PROSIDING Seminar ilmiah Tahunan ke-2 Tahun 2014 “Perikanan dan Pembangunan” Langgur, 16 Desember 2014
ISBN 978-602-14894-2-0
STUDI EMPIRIS: EVALUASI USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA Wellem Anselmus Teniwut1 dan Jamaludin Kabalmay2 1and 2)
Program Studi Agribisnis Perikanan, Politeknik Perikanan Negeri Tual Email:
[email protected]);
[email protected])
ABSTRAK Pemerintah daerah telah menetapkan rumput laut sebagai salah satu komoditi unggulan, lewat Dinas Perikanan dan Kelautan, pemerintah daerah memberikan bantuan peralatan dan modal bagi para petani lokal pada Desa-Desa (ohoi) yang telah ditetapkan sebagai daerah potensi budidaya rumput laut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi trend dan faktor-faktor yang menghambat perkembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara. Obyek dari penelitian adalah Desa-Desa yang telah ditetapkan sebagai daerah potensi pengembangan rumput laut, dengan menggunakan data primer dan sekunder dari tim monitoring rumput laut BAPPEDA Maluku Tenggara 2012-2014, penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, terlihat adanya penurunan trend dalam kegiatan budidaya rumput laut yang terjadi sejak tahun 2012 hingga 2014, yang disebabkan oleh empat faktor utama yaitu, hama dan penyakit, bibit yang kurang berkualitas, harga jual yang rendah dan penyalahgunaan bantuan yang diterima.
ABSTRACT Local Government of Southeast Maluku Regency has named seaweed as one of regions’s top commodity and in order to fulfill the purpose, through Fisheries and Marine Department, Local Government has issued program to accelerated seaweed production of this area. Purposed of this research were to evaluated seaweed cultivation activities and to analyze constrain factors of seaweed cultivation in Southeast Maluku Regency. Objects of this research were villages that have been choosen as potential seaweed development of this region by Local Government. This research used qualitative descriptive method as the analysis methodology. Result of this research demonstrated that there was declining in the trend of number of seaweed farmers (group farmers) in most of villages during time span of 2012 to 2014, was caused by four major constrains which were pest and disease, lack on quality of the seeds, non-competitive price and tools and funds from local government that did not being use to seaweed cultivating activity related but for farmers personal thing. Keywords: Seaweed, Southeast Maluku, trend, constrain factors
Kata Kunci: Rumput laut, Maluku Tenggara, tren, faktor-faktor penghambat.
sekitar 81.000 km diyakini memiliki potensi rumput laut yang sangat tinggi. Tercatat sedikitnya ada 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia, diantaranya ada 55 jenis yang diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi, diantaranya Eucheuma sp. Gracilaria sp. dan Gelidium sp.. Maluku merupakan satu dari hanya beberapa wilayah admisnistratif di Indonesia yang kondisi geografisnya merupakan gugusan kepualauan kondisi membuat sektor perikanan merupakan potensi terbesar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan utama dari penduduk yang ada di kawasan provinsi ini, termasuk pada wilayah Kabupaten Maluku Tenggara. Pada tahun 2014 ini, pemerintah provinsi Maluku mencanangkan program untuk menjadikan rumput laut seagai komiditi ekspor utama, yang mana beberapa Negara telah memberikan ketertarikannya terhadap produk rumput laut dari Maluku seperti Denmark, Jepang, Tiongkok, Filipina, Korea, Taiwan, Australia, dan Amerika.. Khusus di peraian Maluku Tenggara, jenis rumput
I. PENDAHULUAN Dengan luas perairan yang dimiliki membuat Maluku Tenggara menjadi lahan yang potensial sebagai lokasi pengembangan dari berbbagai jenis sektor usaha perikanan mulai dari penangkapan, budidaya dan pengolahan ikan, budidaya mutiara, budidaya udang, teripang hingga proses budidaya serta usaha pengolahan rumput laut. Semua potensi ini dapat menjadi sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang besar, ketika dikelola dengan baik dan professional yang didukung dengan pengetahuan, baik tentang kegiatan penangkapan, budidaya, pengolahan hasil perikanan hingga teknologi yang memadai oleh para pelaku usaha serta adanya dukungan dari pemerintah maupun stakeholder lain seperti institusi pendidikan secara simultan dan menyeleruh untuk membantu untuk menjadikan sektor perikanan menjadi tulang punggung perekonimian daerah ini. Rumput laut yang merupakan salah satu komoditi potensial yang dapat dikembangkan di perairan laut Indonesia dimana dengan garis pantai
55
PROSIDING Seminar ilmiah Tahunan ke-2 Tahun 2014 “Perikanan dan Pembangunan” Langgur, 16 Desember 2014
ISBN 978-602-14894-2-0
lauit yang banyak dibudidayakan adalah rumput laut dengan jenis Eucheuma sp. yang secara umum mengalami perkembangan pesat dan konsisten sejak tahun 2008. Maluku Tenggara memiliki potensi laut yang sangat menjanjikan dimana lebih dari 8 juta Ha lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan budidaya rumput laut, kondisi ini membuat peluang rumput laut menjadi komoditi unggulan bukan menjadi sesuatu yang sulit untuk dilakukan, meskipun demikian untuk itu perlu kerja keras dari berbagai pihak yang terkait. Pemerintah daerah yang cukup baik, dengan memberikan bantuan dan juga membentuk kelompok-kelompok petani rumput laut sehingga diharapkan produksi rumput laut dapat meningkat.
coklat (pheaceophyceae) dan ganggang merah (rhodophyceae). Ganggang hijau dan ganggang hijau biru banyak hidup dan berkembang biak di air tawar, sedangkan ganggang coklat dan ganggang merah memiliki habitat laut yang biasanya lebih dikenal dengan rumput laut. Untuk Membudayakan rumput maka standar kesesuaian harus dipenuhi yaitu, Bebas dari pengaruh angin topan dan ombak yang kuat., Mempunyai gerakan air (arus) yang cukup (20-30 cm/detik) , Dasar peraiaran agak keras yang terdiri dari pasir dan karang serta bebas dari lumpur, Masih digenangi air pada waktu surut dengan kedalaman antara 30 - 60 cm , Kejernihan air tidak kurang dari 5 cm, Suhu air (20 - 28oC) dengan fluktuasi harian maksimum 4oC., Kisaran kadar garam 28 - 34, pH air antara 7 - 9, Mengandung cukup makan berupa makro dan mikro nutrien, Bebas dari bahan pencemaran, Bebas dari ikan dan hewan air yang bersifat herbivora dan Mudah dijangkau untuk kelancaran proses produksi sampai kepada pemasaran hasil (Anggadiredja, et al, 2006). Penyediaan benih dapat diperbanyak secara generatif dan vegatif. Persyaratan bibit sebagai berikut: Mempunyai angka pertumbuhan harian baik, yang menyangkut masa panen produksi yang menguntungkan. Keadaan biologi yang baik Ciri bibit yang baik, Bibit tanaman harus muda, Bersih dan Segar.Pengadaan bibit dapat dilakukan dengan memanfaatkan sifat-sifat reproduksi vegetatif dan generatif. Untuk mendapatkan bibit yang baik maka perlu dilakukan Bibit hendaknya dipilih dan diambil dari stek ujung tanaman rumput laut yang unggul yang masih muda, segar dan berasal dari tanaman rumput laut yang sudah dibudidayakan. Ciri-ciri jenis unggul bercabang banyak warna sesuai jenisnya dan pertumbuhannya cepat. Untuk metode lepas dasar, luas tiap petak rakit budidaya 100 m2 memerlukan bibit 240 kg (Anggadiredja, et al, 2006; Anggadiredja et al, 2009). Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus konstruksi sarana budidaya dan tanamannya. Apabila ada kerusakan patok, jangkar, tali ris dan tali ris utama yang disebabkan ombak yang besar, harus segera diperbaiki. Pemeliharaan dilakukan baik pada ombak besar maupun pada aliran laut tenang. Kotoran atau debu air yang melekat pada tanaman harus selalu dibersihkan. Kotoran yang melekat dapat menganggu proses metabolisme sehingga pertumbuhan tanaman menurun. Beberapa tumbuhan penempel yang merusak, seperti ulva, hypnea, chaetomorpha, dan enteromorpha dikumpulkan dan dibuang ke darat. Tanaman dapat dipanen setelah mencapai umur 6 - 8 minggu setelah tanam dengan berat tanaman per ikatan 800 gram. Cara memanen rumput laut pada air pasang adalah dengan mengangkat seluruh tanaman ke darat kemudian tali rafia pengikat dipotong. Sedangkan pada saat air surut dapat dilakukan langsung di areal tanaman. Dengan
Tabel 1. Luas Lahan Budidaya Rumput Laut Maluku Tenggara. Kecamatan Kei Kecil
Luas (Ha) 4.310,20
Kei Kecil Barat 1.500,50
Kei Kecil Timur
2.865,06
Kei Besar
1.172,67
Kei Besar Selatan
226,58
Kei Besar Utara Timur
82,43
Peruntukan Long Line/ Rakit Apung untuk : (Rumput Laut); Kejapung (ikan) Long Line/ Rakit Apung untuk : (Rumput Laut); Kejapung (ikan) Long Line/Rakit Apung: (Rumput Laut); Keramba Apung : (Ikan) Long Line/Rakit Apung: (Rumput Laut) Long Line/Rakit Apung: (Rumput Laut); Keramba Apung : (Ikan) Long Line : (Rumput Laut)
Sumber: BAPPEDA Maluku Tenggara.
Pencanangan rumput laut sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Maluku Tenggara maka sejak tahun 2008 Dinas Kelautan dan Perikanan telah memberikan bantuan kepada desa-desa yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai daerah yang menjadi pusat perkembangan potensi rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, yang tersebar pada 11 kecamatan yang terdiri dari 6 Kecamatan berada pada Pulau Kei Kecil dan 5 Kecamatan pada Pulai Kei Besar dengan total 57 Desa (Ohoi). Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi trend perkembangan budidaya rumput laut dan menganalisis faktor-faktor empiria dilapangan yang menjadi penghambat dari kegiatan budidaya rumput laut yang dialami oleh para petani rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara sejak tahun 2012-2014. II. TINJAUAN TEORI Rumput laut termasuk jenis ganggang pada umumnya ganggang dapat diklasifikasikan menjadi kelas yaitu: ganggang hijau (chloropheceae), ganggang hijau biru (cyanophyceae), ganggang
56
ISBN 978-602-14894-2-0
PROSIDING Seminar ilmiah Tahunan ke-2 Tahun 2014 “Perikanan dan Pembangunan” Langgur, 16 Desember 2014
menggunakan rakit satu persatu ikatan tanaman dipanen. Dan dibawa ke darat dengan rakit. Panen yang dilakukan pada saat usia tanaman 1 bulan, perbandingan antara berat basah dan kering berkisar 8 : 1, sedangkan bila tanaman berumur 2 bulan perbandingan berat basah dengan berat kering adalah 6 : 1 kg (Anggadiredja, et al, 2006; Anggadiredja et al, 2009).
tersisa 1 kelompok, meskipun demikian kelompok tersebut tidak dalam keadaan aktif dalam kegiatan budidaya rumput laut. Pada tahun yang sama untuk wilayah pulau Kei Besar, juga terjadi hal yang sama seperti yang terjadi di Pulau Kei Kecil, contohnya seperti di Desa Haar dan Banda Eli yang masing-masing kelompok yang pada sebelum tahun 2012 memiliki kelompok rumput laut yang aktif, pada tahun 2012 sudah tidak lagi memiliki kelompk rumput laut yang aktif. Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada DesaDesa lain di Pulau Kei Besar seperti Elat, Ngurdu, Rahareng Bawah, Wakol yang mengalami penurunan yang sangat signifikan pada jumlah kelompok dan KK yang secara aktif menjadikan budidaya rumput laut sebagai sumber penghasilan.
III. METODOLOGI Metode penelitian yang digubnakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Obyek dari penelitian ini adalah Desa-Desa yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk menjadi tempat pengembangan komoditi rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, yang terdiri dari 11 kecamatan yang tersebar di dua pulau besar pada Kabupaten ini, dengan total jumlah desa (ohoi) sebanyak 56 Desa. Mengunakan data primer dengan wawancara dengan pihak terkait dalam hal ini adalah petani rumput laut dan anggota tim monitoring dari BAPPEDA dan data sekunder yang diperoleh dari hasil monitoring tim rumput laut BAPPEDA Maluku Tenggara di Kabupaten Maluku Tenggara dari tahun 2012 hingga tahun 2014. IV. HASIL dan PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Bantuan yang diberikan oeh pemerintah daerah kepada para kelompok petani rumput berasal dari APBN dan dua tahap APBD, yang diberikan kepada 374 Desa (Ohoi) di Kabupaten Maluku Tenggara. Pada gambar 1, data dilihat bahwa sejak tahun 2008 pemerintah telah memberikan bantuan untuk meningkatkan kesejaterahan para petani sekaligus sebagai tindak nyata dari keinginan pemerintah daerah untuk menjadikan rumput menjadi komoditi unggulan. Jumlah bantuan dipengaruhi oleh sumber dana dan hasil evaluasi dari kegiatan tahun sebelumnya, yang sejak tahun 2008 terus mengalami penurunan meskipun pada tahun 2012 kembali mengalami peningkatan tetapi efektivitas bantuan yang diberikan kurang tercapai, dengan kata lain jumlah bantuan yang diterima tidak berbanding lurus dengan tingkat produktivitas yang dihasilkan. Dari penelitian yang dilakuan menunjukan bahwa pada tahun 2012 desa-desa (ohoi) yang berada di pulau kei kecil yang menjadi desa potensi rumput laut yang mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah rata-rata mengalami penurunan pada jumlah petani rumput laut bahkan pada desa tertentu seperti desa Disuk yang pada tahun 2011 terdapat hampir lebih dari 80% warga desa yang bekerja sebagai petani rumput laut menjadi hampir tidak ada lagi warga desa yang menjadikan rumput lut sebagai lahan pencaharian demikian halnya desa Uf dan desa Mar yang sudah tidak lagi ada kelompok yang aktif. Desa lain lain seperti Rumat juga yang pada sebelumnya memiliki 10 kelompok rumput hanya
Sumber: BAPPEDA, Data Diolah.
Gambar 1. Jumlah Kelompok Petani Rumput Laut Hasil Bentukan Pemerintah Daerah. Secara umum pada tahun 2012 kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara mengalami penurunan yang cukup signfikan hampir pada seluruh wilayah yang dijadikan desa potensi budidaya rumput laut. Pada Tahun 2013 dan pada tahun 2014 yang mana tidak terlalu terjadi banyak perubahan yang signfikan, dimana desa-desa yang sebelumnya jumlah kelompok dan KK yang menjadikan rumput laut sebagai sumber penghasilan telah menurun contoh empiris seperti pada desa Wakol yang memiliki dua kelompok usaha rumput laut, produksi tahun sebelumnya total adalah sebanyak 3.3 ton yang pada tahun berikutnya turun menjadi 1,7 ton rumput laut. Meskipun demikian, desa-desa dengan jumlah KK dan kelompok yang masih aktif pada tahun 2012 pada tahun 2013 ini masih berkembang dengan baik kegiatan budidaya rumput laut yang ada di desa tersebut, seperti di Letvuan dan Warbal yang merupakan dua Desa penghasil rumput laut yang terbesar di Maluku Tenggara, bahkan pada panen raya di desa Letvuan pernah dihadiri langsung oleh Menteri Koordinator Perekonomian RI. B. Analisis dan Diskusi Penurunan dalam jumlah kelompok dan KK disetiap desa yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara yang terjadi sejak tahun 2012 berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, disebabkan oleh
57
ISBN 978-602-14894-2-0
PROSIDING Seminar ilmiah Tahunan ke-2 Tahun 2014 “Perikanan dan Pembangunan” Langgur, 16 Desember 2014
beberapa fakto, antara lain: 1. Serangan Hama dan Penyakit Hama dan penyakit yang menyerang kegiatan budidaya rumput merupakan faktor yang utama dan paling besar dialami oleh hampir seluruh desa dan kelompok usaha rumput laut pada masingmasing desa, bahkan dibeberapa desa yang menjadi pusat produksi rumput laut di Maluku Tenggara seperti Debut, Evu dan Letvuan mengalami hal yang sama, ada beberapa Desa yang berusaha menangani permasalahn ini dengan melakukan kegiatan rumput laut dilaut lepas yang tentu saja selain membahayakan diri mereka juga mengganggu kenyamanan kegiatan warga lain yang tentu saja kurang memenuhi salah satu standar kesesuaian dalam kegiatan rumput laut, meskipun demikian menurut pengamatan empiris dilapangan perlakuan ini terbukti dapat menekan serangan hama pada rumput laut. Beberapa hal yang menyebabkan permasalahan ini dapat terjadi, dimana penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan Nugraha (2007) menunjukan bahwa, salinitas, suhu air dan pergerakan air dapat menyebabkan stress pada rumput laut yang akhirnya akan menyebabkan infeksi patogen, yang mana dalam keadaan stress, rumput laut (misalnya: Gracilaria, Eucheuma sp. atau Kappaphycus) akan membebaskan substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan diduga merangsang banyak bakteri tumbuh di sekitarnya. Selain itu kompetensi dan kemampuan dari petani rumput laut juga berperan pada kondisi ini, dimana penelitian yang dilakukan oleh Batoa, et al (2008) menunjukan bahwa kemampuan petani rumput laut dalam menanggulangi permasalahan yang dihadapi termasuk dalam kegiatan mengatasi hama dan penyakit rumput laut ini terjait dengan kompetensi petani itu sendiri seperti tingat pendidikan yang terutama, sehingga peran dari perguruan tinggi yang berada di wilayah Maluku Tenggara agar berperan aktif dalam memberikan pendampingan dan bantuan dalam pemahaman dan pelatihan cara penanggulangan hama dan penyakit yang dialami oleh rumput laut yang petani hadapi.
bibit yang berkualitas kurang baik, hal ini dikarenakan bibit yang digunakan oleh petani adalah produk rumput laut yang mereka hasilkan sendiri, sehingga ketika kegiatan rumput laut tidak berjalan maka ketersediaan bibit pun tidak tersebdia, jika tersedia pun kualitasnya kurang memadahi. Pola permasalahan yang terjadi di Kecamatan Kei Besar Bagian Utara ini merupakan pola umum yang terjadi di Kabupaten Maluku Tenggara seperti pada Desa Debut, Ngabub, Evu dan Namar dimana bibit yang digunakan berasal dari hasil budidaya rumput laut yang mereka lakukan, para petani sengaja membudidayakan rumput laut untuk menjadi bibit yang sejauh ini belum dianalisis secara ilmiah pada laboratorium untuk menganalisis kualitas bibit tersebut, sehingga kualitas produk yang dihasilkan masih belum kualitas dan jumlah yang merata dan memadai. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi ini maka para petani perlu untuk sangat memmperhatikan kualitas bibit yang dugunakan karena hasi penelitian yang dilakukan oleh Trawanda, et al (2014) menunjukan bahwa kualitas bibit berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas produk dari rumput laut yang dihasilkan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Pongarrang, et al (2013) menunjukan bahwa jarak tanam dan berat bibit dapat berpengaruh positif pada kualitas rumput laut dihasilkan. Kondisi ini membuat pemerintah daerah agar kembali melakukan evaluasi yang menyeluruh dan terarah dikarenakan permasalahan ini telah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu dan tetap terjadi hingga sekarang, solusi yang dapat dilakukan adalah baik melalui pelatihan dan pendampingan dengan menggandeng banyak pihak terkait sehingga permasalahan yang dapat dikatakan laten ini dapat teratasi. 3. Harga Jual Yang Kurang Kompetitif dan Berfluktuatif Harga jual sebuah produk terkait dengan ketersediaan dengan asumsi ceteris paribus maka ketika ketersediaan barang meningkat maka harga akan menurun dan sebaliknya, hal ini juga terjadi permintaan dengan asumsi yang sama ceteris paribus maka permintaan akan meningkat ketika harga dalam kondisi dibawah harga normal. Kondisi empiris di pasar rumput laut Kabupaten Maluku Tenggara jika dilihat dengan menggunakan teori diatas maka seharusnya harga rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara akan berada pada titik yang kompetitif bagi petani rumput laut, tetapi pada keyataannya tidak demikian karena kualitas produk yang dijual dan jumlah pembeli (penadah) yang terbatas. Kondisi ini dikarenakan, selain jenis produk rumput masuk dalam produk antara dalam artian rumput tidak dapat dikonsumsi langsung tetapi menjadi bahan baku bagi produk lain, faktor konsistensi dan pemerataan dalam kualitas rumput laut yang dijual juga merupakan hal yang sangat
2. Ketersediaan dan Kualitas Bibit yang Masih Rendah Permasalahan kedua yang dialami oleh hampir seluruh petani rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara adalah ketersediaan bibit yang berkualitas dan berkelanjutan masih sangat minim dan terbatas, kondisi ini tentu saja akn menurunkan produksi rumput laut. Contohnya pada desa-desa yang berada pada Kecamatan Kei Besar Bagian Utara seprti Desa Wasar, banda Eli dan Ohoiraut selain kondisi alam yang terkadang kurang memungkinkan pada bulan-bulan tertentu dalam tahun berjalan untuk melakukan kegiatan rumput laut tetapi permasalahan kedua yang dihadapi adalah
58
ISBN 978-602-14894-2-0
PROSIDING Seminar ilmiah Tahunan ke-2 Tahun 2014 “Perikanan dan Pembangunan” Langgur, 16 Desember 2014
penting untuk diperhatikan. Faktor-faktor tersebut yang menjadi penyebab fluktuasi harga rumput laut di seluruh dunia Valderama (2012) dan Msuya (2011). Adanya kontradiksi dalam teori dengan kondisi empiris di lapangan juga adalah seperti beberapa penelitian yang telah dilakuakan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya runput laut dan berkesimpulan bahwa usaha budidaya rumput laut memenuhi persyaratan usaha secara finansial seperti penelitian yang dilakukan oleh Gaghaube, et al (2013) tentu saja pada kenyataan tidak akan menjamin bahwa kegiatan usaha ini akan berjalan dengan perhitungan yang telah tetapi perlu untuk melakukan kajian-kajian mendalam terkait dengan faktor non finansial. Kondisi di Kabupaten Maluku Tenggara menunjukan bahwa meskipun setiap kelompok budidaya perikanan bentukan pemerintah daerah ini layak secara konsep finansial tetapi karena tidak didukung dengan perecanaan usaha yang jelas usaha yang dilakukan berbeda dengan semua indikator-indikator keuangan yang ada. Untuk mengatasi permasalahn dalam harga jual yang kurang kompetitif ini maka petani dapat menggunakan beberapa langkah berikut, sepertii hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwariyati, et al (2014) menunjukan bahwa pemilihan jenis rumput laut yang lebih ekonomis, mudah dijual, lebih mudah untuk dipasarkan serta ketesediaan bibit dapat menjadi faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas sekaligus menjaga perminataan dipasaran, dikarenakan seperti yang terjadi di desa Rahareng Bawah dimana mereka yang mengeluhkan harga jual yang cukup rendah sehingga menyebabkan hasil penjualan yang kurang menguntungkan dengan jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah rumput laut yang berawarna merah, Hijau dan Cokelat kehitaman. Selain menjga kualitas produk yang dihasilkan, para petani juga perlu menjaga ketersediaan (supply) hasil yang akan dijual sehingga petani rumput laut dapat mengontrol fluktuasi harga yang sering terjadi, dengan melakukan teknik tanam yang berkesinambungan sehingga selang antar waktu panen tidak terlalu jauh.
rumput laut, ada juga yang hanya menyimpan peralatan yang diperoleh dirumahnya ada juga yang telah menjual bantuan peralatan yang diterima sehingga kegiatan rumput laut di daerah-derah tersebut tidak berjalan. Kondisi ini sangat disayangkan, karena desa-desa seperti Ohoidertutu dan Ohoitdertom memiliki kondisi perairan yang sangat mendukung. Pemerintah daerah melalui BAPPEDA dan Dinas Perikanan dan Kelautan telah melakukan evaluasi akan hal ini sehingga pada tahun 2014 ini telah dihasil peta potensi rumput laut yang baru, sehingga daerah dengan kondisi alam yang kurang memungkinkan seperti di wilayah Kei Besar Bagian Utara hanya desa yang cocok untuk melakukan kegiatan budidaya rumput laut yang tetap masuk dalam daerah potensi pengembangan serta daerah yang memiliki kondisi alam yang mendukung namun maish belum tepat sasaran seperti desa Ohoidertutu dan Dusun Ohoidertom tetap masuk dalam peta potensi pengembangan rumput laut Maluku Tenggara.
Sumber: BAPPEDA Maluku Tenggara
Gambar 2. Peta Potensi Budidaya Revisi 2014 Maluku Tenggara 2014 V. KESIMPULAN Sejak tahun 2012 usaha budiaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara mengalami tren penurunan, praktis hanya beberapa Desa yang menjadi pusat produsen rumput laut seperti Desa Letvuan, Ohoiren, Ur serta Warbal. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama, hama dan penyakit dan terus menyerang, kedua, adalah bibit yang kurang baik sehingga terjadinya gagal panen dan ketika panen juga produk rumput laut yang dihasilkan juga kurang baik, ketiga, adalah harga jual produk rumput laut yang kurang kompetitif dan dan berfluktuatif dan keempat adalah penyalanggunaan bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan. Untuk selanjutnya kegiatan monitoring yang berkelanjutan dan konsisiten sangat diperlukan
4. Penyalahgunaan Bantuan Yang Diterima Permasalahan selanjutnya yang menjadi penyebab kurang berjalannya program pengembangan rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara adalah penyalahgunaan oleh para kelompok-kelompok petani rumput laut secara perorangan maupun kelompok, dimana pada beberapa Desa seperti Desa Ohoidertutu dan Ohoidertom serta beberapa desa lain Sathean dan Iso kemudian beberapa desa di Pulai Kei besar juga terjadi hal yang sama dimana ketua kelompok yang menerima bantuan berupa perahu dan mesin juga beberapa peralatan lain seperti tali dan pelampung ada yang menggunakan peralatan tersebut untuk kepentingan lain yang tidak terkait dengan kegiatan
59
ISBN 978-602-14894-2-0
PROSIDING Seminar ilmiah Tahunan ke-2 Tahun 2014 “Perikanan dan Pembangunan” Langgur, 16 Desember 2014
untuk selalu dilakukan, anggaran besar yang telah diberikan dengan tujuan ingin menjadikan rumput laut sebagai salah satu komoditi unggulan tentu harus ditindakllanjuti dengan program pendampingan yang baik, dikarenakan banyak yang mempengaruhi perilaku ini, salah satunya adalah pengetahuan petani akan proses kegiatan budidaya rumput laut ini. Dibandingan dengan kegiatan perikanan lain seperti perikanan tangkap, di Kabupaten Maluku kegiatan Budidaya rumput laut bukan meerupakan kegiatan yang telah lama dilakukan sehingga pengetahuan petani terhadap teknik pembudidayaan rumput laut belum terlalu merata dan baik. Upaya pemerintah untuk menjaga sehingga harga jual produk rumput laut menjadi kompetitif juga dapat menjadi sebuah motivasi bagi petani untuk melakukan kegiatan rumput laut ini sehingga bantuan yang diberikan akan digunakan dengan semestinya.
Batoa, Hartini , Amri Jahi dan Djoko Susanto (2008) Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kompetensi petani rumput laut di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara, Jurnal Penyuluhan Maret 2008, vol. 4 no. 1 Gaghaube, Agus, Edwin L.A. Ngangi, Joppy D. Mudeng (2013) Analisis finansial usaha budidaya rumput laut berdasarkan uji pertumbuhan bibit dengan dengan jarak ikat berbeda, Budidaya Perairan September 2013 Vol. 1 No. 3: 69-73 Kabupaten Pekalongan, Budidaya Ruput Laut [online] (http://www.pekalongankab.go.id/fasilitasweb/artikel/ekonomi/2401-budidayarumput-laut.html, diakses tanggal 05 Desember 2014) Msuya Flower , 2011, The impact of seaweed farming on the socioeconomic status of coastal communities in Zanzibar, Tanzania, World Aquaculture 42:3 pp 45-48 September 2011 Pongarrang, Dedy, Abdul Rahman, dan Wa Iba (2013) Pengaruh Jarak Tanam dan Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Menggunakan Metode Vertikultur, Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 03 No. 12 Sep 2013 (94– 112) Santoso, Limin dan Yudha Tri Nugraha (2008) Pengendalian Penyakit Ice-Ice Untuk Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia, Jurnal Saintek Perikanan Vol. 3 No. 2, 2008 : 37 – 43 Suwariyati, Ni Wayan Evi, I Ketut Budi Susrusa dan I Ketut Rantau (2014) Perbedaan Pendapatan Usahatani Rumput Laut Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan, E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata Vol. 3, No. 1, Januari 2014 Trawanda Saesar Agung, Sri Rejeki dan Restiana Wisnu Ariyati (2014) kuantitas dan kualitas rumput laut gracilaria sp. Bibit hasil seleksi dan kultur jaringan dengan budidaya metode longline di tambak, Journal of aquaculture Management and Technology Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 1. Valderrama Diego, 2012, Social And Economic Dimensions Of Seaweed Farming: A Global Review, IIFET 2012 Tanzania Proceedings.
UCAPAN TERIMA KASIH Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah khususnya kepada Bapak Afan Ifat, SIP., M.Si dan Bapak Johanis Lazar Teniwut, SE yang telah membantu proses penelitian ini dalam penyediaan data. DAFTAR PUSTAKA 1001 Budidaya, Cara Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengelolahannya Untuk Memaksimalkan Hasil Panen,[online] (http://1001budidaya.com/budidaya rumput-laut/, diakses tanggal 05 Desember 2014) Anggadiredja., Jana T., Zatnika, A., Purwoto, H dan Istiani, S. 2006. Rumput laut; Pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran komoditas perikanan potensial. Jakarta: Penebar Swadaya. Anggadiredja, T. Jana, Achmad Zatnika, Heri Purwoto, Sri Istini, 2009, Rumput Laut ; Pembudidayaan, Pengolahan, & Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Depok : Penebar Swadaya. Angkasa Wisman Indra, Heri Purwoto, Jana Anggadiredja, Teknik Budidaya Rumput Laut [online](http://kenshuseidesu.tripod.com/id 49.html, diakses tanggal 05 Desember 2014) Argo Kemenperin, Maluku Programkan Rumput Laut Jadi Primadona Ekspor [online], (http://agro.kemenperin.go.id/2034Maluku-Programkan-Rumput-Laut-JadiPrimadona-Ekspor, Diakses tanggal 05 Desember 2014)
60