Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba, Achmad Fahrudin, Luky Adrianto
Studi Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur JAM 13, 1 Diterima, Mei 2014 Direvisi, Juni 2014 Desember 2014 Februari 2015 Disetujui, Maret 2015
Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Institut Pertanian Bogor Achmad Fahrudin Luky Adrianto Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Abstract: This research aimed to determine the feasibility of fishing of reef fish for consumption and optimum utilization of reef fish. This research conducted at Sikka District using primary and secondary data. The analysis used in this study using the proposed feasibility (Kadariah et.al, 2001) and the Bioeconomic analysis by Clark, Yoshimoto and Pooley (1992). Businesses reef fishing is using fishing gear, gill nets and traps remain profitable and feasible to be developed because of the NPV Rp38,414,136.75, Rp44,403,139.89 and Rp1,893,186.47; IRR 111%, 61% and 22 %, and the value of net Benefit-Cost 12.64, 5.30, and 1.19. Optimal exploitation of biological of reef fishery management were 1,907,168 fishing effort, 397.18 ton per year production and Rp3.782.990.000 economic rent per year. While the optimum economic exploitation of reef fishery management were 1,537,262 fishing effort, 382.24 ton per year productions and Rp4.015.500.000 economic rent per year. Although reef fishing business benefits but the exploitation rate carried out by fishers had dedicated over exploitation so that government policy to limit the fishing effort should be imposed. Keywords: economic policy, reef fish for consumption, Sikka district
Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM) Vol 13 No 1, 2015 Terindeks dalam Google Scholar
Alamat Korespondensi: Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba, Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan IPB
166
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kelayakan usaha nelayan ikan karang konsumsi dan tingkat pemanfaatan optimal dari sumberdaya ikan karang konsumsi. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administrasi Kabupaten Sikka dengan menggunakan data primer dan sekunder. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kelayakan usaha yang dikemukakan oleh Kadariah, et al. (2001) dan analisis bioekonomi yang dikemukakan oleh Clark, Yoshimoto dan Pooley (1992). Usaha penangkapan ikan karang menggunakan alat tangkap pancing, jaring insang tetap dan bubu memberikan keuntungan dan layak dikembangkan karena memiliki nilai NPV sebesar Rp38.414.136,75, Rp44.403.139,89, dan Rp1.893.186,47; nilai IRR sebesar 111%, 61% dan 22%; dan nilai Net B/C sebesar 12,64, 5,30, dan 1,19. Optimal pemanfaatan secara biologi pada pengelolaan sumberdaya perikanan karang di perairan Kabupaten Sikka adalah pada tingkat upaya penangkapan 1.907.168 trip, jumlah hasil tangkapan 397,18 ton per tahun dan manfaat ekonomi Rp3.782.990.000 per tahun. Sedangkan optimal pemanfaatan secara ekonomi pada pengelolaan sumberdaya perikanan karang di perairan Kabupaten Sikka adalah pada tingkat upaya penangkapan 1.537.262 trip, jumlah hasil tangkapan 382,24 ton per tahun dan manfaat ekonomi Rp4.015.500.000 per tahun. Walaupun usaha penangkapan ikan karang memberikan keuntungan namun tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan baik dilihat dari jumlah trip penangkapan yang dilakukan maupun hasil yang didaratkan telah menunjukkan kondisi tangkap lebih sehingga diperlukan kebijakan pemerintah untuk membatasi tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang tersebut. Kata Kunci: kebijakan ekonomi, ikan karang konsumsi, kabupaten Sikka
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME166 13 | NOMOR 1 | MARET 2015
Studi Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur
Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan dunia, di samping China, Peru, Amerika Serikat dan beberapa negara kelautan lainnya. Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia). Dari seluruh potensi sumberdaya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari potensi lestari, dan telah dimanfaatkan sebesar 4,7 juta ton pada tahun 2004 atau 92% dari JTB (Dahuri 2008). Dengan demikian, maka dalam kurun waktu 10 tahun (2004–2014) pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap berpotensi melampaui JTB sehingga berimplikasi pada terancamnya kelestarian stok sumberdaya perikanan tangkap tersebut. Terancamnya kelestarian stok sumberdaya ini berkaitan erat dengan kelayakan usaha perikanan tangkap yang berdampak pada penurunan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir khususnya nelayan apabila tidak dikelola dengan baik. Salah satu komoditas ekonomis penting perikanan tangkap adalah ikan karang konsumsi. Menurut Sari, et.al (2008), ikan karang konsumsi merupakan salah satu sumberdaya di kawasan pesisir yang telah dimanfaatkan dalam jumlah besar. Besarnya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang konsumsi disebabkan karena adanya permintaan pasar luar negeri dan pasar lokal untuk kebutuhan acara-acara tertentu seperti pertemuan keluarga, syukuran dan peringatan hari besar keagamaan. Selain itu juga disebabkan oleh nilai ekonomis ikan karang konsumsi yang tinggi. Pengelolaan sumberdaya perikanan atau ikan karang konsumsi dilakukan supaya tingkat pemanfaatan dapat dilakukan pada kondisi yang optimal. Sebagaimana diketahui bahwa perairan laut Indonesia dibagi menjadi sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan Kabupaten Sikka termasuk dalam WPP 4 yang pemanfaatan sumberdaya ikan karang konsumsinya telah mencapai 70,70% (DKP, 2004 dalam Adrianto, 2005). Kondisi ini menunjukkan perlu adanya pengelolaan yang hati-hati (precautionary approach) sehingga produksi ikan karang konsumsi tetap memberikan keuntungan bagi masyarakat dan tetap terjaga kelestariannya. Pemanfaatan sumberdaya ikan karang di perairan Kabupaten Sikka sampai saat ini masih terus
dilakukan oleh para nelayan tradisional. Namun sejauh ini belum diketahui tingkat kelayakan usaha nelayan ikan karang konsumsi dan tingkat pemanfaatan optimalnya terhadap sumberdaya ikan karang sehingga sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan di masa datang. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kelayakan usaha nelayan ikan karang konsumsi, seberapa besar tingkat pemanfaatan yang telah dilakukan dan seberapa besar tingkat pemanfaatan optimal yang dapat dilakukan.
METODE Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Juni 2013 sampai September 2013 menggunakan metode survey. Lokasi penelitian terletak di wilayah administrasi Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari 8 desa/kelurahan pesisir yaitu Reroroja, Wuring, Bangkoor, Darat Pantai, Sikka, Ipir, Kojadoi dan Pemana. Data primer diperoleh berdasarkan wawancara terhadap responden dan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian. Penentuan responden menggunakan teknik convenience yaitu prosedur memilih responden yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan dijumpai (Sevilla, et al., 1993). Prosedur ini digunakan karena tidak tersedianya data sekunder di lapangan berupa statistik populasi nelayan ikan karang baik di tingkat kabupaten (DKP Sikka) maupun di unit pemerintahan tingkat kecamatan maupun desa atau kelurahan. Jumlah responden 87 orang nelayan ikan karang. Data primer yang dikumpulkan meliputi biaya-biaya dalam melakukan penangkapan, harga jual ikan, jumlah dan jenis hasil tangkapan per trip, pendapatan hasil tangkapan, alat tangkap yang digunakan, jumlah trip penangkapan, jumlah nelayan, serta informasi terkait lainnya. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Data sekunder yang dikumpulkan berupa time series jenis dan jumlah hasil tangkapan, jumlah armada penangkapan, jumlah dan jenis alat tangkap, tingkat suku bunga, dan indeks harga konsumen. Analisis pertama yang digunakan adalah analisis kelayakan bisnis penangkapan ikan karang konsumsi menggunakan discounted criterion yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Kadariah, et
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
167
Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba, Achmad Fahrudin, Luky Adrianto
al, 2001). Analisis ini dilakukan terhadap alat tangkap pancing, jaring insang tetap, dan bubu yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan karang.
Net Present Value (NPV) NPV adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang diperoleh pada masa yang akan datang dengan menghitung selisih antara manfaat (benefit) dan biaya (cost) saat ini. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah:
Di mana: B t : Penerimaan (benefit) pada tahun ke-t C t : Biaya (cost) pada tahun ke-t n : Umur proyek (tahun) i : Discount rate (%) t : Periode investasi (t=0,1,2,3…,n) Kriteria pengambilan keputusan: NPV > 0 : maka kegiatan usaha dinilai layak NPV = 0 : maka kegiatan usaha dinilai impas NPV < 0 : maka kegiatan usaha dinilai tidak layak
Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen. Tujuan perhitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Rumus yang digunakan untuk perhitungan IRR adalah sebagai berikut:
IRR = i(+) +
NPV(+) × Ħi(- ) - i(+) Ħ NPV(+) + NPV(- )
Di mana: i(+) : discount rate yang menghasilkan NPV positif i(-) : discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV(+) : NPV yang bernilai positif NPV(-) : NPV yang bernilai negatif Kriteria kelayakan: IRR > discount rate, maka kegiatan usaha dinilai layak IRR = discount rate, maka kegiatan usaha dinilai impas 168
IRR < discount rate, maka kegiatan usaha dinilai tidak layak. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Rumus untuk perhitungan Benefit-Cost ratio adalah sebagai berikut:
Net B/C = Di mana: B t : Penerimaan (benefit) pada tahun ke-t C t : Biaya (cost) pada tahun ke-t n : Umur proyek (tahun) i : Discount rate (%) t : Periode investasi (t=0,1,2,3…,n) Kriteria penilaian Net B/C: Net B/C > 1 : maka kegiatan usaha dinilai layak Net B/C = 1 : maka kegiatan usaha dinilai impas Net B/C < 1 : maka kegiatan usaha dinilai tidak layak Analisis kedua yaitu analisis bioekonomi ikan karang. Analisis data ini berdasarkan model surplus produksi untuk pendugaan nilai optimal pengelolaan sumberdaya ikan karang di perairan Kabupaten Sikka. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu parameter biologi dan parameter ekonomi. Parameter biologi yang diduga adalah parameter pertumbuhan intrinsik ikan (r), kemampuan alat tangkap dalam melakukan penangkapan ikan (q) dan daya dukung lingkungan (K). Sedangkan parameter ekonomi yaitu harga input dalam melakukan penangkapan dan harga output ikan karang. Parameter biologi diduga dengan menggunakan model surplus produksi yang dikemukakan Clark, et al. (1992) lebih dikenal dengan metode CYP. Persamaan CYP dalam bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Di mana: U
: produksi per unit upaya (CPUE)
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 13 | NOMOR 1 | MARET 2015
Studi Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur
: sebagai variabel terikat (Y), nilai ln CPUE tahun t+1 : sebagai variabel bebas 1 ln CPUE tahun t
, nilai
: sebagai variabel bebas 2 , jumlah upaya tahun t ditambah t+1 : koefisien pertumbuhan alami ikan
Dalam menentukan jumlah input (upaya penangkapan) yang digunakan terlebih dahulu dilakukan standarisasi terhadap upaya penangkapan. Standarisasi dilakukan untuk memperoleh jumlah alat tangkap yang mempunyai hasil tangkapan per unit upaya penangkapan yang sama. Standarisasi alat tangkap mengacu kepada metode yang dikemukakan oleh Guland (1983) dalam Sobari (2009) yaitu dengan menghitung Fishing Power Index (FPI):
: koefisien daya tangkap : koefisien daya dukung lingkungan Dengan meregresikan hasil tangkap per unit input (effort) yang dilambangkan dengan U pada periode t+1 dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input pada periode t dan t+1, akan diperoleh koefisien r, q dan K secara terpisah. Selanjutnya setelah disederhanakan persamaan diatas dapat diestimasikan dengan OLS melalui: Sehingga nilai parameter r, q dan K dapat diperoleh melalui persamaan berikut:
Di mana : FPI : Fishing Power Index : CPUE alat tangkap yang akan distandarisasi (Kg per trip) : CPUE alat tangkap standar (Kg per trip) Selanjutnya diikuti dengan standarisasi upaya penangkapan yang dihitung dengan rumus (Guland, 1983 dalam Sobari, 2009): Di mana: : upaya penangkapan hasil standarisasi (trip) : upaya penangkapan yang akan distandarisasi (trip)
Nilai parameter r, q, dan K kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan fungsi logistik, untuk memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Pendugaan nilai optimal meliputi manfaat ekonomi lestari
, upaya optimal lestari
, dan produksi
optimal lestari pada daerah penangkapan ikan karang sebagai berikut: Model manfaat ekonomi optimal lestari
Parameter ekonomi yang mempengaruhi model bioekonomi dalam perikanan tangkap adalah harga input atau biaya penangkapan (c) dan harga output tangkapan (p). Estimasi parameter ekonomi berupa biaya memanen per trip atau per hari melaut dan harga per kg atau per ton, diukur dalam ukuran riil. Nilai dari survei atau data sekunder dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikannya dengan Indeks Harga Konsumen (IHK), sehingga pengaruh inflasi bisa dieliminir (Fauzi dan Anna, 2005). Perhitungan nilai optimal berdasarkan formula yang sudah ditetapkan, dilakukan dengan software Microsoft Excell.
Model upaya (input) optimal lestari
HASIL DAN PEMBAHASAN Model produksi optimal lestari
Kelayakan Bisnis Ikan Karang Perhitungan cash flow disusun untuk mempermudah dalam melakukan analisis finansial atau kelayakan bisnis (NPV, IRR dan Net B/C) dari ketiga
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
169
Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba, Achmad Fahrudin, Luky Adrianto
alat tangkap ikan karang. Perhitungan cash flow didukung oleh data seperti biaya investasi (Tabel 1), biaya tetap dan biaya variabel (Tabel 2) dan asumsi penerimaan (Tabel 3). Dalam menyusun cash flow terdapat beberapa asumsi yang digunakan antara lain: (a) Umur proyek adalah 10 tahun. (b) Pada tahun ke-5, beberapa alat penting seperti perahu, mesin, alat tangkap jaring insang tetap, dan kacamata renang perlu diganti. (c) Alat tangkap pancing diganti setiap tahun dan alat tangkap bubu diganti dua tahun sekali. (d) Harga jual ikan karang merupakan harga jual ikan rata-rata dari 87 responden untuk masing-masing jenis ikan dari masing-masing alat tangkap. (e) Jumlah trip penangkapan per tahun dari masing-masing alat tangkap yaitu 89 trip untuk pancing, 88 trip untuk jaring insang tetap, dan 30 trip untuk bubu. (f) Discount rate sebesar 17% merupakan tingkat suku bunga usaha bank umumnya berlaku pada saat ini. (g) Struktur modal semuanya (100%) merupakan modal sendiri. (h) Sistim bagi hasil antara pemilik dan ABK adalah 1 : 1. (i) Nilai upah ABK diperoleh dari perhitungan selisih penerimaan dan biaya operasional dibagi dua. (j) Pengoperasian alat tangkap bubu tidak menggunakan ABK. Pengoperasian alat tangkap pancing menggunakan 1 ABK sedangkan pengoperasian alat tangkap jaring insang tetap menggunakan 2 ABK. (k) Perhitungan penerimaan untuk alat tangkap pancing dan jaring insang tetap mengalami peningkatan 20% dari total hasil tangkapan setiap dua tahun sampai 100% pada umur proyek ke-9 dan ke-10. Peningkatan secara bertahap ini atas pertimbangan kemampuan/keahlian nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap. Sedangkan hasil tangkapan bubu dihitung 100% selama umur
proyek karena diasumsikan tidak membutuhkan keahlian dalam mengoperasikan alat tangkap seperti nelayan pancing dan jaring insang tetap. Hasil analisis mengungkapkan bahwa penangkapan ikan karang menggunakan alat tangkap pancing, jaring insang tetap dan bubu memperoleh keuntungan dan layak dikembangkan. Nilai NPV, IRR, dan Net B/C disajikan pada Tabel 4.
Analisis Bioekonomi Ikan Karang Pendugaan Parameter Pendugaan parameter biologi ikan karang di perairan Kabupaten Sikka dilakukan dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Clark, Yoshimoto and Pooley (1992). Metode tersebut menggunakan OLS (Ordinary Least Square) atau regresi linier dengan menggunakan data logaritma CPUE pada waktu t + 1 sebagai peubah tidak bebas dan logaritma CPUE pada waktu t dan t + 1 sebagai peubah bebas. Output OLS memberikan nilai intersept (a = 11,6804), koefisien untuk variabel ln(Ut) b = -0,5006) dan koefisien untuk variabel (Et + Et + 1 ) (c = 1,96712E-07) atau ln (Ut +1) = -11,6804 - 0,5006 ln (Ut) - 1,96712E-07 (Et + Et + 1). Dari nilai tersebut dapat diduga nilai pertumbuhan intrinsik (r), koefisien kemampuan tangkap (q) dan daya dukung lingkungan (K). Nilai parameter biologi disajikan pada Tabel 5. Fungsi pertumbuhan ikan karang di perairan Kabupaten Sikka dengan menggunakan fungsi pertumbuhan logistik dapat ditulis sebagai berikut:
x
F(x) = 6,010 x 1 264,33
Tabel 1. Investasi pada Alat Tangkap Berbeda No
Jenis Investasi
1
Perahu
2
Mesin Katinting
3
6 set pancing
4
1 set jaring insang 5 unit Bubu 2 buah Kacamata Renang
5 6
Nila i Investasi pada Alat Tangkap (Rupiah) Pancing Jaring Insang Tetap Bubu 3.000.000
Tota l
3.000.000
5.000.000
5
3.500.000
3.500.000
5
300.000
1 3.830.000
5 1.200.000 250.000
3.300.000
10.3 30 .000
9.950.000
Sumber: Analisis Data, 2013 170
Umur Teknis (tahun)
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 13 | NOMOR 1 | MARET 2015
2 5
Studi Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur
Tabel 2. Biaya Tetap dan Variabel pada Alat Tangkap Berbeda No
Biaya pada Alat Tangkap (Rupiah)
Jenis Biaya
1
Pancing
Biaya Tetap a. Perbaikan Perahu
Jaring Insang Tetap
300.000
b. Perbaikan Mesin c. Pengadaan Pancing
Bubu
300.000
500.000
350.000
350.000
300.000
d. Perbaikan Jaring
383.000
e. Perbaikan Bubu
120.000
Total Biaya Tetap 2
600.000
1.033.000
970.000
1.602.000
1.584.000
540.000
445.000
880.000
Biaya Variabel a. Rokok b. Es c. Umpan Buatan
1.780.000
d. Umpan Alamiah
225.000
e. BBM (Solar)
3.168.000
1.080.000
f. Pelumas (Oli)
120.000
120.000
g. Upah ABK T otal Biaya Variabel
12.627.327
17.314.867
17.654.327
25.132.867
3.905.000
Sumber: Analisis Data 2013
Tabel 3. Asumsi Penerimaan Usaha Perikanan Karang pada Alat Tangkap Berbeda Penerimaan pada Alat Tangkap Pancing No
1
2
Produksi (kg/trip)
Rataan Harga (Rp/kg)
Rataan Nilai Produksi (Rp/trip)
Kerapu Sunu
1,5
30.625
46.096
Kerapu Tiger
0,4
25.000
Kakatua
7,3
7.000
Ketamba
3,1
13.571
42.614
Biji Nangka
2,0
15.333
Belanda Mabuk
3,0
4.375
Jambihan
6,0
Bibir Tebal
1,0
Kuwe
Uraian
Jaring Insang Tetap Rataan Rataan Produksi Nilai Harga (kg/trip) Produksi (Rp/kg) (Rp/trip)
Bubu Produksi (kg/trip)
Rataan Harga (Rp/kg)
Rataan Nilai Produksi (Rp/trip)
0,4
40.000
14.167
10.417
0,4
25.000
10.417
50.750
7,3
7.000
50.750
8,6
10.000
85.833
8,9
5.000
44.583
Rataan Hasil Tangkapan 1,2
30.000
36.667
5,5
15.000
82.500
30.779
2,3
20.000
45.000
13.026
10,0
2.500
25.000
15.000
89.357
9,0
10.000
90.000
15.750
15.476
1,8
14.000
24.889
8,1
11.667
94.333
25,0
10.000
250.000
Alu-alu
3,4
18.750
63.342
4,9
22.500
110.750
P asir-pasir
1,8
20.000
35.882
Baronang Rataan penerimaan (Rp/Unit/Tahun)
3,1
17.000
52.527
3,3
30.000
100.000
48.469.423
67.302.889
6.172.500
Sumber: Analisis Data, 2013 TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
171
Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba, Achmad Fahrudin, Luky Adrianto
Tabel 4. Nilai NPV, IRR, dan Net B/C No
Nilai
1
NPV
2 3
Net B/C IRR
Pancing 36.417.390,78 6,36 69 %
Pada Tingkat Suku Bunga 17% Jaring Insang Tetap 47.869.821 ,66 5,63 64 %
Bubu 6.098.234,67 1,61 28 %
Sumber: Analisis Data, 2013
Tabel 5. Parameter Biologi Sumberdaya Ikan Karang di Kabupaten Sikka Tahun 2013 No
Definisi
Simbol
Nilai
1
Tingkat Pertumbuhan
r
6,010
2
Koefisien Daya Tangkap
q
0,00000158
3
Daya dukung lingkungan perairan
K
264,33
Sumber: Analisis Data, 2013
Dalam menduga parameter biologi pemanfaatan sumberdaya ikan karang di perairan Kabupaten Sikka diperlukan adanya data jumlah produksi dan jumlah alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan karang tersebut. Mengingat ada tiga jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan karang, maka perlu dilakukan standarisasi terhadap ketiga alat tangkap tersebut. Tahap standarisasi alat tangkap menggunakan perhitungan Fishing Power Index (indeks kemampuan tangkap) yaitu pembagian nilai CPUE dari alat tangkap yang akan distandarisasi terhadap nilai CPUE dari alat tangkap standar. Alat tangkap yang dominan untuk sumberdaya ikan karang adalah alat tangkap bubu, sehingga standarisasi dilakukan terhadap alat tangkap tersebut. Dalam penelitian ini, alat tangkap bubu (portable trap) memiliki nilai FPI sebesar 1 karena hasil tangkapan bubu terhadap ikan karang lebih besar dibandingkan alat tangkap pancing dan jaring insang tetap. Walaupun alat tangkap bubu memiliki nilai produktivitas yang tinggi dibanding alat tangkap lainnya, namun ketiga alat tangkap tersebut tetap memiliki nilai CPUE yang rendah. Hal ini menggambarkan penambahan effort pada setiap alat tangkap tidak menambah produksi secara signifikan. Oleh karena itu, melalui nilai yang dihasilkan pada analisis ini dapat diartikan bahwa stok sumberdaya ikan karang di perairan Kabupaten Sikka sudah mulai terancam keberlanjutannya sehingga upaya meningkatkan produksi bukanlah rekomendasi kebijakan yang tepat.
172
Pendugaan harga ikan karang yang ditangkap di perairan Kabupaten Sikka diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan, sedangkan data sekunder berupa indeks harga konsumen diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sikka. Alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap ikan karang adalah pancing, jaring insang tetap, dan bubu. Jenis ikan karang yang ditangkap dalam keadaan hidup untuk dipasarkan ke Denpasar dan Kendari adalah ikan kerapu. Ikan kerapu yang ditangkap dalam keadaan hidup hanya dilakukan oleh sebagian kecil nelayan di Desa Reroroja dengan menggunakan alat tangkap pancing. Sedangkan ikan karang dalam kondisi mati dan segar dijual nelayan untuk konsumsi lokal. Hasil wawancara dengan nelayan diperoleh harga rata-rata ikan kerapu yang dijual dalam kondisi hidup adalah Rp200.000 per kg. Sedangkan harga ikan karang dalam kondisi mati dan segar tergantung dari jenis ikan dan ukurannya. Harga ikan karang dalam kondisi mati dan segar berkisar antara Rp2.500 per kg sampai dengan Rp50.000 per kg. Parameter ekonomi yang digunakan dalam analisis bioekonomi adalah harga rata-rata ikan per ton dan biaya rata-rata per trip penangkapan. Harga yang digunakan untuk mengestimasi parameter ekonomi adalah harga riil. Harga riil adalah harga yang diperoleh di lapangan dikalikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). Pada penelitian ini digunakan IHK dengan tahun dasar 2007. Sedangkan biaya riil adalah
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 13 | NOMOR 1 | MARET 2015
Studi Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur
biaya operasional rata-rata per trip penangkapan. Data biaya riil diperoleh dari hasil perkalian antara cost per unit effort dengan adjusted factor dari total cost of standardized effort dan selanjutnya dilakukan penyesuaian terhadap IHK.
over harvested dari sisi produksi. Hasil analisis dari masing-masing kondisi atau berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan karang secara ringkas disajikan dalam Tabel 6.
KESIMPULAN DAN SARAN Pendugaan Nilai Optimal
Kesimpulan
Tingkat optimal pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dilihat dari rezim maximum economic yield (MEY), maximum sustainable yield (MSY) dan open access. Pendekatan analisis secara biologi dan ekonomi merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam upaya optimalisasi penguasaan sumberdaya perikanan tangkap secara berkelanjutan. Parameter ekonomi dimasukkan dalam analisis ini agar diketahui tingkat optimal dari nilai manfaat atau rente pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterima oleh masyarakat nelayan sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan mampu mencapai tujuan akhirnya yaitu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Dengan menggunakan persamaan no 1 dapat diketahui rente optimal ikan karang di perairan Kabupaten Sikka adalah R p 4 . 0 1 5 . 5 0 0 . 0 0 0 p a d a r ezi m M E Y da n R p 3.782.990.000 pada rezim MSY. Sedangkan persamaan no 2 dapat diketahui jumlah alat tangkap yang boleh dioperasikan untuk menangkap ikan karang adalah 1.537.262 trip pada rezim MEY dan 3.074.523 trip pada rezim MSY. Dengan persamaan no 3 dapat diketahui jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan sebesar 382,24 ton per tahun pada rezim MEY dan 397,18 ton per tahun pada rezim MSY. Berdasarkan hasil analisis, tingkat produksi aktual yang dihasilkan adalah sebesar 301,63 ton per tahun dan telah melebihi kondisi lestari baik MEY maupun MSY. Hal ini dapat dikatakan bahwa perairan Kabupaten Sikka menuju
Hasil analisis usaha penangkapan ikan karang menggunakan alat tangkap pancing, jaring insang tetap dan bubu di Kabupaten Sikka memperoleh keuntungan dan layak dikembangkan. Sementara itu, penangkapan ikan karang di perairan Kabupaten Sikka telah melebihi tingkat pemanfaatan yang optimal baik pada rezim pengelolaan Maximum Economic Yield (MEY) maupun Maximum Sustainable Yield (MSY). Banyaknya upaya penangkapan yang diusahakan oleh nelayan di perairan Kabupaten Sikka adalah 3.050.604 trip dengan hasil tangkapan 301,63 ton. Sedangkan jumlah upaya penangkapan optimal secara biologi dan ekonomi sebesar 1.907.168 trip dengan hasil tangkapan 397,18 ton per tahun dan 1.537.262 trip dengan hasil tangkapan 382,24 ton per tahun.
Saran Dengan demikian diperlukan kebijakan pemerintah untuk membatasi tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang tersebut, sehingga tingkat pemanfaatan dapat dilakukan pada kondisi optimal dan rente ekonomi maksimum dapat dicapai.
DAFTAR RUJUKAN Adrianto, L. 2005. Analisis Sosial Ekonomi dalam Strategi Konservasi Sumberdaya Pesisir dan Laut: Sebuah Pendekatan Coastal Livelihood System Analysis. Makalah disampaikan pada Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut. Manado, 15 November 2005. 23 hal.
Tabel 6. Hasil Analisis Bioekonomi dalam Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Karang dengan Metode Estimasi CYP x (ton)
h (ton)
E (trip)
π (juta Rp)
157,80
382,24
1.537.262
4.015,50
Open Access (OAY )
51,27
248,38
3.074.523
0,00
MSY
132,16
397,18
1.907.168
3.782,99
301,63
3.050.604
858 ,72
Rezim Peng elolaan Sole Owner (MEY)
Aktual Sumber: Analisis Data, 2013
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
173
Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba, Achmad Fahrudin, Luky Adrianto
Clark, C. 1992. Bioeconomic Modelling and Fisheries Management. New York: Jhon Wiley and Sons. Dahuri, R. 2008. 14 Jurus Membangun Perikanan Tangkap di Indonesia. Majalah Samudra Edisi 95 Tanggal 1 Februari 2008. [diunduh tanggal 11 April 2014]. Fauzi, A., dan Anna, S. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. hal. 343 Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kadariah, Karlina, L., Gray, C. 2001. Pengantar Evaluasi Proyek. Kerjasama antara Program Perencanaan Nasional Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FE-UI dengan Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 191 hal.
174
Sari, Y.D., Tridoyo, K., Luky, A. 2008. Maximum Economic Yield Sumberdaya Kerapu di Perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jurnal Bijak dan Riset Sosek Kelautan Perikanan Vol 3 No 1. Jakarta. Hal 65–74. Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalan, T.G., Regala, B.P., Uriarte, G.G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 315 hal. Sobari, M.P. 2009. Penilaian Ekonomi Sumberdaya Perikanan: Pendekatan Model Bioekonomi. Disampaikan pada Kuliah Ekonomi Sumberdaya Kelautan. Bagian Teknologi Alat Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 13 | NOMOR 1 | MARET 2015