STUDI GESER PADA BALOK BETON BERTULANG Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: : : :
Nurdianto Novansyah Anwar 3107100046 Teknik Sipil FTSP ITS 1. Tavio, ST. MT. PhD 2. Prof. Ir. Priyo Suprobo, MS, PhD 3. Ir. Iman Wimbadi, MS
ABSTRAK Perkembangan aplikasi program bantu dalam bidang teknik sipil saat ini sangat pesat dan mempunyai peranan yang besar dalam dunia konstruksi. Sudah banyak aplikasi program bantu yang dihasilkan oleh negara – negara maju yang notabene dapat mempercepat proses perhitungan struktur seperti PCACOL, PCABEAM, SAP 2000, ETABS, dan sebagainya. Sedangkan di Indonesia perkembangan aplikasi program bantu yang sesuai dengan kebutuhan ahli – ahli konstruksi di Indonesia saat ini masih minim jumlahnya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan aplikasi program bantu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Di dalam tugas akhir ini, aplikasi program yang dikembangkan hanya mengadopsi peraturan yang ada di Indonesia saat ini yaitu SNI 03-2847-2002. Beberapa mahasiswa Teknik Sipil ITS sebelumnya telah mengembangkan beberapa software untuk analisa struktur. Salah satu software yang telah dikembangkan sebelumnya adalah Program Analisa Struktur Frame 3D yakni SFAP (Space Frame Analysis Program). Program tersebut digunakan untuk menganalisa struktur space frame. Program analisa struktur yang telah dibuat sebelumnya hanya menghasilkan output berupa momen, gaya geser dan gaya aksial. Output tersebut dirasa masih belum memenuhi kebutuhan untuk mendesain suatu struktur. Oleh karena itu dibutuhkan output lain berupa tulangan geser pada balok. Penulis berusaha mengembangkan program tersebut dengan menambahkan analisis geser sampai dapat menghasilkan output lain gambar potongan memanjang tulangan serta spasi tulangan geser. Dari 3 studi kasus yang dianalisa dalam studi tugas akhir ini didapatkan bahwa program bantu yang dikembangkan menghasilkan output yang hampir sama (berselisih sedikit) setelah dibandingkan dengan program bantu SAP 2000 v.14 dan dengan perhitungan manual. Kata kunci : SNI 03-2847-2002, tulangan geser, analisis geser, balok.
i
tulangan torsi, Vincentius Arif W membahas tentang Lentur pada balok beton bertulang yang menghasilkan jumlah tulangan lentur, jarak antar tulangannya serta panjang penyalurannya. Karena itulah dirasa masih memerlukan output mengenai bahasan tentang Geser pada balok beton bertulang serta Analisis pada Hubungan Balok Kolomnya ( HBK ). Maka penulis mengambil bahasan mengenai Geser pada balok beton bertulang dengan menggunakan program bantu Visual Basic. Penulis berusaha menyempurnakan program sebelumnya dan mengembangkan program tersebut sampai dapat menghasilkan output lain berupa jumlah, jarak serta gambar potongan tulangan geser. Dengan menggunakan bahasa pemrograman yang mudah dipelajari serta bersifat open source, maka pembaharuan data lebih mudah dilakukan. Pembaharuan data akan dilakukan seiring dengan perubahan yang akan terjadi pada peraturan beton di Indonesia. Ketika peraturan beton diperbaharui, pada saat yang sama software ini dapat dirubah. Selain itu sifat yang open source dari software ini membuat sharing knowledge lebih mudah dilakukan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Balok merupakan salah satu komponen dari sebuah struktur yang direncanakan mampu menahan tegangan tekan maupun tegangan tarik yang diakibatkan oleh beban lentur yang bekerja pada balok tersebut. Karena sifat beton yang kurang mampu menahan tegangan tarik, maka beton diperkuat dengan tulangan baja di daerah dimana tegangan tarik tersebut bekerja. Selain gaya lentur, hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan balok salah satunya ialah gaya geser. Tulangan geser dibutuhkan untuk mengantisipasi timbulnya retak secara langsung pada balok yang diakibatkan oleh gaya geser yang cukup besar. Dalam sebuah komponen struktur ada dua kondisi memakai atau tidak tulangan geser. Pertama yakni tanpa tulangan geser, gaya geser yang terjadi diasumsikan hanya ditahan oleh beton. Namun jika memakai tulangan geser, maka porsi kuat geser diasumsikan disumbangkan oleh beton dan sisanya oleh tulangan geser (Nawy, Tavio, dan Kusuma. Beton Bertulang: Sebuah Pendekatan Mendasar. 2010. Surabaya : ITS Press). Oleh karena itu, untuk mendesain tulangan geser tersebut dibutuhkan suatu alat bantu (software) yang dapat memudahkan dalam proses perencanaan. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa software teknik sipil seperti SAP 2000, ETABS, STAAD Pro, PCACol, PCABeam dan sebagainya yang digunakan di Indonesia saat ini sebagian besar bukanlah software yang memiliki lisensi penuh ( full licensed ). Software-software tersebut menghasilkan output yang kurang akurat, selain itu running program dari software yang tidak memiliki full licensed tidak bisa dikembangkan sehingga tidak bisa diketahui letak kesalahan dari running program tersebut jika terjadi permasalahan. Masalah lainnya adalah semakin ketatnya peraturan tentang penggunaan aplikasi komputer berlisensi ( Sumber : Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ). Pada kenyataannya memang software dengan full licensed memiliki harga yang cukup mahal. Jadi, jika suatu saat peraturan tersebut semakin ketat maka dikhawatirkan software full licensed tersebut akan sulit didapat dan semakin mahal harganya. Beberapa mahasiswa Teknik Sipil ITS sebelumnya telah mengembangkan beberapa software untuk analisa struktur. Salah satu software yang telah dikembangkan sebelumnya adalah Program Analisa Struktur Frame ( SFAP / Space Frame Analysis Program ) dengan menggunakan program bantu Visual Basic. Seperti Ahmad Faza Azmi yang membahas tentang kolom beton bertulang tetapi hanya mendapat beban gravitasi saja, Diar Fajar Gosana yang membahas tentang Torsi pada balok beton bertulang yang menghasilkan jumlah dan jarak
1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana cara mengontrol geser pada balok beton bertulang ? 2. Bagaimana cara desain tulangan geser pada balok ? 3. Bagaimana cara mendesain interface program untuk menghitung dimensi dan spasi tulangan geser serta gambar pendetailan tulangan geser pada balok ? 4. Apakah nilai output dari software yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan melalui perbandingan dengan software profesional yang lain dan perhitungan manual ? 5. Bagaimana membuat program analisa struktur yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh semua orang ? 1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah: 1. Mengetahui cara mengontrol geser pada balok beton bertulang 2. Mengetahui cara desain tulangan geser pada balok 3. Mengetahui cara mendesain interface program untuk mengitung spasi tulangan geser serta gambar pendetailan tulangan geser pada balok 4. Mengetahui bahwa nilai output dari software yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan melalui perbadingan dengan software profesional lain dan perhitungan manual 5. Membuat sebuah program yang bersifat open source listing sehingga dapat dipelajari dan dikembangkan lagi oleh semua orang.
1
Dengan Vu adalah gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau dan Vn adalah kuat geser nominal yang dihitung dari :
1.4 Batasan Masalah Batasan masalah atau ruang lingkup pada tugas akhir ini adalah : 1. Penampang balok yang dipakai hanya penampang persegi 2. Gaya dalam dari elemen balok yang dianalisa ini hanya berupa gaya geser 3. Output hasil analisa program tersebut dibandingkan dengan output software lainnya 4. Beban yang dikenakan pada struktur adalah beban gravitasi khususnya beban merata
Vn = Vc + Vs ( SNI pasal 13.1.1 ) Gaya geser tahanan nominal Vc dapat dihitung dari : Vc =
( SNI pasal 13.3.1.1 )
Apabila digunakan tulangan geser yang membentuk sudut 45º dengan horizontal, maka persamaannya menjadi :
1.5 Manfaat Manfaat yang ingin dicapai dalam ini tugas akhir ini adalah: 1. Penyusunan program ini akan melengkapi program yang telah disusun sebelumnya 2. Program analisa struktur ini dapat digunakan sebagai alternatif dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah dan mudah tanpa perlu rasa khawatir karena terjamin keasliannya 3. Pada akhirnya Tugas Akhir ini dapat menjadi referensi untuk pengembangan secara terusmenerus dari program-program bantu lain yang lebih kompleks demi terciptanya kemajuan
Vs =
( SNI pasal 13.5.6.4 )
Jika tulangan geser (sengkang) miring ini terdiri atas tulangan-tulangan tunggal atau satu kelompok tulangan yang terletak pada jarak yang sama dari muka perletakan, maka: Vs = Av fy sinα <
pada bidang structural engineering di Indonesia.
bw d ( SNI pasal 13.5.6.5 )
Jika sengkang vertikal yang digunakan, maka sudut α menjadi 90º sehingga :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Vs =
2.1 Tulangan Geser
Tulangan geser memberikan empat fungsi utama, yaitu: 1. Menahan sebagian gaya geser berfaktor eksternal Vu. 2. Membatasi perkembangan retak-retak diagonal 3. Memegang batang-batang tulangan utama longitudinal di tempatnya agar mereka dapat memberikan kapasitas dowel yang diperlukan untuk menahan beban lentur. 4. Menyediakan suatu pengekangan pada beton dalam daerah tekan jika sengkang-sengkang tersebut dalam bentuk pengikat-pengikat tertutup.
( SNI pasal 13.5.6.2 )
Dimana : Vs : Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser ,KN Vn : Kuat geser nominal, KN Vc : Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, KN f’c : Kuat tekan beton, Mpa bw : Lebar badan, mm Av : Luas tulangan geser dalam daerah sejarak s, mm2 fy : Kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan non-prategang, Mpa d : jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal, mm s : spasi tulangan geser atau puntir dalam arah paralel dengan tulangan longitudinal, mm
2.2
Tahanan Tulangan Geser Perencanaan penampang terhadap tulangan geser harus didasarkan pada : ØVn ≥ Vu
bw d
( SNI pasal 13.1.1 )
1. 2.3
Pembatasan Ukuran dan Jarak Sengkang Agar semua retak diagonal yang potensial dapat dipikul oleh sengkang vertikal, maka ada
syarat pembatasan jarak sengkang vertikal maksimum, yaitu : Vu ˃ bw d : smax = ≤ 600 mm ( SNI pasal 13.5.4.1 ) Vu ≤
bw d : smax = ≤ 300 mm ( SNI pasal 13.5.4.1 )
Vu >
bw d : perbesar penampang
Av minimum =
A Perbaiki Tampilan
Finish
Gambar 3.1 Metodologi
( SNI pasal 13.5.5.3 )
3.1
Penjelasan Penyelesaian Tugas Akhir Langkah-langkah penyusunan tugas akhir ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Studi Literatur a. Mengumpulkan materi penunjang untuk Tugas Akhir b. Mempelajari visual basic 6.0 c. Mempelajari konsep penulangan geser
BAB III METODOLOGI Start
2. Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka a. Membahas tentang latar belakang,perumusan masalah,batasan masalah,dan tujuan Tugas Akhir b. Membahas tentang teori yang berkaitan dengan Tugas Akhir
Studi Literatur
Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka
3. Alur Pemrograman a. Menyusun algoritma perhitungan sampai desain tulangan geser 4. Pembuatan Program a. Membuat interface program b. Menyusun listing prosedur baca data c. Menyusun listing prosedur analisa d. Membuat listing program output dan plotting
Alur Pemrograman
Pembuatan Program
Error
5. Running Program a. Menjalankan program dan memeriksa masalah akibat kesalahan pemrograman
Running Program
6. Output a. Mengoperasikan program dan membandingkannya hasilnya dengan teori dan software profesional lain
OK Tidak
Output Benar
3.2
Ya
A
3
Studi Literatur Pada tahap ini dilakukan studi literatur mengenai konsep metode elemen hingga yang berupa metode kekakuan langsung untuk analisa struktur dan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Sumber-sumber yang digunakan antara lain: 1. Nawy, Tavio, dan Kusuma. 2010. Beton Bertulang: Sebuah Pendekatan Mendasar. Surabaya : ITS Press.
2.
3. 4.
5. 6. 7.
3.3
Purwono, R., Tavio, Imran, I., dan Raka, I.G.P. 2007. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002). Surabaya : ITS Press. Dewobroto, W. 2003. Aplikasi Sains dan Teknik dengan Visual Basic 6.0. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Dewobroto, W. 2005. Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 (Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-2847-2002). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Tavio. “Diktat Kuliah Beton”, Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Bambang Piscesa. “Diktat Kuliah Beton”, Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Chu-Kia Wang, Reinforced Concrete Design. 1990
Algoritma Pemrograman Secara Umum
Untuk susunan pemrograman secara umumnya yang pertama ialah dengan menginputkan data yang berupa data material, diameter tulangan, koordinat titik, serta frame yang akan digunakan Start
1. INPUT DATA 2. ANALISA STRUKTUR 3. OUTPUT DATA
4. Analisa Balok
5. Output berupa potongan memanjang dan spasi tulangan geser
Finish
Gambar 3.2 Flowchart Program Secara Umum
Berikut penjelasan dari Gambar 3.2 Flowchart Program Secara Umum : Input Data meliputi : a. Input Material : Jenis material, f’c , fy , 2. dimensi balok b. Input Tulangan : diameter tulangan transversal dan 3. tulangan longitudinal c. Input koordinat titik, perletakan dan pembebanan Output Data : a. Output akan berupa gaya geser, momen dan gaya aksial b. Setelah memasukkan gaya dalam untuk analisa baloknya makan akan didapat output berupa potongan memanjang dan spasi antar tulangan geser
Mulai
Diberikan : f’c , bw, d, fy, Vu
Ø = 0,75
Vc =
bw d
Ya
Sengkang Praktis s= atau smax ≤ 600 mm
Vu ≤ Ø ( Vc + Vsmin )
Tidak Ø ( Vc + VYa smin ) ≤ Vu ≤ Ø ( Vc +
)
Ya
s= atau smax ≤ 600 mm
Tidak
Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu ≤ Ø ( Vc +
Penampang diperbesar
)
Ya
Tidak
Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Desain Tulangan Geser
5
s= atau smax ≤ 300 mm
3.3.1.
Input User (data input oleh pengguna) Data input yang diperlukan pada program ini berupa: 1. Data material antara lain f c, f y
b.
, perlu adanya tulangan geser
.Vsperlu Vu .Vc ; Vs
2. Data nodal beserta koordinatnya. 3. Data member/frame yang berisi informasi nodal pengapit ji dan jk , serta panjang batang, dimensi member, dimensi tulangan lentur. 4. Data joint restraint
3.3.4 Kontrol penampang Jika kondisi bwd ≤ Vu ini tidak terpenuhi maka irisan penampang kritis haruslah diperbesar lagi. 3.3.5 Penentuan perlunya dipasang tulangan geser atau tidak Gunakan tulangan geser minimum Av jika Vu lebih besar dari setengah фVc, dengan pengecualian-pengecualian sebagai berikut: (a) Konstruksi join beton (b) Slab-slab dan telapak-telapak (c) Balok-balok dangkal yang lebih kecil dengan kedalaman tidak melebihi 10 inchi (254 mm) atau 2½ kali ketebalan flens Penentuan pemasangan tulangan geser pada balok : a.
.Vc Vu Vc Vs min , memakai tulangan geser minimum
1 bw.S ; Vs (min) .bw.d Av (min) 3 3. fy d Smaks dan Smaks 600mm 2
1 3
fc '.bw.d
Av. fy.d S
d dan Smaks 600mm 2 1 2 c. Vc fc '.bw.d Vu Vc 3 3 Smaks
, perlu adanya tulangan geser
3.3.2 Penentuan penampang kritis Setelah didapat nilai gaya geser dan momen yang didapat dari perhitungan reaksi perletakan dialnjutkan ke penentuan dimensi penampang kritis. Pada langkah ini akan didapatkan nilai dari bw yang merupakan lebar web dan d yang merupakan jarak dari serat beton tertekan ke tulangan tarik longitudinal. Pada langkah ini juga akan didapat nilai fy dari asumsi, di mana fy adalah kekuatan tulangan transversal. 3.3.3 Perhitungan gaya geser nominal beton polos (Vc) Setelah diperoleh ukuran dimensi dari penampang kritis dihitung nilai dari Vc. Nilai Vc ini didapat dengan cara Vc = bw d .
Vc Vs min Vu Vc
.Vperlu Vu .Vc ; Vs Smaks d.
Vu
2 3
Av. fy.d S
d ; Smaks 300mm 4
fc '.bw.d (Perbesar penampang)
3.3.6 Perhitungan gaya geser yang mampu ditahan oleh sengkang (Vs) Jika Vu Vc , tulangan geser haruslah disediakan sehingga di mana
Av f y d
Vs
s
Vu (Vc Vs ) ,
untuk sengkang vertikal
untuk 3.3.7 Merancang Program Dengan Visual Basic 6.0 Langkah awal yang dilakukan pada tahap ini adalah mempelajari dasar-dasar pemrograman dengan Visual Basic 6.0. Setelah mempelajari bahasa pemrograman ini kemudian dilanjutkan dengan membuat program analisa struktur menggunakan metode kekakuan langsung untuk mendapatkan jumlah tulangan yang dibutuhkan. 3.3.8 Verifikasi Output Setelah program di-running dan berjalan sesuai rencana, dilakukan verifikasi output dengan output dari SAP2000 serta dengan perhitungan manual. 3.4
Studi Kasus Untuk aplikasi analisa struktur menggunaka program SFAP yang akan dilakukan pada Studi Kasus sebagai berikut :
fc '.bw.d
a. Studi kasus yang pertama akan diterapkan pada sebuah portal 3D sederhana dengan 4 perletakan jepit.
BAB V STUDI KASUS
q = 7500 kg
5.1 Studi Kasus 1 Pada contoh studi kasus yang pertama ini dibuat sebuah portal sederhana dengan 4 perletakan jepit. Direncanakan beban yang dikenakan ialah beban merata sebesar 7500 kg pada balok. Diketahui material beton dengan : E : 2625051388,85415 kg/m2 G : 1009635149,55929 kg/m2 f’c : 30 MPa : 0,85 1 U : 0,3
5m
6m
Dimensi kolom 0,5 x 0,5 m2 , tinggi kolom : 5 m Dimensi balok 0.3 x 0.4 m2 , panjang balok : 6 m
6m
q = 7500 kg
Gambar 3.4 Uji perbandingan portal 3D sederhana b.
Studi kasus yang kedua diterapkan pada gedung bertingkat 2 lantai dengan 4 perletakan jepit. q = 15000 kg
5m
6m q = 12500 kg 6m 6 m 6m
Gambar 5.1 Studi Kasus 1 5.1.1 Perhitungan Studi Kasus 1 dengan SFAP 1. Input General Information
7m 7m
Gambar 3.5 Uji perbandingan portal 3D 2 lantai
Gambar 5.2 Tampilan General Information 2. Input Material Properties Data-data material beton sebagai berikut : E G f’c
7
: 2625051388,85415 kg/m2 : 1009635149,55929 kg/m2 : 30 MPa
U
1
: 0,85 : 0,3
Gambar 5.5 Tampilan Properties : Balok
Gambar 5.3 Tampilan Define Material Properties 3.
Define
Section
Input Section Properties 4. Input Nodal Coordinates Section Name : Kolom Tabel 5.1 Koordinat titik nodal Cross Section Area = 0,25 m2 Shear Area = 0.208333333333333 m2 4. Label 5. X (m) 6. Y (m) 7. Z (m) Torsional Constant = 8.80208333333333E-03 1 0 0 0 Momen Inersia = 5.20833333333333E-03 m4 2 0 5 0 Use Material : Beton 3 6 5 0 Section Name : Balok 4 6 0 0 Cross Section Area = 0,12 m2 5 0 0 6 Shear Area = 0.100000003973643 m2 6 0 5 6 Torsional Constant = 1.94385080995278 E-03 7 6 5 6 Momen of Inertia = 9.00000120699412 E-04 8 6 0 6 4 m Momen of Inertia = 1.60000013510387 E-03 m4 Use Material : Beton
Gambar 5.6 Tampilan Input Nodal Coordinates Gambar 5.4 Tampilan Properties : Kolom
Define
Section
5. Input Frame Properties 6. Tabel 5.2 Frame Properties Label 1 2 3
Node 1 1 2 3
Node 2 2 3 4
Section Kolom Balok Kolom
4 5 6 7 8
5 6 7 2 3
6 7 8 6 7
Kolom Balok Kolom Balok Balok
Gambar 5.9 Tampilan Input Distributed Frame Loads Setelah seluruh input telah dimasukkan selanjutnya melakukan proses analisa dengan klik Analyze pilih Run Analysis. Lalu didapatan output gambar untuk studi kasus 1 sebagai berikut : Gambar 5.7 Tampilan Input Frame Properties 7. Input Joint Restraint ( perletakan ) Joint label 1 : fixed ( jepit ) Joint label 4 : fixed ( jepit ) Joint label 5 : fixed ( jepit ) Joint label 8 : fixed ( jepit ) 8. Input Distributed Frame Loads Frame label 2 : Force Global Y = 7500 kg/m Frame label 5 : Force Global Y = 7500 kg/m Frame label 7 : Force Global Y = 7500 kg/m Frame label 8 : Force Global Y = 7500 kg/m
Gambar 5.10 Tampilan 3D-View Setelah proses Run Analysis akan didapatkan output element forces sebagai berikut : Frame 2 fx1 = 5897,68 kg fy1 = 22500 kg Mz1 = 19873,69 kgm fx2 = -5897,68 kg fy2 = 22500 kg Mz2 = -19873,69 kgm Gambar 5.8 Tampilan Input Joint Restraint
9
Karena beban yang diberikan pada frame 7 maupun frame 8 sama dengan beban yang diberikan pada frame 2 dan 5 maka untuk hasil output programnya terutama element force nya memiliki hasil yang sama juga. 5.1.2 Perhitungan Studi Kasus 1 dengan SAP 2000 v.14 Dengan menggunakan program SAP 2000 v.14 untuk menghitung portal sederhana pada studi kasus 1 didapatkan hasil sebagai berikut :
8.
Gambar 5.11 Tampilan output SFAP Frame 2 Frame 5 fx1 fy1 M z1 fx2 fy2 M z2
= 5897,68 kg = 22500 kg = 19873,69 kgm = -5897,68 kg = 22500 kg = -19873,69 kgm
Gambar 5.13 Tampilan 3D-view SAP 2000 v.14 Untuk hasil output element forces nya sebagai berikut :
Gambar 5.14 Tampilan Diagram for Frame 2000 v.14 Gambar 5.12 Tampilan output SFAP Frame
SAP
titik 1 (Vu1) dengan nilai 209,617 kN memiliki spasi hitung antar tulangan gesernya sebesar 118,714 mm, lalu pada saat Vu berada di titik 2 (Vu2) dengan nilai 110,325 kN memiliki spasi hitung antar tulangan gesernya sebesar 422,144 mm, sedangkan pada saat Vu berada pada titik 3 tidak ada pengaruh dari gaya geser. Sedangkan untuk Vu pada titik 4 (Vu4) dan Vu pada titik 5 (Vu5) berlaku gaya geser dan spasi antar tulangan gesernya sama dengan Vu pada titik 1(Vu1) dan Vu pada titik 2 (Vu2).
5.1.3 Perhitungan Tulangan Geser dengan SFAP Setelah selesai melakukan run analysis dan menghasilkan output element forces yang telah ditampilkan sebelumnya maka dilanjutkan dengan proses running shear. Data input yang digunakan sebagai berikut : Diameter tulangan lentur : D19 Diameter tulangan geser : D10 fy = fyv = 400 Mpa
5.1.4 Perbandingan Perhitungan Tulangan Geser oleh SFAP dengan Perhitungan Tulangan Geser secara manual Vu =
xqxL
Frame 2 Vu1 f’c fy = fyv Dlentur Dgeser
Gambar 5.15 Tampilan Input tulangan pada balok
= x 7500 kg/m x 6 m = 22500 kg = 225 kN
= 209,617 kN = 35 MPa = 400 MPa = D19 = D10
Dimensi balok : bw = 300 mm h = 400 mm d = h – (40 +
Kemudian klik Analyze Run Beam Analysis Run Shear Analysis. Hasil dari run shear analysis sebagai berikut :
= 400 – (40 + = 350,5 mm Vc
Dlentur) 19)
=
bw d
=
300 x 350,5 = 95,988 kN
Vsmin = bw d = 300 x 350,5 = 35,05 kN Kondisi 1 : Vu1 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 209,617 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 35,05 kN ) 209,617 kN ≤ 98,278 kN Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu1 ≤ Ø ( Vc + bw d ) 98,278 kN ≤ 209,617 kN ≤ 0,75(95,988+ .300.350,5) 98,278 kN ≤ 209,617 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 191,976 kN) 98,278 kN ≤ 209,617 kN ≤ 215,973 kN
Gambar 5.16 Tampilan Run Shear Analysis Setelah proses running analisis geser akan didapatkan hasil seperti Gambar 5.14 diatas. Pada Gambar 5.14 terlihat pengambilan nilai Vu dari 5 titik pada diagram geser secara otomatis. Pengambilan bilai Vu dari beberapa titik ini dimaksudkan untuk kemudahan perhitungan spasi (jarak) antar tulangan geser. Didapatkan untuk Frame 2 pada Vu berada di
11
Maka Vsperlu
98,278 kN ≤ 110,325 kN ≤ 0,75(95,988+ .300.350,5) 98,278 kN ≤ 110,325 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 191,976 kN) 98,278 kN ≤ 110,325 kN ≤ 215,973 kN
= = =
Maka Vsperlu
= 181.213 kN
=
= =
Syarat jarak tulangan geser ialah s ≤ ≤ smax = 600 mm. Karena memakai sengkang dua kaki untuk a v = Ø2 = 157 mm. s syarat = = s=
= 175,25 mm
=
= 121,467 mm
Karena s = 121,467 mm ≤ s = = 175,25 mm, maka pakai s = 121,467 mm, namun untuk kemudahan pemasangan tulangan geser di lapangan pakai s = 100 mm. Dengan demikian pada Vu di titik 1 memakai tulangan geser terpasang Ø10 – 100 mm. Frame 2 Vu2 f’c fy = fyv Dlentur Dgeser
=
= 110,325 kN = 30 MPa = 400 MPa = D19 = D10
= 400 – (40 + = 350,5 mm
Dlentur) 19)
=
bw d
=
300 x 350,5 = 95,988 kN
Vsmin = bw d = 300 x 350,5 = 35,05 kN Kondisi 1 : Vu1 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 110,325 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 35,05 kN ) 110,325 kN ≤ 98,278 kN Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu1 ≤ Ø ( Vc + bw d)
= 49,622 kN
Syarat jarak tulangan geser ialah s ≤ ≤ smax = 600 mm. Karena memakai sengkang dua kaki untuk a v = Ø2 = 157 mm. s syarat = = s=
= 175,25 mm
=
Karena s =
Dimensi balok : bw = 300 mm h = 400 mm d = h – (40 +
Vc
=
= 443,58 mm = 175,25 mm ≤ s = 443,58 mm,
maka pakai s = = 175,25 mm namun untuk kemudahan pemasangan tulangan geser di lapangan pakai s = 175 mm. Dengan demikian pada Vu di titik 2 memakai tulangan geser terpasang Ø10 – 175 mm. Pada Vu di titik 3 (Vu3) tidak ada pengaruh gaya geser (Vu) maka langsung dipasang tulangan geser dengan jarak sebesar 600 mm atau bisa juga tidak memakai tulangan geser. Frame 5 Vu1 f’c fy = fyv Dlentur Dgeser
= 209,617 kN = 35 MPa = 400 MPa = D19 = D10
Dimensi balok : bw = 300 mm h = 400 mm d = h – (40 + = 400 – (40 + = 350,5 mm Vc
Dlentur) 19)
=
bw d
=
300 x 350,5 = 95,988 kN
Vsmin = bw d
= 300 x 350,5 = 35,05 kN
=
Kondisi 1 : Vu1 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 209,617 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 35,05 kN ) 209,617 kN ≤ 98,278 kN Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu1 ≤ Ø ( Vc +
Vsmin = bw d = 300 x 350,5 = 35,05 kN Kondisi 1 : Vu1 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 110,325 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 35,05 kN ) 110,325 kN ≤ 98,278 kN
bw
d)
98,278 kN ≤ 209,617 kN ≤ 0,75(95,988+ .300.350,5) 98,278 kN ≤ 209,617 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 191,976 kN) 98,278 kN ≤ 209,617 kN ≤ 215,973 kN Maka Vsperlu
Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu1 ≤ Ø ( Vc +
98,278 kN ≤ 110,325 kN ≤ 0,75(95,988+ .300.350,5) 98,278 kN ≤ 110,325 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 191,976 kN) 98,278 kN ≤ 110,325 kN ≤ 215,973 kN
= =
Maka Vsperlu
s=
= =
= 175,25 mm
=
= 121,467 mm
= 400 – (40 + = 350,5 mm Vc
=
s syarat = = s=
Dlentur)
= 175,25 mm
=
Karena s =
= 443,58 mm = 175,25 mm < s = 443,58 mm,
= 175,25 mm namun untuk maka pakai s = kemudahan pemasangan tulangan geser di lapangan pakai s = 175 mm. Dengan demikian pada Vu di titik 2 memakai tulangan geser terpasang Ø10 – 175 mm. Pada Vu di titik 3 (Vu3) tidak ada pengaruh gaya geser (Vu) maka langsung dipasang tulangan geser dengan jarak sebesar 600 mm atau bisa juga tidak memakai tulangan geser.
= 110,325 kN = 30 MPa = 400 MPa = D19 = D10
Dimensi balok : bw = 300 mm h = 400 mm d = h – (40 +
= 49,622 kN
Syarat jarak tulangan geser ialah s ≤ ≤ smax = 600 mm. Karena memakai sengkang dua kaki untuk a v Ø2 = 157 mm. =
Karena s = 121,467 mm ≤ s = = 175,25 mm, maka pakai s = 121,467 mm, namun untuk kemudahan pemasangan tulangan geser di lapangan pakai s = 100 mm. Dengan demikian pada Vu di titik 1 memakai tulangan geser terpasang Ø10 – 100 mm. Frame 5 Vu2 f’c fy = fyv Dlentur Dgeser
= =
= 181.213 kN
Syarat jarak tulangan geser ialah s ≤ ≤ smax = 600 mm. Karena memakai sengkang dua kaki untuk av = Ø2 = 157 mm. s syarat = =
bw
d)
=
=
300 x 350,5 = 95,988 kN
Tabel 5.3
19) Titik 1 2 3
bw d
13
Perbandingan hasil perhitungan SFAP dengan perhitungan manual pada frame 2 Vu 209,617 kN 110,325 kN 0
s (SFAP) 120,013 mm 430,872 mm Sengkang
s (Manual) 121,467 mm 443,58 mm Sengkang
4 5
110,325 kN 209,617 kN
Tabel 5.4
praktis 430,872 mm 120,013 mm
Data-data material beton sebagai berikut : E : 2625051388,85415 kg/m2 G : 1009635149,55929 kg/m2 f’c : 30 MPa : 0,85 1 U : 0,3
praktis 443,58 mm 121,467 mm
Perbandingan hasil perhitungan SFAP dengan perhitungan manual pada frame 5
Titik 1 2 3
Vu 209,617 kN 110,325 kN 0
4 5
110,325 kN 209,617 kN
s (SFAP) 120,013 mm 430,872 mm Sengkang praktis 430,872 mm 120,013 mm
s (Manual) 121,467 mm 443,58 mm Sengkang praktis 443,58 mm 121,467 mm
5.2 Studi Kasus 2 Pada contoh studi kasus yang kedua ini dibuat sebuah portal sederhana bertingkat dua dengan 4 perletakan jepit. Direncanakan beban yang dikenakan ialah beban merata sebesar 15000 dan 12500 kg pada balok. Diketahui material beton dengan : E : 2625051388,85415 kg/m2 G : 1009635149,55929 kg/m2 f’c : 30 MPa : 0,85 1 U : 0,3 2
Dimensi kolom 0,5 x 0,5 m , tinggi kolom : 6 m Dimensi balok 0.3 x 0.4 m2 , panjang balok : 7 m q = 12500 kg
6m q = 15000 kg
6m
3. Input Section Properties Section Name : Kolom Cross Section Area = 0,25 m2 Shear Area = 0.208333333333333 m2 Torsional Constant = 8.80208333333333E03 Momen Inersia = 5.20833333333333E-03 m4 Use Material : Beton Section Name : Balok Cross Section Area = 0,12 m2 Shear Area = 0.100000003973643 m2 Torsional Constant = 1.94385080995278 E03 Momen of Inertia = 9.00000120699412 E04 m4 Momen of Inertia= 1.60000013510387 E03 m4 Use Material : Beton 4. Input Nodal Coordinates Tabel 5.5 Koordinat titik nodal Label 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
X (m) 0 0 0 7 7 7 0 0 0 7 7 7
Y (m) 0 6 12 12 6 0 0 6 12 12 6 0
Z (m) 0 0 0 0 0 0 7 7 7 7 7 7
5. Input Frame Properties Tabel 5.6 Frame Properties 7m 7m
Gambar 5.17 Studi Kasus 2 5.2.1 Perhitungan Studi Kasus 2 dengan SFAP 1. Input General Information Nama Proyek : Studi Kasus 2 2. Input Material Properties
Label 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Node 1 1 2 3 4 2 5 7 8 9 10
Node 2 2 3 4 5 5 6 8 9 10 11
Section Kolom Kolom Balok Kolom Balok Kolom Kolom Kolom Balok Kolom
11 12 13 14 15 16 6.
8 11 3 4 2 5
11 12 9 10 8 11
Balok Kolom Balok Balok Balok Balok
Input Joint Restraint ( perletakan ) Joint label 1 : fixed ( jepit ) Joint label 6 : fixed ( jepit ) Joint label 7 : fixed ( jepit ) Joint label 12 : fixed ( jepit )
7. Input Distributed Frame Loads Frame label 3 : Force Global Y = 12500 kg/m Frame label 5 : Force Global Y = 15000 kg/m Frame label 9 : Force Global Y = 12500 kg/m Frame label 11 : Force Global Y = 15000 kg/m Frame label 13 : Force Global Y = 12500 kg/m Frame label 14 : Force Global Y = 12500 kg/m Frame label 15 : Force Global Y = 15000 kg/m Frame label 16 : Force Global Y = 15000 kg/m
Gambar 5.19 Tampilan output SFAP Frame 3
Setelah seluruh input telah dimasukkan selanjutnya melakukan proses analisa dengan klik Analyze pilih Run Analysis. Lalu didapatan output gambar untuk studi kasus 2 sebagai berikut :
Frame 5 fx1 fy1 M z1 fx2 fy2 M z2
= 8853,81 kg = 52500 kg = 58518,67 kgm = -8853,81 kg = 52500 kg = -58518,67 kgm
Gambar 5.18 Tampilan 3D-View Setelah proses Run Analysis akan didapatkan output element forces sebagai berikut : Frame 3 fx1 = 14003,41 kg fy1 = 43750 kg Mz1 = 46137,04 kgm fx2 = -14003,41 kg fy2 = 43750 kg Mz2 = -46137,04 kgm G
Gambar 5.20 Tampilan output SFAP Frame 5 Karena beban yang diberikan pada frame 3, frame 9 sama dengan beban yang diberikan pada frame 13
15
dan frame 14 yakni sebesar 15000 kg, maka untuk hasil output programnya terutama element force nya memiliki hasil yang sama juga. Beda halnya dengan frame pada no 5, frame 11, frame 15 dan frame 6 diberi beban sebesar 12500 kg. 5.2.2 Perhitungan Studi Kasus 2 dengan SAP 2000 v.14 Dengan menggunakan program SAP 2000 v.14 untuk menghitung portal sederhana pada studi kasus 2 didapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 5.21 Tampilan 3D-view SAP 2000 v.14 Untuk hasil output element forces nya sebagai berikut :
Diameter tulangan lentur Diameter tulangan geser fy = fyv = 400 Mpa
: D19 : D10
Kemudian klik Analyze Run Beam Analysis Run Shear Analysis. Hasil dari run shear analysis sebagai berikut :
Gambar 5.23 Tampilan Run Shear Analysis Studi Kasus 2 Frame 3 Setelah proses running analisis geser akan didapatkan hasil seperti Gambar 5.23 diatas. Pada Gambar 5.24 terlihat pengambilan nilai Vu dari 5 titik pada diagram geser secara otomatis. Pengambilan nilai Vu dari beberapa titik ini dimaksudkan untuk kemudahan perhitungan spasi (jarak) antar tulangan geser. Didapatkan untuk Frame 5 pada Vu berada di titik 1 (Vu1) dengan nilai 410,653 kN memiliki spasi hitung antar tulangan gesernya sebesar 59,975 mm, lalu pada saat Vu berada di titik 2 (Vu2) dengan nilai 214.52 kN memiliki spasi hitung antar tulangan gesernya sebesar 159.201 mm, sedangkan pada saat Vu berada pada titik 3 tidak ada pengaruh dari gaya geser, maka untuk spasi tulangang nya berlaku praktis. Sedangkan untuk Vu pada titik 4 (Vu4) dan Vu pada titik 5 (Vu5) berlaku gaya geser dan spasi antar tulangan gesernya sama dengan Vu pada titik 1(Vu1) dan Vu pada titik 2 (Vu2). 5.2.4 Perbandingan Perhitungan Tulangan Geser oleh SFAP dengan Perhitungan Tulangan Geser secara manual
Gambar 5.22 Tampilan Diagram for Frame SAP 2000 v.14
Vu =
5.2.3 Perhitungan Tulangan Geser dengan SFAP Setelah selesai melakukan run analysis dan menghasilkan output element forces yang telah ditampilkan sebelumnya maka dilanjutkan dengan proses running shear. Data input yang digunakan sebagai berikut :
Frame 3 Vu1 f’c fy = fyv Dlentur
xqxL
= x 12500 kg/m x 7 m = 43750 kg = 437,5 kN
= 410,653 kN = 30 MPa = 400 MPa = D19
Dgeser
= D10
Dimensi balok : bw = 300 mm h = 400 mm d = h – (40 + = 400 – (40 + = 350,5 mm Vc
= Vsmin = bw d Dlentur)
= 350 x 400,5 = 46,73 kN
19)
=
bw d
=
300 x 350,5 = 95,988 kN
Kondisi 1 : Vu1 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 410,653 kN ≤ 0,75 (127,96 kN + 46,73 kN ) 410,653 kN ≤ 131,02 kN Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu1 ≤ Ø ( Vc + bw d ) 131,02 kN ≤ 410,653 kN ≤ 0,75(127,96+ .350.400,5) 131,02 kN ≤ 410,653 kN ≤ 0,75 (127,96 kN + 255,92 kN) 131,02 kN ≤ 410,653 kN ≤ 287,91 kN
Vsmin = bw d = 300 x 350,5 = 35,05 kN Kondisi 1 : Vu1 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 410,653 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 35,05 kN ) 410,653 kN ≤ 98,278 kN Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu1 ≤ Ø ( Vc +
Kondisi 3 : Ø(Vc + bw d )≤ Vu1 ≤ Ø (Vc + bw d ) 287,91 kN ≤ 410,653 kN ≤ 0,75(127,96 + .350.400,5) 287,91 kN ≤ 410,653 kN ≤ 0,75 (127,96 kN + 511,85 kN) 287,91 kN ≤ 410,653 kN ≤ 479,86 kN
bw d
98,278kN≤410,653kN≤0,75(95,988+ .300.350,5) 98,278 kN≤ 410,653kN≤0,75(95,988 kN+191,976kN) 98,278 kN ≤ 410,653 kN ≤ 215,973 kN Kondisi 3 : Ø( Vc + bw d )≤ Vu1 ≤Ø(Vc+ bwd) 215,973kN ≤ 410,653 kN ≤ 0,75(95,988+ .300.350,5) 215,973kN ≤ 410,653 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 383,953 kN) 215,973kN ≤ 410,653 kN ≤ 359,955 kN
Maka Vsperlu
= 450 – (40 + = 400,5 mm Vc
=
= = = =
= 419,57 kN
Syarat jarak tulangan geser ialah s ≤ ≤ smax = 300 mm. Karena memakai sengkang dua kaki untuk a v Ø2 = 157 mm. =
Karena Vu lebih besar dari bw d maka penampang balok harus diperbesar. Perlu dicatat bahwa pada perbesaran penampang balok ini akan diiterasikan secara otomatis sampai memenuhi syarat perbesaran penampang balok yang cocok. Maka untuk perhitungan spasi tulangan geser nya memakai penampang balok yang sudah diperbesar secara otomatis tersebut. Dimensi balok : bw = 350 mm h = 450 mm d = h – (40 +
350 x 400,5 = 127,96 kN
s syarat = = s=
= 100,13 mm
=
= 59,95 mm
Karena s = 59,95 mm ≤ s = = 100,13 maka pakai s = 59,95 mm, namun untuk kemudahan pemasangan tulangan geser di lapangan pakai s = 50 mm. Dengan demikian pada Vu di titik 1 memakai tulangan geser terpasang Ø10 – 50 mm.
Dlentur) 19)
Frame 3 Vu2
bw d
17
= 214,52 kN
f’c fy = fyv Dlentur Dgeser
= 30 MPa = 400 MPa = D19 = D10
Dimensi balok : bw = 350 mm h = 450 mm d = h – (40 + = 450 – (40 + = 400,5 mm Vc
pemasangan tulangan geser di lapangan pakai s = 150 mm. Dengan demikian pada Vu di titik 2 memakai tulangan geser terpasang Ø10 – 150 mm. Pada Vu di titik 3 (Vu3) tidak ada pengaruh gaya geser (Vu) maka langsung dipasang tulangan geser dengan jarak sebesar 600 mm atau bisa juga tidak memakai tulangan geser.
Dlentur) 19)
=
bw d
=
350 x 400,5 = 127,96 kN
Vsmin = bw d = 350 x 400,5 = 46,73 kN Kondisi 1 : Vu2 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 214.52 kN ≤ 0,75 (127,96 kN + 46,73 kN ) 214.52 kN ≤ 131,02 kN Gambar 5.24 Tampilan Run Shear Analysis Studi Kasus 2 Frame 5 Setelah proses running analisis geser akan didapatkan hasil seperti Gambar 5.24 diatas. Pada Gambar 5.23 terlihat pengambilan nilai Vu dari 5 titik pada diagram geser secara otomatis. Pengambilan nilai Vu dari beberapa titik ini dimaksudkan untuk kemudahan perhitungan spasi (jarak) antar tulangan geser. Didapatkan untuk Frame 3 pada Vu berada di titik 1 (Vu1) dengan nilai 492,784 kN memiliki spasi Maka Vsperlu = hitung antar tulangan gesernya sebesar 57,468 mm, lalu pada saat Vu berada di titik 2 (Vu2) dengan nilai 257.425 kN memiliki spasi hitung antar tulangan = gesernya sebesar 158.368 mm, sedangkan pada saat Vu berada pada titik 3 tidak ada pengaruh dari gaya geser, maka untuk spasi tulangang nya berlaku praktis. = Sedangkan untuk Vu pada titik 4 (Vu4) dan Vu pada titik 5 (Vu5) berlaku gaya geser dan spasi antar = = 158,07 kN tulangan gesernya sama dengan Vu pada titik 1(Vu1) Syarat jarak tulangan geser ialah s ≤ ≤ smax = dan Vu pada titik 2 (Vu2). 600 mm. Karena memakai sengkang dua kaki untuk a v Frame 5 = Ø2 = 157 mm. Vu1 = 492,784 kN f’c = 30 MPa fy = fyv = 400 MPa s syarat = = = 200,25 mm Dlentur = D19 Dgeser = D10 s= = = 159,12 mm Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu2 ≤ Ø ( Vc + bw d ) 131,02 kN ≤ 214.52 kN ≤ 0,75(127,96+ .350.400,5) 131,02 kN ≤ 214.52 kN ≤ 0,75 (127,96 kN + 255,92 kN) 131,02 kN ≤ 214.52 kN ≤ 287,91 kN
Karena s = 159,12 mm ≤ s = = 200,25 mm, maka pakai s = 159,12 mm, namun untuk kemudahan
Dimensi balok : bw = 300 mm h = 400 mm d = h – (40 +
Dlentur)
= 400 – (40 + = 350,5 mm Vc
19)
Vsmin = bw d = 400 x 450,5 = 60,07 kN
=
bw d
=
300 x 350,5 = 95,988 kN
Kondisi 1 : Vu1 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 492,784 kN ≤ 0,75 (164,5 kN + 60,07 kN ) 492,784 kN ≤ 168,43 kN
Vsmin = bw d
Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu1 ≤ Ø ( Vc + bw d ) 168,43 kN ≤ 492,784 kN ≤ 0,75(164,5+ .400.450,5) 168,43 kN ≤ 492,784 kN ≤ 0,75 (164,5 kN + 328,99 kN) 168,43 kN ≤ 492,784 kN ≤ 370,12 kN
= 300 x 350,5 = 35,05 kN Kondisi 1 : Vu1 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 492,784 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 35,05 kN ) 492,784 kN ≤ 98,278 kN Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu1 ≤ Ø ( Vc + bw d ) 98,278 kN ≤ 492,784 kN ≤ 0,75(95,988+ .300.350,5) 98,278 kN ≤ 492,784 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 191,976 kN) 98,278 kN ≤ 492,784 kN ≤ 215,973 kN
Kondisi 3 : Ø(Vc + bw d ) ≤ Vu1 ≤Ø(Vc + bw d ) 370,12 kN ≤ 492,784 kN ≤ 0,75(164,5+ .400.450,5) 370,12 kN ≤ 492,784 kN ≤ 0,75 (164,5 kN + 657,99 kN) 370,12 kN ≤ 492,784 kN ≤ 616,87 kN
Kondisi 3 : Ø (Vc + bw d ) ≤ Vu1 ≤ (Vc + bw d ) 215,973kN ≤ 492,784 kN ≤ 0,75(95,988+ .300.350,5) 215,973kN ≤ 492,784 kN ≤ 0,75 (95,988 kN + 383,953 kN) 215,973kN ≤ 492,784 kN ≤ 359,955 kN
Maka Vsperlu = = =
Karena Vu lebih besar dari bw d maka penampang balok harus diperbesar. Perlu dicatat bahwa pada perbesaran penampang balok ini akan diiterasikan secara otomatis sampai memenuhi syarat perbesaran penampang balok yang cocok. Maka untuk perhitungan spasi tulangan geser nya memakai penampang balok yang sudah diperbesar secara otomatis tersebut. Dimensi balok : bw = 400 mm h = 500 mm d = h – (40 + = 500 – (40 + = 450,5 mm Vc
s syarat = = s=
=
400 x 450,5 = 164,5 kN
= 112,63 mm
=
= 57,44 mm
Karena s = 57,44 ≤ s = = 112,63 mm, maka pakai s = 57,44 mm, namun untuk kemudahan pemasangan tulangan geser di lapangan pakai s = 50 mm. Dengan demikian pada Vu di titik 1 memakai tulangan geser terpasang Ø10 – 50 mm.
19)
bw d
= 492,55 kN
Syarat jarak tulangan geser ialah s ≤ ≤ smax = 300 mm. Karena memakai sengkang dua kaki untuk av = Ø2 = 157 mm.
Dlentur)
=
=
Frame 5 Vu2 f’c fy = fyv Dlentur Dgeser
19
= 257,425 kN = 30 MPa = 400 MPa = D19 = D10
Dimensi balok : bw = 400 mm h = 500 mm d = h – (40 + = 500 – (40 + = 450,5 mm = bw d
Vc
=
geser dengan jarak sebesar 600 mm atau bisa juga tidak memakai tulangan geser. Tabel 5.7 Dlentur) 19)
400 x 450,5 = 164,5 kN
Vsmin = bw d = 400 x 450,5 = 60,07 kN Kondisi 1 : Vu2 ≤ Ø ( Vc + Vsmin ) 257.425 kN ≤ 0,75 (164,5 kN + 60,07 kN ) 257.425 kN ≤ 168,43 kN Kondisi 2 : Ø ( Vc + Vsmin ) ≤ Vu2 ≤ Ø ( Vc + bw d ) 168,43 kN ≤ 257.425 kN ≤ 0,75(164,5 + .400.450,5) 168,43 kN ≤ 257.425 kN ≤ 0,75 (164,5 kN + 328,99 kN) 168,43 kN ≤ 257.425 kN ≤ 370,12 kN Maka Vsperlu
=
= = 178,73 kN
Syarat jarak tulangan geser ialah s ≤ ≤ smax = 600 mm. Karena memakai sengkang dua kaki untuk a v = Ø2 = 157 mm. s syarat = = s=
=
Titik 1 2 3
Vu 410,653 kN 214,52 kN 0
4 5
214,52 kN 410,653 kN
Tabel 5.8
s (SFAP) 59,975 mm 159,201 mm Sengkang praktis 159,201 mm 59,975 mm
s (Manual) 59,95 mm 159,12 mm Sengkang praktis 159,12 mm 59,95 mm
Perbandingan hasil perhitungan SFAP dengan perhitungan manual pada Studi Kasus 2 frame 5
Titik 1 2 3
Vu 492,784 kN 257,425 kN 0
4 5
257,425 kN 492,784 kN
s (SFAP) 57,468 mm 158,368 mm Sengkang praktis 158,368 mm 57,468 mm
s (Manual) 57,44 mm 158,29 mm Sengkang praktis 158,29 mm 57,44 mm
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan
=
=
Perbandingan hasil perhitungan SFAP dengan perhitungan manual pada Studi Kasus 2 frame 3
= 225,25 mm = 158,29 mm
Karena s = 158,29 mm < s = = 225,25 mm, maka pakai s = 158,29 namun untuk kemudahan pemasangan tulangan geser di lapangan pakai s = 150 mm. Dengan demikian pada Vu di titik 2 memakai tulangan geser terpasang Ø10 – 150 mm. Pada Vu di titik 3 (Vu3) tidak ada pengaruh gaya geser (Vu) maka langsung dipasang tulangan
Setelah beberapa studi kasus perhitungan tulangan geser dilakukan dengan menggunakan program SFAP dan SAP 2000 v14 serta perhitungan manual di dalam bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan program SFAP dapat dilakukan dengan mudah karena disertai keterangan yang jelas dalam proses input dan tampilan yang sederhana. 2. Perhitungan tulangan geser pada balok memiliki hasil yang mendekati (berselisih sedikit) dengan perhitungan manual. 3. Hasil atau nilai output program SFAP telah diverifikasi dengan program SAP 2000 v.14 dan dengan perhitungan manual. 4. Untuk kemudahan pengembangan program lebih lanjut dengan kebutuhan berikutnya telah disusun beberapa modul terpisah baik untuk proses perhitungan, pengolahan data maupun penggambaran gambar atau grafik tampilan.
6.2 Saran
Setelah menyelesaikan program SFAP dan untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa mendatang utamanya untuk keperluan pengembangan lebih lanjut maka ada beberapa saran :
1. 2.
3.
Program SFAP ini perlu dikembangkan dengan menggunakan bentuk penampang balok yang lain seperti balok T. Pembebanan hanya terbatas pada beban terpusat pada titik dan beban merata pada frame sehingga perlu dikembangkan lagi pembebanan yang lain seperti beban terpusat pada tengah bentang. Untuk menggunakan program SFAP ini masih cukup lama karena memasukkan titik nodal dan membuat frame dilakukan dengan cara manual yakni memasukkan data satu-persatu pada kotak dialog input-an. Hal ini dirasa kurang efisien untuk penggunaan pada struktur yang memiliki jumlah titik dan frame yang banyak.
21