikan secara berselang untuk meningkatkan (“0”) dan menurunkan (“1”) level dayanya, sebesar 1 dB, sehingga level daya rata-rata tetap konstan. Dengan demikian, laju perubahan level daya yang paling cepat adalah ± 16 dB dalam 20 ms.
Table 3.1 Pengendalian daya pada SU
Gambar 3.5 Pengendalian daya pada SU
Bit pengendalian daya ditransmisikan melalui kanal trafik maju pada kelompok pengendalian daya yang kedua setelah kelompok pengendalian daya lintasan balik yang dimana kuat sinyal diperkirakan. Sebagai contoh, jika kuat sinyal yang sesuai diperkirakan pada kelompok pengendalian daya-2 dari frame lintasan balik, maka bit pengendalian daya yang sesuai harus dikirim pada kelompok pengendalian daya-4 dari frame lintasan maju.
Gambar 3.6 Pentransmisian bit pengendalian daya
3.4 Level Sinyal Terima Minimum
Level sinyal terima minimum (S min) diturunkan dari persamaan : Smin = 10 log (K T R NF) + C/I
(3.1)
dimana : K = 1,3728.10 -20J/0K T = 17 0C = 290 0 K R = laju bit (bit rate) NF = noise figure C/I = -16 dB, pada Eb/No = 5 dB (FER 1%), untuk downlink = -14 dB, pada Eb/No = 7 dB (FER 1%), untuk uplink
Harga C/I diatas didapat dari hubungan : Eb/No = G (C/I). diman G merupakan penguatan proses spektral direct sequence yang berharga 128 (=1,2288x106/9600).
Pada CDMA, harga kecepatan informasi bervariasi, yaitu 1200, 2400, 4800, 9600 dan 19200 bps. Harga Smin untuk beberapa kecepatan informasi dapat dilihat pada table 3.2. Harga S min merupakan harga terburuk yang masih dapat/pantas diterima SU yang berada di ujung sel.
Table 3.2 Smin untuk beberapa kecepatan informasi
3.4.1 Penguatan Sistem
Penguatan sistem (Gsistem) didefinisikan sebagai selisih antara daya pancar (Pt) dengan level sinyal terima minimum (Smin) yang diperlukan untuk mendapatkan laju kesalahan bit tertentu.
Penguatan sistem diperlukan untuk menentukan level daya pancar pengirim (RBS) agar sinyal yang dikirim dapat diterima oleh penerima (SU) pada FER yang telah ditetapkan. Perhitungan penguatan sistem adalah : Gsistem = FSL + FM + Lfeed + Lbranch + Llain-lain – GRBS – GSU
(3.2)
Dengan mengambil harga-harga parameter masukan sebagai berikut : FSL
= Free Space Loss (Redaman Ruang Bebas) = 32,44 + 20 log f (Mhz) + 20 log d (km) = 105 dB (jika frekuensi 900 MHz dan jarak RBS dengan SU 5 km)
FM cadangan fading = 15 dB GRBS
= 10 dB
GSU
= 0 dB
Redaman feeder RBS = 1,33 dB Redaman cabang RBS= 1 dB Redaman cabang Su = 1 dB Redaman lain-lain
= 3 dB
maka besarnya penguatan sistem menurut rumus diatas adalah 116,33 dB.
3.4.2 Daya Pancar RBS
Daya yang dipancarkan RBS ditentukan oleh banyaknya kanal suara yang digunakan. Daya pancar satu kanal radio ditentukan oleh sinyal-sinyal maju (downlink), yang memiliki alokasi daya tertentu, tergantung pada besarnya S minSU.
Sinyal maju yang dikirimkan RBS terdiri dari sinyal sinyal pilot, sinyal paging, sinyal sinkronisasi, dan sinyal trafik. Sinyal pilot, sinyal sinkronisasi dan sinyal paging dikirim dengan level daya yang konstan, sedangkan daya pancar sinyal trafik dikendalikan oleh pengendalian daya. Melalui pengendalian daya, sinyal trafik akan diterima SU sesuai dengan FER yang telah ditetapkan. Sinyal pilot, sinyal sinkronisasi, dan sinyal paging harus dapat diterima oleh seluruh SU yang ingin dicakup. Dengan demikian besarnya daya pancar ketiga sinyal maju tersebut dihitung berdasarkan kondisi terburuk, yaitu suatu kondisi yang memiliki suatu penguatan sistem yang terbesar.
Pada kondisi terburuk besarnya penguatan sistem berdasarkan rumus 3.2 adalah 116,33 dB. Penjumlahan penguatan sistem dengan level sinyal terima minimum menghasilkan besarnya daya pancar sinyal maju untuk satu kanal suara. Karena sinya pilot,
sinyal sinkronisasi, dan sinyal paging dikirim ke setiap SU dengan level daya yang sama, maka daya pancar untuk ketiga sinyal tersebut merupakan perkalian antara level daya pancar masing-masing sinyal per kanal suara dengan jumlah kanal suara total yang dikirim. Table 3.3 menunjukkan level daya pancar sinyal pilot, sinyal sinkronisasi, dan sinyal paging untuk setiap kanal suara.
Table 3.3 Sinyal maju dan daya pancar per kanal suara
Catatan X : Sinyal maju tidak dikirimpada R yang bersangkutan.
Tabel 3.4 ERP sinyal maju
Catatan 1. X : Sinyal maju tidak dikirim pada R yang bersangkutan 2. Sinyal paging dapat dipilih di antara dua kecepatan yang ada.
Daya pancar sinyal trafik yang dikirim oleh RBS yang menggunakan pengendalian daya ditentukan oleh besarnya pergeseran harga Eb/No (yang menentukan harga FER) yang dilakukan pada RBS. RBS akan mendeteksi harga Eb/No pada terminal pelanggan. Bila harga pada SU lebih kecil dari Eb/No yang telah di set, RBS akan menaikkan daya pancar sinyal trafik pada kanal suara yang bersangkutan hingga terminal pelanggan memperoleh harga Eb/No yang sesuai, dengan harga Eb/No yang telah di set, begitu juga sebaliknya. Pengendalian daya ini dilakukan oleh bit-bit pengendalian daya yang terdapat dalam sinyal trafik maju CDMA.
Pada kondisi terburuk (penguatan sistem = 116,33 dB), level daya pancar per kanal suara pada kecepatan penuh (R = 9600 bps) sama dengan 7,16 dBm, sedangkan pada kecepatan rendah (1200 bps) adalah -1,88 dBm. Dengan redaman feeder antena RBS 1,33 dB, redaman cabang 1 dB, penguatan antena RBS 10 dB, maka ERP sinyal maju per kanal suara pada kondisi terburuk adalah 5,79 dBm (R = 1200 bps) hingga 14,83 dBm (R = 9600 bps).
3.4.3 Daya Pancar SU
Pada arah link balik, SU mengirimkan sinyal akses dan sinyal trafik balik. Daya pancar sinyal balik bergantung pada besarnya level sinyal minimum yang masih dapat diterima (Smin) RBS dan penguatan sistem.
Pengendalian daya sinyal akses dilakukan dengan bantuan informasi yang dibawa oleh sinyal paging. Sedangkan pengendalian daya trafik balik dilakukan oleh bit-bit pengendali daya yang ada pada kanal trafik balik.
Pada kondisi terburuk, level daya sinyal akses adalah 6,15 dBm. Dengan mengambil redaman feeder antena SU 0,33 dB, redaman cabang 1 dB, penguatan antena 0 dB, maka besar ERP sinyal akses adalah 4,82 dBm.
Pada kondisi terburuk, level daya sinyal trafik pada kecepatan penuh adalah -9,16 dBm, sedangkan pada kecepatan rendah sama dengan 0,12 dBm. Dengan mengambil redaman feeder antena SU 0,33 dB, redaman cabang 1 dB, penguatan antena 0 dB, maka besar ERP sinyal trafik balik adalah antara -1,21 dBm hingga 7,83 dBm.
3.5 Carrier to Interference Ratio (C/I)
Pada sistem selular digital, baik FDMA, TDMA, maupun CDMA dapat diterapkan C/I di RF yang sangat berhubungan dengan Eb/Io di pita frekuensi dasar.
C I
Eb Rb ⋅ Io Bc
Eb I o Bc
Rb
Keterangan : Eb
= energi per bit
Io
= daya interferensi per Hz
Rb
= laju bit per detik
Bc
= lebar pita frekuensi kanal radio (Hz)
(3.3)
Pada sistem digital FDMA atau TDMA, terdapat kanal atau slot waktu yang dialokasikan untuk panggilan. Harga Rb sama dengan B, dan Eb/Io pada pita frekuensi dasar selalu lebih besar dari 1, serta C/I juga lebih besar dari 1 (positif dB). Sedangkan pada CDMA seluruh M-1 urutan kode menggunakan satu kanal radio, sehingga Bc > Rb. Dalam kanal radio, setiap satu urutan kode diinterferensi oleh M-1 urutan kode lainnya. Sehingga level interferensi selalu lebih besar dari level sinyal sehingga C/I lebih kecil dari 1 (negatif dB).
Tujuan utama penggunaan CDMA dalam sistem komunikasi bergerak selular digital adalah untuk meningkatkan kapasitas kanal. Dalam sistem selular CDMA, dua harga faktor pengurangan interferensi kanal sama (Co-channel Interference Reduction Factor – CIRF). CIRF yang pertama disebut CIRF tetangga (adjacent CIRF), q s = Ds/R = 2. Harga ini menunjukkan bahwa kanal radio yang sama dapat digunakan kembali oleh semua sel-sel yang bersebelahan. CIRF yang kedua disebut CIRF sendiri (self CIRF), q s = 1, yang menunjukkan bahwa urutan-urutan kode yang berbeda menggunakan kanal radio yang sama untuk membawa kanal-kanal trafik yang berbeda. Dengan memiliki harga CIRF yang terkecil, sistem CDMA terbukti menjadi sistem dengan pola penggunaan kembali frekuensi yang efisien.
Setiap SU selain menerima sinyal yang diinginkan, juga menerima interferensi dari RBS dimana SU berlokasi (intracell interference) dan interferensi dari RBS sekelilingnya (intercell interference).
Daya interferensi yang diterima oleh SU dapat ditentukan dari gambar 3.7. Posisi SU didalam sel dinyatakan oleh r dan Ө. Jarak antara SU dengan RBS penginterferensi dinyatakan dengan x dan d menyatakan jarak antar RBS. Berdasarkan dalil cosinus, x ditentukan sebagai :
2
2
x := r + d − 2⋅ r⋅ cos θ
(3.4)
Dimana : R = radius sel d = jarak antara dua sel = √3R, sehingga
2
x := r +
(
3⋅ R) − 2⋅ r⋅ 3⋅ R⋅ cos θ 2
(3.5)
Gambar 3.7 Model Perhitungan Interferensi Besarnya daya yang diterima dari RBS yang bersangkutan adalah :
Pr :=
Pr Pt G(RBS) G(SU) L (r,f)
= = = = = =
Pt⋅ G
( RBS)
⋅G
( SU)
α ( r , f) ⋅ L
daya terima SU dari RBS daya kirim RBS penguatan antena RBS penguatan antena SU redaman penerima SU redaman propagasi sel =
max
(r/R)4
(3.6)
Daya interferensi yang diterima SU pada posisi (r,Ө) dari salah satu RBS sekelilingnya adalah : Pr( r , θ ) :=
Pt⋅ G
( RBS)
⋅G
( SU)
(3.7)
4
αmax⋅ X ⋅ L
Untuk mengurangi interferensi sel tetangga, daya yang dipancarkan oleh RBS menuju SU yang berjarak r,Ptr, sebanding dengan rn : n
Pt ⋅ ∞ ⋅ r
(3.8)
R
PtR = daya yang dipancarkan n = kapasitas sel
Sehingga daya yang dikirimkan oleh RBS untuk mencapai SU yang berjarak r dari RBS : n
r (3.9) Pt := Pt ⋅ R R r PtR merupakan daya referensi yang sesuai untuk daya yang dipancarkan pada SU yang
berada pada pinggir sel (r=R). Jika persamaan (3.9) dinyatakan dengan, Pt Pt⋅ ξ( r) maka R ξ( r) :=
R
dimana
r
n
(3.10)
(r) merupakan fungsi pengendalian daya yang berisi perbandingan pengurangan
daya sehingga daya yang diterima SU pada berbagai posisi di dalam sel sama. Harga n dipilih antara 1 sampai 4, bergantung pada kebutuhan penguatan kapasitas. Akan ditentukan berapa harga n agar pengendalian daya memberikan kapasitas optimum dan juga memenuhi kebutuhan kepada sinyal downlink untuk masih dapat mencapai SU yang berada pada jarak r dari RBS. Harga n>4 tidak digunakan karena membutuhkan peralatan
sistem yang sangat mahal dan rumit yang tidak dapat dikompensasi dengan penguatan kapasitas.
Gambar 3.8 Interferensi dari RBS pada tingkat pertama Persamaan (3.9) menyatakan daya yang dikirimkan oleh RBS untuk mencapai sebuah SU yang berjarak r dari RBS tersebut. Jika terdapat M SU didalam sel, maka RBS mengirimkan daya sebesar : PT = Ptr . M
(3.11)
Diasumsikan SU terdistribusi secara merata dalam suatu sel, maka jumlah SU yang berlokasi pada radius r adalah : M(r)= k . rdr k = suatu konstanta M = SU / pengguna Maka total daya yang dipancarkan oleh RBS
(3.12)
(3.13)
rd merupakan jarak RBS ke batas sel, sehingga rd = R, dan harga PT sekarang adalah : ⌠ P := Pt k⋅ T R ⌡
R
n+ 1
r
2
Pt k⋅
dr
R
n
R
R
(3.14)
n+2
0
Total jumlah SU dalam sel diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan (4.10), sehingga M := k⋅ ( r1 + r2 + .... + rd)
⌠ k⋅ ⌡
R
2
r dr
k⋅
0
R
2
(3.15)
Dengan mensubtitusikan persamaan (3.15) ke persamaan (3.14) maka didapat total daya yang dipancarkan RBS adalah : PT
Pt ⋅
2M
R n+ 2
(3.16)
Jika pada setiap kanal diberikan daya PtR yang penuh, dalam arti tanpa adanya pengendalian daya, maka persamaan (3.16) menjadi : PT = PtR . M
(3.17)
Berikut ini akan ditinjau analisa C/I untuk SU yang berada sepanjang garis RBS ke titik terjauh sel. Rute ini dipilih karena memperlihatkan situasi terburuk.
Jika dalam setiap sel terdapat M SU, maka SU tersebut akan diinterferensi oleh M-1 SU yang ada dalam sel terkait dan M SU dari enam sel tetangga pada tingkat pertama yang dipertimbangkan pada analisa ini.
Harga Ө untuk x1, x 2, x3, x4, x5, x6 seperti terlihat pada gambar 3 .8, berturut-turut adalah /6, /2, 5 /6, 7 /6, 9 /6, dan 11 /6, serta besarnya nilai untuk setiap x setelah disederhanakan : x1 = x6 = (3.R2.(1-(r/R)) + r2)1/2 x2 = x5 = (3.R2 + r2) ½ x3 = x4 = (3.R2.(1+(r/R)) + r2)1/2
Dalam hal ini C/I yang dialami SU, diperoleh dari persamaan (3.8) dan (3.16), yaitu : n
C r ⋅ n+2 I rdekatRBS R 2( M − 1)
(3.18)
Untuk mengatasi terjadinya penurunan sinyal yang dinginkan pada SU yang dekat RBS perlu adanya suatu perbaikan pada metoda pengendalian daya. Fungsi pengendalian daya berubah menjadi :
n
ξ( r) := .
rth ......⋅ 0 ≤ r ≤ rth R
(3.19)
n
r .......⋅ r ≤ r ≤ R th R rth merupakan jarak ambang (threshold) dimana SU yang berada pada jarak yang lebih kecil dari jarak ini, maka daya yang dikirimkan RBS adalah konstan. Untuk menentukan harga rth ini terlebih dahulu dilihat besar C/I pada batas sel. Untuk r = R, persamaan 4.1 dapat ditulis sebagai : Pt I := R
2
G
G
R n + 2 ( RBS) ( SU)
αmax⋅ L
M M 3M − 1 + 2 4 + 2 2 , 645 2
(3.20)
maka nilai C/I yang diperoleh untuk SU di ujung sel, adalah : C := I R
1
3M − 1 + 2 M + 2 M n + 2 4 4 2 2 , 645 2
(3.21)
Kemudian C/I yang diterima SU pada jarak r yang dekat ke RBS dari persamaan (3.18) diuji dengan C/I pada jarak R dari persamaan (3.21), apakah memenuhi keadaan berikut atau tidak. n
r n+2 ≥ R 2( M − 1)
1 2
⋅ 3⋅ M − 1 + 2⋅
n+2
M 4
2
+
M
4
2 , 645
(3.22)
Sedangkan daya total RBS diganti dan dapat diturunkan dengan cara yang sama dengan persamaan 3.14 menjadi :
Pt := PtR ⋅
n r n+ 2 1 + n + 2 2 R 2M
(3.23)
BAB IV TELAAH PENGENDALIAN DAYA
4.1 Model Perhitungan Interferensi Pengendalian daya dilakukan dalam bentuk alokasi daya pada pemancar dengan kebutuhan masing-masing pemakai. Hal ini membutuhkan pengukuran C/I oleh pemakai, yaitu perbandingan daya dari RBS (Radio Base Station) dimana SU (Subscriber Unit/unit bergerak) berlokasi terhadap total daya terimanya. Proses pengukuran ini dilakukan dengan mendapatkan daya pilot terbesar sekaligus mengukur energinya. Proses yang lain yaitu mengukur energi total yang diterima dari pemancar semua RBS oleh antena omnidirectional SU. Pengendalian daya yang dikaji hanya begantung pada jarak SU dari RBS.
Harga C/I yang diperlukan pada sistem selular CDMA dapat diperoleh dari persamaan (3.3) dan bergantung pada harga Eb/Io di pita frekuensi dasar yang ditentukan oleh kualitas suara. Sebagai contoh untuk laju bit informasi, Rb = 9,6 kbps dan lebar pita frekuensi kanal CDMA, B = 1,23 MHz, maka : untuk Eb/Io = 5 dB ----- C/I = -16 dB. Harga C/I ini merupakan harga threshold atau harga minimum terbesar sepanjang r (0,1), yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas maksimum.
Penggunaan pengendalian daya harus mempertimbangkan dua keadaan, yaitu : 1. Pengiriman daya yang dibutuhkan ke SU yang dekat dengan RBS. 2. Pengurangan daya total pada batas sel.
Daya interferensi total yang diterima oleh SU pada posisi (r,0) dengan mempertimbangkan interferensi yang berasal dari semua RBS, seperti pada gambar 3.8, menurut persamaan 3.7 dan persamaan 3.16, adalah :
Pt Ir :=
2
G
G
R n + 2 basestation unitbergerak M − 1
αmaxL
M
M
+2 +2 4 r4 2 2 2 3 R2 1 − r + r2 3R + r R
(
( )
)
4 2
+2
4 2 3R21 + r + r2 R M
(4.1)
Sedangkan besarnya C/I yang dialami SU yaitu :
n r ⋅ r− 4 R C := M M 2 M − 1 I ⋅ + 2⋅ + 2⋅ n+2 4 4 r 2 2 2 3⋅ R2⋅ 1 − r + r2 3⋅ R + r R
(
4
)2
M + 2⋅ 4 2 3⋅ R21 + r + r2 R
(4.2)
0
C( r , 1 , 0)
C/I (dB)
C( r , 1 , 1) C( r , 1 , 2)
50
C( r , 1 , 3) C( r , 1 , 4)
100
0
0.2
0.4
0.6
0.8
r
C(r,1,0) tanpa pengendalian daya C(r,1,1) pengendalian daya dengan n = 1 C(r,1,2) pengendalian daya dengan n = 2 C(r,1,3) pengendalian daya dengan n = 3 C(r,1,4) pengendalian daya dengan n = 4 Gambar 4.1 Harga C/I untuk berbagai posisi pada r dengan dan tanpa pengendalian daya Gambar diatas dibuat dari persamaan (4.1) dengan menormalisasi radius sel terhadap I. Terlihat pada gambar bahwa pengendalian daya downlink dapat memberikan perbaikan unjuk kerja pada SU yang dekat dengan pinggir sel. Tetapi untuk SU yang berada dekat RBS terjadi penurunan unjuk kerja yang besar sekali. Hal ini menunjukkan interferensi sel tetangga tidak berpengaruh banyak pada SU yang berada pada dekat RBS, sehingga dapat diabaikan. Oleh karena itu, interferensi yang dialami SU yang dekat ke RBS hanya interferensi yang berasal dari sel yang bersangkutan.
Gambar 4.2 memperlihatkan hubungan C/I terhadap jumlah pemakai simultan M pada kondisi terburuk. 0
CIR0( M , 0)
5
C/I (dB)
CIR0( M , 1) CIR0( M , 2) CIR0( M , 3)
10
CIR0( M , 4) 15
20
0
10
20
30
40
M
C(r,1,0) tanpa pengendalian daya C(r,1,1) pengendalian daya dengan n = 1 C(r,1,2) pengendalian daya dengan n = 2 C(r,1,3) pengendalian daya dengan n = 3 C(r,1,4) pengendalian daya dengan n = 4 Gambar 4.2 Hubungan C/I terhadap jumlah pemakai simultan pada kondisi terburuk
Terlihat pada gambar, harga C/I akan semakin turun dengan pertambahan jumlah pemakai simultan, baik pada waktu tidak menggunakan pengendalian daya (n = 0) atau menggunakan pengendalian daya dengan harga n sama dengan 1, 2, 3, 4. Pada waktu C/I berharga -16 dB jumlah pemakai simultan yang dapat ditampung untuk setiap harga n sama dengan 0, 1, 2, 3, 4 berturut-turut adalah 13, 19, 25, 32, dan 38. Eksponen pengendalian daya dengan n = 4 memberikan harga terbesar. Dapat dilihat besarnya pengaruh pengendalian daya disbanding dengan tanpa pengendalian daya yang hanya memberikan jumlah pemakai simultan sebesar 13 saja untuk C/I yang sama.
Pada hasil persamaan (3.21), perbandingan pengurangan daya (r/R)n harus lebih kecil dari 1/3,165 untuk SU yang terletak pada jarak r lebih kecil dari (1/3,165)PtR. Sehingga besarnya daya terendah adalah 1/3,165 PtR.
1
1 0.8 0,68 0,67
0.6
p ( r) 0.5
0
0.5
1
0,5
dengan r thres hold
0,33
0.4
0
penge ndalian daya tanpa r threshold
0,55 0,4 0,48 5 0,4
0.2
r 0 tpd
(a)
n=4
n=3
n=2
n=1
(b)
Gambar 4.3 Perbandingan pengendalian daya downlink pada CDMA
Gambar 4.3.a memperlihatkan pengaruh pengurangan daya pada tiga keadaan yang berbeda untuk n = 4. Tanpa pengendalian daya, RBS memancarkan daya yang sama pada setiap posisi dalam sel yang besarnya sama dengan daya yang dialokasikan untuk batas sel. Pada gambar 4.3, daya pancar RBS untuk batas sel (PtR ) dinormalisasikan terhadap I. Perbandingan total daya yang dipancarkan RBS dengan atau tanpa pengendalian daya terlihat pada gambar (b). Daya pancar RBS tanpa pengendalian daya jauh lebih besar dibanding diterapkannya pengendalian daya. Sedangkan untuk pengendalian daya dengan r ambang, daya total pada RBS tidak jauh berbeda dengan persamaan (3.16) yang tanpa menggunakan perbaikan pengendalian daya. Dengan penggunaan r ambang maka terjadi penetapan daya yang dipancarkan untuk melayani SU. Daya yang dipancarkan untuk batas
sel (PtR) secara kontiniu disesuaikan untuk mengkompensasi interferensi yang diterima SU dari sel tetangga.
Dengan total daya pancar PT yang diatur seperti ditunjukkan pada persamaan 3.23, maka harga C/I sekarang, setelah perbaikan pengendalian daya dengan menggunakan rth, untuk setiap posisi sepanjang garis rute analisa adalah : n
C := I
rn − 4 PtR⋅ ⋅ r R n+ 2 r 2 n n M − 1 M M PtR⋅ ⋅ 1 + +2 +2 2 R 4 n+2 2 r 2 2 2 2 r + r2 3R + r 3R 1 − R
(
(4.3) 4
)2
+2
2 r 2 2 3R 1 + + r R M
4
10
− 16
15
C1( r⋅ 0.75 , R , n) C2( r , R , n)
20
C3( r , R , n) 25
30
0
0.2
0.4
0.6
0.8
r
Gambar 4.4 C/I untuk pengendalian daya downlink dengan menggunakan r threshold dibandingkan dengan tanpa r
Pada gambar diatas terlihat bahwa dengan dilakukan perbaikan pengendalian daya dengan menggunakan r threshold unjuk kerja yang bagus diberikan untuk SU yang berada pada berbagai posisi didalam sel. Daya yang diterima SU pada berbagai posisi r sepanjang (0,1) tidak mengalami perbedaan yang besar.
0
CIR0( M , 0)
5
C/I (dB)
CIR0( M , 1) CIR0( M , 2) CIR0( M , 3)
10
CIR0( M , 4) 15
20
0
5
10
15
20
25
30
M
C(r,1,0) tanpa pengendalian daya C(r,1,1) pengendalian daya dengan n = 1 C(r,1,2) pengendalian daya dengan n = 2 C(r,1,3) pengendalian daya dengan n = 3 C(r,1,4) pengendalian daya dengan n = 4 Gambar 4.5 C/I sebagai fungsi jumlah pemakai M setelah dilakukan threshold untuk situasi terburuk Terlihat pada gambar, harga C/I akan semakin turun dengan bertambahnya jumlah pemakai. Ini berarti bahwa interferensi yang dialami setiap SU akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah SU dalam sistem. Untuk mempertahankan harga Eb/No = 5 dB, sebagai level minimum yang pantas, maka penurunan C/I dikompensasi dengan peningkatan daya. Dengan dilakukannya perbaikan pengendalian daya maka jumlah pemakai pada batas tidak mengalami banyak perubahan. Dapat dilihat bahwa jumlah SU akan semakin besar dengan adanya pengendalian daya. Pada waktu C/I berharga -16dB, jumlah pemakai simultan yang dapat ditampung untuk setiap harga n sama dengan 0, 1, 2, 3, 4 berturut-turut adalah 13, 19, 25, 32, dan 38. eksponen pengendalian daya dengan n = 4 meberikan harga terbesar. Dan terlihat bahwa kapasitas sel meningkat 2,25 kali lebih besar dengan adanya pengendalian daya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN 1. Pengendalian daya pancar merupakan suatu teknik yang dapat mengurangi interferensi kanal sama dan meningkatkan kapasitas sistem dengan penerimaan yang memuaskan 2,25 kali lebih banyak dibanding tanpa pengendalian daya.
Tanpa PD M = 13
Dengan PD n=1
M = 19
n=2
M = 25
n=3
M = 32
n=4
M = 38
PD = Pengendalian Daya M = Pengguna Simultan
5.2 SARAN 1. Dalam implementasiya penerapan pengendalian daya ini harus melihat aspek-aspek lain seperti fading dan multipath.
DAFTAR PUSTAKA
1. Samuel C. Yang, 1998, CDMA System Engineering, London, Artech House Inc. 2. Mc Graw Hill. “Mobile Communications Engineering” 3. Gatot Santoso, Jakarta 2004, Sistem Selular CDMA 4. e-book Networking, Mc Graw Hill, WCDMA and CDMA2000 for 3G Mobile 5. Performance Analysis of Downlink Power Control in CDMA Systems, Sournya Das, Sachin Ganu, Natalia Rivera, April 30, 2003, 6. Paper E. Nirwan dan A. Kurniawan, “Evaluasi Kinerja Power Control Pada CDMA Sistim Berdasarkan SIR dan Signal Strength 7. www.electroindonesia.com
FLOWCHART
Closed-loop control (uses feedback from the mobile to adjust the transmitted power of the base station) Mobile station measures SIR_obs over a certain period and compares with SIR_threshold If SIR_obs > SIR_threshold the mobile sends a power-down command, otherwise sends a power-up command to base station Base station updates its transmitted power for the mobile based on the powerup/down commands PC updates usually take place in multiple fixed-size steps