STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUBSTRAT BUATAN DAN SUBSTRAT ALAMI DANAU LIDO, BOGOR
RAHMAWATI SYARIF
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Struktur Komunitas Makroavertebrata di Substrat Buatan dan Substrat Alami Danau Lido, Bogor adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Rahmawati Syarif C24053576
RINGKASAN Rahmawati Syarif. C24053576. Struktur Komunitas Makroavertebrata di Substrat Buatan dan Substrat Alami Danau Lido, Bogor. Dibawah bimbingan Yusli Wardiatno dan Majariana Krisanti. Danau Lido berada pada koordinat 1060 48’ 26”-1060 48’ 50” BT dan 60 44’ 30”60 44’ 58” LS, Desa Tugujaya, Kecamatan Cigombong, Bogor, Jawa Barat. Danau ini dimanfaatkan sebagai reservoir. Selain itu juga dimanfaatkan untuk kepentingan rumah tangga, obyek wisata, dan kegiatan perikanan jaring apung. Pemanfaatan sumberdaya berlebihan, beban masukan hasil buangan limbah industri maupun rumah tangga, masukan bahan organik yang berasal dari kegiatan jaring apung serta kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan berdampak terhadap perubahan kondisi perairan dan lingkungan Danau Lido. Salah satu organisme yang terpengaruh dengan adanya bahan masukan bahan organik adalah makroavertebrata. Pengambilan sampel makroavertebrata tidak hanya dapat dilakukan dengan menggunakan alat konvensional (misalnya grabs, dredges, atau alat lainnya) tetapi juga dapat diperoleh dengan menggunakan substrat buatan (artificial substrates). Penelitian ini bertujuan membandingkan komunitas makroavertebrata pada substrat buatan dengan substrat alami. Dengan demikian dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan sampel benthos yang terbaik dalam monitoring lingkungan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Oktober 2009 berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Pengambilan contoh dilakukan selama empat kali di stasiun KJA dan stasiun Non KJA. Hasil penelitian yang didapat selama pengamatan meliputi jumlah genera, kepadatan makroavertebrata, komposisi famili, genera dominan, status fungsional, indeks keanekaragaman, dan indeks keseragaman. Sedangkan kondisi perairan ditinjau dari beberapa parameter fisika dan kimia, yaitu suhu, pH dan DO, kekeruhan, H2S, TSS, TDS, BOD, dan COD yang terdapat dalam perairan. Makroavertebrata yang ditemukan pada Danau Lido tersusun oleh 41 genera makroavertebrata yang berasal dari 13 ordo dari 20 famili. Jumlah genera penyusun komunitas makroavertebrata antar stasiun di tiap sampling bervariasi. Pada substrat alami stasiun KJA tidak ditemukannya organisme makroavertebrata. Sedangkan pada substrat buatan dapat diperoleh genera yang lebih banyak dibandingkan dengan substrat alami pada setiap stasiunnya. Penggunaan substrat buatan dapat dijadikan alternatif dalam biomonitoring lingkungan yang ditunjukkan dengan kemampuannya memperoleh makroavertebrata yang lebih bervariasi dimana jumlah genera yang diperoleh pada substrat buatan lebih banyak daripada substrat alami pada waktu dan lokasi yang sama. Substrat buatan juga mampu mendapatkan makroavertebrata ketika alat konvensional tidak efisien dan tidak efektif untuk digunakan. Pada stasiun yang sama, komposisi dari status fungsional makroavertebrata dan organisme makroavertebrata yang diperoleh nilainya dapat berbeda antara substrat alami maupun buatan.
ABSTRACT Rahmawati Syarif. C24053576. Community Structure of Macroinvertebrate in Artificial Substrates and Natural Substrates Alami Lido Lake, Bogor. Under Guidance Yusli Wardiatno and Majariana Krisanti. Lido Lake in coordinate 1060 48’ 26”-1060 48’ 50” E dan 60 44’ 30”-60 44’ 58” S, Tugujaya Village, Cigombong District, Bogor, West Java. This lake is used as reservoir. Besides that also used for household, tour object, and fishery activity like KJA (Keramba Jaring Apung). Over exploitation of resources, input organic that come from KJA with activities other that are done to affect toward water condition change and enviroment of Lido Lake. One of the organism who influenced organic input is macroinvertebrate. Collection of macroinvertebrate not only be done by using conventional sampling techniques (e.g., grabs, dredges, or other devices) but also obtainable by using artificial substrates. This research aims to comparing of macroinvertebrates communities in artificial substrates with natural substrates. Thereby, can be made consideration for the best collection of benthic invertebrate in monitoring. Research during the February 2009 to October 2009 in Lido Lake, Bogor, West Java. Sample collection during fourth period in KJA station and Non KJA station. Result of research including number of genera, macroinvertebrates density, family composition, dominant genera, functional feeding groups, diversity index, and similarity index. While, water condition is reviewed from several physics and chemistry parameters, such as temperature, pH, DO, turbidity, H2S, TSS, TDS, BOD, and COD. A total of 41 genera macroinvertebrate from 13 ordo were found in Lido Lake. The number of genera macroinvertebrates community composed from every sampling. In natural substrates station KJA it wasn’t found macroinvertebrate. While, the number of genera gathered in artificial substrates much more than natural substrates in every station. Artificial substrates could be used as an alternative in biomonitoring program, which showed on its ability to colonized more variety macroinvertebrates. The number of genera gathered in artificial substrate much more than natural substrate could gathered in the same location and period. Artificial substrates could get macroinvertebrate when conventional sampling doesn’t efficient and effective to used. In the same station, composition of functional feeding group macroinvertebrate and macroinvertebrate was founded can be different between artificial substrates and natural subtrates.
STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUBSTRAT BUATAN DAN SUBSTRAT ALAMI DANAU LIDO, BOGOR
RAHMAWATI SYARIF C24053576
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PENGESAHAN SKRIPSI Judul Skripsi
: Struktur Komunitas Makroavertebrata di Substrat Buatan dan Substrat Alami Danau Lido, Bogor
Nama Mahasiswa
: Rahmawati Syarif
Nomor Pokok
: C24053576
Program studi
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc.
Majariana Krisanti, S. Pi., M. Si.
NIP. 19660728 199103 1 002
NIP. 19691031 199512 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc. NIP. 19660728 199103 1 002
Tanggal Ujian : 18 Januari 2010 ii
PRAKATA Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudul
Struktur Komunitas Makroavertebrata di Substrat Buatan dan Substrat Alami Danau Lido, Bogor; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari-Oktober 2009 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak terutama kepada Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. selaku pembimbing pertama dan Ibu Majariana Krisanti, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing kedua serta Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.S dan Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS selaku perwakilan Komisi Pendidikan S1 yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak. Bogor, Januari 2010
Penulis
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. dan Ibu Majariana Krisanti, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing I dan pembimbing II atas arahan, masukan, dan dukungan finansial sehingga penulis dapat penyelesaian skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS selaku Wakil Komisi Pendidikan S1 atas saran, nasehat, dan perbaikan yang diberikan.
3.
Ayahanda dan Ibundaku tercinta atas semua doa, dukungan, dan kasih sayang yang tidak pernah terputus kepada penulis.
4.
Kakak dan adikku tersayang, Uni Intan dan Ade Mus atas keceriaan, dukungan dan kasih sayangnya.
5.
Keluarga besarku terkasih Atuk (Alm), Uwo, Umi, Ma’tuo, Om, Ete’, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas segala perhatian dan dukungan kepada penulis.
6.
Ibu Siti Nursiyamah selaku staf Laboratorium Biologi Mikro I (BIMI I) yang telah banyak membantu penulis selama proses identifikasi hingga terselesaikan dengan lancar.
7.
Para staf Laboratorium Produktivitas Lingkungan atas bantuannya selama proses analisis kualitas air.
8.
Bapak Yoyok Sudarso selaku staf peneliti Puslit Limnologi-LIPI yang telah meluangkan waktunya untuk membantu proses identifikasi.
9.
Para staf Tata Usaha MSP yang saya banggakan, khususnya Mba Widar.
10. Lido Crew (Herman, Pipit, Mecin, Dinda, Endah, dan Lia) atas suka duka, perjuangan, kekompakan, bantuan, motivasi, dan kerjasamanya. 11. Teman-teman MSP 42 (Lenggo, Silfi, Mair, Guse, Cupit, Moro, Intan, Kiki, dan semua
yang
tidak
bisa
disebutkan
satu
persatu)
atas
bantuan
kebersamaannya yang tak terlupakan. 12. Keluarga besar Wisma Qq’s atas bantuan, keceriaan, dan canda tawa. 13. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
iv
dan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 16 Agustus 1987 dari pasangan Bapak Syafni Arif dan Ibu Tendra Asnita. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan
formal ditempuh di TK Aisyah 28 Jakarta (1993), SD Muhammadiyah 28 Jakarta (1999), SLTP Negeri 153 Jakarta (2002) dan SMA Negeri 6 Jakarta (2005).
Pada tahun 2005
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
Setelah
melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Ekosistem Perairan Pesisir (2008/2009). Di samping itu, di luar akademis penulis juga aktif sebagai anggota Klub Saman Bungong Puteh (2005/2006, 2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009), anggota Paduan Suara Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (Endeavour) pada periode 2006/2007 dan 2007/2008 serta aktif sebagai anggota HIMASPER (2006/2007), dan sebagai Staf Divisi ASC HIMASPER (Aquatic Studi Club Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan) pada periode 2007/2008 serta turut aktif mengikuti seminar maupun berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus IPB. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Struktur Komunitas Makroavertebrata di Substrat Buatan dan Substrat Alami Danau Lido, Bogor”.
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................
x
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.................................................................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ....................................................................................................... 1.3. Tujuan .................................................................................................................................
1 2 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Danau Lido.......................................................................................... 2.2. Organisme Makroavertebrata ..................................................................................... 2.3. Substrat ......................................................................................................................... 2.3.1. Substrat Alami ...................................................................................................... 2.3.2. Substrat Buatan.................................................................................................... 2.4. Parameter Fisika dan Kimia Perairan................................................................... 2.4.1. Bahan Organik.................................................................................................. 2.4.2. Kualitas Air ........................................................................................................ 2.4.2.1. pH .......................................................................................................... 2.4.2.2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ...................................... 2.4.2.3. Biochemical Oxygen Demand (BOD) ......................................... 2.4.2.4. Chemical Oxygen Demand (COD)................................................ 2.4.2.5. Kekeruhan .......................................................................................... 2.4.2.6. Suhu....................................................................................................... 2.4.2.7. Total Suspended Solid (TSS)......................................................... 2.4.2.8. Total Dissolved Solid (TDS)........................................................... 2.4.2.9. Hidrogen Sulfida (H2S)...................................................................
3 3 6 6 7 8 8 9 9 9 10 10 11 11 12 12 12
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................................... 3.2. Persiapan ........................................................................................................................... 3.3. Pelaksanaan....................................................................................................................... 3.3.1. Penentuan titik sampling................................................................................. 3.3.2. Teknik Pengambilan dan Penanganan Contoh....................................... 3.3.2.1. Makroavertebrata ............................................................................. 3.3.2.2. Parameter Fisika Kimia Perairan ................................................. 3.3.3. Metode Kerja ........................................................................................................ 3.3.3.1. Makroavertebrata ............................................................................... 3.3.3.2. Parameter Fisika Kimia Perairan ................................................. 3.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data........................................................................ 3.4.1. Kepadatan Makroavertebrata........................................................................ 3.4.2. Indeks keanekaragaman (H’) ......................................................................... 3.4.3. Indeks Keseragaman (E) .................................................................................. 3.5. Analisis Data......................................................................................................................
14 15 16 16 17 17 17 18 18 18 18 19 19 20 20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ...................................................................................................................................... 4.2. Pembahasan ......................................................................................................................
21 44
vi
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ........................................................................................................................ 5.2. Saran ....................................................................................................................................
52 52
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................
53
LAMPIRAN ....................................................................................................................................
58
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Klasifikasi benthik avertebrata secara umum di danau dan sungai (Goldman & Horne 1983).................................................................................
5
2.
Karakteristik fisika dan kimia tanah dengan tekstur yang berbeda (Modifikasi Miller 1992 in Effendi 2003) ...................................
6
3.
Klasifikasi sedimen dasar berdasarkan diameter partikel (Jeffries & Mills in Effendi 2003)..................................................................................
7
4.
Persentase hidrogen sulfida terhadap sulfida total pada berbagai pH dan suhu (Boyd 1990)............................................................................
12
5.
Metode dan alat dalam pengukuran parameter fisika kimia Perairan (APHA 2009) .....................................................................................................
19
6.
Distribusi genera makroavertebrata pada masing-masing stasiun di Danau Lido .......................................................................................................................
23
7.
Indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman .............................................
40
8.
Karakteristik fisika kimia perairan Danau Lido stasiun KJA dan Non KJA. ........................................................................................................................
42
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Skema perumusan masalah penggunaan substrat buatan dalam mengkaji komunitas makroavertebrata sebagai biomonitoring perairan Danau Lido .............................................................................................................
2
2.
Peta lokasi Danau Lido, Bogor(Google Map 2009)...................................................
14
3.
Peta kondisi Danau Lido beserta stasiun pengambilan contoh .........................
15
4.
Ilustrasi peletakan substrat buatan di Danau Lido, Bogor....................................
16
5.
Jumlah genera makroavertebrata tiap stasiun di setiap sampling....................
21
6.
Kepadatan makroavertebrata yang ditemukan di Danau Lido. ..........................
25
7.
Komposisi makroavertebrata di stasiun KJA berdasarkan famili pada setiap sampling ........................................................................................................
27
8.
Komposisi makroavertebrata di stasiun Non KJA berdasarkan famili pada setiap sampling ...........................................................................................
29
Kepadatan genera dominan stasiun KJA di setiap sampling. ...............................
31
10. Kepadatan genera dominan stasiun Non KJA di setiap sampling. .....................
32
11. Status fungsional makroavertebrata pada stasiun KJA di setiap sampling ..............................................................................................................
34
12. Status fungsional makroavertebrata pada stasiun Non KJA di setiap sampling ..............................................................................................................
36
9.
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Lokasi pengambilan contoh ...............................................................................................
59
2.
Cara peletakan rangkaian substrat buatan di Danau Lido ....................................
60
3.
Alat dan bahan yang digunakan untuk makroavertebrata ...................................
61
4.
Alat dan bahan yang digunakan untuk kualitas air..................................................
62
5.
Gambar organisme makroavertebrata yang ditemukan........................................
63
6.
Klasifikasi organisme makroavertebrata yang ditemukan...................................
64
7.
Kepadatan makroavertebrata (ind/m2) di Danau Lido..........................................
74
8.
Komposisi makroavertebrata (%) di stasiun KJA.....................................................
76
9.
Komposisi makroavertebrata (%) di stasiun Non KJA ...........................................
77
10. Kepadatan makroavertebrata dalam status feeding fungsional di stasiun KJA dan stasiun Non KJA ................................................................................
78
11. Status fungsional genera makroavertebrata di Danau Lido.................................
79
12. Uji T ..............................................................................................................................................
80
x
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Danau Lido sudah ada sejak zaman Belanda. Danau ini dimanfaatkan sebagai reservoir.
Selain itu juga dimanfaatkan untuk kepentingan rumah tangga, obyek
wisata, dan kegiatan perikanan jaring apung. Pemanfaatan sumberdaya berlebihan, beban masukan hasil buangan limbah industri maupun rumah tangga, masukan bahan organik yang berasal dari kegiatan jaring apung serta kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan berdampak terhadap perubahan kondisi perairan dan lingkungan Danau Lido. Salah satu organisme yang terpengaruh dengan adanya bahan masukan bahan organik adalah makroavertebrata.
Menurut Odum (1993) komposisi maupun
besarnya populasi makroavertebrata dapat dipengaruhi oleh perubahan kualitas air antara lain kondisi fisik (seperti tipe substrat, kekeruhan, arus, kedalaman, dan suhu) dan kondisi kimia (seperti pH, oksigen terlarut, dan H2S). Masukan bahan organik ataupun perubahan substrat akan berpengaruh terhadap kepadatan, komposisi dan tingkat keanekaragaman makroavertebrata.
Oleh karena itu, makroavertebrata
digunakan sebagai indikator kualitas air suatu perairan (Hawkes 1979). Pengambilan sampel makroavertebrata tidak hanya dapat dilakukan dengan menggunakan alat konvensional (misalnya grabs, dredges, atau alat lainnya) tetapi juga dapat dilakukan dengan menggunakan substrat buatan (artificial substrates). Substrat buatan digunakan dalam pengambilan sampel di Danau Lido karena dengan cara konvensional sering tidak diperoleh benthos (Rahayu 2004; Ayu 2009). Literatur yang diperoleh menunjukkan bahwa penelitian menggunakan substrat buatan di Indonesia pernah dilakukan di lubuk Sungai Cianten, Bogor (Lukman 1990) dan di Waduk Saguling, Jawa Barat (Sudarso et al. 2002). Sedangkan di negara lain substrat buatan telah sering digunakan dalam penelitian maupun program biomonitoring lingkungan perairan oleh berbagai lembaga atau organisasi lingkungan seperti yang telah dilakukan di Amerika Serikat, di antaranya di Sungai Pegunungan Colorado (Canton & Chadwick 1983; Chadwick & Canton 1983), Philadelphia, Ohio dan California (California Regional Water Quality Control Board 2005); di Brazil, Sungai Mogi-Guaçu (Alves & Strixino 2003); di Polandia, Sungai Nysa Kłodzka (Czerniawska-Kusza 2004); di Selandia Baru; di Kanada; dan di Nigeria, Sungai Ogbe (Saliu & Ovuorie 2006).
2 1.2. Perumusan Masalah Kondisi kualitas air secara terus menerus direspon oleh makroavertebrata. Kehadiran dari
makroavertebrata
tersebut
sangat
tergantung
dari
kondisi
lingkungannya, apabila terjadi perubahan kualitas air akan berpengaruh terhadap kepadatan, komposisi, dan tingkat keragamannya.
Keberadaan dan komposisi
makroavertebrata juga sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang berasal dari beban antropogenik dan substrat yang terdapat di perairan. Permasalahan sampling dan keragaman merupakan hal penting dalam pengunaan makroavertebrata dalam penilaian efek yang ditimbulkan dari pencemaran maupun masalah lain dalam ekosistem perairan.
Oleh karena itu diperlukan teknik
pengambilan sampel yang terbaik agar keadaan perairan yang sebenarnya terwakili oleh hasil yang diperoleh.
Faktor hidrodinamika
Kualitas air
Beban antropogenik
Keberadaan makroavertebrata di tiap substrat ?
+
Jenis substrat membedakan komposisi makroavertebrata
Makroavertebrata Substrat : - Alami - Buatan
-
Gambar 1. Skema perumusan masalah penggunaan substrat buatan dalam mengkaji komunitas makroavertebrata sebagai biomonitoring perairan Danau Lido.
1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan membandingkan komunitas makroavertebrata pada substrat buatan dengan substrat alami. Dengan demikian dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan sampel benthos yang terbaik dalam monitoring lingkungan.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Danau Lido Danau Lido secara geografis terletak di antara 1060 48’ 26”-1060 48’ 50” BT dan 60 44’ 30”-60 44’ 58” LS, Desa Tugujaya, Kecamatan Cigombong, Bogor, Jawa Barat. Danau ini tepatnya terletak di jalur Bogor-Sukabumi Km 17 dari arah selatan Kotamadya Bogor. Danau Lido berada pada ketinggian 500 m dpl dan merupakan danau oligotrofik jika dilihat dari karakter fisika, kimia, dan biologinya (Soonthornsatit 1983). Danau ini merupakan perairan tergenang terbuka dengan bentuk yang tidak beraturan dan banyak terdapat teluk-teluk yang sempit. Danau ini mempunyai 1 daerah inlet dan 2 daerah outlet. Sumber air utamanya berasal dari aliran Sungai Ciletuk. Selain itu, danau ini juga menerima masukan dari air permukaan dan air dalam tanah (groundwater) dari lahan sekitarnya. Luas Danau Lido sekitar 21 ha dengan batas di bagian utara dan timur merupakan daerah pemukiman penduduk, sedangkan bagian barat merupakan perkebunan karet dan area persawahan.
2.2. Organisme Makroavertebrata Benthik avertebrata adalah hewan yang tinggal pada sedimen, atau menetap di atas atau di bawah substrat perairan tawar, estuari, dan ekosistem laut. Selama sebagian atau seluruh daur hidupnya organisme ini berada pada tempat-tempat yang terlindungi seperti pada pipa, jaring, bawah bebatuan, kayu, tumbuhan air, debris organik, dan substrat lainnya, atau hidup meliang di dalam substrat selama periode waktu tertentu.
Organisme benthik ditemukan pada bagian dalam atau atas
submerged substrat (di bawah permukaan air) baik yang berada di litoral, sublitoral atau profundal. Meskipun ukurannya sangat bervariasi dari yang berukuran kecil sampai yang berukuran cukup besar, akan cukup sulit diamati tanpa perbesaran (Goldman & Horne 1983; APHA 1995; Odum 1993; Novotny & Olem 1994; Monitoring & Non-Tidal Assessment Division 2004). Organisme benthik yang hidup bergerak di dasar danau seperti larva crayfish dan dragonfly disebut organisme epifauna. Sedangkan yang hidup meliang di bawah permukaan lumpur seperti cacing akuatik dan larva serangga disebut sebagai infauna (Goldman & Horne 1983).
4 Benthik avertebrata paling umum digunakan untuk memperkirakan status ekologi badan air dan untuk menentukan kesehatan perairan yang mengalami kontaminasi (APHA 1995; Krenkel & Novotny 1980 in Novotny & Olem 1994). Ukuran mesh size yang standar digunakan untuk menyaring benthos sebagai biomonitoring lingkungan di perairan tawar yaitu 0.595 mm (saringan standar U. S. No. 30 (APHA 1985 in U.S. Enviromental Protection Agency 1991)). menggambarkan
Sedangkan untuk lebih
makroavertebrata dari segi ukuran maupun
taksonominya
digunakan saringan standar U.S. No. 60 (mesh size berukuran 0,250 mm) (APHA 1995). Benthik avertebrata sering digunakan sebagai indikator perubahan lingkungan karena masing-masing spesies memiliki kepekaan terhadap perubahan lingkungan dan antropogenik yang berbeda-beda sehingga banyak digunakan untuk menaksir dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran industri, minyak, limbah pertanian, dan dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan lahan di permukaan perairan. Misalnya, beberapa avertebrata (stoneflies, caddisflies, dan mayflies) yang intoleran terhadap polutan sehingga jika adanya masukan polutan ke badan perairan organisme inilah yang pertama kali akan mati (Bouchard 2004). Ada 3 hal yang dapat menyebabkan perubahan pada struktur komunitas makroavertebrata yaitu beban bahan organik, perubahan substrat, dan pencemaran kimia
beracun.
Banyaknya
masukan
bahan
organik
selalu
membatasi
keanekaragaman makroavertebrata sehingga hanya jenis yang toleran terhadap perubahan yang dapat bertahan, misalnya tahan terhadap kadar oksigen terlarut yang rendah (APHA 1995; Chessman & McEvoy 1998). Klasifikasi benthik avertebrata secara umum dapat dilihat pada Tabel 1. Status fungsional feeding digunakan untuk mengelompokkan makroavertebrata ke dalam hubungan jejaring makanan (www.epa.gov).
Status fungsional feeding
makroavertebrata antara lain: 1.
Predator
: memakan avertebrata lain (misalnya dragonflies);
2.
Omnivore
: secara umum mampu memakan bahan organik yang hidup maupun bahan organik yang mati (misalnya crayfish);
3.
Collector
: mengkonsumsi bahan organik yang berupa potongan-potongan halus (FPOM, Fine Particulate Organic Matter) seperti potongan daun atau material lainnya di dasar perairan. Kelompok ini terbagi dua, yaitu: -
Filterer collectors atau suspension feeders (misalnya kerang);
5 Tabel 1. Klasifikasi benthik avertebrata secara umum di danau dan sungai. Taksonomi TURBELLARIA (cacing pipih) NEMATODA (round worms) ANNELIDA Oligochaeta (cacing bersegmen)
Habitat Perairan Umum
Cara Makan
Contoh
Karnivor
Dugesia
Umum
Karnivor, herbivor parasit
Dolichodorus
Umum
Sediment grazers
Tubifex (cacing merah)
Hirudinea (leeches) MOLUSCA Gastropoda (siput)
Umum
Karnivor, detrivor
Haemopis (lintah kuda)
Umum
Grazers
Lyimnaea (siput kolam) Planorbis (siput ramshorn)
Pelecypoda (bivalva)
Sungai
Filterers
Anodonta (swan mussel)
Umum
Detrivor
Gammarus Astacus
Perairan dengan kadar oksigen yang cukup
Omnivor
Nemoura Isoperla
Kolam, sungai
Karnivor raptorial
Libellula
Ephemeroptera (mayflies)
Umum
Sebagian besar scrappers, grazers
Baetis Ephemerella
Hemiptera (water bugs)
Umum
Karnivor berparuh, herbivor
Notonecta (perenang hitam) Gerris (water strider)
Megaloptera (hellgrammites, alderflies)
Umum
karnivor
Sialis
Trichoptera (caddis flies)
Umum
Sebagian besar filterers, scrappers
Limnephilus Hydropsyche
Coleoptera (kumbang)
Kubangan
Karnivor raptorial
Dytiscus (kumbang penyelam)
Diptera (two-winged flies)
Kubangan Danau
Filterers Karnivor raptorial
Culex (nyamuk) Chaoborus (phantom midge)
Filterers
Simulium (blackfly)
Filterers, scrappers, karnivor
Chironomus (cacing darah, midge)
CRUSTACEA Malacostraca (crayfish, amphipods) INSECTA Plecoptera (stoneflies)
Odonata (dragonflies)
Perairan berarus cepat umum
Sumber: Goldman & Horne 1983.
true
6 - Gathering collectors atau sediment/deposit feeders (misalnya larva caddisfly) 4.
Scraper/Grazer : memakan perifiton yang terdapat di bawah permukaan air (misalnya siput);
5.
Shredder
: memakan bahan organik yang kasar (CPOM, Coarse Particulate Organic Matter) seperti daun-daunan (misalnya sowbugs); dan
6.
Piercer
: memakan dengan cara memotong jaringan organisme lain (misalnya Hemiptera).
2.3. Substrat Makroavertebrata juga dapat dikoleksi semikualitatif dengan beberapa perbedaan variasi alat sampling.
Substrat yang digunakan dalam pengumpulan
makroavertebrata dari lingkungan perairan dapat berupa substrat buatan atau material alami (substrat alami) (U.S. Enviromental Protection Agency 1991).
2.3.1. Substrat Alami Odum (1993) dan Goldman & Horne (1983) menjelaskan bahwa karakteristik dasar suatu perairan sangat menentukan penyebaran makroavertebrata. Substrat perairan merupakan campuran dari beberapa ukuran materi dan partikel yang tersusun dari kepingan batu, walaupun ada juga tipe substrat seragam tunggal seperti batuan dasar. Padatan substrat permukaan (batu, batang, kayu, tumbuhan hidup) dan sedimen dasar yang halus didiami oleh serangga haptobentik dan herpobentik (Ward 1992). Kemampuan tanah dan batuan dalam menahan air tergantung pada sifat porositas dan permeabilitas tanah.
Adapun karakteristik sifat tanah ditunjukkan
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik fisika dan kimia tanah dengan tekstur yang berbeda. Tekstur tanah 1. Tanah liat/pekat (clay) 2. Lumpur (silt) 3. Pasir (sand) 4. Tanah liat/gemuk (loam)
Kapasitas Penahan Nutrien Baik Sedang Jelek Sedang
Sumber : Modifikasi Miller 1992 in Effendi 2003.
Infiltrasi Air Jelek Sedang Baik Sedang
Kapasitas Penahanan Air Baik Sedang Jelek Sedang
Aerasi Jelek Sedang Baik Sedang
7 Sedimen penyusun dasar perairan memiliki ukuran yang bervariasi. Perbedaan jenis sedimen dasar ini mempengaruhi distribusi dan kelimpahan benthos (Goldman & Horne 1983). Klasifikasi sedimen dasar berdasarkan ukurannya ditunjukkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi sedimen dasar berdasarkan diameter partikel. Diameter partikel (mm) 0,5 – 1 0,25 – 0,5 0,125 – 0,25 0,063 –0,125 0,032 – 0,063 < 0,032
Phi Scale Cateogy (-Log2 diameter) 0 1 2 3 4 5, 6, 7, 8 9, 10
Klasifikasi sediment Pasir sangat kasar (very coarse) Pasir kasar (coarse) Pasir sedang (medium) Pasir halus (fine) Pasir sangat halus (very fine) Lumpur (silt) Tanah liat (clay)
Sumber : Jeffries & Mills in Effendi 2003.
2.3.2. Substrat Buatan Substrat buatan merupakan alat yang dibuat dari material alami maupun buatan dari berbagai komposisi dan konfigurasi yang ditempatkan dalam air pada kedalaman tertentu selama periode pemaparan untuk kolonisasi komunitas makroavertebrata (APHA 1995; WDNR 1998; Klemm et al. 1990 in Saliu & Ovuorie 2006). Substrat buatan merupakan manipulasi atau imitasi dari karakteristik substrat alami (Allan 1995 in Saliu & Ovuorie 2006).
Seperti halnya substrat alami yang tenggelam
(misalnya ranting kayu), pada substrat buatan, kolonisasi utama dilakukan oleh larva serangga air, crustacea, coelenterata, bryozoan, cacing, gastropoda, dan moluska (APHA 1995). Kegunaan substrat buatan adalah untuk mendapatkan sampel populasi hewan bentik avertebrata mengingat bahwa habitat organisme tidak memungkinkan untuk suatu alat sampling kuantitatif seperti grabs, dredges, nets, dan alat sejenisnya yang digunakan pada habitat tersebut (Rosenberg & Resh 1982 in Saliu & Ovuorie 2006). Substrat buatan untuk pengambilan sampel makroavertebrata juga diyakini memberikan nilai keragaman yang lebih rendah dikarenakan substrat buatan memiliki bentuk habitat yang seragam untuk proses kolonisasi. Keuntungan utama dalam penggunaan substrat buatan untuk mendapatkan data makroavertebrata adalah untuk meminimalisasi bentuk variasi fisik seperti jenis substrat, kedalaman, dan penetrasi cahaya. Alat ini juga dapat digunakan karena tidak menggangu keberadaan organisme asli di kawasan tersebut. Substrat buatan baik
8 digunakan untuk mendapatkan data mengenai populasi makroavertebrata ketika alat konvensional tidak efisien dan tidak efektif untuk digunakan khususnya pada perairan yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.
Sifat badan air memiliki kedalaman yang besar dan keruh
2.
Sifat substrat yang tidak stabil berupa pasir dan lumpur
3.
Sifat dasar perairan yang berupa bebatuan besar dan keras
4.
Sifat badan air yang memiliki arus yang kencang Melalui substrat buatan, habitat yang tidak cocok untuk organisme benthik
dapat diatasi dengan menyeragamkan bentuk dasar dari habitat yang dapat diletakkan pada area manapun sesuai kondisi yang diinginkan. Asumsi mengenai hal ini adalah komposisi dari organisme yang mengalami kolonisasi di substrat buatan dapat digunakan untuk menduga dampak dari kegiatan antropogenik dan merupakan hal yang sama saat menggunakan alat grab (Hellawell 1978 in Saliu & Ovuorie 2006). Flannagan & Rosenberg (1982) membagi substrat buatan menjadi 8 tipe, yaitu : 1.
Kontainer berisi dengan macam-macam substrat (containers filled with various substrates);
2
Multiplate (atau multiple-plate) samplers;
3
Papan, panel, ubin;
4.
Batu bata dan balok;
5.
Lembaran plastik, polyethylene dan kain, tali temali;
6.
Substrat implant;
7.
Substrat organik alami; dan
8.
Beraneka ragam substrat (miscellaneous substrates).
2.4. Parameter Fisika dan Kimia Perairan 2.4.1.
Bahan Organik Bahan organik dalam bentuk detritus merupakan hasil pembusukan tumbuhan
dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan industri. Berbagai jenis bahan organik yang terdapat di alam ini dirombak (didekomposisi) melalui proses oksidasi, yang dapat berlangsung dalam suasana aerob (keberadaan oksigen) maupun anaerob (tanpa oksigen). Produk hasil akhir dari dekomposisi atau oksidasi bahan organik pada kondisi aerob adalah senyawa-senyawa yang stabil, sedangkan
produk
akhir
dari
dekomposisi
pada
kondisi
anaerob
selain
karbondioksoda dan air juga berupa senyawa-senyawa yang tidak stabil dan bersifat
9 toksik, misalnya ammonia, metana, dan hidrogen sulfida. Danau dan sungai biasanya memiliki kadar bahan anorganik terlarut sepuluh kali lebih besar daripada kadar bahan organik (Effendi 2003).
2.4.2.
Kualitas Air
2.4.2.1. pH Puissance d’Hydrogen (pH atau kekuatan hidrogen) didefinisikan sebagai logaritma negatif dari ion hidrogen (Goldman & Horne 1983). Nilai pH penting untuk mengindikasikan jumlah ion hidrogen bebas yang berada di dalam air karena adanya logaritma negatif (pH= -log10 [H+]). Perkiraan dari alkalinitas, karbondioksida, dan reaksi asam basa diperoleh dengan menggunakan nilai pH. Konsentrasi ion hidrogen juga merupakan salah satu indikator utama untuk evaluasi kualitas air permukaan mengontrol reaksi kimia berbagai nutrien di danau (Goldman & Horne 1983; Novotny & Olem 1994). Alkalinitas digambarkan dengan pH yang terlalu tinggi (nilai antara 7-14), sedangkan pH yang terlalu rendah menggambarkan keasaaman (nilai antara 0-7) yang akan
mempengaruhi
kehidupan
organisme
akuatik.
Begitu
pula
dengan
toksisitas/daya racun suatu senyawa kimia yang dapat berubah jika pH berubah seperti ammonia meningkat bila pH naik, dan H2S meningkat bila kadar pH turun (Goldman & Horne 1983; Novotny & Olem 1994). Hawkes
(1979)
menyatakan
bahwa
makrozoobenthos
mempunyai
kenyamanan kisaran pH yang berbeda-beda. Sebagian besar biota akuatik menyukai nilai pH sekitar 7-8,6.
Nilai pH sekitar 6,0-6,5 akan sedikit menurunkan
keanekaragaman makroavertebrata (Novotny & Olem 1994). Sebagai contoh, siput dan bivalva bercangkang kapur yang biasanya berada pada danau dengan pH 6,3 sebagian besar berkurang densitasnya pada perairan dengan pH di bawah 6, dan beberapa siput pada pH 5,2 juga berkurang densitasnya (Mason 1991). Sedangkan menurut Goldman & Horne (1983) dan Novotny & Olem (1994) ketika pH di danau turun hingga di bawah 4 atau 5 kelimpahan spesies akan berkurang drastis.
2.4.2.2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) Keberadaan oksigen di perairan sangatlah vital. Tanpa adanya oksigen maka sebagian besar kehidupan akuatik akan menghilang. Oksigen banyak dihasilkan oleh
10 mekanisme aerasi (difusi dari atmosfer) dan proses fotosintesis (Quinby-Hunt et al. 1986). Fluktuasi harian oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia yang lain, terutama pada saat kondisi tanpa oksigen, yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kelarutan beberapa unsur kimia di perairan (Jeffries & Mills 1996 in Effendi 2003). Selain itu, penurunan konsentrasi DO juga dapat menyebabkan dampak yang kurang baik bagi makroavertebrata karena oksigen terlarut dibutuhkan untuk respirasi makroavertebrata seperti insekta akuatik sehingga merupakan parameter lingkungan yang sangat penting (Ward 1992). Distribusi dan kelimpahan benthos (misalnya larva serangga, crustacea, dan moluska) sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan tipe dasar perairan. Kebanyakan posulasinya ditemukan di atas sedimen pada lapisan termoklin dan tepi danau yang mengalami turbulensi oksigen dan yang makanannya melimpah. Pada bagian bawah termoklin, jumlah mereka turun karena terjadi penurunan suhu. Organisme yang memiliki spesialisasi tertentu saja yang dapat mendiami zona profundal danau eutrof dimana kandungan oksigen juga rendah (Goldman & Horne 1983). Misalnya larva Chaoborus sp. yang mampu bertahan pada kondisi tanpa atau sedikit oksigen (Ward 1992).
2.4.2.3. Biochemical Oxygen Demand (BOD) BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh komunitas biologi pada periode waktu tertentu (dalam mg O2/l) yang menggambarkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik secara biologi dan kimia dari perkiraan oksigen yang terdapat dalam botol sampel di awal dan akhir pengujian (Quinby-Hunt et al. 1986). Proses oksidasi terjadi di dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20°C selama lima hari dalam keadaan tanpa cahaya (APHA 1995). Nilai BOD perairan dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik (Effendi 2003).
2.4.2.4. Chemical Oxygen Demand (COD) COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis
11 (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O (Quinby-Hunt et al. 1986). Pada sampel yang diperoleh dari sumber yang spesifik COD dapat dihubungkan dengan BOD, karbon organik ataupun bahan organik (APHA 1995).
2.4.2.5. Kekeruhan Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yan tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1995; Ward 1992). Menurut hasil U.S. Enviromental Protection Agency (1973) in Quinby-Hunt et al. (1986) kekeruhan yang tinggi dapat menjadi masalah yang serius dalam kehidupan akuatik dimana kekeruhan yang tinggi akan mereduksi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air.
Konsekuensinya, akan terjadi reduksi fotosintesis yang akhirnya
mempengaruhi organisme yang berada di perairan tersebut.
2.4.2.6. Suhu Suhu merupakan parameter penting dalam program biomonitoring kualitas air karena mengontrol berbagai proses yang terjadi di air.
Suhu suatu badan air
dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitute), waktu dalam sehari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Quinby-Hunt et al. 1986; Effendi 2003).
Perubahan suhu sangat
berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air (Quinby-Hunt et al. 1986). Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas karena organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit (stenotermal) (Odum 1993). Sebagian besar makrozoobenthos dapat mentolerir suhu air di bawah 35C, walaupun ada yang mampu bertahan pada suhu yang ekstrim panas misalnya pada sumber mata air panas yang bersuhu 35C hingga 50C. Contoh serangga yang dapat hidup pada suhu ekstrim tersebut misalnya: larva diptera Famili Chironomidae, Culicidae, Stratiomyidae, dan Ephydridae; larva Coleoptera Famili Dytiscidae dan Hydrophylidae, Hemiptera, dan Odonata (Ward 1992). Menurut Macan (1974) suhu
12 36,5-41C merupakan lethal temperature bagi makrozoobenthos artinya pada suhu tersebut organisme benthik telah mencapai titik kritis yang dapat menyebabkan kematian.
2.4.2.7. Total Suspended Solid (TSS) Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi dan tidak larut dalam air serta tersaring pada kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 µm (APHA 1995). TSS terdiri dari lumpur atau pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi 2003).
2.4.2.8. Total Dissolved Solid (TDS) Padatan Terlarut Total (Total Dissolved Solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Rao 1992 in Effendi 2003).
Nilai TDS perairan sangat
dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan industri) (Effendi 2003).
2.4.2.9. Hidrogen Sulfida (H2S) Hidrogen sulfida (H2S) merupakan salah satu bentuk sulfur di perairan (Cole 1988 in Effendi 2003). Apabila di perairan tidak terdapat oksigen dan nitrat maka sulfat berperan sebagai sumber oksigen pada proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri anaerob.
Pada kondisi ini ion sulfat direduksi menjadi ion sulfit yang
membentuk kesetimbangan dengan ion hidrogen untuk membentuk hidrogen sulfida (Effendi 2003). Hidrogen sulfida (H2S) membentuk kesetimbangan dengan HS- dan S2-, seperti yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi berikut (APHA 1995); H2S ↔ H+ + HS- ↔ 2 H+ + S2Persentase hidrogen sulfida terhadap sulfida total di perairan ditunjukkan dalam Tabel 4. Pada pH 5, sekitar 99% sulfur terdapat dalam bentuk H2S. Pada kondisi ini, tekanan parsial H2S dapat menimbulkan permasalahan bau yang cukup serius. H2S
13 bersifat mudah larut, toksik, dan menimbulkan bau seperti telur busuk. Oleh karena itu, toksisitas H2S meningkat dengan penurunan nilai pH (Effendi 2003).
Tabel 4. Persentase hidrogen sulfida terhadap sulfida total pada berbagai pH dan suhu. pH 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 Sumber: Boyd 1990.
Suhu 26 99,0 96,9 90,8 75,8 49,7 23,8 9,0 3,0 1,0
28 98,9 96,7 90,3 74,6 48,2 22,7 8,5 2,9 0,9
30 98,9 96,5 89,7 73,4 46,6 21,6 8,0 2,7 0,9
32 98,9 96,3 89,1 72,1 45,0 20,6 7,6 2,5 0,8
3. METODE PENELITIAN 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada dua stasiun dengan kondisi habitat yang berbeda
dari bulan Februari-Oktober 2009 selama empat kali pengambilan contoh yang berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Pada masing-masing stasiun diambil contoh di dua kedalaman yang berbeda yaitu pada substrat alami (di antara kedalaman 6-6,5 m) dan pada substrat buatan (kedalaman 5 m). Substrat alami diambil di sekitar titik pengambilan contoh substrat buatan. Gambar lokasi pengambilan contoh dapat dilihat pada Lampiran 1, peta lokasi Danau Lido dapat dilihat pada Gambar 2, dan peta kondisi Danau Lido beserta stasiun pengambilan contoh dapat dilihat di Gambar 3.
Peta Lokasi Danau Lido N
0 km
40 km
6 40' 42"
Keterangan : Danau Lido
Inset
Peta Jawa Barat
Sumber :
Google Map 2009 106 49' 47"
Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor (Google Map 2009).
Stasiun KJA terletak pada 106°48’41” BT dan 6°45’12” LS. Stasiun KJA letaknya dekat dengan outlet yang berarus lambat sehingga perairannya relatif tenang dan di tepian danau terdekat terdapat semak-semak. Pada tepian danau terdapat beberapa rumah makan dan pemukiman penduduk yang letaknya cukup dekat dari stasiun KJA.
15
Gambar 3. Peta Kondisi Danau Lido beserta stasiun pengambilan contoh.
Stasiun Non KJA terletak pada 106°48’39” 106 BT dan 6°44’42” LS. Stasiun ini mewakili daerah yang berada di dekat area pertanian.. Pada dasar perairannya banyak terdapat tumbuhan air tenggelam dan pada tepian danau terdekat dengan stasiun tersebut terdapat persawahan, perkebunan dan berbagai jenis pohon. Sedangkan di bagian selatan dari stasiun terdapat inlet yang melewati area persawahan. ersawahan.
3.2. Persiapan Substrat buatan yang digunakan terbuat terb dari kain flanel yang dipasang pasang pada kerangka kawat dengan benang sulam. Ukuran masing-masing masing masing substrat buatan (30 x 30) cm2 dengan mata jaring (0 (0,20 x 0,20) cm2. Kemudian disusun secara seri sebanyak 3 buah (sebagai ulangan) dengan bambu berjarak masing-masingnya masing masingnya 20 cm dan akan diletakkan di bawah badan air dekat dengan dasar perairan (substrat alami) dengan diberi pemberat dan pelampung sebagai tanda. Substrat buatan diletakkan pada kedalaman yang sama yaitu 5 m untuk masingmasing masing titik sampling. Ilustrasi peletakan rangkaian substrat buatan di Danau Lido dapat dilihat pada Gambar 3 3, sedangkan cara peletakan substrat buatan dapat dilihat pada Lampiran 2. ebelum pengambilan Perendaman seluruh rangkaian substrat buatan dilakukan sebelum contoh benthos pada kedua stasiun di Danau Lido yang dilakukan pada hari yang sama
16 dengan jumlah substrat buatan yang sama untuk masing-masing stasiun (4 rangkaian substrat buatan pada masing-masing stasiun untuk 4 periode pengambilan contoh).
Permukaan perairan pelampung
5m
tali 6m
substrat buatan
1
2
bambu
3
1-1,5 m
pemberat Dasar perairan
Gambar 4. Ilustrasi peletakan substrat buatan di Danau Lido, Bogor. Keterangan : 1, 2, dan 3 menyatakan ulangan substrat buatan yang digunakan dalam penelitian.
3.3. Pelaksanaan 3.3.1. Penentuan Titik Sampling Titik sampling terdiri dari 2 stasiun yang ditentukan berdasarkan keterwakilan lokasi pada dua area yang berbeda pada Danau Lido. Stasiun KJA merupakan stasiun yang mewakili daerah yang berada di dekat area keramba jaring apung. Sedangkan stasiun Non KJA merupakan stasiun yang mewakili daerah yang berada di dekat area pertanian.
17 3.3.2. Teknik Pengambilan dan Penanganan Contoh Pengambilan contoh makroavertebrata dan contoh air dilakukan dari atas perahu yang berhenti pada posisi stasiun yang telah ditentukan pada waktu yang sama yaitu pada hari ke-7 (14 Mei 2009), ke-14 (21 Mei 2009), ke-28 (4 Juni 2009), dan hari ke-58 (2 Juli 2009) setelah hari perendaman substrat buatan (7 Mei 2009). Pengambilan contoh air menggunakan Varn Dorn Water Sampler. Contoh air diambil di kedalaman 5 m dan di dekat dasar perairan. Sedangkan pengambilan contoh makroavertebrata menggunakan substrat buatan dan alat sampling konvensional (Petersen Grab) untuk substrat alami. Pengambilan contoh makroavertebrata pada substrat alami dilakukan di sekitar titik pengambilan contoh substrat buatan setelah substrat buatan diambil dari badan perairan. Tiap stasiun dilakukan pengambilan contoh makroavertebrata dengan masing-masing 3 kali ulangan untuk substrat alami dan 3 kali ulangan untuk substrat buatan pada setiap periode sampling (4 kali pengambilan contoh).
3.3.2.1. Makroavertebrata Contoh yang berasal dari substrat alami langsung disaring di lapangan. Sampel beserta substrat yang terambil menggunakan Petersen Grab diletakkan dalam ember kemudian diberi air. Setelah diaduk, lalu campuran disaring menggunakan saringan berukuran 0,5 mm untuk membuang substrat. Kemudian, contoh makroavertebrata yang telah disaring dimasukkan ke dalam botol contoh berlabel dan direndam dalam larutan formalin 10%. Sedangkan contoh makroavertebrata yang terdapat di substrat buatan beserta substrat buatannya langsung dimasukkan ke dalam kantong plastik berlabel dan diberi larutan formalin 10%.
3.3.2.2. Parameter Fisika Kimia Perairan Contoh air yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam botol contoh yang berlabel dan diberi perlakuan atau pengawetan sesuai dengan parameter yang akan dianalisis. Analisis beberapa parameter seperti suhu, pH, dan DO dilakukan secara insitu. Sedangkan untuk pengukuran kekeruhan, H2S, TSS, TDS, BOD, dan COD dilakukan secara ex-situ di Laboratorium Biologi Mikro I, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
18 3.3.3. Metode Kerja 3.3.3.1. Makroavertebrata Contoh makroavertebrata yang diperoleh disortir dari serasahnya di Laboratorium Biologi Mikro I, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan mikroskop bedah, pinset, cawan petri, dan baki sebagai wadah penampung hasil saringan. Makroavertebrata hasil penyortiran dimasukkan ke dalam botol contoh berlabel stasiun, waktu sampling, dan ulangan kemudian diawetkan dengan larutan alkohol 70%. Setelah itu diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo dan majemuk. Identifikasi diusahakan sampai ke tingkat genus. Khusus untuk cacing Oligochaeta dan insekta Diptera (Chironomidae) sebelum diidentifikasi dibuat preparat permanen terlebih dahulu dengan menggunakan larutan mounting CMCP-10 (Polyscience Inc.). Identifikasi organisme menggunakan buku identifikasi Van Benthem Jutting (1956), Brinkhurst & Jamieson (1971), Pennak (1978 dan 1989), Brinkhust & Pinder (1994) Milligan (1997), Kathman & Brinkhust (1999), Epler (2001), dan Thompson (2004). Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian untuk makroavertebrata dapat dilihat pada lampiran 3.
3.3.3.2. Parameter Fisika Kimia Perairan Pengambilan contoh air dilakukan di tempat dan waktu yang sama dengan pengambilan contoh makroavertebrata.
Metode dan alat dalam pengukuran
parameter fisika kimia perairan di Danau Lido dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan alat dan bahan yang digunakan selama penelitian untuk kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan dan pengolahan data diarahkan dalam rangka membedakan kelompok makroavertebrata di kedua tipe substrat.
Dari kedua tipe substrat
dibandingkan komposisi, genera dominan, status fungsional makanan, indeks keanekaragaman, dan indeks keseragamannya.
19 Tabel 5. Metode dan alat dalam pengukuran parameter fisika kimia perairan. Parameter Unit Alat/Metode Keterangan Fisika 1. Suhu °C Termometer/pemuaian In-situ 2. Kekeruhan NTU Turbidity meter/Nephelometrik Ex-situ 3. TSS mg/l Timbangan Analitik/gravimetrik Ex-situ 4. TDS mg/l Timbangan Analitik/gravimetrik Ex-situ Kimia 1. H2S mg/l Ex-situ Titrasi/iodometrik 2. pH In-situ pH meter/potensiometrik 3. DO Titrasi/modifikasi metode Winkler mg/l In-situ 4. BOD Titrasi/modifikasi Winkler dan mg/l Ex-situ inkubasi 5. COD Titrasi/Heat dilution method mg/l Ex-situ Keterangan : pengukuran berdasarkan APHA (1995).
3.4.1. Kepadatan Makroavertebrata Kepadatan makroavertebrata didefinisikan sebagai jumlah individu per satuan luas (m2). Contoh makroavertebrata yang telah diidentifikasi dihitung kepadatannya dengan menggunakan rumus (Odum 1993):
Keterangan: K = kepadatan makroavertebrata genera ke-i (ind/m2) a = jumlah individu makroavertebrata genera ke-i pada setiap jaring benthos (ind) b = Luas bukaan Petersen Grab ((13 x 26)cm2) atau luas permukaan substrat yang digunakan ((30 x 30)cm2) (nilai 10.000 adalah konversi dari cm2 ke m2)
3.4.2. Indeks Keanekaragaman (H’) Keanekaragaman genera menunjukkan jumlah jenis organisme yang terdapat dalam
suatu
area.
Nilainya
dapat
diketahui
dengan
modifikasi
Indeks
keanekaragaman Shannon (Shannon dan Weaver 1948 in Welch & Lindell 1992) yaitu :
Keterangan : H’ ni N s
= indeks keanekaragaman = jumlah individu dari genera ke-i = jumlah total individu = jumlah total genera
20 3.4.3. Indeks Keseragaman (E) Keseragaman adalah komposisi individu tiap genera yang terdapat dalam suatu komunitas (Krebs 1989).
Hal ini didapat dengan cara membandingkan Indeks
Keanekaragaman dengan nilai maksimumnya (Magurran 1988 dan Wu 1981), sehingga diperoleh formulasi sebagai berikut :
Keterangan :
E H’ H’maks S
= Indeks keseragaman = indeks keanekaragaman = nilai keragaman maksimum = jumlah genera
Dari perbandingan tersebut maka akan didapat suatu nilai yang besarnya antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai E akan semakin kecil pula keseragaman populasi genera makroavertebrata yang telah diidentifikasi.
3.4.4. Analisis Data Perbedaan kelimpahan makroavertebrata yang terdapat pada substrat alami dan substrat buatan dianalisis dengan menggunakan uji-t. Menurut Elliot (1971), uji-t digunakan untuk membandingkan 2 contoh berukuran kecil (n<50). Hipotesis null (Ho) menggambarkan sampel dari populasi dengan mean yang sama (μ1 =μ2). Bentuk hipotesis yang dapat diuji adalah sebagai berikut :
dengan :
Perbedaan mean contoh signifikan bila P <0,05 yaitu ketika nilai kalkulasi t lebih besar daripada nilai tabulasi (t hitung >t tabel). Tolak H0 bila terdapat perbedaan yang signifikan pada mean contoh.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Berdasarkan hasil pengamatan selama empat kali pengambilan contoh di dua stasiun dengan dua titik pada masing-masing stasiun ditemukan 41 genera makroavertebrata dari 20 famili.
Setiap pengamatan tidak semua genera yang
ditemukan, ada beberapa genera yang ditemukan pada beberapa kali pengamatan. Contoh gambar organisme makroavertebrata yang ditemukan dapat dilihat pada Lampiran 5, klasifikasi organisme makroavertebrata yang ditemukan di Danau Lido dapat dilihat di Lampiran 6, dan kepadatan organisme makroavertebrata yang ditemukan dapat dilihat pada Lampiran 7. Jumlah genera yang ditemukan di Danau Lido selama penelitian ditampilkan dalam grafik yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Jumlah Genera
25 20 15 10 5 0 7
14
28
Waktu pengamatan (hari ke-)
56
stasiun KJA substrat alami stasiun KJA substrat buatan stasiun Non KJA substrat alami stasiun Non KJA substrat buatan Gambar 5. Jumlah genera makroavertebrata tiap stasiun di setiap sampling.
Jumlah genera penyusun komunitas makroavertebrata antar stasiun di tiap sampling bervariasi. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa pada substrat buatan dapat diperoleh genera yang lebih banyak dibandingkan dengan substrat alami pada setiap stasiun. Stasiun KJA alami tidak ditemukan komunitas makroavertebrata, sedangkan di stasiun KJA buatan (kedalaman 5 m) ditemukan jumlah genera makroavertebrata dengan kisaran 3 sampai 9 genera. Sedangkan pada stasiun Non KJA alami ditemukan kisaran 3 sampai 11 genera dan di stasiun Non KJA buatan ditemukan jumlah genera makroavertebrata dengan kisaran 1 sampai 21 genera.
22 Pada stasiun KJA, hasil yang diperoleh antara substrat buatan dan substrat alami sangat berbeda. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa hasil sampling pada substrat alami stasiun KJA tidak diperoleh organisme makroavertebrata baik di sampling ke-1, ke-2, ke-3, maupun sampling ke-4. Sedangkan di substrat buatan stasiun KJA yang berada pada kedalaman 5 m (sekitar 1-1,5 m di atas dasar perairan) yang diperoleh organisme makroavertebrata baik di sampling ke-1, ke-2, ke-3, maupun sampling ke-4. Dari Gambar 5, terlihat bahwa sampling hari ke-2 diperoleh jumlah genera terbanyak di substrat buatan stasiun KJA
yaitu sebanyak 9 genera.
Jumlah ini
diperoleh pada sampling hari ke-2 ketika waktu kolonisasi telah mencapai minggu ke2 dari waktu perendaman substrat buatan. Berdasarkan Gambar 5 di atas dapat diketahui pula jumlah genera tertinggi yang ditemukan antara substrat buatan dan substrat alami stasiun Non KJA tidak sama besarnya. Jumlah genera yang ditemukan pada substrat buatan stasiun Non KJA lebih banyak dibandingkan genera yang ditemukan substrat alami stasiun Non KJA maupun stasiun KJA buatan. Jumlah genera tertinggi di substrat alami stasiun Non KJA sebesar 11 genera yang ditemukan pada sampling hari ke-3.
Sedangkan jumlah genera
tertinggi di substrat buatan stasiun Non KJA sebesar 23 genera yang ditemukan pada sampling hari ke-2 dimana waktu kolonisasi telah mencapai minggu ke-2 dari waktu perendaman substrat buatan. Adapun di stasiun Non KJA, hasil yang diperoleh antara substrat buatan dan substrat alaminya tidak menunjukkan keadaan yang sama seperti stasiun KJA. Dari Gambar 5, pada kedua substrat baik substrat alami maupun substrat buatan di stasiun Non KJA ditemukan sejumlah organisme makroavertebrata baik pada sampling ke-1, sampling ke-2, sampling ke-3 maupun sampling ke-4.
Selain itu, genera yang
ditemukan pada stasiun Non KJA lebih banyak daripada stasiun KJA terutama pada substrat buatan stasiun Non KJA.
Keberadaan genera dari masing-masing
makroavertebrata yang ditemukan di Danau Lido dapat dilihat pada Tabel 6.
23 Tabel 6.
Distribusi genera makroavertebrata pada masing-masing stasiun di Danau Lido. Taksonomi
I. Calanoida 1. Diaptomus sp. II. Cladocera 2. Daphnia sp. III. Decapoda 3. Macrobrachium sp. IV. Diptera 4. Anatopynia sp. 5. Ablabesmyia sp. 6. Chaoborus sp. 7. Chironomus sp. 8. Clinotanypus sp. 9. Dicrotendipes sp. 10. Kiefferulus sp. 11. Macropelopia sp. 12. Micropsectra sp. 13. Pentaneura sp. 14. Polypedilum sp. 15. Procladius sp. 16. Psectrocladius sp. 17. Pseudochironomus sp. 18. Pupae Chironomidae (sp. 1) 19. Tribelos sp. IV. Ephemeroptera 20. Neoephemera sp. V. Hemiptera 21. Trichocorixa sp. VI. Mesogastropoda 22. Anentome helena 23. Digoniostoma trucatum 24. Physa sp. 25. Pomacea sp. VIII.Odonata 26. Aeshna sp. 27. Erythemis sp. 28. Lestes sp. IX. Podocopida 29. Cypris sp. X. Rhynchobdellida 30. Helobdella sp. XI. Trichoptera 31. Rhyacophila sp. XII. Tricladida 32. Cura foremanii XIII.Tubificida 33. Aulodrilus sp. 34. Branchiodrilus semperi 35. Branchiura sowerbyi 36. Dero sp. 37. Nais sp. 38. Pristina sp. 39. Pristinella sp 40. Slavina sp. 41. Stylaria sp.
Keterangan : - : tidak ditemukan; + : ditemukan.
Stasiun Non KJA substrat alami
KJA substrat alami
KJA substrat buatan
Non KJA substrat buatan
-
+
-
-
-
+
-
+
-
-
-
+
-
+ + + + + -
+ + + + + -
+ + + + + + + + + + + + +
-
-
-
+
-
+
-
+
-
+ +
+ +
+ + +
-
-
-
+ + +
-
+
-
+
-
+
+
+
-
+
-
+
-
-
+
-
-
+ + + +
+ + + + + + -
+ + + + + + +
24 Dari Tabel 6, diketahui keberadaaan organisme yang ditemukan pada substrat buatan stasiun KJA selama penelitian berjumlah 17 genera yang berasal dari 10 famili dengan jumlah ordo sebanyak 8 ordo. Organisme yang ditemukan antara lain berasal dari ordo Cladocera (Daphnia sp.), Calanoida (Diaptomus sp.), Diptera (Chironomus sp., Clinotanypus sp., Kiefferulus sp., Pentaneura sp., dan Procladius sp.), Tubificida (Nais sp., Pristina sp., Stylaria sp., dan Aulodrilus sp.), Hemiptera (Trichocorixa sp.), Mesogastropoda (Pomacea sp. dan Physa sp.), Podocopida (Cypris sp.), Rhynchobdellae (Helobdella sp.), dan Trichoptera (Rhyacophila sp.). Dari Tabel 6, diketahui keberadaan genera pada lokasi stasiun Non KJA alami yang ditemukan sebanyak 15 genera yang termasuk ke dalam 8 famili dengan jumlah ordo sebanyak 5 ordo. Organisme yang ditemukan antara lain berasal dari ordo Mesogastropoda (Pomacea sp. dan Anentome helena), Diptera (Ablabesmyia sp., Anatopynia sp., Clinotanypus sp., Macropelopia sp., dan Chaoborus sp.,), Tubificida (Branchiodrilus semperi, Dero sp., Nais sp., Pristinella sp., Aulodrilus sp., dan Branchiura sowerbyi), Rhynchobdellae (Helobdella sp.), dan Tricladida (Cura foremanii). Sedangkan keberadaan genera terbanyak pada stasiun Non KJA di substrat buatan (lihat Tabel 6) sebesar 33 genera yang termasuk kedalam 16 famili dengan jumlah ordo sebanyak 11 ordo.
Organisme yang ditemukan berasal dari ordo
Tubificida (Dero sp., Nais sp., Pristina sp., Pristinella sp., Slavina sp., Stylaria sp., dan Aulodrilus sp.), Mesogastropoda (Pomacea sp., Anentome helena, dan Digoniostoma trucatum), ordo Diptera (Ablabesmyia sp., Chironomus sp., Clinotanypus sp., Dicrotendipes sp., Kiefferulus sp., Micropsectra sp., Pentaneura sp., Polypedilum sp., Procladius sp., Psectrocladius sp., Pseudochironomus sp., Pupae Chironomidae (sp.1), dan Tribelos sp.), Rhynchobdellae (Helobdella sp.), Cladocera (Daphnia sp.,), Ephemeroptera (Neoephemera sp.), Hemiptera (Trichocorixa sp.), Trichoptera (Rhyacophila sp.), Decapoda (Macrobrachium sp.), Odonata (Aeshna sp., Lestes sp., dan Erythemis sp.), dan Podocopida (Cypris sp.). Jenis Ephemeroptera (Neoephemera sp.), Decapoda (Macrobrachium sp.), dan Odonata (Aeshna sp., Lestes sp., dan Erythemis sp.) hanya ditemukan di stasiun Non KJA pada substrat buatan dan dalam jumlah sedikit terutama Decapoda. Makroavertebrata yang ditemukan dihitung kepadatannya di tiap stasiun baik pada substrat alami maupun substrat buatan di tiap sampling. Nilai kepadatan di tiap stasiun pada setiap sampling dapat dilihat di Lampiran 7, sedangkan untuk kepadatan makroavertebrata yang ditemukan di tiap stasiun pada setiap sampling dapat dilihat
25 pada Gambar 6. Nilai kepadatan dipengaruhi oleh variasi kondisi fisika kimia perairan, substrat dasar dan arus.
1800 1529
Kepadatan (ind/m2)
1600 1400
1125
1200 934
1000 800 600
617 544
590 296
400 200
79
157
126
174 26
0 7
14 28 56 Waktu Pengamatan (hari ke-) stasiun KJA substrat alami stasiun KJA substrat buatan stasiun Non KJA substrat alami stasiun Non KJA substrat buatan Gambar 6. Kepadatan makroavertebrata yang ditemukan di Danau Lido.
Dari Gambar 6 dapat dilihat kepadatan makroavertebrata tiap stasiun pada tiap sampling bervariasi kecuali pada substrat alami stasiun KJA karena tidak ditemukannya organisme makroavertebrata. Jumlah kepadatan tertinggi pada stasiun KJA di substrat buatan yaitu sebesar 590 ind/m2 yang diperoleh pada sampling ke-1. Sedangkan jumlah kepadatan terendah pada stasiun KJA di substrat buatan yaitu sebesar 26 ind/m2 yang diperoleh di sampling ke-3. Berdasarkan Gambar 6, jumlah kepadatan tertinggi yang berada di stasiun Non KJA baik di substrat alami maupun substrat buatan diperoleh pada sampling ke-3. Nilai kepadatan tertinggi stasiun Non KJA di substrat alami sebesar 1529 ind/m2 dan substrat buatan sebesar 1125 ind/m2. Lain halnya dengan jumlah kepadatan terendah stasiun Non KJA. Nilai kepadatan terendah diperoleh pada sampling ke-1 yaitu sebesar 79 ind/m2 pada substrat alami dan 157 ind/m2 pada substrat buatan. Dari kedua stasiun, nilai kepadatan tertinggi berasal dari substrat alami stasiun Non KJA sedangkan nilai kepadatan terendah berada pada stasiun KJA alami dengan tidak diperolehnya organisme makroavertebrata (0 ind/m2).
26 Komposisi famili makroavertebrata di stasiun KJA di setiap sampling dapat di lihat pada Gambar 7, sedangkan nilai komposisinya dapat di lihat di Lampiran 8. Sampling ke-1 di substrat buatan stasiun KJA komposisi terbesar dimiliki oleh organisme dari famili Daphnidae dengan nilai 89,83%. Komposisi terbesar ke-2 dimiliki oleh famili Chironomidae dengan nilai sebesar 4,40%, sedangkan komposisi terbesar ke-3 dimiliki oleh famili Corixidae dengan nilai sebesar 3,22%. Selain itu juga ditemukan organisme dari famili Naididae, Diaptomidae, dan famili Glossiphoniidae dalam jumlah sedikit yaitu masing-masing sebesar 1,19%, 0,68%, dan 0,68%. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa famili Daphnidae memiliki komposisi terbesar di sampling ke-2 dengan nilai sebesar 55,57%.
Chironomidae memiliki
komposisi sebesar 23,81% dan menempati urutan terbesar ke-2. Komposisi terbesar ke-3 dimiliki oleh dua famili yaitu organisme dari famili Ampullariidae dan Corixidae dengan perolehan nilai yang sama yaitu sebesar 5,56%. Selain itu juga ditemukan organisme dari famili Naididae, Glossiphoniidae, dan Rhyacophilidae dengan komposisi yang sama pada masing-masing famili yaitu sebesar 3,17%. Berdasarkan Gambar 7, sampling ke-3 hanya terdapat tiga famili dengan komposisi terbesar ditempati oleh dua famili, yaitu famili Daphnidae dan famili Chironomidae perolehan nilai yang sama yaitu sebesar 42,31%. Kemudian famili Corixidae dengan komposisi terbesar ke-2 sebesar 15,38%. Dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa pada sampling ke-4 komposisi terbesar ditempati oleh famili Glossiphoniidae dengan nilai sebesar 61,50%.
Komposisi
terbesar ke-2 dimiliki oleh dua famili yaitu Ampullariidae dan Cyprididae dengan nilai masing-masing sebesar 10,92%. Sedangkan komposisi terbesar ke-3 ditempati oleh famili Naididae yaitu sebesar 8,4%. Selain itu juga ditemukan famili Tubificidae, Physidae, dan Chironomidae dalam jumlah kecil dengan komposisi masing-masing sebesar 4,02%, 2,30%, dan 2,30%.
27 Stasiun KJA substrat alami Ch 004%
Stasiun KJA substrat buatan Co 003%
Gl 001%
Da 89,831 091%
Di 001%
hari ke-7
tidak ditemukan makroavertebrata
Am 006% Co 006%
Gl 003%
Rh 003%
Na 001% Da 057% hari ke-14
Ch 024% Na 003%
Co 015% Da 041%
Ch 041% hari ke-28 Ch 003%
Tu 004%
Am 012% Ph 003%
Gl 067%
Cy 012% hari ke-56
Gambar 7. Komposisi makroavertebrata di stasiun KJA berdasarkan famili pada setiap sampling. Keterangan: Da (Daphnidae); Di (Diaptomidae); Ch (Chironomidae); Cha (Chaoboridae); Na (Naididae); Tu (Tubificidae); Co (Corixidae); Am (Ampullariidae); Ph (Physidae); Cy (Cyprididae); Gl (Glossiphoniidae); dan Rh (Rhyacophilidae).
28 Komposisi makroavertebrata di stasiun Non KJA di setiap sampling dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan nilai komposisinya dapat dilihat di Lampiran 9. Hasil sampling pada stasiun Non KJA berbeda dengan stasiun KJA dimana pada stasiun Non KJA ditemukan organisme makroavertebrata baik pada substrat alami maupun substrat buatan di sampling ke-1, ke-2, ke-3, maupun sampling ke-4. Organisme makroavertebrata yang ditemukan pada stasiun Non KJA ini berasal dari famili Daphnidae, Chironomidae, Chaoboridae, Neoephemeridae, Naididae, Tubificidae, Corixidae, Ampullariidae, Buccinidae, Bulimidae, Palaemonidae, Aeshnidae, Lestidae, Libellulidae, Cyprididae, Glossiphoniidae, dan Dugesiidae. Pada Gambar 8 di stasiun Non KJA pada substrat alami, jumlah famili yang ditemukan cenderung meningkat di setiap samplingnya. Jumlah famili bervariasi dengan jumlah famili tertinggi sebesar 7 famili pada sampling ke-3, dan sampling ke-4. Sedangkan jumlah famili terendah sebesar 2 famili pada sampling ke-1. Dari Gambar 8 dapat diketahui, sampling ke-1 substrat alami stasiun Non KJA, hanya diperoleh 2 famili.
Famili yang diperoleh yaitu famili Tubificidae dengan
komposisi nilai 87,34% dan famili Glossiphoniidae dengan komposisi nilai sebesar 12,66%. Sampling ke-2 substrat alami stasiun Non KJA diperoleh organisme dari 3 famili.
Famili Tubificidae memiliki nilai tertinggi sebesar 50,00%, kemudian
Ampullariidae sebesar 26,69%, dan Naididae sebesar 23,31%. Berdasarkan Gambar 8 dapat di lihat bahwa pada sampling ke-3, substrat alami stasiun Non KJA diperoleh organisme dari 7 famili. Famili yang ditemukan antara lain famili Tubificidae dengan nilai tertinggi sebesar 63,83%, kemudian famili Naididae sebesar
13,60%,
Dugesiidae
sebesar
9,03%,
Chaoboridae
sebesar
6,47%,
Ampullariidae sebesar 3,20%, Glossophoniidae sebesar 2,55%, dan yang terendah famili Chironomidae sebesar 1,31%. Dari Gambar 8 juga padat dilihat bahwa pada sampling ke-4 jumlah famili yang ditemukan sama banyak dengan sampling ke-3 yaitu sebanyak 7 famili. Famili yang ditemukan antara lain famili Ampullariidae dengan jumlah tertinggi yaitu sebesar 43,57%, kemudian famili Tubificidae (23,53%), Naididae (16,35%), Chironomidae (5,51%), Chaoboridae (5,51%), Buccinidae (3,68%), dan yang terendah famili Glossophoniidae sebesar 1,84%.
29 Stasiun Non KJA substrat alami Gl 013%
Tu 087%
Stasiun Non KJA substrat buatan Cy Am Le 003% Da 003% 003% 012% Co 004%
Na 025%
hari ke-7
Am 027%
Na 023%
Tu 050% hari ke-14
Gl 003% Am 003%
Ch Du 001% 009%
Cu 006%
Tu 064%
Bu 004% Am 044%
Gambar 8.
Bu Le Bul 000% 001% 001% Pa 000% Am 001% Co 001% Na Ne 005% 001% Ae 000%
Le 000%
Am 001% Na 014%
Gl 002%
Ne 003%
hari ke-28 Ch 006%
Cu 006% Na 016% Tu 024% hari ke-56
Co 000% Na 025%
Am 006%
Tu 001%
Ch 048% hari ke-7 Li 000%
Rh 001% Gl 000% Da 004%
Ch 83,726 084% hari ke-14 Gl 010%
Rh 004%
Ch 059% hari ke-28 Gl 011%
Rh 004%
Ch 078% hari ke-56
Komposisi makroavertebrata di stasiun Non KJA berdasarkan famili pada setiap sampling. Keterangan: Da (Daphnidae); Ch (Chironomidae); Cha (Chaoboridae); Ne (Neoephemeridae); Na (Naididae); Tu (Tubificidae); Co (Corixidae); Am (Ampullariidae); Bu (Buccinidae); Bul (Bulimidae); Pa (Palaemonidae); Ae (Aeshnidae); Le (Lestidae); Li (Libellulidae); Cy (Cyprididae); Gl (Glossiphoniidae); Rh (Rhyacophilidae); dan Du (Dugesiidae).
30 Berdasarkan Gambar 8, pada stasiun Non KJA di substrat buatan jumlah famili yang ditemukan tiap sampling bervariasi. Famili terendah terdapat pada sampling ke4 sebanyak 5 famili. Sedangkan famili tertinggi terdapat pada sampling ke-2 yaitu sebanyak 13 famili. Pada sampling ke-1 substrat buatan stasiun Non KJA, famili yang ditemukan berjumlah 8 famili.
Famili dengan komposisi terbesar yaitu famili
Chironomidae sebesar 47,77%.
Komposisi terbesar ke-2 dimiliki oleh Naididae
dengan nilai sebesar 25,48%, sedangkan komposisi terbesar ke-3 dimiliki oleh Daphnidae dengan nilai sebesar 12,10%. Selain itu juga ditemukan famili Corixidae dengan nilai sebesar 4,46% dan juga empat famili lainnya dengan perolehan nilai yang sama besar yaitu famili Neoephemeridae, Lestidae, Glossiphoniidae, dan Ampullariidae dengan nilai sebesar 2,55%. Dari Gambar 8, diketahui bahwa pada sampling ke-2 substrat buatan stasiun Non KJA, famili yang ditemukan sebanyak 13 famili. Famili Chironomidae memiliki komposisi terbesar nilai sebesar 82,55%. Naididae memiliki komposisi sebesar 4,82% dan menempati urutan terbesar ke-2.
Komposisi terbesar ke-3 dimiliki oleh
organisme dari famili Daphnidae dengan perolehan nilai sebesar 3,53%. Selain itu, terdapat beberapa famili lainnya dalam jumlah kecil antara lain Neoephemeridae, Corixidae, Ampullariidae, Buccinidae, Bulimidae, Palaemonidae, Lestidae, Libellulidae, Glossiphoniidae, dan Rhyacophilidae dengan nilai masing-masing sebesar 0,75%, 1,18%, 1,18%, 0,43%, 0,75%, 0,43%, 1,18%, 0,43%, 0,43%, dan 1,18%. Berdasarkan Gambar 8, pada sampling ke-3 substrat buatan stasiun Non KJA, famili yang ditemukan sebanyak 8 famili. Komposisi terbesar ditempati oleh famili Chironomidae dengan perolehan nilai sebesar 58,84%. Kemudian famili Naididae dengan komposisi terbesar ke-2 sebesar 24,98% dan famili Glossiphoniidae di posisi ke-3 dengan nilai sebesar 9,87%. Selain itu juga terdapat famili lainnya dalam jumlah kecil yaitu famili Corixidae (0,36%), Ampullariidae (1,33%), Aeshnidae (0,36%), Lestidae (0,36%), dan Rhyacophilidae (3,91%). Dari Gambar 8 juga dapat diketahui bahwa pada sampling ke-4 substrat buatan stasiun Non KJA, terdapat 5 famili yang ditemukan. Famili yang memiliki komposisi terbesar masih ditempati juga oleh famili Chironomidae dengan nilai 78,44%. Famili Glossiphoniidae menempati posisi terbesar ke-2 dengan komposisi sebesar 11,35%, dan komposisi terbesar ke-3 ditempati oleh Ampullariidae dengan nilai sebesar 6,00%. Selain itu, masih terdapat dua famili lainnya dalam jumlah kecil yaitu famili
31 Tubificidae (0,65%) dan famili Rhyacophilidae (3,57%). Kepadatan genera dominan di stasiun KJA pada setiap sampling dapat dilihat pada Gambar 9.
Stasiun KJA substrat alami
Stasiun KJA substrat buatan Kepadatan (ind/m2)
600 500 400 300 200 100 0 7
14
28
56
Waktu pengamatan (hari ke-) Daphnia sp.
Kepadatan (ind/m2)
tidak ditemukan makroavertebrata
600 500 400 300 200 100 19
0 7
4
11
14 28 Waktu Pengamatan (hari ke-)
0 56
Chironomus sp. Kepadatan (ind/m2)
600 500 400 300 200 107
100 4
0 7
4
0
14 28 Waktu pengamatan (hari ke-) Helobdella sp.
Gambar 9. Kepadatan genera dominan stasiun KJA di setiap sampling.
56
32 Berdasarkan Gambar 9, diketahui bahwa pada substrat alami stasiun KJA tidak ditemukan makroavertebrata sehingga tidak ada genera yang mendominasi. Sedangkan pada substrat buatan stasiun KJA terdapat tiga genera yang mendominasi yaitu Daphnia sp, Chironomus sp., dan Helobdella sp.
Daphnia sp. mendominasi
substrat buatan stasiun KJA pada sampling ke-1 dan sampling ke-2 dengan nilai sebesar 530 ind/m2 dari 590 ind/m2 di sampling ke-1 dan 70 ind/m2 dari 126 ind/m2 di sampling ke-2. Pada sampling ke-3, tidak ada genera yang mendominasi tetapi nilai kepadatan tertinggi terdapat pada dua genera yaitu Daphnia sp. dan Chironomus sp. dengan nilai yang sama besarnya yaitu sebesar 11 ind/m2 dari 26 ind/m2 yang ada. Sedangkan Helobdella sp. mendominasi substrat buatan stasiun KJA pada sampling ke4 dengan kepadatan 107 ind/m2 dari 174 ind/m2. Sedangkan untuk kepadatan genera dominan di stasiun Non KJA pada setiap sampling dapat dilihat pada Gambar 9.
Stasiun Non KJA substrat alami
Stasiun Non KJA substrat buatan
900
900
800
800
Kepadatan (ind/m2)
1000
Kepadatan (ind/m2)
1000
700 600 500 400 300 200
700 600 500 400 200
100
100
0
0 7
304
300
41 7
14 28 56 Waktu pengamatan (hari ke-) Aulodrilus sp. 900
800
800
700 600 500 400 300
237
200 100 0
79 0
600
544
500
407
400 300
244
200 19
0 56
7
700
100
49
7 14 28 Waktu pengamatan (hari ke-) Pomacea sp.
Kepadatan (ind/m2)
1000
900 Kepadatan (ind/m2)
1000
4
14 28 56 Waktu pengamatan (hari ke-) Chironomus sp.
7
14 28 56 Waktu pengamatan (hari ke-) Kiefferelus sp.
Gambar 10. Kepadatan genera dominan stasiun Non KJA di setiap sampling.
33 Pada Gambar 10, terlihat bahwa di stasiun Non KJA terdapat dua genera dominan yaitu Aulodrilus sp. dan Pomacea sp. di substrat alami.
Aulodrilus sp.
mendominasi substrat alami pada sampling ke-1, sampling ke-2, dan sampling ke-3 yaitu sebesar 59 ind/m2 dari 79 ind/m2 di sampling ke-1, 128 ind/m2 dari 296 ind/m2 di sampling ke-2, dan 907 ind/m2 dari 1529 ind/m2 di sampling ke-3. Sedangkan Pomacea sp. mendominasi substrat alami dengan kepadatan 237 ind/m2 dari 544 ind/m2 pada sampling ke-4. Dari Gambar 10 juga dapat diketahui bahwa pada stasiun Non KJA substrat buatan juga terdapat dua genera yaitu Kiefferulus sp. dan Chironomus sp. yang mendominasi. Pada sampling ke-1 dan sampling ke-2 didominasi oleh Chironomus sp. yaitu sebesar 41 ind/m2 dari 157 ind/m2 di sampling ke-1 dan 304 ind/m2 dari 934 ind/m2 di sampling ke-2. Sedangkan Kiefferulus sp. mendominasi substrat buatan pada sampling ke-3 dan sampling ke-4 dengan kepadatan 544 ind/m2 dari 1125 ind/m2 pada sampling ke-3 dan 407 ind/m2 dari 617 ind/m2 pada sampling ke-4. Status fungsional makroavertebrata pada stasiun KJA di setiap sampling dapat dilihat pada Gambar 11, sedangkan kepadatan makroavertebrata dalam status fungsionalnya dapat dilihat di Lampiran 10. Nilai kepadatan makroavertebrata di stasiun KJA dari masing-masing status fungsionalnya dapat dilihat di Lampiran 9. Sedangkan status fungsional dari masing-masing genera dapat dilihat di Lampiran 11. Dari Gambar 11, diketahui status fungsional yang ada pada stasiun KJA buatan bervariasi. Pada masing-masing sampling status fungsionalnya ada yang berjumlah 3 sampai 5 status fungsional. Status fungsional makroavertebrata yang ditemukan pada stasiun KJA buatan terdiri dari predators, filterer-collectors, gatherer-collectors, shredders, dan scrapers (grazers). Ada pula makroavertebrata yang memiliki lebih dari satu status fungsional dalam hidupnya seperti Chironomus sp. yang status fungsionalnya sebagai gathering-collector dan shredder. Dapat dilihat pada Gambar 11, sampling ke-1 substrat buatan stasiun KJA terdapat 5 kelompok status fungsional.
Status fungsional yang mendominasi
makroavertebrata di substrat buatan stasiun KJA yaitu predators (91,69%) yang sebagian besar merupakan Daphnia sp. (530 ind/m2) dan beberapa di antaranya juga terdapat Pentaneura sp (7 ind/m2) dan Helobdella sp. (4 ind/m2). Selain itu, juga terdapat status fungsional lainnya seperti gathering-collectors (Stylaria sp.), filterercollectors (Diaptomus sp.), scrapers (grazers) (Trichocorixa sp.), maupun gatheringcollectors, shredders (Chironomus sp.).
34 Stasiun KJA substrat alami
FiltererCollectors 001%
Stasiun KJA substrat buatan GatheringCollectors 001%
Scrapers (Grazers) 003%
Predators 092%
GatheringCollectors, S hredder 003% hari ke-7
tidak ditemukan makroavertebrata
GatheringCollectors 003% FiltererCollectors 017%
GatheringCollectors, S hredder 003%
Predators 065% Scrapers (Grazers) 011% GatheringCollectors, S hredder 042%
hari ke-14 Predators 042%
Scrapers (Grazers) 015%
FiltererCollectors 002%
Scrapers (Grazers) 013%
Gambar 11.
hari ke-28
GatheringCollectors 012%
Predators 072%
hari ke-56 Status fungsional makroavertebrata pada stasiun KJA di setiap sampling.
35 Berdasarkan Gambar 11, pada sampling ke-2 substrat buatan stasiun KJA juga terdapat 5 kelompok status fungsional yang sama seperti sampling ke-1 walaupun genera penyusunnya sedikit berbeda. Akan tetapi, komposisi dari predators (sebagian besar merupakan Daphnia sp., dan sebagian kecil merupakan Procladius sp., Helobdella sp., dan Rhyacophila sp.) sudah mulai menurun diikuti dengan peningkatan komposisi dari organisme non predator seperti filterer-collectors (Kiefferulus sp.) yang menempati posisi ke-2 dengan jumlah yang lebih tinggi daripada sampling ke-1 yaitu sebesar 17,46%, scrapers (grazers) (Trichocorixa sp. dan Pomacea sp.) di posisi ke-3 yaitu sebesar 11,11%, dan gathering-collectors, shredders (Chironomus sp.), maupun gathering-collectors (Pristina sp.) di posisi ke-4 dengan komposisi masing-masing sebesar 3,17%. Dari Gambar 11, diketahui pula pada sampling ke-3 substrat buatan stasiun KJA jumlah status fungsionalnya mengalami penurunan menjadi 3 kelompok status fungsional.
Nilai tertinggi pada sampling ke-3 ditempati oleh Chironomus yang
memiliki dua status fungsionalnya yaitu sebagai gathering-collector dan sebagai shredder dan juga ditempati oleh Daphnia sebagai predator dengan komposisi nilai yang sama besarnya (42,31%). Selain itu juga ditemukan scrapers (Trichocorixa sp.) dengan komposisi yang lebih sedikit (15,38%).
Pada
sampling ke-3, status
fungsionalnya sangat berbeda dengan sampling ke-1 maupun sampling ke-2 dimana pada sampling ke-1 maupun sampling ke-2 terdapat satu status fungsional yang mendominasi. Dari Gambar 11, juga diketahui pada sampling ke-4 substrat buatan stasiun KJA jumlah status fungsionalnya meningkat menjadi 4 status fungsional. Status fungsional yang mendominasi yaitu predators (72,41%) yang sebagian besar merupakan Helobdella sp. dan sebagian kecil merupakan Cypris sp. Selain itu, juga terdapat status fungsional lainnya seperti scrapers (grazers) (Trichocorixa sp., dan Physa sp.) di posisi ke-2 dengan komposisi sebesar 13,22%, gathering-collectors (Nais sp., Stylaria sp., dan Aulodrilus sp.) di posisi ke-3 dengan komposisi sebesar 12,07%, dan filterer-collectors (Clinotanypus sp.) di posisi terakhir dengan komposisi terendah sebesar 2,30%., Status fungsional makroavertebrata pada stasiun Non KJA di setiap sampling dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan kepadatan makroavertebrata dalam status fungsionalnya dapat dilihat di Lampiran 9.
Nilai kepadatan makroavertebrata di
stasiun Non KJA dari masing-masing status fungsionalnya dapat dilihat di Lampiran 10.
36 Stasiun Non KJA substrat alami Preda tors 013%
Stasiun Non KJA substrat buatan GatheringCollectors, Shredder 026%
Predators 027%
Scrapers (Grazers) 007% Gathe ringCollec tors 087%
hari ke-7 Scrap ers (Graz ers) 027%
Gathe ringCollec tors 073%
Gathe ringCollec tors 040%
Filter erCollec tors 004%
Shredder, Predators Gathering- 012% Collectors, Piercer 002%
FiltererCollectors 012%
Omnivores 003%
hari ke-7 GatheringCollectors, FiltererCollectors, Scrapers (Grazers) 000%
Scrapers (Grazers) 003%
GatheringCollectors, Shredder 033%
hari ke-14 Scrap ers (Graz ers) 003%
Preda tors 018%
Gathe ringCollec tors 077%
GatheringCollectors 025%
Filter erCollec tors 001%
hari ke-28 Preda tors 013% Scrap ers (Graz ers) 044%
hari ke-56
GatheringCollectors 005%
Omnivores 001% FiltererCollectors 044%
hari ke-14
Shredder, GatheringCollectors, Gathering- Piercer Collectors, 001% Shredder 000% GatheringCollectors 025% FiltererCollectors 052%
Gathering Predators 015% Collectors , Shredder 001% Gathering Collectors 001% FiltererCollectors 074%
GatheringCollectors, F iltererCollectors, S crapers (Grazers) 002%
Predators 018% Scrapers (Grazers) 002%
hari ke-28 GatheringCollectors, F iltererCollectors, S crapers (Grazers) 2,431 002%
Shredder, Gathering Collectors , Piercer 001%
Scrapers (Grazers) 006%
hari ke-56
Gambar 12. Status fungsional makroavertebrata pada stasiun Non KJA di setiap sampling.
37 Berdasarkan Gambar 12, diketahui status fungsional makroavertebrata pada stasiun Non KJA di substrat alami berjumlah 2 hingga 4 status fungsional di tiap sampling. Status fungsional yang ditemukan pada stasiun Non KJA alami terdiri dari predators, filterer-collectors, gathering-collectors, dan scrapers (grazers) yang sebagian besar didominasi oleh gathering-collectors. Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa pada sampling ke-1 Non KJA alami, terdapat dua status fungsional.
Status fungsional yang ada yaitu gathering-collectors
(didominasi oleh Aulodrilus sp. kemudian Branchiura sowerbyi) yang mendominasi dengan komposisi sebesar 87,34% dan sisanya merupakan predator Helobdella sp. dengan komposisi sebesar 12,66%.
Hal yang sama seperti sampling ke-1, pada
sampling ke-2 substrat alami stasiun Non KJA juga ditemukan dengan dua status fungsional.
Akan tetapi, komposisi dari gathering-collectors (yang didominasi
Branchiodrilus semperi
kemudian Aulodrilus sp. dan Branchiura sowerbyi) sudah
mengalami sedikit penurunan. Pada sampling ke-1 komposisi gathering-collectors sebesar 87,34% menjadi 73,31% di sampling ke-2. Selain itu, di sampling ke-2 ini tidak ditemukannya predator dan tetapi diperoleh Pomacea sp. yang termasuk ke dalam status scrapers (grazers). Status fungsional feeding makroavertebrata pada sampling ke-3 (Gambar 12) mengalami perubahan dari sampling sebelumnya dimana pada sampling ke-1 dan sampling ke-2 hanya diperoleh dua status fungsional. Sedangkan, di sampling ke-3 meningkat menjadi empat status.
Status fungsional yang ditemukan terdiri dari
gathering-collectors, predator, srapers (grazers), dan filterer-collectors. Gatheringcollectors (Branchiodrilus sp., Aulodrilus sp., Branchiura sowerbyi, Dero sp., Nais sp., Pristinella sp.) memiliki komposisi terbanyak yaitu sebesar 77,44% diikuti oleh predator di (Chaoborus sp., dan Helobdella sp.) posisi ke-2 yaitu sebesar 18,05%. Scrapers (grazers) (Pomacea sp.)
dan filterer-collectors (Anatopynia sp.,) juga
ditemukan pada sampling ketiga tetapi komposisi yang diperoleh lebih sedikit dengan komposisi masing-masing sebesar 3,20% dan 1,31% . Sampling ke-4 substrat alami stasiun Non KJA, keadaan status fungsionalnya semakin meningkat menjadi lima status fungsional. Akan tetapi, dominan organisme penyusunnya berbeda. Dari Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada sampling ke-1 hingga sampling ke-3 didominasi oleh gathering-collectors. Sedangkan pada sampling ke-4 status fungsional yang mendominasi termasuk ke dalam fungsional srapers (grazers) (Pomacea sp.) dengan komposisi sebesar 43,57%. Status fungsional lain yang
38 ditemukan yaitu gathering-collectors (sebagian besar termasuk Aulodrilus sp., dan sebagian lainnya termasuk Branchiodrilus sp., dan Branchiura sowerbyi) dengan komposisi terbesar ke-2 yaitu sebesar 39,89%. Kemudian juga ditemukan status fungsional lain, tetapi dalam komposisi yang lebih sedikit yaitu predator (Ablabesmyia sp., Chaoborus sp., Helobdella sp., dan Anentome helena)(12,87%), dan filterercollectors (3,68%). Pada stasiun Non KJA buatan, status fungsional per samplingnya lebih beragam daripada stasiun KJA maupun stasiun Non KJA alami. Dapat dilihat pada Gambar 12, status fungsional makroavertebrata yang ditemukan pada stasiun Non KJA buatan terdiri dari predators, filterer-collectors, gathering-collectors, shredders, omnivore, dan scrapers (grazers) dengan jumlah status fungsional yang ditemukan pada masingmasing sampling berjumlah 6 sampai 7 status fungsional. Selain itu, pada substrat buatan banyak ditemukan genera yang memiliki lebih dari satu status fungsional feeding dalam hidupnya. Misalnya, Chironomus sp. yang status fungsionalnya sebagai gathering-collector dan shredder, Dicrotendipes sp. yang status fungsionalnya dapat sebagai gathering-collectors, filterer-collectors, maupun scrapers (grazers), dan Polypedilum sp. yang status fungsionalnya dapat sebagai shredder, gathering-collectors, maupun piercer. Status fungsional feeding makroavertebrata pada sampling ke-1 stasiun Non KJA buatan berjumlah 6 hingga 7 kelompok status fungsional. Berdasarkan Gambar 12, status fungsional yang mendominasi yaitu predator (antara lain Daphnia sp., Pentaneura sp., Lestes sp., dan Cypris sp.) dengan komposisi sebesar 26,75%. Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh masing-masing Chironomus (26,11%) yang status fungsionalnya dapat sebagai gathering-collectors maupun shredders dan kelompok Naididae (sebagian besar Pristina sp. dan ada juga Stylaria sp.) yang juga termasuk dalam status fungsional gathering-collectors.
Predator yang mendominasi pada
sampling ke-1 komposisinya hanya sedikit mendominasi jika dibandingkan dengan dengan jenis collectors yang ditemukan. Selain itu, juga ditemukan status fungsional lainnya seperti filterer-collector (Kiefferulus sp.), omnivore (Neoephemera sp.) maupun srapers (grazers) (Trichocorixa sp.) tetapi komposisi yang ditemukan lebih sedikit. Sampling ke-2 stasiun Non KJA buatan, keadaan status fungsionalnya lebih beragam daripada sampling ke-1. Dari Gambar 12 diketahui status fungsional yang mendominasi yaitu yang termasuk ke dalam filterer-collectors (Chironomidae: Clinotanypus sp., Kiefferulus sp., Macropelopia sp., Micropsectra sp., Spectrocladius sp.,
39 Pseudochironomus sp., Pupae Chironomidae (sp.1), dan Tribelos sp.). Posisi ke-2 sama seperti sampling ke-1, ditempati oleh Chironomus yang status fungsional sebagai gathering-collectors maupun shredder. Sedangkan pada posisi ke-3 ditempati oleh predator (Ablabesmyia sp. Pentaneura sp., Procladius sp., Lestes sp., Erythemis sp., Cypris sp., Helobdella sp., dan Anentome helena). Selain itu, juga ditemukan status fungsional lainnya seperti gathering-collectors (Dero sp., Pristina sp., Pristinella sp., Stylaria sp., dan Slavina sp.), scrapers (grazers) (Trichocorixa sp., Pomacea sp., dan Digoniostoma trucatum), omnivore (Neoephemera sp. dan Macrobrachium sp.), Dicrotendipes sp., yang status fungsionalnya sebagai gathering-collectors, filterercollectors, dan scrapers (grazers), dan juga Polypedilum sp. yang status fungsionalnya sebagai gathering-collectors, shredder, dan piercer tetapi komposisi yang diperoleh lebih sedikit. Pada sampling ke-3 stasiun Non KJA buatan, status fungsionalnya juga beragam seperti sampling ke-2. Akan tetapi, tidak diperoleh organisme yang termasuk ke dalam status fungsional omnivore. Pada Gambar 12 dapat dilihat status fungsional yang ditemukan yaitu mendominasi merupakan spesies yang termasuk status filterercollectors (sebagian besar temasuk Kiefferulus sp. dan sebagian kecil termasuk Clinotanypus sp. dan Micropsectra sp.) di posisi ke-1, gathering-collectors (sebagian besar termasuk Stylaria sp., dan sebagian kecil termasuk Pristinella sp., Nais sp., Slavina sp., Pristina sp., dan Dero sp.) di posisi ke-2 dan predator di posisi ke-3 (sebagian besar termasuk Helobdella sp., dan sebagian kecil termasuk Rhyacophila sp., Ablabesmyia sp., Aeshna sp., Lestes sp., dan Procladius sp.). Pada sampling ke-4 stasiun Non KJA buatan, terdapat lima status fungsional. Berdasarkan Gambar 12, status fungsional yang ditemukan antara lain filterercollector, gathering-collectors, scrapers (grazers), predators, dan Chironomus sp. yang memiliki dua status fungsional yaitu sebagai gathering-collectors dan shredder. Pada sampling ini, filterer-collector (sebagian besar Kiefferulus sp., dan sebagian kecil merupakan Micropsectra sp. dan pupae Chironomidae (sp.1)) yang mendominasi semakin tinggi diikuti oleh penurunan jumlah status fungsionalnya lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya organisme yang termasuk ke dalam omnivore, maupun piercer. Perubahan struktur komunitas makroavertebrata ditandai dengan adanya perubahan pada indeks keanekaragaman (H’) dan indeks keseragaman (E). Perubahan struktur komunitas tersebut dapat dipengaruhi oleh perubahan kualitas perairan.
40 Nilai kedua indeks tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai H’ maupun E pada tiap sampling berfluktuasi. Nilai indeks keanekaragaman menunjukkan banyaknya jumlah genera dan penyebaran organisme yang terdapat pada tiap titik pengambilan sampel. Sedangkan nilai indeks keseragaman menunjukkan komposisi individu tiap genera yang terdapat dalam suatu komunitas.
Tabel 7. Indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman. Stasiun Substrat Sampling H’
E
Hari ke-7 Hari ke-14 Alami
Hari ke-28 Hari ke-56
KJA
Buatan
Alami
Non KJA Buatan
Hari ke-7
0,708
0,101
Hari ke-14
2,164
0,240
Hari ke-28
1,466
0,489
Hari ke-56
1,939
0,242
Hari ke-7
1,069
0,356
Hari ke-14
1,789
0,447
Hari ke-28
2,120
0,193
Hari ke-56
2,417
0,242
Hari ke-7
2,980
0,271
Hari ke-14
3,172
0,138
Hari ke-28
2,658
0,127
Hari ke-56
1,838
0,184
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui nilai indeks keanekaragaman (H’) yang diperoleh di substrat buatan stasiun KJA sebesar 0,708-2,164. Nilai H’ yang diperoleh meningkat hingga sampling ke-2 kemudian terus menurun hingga sampling ke-4. Nilai H’ terkecil terdapat pada sampling ke-1 yaitu sebesar 0,708. Sedangkan, nilai H’ terbesar terdapat pada sampling ke-2 yaitu sebesar 2,164.
41 Nilai indeks keanekaragaman pada stasiun Non KJA yaitu sebesar 1,069-2,417 di substrat alami dan sebesar 1,838-3,172 di substrat buatan (Tabel 7). Nilai H’ terkecil pada substrat alami terjadi pada sampling ke-1 yaitu sebesar 1,069 dan terbesar terjadi pada sampling ke-4 yaitu sebesar 2,417 dimana nilai H’ yang didapatkan terus meningkat sejak sampling ke-1 hingga sampling ke-4.
Sedangkan pada substrat
buatan, nilai H’ terkecil terjadi pada sampling ke-4 yaitu sebesar 1,838 dan nilai H’ terbesar terjadi pada sampling ke-2. Nilai H’ pada substrat buatan stasiun non KJA meningkat sejak sampling ke-1 hingga sampling ke-2 kemudian terus menurun hingga sampling ke-4.
Nilai indeks keseragaman (E) yang diperoleh pada stasiun KJA di
substrat buatan sebesar 0,101-0,489. Nilai E terkecil terdapat pada sampling ke-1 yaitu sebesar 0,101. Sedangkan nilai E terbesar terdapat pada sampling ke-3 yaitu sebesar 0,489. Selain itu pada Tabel 7 di stasiun Non KJA, nilai indeks keseragaman di substrat alami sebesar 0,193-0,447 dan di substrat buatan sebesar 0,127-0,271. Pada substrat alami, nilai E terkecil terdapat pada sampling ke-3 yaitu sebesar 0,193 dan nilai E terbesar terdapat pada sampling ke-2 yaitu sebesar 0,447. Sedangkan pada substrat buatan, nilai E terkecil terdapat pada sampling ke-3 yaitu sebesar 0,127 dan nilai E terbesar terdapat pada sampling ke-1 yaitu sebesar 0,271. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan pada waktu yang sama dengan waktu pengambilan sampel makroavertebrata. Nilai dari masing-masing parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui suhu di perairan Danau Lido bervariasi tetapi masih dalam kisaran suhu yang ditolerir organisme makroavertebrata. Pada stasiun KJA nilai suhu yang diukur sebesar 24,8-26,7°C di stasiun KJA alami dan sebesar 24,8-27,4 di stasiun KJA buatan. Suhu terendah stasiun KJA terdapat pada sampling ke-1 baik di substrat alami maupun substrat buatan yaitu sebesar 24,8°C. Sedangkan suhu tertinggi stasiun KJA terdapat pada sampling ke-3 substrat alami (26,7°C) maupun substrat buatan (27,4°C). Pada stasiun Non KJA, nilai suhu yang diukur sebesar 25,2-26,8°C di stasiun Non KJA alami maupun stasiun Non KJA buatan. Suhu terendah terjadi pada sampling ke-1 (25,2°C) dan suhu tertinggi terjadi pada sampling ke-4 (26,8°C) baik pada substrat alami maupun substrat buatan.
42 Tabel 8. Karakteristik fisika kimia perairan Danau Lido stasiun KJA dan Non KJA. KJA substrat alami Parameter
Satuan
KJA substrat buatan
Non KJA substrat alami
Sampling keD1
D2
D3
D4
D1
Non KJA substratbuatan
Sampling keD2
D3
D4
D1
D2
D3
D4
D1
D2
D3
D4
Suhu
°C
24,8
25,6
26,7
26,3
24,8
25,3
27,4
25,8
25,2
25,3
26,1
26,8
25,3
25,5
26,2
26,8
pH
-
6,50
6,58
6,60
6,17
6,40
6,80
6,64
6,16
7,48
6,99
6,93
6,84
7,43
6,91
7,09
6,76
Kekeruhan
NTU
14
7,2
3,6
23
5,1
4,6
3,1
4,7
31
29
7
18
18
28
7,1
5
TSS
mg/l
24
10
20
38
18
4
6
8
50
56
310
52
26
116
26
12
TDS
mg/l
168
172
108
160
154
174
104
160
154
170
118
1540
148
186
110
158
DO
mg/l
0
0
0,42
0
1,69
0,84
0,63
0
4,62
5,04
6,94
5,89
5,9
5,04
6,96
5,57
BOD
mg/l
0,93
5,81
3,5
1,44
0,25
1,77
3,2
1,43
1,61
3,62
3,4
0,8
0,75
0,42
2,9
0
COD
mg/l
6,86
3,92
12,7
15,7
4,9
0,98
12,7
13,7
6,86
2,94
21,6
14,7
4,9
4,9
11,8
14,7
H2S
mg/l
0,54
1,19
1,37
0
0,61
0
1,66
0,24
cerah
cerah
cerah
cerah
gerimis
hujan
Cerah
cerah
gerimis
hujan
cerah
cerah
Kondisi cuaca
cerah
cerah
Cerah
Cerah
Keterangan : D menyatakan hari pengambilan contoh makroavertebrata setelah perendaman substrat buatan (D1: hari ke-7, D2: hari ke-14, D3: hari ke-28, dan D4: hari ke-56).
43
Nilai pH pada stasiun KJA bervariasi. Dapat dilihat pada Tabel 8 di stasiun KJA nilai pH yang diukur sedikit asam yaitu sebesar 6,17-6,60 di stasiun KJA pada substrat alami dan sebesar 6,16-6,80 di stasiun KJA pada substrat buatan. Sedangkan pada stasiun Non KJA, nilai pH yang diukur sebesar 6,84-7,48 di stasiun Non KJA pada substrat alami dan sebesar 6,76-7,43 di stasiun Non KJA pada substrat buatan.
Nilai
pH terendah terjadi pada sampling ke-4 dimana pH pada semua stasiun lebih sedikit asam. Pada nilai pH 6,0-6,5 keanekaragaman makroavertebrata sedikit menurun dimana sebagian besar biota akuatik menyukai pH sekitar 7-8,5 (Novotny & Olem 1994). Dari Tabel 8, dapat diketahui nilai kekeruhan di Danau Lido memilik kisaran yang sangat berfluktuatif yaitu 3,1-31 NTU. Pada stasiun KJA nilai kekeruhan terendah pada sampling ketiga di kedalaman 5 m yaitu sebesar 3,1 NTU. Adapun pada stasiun Non KJA nilai kekeruhan terendah pada sampling keempat kedalaman 5 m dan tertinggi sampling pertama di dekat dasar perairan sebesar 31 NTU. Kandungan padatan tersuspensi total di stasiun I berkisar antara 4-38 mg/l dan di stasiun Non KJA berkisar antara 12-310 mg/l (Tabel 8).
Sedangkan untuk
kandungan padatan tersuspensi total di stasiun I berkisar antara 104-174 mg/l dan di stasiun Non KJA berkisar antara 110-1540 mg/l. Dari Tabel 8 dapat diketahui nilai oksigen terlarut di Danau Lido memiliki kisaran variasi yang sangat lebar yaitu berkisar antara 0-6,96 mg/l. Ketidaktersediaan oksigen (DO ≈ 0 mg/l) hampir selalu terjadi di stasiun KJA pada dasar perairannya. Sedangkan kadar oksigen tertinggi terjadi pada sampling ketiga stasiun Non KJA dengan nilai sebesar 6,94 mg/l di dasar perairan dan 6,96 mg/l di kedalaman 5 m. Berdasarkan Tabel 8, nilai kebutuhan oksigen biokimiawi di Danau Lido berkisar antara 0,25-5,81 mg/l pada stasiun KJA dan antara 0-3,62 mg/l pada stasiun Non KJA. Sedangkan nilai (COD) di Danau Lido pada stasiun KJA berkisar antara 0,98-15,7 mg/l dan pada stasiun Non KJA nilainya berkisar antara 2,94-21,6 mg/l. Hidrogen sulfida (H2S) merupakan salah satu bentuk lain dari sulfur di perairan dan sebagai bahan pencemar yang sangat berbahaya bagi lingkungan perairan serta dapat menimbulkan bau yang sangat menyengat. Pada Tabel 8 dapat diketahui hasil pengukuran kandungan H2S selama pengamatan berkisar antara 0-1,37 mg/l pada stasiun KJA dan 0-1,66 mg/l pada stasiun Non KJA. Kandungan H2S tertinggi diperoleh pada saat sampling ketiga yaitu sebesar 1,37 mg/l di stasiun KJA dan 1,66 mg/l stasiun Non KJA.
44
4.2. Pembahasan Total makroavertebrata yang ditemukan di Danau Lido berjumlah 41 genera. Pada stasiun KJA alami tidak ditemukan makroavertebrata, sedangkan pada stasiun KJA buatan diperoleh 17 genera dari 8 ordo yang terdiri dari 1 Cladocera, 1 Calanoida, 5 Diptera, 4 Tubificida, 1 Hemiptera, 2 Mesogastropoda, 1 Rhinchobdellida, dan 1 Trichoptera. Pada stasiun Non KJA alami diperoleh 15 genera dari 5 ordo yang terdiri dari 5 Diptera, 6 Tubificida, 2 Mesogastropoda, 1 Rhynchobdellida, dan 1 Tricladida. Sedangkan pada stasiun Non KJA buatan diperoleh 33 genera dari 11 ordo yang terdiri dari 1 Cladocera, 13 Diptera, 1 Ephemeroptera, 7 Tubificida, 1 Hemiptera, 3 Mesogastropoda, 1 Decapoda, 3 Odonata, 1 Podocopida, 1 Rhynchobdellida, dan 1 Trichoptera. Pengambilan contoh makroavertebrata pada substrat alami dilakukan di sekitar titik pengambilan contoh substrat buatan. Substrat buatan terlebih dahulu diambil dari badan perairan sebelum substrat alami diambil dari dasar perairan.
Ini
dimaksudkan untuk mengurangi resiko migrasi makroavertebrata yang mungkin dapat terjadi di substrat buatan jika substrat alami diambil terlebih dahulu. Hal ini diduga dapat terjadi akibat kondisi perairan yang mengalami perubahan sesaat seperti meningkatnya kekeruhan ketika substrat alami diambil. Hasil dari parameter kualitas air (Tabel 8), dapat ketahui bahwa ada keterkaitan antara kualitas air dengan keberadaan makroavertebrata. Nilai kualitas air yang diperoleh menunjukkan bahwa pengaruh drastis lebih dapat dilihat dari parameter yang menggambarkan oksigen terlarut, kandungan bahan toksik dan bahan organik yang ada di Danau Lido. Parameter pH yang sedikit asam juga memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman makroavertebrata tetapi tidak berpengaruh drastis. Parameter
kualitas
air
lainnya
tidak
berpengaruh
drastis
terhadap
makroavertebrata. Hal ini ditunjukkan dari nilainya yang masih berada dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan makroavertebrata dengan nilai yang cenderung seragam pada masing-masing titik pengamatan baik di stasiun KJA maupun Non KJA. Daphnia sp. yang merupakan predator mendominasi stasiun KJA buatan pada sampling ke-1 hingga ke-2.
Hal ini diduga karena kemampuan Daphnia sp.
bereproduksi dalam jumlah banyak (dapat mencapai 200-500 ind/l (Pennak 1989)). Selain itu, diduga akibat efek tidak langsung dari pemangsa Daphnia sp. sendiri (seperti ikan). Ikan yang ada akan menghasilkan senyawa kimia yang dikenal sebagai kairomones. Kairomones inilah yang menguntungkan bagi Daphnia sp. karena akan mengubah morfologi, tingkah laku, dan karakteristik Daphnia sp. itu sendiri sehingga
45
dapat mengurangi resiko stres dan kepunahan yang ditimbulkan oleh lingkungan perairan yang buruk seperti kadar oksigen yang rendah (Hanazato 2003). Pada sampling ke-3 jumlah Daphnia sp. yang diperoleh sama dengan jumlah Chironomus sp. sehingga tidak ada genera yang mendominasi.
Sedangkan pada
sampling ke-4, jenis ini tidak ditemukan dan jumlahnya terus menurun setiap kali sampling. Hal ini diduga karena siklus hidupnya yang pendek dan kondisi yang tidak cocok bagi genera ini untuk reproduksi dimana kondisi cuaca saat itu cerah (mulai memasuki musim kemarau) dan pH yang lebih asam dibandingkan pada sampling ke1, ke-2, maupun sampling ke-3. Menurut Pennak (1989) Daphnia sp. ditemukan pada kisaran pH 6,5-8,5. Sedangkan hanya pada sampling ke-4, pH yang diperoleh berada di bawah 6,5 yaitu sebesar 6,16. Selain Daphnia sp. juga terdapat Helobdella sp. yang mendominasi pada sampling ke-4 stasiun KJA buatan.
Hal ini diduga karena spesies ini merupakan spesies
indikator yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap pH yang rendah. Helobdella sp. banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH <6,0 (Wiliams & Feltmate 1992). Pada sampling ke-4 substrat buatan stasiun KJA ini, pH yang diukur mendekati nilai 6,0 yaitu sebesar 6,17. Diduga pH pada sampling ke-4 lebih sesuai dimana pH pada sampling ke-4 merupakan pH terendah di stasiun KJA buatan sehingga kelimpahan Helobdella sp. lebih banyak di sampling ke-4 dibandingkan di sampling yang lain. Walaupun Hellobdella sp. mampu hidup beberapa hari tanpa oksigen, populasi Hellobdella sp. yang ditemukan pada sampling ke-1 dan ke-2 stasiun KJA buatan rendah. Bahkan pada sampling ke-3 tidak ditemukan genera ini. Selain karena pH perairannya berada di atas 6 terutama pada sampling ke-6 juga diduga karena Hellobdella sp. merupakan genera yang seringkali parasit sementara pada organisme vertebrata maupun avertebrata seperti ikan (Pennak 1989). Sehingga genera ini kelimpahannya rendah pada saat sampling ke-1, ke-2, maupun sampling ke-3 Di substrat buatan stasiun Non KJA nilai keanekaragaman dan kelimpahan totalnya tinggi. Hal ini berbeda dengan stasiun KJA baik di substrat alami maupun substrat buatannya. Kondisi di stasiun Non KJA kemungkinan besar diduga oleh tingginya loading bahan organik pada air permukaan karena letaknya yang dekat dengan inlet dan daerah pertanian yang akhirnya akan memacu pertumbuhan alga filamentous atau mikroba lainnya yang menjadi makanan makroavertebrata (Quint et al. 1992 in Sudarso 2002). Selain itu, juga karena letaknya yang lebih ke permukaan dibandingkan dengan substrat alaminya sehingga mengakibatkan kadar oksigen terlarut juga lebih banyak
46
karena adanya arus.
Lenat (1984) dan Vannote et al. 1980 in Sudarso (2002)
menyebutkan adanya input partikulat organik dan nutrien akan cenderung meningkatkan kepadatan rata-rata makroavertebrata dan taxa richness, sedangkan penambahan polutan toksik umumnya akan menyebabkan penurunan. Hasil sampling menunjukkan bahwa pada stasiun Non KJA buatan lebih di dominasi oleh insekta sedangkan stasiun Non KJA alami lebih didominasi oleh oligochaeta. Ini ditunjukkan dengan beberapa ordo dari kelompok serangga air seperti Ephemeroptera, Trichoptera, Hemiptera, dan Odonata yang hanya diperoleh pada substrat buatan.
Hal
ini diduga berkaitan dengan preferensi kelompok
makroavertebrata terhadap kedalaman air. Nimfa ordo Odonata seperti genera Aeshna sp., Lestes sp., dan Erythemis sp. hanya ditemukan pada stasiun Non KJA substrat buatan. Hal ini diduga dikarenakan letak stasiun Non KJA dekat dengan daerah litoral yang memiliki banyak makrovegetasi, tumbuhan air, dan sedimen litoral.
Aeshna sp. hidup dengan cara
memanjat bagian padat tumbuhan air yang ada di dalam air seperti tumbuhan air tenggelam yang banyak terdapat pada stasiun Non KJA. Sedangkan Erythemis bergerak dengan perlahan dengan cara merangkak di dasar perairan.
Semua Odonata
membutuhkan tumbuhan air untuk meletakkan telurnya. Selain itu, Odonata memiliki kebutuhan respirasi yang tinggi sehingga cocok berada di daerah stasiun Non KJA yang letaknya yang dekat dengan inlet yang menyebabkan perairannya selalu mendapat masukan bahan organik. Kondisi ini akan menyebabkan kebutuhan akan oksigen terlarut dan bahan organik selalu terpenuhi karena perairannya selalu mengalami turbulensi akibat adanya aliran air yang masuk dari sungai (Pennak 1978, Williams & Feltmate 1992). Chironomidae yang ditemukan di stasiun KJA maupun Non KJA merupakan anggota Chironominae yang tubuhnya berisi hemoglobin sehingga dapat menyimpan oksigen yang memungkinkannya hidup di lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah (Ward 1992).
Hemoglobin terlarut di dalam darah menjadi sangat penting
ketika DO di perairan rendah atau tidak ada (McCafferty 1983; Wetzel 2001) tetapi lebih berfungsi sebagai kontrol apung daripada sebagai pigmen pendistribusi oksigen selama hipoksia. Pada stasiun Non KJA buatan, Chironomus sp. dan Kiefferulus sp. merupakan genera yang memiliki kelimpahan terbanyak. Hal ini diduga karena Chironomus sp. dan Kiefferulus sp. memiliki kemampuan untuk berada di dasar perairan dan seringkali berada di perairan dengan bahan organik yang tinggi.
47
Beberapa insekta akuatik dapat melakukan respirasi anaerob. Larva Chironomus sp. memiliki kemampuan untuk mengekstraksi asam laktik yang dihasilkan dari metabolisme anaerob untuk menghindari kekurangan oksigen (Wetzel 2001). Sedangkan beberapa larva Chironomid lainnya mampu hidup dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa oksigen (Nagell & Landahl 1978 in Ward 1992), tetapi tidak ada spesies dapat bertahan di perairan yang tidak ada oksigennya. Dugaan inilah yang mendasari pada stasiun KJA alami tidak ditemukan Chironomidae dan tetapi dapat ditemukan di stasiun KJA buatan. Larva Chironomidae seperti Dicrotendipes sp. dan Polypedilum sp. hanya ditemukan pada substrat buatan baik di stasiun KJA maupun stasiun Non KJA. Hal ini diduga karena pada substrat buatan pH perairannya lebih mendekati pH normal. Dicrotendipes sp. dan Polypedilum sp. lebih tolerir pada pH >7 (Williams & Feltmate 1992). Larva Chironomidae merupakan herbivor yang memakan alga, sebagian besar tanaman akuatik dan detritus organik. Kepadatan Chironomidae di stasiun Non KJA alami yang sedikit juga diduga karena adanya predator seperti Chaoborus sp. Oligochaeta, Tubificida yang ditemukan di Danau Lido pada stasiun Non KJA termasuk ke dalam Famili Tubificidae (Aulodrilus sp. dan Branchiura sowerbyi) dan Naididae (Branchiodrilus sp., Dero sp., Nais sp., Pristina sp., Pristinella sp., Slavina sp., dan Stylaria sp.). Kelimpahan terbanyak berasal dari Famili Tubificidae (Aulodrilus sp.) di substrat alami dan Famili Naididae (Pristina sp. dan Stylaria sp.) di substrat buatan. Pada stasiun Non KJA alami, didominasi oleh Aulodrilus sp. yang termasuk kedalam Tubificidae, Oligochaeta. Hal ini diduga sebagai akibat dari tingginya bahan organik yang ada di dasar perairan stasiun Non KJA.
Menurut Martins (2008)
Oligochaeta, terutama yang berasal dari famili Tubificidae akan mengantikan tempat makroavertebrata lain yang memiliki toleransi yang rendah terhadap bahan organik yang ditandai dengan kepadatannya meningkat seiring dengan meningkatnya bahan organik. Tingginya kelimpahan Oligochaeta (Tubificidae) mengindikasikan peningkatan bahan organik (Howmiller & Beeton 1971 in Martins et al. 2008). Selain toleran terhadap bahan organik, Tubificidae juga toleran terhadap kadar oksigen yang rendah (Aston 1973). Menurut Pennak (1978) oligochaeta akuatik selalu bergerak dengan cara merayap perlahan di dalam atau di atas permukaan substrat tetapi hanya sedikit
48
Naididae seperti Pristina sp. dan Stylaria sp. yang merupakan perenang efektif yang bergerak terus dengan cara meliuk-liuk seperti ular. Oleh karena itu diduga alasan inilah yang menjadikan Pristina sp. dan Stylaria sp. banyak ditemukan di substrat buatan. Stylaria ditemukan dalam jumlah yang bervariasi dan hanya pada sampling ke-3 di substrat buatan stasiun Non KJA yang ditemukan dalam jumlah yang melimpah. Hal ini diduga karena siklus hidupnya yang pendek (± 15 hari) dan juga karena jenis ini merupakan jenis yang akan membentuk kumpulan individu yang secara tersebar secara acak dalam kelompok ketika kelimpahannya tinggi (Armendáriz 2000). Branchiura sowerbyi merupakan cacing Tubificidae yang terdistribusi secara luas dan hampir terdapat di seluruh penjuru dunia. Dari hasil analisis diperoleh bahwa Branchiura sowerbyi hanya ditemukan pada substrat alami stasiun Non KJA. Hal ini diduga karena cacing tersebut menyukai perairan dengan substrat yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi (Casellato 1984). Selain Aulodrilus sp., Pomacea sp. juga mendominasi stasiun Non KJA alami terutama pada sampling ke-4. Ini diduga karena ketersediaan makanan di stasiun Non KJA cukup tinggi. Genera ini juga ditemukan pada stasiun KJA alami maupun stasiun Non KJA buatan. Diptera di Danau Lido pada stasiun Non KJA hanya ditemukan pada sampling ketiga hingga sampling keempat. Ordo ini didominasi oleh Famili Chaoboridae (Chaoborus sp.) pada substrat alami dan Famili Chironomidae (Kifferulus sp.) pada substrat buatan. Menurut Ward (1992) Chaoborus sp. memiliki organ hidrostatik berupa kantung udara yang memungkinkan mengekstraksi oksigen dari perairan dengan kadar oksigen yang rendah. Spesies ini melakukan migrasi harian ke dasar berlumpur di siang hari dan ke permukaan di malam hari. Jumlahnya yang mendominasi ordo Diptera di stasiun Non KJA alami diduga karena tekanan pemangsaan yang mungkin rendah karena sejak instar pertama jenis ini berukuran kecil dan sangat transparan (Wetzel 2001). Selain itu, Chaoborus sp. juga merupakan predator yang memakan crustacean kecil dan larva insekta lain (McCafferty 1983). Diduga hal inilah yang menyebabkan jumlah spesies insekta lainnya di stasiun Non KJA alami sedikit. Diptera lainnya seperti larva Ablabesmyia sp. juga ditemukan pada stasiun Non KJA. Larva ini merupakan predator yang memakan avertebrata yang berukuran kecil, termasuk larva Chironomidae lainnya.
Diduga adanya larva Ablabesmyia juga
49
menyebabkan avertebrata seperti larva Chironomidae lainnya di stasiun KJA alami yang ditemukan sedikit. Jumlah jenis Diptera Ablabesmyia sp. ini tidak terlalu banyak dan hanya ditemukan di stasiun Non KJA. Hal ini diduga karena pada stasiun Non KJA banyak terdapat tumbuhan air dan letaknya dekat dengan inlet sehingga kadar oksigen di perairan baik. Menurut Oliveira & Fonseca-Gessner (2006) larva Ablabesmyia hidup berasosiasi dengan makrofita akuatik di danau yang dangkal dengan kadar oksigen yang baik (6,8-7,2 mg/l). Pada sampling pertama dan kedua Chaoborus sp. maupun jenis Diptera lainnya tidak ditemukan. Hal ini diduga karena saat itu kondisi cuaca sudah mulai hujan. Mungkin juga dikarenakan Chaoborus sedang berada di instar pertama dan kedua dimana pada instar tersebut larva selalu fototaksis positif sehingga selalu berada di zona limnetik (Wetzel 2001) Perbedaaan dalam komunitas penyusun makroavertebrata juga direfleksikan pada status fungsionalnya. Penentuan status fungsional feeding makroavertebrata lebih didasarkan pada dinamika nutrien dan hanya digunakan pada penilaian pengaruh pengkayaan organik dan bukan oleh kimia toksik (Reynoldson & MetcalfeSmith 1992 in Sudarso et al. 2002).
Kontribusi relatif dari feeding fungsional
makroavertebrata sangat dipengaruhi oleh habitat.
Dasar perairan biasanya
didominasi oleh tipe gathering-collector seperti Oligochaeta dan Chironomidae dan filtering-collector (Benke & Meyer 1988 in Sudarso 2002). Lain halnya dengan stasiun Non KJA. Jika ditinjau dari status fungsional feeding makroavertebrata pada substrat alami stasiun Non KJA secara umum didominasi oleh collectors. Tingginya populasi dari organisme yang bertipe collectors menunjukkan perairan tersebut (stasiun Non KJA) kaya akan material organik yang berukuran halus (Fine Particulate Organic Matter, FPOM) sehingga diduga banyak terjadi sedimentasi. Nilai indeks keanekaragaman terendah berada pada stasiun KJA buatan dimana nilainya lebih rendah daripada stasiun Non KJA alami dan stasiun Non KJA buatan (KJA buatan
50
stasiun Non KJA buatan lebih beragam daripada stasiun Non KJA alami maupun KJA buatan.
Jumlah genera pada Non KJA buatan dapat mencapai 23 genera, sedangkan
pada Non KJA alami dapat mencapai 11 genera dan pada KJA buatan genera terbanyak yang ditemukan hanya sebanyak 9 genera. Kondisi ini diduga terjadi akibat adanya keterkaitan antara organisme dengan kandungan bahan-bahan organik yang dapat berperan sebagai bahan makanan, tekstur sedimen, kondisi variasi fisika kimia perairan yang menjadi karakteristik habitat organisme tersebut (Tabel 7), dimana organisme yang bertahan hanya yang memiliki tingkat kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi di habitatnya. Ketidaktersediaan oksigen (DO ≈ 0 mg/l) hampir selalu terjadi di stasiun KJA pada dasar perairannya.
Hal inilah yang diduga menjadi penyebab tidak
ditemukannya makroavertebrata di dasar perairan stasiun KJA sebab kelimpahan benthos sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen. Sedangkan pada stasiun Non KJA kandungan oksigen yang ada lebih tinggi dibandingkan stasiun KJA. Tingginya kandungan oksigen terlarut pada stasiun Non KJA karena letaknya yang dekat dengan inlet sungai dan banyak terdapat tanaman air tenggelam di dasar perairannya yang turut menambah kandungan oksigen di stasiun ini. Kadar oksigen yang cukup tinggi di stasiun Non KJA diduga disebabkan oleh adanya tumbuhan air tenggelam di dasar perairannya dan karena perairannya cukup berarus akibat masukan air dari daerah inlet. Komposisi komunitas yang terdapat di stasiun KJA cenderung lebih rendah terutama di dasar perairannya dengan tidak ditemukannya makroavertebrata yang diduga berkaitan dengan tingkat kemampuan adaptasi masing-masing avertebrata terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di habitatnya sebagaimana yang dinyatakan oleh Soewignyo et al. (1987) in Didin (1999) bahwa pola penyebaran dan kelimpahan komunitas makroavertebrata dipengaruhi oleh adanya perubahan yang terjadi di lingkungan komunitas makroavertebrata itu berada. Selanjutnya oleh APHA (1995) dan Wilhm (1975) dinyatakan bahwa perubahanperubahan tersebut adalah masukan-masukan bahan organik, bahan kimia beracun, dan perubahan substrat dasar serta perubahan kualitas air yang secara keseluruhan sangat mempengaruhi komposisi maupun besarnya populasi. Hal ini ditunjukkan pada bagian dasar perairan stasiun KJA yang bersifat anaerob dimana cenderung tidak terdapat oksigen terlarut (DO ≈ 0 mg/l) dan relatif tingginya kandungan H2S. Kondisi yang anaerob dan tingginya kandungan H2S pada bagian dasar akan menyebabkan
51
pola migrasi makroavertebrata dari dasar sedimen ke arah permukaan untuk membentuk kolonisasi pada substrat buatan tersebut. Penggunaan substrat buatan ini dapat dijadikan alternatif dalam biomonitoring lingkungan.
Berdasarkan
hasil
uji
yang
dilakukan
terhadap
kelimpahan
makroavertebrata selama 4 kali pengambilan contoh diperoleh nilai t hitung >t tabel pada stasiun KJA (alami-buatan). Karena nilai t hitung yang diperoleh lebih besar daripada t tabel, maka tolak Ho atau terima H1 (Lampiran 12). Berdasarkan uji-t, terdapat perbedaan mean populasi yang signifikan (P <0,05) antara substrat buatan maupun substrat alami di stasiun KJA. Substrat buatan mampu merespon fluktuasi loading bahan organik dan proses sedimentasi oleh bahan partikulat pada perairan. Selain itu substrat buatan memiliki kemampuan membentuk kolonisasi sehingga cocok digunakan pada perairan dengan dasar perairan yang bersifat anaerob (DO ≈ 0 mg/l).
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada substrat alami kelompok makroavertebrata yang ditemukan secara garis besar didominasi Oligochaeta (Tubificida) sedangkan pada substrat buatan lebih mengarah kepada kelompok Insekta seperti Diptera, Ephemeroptera, Hemiptera, Odonata, dan Trichoptera terutama di stasiun Non KJA. Jumlah genera yang diperoleh pada substrat alami hanya mencapai 15 genera sedangkan pada substrat buatan jumlah genera yang diperoleh dapat mencapai 33 genera. Hal ini menunjukkan bahwa substrat buatan memberikan pengaruh yang lebih besar yang dapat dilihat dari kemampuannya untuk memperoleh makroavertebrata sekitar dua kali lipat lebih banyak daripada yang dihasilkan melalui subtrat alaminya. Penggunaan substrat buatan dapat dijadikan alternatif dalam biomonitoring lingkungan yang ditunjukkan dengan kemampuannya memperoleh makroavertebrata yang lebih bervariasi dimana jumlah genera yang diperoleh pada substrat buatan lebih banyak daripada substrat alami pada waktu dan lokasi yang sama. Substrat buatan mampu mendapatkan makroavertebrata ketika alat konvensional tidak efisien dan tidak efektif untuk digunakan. Hal ini karena substrat buatan memiliki kemampuan membentuk kolonisasi sehingga cocok digunakan pada perairan dengan dasar perairan yang bersifat anaerob (DO ≈ 0 mg/l). Selain itu, pada stasiun yang sama, komposisi dari status fungsional makroavertebrata dan organisme makroavertebrata yang diperoleh nilainya dapat berbeda antara substrat alami maupun buatan.
5.2. Saran Modifikasi material alat yang digunakan
dalam pengambilan contoh
makroavertebrata dapat dilakukan untuk mengurangi bias yang terjadi dari peluang keluarnya makroavertebrata dari alat sampling yang digunakan. Selain itu juga perlu dilakukan penambahan jumlah pengambilan contoh makroavertebrata pada titik pengamatan sehingga diperoleh diperoleh hasil yang lebih menggambarkan keadaan lingkungan perairannya.
DAFTAR PUSTAKA Alves RG & Strixino G. 2003. The Sampling of Benthic Macroinvertebrates Using Two Different Methods: Waiting Trays and an Ekman Collector. Acta Limnol. Bras. 15 (3): 1-6. Armendáriz LC. 2000. Population Dynamics of Stylaria lacustris (Linnaeus, 1967) (Oligochaeta, Naididae) in Los Talas, Argentina. Hydrobiologia 438: 217226. Aston RI. 1973. Tubifics and Water Quality: a Review. Environ. Pollut. 5(1): 1-10. [APHA] American Public Health Association. 1995. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 19th Edition. American Public Health Association, Washington, American Water Works Association, Water Enviroment Federation. United Book Press, Inc. Maryland. The United State of America. 1015 p. Ayu WF. 2009. Keterkaitan makrozoobenthos dengan kualitas air dan substrat di Situ Rawa Besar, Depok [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 75 hlm. Bouchard RW, Jr. 2004. Guide to Aquatic Macroinvertebrates of the Upper Midwest. Water Resources Center, University of Minnesota, St Paul, MN. 208 p. Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Alabama. 89 p. Brinkhurst RO & Jamieson BGM. 1971. Aquatic Oligochaeta of the World. Oliver & Boyd, Edinburgh. 860 p. Brinkhurst RO & Pinder AM. 1994. A Preliminary Guide to the Identification of the Microdile Oligochaeta of Australian Inland Water. Identification Guide No. 1. Cooperative Research Centre for Freshwater Ecology. USA. California Regional Water Quality Control Board, Central Valley Region. 2005. Benthic Macroinvertebrate Colonization of Artificial Substrates in Agriculture-Dominated Waterways of the Lower Sacramento River Watershed: Surface Water Ambient Monitoring Program (SWAMP) Lower Sacramento River Watershed. Regional Water Quality Control Board Central Valley Religion. California Enviromental Agency. California. 75 p. Canton SP & Chadwick JW. 1983. Aquatic Insect Communities of Natural & Artificial Substrates in a Montane Stream. Journal of Freshwater Ecology. 2(2): 153158. Casellato S. 1984. Life-Cycle and Karyology of Branchiura sowerbyi Beddard (Oligochaeta, Tubificidae). Hydrobiologia. 115: 65-69.
54 Chadwick JW & Canton SP. 1983. Comparison of Multiplate & Surber Samplers ina Colorado Mountain Stream. Journal of Freshwater Ecology. 2(3): 286-292 . Chessman BC & McEvoy PK. 1998. Towards Diagnostic Biotic Indices for River Macroinvertebrates. Hydrobiologia. 364: 169-182. Czerniawska-Kusza. 2004. Use of Artificial Substrates for Sampling Benthic Macroinvertebrates in the Assessment of Water Quality of Large Lowland Rivers. Polish Journal of Environmental Studies. 13(5): 579-584. Didin. 1999. Variabilitas Komunitas Makrozoobenthos di Sekitar Area Usaha Jaring Apung di Danau Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hlm. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 258 hlm. Elliot JM. 1971. Some Methods for the Statistical Analysis of Samples of Benthic Invertebrates. Ambleside: Freshwater Biological Association. Scientific Publication No. 25. 148 p. Epler JH. 2001. Identification Manual for the Larval Chironomidae (Diptera) of North & South Carolina. North Carolina Departement of environment & Natural Resources. Division of Water Quality. 600 p. Flannagan JF & Rosenberg DM. 1982. Types of Artificial Substrates Used for Sampling Freshwater Benthic Macroinvertebrates. In: Cairns J Jr (Editor) Artificial Substrates. Ann Arbor Science, Ann Arbor. p. 175-235. Goldman CR & Horne AJ. 1983. Limnology. International Studen Edition. McGrawHill, Inc. Tokyo, Japan. 464 p. Hanazato T. 2003. Predators Control Population Dynamics of the Cladoceran Daphnia Through Kairomones : An Indirect Effect of Predators. Oecologia. Vol 50(2): 123-127. Hawkes HA. 1979. Invertebrates as Indicator of River Water Quality. In: James A & Evision L. Biological Indicator of Water Quality. John Wiley and Sons. New York. p. 17-61. Kathman RD & Brinkhust RO. 1998. Guide to the Freshwater Oligochaetes of North America. Aquatic Resources Center. Tennesee. USA. 264 p. Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row Publisher, Inc. New York. Lukman. 1990. Komposisi Makroinvertebrata Bentik pada Substrat Buatan di Lubuk Sungai Ciaten. In: Sabar, Feizal. 1990. Biologi Perairan Sekitar Bogor. Bio Air No. 2. ISBN: 979/8163/02/8. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Limnologi. Balitbang Biologi Perairan. Bogor. Hlm. 26-31.
55
Macan TT. 1974. Freshwater Ecology. Longman Group Limited. London. Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. University Press, Cambridge. Australia. 179 p. Martins RT, Stepan NNC, & Alves RG. 2008. Tubificidae (Annelida: Oligochaeta) as an Indicator of Water Quality in an Urban Stream in Southest Brazil. Acta Limnol. 20(3): 221-226 Mason CF. 1991. Biology of Freshwater Pollution. 2nd Edition. Longman Scientific & Technical, New York. 351 p. McCafferty WP. 1983. Aquatic Entomology: the Fishermen’s and Ecologists’ Illustrated Guide to Insects and Their Relatives. Jones and Bartlett Publishers. Boston. 448 p. Monitoring & Non-Tidal Assessment Division. 2004. Freshwater Benthic Macroinvertebrates: Useful Indicator of Water Quality. Maryland Department of Natural Resources. Annapolis. Milligan MR. 1997. Identification Manual for the Aquatic Oligochaeta of Florida. Volume I Freshwater Oligochaeta. Division of Water Facilities. Florida Departement of Enviromental Protection. Florida. 198 pp. Novotny V & Olem H. 1994. Water Quality: Prevention, Identification & Management of Diffuse Pollution. Van Nostrand Reinhold, New York. United State of America. 1054 p. Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. [Terjemahan dari: Fundamental of Ecology. 3th Edition]. Samingan T (penerjemah). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hlm. Oliveira CSN & Fonseca- Gessner AA. 2006. New Spesies of Ablabesmyia Johannsen (Diptera, Chironomidae, Tanypodinae) from the Neotropical Region, with Description of Male Adult and Immature Stages. Revista Brasileria de Zoologia. 23(3): 740-745. Pennak RW. 1978. Fresh-Water Invertebrates of the United Stated. 2nd Edition. John Wiley and Sons, Inc. New York. 803 p. Pennak RW. 1989. Fresh-Water Invertebrates of the United States: Protozoa to Mollusca. 3th Edition. John Wiley & Sons. New York. 628 p. Quinby-Hunt MS, McLaughlin RD, & Quintanilha AT. 1986. Instrumentation for Enviromental Monitoring. Volume 2, Water. 2nd Edition. Lawrence Berkeley Laboratory. Enviromental Instrumentation Survey. John Wiley & Sons, Inc. Califonia. 982 p. Rahayu SW. 2004. Struktur Komunitas Makrozoobenthos sebagai Indikator Biologis Kualitas Lingkungan Perairan di Situ Burung, Kabupaten Bogor. [Skripsi]
56 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hlm. Saliu JK & Ovuorie UR . 2006. The Artificial Substrate Preference of Invertebrates in Ogbe Creek, Lagos, Nigeria. Life Science Journal. 4(3), 2007. Sudarso Y, Yoga GP, Suryono T & Aad. 2002. Komunitas Bentik Makroinvertebrata pada Media Buatan dengan Keterkaitannya pada Pencemaran Organik : Studi Kasus pada Waduk Saguling (Jawa Barat). Hlm : 15-30. In Yoga GP, Suryono T Tarigan T, Salawesty F, Apip, Ali F & Lukman. 2002. Laporan Teknis Tahun 2002. Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Perairan Darat. Pusat Penelitian Limnologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong. Soonthornsatit S. 1983. Effect of the Floating Cage Culture on the Dynamics of Benthic Macroinvertebratea in Lake Lido. Biotrop, SEAMEO Regional Centre for Tropical Biology. Bogor, Indonesia. 32 p. Thompson FG. 2004. An Identification Manual for the Freshwater Snail of Florida. University of Florida, Florida. 91 p. U. S. Enviromental Protection Agency. 1991. Ecological Assesment of Hazardous Waste Site : A Field and Laboratory Reference. Enviromental Research Laboratory. EPA/540/R-92/003. Western Aquatic, Inc. Washington, DC. 282 p. Van Benthem Jutting WSS. 1956. Treubia: A Journal of Zoology, Hydrobiology, and Oceanography of the Indo-Australian Archipelago. Vol 23-Part1-2. Museum Zoologioum Bogoriense. 534 p. Ward JL. 1992. Aquatic Insect Ecology: 1. Biology and Habitat. John Wiley and Sons, Inc. New York. 452 p. [WDNR] Wisconsin Department of Natural Resources. 1998. Field Procedures Manual. Part B: Collection Procedures. Office of Technical Services, Bureau of Water Resources Management. Wisconsin Department of Natural Resources. Bureau. 64 p. Welch EB & Lindell T. 1992. Ecological Effect of Wastewater: Applied Limnology and Pollutant Effects. Taylor and Francis Group LLC. Washington. 538 p. Wetzel RG. 2001. Limnology: Lake and River Ecosystems. 3th Edition. Academy Press. California. 1006 p. Wilhm JL. 1975. Biological Indicators of Pollution In: Whitton BA (Editor), River Ecology. Blackwell Scientific Publications. Oxford. p. 375-402. Wiliam DD & Felmate BW. 1992. Aquatic Insects. CAB International. ISBN: 085198-782-6. 354 p. Wu RSS. 1981. Effecs of Taxonomic Uncertainty on Spesies Diversity Indices. Marine Enviromental Research. 6 (1982): 215-225.
57 www.epa.gov/bioiweb1/html/invertclass.html [15 November 2009]. www.googlemap.com [16 Maret 2009].
59 Lampiran 1. Lokasi pengambilan contoh.
Gambar 1. Stasiun KJA
Gambar 2. Stasiun Non KJA
60 Lampiran 2. Cara peletakan rangkaian substrat buatan di Danau Lido.
Gambar 1. Stasiun KJA
Gambar 2. Stasiun Non KJA
61 Lampiran 3. Alat dan bahan yang digunakan untuk makroavertebrata.
Gambar 1. Mikroskop
Gambar 6. Saringan berukuran 0,5 mm
Gambar 2. Substrat Buatan
Gambar 7. KOH 10%
Gambar 3. Petersen Grab
Gambar 8. Botol Sampel
Gambar 9. Botol Poliethilen 100 ml Gambar 4. Larutan CMCP-10
Gambar 10. Kuas
Gambar 5. Nampan
Gambar 11. Pinset
62 Lampiran 4. Alat dan bahan yang digunakan untuk kualitas air.
Gambar 1. pH meter model
Gambar 7. Turbidity meter
Gambar 2. DO meter
Gambar 8. Botol Poliethilen
Gambar 3. Van Dorn Water Sampler
Gambar 9. Akuadest
Gambar 4. Botol BOD
Gambar 10. Vacuum pump
Gambar 5. Larutan Kimia
Gambar 11. Timbangan digital
Gambar 6. Baskom
Gambar 12. Desikator
63 Lampiran 5. Gambar organisme makroavertebrata yang ditemukan.
Gambar 1. Cura foremanii
Gambar 5. Kiefferulus sp.
Gambar 2. Helobdella sp.
Gambar 6. Pentaneura sp.
Gambar 3. Ablabesmyia sp.
Gambar 7. Polypedilum sp.
Gambar 4. Dicrotendipes sp.
Gambar 8. Pseudochironomus sp.
64 Lampiran 6. Klasifikasi organisme makroavertebrata yang ditemukan Makroavertebrata yang ditemukan selama 4 kali sampling dari dua stasiun yang berbeda (masing-masing stasiun terdapat dua titik) yaitu terdapat 41 spesies dari 20 famili. Adapun klasifikasi beberapa spesies yang ditemukan sebagai berikut: Menurut Van Benthem Jutting (1956), Pennak (1978 dan 1989), Milligan (1997), Brinkhust & Jamieson (1971), Brinkhust & Pinder (1994), Brinkhust & Kathman (1999), Epler (2001), dan Thompson (2004). Filum 1
: Arthropoda
Kelas 1
: Crustacea
Semua organisme yang memiliki 6 kaki atau lebih, dua pasang antenna dan eksoskeleton terbuat dari zat kitin yang membaginya menjadi banyak kelompok. 1.
Ordo : Cladocera Sebagian besar anggotanya memiliki panjang antara 0,2 sampai 3,0 mm; tidak bersegmen; sebagian besar spesies tubuhnya terbagi atas thorak dan abdominal yang dilapisi karapas; antena kedua lebih besar; terdapat sebuah mulut kecil diantara kepala dan tubuhnya; komponen mata besar. Famili : Daphnidae Tidak ada rostrum. Genus
: Daphnia sp.
Tidak ada sinus servical; formula setasi 0-0-1-3/1-1-3. 2.
Ordo : Calanoida Famili Genus
Kelas 2
: Diaptomidae : Diaptomus sp.
: Insecta
Banyak yang memiliki tiga pasang kaki ”sejati” dan yang tanpa kaki selalu memiliki tonjolan gemuk yang disebut proleg. 1.
Ordo : Diptera Pembagian kepala, thorax dan abdomen jelas; abdomen mempunyai 4 sampai 9 ruas. Bentuk larva panjang, silindris, tidak mempunyai bakal sayap dan biasanya tidak berkaki. Famili 1
: Chironomidae
Genus 1 : Ablabesmyia sp. Maxillary palp dengan 2-6 segmen; jika hanya 2 segmen lalu segmen subequal di sepanjang atau di dasar segmen yang besarnya lebih dari ½ panjang segmen apikal (catatan hanya di beberapa spesies yang lebih dari 2
65 segmen, dasar segmen mungkin sangat kecil); pseudoradula tidak diperluasan posterior; tidak terlihat dempet dengan transverse bar; dengan butiran
pseudoradula
yang
seringkali
tersusun
dispanjang
baris
longitudinal. Genus 2 : Anatopynia sp. Hipopharynx lidah dengan 4 gigi; kemerah-merahan atau kehijau-hijauan, dengan kepala kuning. Genus 3 : Chironomus sp. Gigi tengah mentum tidak dirancang jauh melebihi gigi lateral; pecten epipharyngis merupakan pelebaran dari berbagai macam kombinasi gigi; 1 atau 2 pasang tabung ventral. Genus 4 : Clinotanypus sp. Rahang bawah terdapat kait gigi apikal yang kuat dengan gigi dasar yang besar dan tajam; ligula selalu terdapat sejumlah gigi; gigi bagian dalam terpisah dengan gigi bagian luar; bagian pinggir dorsal anterior tubuhnya bersegmen 4 (abdominal segmen 1) tanpa sepasang kait sclerotized kecil. Genus 5 : Dicrotendipes sp. Lebar ventromental plate tidak melebihi mentum; pecten epipharyngis memiliki sedikitnya 10 dan selalu berujung tumpul; frontal apotome selalu dengan lubang frontal (kecuali 1 spesies) atau semikuadrat apotomal fenestra. Genus 6 : Kiefferulus sp. Mandible tanpa outer posterior hump; ventromental plate tidak melebar; apotome dengan antena
tanpa
lubang frontal dan 2 medial labral sclerites anterior; tubercle
dekat
dasar;
premandible
dengan
gigi
apikal/subapikal 5 atau lebih. Genus 7 : Macropelopia sp. Tiap dorsomental plates dilengkapi dengan 6 gigi besar (tidak termasuk gigi paling dalam dan gigi paling luar) dan perluasan bagian tengahnya yang tidak dipenuhi pseudoradula. Genus 8 : Micropsectra sp. Organ lauterborn di tangkai panjang diperpanjang melewati flagellum; pecten epipharyngis terdapat pada 3 macam penempatan gigi; ventromental plate dengan striae yang tidak seperti berkas. Genus 9 : Pentaneura sp.
66 Setae supranal timbul dari perbesaran tubercles dengan daerah gelap sclerotized. Genus 10 : Polypedilum sp. Mentum yang memiliki gigi yang rata atau gigi tengahnya bifid. Genus 11 : Procladius sp. Helaian antena subequal sepanjang flagellum; ligula dengan 5 gigi (4 gigi di bentuknya berbeda-beda). Genus 12 : Psectrocladius sp. Dua gigi tengah labial plate menyatu dengan bermacam-macam gigi dan seringkali memiliki 2 diskret tipis; gigi lateral gelap dan sebagian menyatu. Genus 13 : Pseudochironomus sp. Dikenal dengan setae S I yang muncul dari dasar yang terpisah; antena tidak di bagian puncak tapi diperpanjangan dasar; mandible tanpa gigi dorsal dan dengan seta subdentalis di bagian dorsal; bar besar seperti ventromental plates yang menyentuh atau hampir menyentuh ditengahnya; proceci tidak menyatu di dasar Genus 14 : Tribelos sp. Anterior margin di frontal apotome lurus, dengan 2 medial labral sclerites anterior; jarak dari basal notch di gigi mandibular terdalam ke sisipan seta subdentalis selalu kurang dari ¾ jarak dari basal notch ke apikal notch Famili 2
: Chaoboridae
Genus
: Chaoborus sp.
Organ hidrostatik (kantong udara) ada di toraks dan si segmen abdominal kedelapan; menyebar luas; enam spesies. 2.
Ordo : Ephemeroptera Kaki beruas-ruas, beberapa insang trakea pada hamper semua ruas abdomen; ujung posterior umumnya mempunyai tiga helai apendik panjang yang beruasruas (caudal filament), panjangnya 5-25 mm. Merupakan spesies toleran dan fakultatif, hidup di perairan yang jernih dan banyak oksigen, setelah dewasa hidup di darat. Biasanya disebut lalat sehari. Famili
: Neoephemeridae
Insang operkulum bergabung di tengah-tengah; panjangnya 3-8 mm; selalu di detritus sungai. Genus 3.
: Neoephemera sp.
Ordo : Hemiptera
67 Bentuk dan sifat nimfa mirip yang dewasa; bagian mulut yang terdiri dari labium, maksila dan mandible seperti paruh yang beruas-ruas, dan berfungsi untuk menusuk dan menghisap makanan. Antena pendek. Famili : Corixidae Tarsi depan terdiri dari sebuah segmen spatula Genus
: Trichocorixa sp.
Abdomen asimetri sinistral; pala pendek dan triangular; panjangnya kurang lebih 5,6 mm; tersebar luas dan sering ditemukan; terkadang berada di perairan payau; 12 spesies. 4.
Ordo : Odonata Mempunyai 2 pasang sayap yang sama panjang dan menyempit; kaki pendek digunakan untuk bertengger, tubuh ramping, kepala aktif dan terpadat mata yang besar. Famili : Aeshnidae Prementum melebar di setengah distal tapi tidak di sisi yang sejajar; abdominal dorsal tambahan bifid; spesies pendaki. Genus
: Aeshna sp.
Abdomen dengan duri-duri lateral di segmen keenam atau ketujuh sampai kesembilan; panjang 30-48 mm; distribusi luas dan sangat umum. Famili : Lestidae Segmen pertama dari antena lebih kecil dari gabungan segmen terakhir; proksimal setengah atau lebih dari labial mask yang sangat kecil; biasanya di kolam, rawa, tanah yang berlumpur. Genus
: Lestes sp.
Notch bagian atasnya bergerigi di labium pada kuping lateral trifid ; panjangnya 17-25 mm ; penyebaran luas. Famili : Libellulidae Pada pinggiran distal di kuping palpalnya lurus atau dengan krenasi rendah ; penyebarannya cepat berkali-kali. Genus
: Erythemis sp.
Setae labial lateral ada enam sampai tujuh ; tersebar luar. 5.
Ordo : Trichoptera Kaki aktif beruas-ruas mempunyai sepasang proleg pada ujung abdomen; biasanya kecil ; mempunyai insang trakea abdominal yang seperti jari-jari ;
68 biasanya selalu berada dalam selubung atau pada selubung portabel. Termasuk jenis organisme intolerant dan fakultatif. Famili : Rhyacophilidae Tanduk posternal tidak ada, tidak mempunyai selubung. Genus
: Rhyacophila sp.
Kaki pertama tidak chelate, tanpa tumpukan insang, panjang biasanya lebih dari 23 mm. Kelas 3
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Famili : Palaemonidae Chelae kedua hanya sedikit lebih panjang daripada chelae pertama; chelae tanpa terminal hair tufts. Genus
: Macrobrachium sp.
Kaki kedua hanya sedikit lebih panjang daripada kaki pertama. Kelas 4
: Ostracoda
Kecil; crustacea bivalva yang ukurannya selalu <1 mm dan tersebar luas di banyak habitat. Ordo
: Podocopida
Famili : Cyprididae Genus Filum 2
: Cypris sp.
: Annelida
Tipe segmen tubuh berbentuk kumpulan saluran seperti pipa. Dinding tubuh lembut, berotot, dan dilapisi dengan banyak kutikula tipis. Pencernaan dikhususkan di 1 ujung mulut dan anus dan terdapat septa tipis yang melintang di coelom. Kelas 1
: Oligochaeta
Tipe yang bersegmen; simetri bilateral; hemafrodit dengan 1 mulut di anterior ventral dan 1 anus di posterior; ukuran <1 mm sampai 4 cm (maksimal >20cm), tetapi sebagian besar yang berada di perairan tawar berukuran < 5 cm.
Tiap segmen
tubuhnya, kecuali segmen ke-1 dan beberapa segmen selanjutnya berisi 4 ikatan setae. 1.
Ordo : Tubificida Tidak terlalu panjang dan kurus; satu ikat setae berisi 2 setae atau lebih yang membentuk sabit atau kaitan yang tidak terlalu kuat. Famili 1
: Naididae
Panjang 2-10 mm. Probosis ada atau tidak ada. Bintik mata ada atau tidak ada. Dorsal setae biasanya dimulai pada bagian belakang segmen kedua; dalam satu
69 ikatan termasuk rambut setae, simple-pointed, spatulate atau pectinate needle. Vental setae dimulai di segmen kedua, umumnya bifid dan selalu berbeda dengan dorsal. Modifikasi penial setae ada atau tidak ada. Insang pada bagian ujung belakang dapat dimasukkan ke dalam branchial tossa yang mungkin ada (ada jika proboscis tidak ada). Genus 1
: Branchiodilus semperi
Insang terbatas dari anterior ke bagian tengah tubuh. Genus 2
: Dero sp.
Mata dan proboscis tidak ada; modifikasi bagian caudal di dalam ciliate branchial frossa yang umumnya berisi insang-insang yang mungkin memiliki sepasang palp projecting posteriorly. Ikatan dorsal dari IV, V, atau VI; rambut ada atau tidak ada, needle bermacam-macam, bifid, pectinate, atau palmate. Setae penial ada atau tidak ada. Genus 3
: Nais sp.
Biasanya terdapat mata, probosis, dan tidak ada tambahan pada caudal. Setae dorsal dimulai pada segmen VI, tiap ikatan terdiri dari rambutrambut dan bifid, pectinate atau simple-pointed needles. Ventral setae semuanya bifid, pada segmen II-V kebanyakan berbeda dengan setae yang lainnya. Setae penial ada. Genus 4
: Pristina sp.
Mata tidak ada, probosis ada, tidak ada tambahan pada caudal. Dorsal setae selalu dimulai pada segmen II, terdapat rambut-rambut setae dengan needles berbentuk simple-pointed atau bifid. Setae ventral bifid, dengan ujung gigi bagian atas yang lebih pendek.
Setae genital
bentuknya bervariasi. Genus 5
: Pristinella sp.
Tidak ada mata, probosis dan tambahan caudal. Setae dorsal dimulai pada segmen II, ikatan terdiri dari rambut-rambut dan simple-pointed, needle bifid atau pectinate. Setae penial ada atau tidak ada. Genus 6
: Slavina sp.
Mata ada atau tidak ada, tidak ada tambahan caudal dan probosis. Ornamen permukaan tubuh dengan baris sensor pappilae yang secara umum dikelilingi oleh lapisan kulit keras lain yang melekat. Setae dorsal dimulai pada segmen IV atau VI, tiap ikatan terdiri dari rambut-
70 rambut halus dan needle lurus yang melengkung tajam. Setae ventral semuanya sama. Setae penial ada. Genus 7
: Stylaria sp.
Mata selalu ada, probosis panjang ada, anterior berpigmen. Ikatan dorsal dari segmen VI, terdiri dari rambut-rambut non-serated dan needle simple-pointed tanpa sebuah nodulus. Setae ventral bifid, gigi kecil tereduksi, corong dengan double angular bent proximally, 4-14 perikatan. Setae penial ada. Famili 2
: Tubificidae
Mata, probosis dan insang caudal tidak ada. Ventral setae selalu bifid, dimulai II. Dorsal setae dimulai di II dan mungkin termasuk bifid crotches dengan atau tanpa gigi lanjutan, rambut setae simple-pointed dan/atau palmate. Ventral setae selalu bifid crotches dengan atau tanpa gigi lanjutan. Spermatechal dan/atau penial setae mungkin ada di segmen genital pada individu dewasa. Sepasang testes dan ovari di X dan XI, berturut-turut. Genus 1 : Aulodrilus sp. Setae dorsal berubah-ubah, tiap ikatan dapat terdiri dari rambut setae, pectinate, bifid atau oar-shape.
Modifikasi penial setae berbentuk
sendok ada atau tidak ada. Genus 2
: Branchiura sowerbyi
Panjangnya 38-185 mm dengan warna merah muda kekuning-kuningan sampai merah terang. Pada anterior dorsalnya terdapat 1-3 ikatan rambut setae yang pendek, 11-12 setae dengan ujung bifid, hampir tidak ditemukan sebuah gigi tengah, seringkali single intermediate tooth atau tidak ada, ikatan pada ventral terdiri dari 10-11 setae bifid yang sama.
Bagian dorsal tubuhnya lebih panjang daripada diameter
tubuhnya dan filamen insang ventralnya terdapat di segmen tubuh ke 50 sampai 60 yang terletak di bagian posterior tubuhnya. Kelas 2
: Hirudinea
Pipih dorsoventral; mulutnya dikelilingi oleh mulut penyedot seperti bibir yang mungkin berukuran besar atau kecil yang bergabung hingga akhir anterior; penyedot caudal selalu menghadap ventral dan agak besar, discoid, dan kuat sekali; anus di dorsal dan di depan penyedot; permukaan tubuh mungkin halus, berkeriput, tuberculated atau papillated. Ordo
: Rhynchobdellida
71 Lubang mulut kecil di mulut penghisap yang melalui otot probosis dapat menonjol keluar; tidak memiliki rahang; darah tidak berwarna. Famili
: Glossiphoniidae
Tubuh flat dan kebanyakan lebih lebar daripada kepalanya; tidak pernah berbentuk silinder; mulut penghisap ventral kurang lebih menyatu dengan tubuh; telur-telur berada di kantung membran di permukaaan tubuh bagian ventral; yang muda menempel pada bagian ventral dewasa; perenang yang buruk. Genus
: Hellobdella sp.
Memiliki sepasang mata yang terpisah. Filum 3
: Mollusca
Kelas
: Gastropoda
Hidup di hampir semua tipe habitat air tawar. Hewan dewasa memiliki dimensi maksimum kulit kerangnya dari 2 mm sampai 7 mm. Bagian otot dikenal sebagai “kaki”. Warna merupakan bagian yang paling tidak menonjol,selalu berwarna kehijauhijauan, kecokelat-cokelatan, atau kehitam-hitaman, dan seringkali terdapat bercakbercak berwarna kekuning-kuningan atau keputih-putihan.
Mata di atau dekat
tentakel. Mulut di bagian permukaan ventral kepala pada bagian akhir anterior dan mengalami kontak langsung dengan substrat pada sebagian besar spesiesnya. 1.
Ordo : Mesogastropoda Sebagian besar ditemukan dilaut, tetapi ada juga yang ditemukan di perairan tawar dan di darat; sebagian besar merupakan herbivor, beberapa diantaranya parasir atau predator; ada 7 gigi radula (atau gigi kecil) yang terkadang tereduksi. Jantungnya hanya terdiri dari 1 atriun dan 1 ventrikel. Famili 1
: Ampullariidae
Cangkang sangat besar, merupakan siput air tawar terbesar di Amerika; kedua insang dan paru-paru ada; probosis terbagi dalam dua struktur seperti tentakel; selalu di substrat berlumpur. Cangkang umbicilus penuh dengan lubang-lubang atau terbuka.
Puncaknya tertekan, lebih pendek daripada
aperturenya, seringkali planular. Aperture relatif luas. Pada beberapa genus, telur di simpan di atas air pada tandan kering di batang, daun, dinding dan lainlain. Genus lainnya meletakkannya di tandan gelatin. Jantan memiliki penis disudut kanan anterior lubang mantel. Genus
: Pomacea sp.
Bentuk cangkang oval.
72 Famili 2
: Buccinidae
Cangkang berbentuk oval, berputar atau sambung menyambung, spiral yang tinggi.
Berwarna kehijau-hijauan atau kecokelat-cokelatan.
Ulir terakhir
diproduksi di dalam kanal siphon pada bagian tepinya. Ulir biasanya cembung tapi di beberapa spesies sering rata. Pada beberapa spesies cangkangnya berukir bingkaian aksial dan striae spiral.
Columella tanpa lipatan spiral.
Memiliki tubuh yang panjang, probosis yang ramping, dan siphon.
Mata
terdapat di tepi tentakel. Radula 1. 1. 1. Gigi tengah biasanya besar dengan beberapa taring. Lateral dengan hanya sedikit taring. Genus
: Anentome helena
Cangkang berputar atau sambung menyambung, spiral yang tinggi. Berwarna kehijau-hijauan atau kecokelat-cokelatan, berkabut, tidak transparan. Ujungnya lancip yang diproduksi di dalam sebuah kanal siphon. Ulir agak cembung. Suture dangkal atau terlihat dengan jelas. Cangkang memiliki bingkaian vertikal yang jelas dan ukiran spiral yang tipis. Kelilingnya melingkar atau angular (bersiku-siku). Aperture oval memanjang. Kanal siphon pendek dan melebar. Radula 1. 1. 1., gigi tengah memiliki 4-7 taring,
gigi lateral 2-4 taring.
Alat kelamin
terpisah. Tubuhnya memanjang, tubular siphon digunakan sebagai alat gerak keatas. Famili 3
: Bulimidae
Cangkang memutar dengan ulir agak cembung. Kebanyakan licin tapi pada beberapa spesies spiralnya melengkung. Ulir terakhir pada banyak spesies besar dan menggelembung. Umbilicus menyempit atau tertutup. Aperture oval atau memutar. Peristome terus menerus, di beberapa genus ada yang mengembang dan berbentuk selokan di tepiannya, tapi tidak pernah dengan siphon kanal. Operkulum carcareous merupakan bagian yang terpilin dengan gulungan yang konsentris. Hewan dengan satu pasang tentakel panjang. Mata di tepi eksterior tentakel. Alat kelamin terpisah. Pada jantan penis memiliki tambahan berbentuk jari. Sejauh yang diketahui telur berada di betina yang jumlahnya satu atau kumpulan dari banyak telur. Radula 2. 1. 1. 1. 2. Genus
: Digoniostoma trucatum
Tinggi cangkang sekitar 10 mm. Umbilicus dikelilingi oleh gulungan spiral kecil. Peristome tanpa kelok-kelokan yang jelas di tepi sebelah luar.
73 2.
Ordo : Pulmonata Famili
: Physidae
Cangkang spiral dan sinistral. Genus
: Physa sp.
Cangkang dengan ulir tubuh yang menggelembung; tepi bagian dalam bermantel digitate atau lobed dan meluas di semua cangkang; spesiesnya bermacam-macam yang dapat ditemukan di semua tipe perairan, seringkali ditemukan di perairan yang terpolusi. Filum 4 : Platyhelminthes Hidup bebas di perairan tawar. Kelas
: Turbellaria
Ditemukan dimanapun, selalu di dalam atau berasosiasi tertutup dengan substrat. Sebagian besar spesiesnya seringkali bentuk dan warnanya terlihat seperti lintah kecil; spesies mikroskopis bentuk ciliatanya besar. Semua spesiesnya berbentuk flat, hidup di perairan tawar, kurang lebih dapat memanjangkan tubuhnya. Sebagian besar pipih dan seperti daun, silinder atau berbentuk spingle. Hampir tidak bervariasi, dibuktikan beberapa dibuktikan dari permun ventral yang pipih. Pada beberapa spesies akhir anteriornya berbeda yang cukup mirip dengan “kepala”. Ordo
: Tricladida
Spesies berukuran besar, hewan yang hidup dengan panjang lebih dari 5 mm; rongga gastrovaskular terdiri dari tiga percabangan, satu anterior dan dua posterior dan lateral. Famili
: Dugesiidae
Caing pipih yang sebagian besar lebih omnivor daripada karnivor. Merupakan tipe yang hidup dengan memakan hewan yang hidup atau yang mati dan sebagian besar induvidunya dapat memakan avertebrata aktif yang berukuran besar. Genus
: Cura foremanii
Secara keseluruhan berwarna kelabu, cokelat, atau kehitam-hitaman; seluruh faring berwarna putih; panjang 7-15 mm.
74 Lampiran 7. Kepadatan makroavertebrata (ind/m2) di Danau Lido. Ordo
Famili
Genus
Cladocera
Daphnidae
Calanoida
Diaptomidae
Diaptomus sp.
Diptera
Chironomidae
Ablabesmyia sp.
Daphnia sp.
KJA alami D1
D2
D3
KJA buatan D4
D1
D2
D3
530
70
11
Non KJA alami D4
D1
D2
D4
D1
D2
19
33
10 19
4
11
41 4
10
Dicrotendipes sp. Kiefferulus sp.
22
19
Macropelopia sp. 7
15
Polypedilum sp.
Chaoboridae
26
41
304
4
30
11
4
22
15
244
544
407
115
22
11
15
7
7
4
11
4
7
Psectrocladius sp.
11
Pseudochironomus sp.
4
Pupae Chironomidae (sp. 1)
4
Tribelos sp.
7
Decapoda
Palaemonidae
Chaoborus sp. Macrobrachium sp.
Ephemeroptera
Neoephemeridae
Neoephemera sp.
Tubificida
Naididae
Branchiodrilus semperi Dero sp.
7
10
Micropsectra sp.
Procladius sp.
D4
20
Clinotanypus sp.
Pentaneura sp.
D3
4
Anatopynia sp. Chironomus sp.
D3
Non KJA buatan
99
7
30 4 4
69
168 10
7
89 4
4
37
75 Lampiran 7. (lanjutan). Ordo
Famili
Genus
KJA alami D1
D2
D3
KJA buatan D4
D1
D2
D3
Nais sp.
Corixidae Ampullariidae Buccinidae Bulimidae Physidae Aeshnidae Lestidae
Physa sp. Aeshna sp. Lestes sp.
Podocopida Rhynchobdellida
Libellulidae Cyprididae Glossiphoniidae
Erythemis sp. Cypris sp. Helobdella sp.
Trichoptera Tricladida
Rhyacophilidae Dugesiidae
Rhyachophila sp. Cura foremanii
Hemiptera Mesogastropoda
Odonata
D1
D2
D3
Non KJA buatan D4
D1
D2
33
26 7
7 33
4 4
11 200
10 20
7
19
7 7 7 7
7 59
128
907
108
10
20
69
20
79
49
237
4 19
D3
D4
26
4
Pristinella sp. Slavina sp. Stylaria sp. Aulodrilus sp. Branchiura sowerbyi Trichocorixa sp. Pomacea sp. Anentome helena Digoniostoma trucatum
D4 7
Pristina sp.
Tubificidae
Non KJA alami
4 7 4
20
11 11
4 15
37
4 7
4 4
4
4 4
19 107
10
11 4
4 4
4 39
10
4 11
111 44
70 22
138
Jumlah
0
0
0
0
590
126
26
174
79
296
1529
544
157
934
1125
617
Jumlah genera
0
0
0
0
7
9
3
8
3
4
11
10
11
23
21
10
Jumlah famili
0
0
0
0
6
7
3
7
2
3
7
7
8
13
8
5
Jumlah ordo
0
0
0
0
6
7
3
5
2
2
5
4
8
10
7
5
76 Lampiran 8. Komposisi makroavertebrata (%) di stasiun KJA . Sampling ke% % % Stasiun Famili KJA alami
KJA buatan
Daphniidae Diaptomidae Chironomidae Naididae Tubificidae Corixidae Ampullariidae Physidae Cypridae Glossiphoniidae Rhyacophilidae Daphniidae Diaptomidae Chironomidae Naididae Tubificidae Corixidae Ampullariidae Physidae Cypridae Glossiphoniidae Rhyacophilidae
D1
D2
D3
89,94 0,68 4,41 1,19
55,56
42,31
23,81 3,17
42,31
5,56 5,56
15,38
3,22
0,68
3,17 3,17
% D4
2,30 8,04 4,02 10,92 2,30 10,92 61,49
77 Lampiran 9. Komposisi makroavertebrata (%) di stasiun Non KJA. Sampling keStasiun Famili % % % D1 D2 D3 Daphniidae Chironomidae 1,31 Chaoboridae 6,47 Neoephemeridae Naididae 23,31 13,60 Tubificidae 87,34 50,00 63,83 Corixidae 26,69 3,20 Ampullariidae Buccinidae Non KJA alami Bulimidae Palaemonidae Aeshnidae Lestidae Libellulidae Cyprididae Glossiphoniidae 12,66 2,55 Rhyacophilidae Dugesiidae 9,03 Daphniidae 12,10 3,53 Chironomidae 47,77 82,55 58,84 Chaoboridae Neoephemeridae 2,55 0,75 Naididae 25,48 4,82 24,98 Tubificidae Corixidae 4,46 1,18 0,36 Ampullariidae 2,55 1,18 1,33 Buccinidae 0,43 Non KJA buatan Bulimidae 0,75 Palaemonidae 0,43 Aeshnidae 0,36 Lestidae 2,55 1,18 0,36 Libellulidae 0,43 Cyprididae 2,55 Glossiphoniidae 0,43 9,87 Rhyacophilidae 1,18 3,91 Dugesiidae
% D4 5,51 5,51 16,36 23,53 43,57 3,68
1,84
78,44
0,65 6,00
11,35 3,57
78 Lampiran 10. Kepadatan makroavertebrata dalam status feeding fungsional di stasiun KJA dan stasiun Non KJA (ind/m2). Functional Feeding Groups
KJA alami
KJA buatan
Non KJA alami
D1
D2
D3
D4
D1
D2
D3
Filterer- Collectors
0
0
0
0
4
22
0
4
0
0
Gathering-Collectors
0
0
0
0
7
4
0
21
69
217
Omnivore
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
11
0
0
Predators
0
0
0
0
541
82
11
126
10
0
276
50
42
107
208
92
Scrapers (Grazers) Gathering-Collectors, Shredder
0
0
0
0
19
14
4
23
0
79
49
257
11
33
19
37
0
0
0
0
19
4
11
0
0
0
0
0
41
304
4
7
Gathering- Collectors, Filterer- Collectors, Scrapers (Grazers)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
22
15
Shredder, Gathering- Collectors, Piercer
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
7
7
0
0
0
0
590
126
26
174
79
296
1529
544
157
927
1125
617
Jumlah
D4
D1
D2
D3
Non KJA buatan
D4
D1
D2
D3
D4
20
20
19
408
584
455
1184
217
40
45
281
4
79 Lampiran 11. Status fungsional genera makroavertebrata di Danau Lido. Genera
Functional Feeding Groups
Daphnia sp.
Predators
Diaptomus sp.
Filterer- Collectors
Ablabesmyia sp. Anatopynia sp.
Predators Filterer- Collectors
Chironomus sp.
Gathering-Collectors, Shredder Filterer- Collectors
Clinotanypus sp. Dicrotendipes sp. Kiefferulus sp.
Gathering- Collectors, Filterer- Collectors, Scrapers Filterer- Collectors
Macropelopia sp. Micropsectra sp.
Filterer- Collectors Filterer- Collectors
Pentaneura sp. Polypedilum sp.
Predators Shredder, Gathering- Collectors, Piercer
Procladius sp. Psectrocladius sp.
Predators Filterer- Collectors
Pseudochironomus sp. Pupae Chironomidae (sp. 1)
Filterer- Collectors Filterer- Collectors
Tribelos sp. Chaoborus sp.
Filterer- Collectors Predators
Neoephemera sp. Branchiodrilus semperi
Omnivore
Dero sp. Nais sp.
Gathering-Collectors Gathering-Collectors
Pristina sp. Pristinella sp.
Gathering-Collectors Gathering-Collectors
Slavina sp. Stylaria sp.
Gathering-Collectors Gathering-Collectors
Aulodrilus sp. Branchiura sp.
Gathering-Collectors Gathering-Collectors
Trichocorixa sp.
Scrapers (Grazers) Predators
Anentome helena
Gathering-Collectors
Pomacea sp. Digoniostoma trucatum
Scrapers (Grazers)
Physa sp. Macrobrachium sp.
Scrapers (Grazers)
Aeshna sp.
Predators
Lestes sp.
Predators
Erythemis sp. Cypris sp.
Predators Predators
Helobdella sp. Rhyacophila sp.
Predators Predators
Cura foremanii
Predators
Scrapers (Grazers) Omnivore
80 Lampiran 12. Uji T. Parameter KJA alami-KJA buatan KJA alami-Non KJA alami KJA buatan-Non KJA buatan Non KJA alami-Non KJA buatan
Uji-T T hitung 2,4926 2,0971 5,0726 0,2529
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances 79 Mean 789,6666667 Variance 425336,3333 Observations 3 Pooled Variance 245587,6667 Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat -0,2529062 P(T<=t) one-tail 0,406403086 t Critical one-tail 2,131846782 P(T<=t) two-tail 0,812806171 t Critical two-tail 2,776445105 t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances 590 Mean 108,6666667 Variance 5701,333333 Observations 3 Pooled Variance 35770,16667 Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat -5,07261329 P(T<=t) one-tail 0,003558696 t Critical one-tail 2,131846782 P(T<=t) two-tail 0,007117392 t Critical two-tail 2,776445105
T tabel 2,1318 2,1318 2,1318 2,1318 Non KJA alami-Non KJA buatan
157 892 65839 3
t hit t tabel
KJA buatan-Non KJA buatan 157 892 65839 3
t hitung t tabel
81 Lampiran 11. (lanjutan) t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances KJA alami-KJA buatan 0 590 Mean 0 108,6666667 Variance 0 5701,333333 Observations 3 3 Pooled Variance 2850,667 Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat -2,49269 t hit P(T<=t) one-tail 0,033645 t Critical one-tail 2,131847 t tabel P(T<=t) two-tail 0,06729 t Critical two-tail 2,776445
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances KJA alami-Non KJA alami 0 79 Mean 0 789,6666667 Variance 0 425336,3333 Observations 3 3 Pooled Variance 212668,2 Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat -2,09719 t hit P(T<=t) one-tail 0,051991 t Critical one-tail 2,131847 t tabel P(T<=t) two-tail 0,103982 t Critical two-tail 2,776445
Tabel 8. Karakteristik fisika kimia perairan Danau Lido stasiun KJA dan Non KJA. Stasiun KJA substrat alami Parameter
Satuan
Stasiun KJA substrat buatan
Stasiun Non KJA substrat alami
Sampling ke-
Stasiun Non KJA substrat buatan Sampling ke-
D1
D2
D3
D4
D1
D2
D3
D4
D1
D2
D3
D4
D1
D2
D3
D4
Suhu
°C
24,8
25,6
26,7
26,3
24,8
25,3
27,4
25,8
25,2
25,3
26,1
26,8
25,3
25,5
26,2
26,8
pH
-
6,50
6,58
6,60
6,17
6,40
6,80
6,64
6,16
7,48
6,99
6,93
6,84
7,43
6,91
7,09
6,76
Kekeruhan
NTU
14
7,2
3,6
23
5,1
4,6
3,1
4,7
31
29
7
18
18
28
7,1
5
TSS
mg/l
24
10
20
38
18
4
6
8
50
56
310
52
26
116
26
12
TDS
mg/l
168
172
108
160
154
174
104
160
154
170
118
1540
148
186
110
158
DO
mg/l
0
0
0,42
0
1,69
0,84
0,63
0
4,62
5,04
6,94
5,89
5,9
5,04
6,96
5,57
BOD
mg/l
0,93
5,81
3,5
1,44
0,25
1,77
3,2
1,43
1,61
3,62
3,4
0,8
0,75
0,42
2,9
0
COD
mg/l
6,86
3,92
12,7
15,7
4,9
0,98
12,7
13,7
6,86
2,94
21,6
14,7
4,9
4,9
11,8
14,7
H2 S
mg/l
0,54
1,19
1,37
0
0,61
0
1,66
0,24
cerah
cerah
cerah
cerah
gerimis
hujan
cerah
cerah
gerimis
hujan
cerah
cerah
Kondisi cuaca
cerah
cerah
cerah
cerah
Keterangan : D menyatakan hari pengambilan contoh makroavertebrata setelah perendaman substrat buatan (D1: hari ke-7, D2: hari ke-14, D3: hari ke-28, dan D4: hari ke-56).
42
Lampiran 7. Kepadatan makroavertebrata (ind/m2) di Danau Lido. Ordo
Famili
Genus
Cladocera
Daphnidae
Calanoida
Diaptomidae
Diaptomus sp.
Diptera
Chironomidae
Ablabesmyia sp.
Daphnia sp.
KJA alami D1
D2
D3
KJA buatan D4
D1
D2
D3
530
70
11
Non KJA alami D4
D1
D2
D4
D1
D2
19
33
10 19
4
11
41 4
10
Dicrotendipes sp. Kiefferulus sp.
22
19
Macropelopia sp. 7
15
Polypedilum sp.
Chaoboridae
26
41
304
4
30
11
4
22
15
244
544
407
115
22
11
15
7
7
4
11
4
7
Psectrocladius sp.
11
Pseudochironomus sp.
4
Pupae Chironomidae (sp. 1)
4
Tribelos sp.
7
Palaemonidae
Chaoborus sp. Macrobrachium sp.
Ephemeroptera
Neoephemeridae
Neoephemera sp.
Tubificida
Naididae
Branchiodrilus semperi Dero sp.
99
7
37
30 4 4
69
168 10
7
89 4
4
74
Decapoda
7
10
Micropsectra sp.
Procladius sp.
D4
20
Clinotanypus sp.
Pentaneura sp.
D3
4
Anatopynia sp. Chironomus sp.
D3
Non KJA buatan
Lampiran 7. (lanjutan). Ordo
Famili
Genus
KJA alami D1
D2
D3
KJA buatan D4
D1
D2
D3
Nais sp.
Corixidae Ampullariidae Buccinidae Bulimidae Physidae Aeshnidae Lestidae
Physa sp. Aeshna sp. Lestes sp.
Podocopida Rhynchobdellida
Libellulidae Cyprididae Glossiphoniidae
Erythemis sp. Cypris sp. Helobdella sp.
Trichoptera Tricladida
Rhyacophilidae Dugesiidae
Rhyachophila sp. Cura foremanii
Hemiptera Mesogastropoda
Odonata
D1
D2
D3
Non KJA buatan D4
D1
D2
33
26 7
7 33
4 4
11 200
10 20
7
19
7 7 7 7
7 59
128
907
108
10
20
69
20
79
49
237
4 19
D3
D4
26
4
Pristinella sp. Slavina sp. Stylaria sp. Aulodrilus sp. Branchiura sowerbyi Trichocorixa sp. Pomacea sp. Anentome helena Digoniostoma trucatum
D4 7
Pristina sp.
Tubificidae
Non KJA alami
4 7 4
20
11 11
4 15
37
4 7
4 4
4
4 4
19 107
10
11 4
4 4
4 39
10
4 11
111 44
70 22
138
Jumlah
0
0
0
0
590
126
26
174
79
296
1529
544
157
934
1125
617
Jumlah genera
0
0
0
0
7
9
3
8
3
4
11
10
11
23
21
10
Jumlah famili
0
0
0
0
6
7
3
7
2
3
7
7
8
13
8
5
Jumlah ordo
75
0 0 0 0 6 7 3 5 2 2 5 4 8 10 7 5 Keterangan : D menyatakan hari pengambilan contoh makroavertebrata setelah perendaman substrat buatan (D1: hari ke-7, D2: hari ke-14, D3: hari ke-28, dan D4: hari ke-56).
Lampiran 10. Kepadatan makroavertebrata dalam status feeding fungsional di stasiun KJA dan stasiun Non KJA (ind/m2). Functional Feeding Groups
KJA alami
Non KJA alami
KJA buatan
Non KJA buatan
D1
D2
D3
D4
D1
D2
D3
D4
D1
D2
D3
D4
D1
D2
D3
D4
Filterer- Collectors
0
0
0
0
4
22
0
4
0
0
20
20
19
408
584
455
Gathering-Collectors
0
0
0
0
7
4
0
21
69
217
1184
217
40
45
281
4
Omnivore
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
11
0
0
Predators
0
0
0
0
541
82
11
126
10
0
276
50
42
107
208
92
Scrapers (Grazers) Gathering-Collectors, Shredder
0
0
0
0
19
14
4
23
0
79
49
257
11
33
19
37
0
0
0
0
19
4
11
0
0
0
0
0
41
304
4
7
Gathering- Collectors, Filterer- Collectors, Scrapers (Grazers)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
22
15
Shredder, Gathering- Collectors, Piercer Jumlah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
7
7
0
0
0
0
590
126
26
174
79
296
1529
544
157
927
1125
617
Keterangan : D menyatakan hari pengambilan contoh makroavertebrata setelah perendaman substrat buatan (D1: hari ke-7, D2: hari ke-14, D3: hari ke-28, dan D4: hari ke-56).
78