EVALUASI PEMISAHAN PITA UPLINK GSM TERHADAP DOWNLINK IS-95 CDMA SEBAGAI INTERFERER PADA ALOKASI SPEKTRUM BERSAMA Raden Adiwena Hydravicyan Sekolah Teknik Elektro dan Infomatika, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia Tel. +62-22-2503315, Faz. +62-22 2508132 email:
[email protected] Sistem IS-95 CDMA dan GSM dalam alokasi frekuensi di Indonesia berada pada spektrum frekuensi yang berdekatan. Hal ini berpotensi menyebabkan terjadinya interferensi antara kedua sistem. Penelitian ini akan fokus membahas interferensi downlink IS-95 CDMA (base station CDMA sebagai interferer) terhadap uplink GSM (base station GSM sebagai korban interferensi). Interferensi ini berpotensi menurunkan kualitas penerimaan sinyal pada base station GSM. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dampak jarak pemisahan vertikal minimum antena base station IS-95 CDMA dengan antena base station GSM terhadap peluang interferensi jika kedua antena base station diletakkan pada satu menara yang sama. Dalam penelitian ini juga ditetiti pengaruh guard band antara dua sistem tersebut terhadap peluang interferensi. Penelitian dilakukan dengan cara simulasi berbasis metode Monte-Carlo untuk membangkitkan data dan posisi mobile station GSM pada suatu sel serta melakukan kalkulasi peluang interferensi.
960 MHz untuk kanal downlink. Sedangkan CDMA menggunakan pita frekuensi 824-849 MHz untuk kanal uplink dan 869-894 MHz untuk kanal downlink. Dari alokasi tersebut terdapat penumpukan frekuensi downlink CDMA dengan frekuensi uplink GSM pada pita frekuensi 890-894 MHz. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya interferensi.
Kata Kunci : IS-95 CDMA, GSM, jarak separasi vertical minimum, guard band, interferensi
I.
Pendahuluan
Penambahan jumlah pelanggan suatu sistem teknologi selular harus diimbangi dengan jumlah base station yang melayaninya. Pertumbuhan jumlah pelanggan secara drastis menyebabkan populasi menara base station menjadi semakin banyak dan semakin padat. Populasi menara base station yang berlebihan tidak efisien, memakan dana pembangunan yang besar dan dapat mengganggu estetika tata kota. Oleh sebab itu, dikembangkanlah konsep colocation dan co-tower. Co-location merujuk pada pengertian penggunaan alokasi frekuensi bersama antara dua sistem (baik dua sistem berteknologi sama atau sistem berbeda teknologi) pada satu sel, lokasi dan kondisi geografis yang sama, tapi.tanpa melakukan sharing peralatan-peralatan vital seperti antena, power system, shelter, cooling system dan back-up system [1]. Co-tower adalah co-location dengan menggunakan menara base station yang sama. Permasalahan terjadi ketika dua sistem dengan teknologi berbeda dengan frekuensi yang berdekatan menggunakan menara base station yang sama. Menurut peraturan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) tentang alokasi frekuensi di Indonesia, GSM dan CDMA bekerja pada spektrum frekuensi yang berdekatan pada pita 800-900 MHz. GSM menggunakan pita frekuensi 890-915 MHz untuk kanal uplink dan 935-
Gambar 1. Ovelapping frekuensi CDMA dan GSM
Dari ilustrasi di atas, terlihat bahwa operator Indosat StarOne (CDMA) beroperasi pada spektrum frekuensi 888.25-889.5 MHz (dua kanal CDMA) untuk kanal downlink dan Indosat GSM beroperasi pada frekuensi 890890.2 MHz untuk kanal uplink. Kondisi ini berpotensi menyebabkan interferensi walaupun frekuensi operasi kedua sistem tersbut dipisahkan oleh guard band sebesar 0.5 MHz. II. Konsep Interferensi dan Isolasi Interferensi dapat diartikan sebagai superposisi dari dua gelombang atau lebih, menghasilkan gelombang yang baru. Interferensi dapat terjadi karena gelombanggelombang tersebut berasal dari sumber yang sama atau menggunakan frekuensi yang sama atau berdekatan. a.
Unwanted Emission Mask dan Receiver Blocking
Masalah utama interferensi diantara sistem CDMA dan GSM antara lain [1],[11]: 1. Transmisi sinyal CDMA di luar bandwidth transmisi yang jatuh ke frekuensi penerimaan GSM. Semua emisi sinyal CDMA baik pada bandwidth transmisi maupun di luar bandwidth transmisi (out-of-band
signal) disebut unwanted emission mask. Terkadang emisi tersebut jatuh pada bandwidth receiver base station GSM, bergantung pada guard band antara kedua carrier. Tabel 1. Unwanted emission mask base station CDMA [15]: Pita frekuensi Unwanted BW (kHz) emission mask referensi (dBc) (kHz) 625≤ │f – fOffset│<750 750≤ │f – fOffset│<885 885≤ │f – fOffset│<1000 1000≤ │f – fOffset│<1125 1125≤ │f – fOffset│<1980 1980≤ │f – fOffset│<4000 4000≤ │f – fOffset│<6000
2.
-16.2 -45.0 -70.0 -78.0 -80.0 -100.0 -115.0
1250 1250 1250 1250 1250 1250 1250
Desensitisasi penerima GSM atau degradasi level sensitivitas receiver GSM karena sinyal CDMA yang terlalu kuat, jatuh pada frekuensi receiver GSM. Sedangkan level desensitisasi receiver GSM atau sering disebut karakteristik blocking receiver GSM adalah redaman minimum yang harus disediakan filter pada receiver GSM untuk meredam sinyal interferer CDMA agar receiver tidak mengalami degradasi performansi [11].
Isolasi dapat diartikan pula sebagai margin redaman atau proteksi yang harus disediakan suatu sistem agar mencegah terjadinya interferensi. Persamaan isolasi diantara dua titik referensi dapat dituliskan dalam persamaan di bawah ini: Isolasi (dB) =
feeder loss 1 – antena gain 1 + propagation loss – antena gain 2 + feeder loss 2 + redaman filter
III. Model Simulasi Simulasi dilakukan dengan menggunakan software SEAMCAT 3.1.4 (Spectrum Engineering Advanced Monte-Carlo Analysis Tool) yang merupakan software kembangan European Radiocommunication Office (ERO) yang berbasis metode Monte-Carlo. Metode Monte-Carlo adalah metode statistik yang mempertimbangkan beberapa variabel yang saling independen pada suatu waktu yang instan (atau disebut satu trial simulasi) [13]. Setiap trial dibangkitkan dengan menggunakan sejumlah random variable. Semakin banyak jumlah trial yang digunakan dalam suatu simulasi, maka level akurasi peluang suatu kejadian menjadi lebih tinggi. Di bawah ini adalah flowchart proses simulasi interferensi pada penelitian ini:
Tabel 2. Karakteristik blocking receiver GSM [15][16] Redaman Pita frekuensi Blocking (MHz) response blocking (dBm) (dB) 0.6 ≤ │f – fOffset│< 0.8 -26 87 0.8 ≤ │f – fOffset│< 1.6 -16 97 1.6 ≤ │f – fOffset│< 3.0 -16 97 3.0 ≤ │f – fOffset│ -13 100
3.
CDMA mentransmisikan produk intermodulasi yang jatuh ke frekuensi penerimaan GSM. Produk intermodulasi terjadi ketika dua sinyal atau lebih dicampur (di-mix) dan diperkuat oleh devais nonlinear. Sifat non-linear tersebut menyebabkan terjadinya transmisi sinyal CDMA pada frekuensi receiver GSM.
b. Isolasi dan Propagasi
Gambar 2. Isolasi diantara transmitter dan receiver
Isolasi diantara sistem dapat diartikan sebagai redaman diantara titik referensi transmitter sebagai interferer dan titik referensi receiver sebagai korban interferensi [11].
Gambar 3. Flowchart simulasi
Berdasarkan parameter sistem GSM dan separasi jarak antara mobile station GSM – base station GSM, SEAMCAT melakukan kalkulasi desired Received Signal Strength (dRSS). Dalam kajian ini, dRSS adalah kuat sinyal yang diterima oleh base station GSM dari mobile station GSM apabila tidak ada interferensi di dalam sistem [14]. Berdasarkan posisi base station CDMA dan GSM serta parameter sistem dan propagasi, SEAMCAT melakukan kalkulasi interfering Received Signal Strength (iRSS). Dalam kajian ini iRSS adalah kuat sinyal yang yang diterima base station GSM dari base station CDMA [13]. Proses ini dilakukan sebanyak jumlah iterasi simulasi Monte-Carlo. Berikut persamaan link budget dRSS dan iRSS: dRSS = PMS GSM + GMS GSM – LP1 + GBS GSM iRSS unwanted = PBS CDMA + GBS CDMA – LP2 + GBS GSM – UE – BF iRSS blocking = PBS CDMA + GBS CDMA – LP2 + GBS GSM – RB – 3 dB dimana P = power transmit (dBm), G = gain antena (dBi), LP = loss propagasi (dBm), UE = unwanted emission mask level pada bandwidth receiver (dBc),BF = bandwidth factor = 10 log (fC CDMA/ fC GSM) (dB) dan RB = redaman blocking emisi pada bandwidth receiver (dB). Persamaan loss propagasi (path loss) di atas terdiri dari median path loss dan variance. Median path loss menunjukkan propagasi skala besar, sedangkan variance menunjukkan propagasi skala kecil/fading. Pada simulasi ini, diasumsikan bahwa fast fading dapat diatasi dengan penggunaan fast power control dan mekanisme error control, sehingga kanal yang dimodelkan pada simulasi ini hanya mempertimbangkan jenis fading lambat (slow fading/shadowing). Model propagasi yang digunakan pada pemodelan propagasi sinyal mobile station GSM – base station GSM adalah model propagasi Okumura-Hata. Model propagasi ini dikembangkan pada lingkungan non-Line Of Sight (LOS), baik urban, suburban, maupun rural. Median path loss pada model propagasi Hata (dalam lingkungan urban, posisi mobile station dan base station outdoor) dapat dituliskan dalam persamaan berikut: Tabel 3. Median path loss pada propagasi Okumura Hata Rentang jarak Median path loss d ≤ 0.04 km L = 32.45 + 20 log fC + 10 log [d2 + (hBS – hMS)2/106] dB [14] 0.04 km < d ≤ 0.1 L = [L(0.04) + (log d – log 0.04)/(log 0.1 – log km 0.04)] x [L(0.1) – L(0.04)] dB [14] d > 0.1 km L = 69.55 +26.16 log fC -13.82 log hBS - a(hBS) + (44.9 - 6.55 log hBS) log d dB
Untuk lingkungan propagasi berupa kota berskala kecil hingga menengah: a(hMS) = (1.1 log fC – 0.7) hMS – (1.56 log fC – 0.8) dB Untuk kota berskala besar: a(hMS) = 8.29 (log 1.54 hMS)2 – 1.1 dB untuk fC ≤ 300 MHz a(hMS) = 3.2 (log 11.75 hMS)2 – 4.97 dB untuk fC ≥ 300 MHz
hMS = tinggi antena mobile station, 1-10 m hBS = tinggi antena base station. 30-200 m fC = frekuensi carrier, MHz d = jarak antara base station GSM dan mobile station GSM, km Sedangkan, path loss variance dapat dituliskan dalam persamaan berikut: Tabel 4. Variance path loss pada propagasi Okumura Hata [14] Rentang jarak Standar Deviasi d ≤ 0.04 km σ = 3.5 dB 0.04 km < d ≤ 0.1 km σ = 3.5 + [(12 – 3.5) / (0.1-0.04)] x (d – 0.04) dB 0.1 km < d ≤ 0.2 km σ = 12 dB 0.2 km < d ≤ 0.6 km σ = 12 + [(9 -12) / (0.6 – 0.2)] x (d – 0.2) dB 0.6 km < d σ = 9 dB
Model propagasi yang digunakan dalam simulasi propagasi sinyal dari base station CDMA menuju base station GSM adalah model free space loss. Free space loss digunakan dalam model propagasi line-of-sight (LOS) dimana diantara transmitter dan receiver tidak ada penghalang atau obstacle yang menghalangi propagasi sinyal. Free space loss digunakan sebagai model propagasi base station CDMA – base station GSM pada simulasi dengan alasan bahwa pada keadaan co-tower dan kedua antena base station pada posisi outdoor, diasumsikan bahwa propagasi bersifat line-of-sight. Persamaan median path loss pada model free space loss dapat dituliskan dalam persamaan di bawah ini [3]: L = 32.4 + 20 log fC + 10 log [ d2 + (hBS – hMS )2/106] dB Dalam keadaan tidak ada jarak separasi horizontal antara base station GSM dan base station CDMA, maka: L = 32.4 + 20 log fC + 10 log [(hBS CDMA – hBS GSM)2/106 ]dB Sedangkan, path loss variance dapat terlihat pada tabel berikut: Tabel 5. Variance path loss [18] Lingkungan Standar Deviasi (dB) Outdoor 4-12 Perkantoran (hard partition) 7 Perkantoran (soft partition) 9.8 Lingkungan pabrik, LOS 3-6 Lingkungan pabrik dengan penghalang 6.8
Dari informasi dRSS, iRSS dan level proteksi C/I yang disyaratkan oleh sistem, SEAMCAT melakukan perhitungan peluang interferensi yang akan menjadi output dalam penelitian ini. Peluang interferensi unwanted menunjukkan persentasi sinyal CDMA berada pada level yang lebih tinggi dari level sinyal GSM dikurangi proteksi C/I yang disyaratkan. Peluang interferensi sama dengan ’0’ apabila semua sinyal dRSS dikurangi dengan proteksi C/I yang disyaratkan lebih besar dari nilai iRSS. Peluang interferensi sama dengan ’1’ apabila semua sinyal dRSS
dikurangi dengan proteksi C/I yang disyaratkan lebih kecil dari iRSS. Kondisi yang disyaratkan sistem untuk menjaga kualitas komunikasi adalah 90% sinyal yang diterima mempunyai level C/I lebih besar dari C/I yang disyaratkan (C/I90). Kondisi C/I50 juga dapat digunakan sistem sebagai batas optimal (worst case) untuk menjaga kualitas sistem [19]. Pada beberapa literatur level proteksi C/I = 7 dB digunakan sebagai level minimum C/I untuk modulasi GMSK [20]. Sedangkan literatur yang lain menyarankan level proteksi C/I = 9 dB [21]. Praktiknya, level proteksi C/I yang sering digunakan adalah C/I = 12 dB untuk menjaga performansi layanan GSM [19]. Berikut ini adalah parameter–parameter lain yang digunakan dalam simulasi ini: Tabel 6. Parameter simulasi sistem Wanted Transmitter (Mobile Station GSM) Daya transmitter [W] Daya transmitter [dBm] Gain antena mobile station [dBi] Body loss di mobile station [dB] Equivalent Isotropic Radiated Power (EIRP) [dBm] = daya transmitter + gain antena – body loss Victim Receiver (Base Station GSM) Kerapatan moise termal [dBm/Hz] Noise figur base station [dB] Bandwidth receiver [kHz] Noise floor [dB/Hz] = kerapatan noise termal + noise figur +10 log (bandwidth receiver) SNR protection ratio [dB] Sensitivitas penerima [dBm] = noise floor + SNR protection ratio Gain antena base station (omni-directional) [dB] Loss kabel [dB] Interferer Transmitter (Base Station CDMA) Daya transmitter [W] Daya transmitter [dBm] Gain antena mobile station (omni directional) [dBi] Loss kabel Equivalent Isotropic Radiated Power (EIRP) [dBm] = daya transmitter + gain antena – loss kabel
1 30 0 0 30
-174 8 200 -113 9 -104 11 0
1 30 11 0 41
IV. Hasil Simulasi Berikut ini adalah parameter SEAMCAT yang digunakan dalam simulasi: Tabel 7. Parameter simulasi SEAMCAT Base Station CDMA Base Station GSM 1 Watt 11 dBi omni11 dBi omnidirectional directional Frekuensi tengah Var: 887.375, 888.375, 890.1 MHz 888.875 MHz Guard band Var: 0.5, 1, 2 MHz Jarak separasi Var: 5, 10, 20, 30 meter Proteksi C/I Var: 7, 12, 19 dB Model propagasi Free Space Loss Okumura Hata Parameter Power transmit Gain antenna
Hasil dari simulasi dapat dilihat dari Gambar 4 – Gambar 9 pada hal.5. Setiap titik pada setiap gambar menunjukkan peluang interferensi dari hasil simulasi 1000
trial untuk berbagai jarak mobile station GSM – base station GSM dan jarak vertikal antena base station CDMA – base station GSM (MSD). Dari gambar-gambar tersebut, terlihat bahwa pada jarak separasi antena base station CDMA – base station GSM yang tetap, untuk setiap penambahan jarak mobile station GSM – base station GSM, peluang interferensi menjadi semakin besar. Hal ini dikarenakan, semakin jauh jarak MS GSM – BS GSM, semakin besar redaman propagasi yang terjadi, sehingga kuat sinyal mobile station yang diterima di base station GSM (dRSS) juga semakin mengecil, padahal level sinyal interferer (iRSS) cenderung stabil. Oleh sebab itu, persentasi C/I simulasi lebih kecil daripada level proteksi C/I yang disyaratkan juga semakin besar (peluang interferensi membesar). Selain itu, dari gambar-gambar tersebut terlihat pula bahwa pada jarak mobile station – base station GSM yang tetap, untuk setiap penambahan MSD, peluang interferensi menjadi semakin kecil. Hal ini dikarenakan, semakin besar MSD, semakin besar redaman propagasi yang terjadi, sehingga kuat sinyal base station CDMA yang diterima di base station GSM (iRSS) juga semakin mengecil, padahal nilai dRSS cenderung stabil. Oleh sebab itu, persentasi C/I simulasi lebih kecil daripada level proteksi C/I yang disyaratkan juga semakin kecil. Dari setiap gambar terlihat bahwa pada jarak mobile station GSM 0 meter dari base station GSM, untuk semua MSD vertikal antara antena base station, interferensi tidak terjadi, walaupun redaman propagasi sinyal yang diinginkan lebih besar dari redaman propagasi sinyal interferer. Hal ini dikarenakan unwanted emission CDMA yang diterima di bandwidth receive GSM terlalu kecil akibatnya iRSS terlalu kecil dibandingkan dengan dRSS dan nilai C/I setiap trial selalu lebih besar dari level proteksi C/I, sehingga peluang interferensinya sama dengan nol. Gambar 4 dan 5 berturut-turut menunjukkan pengaruh MSD terhadap interferensi pada sistem dengan level proteksi 7 dan 12 dB dengan guard band 0.5 MHz. Sedangkan Gambar 6,7, dan 8 berturut-turut menunjukkan pengaruh MSD terhadap interferensi pada sistem dengan level proteksi 7,12 dan 19 dB dengan guard band 1 MHz. Bila membandingkan Gambar 4 dengan Gambar 5 serta membandingkan Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8, maka dapat disimpulkan bahwa pada kondisi MSD, jarak BS GSM – MS GSM dan guard band yang sama, semakin besar level proteksi C/I yang disyaratkan sistem, semakin besar peluang interferensi. Hal ini bukan disebabkan level iRSS yang semakin membesar, tetapi disebabkan oleh respon suatu sistem terhadap interferensi. Contoh ilustrasi dari level proteksi: dRSS (dBm) -74 -74 -74 -74
Tabel 8 Interferensi pada beberapa level proteksi iRSS C/I Sistem 1 Sistem 2 Sistem 3 (dBm) simulasi Proteksi Proteksi Proteksi (dB) C/I 7 dB C/I 12 dB C/I 19 dB -79 5 1 1 1 -84 10 0 1 1 -89 15 0 0 1 -94 20 0 0 0
Dari Tabel 8 di atas, terlihat bahwa pada saat iRSS bernilai -79 dBm, semua sistem menerjemahkannya sebagai interferensi. Hal ini karena C/I simulasi (= dRSS – iRSS) bernilai kurang dari semua level C/I yang disyaratkan. Saat iRSS bernilai -84 dBm, sistem 1 tidak menerjemahkannya sebagai interferensi (kondisi bebas interferensi) karena C/I
simulasi bernilai lebih besar daripada level C/I minimumnya. Sedangkan sistem 2 dan sistem 3 menerjemahkannya sebagai interferensi karena C/I simulasi bernilai lebih kecil dari C/I yang disyaratkan. Sistem 2 baru dapat menerjemahkan sinyal sebagai ‘tidak terjadi interferensi’ jika iRSS bernilai -89 dBm, sedangkan sistem 3 pada level iRSS -94 dBm. Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu sistem dengan level proteksi C/I yang semakin tinggi,bersifat lebih tidak toleran terhadap in-
Pengaruh MSD Vertikal Terhadap Peluang Interferensi Pada Guard Band 0.5 MHz dan C/I 7dB
Pengaruh MSD Vertikal Terhadap Peluang Interferensi Pada Guard Band 0.5 MHz dan C/I 12dB
‘0’ = tidak terjadi interferensi ‘1’ = terjadi interferensi
1.000
1.000
0.900
0.900
0.800
0.800
0.700 MSD=5m MSD=10m MSD=20m MSD=30m
0.600 0.500 0.400 0.300
Pe lua n g Int e rfe re ns i
Pe lu a n g In te rfe re ns i
Keterangan :
0.700 0.600
MSD=5m MSD=10m MSD=20m MSD=30m
0.500 0.400 0.300
0.200
0.200
0.100
0.100 0.000
0.000 0
500
1000
0
1500
500
1000
1500
Jarak MS GSM - BS GSM (m)
Jarak MS GSM - BS GSM (m)
Gambar 5. Pengaruh minimum separation distance vertical terhadap interferensi pada guard band 0.5 MHz dan proteksi C/I 12 dB
Pengaruh MSD Vertikal Terhadap Peluang Interferensi Pada Guard Band 1 MHz dan C/I 7dB
Pengaruh MSD Vertikal Terhadap Peluang Interferensi Pada Guard Band 1 MHz dan C/I 12dB
1.000
1.000
0.900
0.900
0.800
0.800
0.700 MSD=5m MSD=10m MSD=20m MSD=30m
0.600 0.500 0.400 0.300
Pe lu a n g Int e rfe re ns i
Pe lua ng Int e rfe re n s i
Gambar 4. Pengaruh minimum separation distance vertical terhadap interferensi pada guard band 0.5 MHz dan proteksi C/I 7 dB
0.700 0.600
0.400 0.300
0.200
0.200
0.100
0.100
0.000
MSD=5m MSD=10m MSD=20m MSD=30m
0.500
0.000 0
500
1000
1500
0
Jarak MS GSM - BS GSM (m)
500
1000
1500
Jarak MS GSM - BS GSM (m)
Gambar 7. Pengaruh minimum separation distance vertical terhadap interferensi pada guard band 1 MHz dan proteksi C/I 12 dB
Pengaruh MSD Vertikal Terhadap Peluang Interferensi Pada Guard Band 1 MHz dan C/I 19dB
Pengaruh MSD Vertikal Terhadap Peluang Interferensi Pada Guard Band 2 MHz dan C/I 7dB
1.000
0.100
0.900
0.090
0.800
0.080
0.700 MSD=5m MSD=10m MSD=20m MSD=30m
0.600 0.500 0.400 0.300
Pe lua ng Int e rfe re ns i
Pe lu a n g In t e rfe re n s i
Gambar 6. Pengaruh minimum separation distance vertical terhadap interferensi pada guard band 1 MHz dan proteksi C/I 7 dB
0.070 MSD=5m MSD=10m MSD=20m MSD=30m
0.060 0.050 0.040 0.030
0.200
0.020
0.100
0.010 0.000
0.000 0
500
1000
1500
Jarak MS GSM - BS GSM (m)
Gambar 8. Pengaruh minimum separation distance vertical terhadap interferensi pada guard band 1 MHz dan proteksi C/I 19 dB
0
500
1000
1500
Jarak MS GSM - BS GSM (m)
Gambar 9. Pengaruh minimum separation distance vertical terhadap interferensi pada guard band 2 MHz dan proteksi C/I 7 dB
terferensi, yang artinya bahwa sinyal interferer iRSS harus bernilai lebih kecil daripada iRSS pada sistem dengan level proteksi C/I rendah, agar sistem tersebut dikatakan ‘bebas interferensi’. Gambar 9 menujukkan pengaruh MSD terhadap interferensi pada sistem dengan guard band 2 MHz. Bila membandingkan Gambar 9 dengan Gambar 4 (guard band 0.5 MHz) dan Gambar 6 (guard band 1 MHz), maka dapat disimpulkan bahwa pada kondisi MSD, jarak MS GSM – BS GSM dan level proteksi C/I yang sama, semakin besar guard band yang digunakan, semakin kecil peluang terjadinya interferensi. Pada penggunaan guard band yang lebih besar, level emisi sinyal CDMA (unwanted emission mask CDMA) yang jatuh pada frekuensi penerima GSM menjadi lebih kecil. Berikut adalah tabel unwanted emission pada beberapa jenis guard band yang digunakan: Tabel 9. Nilai rata-rata unwanted emission mask CDMA pada berbagai guard band 0.5 MHz 1 MHz 2 MHz Frek. Mask Frek. Mask Frek. Mask (MHz) (dBc) (MHz) (dBc) (MHz) (dBc) 890.00 -80.00 889.50 -80.00 889.35 -100.00 890.05 -80.59 890.00 -85.88 890.00 -104.82 890.10 -81.18 890.05 -86.47 890.03 -105.00 890.15 -81.76 890.10 -87.06 890.05 -105.19 890.20 -82.35 890.15 -87.65 890.08 -105.37 890.86 -90.00 890.20 -88.24 890.10 -105.56 890.36 -90.00 890.13 -105.74 890.15 -105.93 890.18 -106.11 890.20 -106.30 891.38 -115.00 Mean =
-81.18
Mean =
-87.06
Mean =
-105.56
Tulisan merah pada Tabel 9 menunjukkan nilai emisi CDMA yang diterima pada receiver GSM secara diskrit dengan rentang nilai tertentu. Sedangkan mean menunjukkan nilai emisi CDMA rata-rata yang diterima receiver GSM. Pada guard band 0.5 MHz, nilai emisi CDMA yang diterima receiver GSM adalah -81.18 dBm, sedangkan pada guard band 1 dan 2 MHz, nilai emisi CDMA yang diterima receiver GSM berturut-turut adalah 87.06 dBm dan -105.56 dBm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin besar guard band yang digunakan, semakin lemah emisi yang jatuh pada receiver GSM. Semakin lemah emisi interferensi yang diterima, semakin kecil nilai iRSS. Akibatnya peluang rata-rata level C/I simulasi bernilai lebih besar daripada nilai C/I yang disyaratkan menjadi lebih besar. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar guard band antara frekuensi carrier CDMA dan GSM, semakin kecil peluang terjadinya interferensi. Dari Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa jika pada kasus terburuk sistem mentoleransi 50% dari sinyal berada pada level C/I lebih kecil dari proteksi C/I = 7 dB (kondisi C/I50), maka untuk seluruh coverage base station GSM (jarak MS GSM – BS GSM 1500 meter), separasi vertikal antena base station CDMA-GSM sejauh 30 meter dan penggunaan guard band 0.5 MHz cukup menjamin performa receiver GSM. Terlihat pada gambar 4, garis biru
muda selalu berada pada level peluang interferensi di bawah 0.5. Jika level proteksi ditingkatkan menjadi C/I = 12 dB, maka tidak ada satupun kondisi simulasi yang bisa diimplementasikan agar mencapai kondisi C/I50 untuk seluruh area coverage GSM. Hal ini dapat terlihat dari tidak adanya garis yang berada di bawah level peluang interferensi 0.5 pada radius maksimumnya (MS GSM – BS GSM = 1500m) pada Gambar 5. Dari Gambar 6 dapat disimpulkan bahwa jika pada kasus terburuk sistem mentoleransi 50% dari sinyal berada pada level C/I lebih kecil dari proteksi C/I = 7 dB (kondisi C/I50), maka untuk seluruh coverage base station GSM, separasi vertikal antena base station CDMA-GSM sejauh 20 atau 30 meter dan penggunaan guard band 1 MHz cukup menjamin performa receiver GSM. Hal ini dapat terlihat pada garis kuning dan biru muda pada Gambar 6 yang selalu berada pada level peluang interferensi 0.5 untuk setiap posisi mobile station dalam radius coverage base station GSM. Jika level proteksi ditingkatkan menjadi C/I = 12 dB, maka separasi vertikal antena base station CDMAGSM sejauh 20 meter dan penggunaan guard band 1 MHz masih cukup menjamin performa receiver GSM dalam kondisi C/I50%, walaupun secara umum, nilai peluang interferensi meningkat. Terlihat pada Gambar 7, garis kuning yang menunjukkan MSD 20 meter, selalu berada pada nilai interferensi di bawah 0.5. Dari Gambar 9 dapat terlihat pula bahwa dengan separasi antena base station CDMA-GSM secara vertikal sebesar 5 meter cukup menjamin performa receiver GSM pada kondisi C/I50%. Namun perlu diperhatikan pula bahwa penggunaan guard band yang terlalu besar membuat spektrum frekuensi menjadi tidak efisien atau boros. Oleh sebab itu penulis tidak merekomendasikan sistem dengan fuard band 2 MHz. Selain interferensi unwanted emission CDMA, permasalahan lain yang harus diperhatikan adalah desensitisasi receiver GSM. Berikut adalah tabel receiver blocking pada beberapa jenis guard band yang digunakan: Tabel 10. Nilai rata-rata blocking pada berbagai guard band 0.5 MHz 1 MHz 2 MHz Frek. Block Frek. Block Frek. Block (MHz) (dB) (MHz) (dB) (MHz) (dB) 889.68 -97.00 889.98 -97.00 888.98 -97.00 890.00 -97.00 890.00 -97.05 890.00 -99.20 890.20 -97.00 890.03 -97.11 890.03 -99.25 890.48 -97.00 890.05 -97.16 890.05 -99.30 890.08 -97.21 890.08 -99.36 890.10 -97.27 890.10 -99.41 890.13 -97.32 890.13 -99.46 890.15 -97.37 890.15 -99.52 890.18 -97.43 890.18 -99.57 890.20 -97.48 890.20 -99.62 891.38 -100.00 890.38 -100.00 Mean =
-97.00
Mean =
-97.27
Mean =
-99.41
Tulisan merah pada Tabel 9 menunjukkan nilai emisi CDMA yang diterima pada receiver GSM secara diskrit dengan rentang nilai tertentu. Sedangkan mean menunjukkan nilai emisi CDMA rata-rata yang diterima
receiver GSM. Pada guard band 0.5 MHz, nilai emisi CDMA yang diterima receiver GSM adalah -81.18 dBm, sedangkan pada guard band 1 dan 2 MHz, nilai emisi CDMA yang diterima receiver GSM berturut-turut adalah 87.06 dBm dan -105.56 dBm. Dengan menggunakan persamaan link budget iRSS blocking dan parameterparameter pada Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 10 pada halaman sebelumnya, dapat diketahui nilai iRSSBl pada beberapa MSD pada simulasi: Tabel 11. Nilai iRSSBl untuk berbagai MSD berbagai guard band iRSSBl (dBm) Guard Band
0.5 MHz
1 MHz
2 MHz
MSD = 5 m
-93.36
-93.66
-95.81
MSD = 10 m
-99.38
-99.68
-101.83
MSD = 20 m
-105.40
-105.70
-107.85
MSD = 30 m
-108.92
-109.22
-111.37
Dari Tabel 11, dapat diketahui bahwa nilai iRSS pada setiap simulasi berada pada level di bawah -26 dBm (lihat Tabel 2). Nilai tersebut merupakan nilai interferer CDMA maksimal yang dapat diterima receiver GSM agar mencegah degradasi sensitivitas receiver GSM. Karena sinyal interferer CDMA berada di bawah level sinyal yang disyaratkan, maka desensitisasi pada setiap kondisi simulasi tidak terjadi.
PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]
[11]
V. Kesimpulan Dari penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Semakin besar guard band yang digunakan, semakin kecil peluang terjadinya interferensi. Namun penggunaan guard band yang berlebihan menyebabkan alokasi spektrum frekuensi menjadi tidak efisien. 2. Semakin jauh jarak pemisahan vertikal antena base station CDMA dengan base station GSM, semakin kecil peluang terjadinya interferensi. Separasi antena kedua base station yang terlalu tinggi dapat menambah beban menara. 3. Jika disyaratkan sistem dapat mentolerir 50% sinyal berada pada level C/I yang lebih besar dari level proteksi C/I = 7 dB, maka kombinasi separasi antena base station CDMA dan GSM secara vertikal sebesar 20 meter dengan guard band 1 MHz atau kombinasi separasi 30 meter dan guard band 0.5 MHz cukup menjamin kualitas penerimaan sinyal di base station CDMA. 4. Jika disyaratkan sistem dapat mentolerir 50% sinyal berada pada level C/I yang lebih besar dari level proteksi C/I = 12 dB, maka kombinasi separasi antena base station CDMA dan GSM secara vertikal sebesar 20 meter dengan guard band 1 MHz cukup menjamin kualitas penerimaan sinyal di base station CDMA.
[12] [13]
[14] [15]
[16]
[17] [18] [19]
[20] [21]
Kenth Hoglund and Bjorn Ternby, “Co-siting Solutions,” ERO 02S32 Ericsson Review, Desember 2004. http://www.skydsp.com/publications/4thyrthesis/ chapter1.htm T.S. Rappaport, “Wireless Communications,” New Jersey: Prentice Hall, 1996, pp. 28, 107-154, 393411, 549-579. Wikipedia, Free Computer Encyclopedia. http://en.wikipedia.org GSM System Overview. http://www.aircom.co.uk http://www.ece.osu.edu/~oyt/interleaver.html Simon Haykin, “Communication Systems,” John Wiley & Sons, 2001, pp. 396-397. Adit Kurniawan, “Diktat Kuliah ET-5003 Sistem Komunikasi Seluler,” Laboratorium Telekomunikasi dan Gelombang Mikro, Institut Teknologi Bandung. Murota K. and Hirade K., “GMSK Modulation for Digital Mobile Radio Telephony,” IEEE Transaction on Communication, 1981, pp.1044-1050. Adit Kurniawan, “Predictive Power Control in CDMA Systems,” 2003. Institute for Telecommunications Research, University of South Australia. Julie G. Welch, “Interference Analysis and Guidelines for Coexistance,” Asia Pacific Telecommunity. The 3rd Meeting of The APT Wireless Forum. September 2006. Wolfgang Schonfeld, “Mobility in Communication Systems,” GMD IPSI, September 2000. Julie G. Welch, “Compatibility Between WCDMA 180 Downlink and GSM 1900 Uplink,” Asia Pacific Telecommunity. The 3rd Meeting of The APT Wireless Forum. September 2006. SEAMCAT Software Version 2.1 User Manual, European Radiocommunication Office. 2004 ECC Report 38, The Technical Impact of Introducing CDMA-PAMR on The UIC DMO and GSM-R Radio Systems in The 900 MHz Band, 2004. Business Directions Group Spectrum Management Agency, “Compatibility Assessment – 800 MHz AMPS Spectrum Adjacent to GSM Spectrum, April 1997. John D. Kraus and Ronald J. Marhefka, “Antennas for All Aplications,” McGraw-Hill, 2002, pp.779. http://www.isi.edu/~weiye/pub/propagation_ns.pdf Jeffery D. Lester, “Robust GMSK Demodulation Using Demodulator and BER Estimation, 1997, Thesis submitted to the Virginia Polytechnic Institute & State University. M.D. Yacoub, “The Mobile Communication Handbook,” CRC Press & IEEE Press, 1996, pp. 319-332 ETSI GSM Recommendation OS.05, Radio Transmision and Reception Technical Report, ETSI, 1997.