STUDI AWAL KONVERSI ENZIMATIK SECARA IN-SITU UNTUK HIDROLISIS CPO DARI BUAH SEGAR KELAPA SAWIT D. Natalia1), I N. Widiasa2), I G. Wenten2) 1)
KPP Bioteknologi, 2)Dept. Teknik Kimia Insitut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung – 40132
Abstrak Saat ini, produksi asam lemak komersial menggunakan proses Colgate-Emery dengan temperatur 240-260oC dan tekanan 50-60 bar. Proses ini memiliki beberapa kelemahan seperti konsumsi energi yang tinggi, material peralatan proses spesifik, sistem pengendalian proses dan keselamatan kerja sangat kompleks, serta dapat terjadi polimerisasi asam lemak tak jenuh. Di lain pihak, proses enzimatik menggunakan lipase masih belum dapat diaplikasikan secara komersial karena harga lipase yang relatif mahal. Studi ini bertujuan untuk mengembangkan proses hidrolisis CPO secara in-situ dengan memanfaatkan lipase yang terdapat dalam buah segar kelapa sawit. Parameter proses yang dipelajari antara lain temperatur, konsentrasi air, dan pengaruh pH terhadap reaksi hidrolisis. Hasil yang telah didapat sementara ini untuk reaktor batch sudah bisa mencapai konversi 48,54% pada temperatur 35oC dan dengan menggunakan buffer fosfat pH 8,2. Hasil ini menegaskan bahwa hidrolisis CPO dari buah segar kelapa sawit secara in-situ dapat dipandang sebagai alternatif yang menjanjikan. Kata kunci: asam lemak; gliserol; hidrolisis CPO; lipase
Pendahuluan Saat ini, Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar kedua di dunia setelah Malaysia dengan kapasitas 9,6 juta ton. Pada tahun 2007 Indonesia menargetkan sebagai produsen CPO terbesar. Keberhasilan produksi CPO ini harus dibarengi dengan pengembangan industri pengolahan CPO, khususnya hidrolisis CPO menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol merupakan bahan dasar bagi industri oleokimia. Kebutuhan dunia akan asam lemak tidak kurang dari 1.000.000 ton per tahun. Jadi selain dapat memberikan nilai tambah, hidrolisis CPO menjadi asam lemak dan gliserol akan dapat menjaga stabilitas harga dan memacu perkembangan industri oleokimia di Indonesia. Selama ini, proses hidrolisis minyak menjadi asam lemak dan gliserol kebanyakan menggunakan proses Colgate-Emery. Prosesnya dilakukan pada tekanan 50-60 bar dan temperatur 240-2600C. Beberapa kelemahan proses ini antara lain konsumsi energi tinggi, material peralatan proses spesifik, sistem pengendalian proses dan keselamatan kerja sangat kompleks, serta dapat terjadi polimerisasi asam lemak tak jenuh. Oleh karena itu, hidrolisis langsung CPO yang mengandung banyak fraksi tidak jenuh (oleat) dengan proses Colgate-Emery akan menghasilkan produk polimerisasi. Terjadinya peningkatan kandungan asam lemak dalam mesokarp kelapa sawit menunjukkan bahwa proses hidrolisis CPO dapat berlangsung secara alamiah. Beberapa hasil penelitian telah membuktikan bahwa hidrolisis minyak menjadi asam lemak dapat terjadi pada temperatur dan tekanan rendah karena adanya enzim lipase. Hartley (1988) menyatakan keberadaan lipase endogen yang sangat aktif dalam kelapa sawit. Sedangkan menurut Abigor dkk. (1985), lipase aktif terdapat dalam mesokarp buah sawit dengan temperatur optimal 30oC dan pH optimal 4,5. Mohankumar dkk. (1990) menyatakan bahwa lipase terdapat di luar sel penahan minyak pada mesokarp buah sawit. Menurut Henderson dan Osborn (1991), produksi asam lemak bebas pada buah matang dikontrol oleh lipase endogen dimana fungsi hidrolisisnya teraktivasi bila buahnya dilukai atau tergores. Sedangkan Sambathamurti dkk. (1991) juga menyatakan bahwa lipase terdapat di luar sel penahan minyak pada mesokarp buah sawit. Bila terjadi pemecahan sel akan terjadi kontak antara minyak sawit dan lipase sehingga terjadi hidrolisis minyak sawit menjadi asam lemak. Studi yang lebih terinci dilakukan oleh Abel Hiol dkk. (1999) untuk produksi, pemurnian, dan karakterisasi lipase dari Mucor hiemalis f. hiemalis yang berasal dari buah sawit. Ditegaskan bahwa lipase ekstraseluler dihasilkan pada fermentasi batch dengan aktivitas tertinggi dicapai pada waktu inkubasi 6 hari
dengan pH optimum 7 dan temperatur optimum 40oC. Studi lain dilakukan oleh Alert Holtman (2003) menggunakan lipase yang terdapat dalam buah segar kelapa sawit untuk menghidrolisis minyak sawit secara in-situ. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konversi asam lemak berkisar antara 70-80% dalam waktu 2-3 jam. Sayangnya tingkat konversi ini masih jauh dibawah tingkat konversi yang dihasilkan dengan proses Colgate-Emery. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi lebih lanjut proses hidrolisis in-situ. Tinjauan diarahkan pada pengaruh temperatur, konsentrasi air, dan pH terhadap laju pembentukan asam lemak. Bahan Dan Metode Penelitian Bahan Buah kelapa sawit sebagai sumber CPO diperoleh langsung dari PT Agricinal. Lipase sebagai biokatalis reaksi hidrolisis dan CPO sebagai sumber minyak didapatkan melalui ekstraksi mesokarp buah kelapa sawit dengan digester. Heksan yang digunakan untuk ekstraksi dan melarutkan CPO mempunyai kualitas teknis. Air untuk menghidrolisis CPO adalah permeat reverse osmosis (RO). Etanol 95%, NaOH, dan fenolftalein yang digunakan untuk titrasi asam lemak serta KH2PO4 dan K2HPO4 untuk membuat buffer fosfat memiliki kualitas analitis. Metode Secara garis besar, studi ini terdiri dari empat tahapan, yaitu yang pertama pembuatan jus sawit dari mesokarp buah kelapa sawit, yang kedua inkubasi sampel, yang ketiga ekstraksi minyak, dan yang terakhir adalah analisis kandungan asam. Mula-mula buah kelapa sawit dikupas untuk memisahkan kernel dan mesokarp, kemudian mesokarp didigester untuk menghasilkan jus sawit yang lebih halus. Sejumlah jus sawit ditambahkan dengan air atau buffer lalu diinkubasi dalam waktu tertentu dan disertai dengan pengadukan. Pengambilan sampel dilakukan tiap hari. Sampel hasil inkubasi dipanaskan dengan heater untuk mematikan enzim serta menghilangkan air. Kemudian dilakukan ekstraksi minyak dengan heksan secara bertingkat. Minyak yang masih bercampur dengan heksan diuapkan sehingga diperoleh minyak murni. Minyak yang diperoleh diambil dalam jumlah tertentu untuk kemudian dilarutkan dengan etanol, ditambahkan fenolftalein, dan kemudian dititrasi dengan NaOH. Penentuan kandungan asam yang terbentuk ditentukan melalui titrasi sampel. Dalam penampilan data, dialurkan grafik antara peningkatan jumlah asam yang terbentuk per waktu tertentu terhadap temperatur ataupun waktu. Dalam hal ini, peningkatan jumlah asam yang terbentuk menyatakan selisih antara jumlah asam yang terbentuk setelah inkubasi dengan jumlah asam yang terbentuk sebelum inkubasi. Hal ini perlu dilakukan karena eksperimen untuk masing-masing variasi tidak dilakukan bersamaan sehingga kandungan asam awal dari buah yang digunakan tidak sama. Buah akan mengalami peningkatan kandungan asam seiring dengan meningkatnya waktu, terlebih lagi bila buah dalam keadaan terluka atau tergores (Henderson dan Osborn, 1991; Sambathamurti dkk., 1991). Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar derajat hidrolisis atau juga merupakan kandungan asam yang terbentuk, dinyatakan dalam persamaan berikut:
(1) Hasil Dan Pembahasan Pengaruh temperatur Pada umumnya setiap enzim memiliki aktivitas katalitik optimum pada temperatur tertentu. Temperatur optimum akan memberikan aktivitas katalitik terbesar. Karena itu, untuk mengetahui temperatur optimum untuk aktivitas katalitik lipase dan berarti juga reaksi hidrolisis CPO yang optimum, maka dilakukan studi penentuan temperatur optimum dengan variasi temperatur 30-45oC. Rentang ini diambil berdasar temperatur rata-rata aktivitas lipase. Bila temperatur terlalu tinggi, enzim dapat terdeaktivasi sedangkan bila temperatur terlalu rendah, CPO yang merupakan reaktan akan berada dalam bentuk padat sehingga reaksi hidrolisis menjadi sulit. Selain itu, lipase memiliki keunikan karena mengkatalisis reaksi pada interface antara fase minyak dan air. Bila fase minyak berada dalam fase padat, luas interface antara fase minyak dan fase air menjadi kecil dan lipase akan lebih sulit mengkatalisis reaksi. Jadi temperatur sistem reaksi juga berpengaruh terhadap pembentukan interface tersebut. Gambar 1 merupakan hasil yang diperoleh untuk variasi temperatur inkubasi (temperatur reaksi hidrolisis). Kurva ini menunjukkan hubungan antara peningkatan jumlah asam yang terbentuk per satuan waktu terhadap temperatur. Peningkatan jumlah asam yang terbentuk ini ditentukan berdasarkan kadar asam setelah inkubasi dikurangi dengan kadar asam sebelum inkubasi dan dibagi terhadap waktu inkubasi. Dalam studi ini, penentuan asam yang terbentuk perlu dikurangi dengan kadar asam awal karena studi ini tidak
dilakukan secara bersamaan, sedangkan dalam penyimpanannya, buah kelapa sawit akan mengalami peningkatan kadar asam seiring dengan waktu. Jadi penentuan kadar asam yang terbentuk terhadap kadar asam awal akan membuat data yang diperoleh dapat diperbandingkan. Seperti terlihat pada Gambar 1, kenaikan temperatur hingga temperatur 35oC akan menyebabkan kenaikan aktivitas katalitik lipase sehingga meningkatkan derajat hidrolisis. Hal tersebut sesuai dengan persamaan Arrhenius yang menyatakan hubungan aktivitas terhadap temperatur (pers. 2).
A = Ao ⋅ e
⎛ ΔEh ⎞ ⎜− ⎟ ⎝ RT ⎠
(2)
Dalam hubungan ini, A adalah aktivitas lipase pada saat temperatur T, Ao adalah aktivitas lipase saat temparatur acuan, ΔEh adalah energi aktivasi reaksi hidrolisis, R adalah tetapan gas, dan T adalah temperatur proses hidrolisis. Menurut hubungan Arrhenius ini, aktivitas meningkat dengan kenaikan temperatur. Akan tetapi peningkatan temperatur lebih lanjut akan menyebabkan penurunan aktivitas katalitik lipase. Pada temperatur 40oC, enzim mulai menunjukkan penurunan aktivitas dan menurun tajam pada temperatur 45oC. Hal ini membuktikan bahwa persamaan Arrhenius ini dibatasi oleh peristiwa denaturasi enzim. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan struktur enzim. Akibatnya enzim menjadi terdeaktivasi dan proses hidrolisis menjadi terhambat. Dalam studi ini, temperatur optimum bagi lipase yang berasal dari mesokarp buah kelapa sawit untuk reaksi hidrolisis adalah 35oC.
Peningkatan jumlah asam yang terbentuk per waktu (g/jam)
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0 25
30
35
40
45
50
Tem peratur ( oC)
Gambar 1. Pengaruh temperatur terhadap peningkatan jumlah asam yang terbentuk per waktu Pengaruh konsentrasi air Reaksi hidrolisis CPO merupakan reaksi konversi CPO menjadi asam lemak dan gliserol dengan adanya air dan dengan bantuan enzim lipase (Gambar 2). Satu molekul trigliserida (yang dapat berupa minyak atau lemak) akan bereaksi dengan 3 molekul air menghasilkan 3 molekul asam lemak dan 1 molekul gliserol.
Gambar 2. Reaksi hidrolisis minyak/lemak secara enzimatik Hidrolisis CPO merupakan suatu proses yang melibatkan dua fase yaitu fase aqueous (air) dan fase organik (minyak). Lipase memiliki keunikan khusus karena mengkatalisis reaksi pada daerah interface antara fase air dan minyak. Kemampuan enzim berada di daerah interface ini akan sangat mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin luas daerah interface yang terbentuk maka kecepatan reaksi akan semakin besar. Untuk
meningkatkan luas interface antara kedua fase ini, maka pembentukan emulsi harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan emulsi dengan luas permukaan yang besar. Jadi dalam hal ini, penentuan konsentrasi air yang optimum untuk pembentukan emulsi yang menghasilkan luas permukaan besar sangat penting. Perlu juga diperhatikan bahwa lipase memiliki karakteristik lebih cenderung larut dalam fase aqueous dibanding fase minyak. Jadi apabila konsentrasi air berlebih, lipase akan cenderung berada pada fase air. Akibatnya lipase yang berada di interface antara fase air dan minyak akan berkurang. Hal ini menyebabkan konversi CPO menjadi lebih lama. Selain itu, proses hidrolisis secara in-situ melibatkan tambahan fase padat (mesokarp). Oleh karena itu, pengaruh komposisi air terhadap pengeluaran minyak dari mesokarp juga menentukan kecepatan hidrolisis. Minyak akan lebih mudah keluar dari fase padat (mesokarp) bila disekelilingnya adalah fase aqueous (air), Terlebih lagi bila fase disekelilingnya adalah fase organik, maka pengeluaran minyak dari fase padat (mesokarp) akan menjadi lebih mudah. Makin banyak minyak yang berhasil dikeluarkan, maka semakin banyak pula substrat yang tersedia untuk reaksi. Jadi dalam hal ini, konsentrasi air juga berpengaruh terhadap pengeluaran minyak dari mesokarp. Karena pentingnya pengaruh konsentrasi air bagi proses hidrolisis ini, studi pengaruh konsentrasi air terhadap kecepatan hidrolisis dilakukan dengan tetap mempertimbangkan proses hilirnya. Eksperimen dilakukan dalam rentang konsentrasi air 40-60% terhadap berat mesokarp yang digunakan. Hasil yang didapat ditunjukkan dalam Gambar 3. Dapat dilihat bahwa makin besar konsentrasi air, maka peningkatan jumlah asam yang terbentuk juga akan semakin besar. Kandungan air dalam jus adalah sekitar 19,64% sehingga secara teoritis, reaksi akan berjalan sempurna apabila konsentrasi air lebih dari 32,78%. Kecepatan hidrolisis yang sangat lambat pada konsentrasi air 40-60% diduga akibat dari lambatnya minyak keluar dari mesokarp. Oleh karena itu, konsentrasi air harus berlebih untuk memperoleh tingkat konversi yang tinggi.
Peningkatan jumlah asam yang terbentuk per waktu (gr/jam)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2 40% air 0.1
50% air 60% air
0 0
20
40
60
80
Waktu (jam)
Gambar 3. Pengaruh konsentrasi air terhadap peningkatan jumlah asam yang terbentuk per waktu Pengaruh pH Untuk mengetahui pengaruh perubahan pH terhadap reaksi hidrolisis CPO ini, eksperimen dilakukan menggunakan dua fase aqueous yang berbeda yaitu dengan menggunakan air RO dan menggunakan buffer fosfat pH 8,2. Studi dilakukan pada temperatur 35oC dengan konsentrasi fase aqueous sekitar 40%. Hasil studi pengaruh pH ditunjukkan dalam Gambar 4. Dalam hidrolisis CPO, pH sistem reaksi akan menurun seiring dengan terbentuknya asam lemak jika tidak menggunakan buffer. Penggunaan buffer bermanfaat untuk menjaga pH larutan sehingga lebih stabil dibandingkan dengan menggunakan air. Pernyataan ini didukung dengan data eksperimen bahwa fase aqueous menggunakan buffer memberikan derajat hidrolisis yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan air RO. Konversi maksimal yang dicapai bila menggunakan fase aqueous air adalah 38,36% sedangkan dengan menggunakan buffer mencapai derajat hidrolisis 48,54%. Hal ini berarti bahwa aktivitas lipase sangat sensitif terhadap pH.
Peningkatan jumlah asam (g)
160 140 120 100 pH tetap 80
pH berubah
60 40 20 0 0
50
100
150
200
Waktu (jam)
Gambar 4. Pengaruh pH terhadap peningkatan jumlah asam Kesimpulan Dari studi yang telah dilakukan diketahui bahwa terjadinya reaksi hidrolisis CPO menjadi asam lemak dan gliserol secara in-situ dengan bantuan lipase yang didapat langsung dari mesokarp buah kelapa sawit mencapai kondisi optimum pada temperatur 35oC dan dengan konsentrasi air (fase aqueous) 60%. Derajat hidrolisis dapat ditingkatkan dengan menjaga kestabilan pH sistem menggunakan buffer. Dari hasil penelitian ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa proses produksi asam lemak melalui hidrolisis CPO secara enzimatik sangatlah menjanjikan. Terlebih lagi dengan pemanfaatan lipase yang berasal dari mesokarp buah segar kelapa sawit dapat mengurangi biaya penambahan lipase eksternal. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam kegiatan penelitian ini, terutama kepada PT Agricinal untuk pengadaan buah kelapa sawit, dana, dan literatur yang sangat membantu pelaksanaan studi ini. Terima kasih juga disampaikan kepada KPP Bioteknologi ITB yang telah memberikan fasilitas peralatan dan laboratorium. Daftar Pustaka Doye, R.A., Opute, F.I., Opoku, A.R., and Osagie, A.U., (1985), “Partial Purification and Some Properties of the Lipase Present in Oil Palm (Elaeis guineensis) Mesocarp”, J. Sci. Food Agric., 36, hal. 599-606 Hartley, C.W.S., (1988), “The Oil Palm”, Third Edition, Longman, London, hal. 683 in Sambanthamurthi, R. And Kushairi, A., (2002), “Selection for Lipase Activity in the Oil Palm”, MPOB TT, 141 Henderson, J., and Osborn, D.J., (1991), “Lipase Activity in Ripening and Mature Fruit of the Oil Palm. Stability in vivo and in vitro”, Phytochemistry, 30 (4), hal. 1073-1078 Hiol, A., Jonzo, M.D., Druet, D., and Comeau, L., (1999), “Production, Purification, and Characterization of an Extrasellular Lipase from Mucor hiemalis f. Hiemalis”, Enzyme and Microbial Technology, 25, hal. 80-87 Holtman, A., Under supervisor of Ganzelveld, K.J., and Manurung, R., (2003), “In situ Direct Hydrolysis of Palm Oil”, RuG-ITB-Agricinal Mohankumar, C., Arumughan, C., Kaleysa raj, R., (1990), “Histological localization of Oil Palm Fruit Lipase”, JAOCS, 67 (10), hal. 655-669 Sambanthamurti, R., Chong, C.L., Oo, K.C., Yeo, K.H., and Premavathy, R., (1991), “Chill-Induced Lipid Hydrolysis in the Oil Palm (Elaeis guineensis) Mesocarp”, J. Exp. Bot., 42, hal. 1199-1205
DATA PRIBADI PENYAJI Nama Lengkap dan Gelar :
Dessy Natalia, S.Si.
Tempat/tanggal lahir
:
Temukus, 25 Desember 1980
Alamat Instansi
:
Lab. Proses Hilir KPP Bioteknologi ITB Jalan Ganesha 10 Bandung, 40132
Pendidikan
:
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung (1999-2003)
Pengalaman Penelitian
:
Staf peneliti Lab. Proses Hilir KPP Bioteknologi ITB (2003-sekarang)
Bandung, 2 Juli 2004
Dessy Natalia, S.Si