Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
PELUANG DAN TANTANGAN DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (ASEAN ECONOMIC COMMUNITY) Sulbahri Madjir *) Dosen Program Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen Universitas Tridinanti Palembang Jl. Kapten Marzuki No.2446 Kamboja Palembang Telp. 0711-372164-360717, Fax. 0711-360725 Wab site : www/mm-utp.com ; E-mail :
[email protected]
Abstrak Peluang bagi Indonesia dari kerjasama ekonomi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah 1) Manfaat Integrasi Ekonomi 2) Pasar Potensial Dunia 3) Negara Pengekspor 4) Negara Tujuan Ekspor 5) Daya Saing 6) Sektor Jasa yang Terbuka 7) Aliran Modal. Sedangkan tantangan bagi Indonesia dari kerjasama ekonomi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah 1) Laju Peningkatan Ekspor dan Impor, 2) Laju Inflasi, 3) Dampak Negatif Arus Modal 4) Kesamaan Produk 5) Daya Saing Sektor Prioritas Integrasi 6) Daya Saing SDM 7) Tingkat Perkembangan Ekonomi 8) Kepentingan Nasional 9)Kedaulatan Negara. Langkah strategis yang harus dilakukan 1) Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi). 2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun profesional. 3) Penguatan posisi usaha skala menengah, kecil dan usaha pada umumnya. 4) Penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta. 5) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi (juga merupakan tujuan utama pemerintah dalam program reformasi komprehensif di berbagai bidang seperti perpajakan, kepabeanan dan birokrasi). 6) Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditas unggulan. 7) Peningkatan partisipasi institusi pemerintah maupun swasta untuk mengimplementaskan AEC Blueprint. 8) Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakekatnya AEC Blueprint juga merupakan program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia. 9) Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala. 10) Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan dan perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi dan restrukturisasi industri dan lain-lain. Kata Kunci : Peluang dan Tantangan
PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Seiring dengan tujuan dibentuknya kerjasama ekonomi ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok adalah untuk : a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai. b. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan meghormati keadilan dan tertib hukum didalam hubungan antara negaranegara di kawasan ini serta mematuhi prinsipprinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. c. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi. d. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian dalam
e.
f. g.
bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik dan administrasi. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri mereka, memperluas perdagangan dan pengkajian masalah-masalah komoditi internasional, memperbaiki sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi, serta meningkatkan taraf hidup rakyat mereka. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai organisasi internasional dan regional yang mempunyai tujuan serupa dan untuk menjajagi segala kemungkinan untuk saling bekerjasama secara erat diantara mereka sendiri.
Dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk Negara Anggota ASEAN, seluruh Negara Anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi ekonomi yang lebih nyata dan meaningful yaitu ASEAN Economy Community (AEC). AEC adalah
705
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2015. Untuk mewujudkan AEC tersebut, para pemimpin Negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-13 pada bulan November 2007 di Singapura, menyepakati AEC Blueprint, sebagai acuan seluruh Negara Anggota dalam mengimplementasikan komitmen AEC. Pada tahun 2015, apabila AEC tercapai, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa investasi dan tenaga terampil yang bebas serta arus modal yang lebih bebas diantara Negara ASEAN. Dengan terbentuknya pasar tunggal yang bebas tersebut maka akan terbuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN. Salah satu keputusan penting dalam ASEAN Summit di Singapura tahun 2007 adalah ditetapkannya tahun 2015 sebagai tahun dimulainya penerapan kesepakatan pasar tunggal ASEAN, atau lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Mengingat sekarang sudah tahun 2014 maka tersisa waktu 1 (satu) tahun lagi bagi Indonesia untuk berbenah menghadapi pasar tunggal ASEAN tersebut. Penerapan MEA akan berdampak kepada kemudahan lalu-lintas barang, investasi, dan migrasi pencari kerja antarbangsa. Dalam sosialisasi dijelaskan bahwa MEA 2015 masih pada level “community” atau level ekonomi masyarakat, jadi belum sampai pada level penyatuan mata uang seperti yang terjadi di Eropa dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) menerbitkan mata uang Euro. Dalam hal mata uang masing-masing negara ASEAN masih berpegang kepada mata uangnya sendiri-sendiri. MEA akan memudahkan lalu lintas barang, investasi, dan migrasi pekerja yang layaknya ada di dalam satu negara. MEA akan menjadikan ASEAN melebihi status kawasan perdagangan bebas yang hanya bertumpu pada penurunan tarif ekspor-impor barang dan jasa. ASEAN nantinya bagaikan pasar besar yang terbuka bagi pencari kerja, terbuka bagi pemasaran barang dan jasa, terbuka bagi pengusaha untuk berinvestasi. Apabila pada saat ini begitu mudah menjumpai barang konsumsi buatan negeri Malaysia, maka nanti akan lebih banyak lagi yang datang. Demikian pula restoran-restoran Malaysia, Thailand, Singapura, Filiphina dan negara ASEAN lainnya akan
ISSN : 2089-6948
menyerbu ke Indonesia termasuk ke Batam. Namun sebaliknya Indonesia juga mengharapkan restoran Indonesia yang sudah terkenal dengan citarasa bumbunya yang sedap juga dapat menyerbu negeri Malaysia tersebut. Sehingga terjadi resiprocal (home and away) dalam berusaha. Oleh sebab itu masyarakat Indonesia harus mempersiapkan diri dan yang lebih penting pemerintah berbenah untuk memperkuat ekonomi daerah dan nasional. Supaya kondisi pasar tunggal ASEAN ini dapat diambil manfaat seluas-luasnya bagi bangsa, negara dan masyarakat. Bank Indonesia menjelaskan tentang peluang dan besaran ekonomi negara anggota ASEAN atau tingkat Produk Domestik Bruto (PDB). Dari data yang ada diketahui bahwa Indonesia memiliki PDB terbesar diantara 10 negara anggota ASEAN. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia memiliki wilayah paling luas dengan penduduk paling banyak. PDB Indonesia yang terbesar ini kalau tidak dipersiapkan dengan baik akan menjadi sasaran empuk pemasaran produk dari luar negeri. Sebagai negara besar dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN dan No.4 terbesar di dunia setelah Cina, India, dan USA, Indonesia akan menjadi pasar terbuka untuk pemasaran produk-produk dari luar. Oleh sebab itu pemerintah harus mempersiapkan ekonomi yang efisien dan kompetitif supaya mampu bersaing dengan Jiran atau Malaysia. Indikator PDB dan PDB/Kapita dari 10 negara ASEAN adalah sebagai berikut : Tabel 1.
Negara
Indikator PDB dan PDB/kapita 10 negara ASEAN
PDB/kapita US$ Indonesia 639,4 2.329,0 Thailand 264,0 3.941,0 Malaysia 193,0 6.950,0 Singapura 182,2 36.379,0 Philipina 161,2 1.748,0 Vietnam 93,2 1.068,0 Myanmar 34,3 571,0 Cambodia 10,9 768,0 Brunei 10,4 25.386,0 Laos 5,6 886,0 Sumber : IMF, World Economic Outlook-October 2010.
706
PDB (miliar US$)
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
negara-negara ASEAN akan semakin bebas masuk ke Indonesia, demikian pula sebaliknya. Pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sudah di depan mata. Indonesia harus mulai mempersiapkan diri jika tidak ingin menjadi sasaran empuk masuknya produk-produk negara anggota ASEAN. Dalam menghadapi pasar bebas ini, Indonesia harus belajar dari pengalaman pelaksanaan free trade agreement (FTA) dengan China pada 2010. Akibat tak siap dampaknya, sekarang produk-produk China merajalela di Indonesia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia selain mempersiapkan diri menghadapi pasar bebas tersebut. Pemerintah memastikan Indonesia sangat siap menghadapi era perdagangan bebas Asia Tenggara dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 (www.liputan6.com). Kesiapan itu ditunjukkan melalui pembentuan ASEAN Economic Committee yang melibatkan pemerintah dan dunia usaha. Pemerintah terus mempertajam pilar pembentukan Komite Ekonomi ASEAN 2015, antara lain di bidang politik dan keamanan, ekonomi dan budaya. Pemerintah menegaskan tak akan mundur dari komitmen perdagangan bebas di kawasan regional meski Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan. Untuk menjadi pemenang, pemerintah dan dunia usaha terus meningkatkan pertumbuhan di seluruh sektor, seperti perdagangan, investasi dan sebagainya. Selain itu pemerintah lebih menekankan akses keuangan dan produktivitas sektor UKM untuk menghadapi MEA karena akses keuangan ditingkatkan karena menghadapi persaingan bebas perlu modal dan produktivitas.
Dari tabel di atas menjelaskan bahwa Negara yang paling besar PDBnya adalah Indonesia yaitu US$ 639,4 miliar, dan yang paling kecil adalah Laos yaitu US$ 5,6 miliar. Sedangkan secara individu income per kapita tertinggi dicapai penduduk Singapura dan Brunai yakni US$ 36.379,- dan US$ 25.386,- yang terendah dimiliki penduduk Myanmar yakni US$ 571,-. Dengan demikian Indonesia sebagai Negara yang paling besar PDBnya akan menjadi target market untuk pemasaran barang dan jasa dari anggota ASEAN lainnya. Disisi lain walaupun penduduk Singapura dan Brunai memiliki income perkapita tertinggi di ASEAN tetapi tidak otomatis dapat menjadi pembeli utama, hal ini kerena jumlah penduduk kedua negara tersebut tidaklah besar sehingga pasar yang diciptakannya bagaikan mini market saja. MEA sebagai model integrasi ekonomi kawasan berbeda dengan EEC. Integrasi model EEC dilakukan dengan menyerahkan keputusan pada lembaga-lembaga yang dibentuk untuk menangani permasalahan ekonomi Eropa. Dengan demikian, pembentukan lembaga Eropa tersebut membuat kedaulatan masing-masing negara dalam pembuatan keputusan menjadi lebih berkurang. Integrasi model MEA tetap menjadikan negara anggota sebagai pengambil keputusan. Keputusan pada tingkat ASEAN dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama. Dengan demikian, peran negara masing-masing anggota sebagai pengambil keputusan tetap dipertahankan. Dengan model integrasi ekonomi kawasan seperti AEC, Indonesia dinilai perlu menyadari setiap keunggulan dan kelemahan yang ada seperti yang disebut keunggulan komparatif (comparative advantage). Terintegrasinya basis industri menjadi penting karena negara yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi untuk produk tertentu akan menjadi basis industri barang tersebut. Maka setiap negara tidak perlu lagi memproduksi semua jenis barang untuk kebutuhannya sendiri. Indonesia sebagai negara dengan potensi sumber daya alam terbesar dinilai memiliki potensi untuk menjadi basis industri pengolahan bagi ASEAN. Hal tersebut, karena 43 persen dari penduduk ASEAN yang sekarang mencapai 600 juta jiwa adalah penduduk Indonesia, dan secara demografis 53 persen wilayah ASEAN merupakan wilayah RI. Melalui MEA integrasi sektor usaha akan dimulai pada tahun 2015, sedangkan bagi sektor keuangan, termasuk perbankan integrasi mulai 2020. Pada periode MEA itu sektor usaha dan sektor keuangan
B. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas maka pokok permasalahan dalam makalah ini adalah : a. Bagaimana peluang dan tantangan menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ? b. Bagaimana langkah-langkah strategi yang dilakukan dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ?
707
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
LANDASAN TEORI DAN METODOOLOGI 1. a.
Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antar beberapa negara serta bagaimana efeknya terhadap perekonomian suatu negara. Disamping itu teori perdagangan internasional juga dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari adanya perdagangan internasional (gains from trade). (Nopirin, 1999, h.7).
Landasan Teori Manfaat Perdagangan
Menurut Boediono (2009, h. 10) perdagangan atau pertukaran mempunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak termasuk dalam arti perdagangan. Pertukaran atau perdagangan diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak termasuk dalam arti perdagangan. Perdagangan hanya terjadi apabila paling tidak ada satu pihak yang memperoleh keuntungan/manfaat dan tidak ada pihak lain yang (merasa) dirugikan. Sedangkan perdagangan bebas (free trade) memberikan tambahan manfaat yang maksimal. Jadi pertukaran atau perdagangan timbul karena salah satu atau kedua belah pihak melihat adanya manfaat/keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut. Manfaat ini disebut manfaat dari perdagangan (gains from trade). Jadi motif pertukaran adalah gains from trade. Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional, sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, di mana pemenuhan kebutuhan setempat (dalam negeri) yang tidak dapat diproduksi, mereka melakukan transaksi dengan cara barter (pertukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak, dimana masing-masing negara tidak dapat memproduksi barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri). Hal ini terjadi karena setiap negara dengan negara mitra dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik dan lain sebagainya. Dari perbedaan tersebut, maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional. (Halwani, 2005, h. 1).
b.
Kebijakan Ekonomi Internasional Menurut Tambunan (2001, h. 1), ekonomi internasional atau perdagangan internasional sebagai perdagangan antar negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Perdagangan internasional mencakup dua kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Menurut Nopirin (1999, h. 1), ekonomi internasional menyangkut beberapa negara dimana : 1) Mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal relatif lebih sukar (immobilitas faktor produksi). 2) Sistem keuangan, perbankan, bahasa, kebudayaan serta politik yang berbeda. 3) Faktor-faktor produksi yang dimiliki (faktor endowment) berbeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan harga barang yang dihasilkan. Kebijakan ekonomi internasional adalah tindakan/kebijaksanaan ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijaksanaan ini tidak hanya berupa tarif, quota dan lain-lain, tetapi juga meliputi kebijakan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan serta pembayaran internasional seperti kebijaksanaan moneter dan fiskal. Sedangkan definisi yang lebih sempit kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan/ kebijakan ekonomi pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perdagangan dan pembayaran internasional. (Nopirin, 1999, h. 49). Tujuan kebijakan ekonomi internasional yaitu : 1) Autarki Untuk menghindarkan diri dari pengaruh negara lain baik pengaruh ekonomi, politik atau militer. 2) Kesejahteraan (welfare) Untuk mendorong adanya perdagangan internasional, maka halangan-halangan dalam
708
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
perdagangan internasional (tarif, quota, dan sebagainya) dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Berarti harus ada perdagangan bebas. 3) Proteksi Untuk melindungi industri dalam negeri dan persaingan barang impor. Misalnya dengan menjalankan tarif, quota, dan sebagainya. 4) Keseimbangan Neraca Pembayaran Apabila suatu negara mempunyai kelebihan cadangan valuta asing, maka kebijakan pemerintah untuk mengadakan stabilisasi ekonomi dalam negeri akan tidak banyak menimbulkan masalah dalam neraca pembayaran internasional.Tetapi bagi negara berkembang hal itu sangat sedikit karena posisi negara berkembang cadangan valuta asingnya rendah, maka pemerintah negara tersebut berupaya menyeimbangkan. Kebijakan dilakukan dengan mengadakan pengawasan devisa terhadap lalu lintas barang dan modal. 5) Pembangunan Ekonomi Kebijakan ini antara lain ditempuh melalui perlindungan terhadap industri dalam negeri (infant industries), mengurani impor barang konsumsi yang non-esensial dan mendorong impor barang yang esensial. Selain itu mendorong ekspor dan sebagainya.
b) Melindungi kepentingan industri didalam negeri. c) Melindungi lapangan kerja (employment). d) Menjaga keseimbangan dan stabilitas balance of payment (BOP) atau neraca pembayaran internasional. e) Menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil. f) Menjaga stabilitas nilai tukar/kurs valas. 2) Kebijakan Pembayaran Internasional Kebijakan pembayaran internasional yang meliputi tindakan/kebijakan pemerintah terhadap rekening modal (capital account) dalam neraca pembayaran internasional yang berupa pengawasan terhadap pembayaran internasional. Hal ini dapat dilakukan dengan pengawasan terhadap lalu lintas devisa (exchange control), atau pengaturan/pengawasan lalu lintas modal jangka panjang. 3) Kebijakan Bantuan Luar Negeri Tindakan/kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman (loan), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi serta pembangunan dan bantuan militer terhadap negara lain. c. Teori-Teori Ekonomi Internasional 1) Teori Keunggulan Absolut Masalah utama dengan merkantilisme adalah memandang perdagangan sebagai suatu zero-sum game, dimana surplus perdagangan dari satu negara diimbangi oleh defisit perdagangan dari negara lain. Sebaliknya Adam Smith memandang perdagangan sebagai positive-sum game dimana semua partner perdagangan dapat memperoleh manfaat. Sebagian besar dari buku “The Wealth of Nations” (Smith, 1975) ditujukan untuk menyerang merkantilisme. Smith percaya akan operasi hukum alam atau “invisible hand” dan dengan demikian, menguntungkan individualisme dan perdagangan bebas. Smith berkata, bahwa setiap orang lebih memahami kebutuhan dan keinginannya sendiri. Jika setiap orang diperbolehkan mencari kesejahteraannya sendiri, maka dalam jangka panjang ia akan memberikan kontribusi paling besar bagi kebaikan bersama. Hukum alam, bukannya kendala pemerintah, yang akan berperan mencegah penyalahgunaan kebebasan ini. Secara spesifik, keunggulan hukum alam ini di mata Smith berasal dari pembagian kerja. (Dong-Sung Cho & Hwy-Chang Moon, 2000, h. 4).
Instrumen kebijakan ini terdiri dari : 1) Kebijakan Perdagangan Internasional Kebijakan perdagangan yang mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) dari neraca pembayaran internasional, khususnya ekspor dan impor jasa. Contoh : kebijakan tarif terhadap impor, bilateral trade agreement, state trading dan sebagainya. Menurut Hady (2001, h. 73), kebijakan perdagangan internasional diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional dari/ke negara tersebut. Tujuan kebijakan perdagangan internasional yang dijalankan oleh suatu negara dirumuskan sebagai berikut : a) Melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negatif dari situasi/kondisi ekonomi/perdagangan internasional yang tidak baik atau tidak menguntungkan.
709
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
2) Teori Keunggulan Komparatif Sejak Adam Smith menerbitkan bukunya dalam tahun 1776, banyak ekonom telah melakukan kontribusi penting untuk teori ini. Di antara mereka, kontribusi David Ricardo untuk teori perdagangan internasional penting sekali sehingga teori klasik ini kadang-kadang disebut sebagai teori Ricardian ; yang selanjutnya dikenal sebagai teori keunggulan komparatif. Menurut Smith, suatu negara yang superior seperti ini tidak memperoleh manfaat dari perdagangan internasional. Sebaliknya, menurut Ricardo, negara superior tersebut harus melakukan spesialisasi dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut terbesar dan negara yang lebih rendah kedudukannya harus spesilisasi pada yang paling sedikit ketidakunggulan absolut. Aturan ini dikenal sebagai teori keunggulan komparatif. Satu implikasi penting dari teori ini adalah bahwa meskipun jika suatu negara tidak memiliki suatu keunggulan absolut dalam setiap barang, negara ini dan negara-negara lain masih akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional. (Dong-Sung Cho & Hwy-Chang Moon, 2000, h. 7). Keunggulan mutlak menurut Boediono (2000, h. 20) adalah suatu negara mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih murah daripada negara lain. Dalam kritiknya, Adam Smith mengemukakan teori keunggulan mutlak sebagai berikut (Hady, 2001, h. 29) : Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakmampuan keunggulan mutlak. Teori ini berdasarkan beberapa asumsi sebagai berikut : a) Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja. b) Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama. c) Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang. d) Biaya transpor diabaikan.
lebih padat kapital ; dua negara yang memiliki jumlah kedua faktor produksi yang berbeda, negara A memiliki lebih banyak kapital daripada tenaga kerja, negara B memiliki lebih banyak tenaga kerja daripada kapital. Secara singkat dapat dikatakan bahwa teori Hechkscher dan Ohlin merupakan pengembangan teori Ricardo, dengan menambahkan sejumlah karakteristik produksi yang tidak ditemukan pada teori Ricardo yang dianggap agak sederhana. Faktor produksi diperkaya dengan menambahkan faktor modal. Pemilik faktor modal akan menikmati hasil atas penggunaan modal mereka seperti halnya upah untuk tenaga kerja. Teori Hechkscher dan Ohlin dalam kaitan ini dikenal sebagai “model 2x2x2” karena teori ini dalam perluasannya mengasumsikan dua negara, dua jenis barang seperti teori Ricardo, dan menambahkan dua faktor produksi. Hechkscher dan Ohlin menyatakan bahwa keunggulan komparatif yang dipunyai suatu negara terhadap negara lain berasal dari perbedaan kekayaan faktorfaktor produksi, apakah itu berupa tenaga kerja atau modal. Suatu negara yang bersangkutan dikatakan mempunyai keunggulan komparatif pada produksi barang yang intensif tenaga kerja bila dalam negeri dari negara yang bersangkutan memiliki tenaga kerja yang melimpah (labor-abundant) secara relatif. Dalam pandangan Hechkscher dan Ohlin harga barang sangat ditentukan oleh harga input (faktor produksi) yang digunakan. Barang yang dalam produksinya lebih memerlukan faktor produksi yang relatif melimpah di suatu negara karenanya dapat diproduksi dengan biaya lebih murah daripada barang yang produksinya lebih memerlukan faktor produksi yang sulit didapatkan. Temuan utama teori Hechkscher dan Ohlin juga sangat sederhana, dimana negara yang tenaga kerjanya melimpah akan memproduksi dan mengekspor barang-barang yang intensif tenaga kerja dan negara yang modalnya melimpah akan mengekpor barang yang intensif modal. Ini juga berarti bahwa satu negara memproduksi barangbarang yang intensif-modal lebih banyak daripada yang dikonsumsinya dan sebaliknya mengkonsumsi barang yang intensif-tenaga kerja lebih banyak daripada yang diproduksinya. Dengan demikian, negara yang bersangkutan harus mengekspor barang-barang yang intensif-modal dan sebaliknya mengimpor barang-barang yang intensif-tenaga kerja untuk memenuhi pola konsumsinya.
3) Teori Faktor-Proporsi dari Hechkscher dan Ohlin Menurut Boediono (2000, h. 59), dalam model H-O yang sederhana dianggap bahwa : dua faktor produksi yaitu tenaga kerja dan kapital ; dua barang mempunyai kepadatan faktor produksi yang tidak sama, yang satu (X) lebih padat karya, yang lain (Y)
710
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
4) Keunggulan Kompetitif dari Michael E. Porter Keunggulan komparatif dinamik dirintis oleh Michael E. Porter (1990) dan Paul Krugman (1980). Kedua ahli ini sepakat bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan (created comparative advantage). Dengan kata lain, mereka menentang teori Ricardo dan Ohlin yang cenderung memandang keunggulan komparatif yang ”alami” (natural comparative advantage). Argumennya faktor yang menopang tingkatan tertinggi dalam keunggulan komparatif, sebagaimana terlihat dalam gambar berikut, harus diperbaharui atau diciptakan setiap saat lewat investasi modal fisik dan manusia agar diperoleh keunggulan komparatif dalam produk yang terdiferensiasi dan teknologi produksi. (Meier, 1995, h. 456 dalam Masngudi, 2002, h. 35).
b) Barter : pengiriman barang di luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan dalam negeri. Barter dapat dibagi lagi menjadi : Direct Barter, Switch Barter, Counter Purchase dan Buy-Back Barter. c) Konsinyansi (consignment) : pengiriman barang ke luar negeri untuk dijual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan ekspor biasa. d) Package deal : ini semacam barter tetapi barangbarang yang akan diekspor disepakati dalam bentuk perjanjian dagang. e) Penyelundupan (smuggling) : perdagangan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan-badan usaha ke luar negeri untuk kepentingan sendiri tanpa mengindahkan kepentingan masyarakat. Penyelundupan dilakukan dengan melakukan pelanggaran hukum (illegal) atau penyelundupan administratif dengan membonceng prosedur yang legal.
d. Pengertian Ekspor Menurut Kuncoro (2003, h. 255) penganut sistem ekonomi terbuka, lalu lintas perdagangan internasional berperanan penting dalam perekonomian dan pembangunan di Indonesia adalah seberapa jauh peran perdagangan luar negeri terlihat dari rasio antara ekspor ditambah impor terhadap PDB. Ekspor adalah menjual barang dan jasa ke luar negeri. Permasalahan yang muncul dalam melakukan kegiatan ekspor adalah : masalah pengumpulan barang, masalah angkutan darat, disamping itu permasalahan yang menyangkut pembiayaan rupiah (rupiah financing), masalah sortasi dan up-grading (sorting and up-grading), masalah penggudangan (storage and packing). (Amir MS, 1986, h. 47). Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam ekspor komoditi meliputi : a) Daya saing yang rendah dalam harga dan waktu penyerahan. b) Daya saing sering dianggap masalah internal eksportir, padahal sesungguhnya masalah nasional yang tak mungkin diatasi oleh pengusaha sendiri. c) Saluran pemasaran tidak berkembang diluar negeri.
e.
Pengertian Impor Impor menurut Sukirno (2004, h. 411), merupakan kegiatan perusahaan yang membeli barang-barang yang diproduksi negara lain. Kegiatan mengimpor barang ini dapat dilakukan oleh perusahaan yang khusus memperdagangkan barang yang diimpornya. Terdapat pula perusahaan yang menjual berbagai peralatan produksi, barang bangunan, dan berbagai jenis barang konsumsi yang mengimpor barang yang dijualnya dari produsen di luar negeri. Disamping perusahaan pengimpor, terdapat pula perusahaan yang mengimpor barang yang diperlukannya secara langsung. Ini terutama dilakukan oleh perusahaan yang bersifat industri pengolahan. Waktu didirikan, mengimpor sendiri barang modal yang diperlukannya. Pada ketika menjalankan kegiatan produksinya, secara kontinu akan mengimpor bahan mentah yang diperlukan. Impor mesin-mesin pabrik dan peralatannya dan impor bahan mentah merupakan bagian yang cukup penting dari keseluruhan impor yang dilakukan oleh negara-negara berkembang. Kegiatan mengimpor memberikan efek dan pengaruh yang sebaliknya dari kegiatan mengekspor. Aliran ke luar mata uang asing akan berlaku dan menurunkan devisa yang tersedia. Impor barang konsumsi dapat menyaingi perusahaan dalam negeri dan menurunkan produksi mereka. Apabila hal ini terjadi, maka produksi, penjualan dan keuntungan perusahaan-perusahaan yang dipengaruhi oleh keberadaan barang impor akan menurun. Dari segi
Dalam melaksanakan ekspor ke luar negeri dapat ditempuh dengan cara : a) Ekspor biasa : barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri.
711
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
gambaran secara makro, hal tersebut dapat menyebabkan defisit dalam keseimbangan aliran keluar-masuk devisa, menurunkan nilai mata uang domestik dan mengurangi kesempatan kerja. Kebijakan impor menurut Tambunan (2000 h. 158), bertujuan untuk melindungi industri didalam negeri terhadap persaingan barang-barang impor. Karena itu, kebijakan impor sering disebut kebijakan proteksi. perdagangan tanpa proteksi (free market) yang sepenuhnya didasarkan pada keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif akan memaksimalisasikan output dan kesejahteraan dunia (gains from trade). Artinya, kebijakan impor yang bersifat proteksi, yang bertentangan dengan prinsipprinsip perdagangan bebas, pada akhirnya akan merugikan kedua belah pihak, tidak hanya negara eksportir tetapi juga negara importir. Sedangkan menurut Hady (2001, h. 65), kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan mempengaruhi struktur, komposisi dan kelancaran usaha untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa.
2.
3.
4.
5.
2. Metodologi Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut Nasir (1999, h. 63) metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Sedangkan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan data kualitatif. Menurut Sugiyono (2005, h. 14) data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema atau gambar.
sejalan dengan ketentuan-ketentuan di bidang perdagangan internasional yang telah disepakati bersama di dalam WTO yang menuju perdagangan bebas dunia sepenuhnya. APEC, Kebijakan PLN Indonesia harus juga sejalan dengan kesepakatan dalam APEC yang menerapkan perdagangan bebas oleh negaranegara maju (NM) anggota APEC pada tahun 2010 dan diikuti oleh negara-negara berkembang (NSB) anggota APEC pada tahun 2020. ASEAN, Kebijakan PLN Indonesia juga harus sejalan dengan kebijakan AFTA menuju perdagangan bebas yang telah dimulai sejak tahun 2003, termasuk sejumlah ASEAN Plus, seperti FTA ASEAN dengan Korea, China, Jepang, India, New Zealand dan Amerika Serikat. Juga kebijakan PLN Indonesia harus sejalan dengan kesepakatan untuk mempercepat integrasi Ekonomi ASEAN dari 2020 menjadi 2015. EPA. Indonesia telah menandatangani Economic Partnership Agreement (EPA) dengan Jepang pada awal tahun 2006. Oleh karena itu, kebijakan PLN Indonesia juga harus disesuaikan dengan kesepakatan tersebut. KEK. Indonesia juga telah membuat kesepakatan untuk membentuk Kawasan Ekonomi Khusus dengan Singapura dan ini berarti Indonesia punya suatu komitmen yang harus dicerminkan di dalam kebijakan perdagangan luar negerinya.
Indonesia adalah salah satu Negara terbesar populasinya yang ada di kawasan ASEAN. Masyarakat Indonesia adalah Negara Heterogen dengan berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah RRT dan India. Ini akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju AEC tahun 2015 (Perbawa dalam Bank Indonesia, 2014, h.1). Sebagai salah satu dari tiga pilar utama ASEAN Community 2015, ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di dalamnya terdapat AEC, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional, kita mengharapkan dengan dengan terwujudnya komunitas masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam era perdagangan global menurut Tambunan (2009, h. 260) kebijakan perdagangan luar negeri menjadi sangat penting. Di dalam menyusun kebijakan perdagangan luar negeri, pemerintah Indonesia mempunyai komitmen terhadap sejumlah blok perdagangan, khususnya berikut ini : 1. WTO, Indonesia sebagai salah satu negara anggota WTO, kebijakan yang diterapkan harus
712
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
pihak, sehingga terjadi suatu dialog antar sektor yang dimana nantinya juga saling melengkapi diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara-negara ASEAN ini sangat penting. Misalnya untuk infrastruktur, jika kita berbicara tentang infrastruktur mungkin Indonesia masih sangat dinilai kurang, baik itu berupa jalan raya, bandara, pelabuhan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini kita dapat memperoleh manfaat dari saling tukar pengalaman dengan anggota ASEAN lainnya. Jika dilihat dari sisi demografi Sumber Daya Manusia-nya, Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community ini sebenarnya merupakan salah satu Negara yang produktif. Jika dilihat dari faktor usia, sebagian besar penduduk Indonesia atau sekitar 70% nya merupakan usia produktif. Jika kita lihat pada sisi ketenaga kerjaan kita memiliki 110 juta tenaga kerja (data BPS, tahun 2007), namun apakah sekarang ini kita utilize dengan tenaga kerja kita yang berjumlah sekitar 110 juta itu. Untuk itu harus mampu meningkatkan kepercayaan diri bahwa sebetulnya apabila memiliki kekuatan untuk bisa bangkit dan terus menjaga kesinambungan stabilitas ekonomi yang sejak awal pemerintahan terus meningkat, angka kemiskinan dapat ditekan seminim mungkin, dan progres dalam bidang ekonomi lainnya pun mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Dengan hal tersebut banyak sekali yang bisa diwujudkan terutama dengan merealisasikan ASEAN Economy Community 2015 nanti. Stabilitas ekonomi Indonesia yang kondusif ini merupakan sebuah opportunity dimana Indonesia akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri, apalagi dengan sumber daya alam yang begitu besar, maka akan sangat tidak masuk akal apabila tidak bisa berbuat sesuatu dengan hal tersebut. Melihat kondisi ekonomi Indonesia yang stabil dan mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun belakangan menjelaskan mengenai kesiapan Indonesia dalam menyongsong ASEAN Economic Community, dapat dikatakan siap, dapat dilihat dari keseriusan pemerintah dalam menangani berbagai masalah pada bidang ekonomi baik itu masalah dalam negeri ataupun luar negeri. Selain itu, posisi Indonesia sebagai Chair dalam ASEAN pada tahun 2012 ini berdampak sangat baik untuk menyongsong terealisasinya ASEAN Economic Community. Dari dalam negeri sendiri Indonesia telah berusaha untuk mengurangi kesenjangan ekonomi Kesenjangan antara pemerintah pusat dengan daerah lalu mengurangi kesenjangan antara pengusaha besar dengan UKM dan peningkatan
dalam beberapa sektor yang mungkin masih harus didorong untuk meningkatkan daya saing. Berkaca pada salah satu statement ASEAN Community bahwa “Masyarakat ASEAN 2015 adalah Warga ASEAN yang cukup sandang pangan, cukup lapangan pekerjaan, pengangguran kecil tingkat kemiskinan berkurang melalui upaya penanggulangan kemiskinan yang kongkrit.” Pemerintah Indonesia sampai dengan pada saat ini terus berusaha untuk mewujudkan masyarakat Indonesia itu sendiri makmur dan berkecukupan sebelum memasuki AEC kelak. ASEAN pada awalnya hanyalah sebuah organisasi regional yang bentuk kerjasamanya loose atau tidak longgar, namun dengan adanya ASEAN Charter maka Negara-negara ASEAN ini membentuk suatu masyarakat ASEAN yang mempunyai tiga pilar utama yaitu, ASEAN Economic Community, ASEAN Security Community, ASEAN Socio-Cultural Community dengan tujuan terciptanya stabilitas, perdamaian dan kemakmuran bersama di kawasan. Pada awalnya ASEAN Community ini akan diwujudkan pada tahun 2020, namun di percepat menjadi tahun 2015. ASEAN Economic Community (AEC) sebenarnya merupakan bentuk integrasi ekonomi yang sangat potensial di kawasan maupun dunia. Barang, jasa, modal dan investasi akan bergerak bebas di kawasan ini. Integrasi ekonomi regional memang suatu kecenderungan dan keharusan di era global saat ini. Hal ini menyiratkan aspek persaingan yang menyodorkan peluang sekaligus tantangan bagi semua negara. Skema AEC 2015 tentang ketenagakerjaan, misalnya, memberlakukan liberalisasi tenaga kerja profesional papan atas, seperti dokter, insinyur, akuntan dsb. Celakanya tenaga kerja kasar yang merupakan “kekuatan” Indonesia tidak termasuk dalam program liberalisasi ini. Justru tenaga kerja informal yang selama ini merupakan sumber devisa non-migas yang cukup potensional bagi Indonesia, cenderung dibatasi pergerakannya di era AEC 2015. Ada tiga indikator untuk meraba posisi Indonesia dalam AEC 2015. Pertama, pangsa ekspor Indonesia ke negara-negara utama ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, Pilipina) cukup besar yaitu 13.9% (2005) dari total ekspor. Dua indikator lainnya bisa menjadi penghambat yaitu menurut penilaian beberapa institusi keuangan internasional - daya saing ekonomi Indonesia jauh lebih rendah ketimbang Singapura, Malaysia dan Thailand. Percepatan investasi di Indonesia tertinggal bila dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Namun
713
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
kekayaan sumber alam Indonesia yang tidak ada duanya di kawasan, merupakan local-advantage yang tetap menjadi daya tarik kuat, di samping jumlah penduduknya terbesar yang dapat menyediakan tenaga kerja murah. Sisa krisis ekonomi 1998 yang belum juga hilang dari bumi pertiwi, masih berdampak rendahnya pertumbuhan investasi baru (khususnya arus Foreign Direct Investment) atau semakin merosotnya kepercayaan dunia usaha, yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut karena buruknya infrastruktur ekonomi, instabilitas makro-ekonomi, ketidakpastian hukum dan kebijakan, ekonomi biaya tinggi dan lainlain. Pemerintah tidak bisa menunda lagi untuk segera berbenah diri, jika tidak ingin menjadi sekedar pelengkap di AEC 2015. Keberhasilan tersebut harus didukung oleh komponen-komponen lain di dalam negeri. Masyarakat bisnis Indonesia diharapkan mengikuti gerak dan irama kegiatan diplomasi dan memanfaatkan peluang yang sudah terbentuk ini. Diplomasi Indonesia tidak mungkin harus menunggu kesiapan di dalam negeri. Peluang yang sudah terbuka ini, kalau tidak segera dimanfaatkan, maka akan tertinggal, karena proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir. Maka negara Indoensia harus segera berbenah diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan berkulitas global. Tantangan Indonesia kedepan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA – atau ASEAN ECONOMIC COMMUNITY) merupakan tujuan akhir dari integrasi ekonomi negara-negara ASEAN, seperti yang dicanangkan dalam ASEAN Vision 2020 :…to create a stable prosperous and highly competitive ASEAN economic region in which there is a free flow of goods, services, investment, skillled labour and a free flow of capital, equitable economic development and reduced poverty and socioeconomic disparities in year 2020. MEA dipilih oleh negara-negara ASEAN untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi rakyatnya secara bersama-sama, mengingat cara ini merupakan opsi yang paling efisien dibandingkan bila upaya peningkatan kemakmuran dilakukan secara unilateral. MEA dalam upaya peningkatkan kemakmuran ekonomi dilakukan melalui penguatan
daya saing untuk memenangkan kompetisi global, melalui tahapan integrasi pasar domestik sebagai pasar tunggal dan integrasi basis produksi sehingga pada akhirnya mendorong peningkatan daya saing dalam menembus pasar global. Oleh sebab itu, pencapaian MEA dilakukan melalui empat tahapan strategis, meliputi : pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global. Persetujuan Indonesia untuk menandatangani kesepakatan kerja sama menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 dan Kerja Sama Ekonomi Regional Komprehensif (Regional Comprehensive Economic Partnership – kerja sama ekonomi negara ASEAN dengan enam negara mitra dialog, meliputi China, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru dan India yang ditargetkan diberlakukan mulai tahun 2016) mendatangkan konsekuensi persiapan yang matang di dalam negeri, melibatkan dunia usaha, ekonom dan pemerintah daerah. Persiapan matang perlu dilakukan oleh semua pihak, karena dalam proses integrasi ekonomi akan terdapat kesepakatan kebebasan mobilitas barang dan jasa, bahkan lebih jauh kebebasan mobilitas faktor-faktor produksi. Kebebasan mobilitas diantaranya melalui kesepakatan penghapusan hambatan ekonomi. Pada Pilar Pertama MEA, dinyatakan bahwa : ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan aliran modal yang lebih bebas. Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang. Aliran bebas barang dan jasa yang membanjiri pasar Indonesia, menyebabkan pabrik pembuat barang dan penyedian jasa gulung tikar karena tidak mampu bersaing. Pengangguran melonjak, investasi terhenti, modal lari keluar negeri dan pemerintah kehilangan pendapatan dari pajak. Aliran bebas barang dan jasa biasanya terkait dengan inisiatif penurunan tarif dan non tarif serta fasilitas perdagangan. Pemerintah harus bertindak hati-hati dalam melakukan perundingan, terutama untuk produk-produk yang memiliki keunggulan komparatif yang relatif sama diantara negara ASEAN, terutama produk yang berbasis alam, seperti : pertanian, produk kayu, perikanan dan produk karet. Indonesia punya pengalaman buruk terhadap ketidaksiapan dalam menghadapi kerjasama perdagangan bebas. Pengalaman mengadopsi pakta perdagangan bebas ASEAN – China tahun 2003. Realitas kurangnya
714
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
sosialisasi dan kesiapan Indonesia menghadapi pasar bebas ASEAN – China membuat Indonesia mengambil pilihan negosiasi ulang untuk sejumlah sektor. Berikut lima hal yang perlu diantisipasi dalam menghadapi pasar bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) : 1. Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin ASEAN sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. 2. Berbagai profesi seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja asing pada 2015 mendatang. Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. 3. Sejumlah pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja ahli di Indonesia cukup mampu bersaing. 4. Strategi dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja dengan menentukan sejumlah syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri karena permintaan tenaga kerja jelang MEA akan semakin tinggi (www.liputan6.com).
Namun demikian masih banyak perusahaan yang menemukan pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi. Perdagangan bebas antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara atau lebih kenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 membawa hal positif dan negatiF bagi masing-masing negara yang terlibat di dalamnya. Menurut Anggraini (2014 : h. 1) ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan negara-negara ASEAN khususnya Indonesia saat MEA ini berlangsung di antaranya sebagai berikut : 1. Penurunan biaya perjalanan transportasi 2. Menurunkan secara cepat biaya telekomunikasi 3. Meningkatkan jumlah pengguna internet 4. Informasi akan semakin mudah dan cepat diperoleh 5. Meningkatnya investasi dan lapangan kerja 6. Untuk perdagangan jasa, MEA dapat meningkatkan kinerja ekonomi dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan ekspor tradisional atau baru. Untuk menghadapi dampak negatif akibat adanya persaingan ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah : 1. Mengembangkan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA dan kebijakan umum pengembangan sektor jasa nasional 2. Meningkatkan kegiatan sosialisasi 3. Fokus pada sisi suplai dan produksi 4. Meningkatkan perlindungan terhadap konsumen 5. Pemberian ruang usaha bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) 6. Mendorong swasta untuk memanfaatkan pasar terbuka 7. Menciptakan kondisi yang memberikan kesempatan agar pemasok jasa domestik dapat bersaing dengan pemasok jasa asing 8. Meningkatkan kualifikasi pekerja seperti dokter dan arsitek 9. Kebijakan-kebijakan untuk memberikan kepastian agar dapat memberikan keuntungan 10. Pemerintah dan sektor swasta meningkatkan kemampuan (efisiensi dan daya saing) dari pasokan pelayanan yang disediakan 11. Mengantisipasi masuknya investor asing 12. Mengantisipasi pergerakan tenaga kerja 13. Penggunaan bahasa dan perbedaaan peraturan kerja dengan meningkatkan kemampuan bahasa dan pemahaman aturan di negara-negara ASEAN.
Keuntungan MEA bagi negara-negara Asia Tenggara adalah sebagai berikut : 1. Pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar. 2. Meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara. 3. Permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta. 4. Permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.
715
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
Indonesia dan negara-negara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan yang terintegrasi yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil; terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online. Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi. Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir nonASEAN. Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negEri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri. Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, industri dalam negeri akan mendapatkan tantangan berat karena harus bersaing dengan produk dari industri di negara-negara kawasan Asia Tenggara, termasuk untuk industri tekstil lokal. Beberapa negara yang menjadi pesaing berat dalam industri tekstil antara lain Vietnam, Bangladesh dan China. Dalam menghadapi MEA 2015, pasar bebas akan berlangsung misalnya kinerja industri tekstil dalam beberapa tahun terakhir dinilai cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) pada 2013 sebesar US$ 12,68 miliar atau memiliki porsi 8,5% dari nilai ekspor non-migas. Suplai tekstil Indonesia ke dunia mencapai 1,8%. Cukup signifikan tekstil termasuk industri menyerap tenang kerja. Jadi saat ini antara ekspor dan impor TPT kita, surplus US$ 4 miliar. Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk. Indonesia masih
716
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negaranegara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung. Dari sisi aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN (Republika Online, 2013). Dengan adanya MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia. Berdasarkan pembahasan di atas maka peluang bagi Indonesia dari kerjasama ekonomi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Integrasi Ekonomi 2. Pasar Potensial Dunia 3. Negara Pengekspor 4. Negara Tujuan Ekspor
5. Daya Saing 6. Sektor Jasa yang Terbuka 7. Aliran Modal Sedangkan tantangan bagi Indonesia dari kerjasama ekonomi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah sebagai berikut : 1. Laju Peningkatan Ekspor dan Impor 2. Laju Inflasi 3. Dampak Negatif Arus Modal 4. Kesamaan Produk 5. Daya Saing Sektor Prioritas Integrasi 6. Daya Saing SDM 7. Tingkat Perkembangan Ekonomi 8. Kepentingan Nasional 9. Kedaulatan Negara Secara garis besar, langkah strategis yang harus dilakukan antara lain adalah melakukan : 1. Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi). 2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun profesional. 3. Penguatan posisi usaha skala menengah, kecil dan usaha pada umumnya. 4. Penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta. 5. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi (juga merupakan tujuan utama pemerintah dalam program reformasi komprehensif di berbagai bidang seperti perpajakan, kepabeanan dan birokrasi). 6. Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditas unggulan. 7. Peningkatan partisipasi institusi pemerintah maupun swasta untuk mengimplementaskan AEC Blueprint. 8. Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakekatnya AEC Blueprint juga merupakan program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia. 9. Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala. 10. Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan dan perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan tol,
717
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
pelabuhan, revitalisasi dan restrukturisasi industri dan lain-lain.
dimana nantinya juga saling melengkapi diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara negara ASEAN ini sangat penting. Tantangan Indonesia ke depan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia bisa membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar segera mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Peluang dalam menghadapi ASEAN Economic Community agar dimanfaatkan karena proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir maka masyarakat Indonesia harus berbenah diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan berkulitas global. Apabila Indonesia tidak mendorong daya saing dan nilai tambah atas barang/produk yang diproduksi, maka Indonesia dapat kehilangan perannya di kawasan dan menjadi objek kemajuan pembangunan di kawasan tanpa memperoleh keuntungan yang maksimal. b. Tantangan menghadapi dalam menghadapi ASEAN Economic Community seperti lapangan tenaga kerja yang ada di Indonesia hanya akan menaikkan angka pengangguran itu sendiri, karena tidak berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia, khususnya buruh yang tidak memiliki sertifikasi pendidikan seperti buruh-buruh yang didatangkan dari China, bahkan Vietnam yang tidak lebih baik tingkat kesejahteraan pekerjanya dari Indonesia. Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang. Tantangan lainnya adalah jurang horizontal antara negara dengan kelas ekonomi maju dan yang masih menengah dan maju. Jurang vertikal antara negara yang demokratis liberal dan masih otoriter. Bagaimana kita membangun komunitas kalau nilai-nilai yang menjadi pengikat berbeda dan taraf kehidupan berbeda. ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negaranegara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di dalamnya terdapat AEC, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional. Dengan terwujudnya komunitas masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog antar sektor yang
SARAN Dalam menghadapi MEA maka Indonesia sebaiknya mampu mengantisipasi dengan memanfaatkan pengaruh liberalisasi mengarah pada efisiensi pasar jasa. Hal ini akan berdampak pilihan bagi konsumen menjadi meningkat, produktivitas meningkat, serta mendorong terjadi persaingan yang lebih sehat. Pencapaian dalam menghadapi MEA yang dapat dilakukan adalah melalui empat tahapan strategis, meliputi : pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global. Langkah-langkah yang harus disiapkan bagi pengusaha-pengusaha di Indonesia antara lain : menyiapkan pengusaha pemula agar mampu menghadapi persaingan baik di dalam negeri, kawasan dan global ; memberikan perhatian pada pengusaha-pengusaha lokal atau di daerah agar dapat mengembangkan usahanya sekaligus memperluas pasar produksi barang-barang mereka ; pemerintah sebaiknya memberikan program kebijakan penguatan daya saing yaitu penguatan UKM nasional agar UKM nasional yang berdaya saing tinggi, inovatif, dan kreatif, serta mampu melakukan perluasan pasar dari Komunitas Ekonomi ASEAN.
DAFTAR REFERENSI Association of Southeast ASIAN Nations (2008). ASEAN Economic Community Blueprint. Jakarta : ASEAN Sekretariat. Baskoro, Arya. 2014. Peluang, Tantangan, Dan Risiko Bagi Indonesia Dengan Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik 60 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta. Bank Indonesia. 2014. Menuju ASEAN Economic Community. Jakarta.
718
Strategi Volume 5, No. 9, Oktober 2015
ISSN : 2089-6948
Boediono, 2000. Ekonomi Internasional. Edisi 1. Yogyakarta : BPFE. Fernandez, R. A. 2014. Yearender : ASEAN Economic Community to Play Major Role in SEA Food Security. Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Internasional. Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Edisi Revisi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Halwani, Hendra. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Bogor. Ghalia Indonesia. Kamar Dagang dan Industri Indonesia. 2013. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA, ASEAN Economic Community/AEC) merupakan hal yang berbeda dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community/EEC) karena lebih menjamin penyerahan keputusan kepada setiap negara anggota. Editor: Priyambodo RH. Jakarta : ANTARA News. Krugman, P.R. dan M. Obstfeld, 2002. Ekonomi Internasional. Teori dan Kebijakan. Buku Pertama. Edisi Kedua. Penerjemah : Faisal H.Basri. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Kuncoro, Mudradjad, 2001. Manajemen Keuangan Internasional. Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Yogyakarta : BPFE. ______ , 2003. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. ______ , 2004. Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Masngudi. 2008. Buku Ajar, Ekonomi Internasional, Program Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Borobudur, Jakarta. Nasir, Moh., 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nopirin, 1999. Ekonomi Internasional. Edisi 3. BPFE Yogyakarta. Perbawa, Arip. 2012. Kesiapan Masyarakat Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jakarta. Plummer, M, G., & Yue, C, S. 2009. Realizing the ASEAN Economic Community : A Comprehensive Assessment. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. Santoso, W. et.al 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012: Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional. Jakarta : Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter.
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi, Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kedelapan. Alfabeta. Bandung. Tambunan, Tulus, 2000. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Teori dan Temuan Empiris. LP3ES. Jakarta. _______. 2006. Perekonomian Indonesia Sejak Orde Lama Hingga Pasca Krisis. Pustaka Quantum. Jakarta. Wibowo. 2004. Belajar Dari Cina (Bagaimana Cina Merebut Peluang Dalam Era Globalisasi). Penerbit Buku Kompas. Jakarta. www.beritaindonesia.com www.jurnalasia.com www.liputan6.com www.bi.go.id
719