PENELITIAN IPTEKS
LAPORAN PENELITIAN
STRATEGI PENGUBAHAN NARASI NOVEL KEDALAM FILM (Analisis Novel dan Film The Kite Runner karya Khaled Hosseini)
Oleh: Haryati Sulistyorini, M,.Hum Budi Santoso, M.Hum
Dibiayai oleh Universitas Dian Nuswantoro No. Kontrak: 001/A.35-02/UDN.09/IV/2011 Tahun Anggaran: 2010/2011
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG JULI 2011
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL PENELITIAN
1. a. Judul Penelitian b. Bidang Ilmu c. Kategori Penelitian 2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin c. Golongan Pangkat dan NPP d. Jabatan Fungsional e. Jabatan Struktural f. Fakultas/Program Studi 3. Alamat Ketua Peneliti a. Alamat Kantor/Telp.
4. 5. 6.
7.
b. Alamat Rumah/Telp. Jumlah Anggota Peneliti a. Nama Anggota Peneliti Lokasi Penelitian Lama Penelitian a. Mulai Bulan/Tahun b. Selesai Bulan/Tahun Biaya penelitian
8. Sumber Biaya Penelitian
: Strategi Pengubahan Narasi Novel Kedalam Film : Sosial : Penelitian Pengembangan Iptek : : Haryati Sulistyorini, M.Hum. : Perempuan : Penata/3C, 0686.11.2000.213 : Lektor III C :: Bahasa dan Sastra/Sastra Inggris S1 : : Jl. Imam Bonjol 205-207 Semarang/0243560582 : Abdul Rahman Saleh 110 Semarang : 1 orang : Budi Santoso, M.Hum : : 5 bulan : April 2011 : Agustus 2011 : Rp. 3.000.000 ( Tiga Juta Rupiah ) : LP3M UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Semarang, 22 Agustus 2011 Mengetahui:
Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra
Ketua Peneliti
Achmad Basari, S.S., M.Pd. NPP.0686.11.1997.110
Haryati Sulistyorini,M.Hum NPP. 0686.11.2000.213 Menyetujui,
Kepala UPT Kualitas dan Komunitas Y. Tyas Catur Pramudi, S.Si., M.Kom NPP. 0686.11.1994.046
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayahNya , penelitian yang berjudul “Penggunaan Media Film dalam Pengajaran Sastra” dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penulis menyelesaikan penelitian ini, yaitu: 1. Bapak Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom, selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro yang seelalu memberikan dukungan demi kemajuan penelitian di lingkungan Universitas Dian Nuswantoro Semarang. 2. Bapak Achmad Basari, S.S.,M.Pd, selaku dekan Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Dian Nuswantoro Semarang. 3. Bapak Y. Tyas Catur Pramudi, S.Si., M.Kom, selaku Kepala LP2M Universitas Dian Nuswantoro Semarang. 4. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penelitian berikutnya, dan bagi kemajuan Universitas Dian Nuswantoro. Semarang, 12 Desember 2012
Haryati Sulistyorini, S.S
DAFTAR ISI
RINGKASAN………………………………………………………………………….ii LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN………………………………………iii KATA PENGANTAR…………………………………………………………………iv DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan……………………………………………...1 1.2 Perumusan Masalah………………………………………………………..2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Narasi………………………………………………………………………3 2.2 Naratif Novel dan Film… …………………………………………………8 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian…………………………………………………………..13 3.2 Manfaat Penelitian………………………………….……………………...13 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Data .............................................................................................................14 4.1.1 Sumber Data………………….……………………………………..14 4.1.2 Teknik Pengumpulan Data….……………………………………....14 4.2 Amalisis Data……………..........................................................................15 BAB V ANALISIS 5.1 Struktur Naratif Novel dan Film The Kite Runner………………….........16 5.2 Perbandingan Narasi Novel dan Film The Kite Runner….........................19
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6 .1 Kesimpulan……………………………………………….…………..50 6.2 Saran…………………………………………………….…………....51 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….……………….52
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Media yang berkembang pesat saat ini telah menarik perhatian kalangan bisnis dunia hiburan dalam mencari bentuk entertainment yang menarik pengunjung. Bersamaan dengan itu, berbagai media yang digunakan pun berbeda-beda. Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat berbagai macam cerita yang pada masa sebelumnya hanya bisa dinikmati melalui kata-kata dalam novel kini bisa disaksikan secara visual. Meskipun demikian, dunia narasi dalam novel juga berkembang mengikuti perubahan selera pembaca. Sebut saja novel yang mengetengahkan faktafakta yang nyata bukan sekedar khayalan seperti Da Vinci Code, Angel and Demons, karya Dan Brown yang berhasil menguncang dunia dan menyedot perhatian banyak kalangan lewat hal-hal kontroversi di dalamnya. Novel lain yang juga tak kalah popular adalah The kite Runer karya Khalid Hussein. Novel bergenre drama ini berhasil menjadi best seller di dunia dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa. Meskipun tidak secara spesifik mengungkapkan pengalalaman pribadi penulisnya, novel ini menarik perhatian pembaca berkat alur cerita yang mudah dipahami, pengambaran keadaan Afganistan masa penguasaan Taliban serta kepedihan yang dirasakan oleh penulis karena harus meninggalkan tanah kelahirannya. Saat ini juga banyak berkembang novel remaja dan anakanak yang bergenre fantasi. Sebut saja Harry Porter yang telah menarik perhatian anak-anak diseluruh dunia lewat sekolah sihirnya dan telah diterbitkan sebanyak 400 juta kopi. Novel fantasi lain adalah Twilight tentang percintaan manusia biasa dan vampir. Keberhasilan novel-novel di atas dalam menarik perhatian masyarakat dunia telah menarik para investor industry perfilman Hollywood untuk mengangkatnya ke layar lebar. Ribuan penggemar novelnya rela berdesak-desakan untuk mendaptakan tiket saat pemutaran perdana film tersebut. Untuk membuat sebuah narasi novel ke dalam narasi film, seor pembuat film perlu memperhatiakan dengan cermat segala sesuatunya. Perbedaan media membuat kesulitan yang
berbeda saat mengangkat novel menjadi film. Penulisan narasi film adaptasi harus dibuat sedemikian mungkin sehingga para pembaca yang sebelumnya sudah tertarik dengan novelnya akan puas dengan film yang disajikan. Oleh karena itu, seorang penulis naskah film dan pembuat film harus mampu memberikan sentuhan visual yang bagus dan menarik seperti yang diharapkan oleh pembaca novel sebelumnya. Dalam hal ini, pembuat film dituntut mempunyai kemampuan dalam mengubah narasi novel menjadi narasi film. Bagiamankah sebuah narasi novel diubah menjadi narasi film, strategi apa yang digunakan merupakan topic yang menarik untuk diteliti. Oleh karena itu penulis tertarik menulis penelitian dengan judul “Strategi Pengubahan Narasi Novel ke dalam Film”. B. PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah merupakan hal yang paling penting dalam suatu penelitian, hal ini diperlukan agar batasan masalah menjadi jelas sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian. Penelitian ini membahas permasalahan strategi pengubahan narasi novel ke dalam film. Dalam hal ini, penelitian dibatasi pada cakupan unsur-unsur intrinsik seperti alur atau plot dan penokohan. Oleh karena itu, perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah strategi mengubah narasi novel menjadi film? Dalam hal ini yang menjadi fokus adalah struktur dasar yang membentuk narasi novel dan film.
2.
Bagian mana dalam narasi novel yang dihilangkan dalam sebuah narasi film?
3.
Karekteristik atau tokoh mana dalam narasi novel yang dihilangkan dalam film? BAB II TINJAUAN PUSATAKA
2.1. Narasi Teori naratologi diperlukan dalam penelitian ini guna mengetahui aspek narasi dalam teks novel dan kontribusi jaringan interelasi unsur intrinsik seperti tokoh, konflik, tema, dan amanat yang terkandung dalam novel. Secara etimologis, naratologi bisa diartikan sebagai ilmu tentang narasi. Roland Barthes (1991: 166) pernah menerapkan naratologi struktural yang membagi ke
dalam sekuen-sekuen dan unsur sintaksis naratif yang berupa aktan. Dia membagi aktan-aktan menjadi dua bagian, yakni nuclei dan catalyzers. Nuclei adalah sebuah aktan yang harus hadir sedangkan catalyzer adalah sebuah aktan yang bisa dihilangkan tanpa harus merusak alur cerita. Jonathan Culler (1975: 139) mendukung upaya ini karena bisa melihat garis besar, melakukan verifikasi fakta dan bisa dijadikan upaya untuk meringkas plot atau cerita pada saat yang sama. Kegiatan memverifikasi fakta ini bisa dilakukan oleh para pembaca ahli (mature readers) sebagai eksplisitasi atas pembacaan yang mendalam untuk memuaskan pembacaannya. Struktur naratif sastra, yang dimaksud yaitu naratif novel, sebagai struktur naratif fiksi, memiliki ciri-ciri khas yang berbeda dengan pengertian struktur naratif secara umum di atas. Struktur naratif fiksi adalah rangkaian peristiwa yang di dalamnya terkandung unsur-unsur. Unsurunsur tersebut terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Wardoyo (2005) dalam artikel ilmiah
“Semiotika dan Struktur Narasi” menyebutkan bahwa analisis sintagmatik suatu teks mencakup pengkajian suatu sekuens naratif (narrative sequence). Naratif dibentuk oleh unsur-unsur seperti intrinsik latar (setting), character (penokohan), plot. Selain itu juga dibentuk oleh unsur ekstrinsik seperti latar budaya dan latar belakang penulis. Nurgiyantoro dalam Teori Pengkajian Fiksi mendeskripsikan latar atau setting dalam analisis struktur karya sastra mengacu pada pengertian tempat di mana terjadinya cerita, kapan waktu terjadinya dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Unsurunsur dalam latar yang meliputi latar tempat, waktu dan sosial tersebut, menjalin hubungan yang erat satu sama lain walaupun ketiganya dapat dijelaskan secara terpisah. Latar dalam analisis struktur novel, dibagi menjadi tiga yaitu latar tempat (setting of place), latar waktu (setting of time), dan latar social (setting of social). Istilah tokoh digunakan untuk mengacu pada pertanyaan siapa pelaku dalam cerita, siapakah tokoh utama, tokoh jahat, dan sebagainya.Tokoh dalam cerita ditampilkan dengan membawa berbagai sikap, seperti ketertarikan, keinginan, emosi dan prinsip moral. Antara tokoh dan penokohan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Apabila menyebut nama tokoh secara tidak langsung juga akan membicarakan perwatakan yang dimilikinya. Abrams melalui Nurgiyantoro mengatakan bahwa:
Tokoh cerita (character) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro,2002:165) Altenbernd dan Lewis melalui Nurgiyantoro dalam sumber yang sama menjelaskan tentang pembagian tokoh berdasarkan fungsi penampilan tokoh, yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi dan menampilkan pandanganpandangan yang sesuai dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh protagonis dalam istilah populer biasa disebut dengan tokoh pahlawan atau hero. Adapun tokoh antagonis adalah tokoh yang relatif sering menimbulkan konflik, terutama terhadap tokoh protagonis. Dengan kata lain, tokoh antagonis dapat beroposisi dengan tokoh protagonist (Nurgiyantoro, 2002:178) Perrin dalam Literature, Strucure, Sound, and Sense membedakan tokoh atas static character dan developing character. Menurut Perrin, static character adalah tokoh yang tidak mengalami perkembangan sampai akhir cerita, tetap sama seperti pada awal cerita. Developing character adalah tokoh yang mengalami perubahan dalam berbagai aspek tokoh seperti kepribadian, penampilan luar. Perubahan tersebut dapat berarti lebih baik, bisa juga membawa akibat buruk. Kutipan berikut menjelaskan pengertian tersebut di atas : All fictional characters may be classified as static or developing. The static character is the same sort of person at the end of the story as at the beginning. The developing (or dynamic) character undergoes a permanent change in some aspect of character, personality, or outlook (1956:70) Pada sumber yang sama Perrin memberikan istilah flat character untuk tokoh yang tidak berkembang dan round character untuk tokoh yang mengalami perkembangan pada perwatakannya. Lebih jelasnya Perrin menjelaskan pada kutipan berikut : In proportion to the fullness of their development, the character in a story are relatively flat or round. Flat characters are characterized by one or two traits;they can be summed up in a sentence. Round character are complex and many sided;they might require an essay for full analysis. Both types of character can have the vitality that good fiction demands (1956:68)
Pada sumber yang sama Perrin memberikan istilah flat character untuk tokoh yang tidak berkembang dan round character untuk tokoh yang mengalami perkembangan pada perwatakannya. Lebih jelasnya Perrin menjelaskan pada kutipan berikut : In proportion to the fullness of their development, the character in a story are relatively flat or round. Flat characters are characterized by one or two traits;they can be summed up in a sentence. Round character are complex and many sided;they might require an essay for full analysis. Both types of character can have the vitality that good fiction demands (1956:68) Nurgiyantoro dalam Teori Pengkajian Fiksi menjelaskan pembagian tokoh berdasarkan dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita. Tokoh yang mendominasi keseluruhan cerita dari awal hingga akhir, dan tergolong penting sehingga ditampilkan secara terus menerus disebut dengan tokoh utama (central character, main character). Tokoh yang dimunculkan beberapa kali dalam cerita dan hanya bersifat membantu kehadiran tokoh utama disebut dengan tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama atau central character tersebut dalam Perrine digolongkan sebagai tokoh protagonis, dengan tidak membatasi apakah tokoh tersebut bersifat baik atau buruk, simpatik atau tidak simpatik, dan tokoh tersebut dalam cerita berperan sebagai pahlawan. Sementara itu tokoh lain yang menentang protagonis oleh Perrine digolongkan sebagai tokoh antagonis. Tokoh anatagonis yang dimaksud dapat berupa sekelompok masyarakat sosial, individu bahkan dapat berupa kesepakatan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Perrine juga menjelaskan lebih lanjut bahwa kedua tokoh tersebut, baik protagonis maupun antagonis dapat ditemukan dalam analisis konflik, dikarenakan kedua tokoh tersebut adalah tokoh-tokoh yang selalu bertentangan. Lebih jelasnya berikut kutipan Perrine yang menjelaskan tentang protagonis dan antagonis. The central characters in a conflict whether sympathetic or unsympathetic as person are referred to protagonist ( refers to “hero” or “heroine”) Protagonist simply the central character, whether he or she good or bad, sympathetic or repulsive. The forces arrayed against them, whether person, things, conventions of society, or traits of their own characters are the antagonist . Plot merupakan unsur penting dalam fiksi. Tidak sedikit orang yang menganggap plot sebagai bagian tepenting dalam fiksi, karena memalui plot akan mempemudah pemahaman terhadap isi
cerita sebuah fiksi, baik cerpen ataupun novel. Pada umumnya novel lebih bersifat menceritakan sesuatu dengan tujuan utama menyampaikan cerita. Novel populer lebih memilih cara-cara pemplotan yang sederhana, tidak rumit dan mudah dipahami. Plot dapat diartikan sebagai rangkaian kejadian yang diceritakan dalam urutan yang saling berhubungan. Perrine dalam Literature, Structure, Sound and Sense menjelaskan bahwa: “Plot is the sequence of incidents or events of which a story is composed, presented in a significant order (plot adalah urutan kejadiankejadian atau peristiwa-peristiwa dimana suatu cerita disusun, disajikan dalam sebuah urutan yang saling berhubungan (1982:20). Mario Klarer dalam Introduction to Literary Studies menjelaskan bahwa plot adalah variasi dari elemen-elemen pada sebuah teks yang secara logis saling mempengaruhi. Lebih jauh Klarer membagi plot menjadi empat urutan kejadian yaitu : eksposisi, komplikasi, klimaks dan resolusi: Plot is the logical interaction of the various thematic elements of a text which lead to a change of the original situation as presented at the ouiset of the narrative. An ideal traditional plot line encompases the following four sequential lebels: Exposition-complication-climaxor turning point-resolution (1999:15) Gustav Freytag mengembangkap struktur naratis yang disebut dengan struuktur dramatis (dramatic structure). Dalam struktur dramatis sebuah narasi dapat di kelompokkan tahapan-tahapannya berdasarkan alur cerita yang ada. Tahap-tahap yang ada struktur dramatis narasi adalah eksposisi, insiden awal, peningkatan ketegangan, klimaks, penurunan ketegangan, resolusi, dan akhir. Tahapan-tahapan dalam naratif itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Eksposisi yaitu latar belakang di mana penulis mengenalkan karakter dan latar cerita. 2. Insiden awal (Inciting Incident) yaitu sesuatu yang memulai suatu tindakan yang akan dilakukan oleh tokoh. Suatu peristiwa tunggal biasanya menjadi penanda konflik utama. Bagian ini biasanya sering disebut komplikasi. 3. Peningkatan ketegangan (Rising Action) merupakan bagian di mana kisah dibentuk menjadi lebih menegangkan. 4. Klimaks merupakan saat ketegangan memuncak dalam cerita. Biasanya merupakan suatu momen yang dituju oleh bagian peningkatan ketegangan dan diikuti oleh bagian penurunan ketegangan 5. Penurunan ketegangan adalah peristiwa yang terjadi sebagai hasil dari klimaks dan biasanya menunjukkan bahwa ceritanya akan segera selesai.
6. Resolusi yaitu bagian di mana tokoh memecahkan masalah utama atau seseorang memecahkan masalah itu untuknya. 7. Dénouement atau akhir yaitu bagian di mana rahasia, pertanyaan, atau misteri lain yang masih ada diselesaikan oleh tokoh atau oleh penulis Tahapan-tahapan yang ada dalam naratif berdasarkan struktur dramatis di atas dapat dijelaskan dalam diagram berikut:
Dalam penelitian ini, analisis plot bertujuan untuk mengetahui isi cerita yang terbagi atas tahapantahapan dalam plot tersebut, karena seperti dijelaskan sebelumnya bahwa plot sangat penting untuk mengetahui isi cerita sebuah fiksi, baik cerpen atau pun novel. 2.2 Naratif Novel dan Film Secara umum terdapat perbedaan dan persamaan antara narasi film dan novel. Menurut James Monaco (2000:44) terdapt suatu kedekatan antara film dan novel dalam kemampuannya menceritakan narasi dilihat dari sudut pandang narator. Torop (1999:129-132) mengungkapkan bahwa prosa fiksi dan film mempunyai model naratif yang sama dan oleh karena itu bisa diperbandingkan. Dia menyatakan bahwa analisis terhadap literature tertulis dapat dilakukan lebih mudah dari pada terhadap film yang berupa gambar bergerak yang pada umumnya juga disertai dengan bunyi atau suara. Lebih jauh, Torop menyatakan bahwa ketika ingin menganilis prosa fiksi dan film hendaknya terlebih dahulu melihat bagian-bagian umum yang ada dalam struktur narasi seperti awal adan akhir, narator, cerita dan wacana.
Perbedaan antara narasi fim dan novel adalah bahwa dalam novel kita hanya membaca segala sesuatu yang penulis ingin kita membacanya, sedangkan dalam film kita dapat melihat segala sesuatunya termasuk hal-hal yang tidak ingin ditunjukkan penulis. Jika dalam novel penulis harus mendekripsikan segala sesuatunya melalui perseptifnya sendiri, maka dalam film kita bisa melihat hal-hal mendetil dengan sendirinya karena perbedaan respresentasi objeknya. (Monaco, 2000: 46). Dalam hal ini menontoh film memberikan pengalaman yang lebih banyak daripada membaca novel karena penonton dapat melihat segal sesuatunya dengan detil dan jelas melalui layar dan gambar yang bergerak. Sekalipun terdapat perbedaan antara narasi novel dan film, terdadapat beberapa hal yang sama sehingga memudahklan seorang penulis naskah film mengadaptasi naskah film buatannya dari sebuah novel. Banyak pandangan berbeda yang dikemukakan oleh ahli teori tentang apakah sebuah film yang diadaptasi dari novel merupakan karya individual ataukah hanya sebuah tiruan. Torop (1999:129) menyatakan bahwa tidak mungkin secara langsung mentransfer sebuah prosa ke dalam film karena penggunaan kamerea membuat gambar film begitu konkret sehingga menghilangkan kemungkinan adanya interpretasi lain yang mungkin muncul dalam prosa. Sekalipun demikian, menurutnya
proses adaptasi tidak perlu menghancurkan novel karena
keduanya, novel dan film, sama-sama menggunakan narasi hanya bentuknya yang berbeda. Novel berupa teks naratif, sedangkan film berupa visual naratif. Linearitas dan spasialitas merupakan perbedaan lain antara novel dan film, karena fnovel bersifat linear (kata demi kata) dan film bersifat linear dan spatial (ditonton). Mc Farlane (1999: 27) menyatakan bahwa adegan ke adegan bukanlah analogi bagi kata demi kata yang ada dalam novel, dan memperhatikan adegan tidak seperti kata dalam novel mempunyai pengaruh yang lebih kompleks terhadap segala sesuatu yang kita lihat. Perbedaan lain antara novel dan film adak efek suara yang memainkan peran penting dalam film. Kode suara merupakan suatu hal yang penting dalam pembuatan film, sedangkan dalam novel penulis hanya dapat menggambarkan bunyi suara dalam kata-kata. Di lain pihak, jauh lebih mudah bagi penulis untuk latar suatu peristiwa dalam suatu waktu tertentu, tetapi butuh suatu tantangan besar bagi serorang pembuat film melakukan hal tersebut karena cara orang beraktivitas, budaya, dan hal lainnya harus diperhatikan dengan detil. Dalam novel, seorang pembaca harus membayangkan sendiri setting suatu masa atau era
sedangkan dalam film seorang pembuat film harus mampu memperlihatkan kode-kode budaya yang menjadi latarnya sehingga dapat diterima penonton. Torop (1999) dengan berdasarkan pada tipologi adaptasi dan terjemahan mengkasifikasikan proses adaptasi ke dalam delapan kategori yaitu : 1. Formal adaptation yaitu adaptasi yang berfokus pada teks termasuk adaptasi paling klasik dimana unsure utama naratif (framewoek, karakter, event, dll.) diambil semuanya. 2. Propher adaptation yaitu adaptasi yang berfokus pada isi narasi. Adaptasi ini menawarkan sebanyak mungkin informasi dari novel aslinya seperti penggunaan prolog, judul, suara narator 3. Linguistics adaptation adapatasi terhadap penokohan. Fokus pada adaptasi jenis ini adalah aspek psikologis dari seorang tokoh sehingga apa yang ada dalam teks secara keseluruhan nyaris hilang. 4. Motif-centered adaptation yaitu adaptasi dimana hubungan antara film dan novel asling sudah jauh dan melemah serta nampak pengaruh dari karya-karya sebelumnya dari si pembuat fil m. 5. Thematic adaptation yaitu adaptasi berdasarkan tema. Di sini karakter dan ceritanya melintasi waktu sehingga dapat di setting maju mundur waktunya. 6. Descriptive adaptation yaitu adaptasi yang berfokus pada konfliks dimana konfliks yang ada dapat digeneralisir 7. Genre centered expressive adaptation yaitu adaptasi dengan memperluas cakupan dalam narasi aslinya 8. Free adaptation merupakan adaptasi yang berfokus pada interpretasi diman interpretasi individu dari pembuat film berperan penting Menurut Rimmon-Kennan (2000:92) berdasarkan partisipasinya dalam teks, terdapat beberapa tipe narator novel yaitu ada seorang narator yang ada diluar cerita yang diceritakannya dan disebut dengan entra diegetic narrator. Menurutnya narrator adalah sesuatu yang selalu lebih tinggi levelnya daripada apa yang dinarasikannya. Oleh karena itu level digetic selalu diceritakan ole extradigetic narator. Kedua, dalam kasus sebuah narasi diceritakan oleh extra digeic narrator dan ini juga mempunyai narrator tambahan yang menjadi digetic karakter, maka narator
karakternya disebut intradigetic narrator. Kategori ketiga dan keempat kennan menyebutnya hipodigetic dan hipo-hypodigetic narrator yang merupakan bagian narasi dalam level yang berurutan. Deleyto (1999:218) membedakan narasi film dan prosa, menyatakan bahwa dalam novel terdapat narasi, sedangkan dalam film terdapat narasi, focalisasi, dan representasi. Narasi hanya melibatkan naratoe eksplisit yang bisa bersiofat eksternal ataupun dalam karakter. Berbicara tentang fokalisasi, dia menyatakan bahwa fokalisasi dapat digambarkan dengan pernyataan ”sama seperti aktivitas membaca novel mengimplikasikan narator dalam level tekstual, penonton film, terpisah dari membaca dan mendenganr, menonton, aktivitasnya mendapatkan suatu agen tekstual yang menghasilkan tanda-tanda yang dia lihat. Oleh karena itu, Deleyto memisahkan narator dan fokaliser dengan menyatakan bahwa peran yang ditunjukkan oleh narator dalam novel , dalam film diperankan oleh narator dan focaliser. Focalisaer dapat bersifat eksternal (kamera dan pengeditan) maupun internal
(pikiran sang tokoh) dan dapat digunakan secara simultan. Representasi
melibatkan elemen yang tidak bisa masuk ke dalam konsep narator dan fokaliser.
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi mengubah narasi novel ke dalam film. Selain itu dalam penelitian ini juga akan dijelaskan bagian mana dalam narasi novel yang dihilangkan dalam sebuah narasi film serta atau tokoh mana dalam narasi novel yang dihilangkan dalam film. Dalam penelitian ini focus diberikan pada struktur-etruktur dasar yang membentuk narasi sebuah fiim dan novel. Dengan membandingkan keduanya khususnya untuk narasi film yang merupakan hasil adaptasi (gubahan) dari novel, akan didapatkan suatu gambaran yang cukup jelas perbedaan antara narasi film dan novel. Dengan demikian, kita aka mengetahui pula strategi yang digunakan untuk mengubah narasi novel menjadi narasi film. 3.2.Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagai berbagai pihak. Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1.
Sebagai penambah khasanah yang dapat digunakan dalam penelitian yang dapat digunakan dan dikembangkan dalam bidang sastra khususnya bidang penulisan naskah film dan narasi novel
2.
Sebagai referensi bagi peneliti lain dalam mengkaji masalah penelitian penulisan naskah film dan novel di masa mendatang.
BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif komparatif. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif karena menjelaskan analisis dan hasilnya dengan kata-kata bukan angka. Selain itu penelitian ini juga bersifat komparatif karena penelitian ini berusaha membandingkan narasi novel dan narasi film. Dalam hal ini fokus diberikan pada perbedaan antara narasi novel dan film pada novel-novel yang telah diangkat ke layar lebar menjadi sebuah film. Dengan demikian akan diketahui perbedaan dan persamaan naskah novel dan film serta strategi mengubah narasi novel menjadi film. 4.1. Data 4.1.1. Sumber Data Sumber data penelitian ini diambil dari novel yang telah dibuat menjadi film. Novel-novel yang dipilih merupakan novel best seller dan setelah diangkat ke layar lebar masuk menjadi box office dengan pendapatan lebih dari 100 milyar. Adapun kriteria pengambailan novel dan film yang menjadi sumber data adalah isi cerita dari novel itu sendiri. Novel yang digunakan sebagai sumber data adalah novel berjudul The Kite Runner karya Khalid Husseni yang bergenre drama. Novel ini dipilih karena keindahan ceritanya yang begitu menyentuh. Novel ini sendiri mengisahkan Amir seorang warga Amerika pelarian dari Afganistan yang harus kembali ke negaranya demi menebus dosa masa lalu. 4.1.2. Teknik Pengumpulan data Pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan beberapa tahap yaitu: 1. Pencarian data Pada tahap ini peneliti membaca semua novel dar menonton semua filmya untuk memahami isi, plot dan karakter dari setiap novel dan film. Dalam hal ini yang menjadi hasilnya adalah pembuatan skema narasi novel dan film
2. Pengkodean data Pada tahap ini peneliti mengkodekan dan memilah bagian-bagian yang skema narasi novel dan flm yang dibuat berdasarakan kesamaannya. 3. Pengkategorian data Pada tahap pengkategorian data, peneliti mengkategorikan bagian plot dan narasi, penokohan dalam novel dan film. 4.2. Analisis Data Analisis data penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Membaca narasi novel dan melihat film 2. Menggambarkan plot atau alur cerita novel dan film 3. Membandingkan plot cerita novel dan film 4. Menentukan persamaan dan perbendaan bagian narasi novel dan film 5. interpretasi terhadap persamaan dan perbedaan narasi novel dan film 6. Menarik kesimpulan terhadap hasil analisis dan interpretasi data 7. Menulis hasil analisis data
BAB VI ANALISIS 5.1 Struktur Naratif Novel dan Film The Kite Runner Bagian analisis struktur naratif novel dan film The Kite Runner menjelaskan analisis struktur dasar yang ada dalam film dan novel dengan menggunakan tahapan-tahapan struktur dramatis dari Gustaf Freytag. Menurutnya, terdapat tujuh tahapan dalam struktur dramatis sebuah narasi yaitu eksposisi, insiden awal (komplikasi), peningkatan ketegangan (rising action), klimas, penurunan ketegangan (falling action), resolusi, dan bagian akhir. Sebelum melihat struktur dalam novel dan film, terlebih dahulu akan dilihat bagian inti cerita (Roland Barthes menyebutnya sebagai nuclei) dalam novel ataupun film. Karena filmya didasarkan pada cerita novel, maka yang dijadikan pijakan dalam penentuan inti cerita adalah narasi dalam novel. Adapaun bagian inti cerita yang membentuk narasi novel The Kite Runner dapat diuraikan sebagai berikut: 1. San Fransisco. Amir mendapat telepon dari Rahim Khan. 2. Kabul.Hasan dan Amir bermain di lapangan. Hasan mengejar layangan untuk Amir 3. Rahim dan Baba (ayah Amir bercakap-cakap). Baba mengeluh tentang Amir yang bersifat penakut. Amir mendengar keluhan ayahnya lalu masuk kamar. 4. Amir merasa baba membencinya karena telah membunuh ibunya saat melahirkan. Rahim khan masuk menghibur. Amir memberikan cerita karangannya. 5. Amir dan hasan bermain. Asef dan teman-temannya mencegat mereka. Hasan berhasil mengusir kelompok Asef 6. Amir dan hasan berbicara tentang kisah yang ditulisnya. Hasan berhasil menemukan kelemahan cerita itu. 7. Baba dan Amir berbicara tentang dosa terbesar. Baba berkata dosa terbesar adalah mencuri. 8. Hasan ulang tahun dan mendapatkan hadiah layangan 9. Amir mengadu layangan dan memenangkannya. Hasan mengejar layang-layang untuk Amir 10. Amir mengejar hasan dan melihat hasan di perkosa oleh Asef. Amir hanya bersembunyi. 11. Hasan dan Amir pulang bersama –sama 12. Baba menanyakan keadaan Hasan karena sering tidak melihatnya. Amir mengatakan hasan tidak sehat. Baba curuga ada masalah di antara mereka dan meminta Amir untuk segera menyelesaikannya. 13. Hubungan Amir dan Hasan renggang 14. Dihari Ulang tahunnya, Amir meminta baba mencari pembantu lain. Baba marah, dan merasa kecewa dengan perkataan Amir
15. Amir mendapat hadiah jam tangan. Amir menyembunyikan di kamar Hasan dan melapor kepada baba jam tangannya di curi 16. Hasan mengaku. Baba memaafkan tetapi Ali dan Hasan bersikeras untu pergi. 17. Invasi Soviet. Baba dan amir keluar Afganistan menuju Amerika 18. Amir kuliah di Amerika. Baba bekerja di pom bensin. Saat hari wisuda, baba mengingat Hasan 19. Amir berkenalan dengan soraya, putrid Jendra Taheri 20. Amir jatuh cinta pada Soraya dan meminta Baba melamarnya. Baba meninggal 21.San Fransisco, saat ini. Amir memberitahu Soraya dia harus ke Afganistan karena Rahim Khan sakit 22. Amir menemui Rahim khan dan diberitahu bahwa Hasan punya anak yang saat itu sedang dipanti asuhan. Dia meminta Amir megambil anak itu. Amir menolak. Rahim Khan memberitahu bahwa Hasan adalah adik tirinya. Rahim Khan menyerahkan surat yang ditulis hasan. 23. Amir membaca surat dari Hasan 24. Amir pergi ke panti asuhan bersama orang yang telah ditunjuk Rahim khan untuk menjemput anak Hasan, Sohrab. Penjaga panti asuhan mengatakan Sohrab telah dibawa oleh Taliban. 25. Amir dan temannya menuju Lapangan tempat diadanya hukuman qisas.Dia bertemu dengan pimpinan taliban 26. Amir ke markas Taliban dan mengetahui bahwa pimpinan Taliban yang ditemui di lapangan adalah Asef. Terjadi perkelahian, Amir kalah. Sohrab menolong amir dan berhasil melukai mata Asef dengan ketapel 27. Sohrab dan Amir berhasil kabur. 28. Sohrab menghilang. Amir mencarinya dan menenemukannya di masjid. Amir memberi foto hasan kepada Sohrab 29. Amir berusaha membawa Sorhab ke Amerika tetapi terbentur masalah Imigrasi kecuali memasukkan kembali Sohrab ke panti asuhan. 30. Sohrab menolak masuk panti asuhan dan berusaha bunuh diri saat Amir sedang keluar 31. Amir membawa Sohrab ke Amerika. Soraya menyambutnya dengan senang hati. 32. Jendral Taheri marah karena ada hazzara di rumahnya. Amir marah dan tidak mengijinkan keponakannya dipanggil Hazzara. 33. Sohrab dan Amir main layangan. Amir mengejar layangan untuk Sohrab. Berdasarkan inti cerita di atas, penentuan struktur dramatis narasi dapat lebih mudah dilakukan. Bagian eksposisi berisi persahabatan Amir dan Hasan, bagian insiden awal berisi penghianatan Amir terhadap Hasan, bagian peningkatan ketegangan berisi usaha Amir menebus dosa terhadap Hasan, bagian Klimaks berisi perkelahian Amir dengan Asef (musuhnya), bagian penurunan ketegangan berisi keberhasilan Amir mendapatkan Sorhab (anak Hasan), bagian resolusi berisi keberhasilan Amir membawa Sohrab ke Amerika, dan bagian akhir berisi Amir dan Sohrab bermain layang-layang bersama.
Secara garis besar struktur dramatis yang membentuk narasi novel dan film The Kite runner dapat dijelaskan dalam diagram berikut: Perkelahian Amir dan Asef
Usaha penebusan dosa Amir
Persahabatan Amir dan Hasan
Penghianatan Amir terhadap Hasan
Keberhasilan menyelamatkan Sohrab
keberhasilan
Bermain
membawa ke Amerika
laying-layang bersama
Bagian eksposisi yaitu menceritakan persahabatan amir dan Hasan terdapat dalam inti cerita 2-8, bagian insiden awalal menceritakan penghianatan Amir. Bagian ini diwali dengan perkosaan oleh hasan hingga pemfitnahan terhadapnya yang dilakukan yang berakibat perginya Hasan dari rumah Amir. Bagian insiden awal dapat dilihat dalam inti cerita 9-20. Bagian selanjutnya yaitu usaha penebusan dosa berisi kembalinya Amir ke Afganistan setelah sekian lama hidup di Amerika, hanya untuk menyelamatkan Sohrab (anak Hasan) sebagai bentuk penebusan dosa. Bagian ini dapat dilihat dalam inti cerita 21-25. Bagian klimaks berisi perkelahian Asef dengan Amir untuk menyelamatkan Sohrab. Bagian ini dapt dilihat pada inti cerita 26-27. Bagian selanjutnya, yaitu falling action atau penurunan keteganga berisi tentang keberhasilan Amir menyelamatkan Sohrab dari tangan Asef seperti dalam inti cerita 28-30. Bagian resolusi berisi keberhasilam Amir dan Sohrab ke Amerika seperti dalam inti cerita 31-32, dan terakhir adalah bagian akhir yang berisi Amir dan Sohrab bermain laying-layang seperti dalam inti cerita 33. Pada dasarnya inti cerita dalam novel dan film The kite Runner mirip bahkan bisa dikatakan sama persis. Perbedaan muncul pada bagian resolusi di mana dalam film narasi tentang kesulitan Amir saat membawa Sohrab ke Amerika nyaris menemui jalan buntu karena masalah imigrasi dan berakibat pada usaha bunuh diri dari Sohrab. 5.2. Perbandingan Narasi Novel dan Film The Kite Runner
Secara umum, struktur narasi dalam novel dan film The Kite Runner mirip dan bisa dikatakan sama. Penulis naskah film hampir sepenuhnya menggunakan jalan cerita yang ada dalam novelnya. Meskipun demikian terdapat beberapa bagian yang nampaknya dihilangkan karena adanya tuntutan durasi penayangan film. Pada bagian pertama yaitu eksposisi baik novel maupun filmya sama-sama menceritakan tentang kisah persahabatan antara Amir (anak majikan) dan Hasan (anak pembantu). Bagaimana akrabnya kedua anak itu disampaikan dengan tepat dalam film dengan memperlihatkan adegan Amir dan Hasan selalu bermain berdua baik di lapangan maupun di bawah pohon poplar, serta ketika mereka berdua menonton film “Magnicifient Seven”. Meskipun berbadan kecil, Hasan adalah anak pemberani yang selalu menjaga Amir yang berbadan lebih besar tetapi penakut. Pada bagian eksposisi dalam film juga ditampilkan tokoh anatgonis, Asef, yang selalu menganggu Hasan karena dianggap sebagai orang Hazzara (keturunan mongol dan beraliran Syiah) yang mengotori tanah mereka. Secara lebih jelas perbandingan antara narasi novel dan adegan film yang mengambarkannya dapat dilihat sebagai berikut.
1. Hasan dan Amir bermain layang-layang 2. Amir dan Hasan sepulang menonton film Adegan di atas mengambarkan bagaimana persahabatan yang terjadi di antara dua orang anak yang berlatar belakang berbeda. Hasan anak seorang pembantu bermain dengan Amir anak majikannya. Begitu akrabnya mereka sampai-sampai mereka berangkulan saat pulang menonton film.
Adegan rangkulan antara dua bocah itu menunjukkan dengan tepat bagaimana akrabnya
hubungan keduanya. Keakraban persahabatan mereka juga terlihat dalam adegan selanjutnya yang menggambarkan Amir yang sedang memegang buku, membacakan sebuah cerita untuk Hasan.
Ekspresi wajah kedua anak tersebut dengan jelas memperlihatkan bagaimana mereka menikmati hubungan persahabatan mereka.
3. Amir membacakan cerita untuk Hasan di bawah pohon Poplar Dalam novel ketiga adegan persahabatan dua bocah tersebut digambarkan dalam kutipan berikut: Kami
menghabiskan
menghabiskan
sepanjang
musim
dingin
bersama
menerbangkan dan mengejar layang-layang…… Aku menghabiskan sebagian besar dari dua belas tahun hidupku bermain bersama hasan. (hlm. 42) Kami menonton Rio Bravo tiga kali, tapi kami menonton fil barat kesukaan kami, The Magnificent Seven, tiga belas kali. Setiap kali, kami menangis di akhir film itu, saat orang-orang Mexico mengubur Charles Bronson, yang ternyata juga bukan orang iran. Kami berjalan di pasar… atau di kota baru, disebelah barat Distrik Wazir Al akbar. Kami mengobrolkan film apapun yang baru kami tonton seraya berjalan-jalan di tengah kerumunan pengunjung pasar. (hlm. 44) Sepulang sekolah, aku dan Hasan bertemu, menyambar sebuah buku dan mendaki bukit berbentuk mangkok disebelah utara tanah ayahku. … Sebatang pohon delima berdiri di dekat jalan masuk kuburan itu. Kami duduk berjam-jam di bawah pohon itu, duduk di sana hingga matahari tenggelam di barat, dan hasan tatap bersikeras bahwa sinar matahari masih cukup terang untuk membaca satu cerita lagi, satu baba lagi. (hlm. 47)
Kutipan pertama menceritakan tentang slah satu kebiasaan yang dilakukan oleh Amir dan hasan yaitu bermain layang-layang. Adegan persahabatan ini direpresentasikan dengan tepat dan sesuai dengan cerita yang ada di novel. Dalam adegan film diperlihatkan bagaimana hasan memegang layang yang baru didapatkannya untuk selanjutnya diberikan kepada hasan. Adegan kedua merepresentasikan kutipan kedua yang menceritakan kebiasaan mereka menonton film. Adegan itu memperlihatkan bagaimana akrabnya Amir dan hasan, saling berangkulan setelah nonton film. Wajah-wajah mereka tergambar dengan jelas dari senyuman yang terkembang dibibir mereka. Adegan selanjutnya merepresentasikan kutipan selanjtnya yang menceritakan kebiasan Amir dan Hasan pergi ke bawah pohon delima untuk membaca buku. Amir akan membacakan sebuah kisah dan hasan mendengarkannya dengan gembira. Sekali lagi, ekspresi muka sedih tidak nampak di wajah mereka. Dengan begitu, jelas terlihat bagaimana sebuah narasi novel tentang persahabatan Amir dan Hasan digambarkan dengan tepat dalam filmnya. Persahabatan Amir dan hasan bukannya tidak ada rintangan sama sekali. Seorang tokoh antagonis, Asef, muncul sebagai tokoh yang sangat membenci bangsa Hazara yang beraliran Syi’ah. Dalam hal ini yang menjadi sasaran kebencian adalah Hasan karena ia keturunan Hazara. Setelah kali bertemu Asef dan kelompoknya selalu menganggu Hasan dan meminta Amir untuk meninggalkan sahabatnya. Karena sifatnya yang pengecut, Amir tidak berani melawan Asef dan kelompoknya. Satu-satunya yang berani kepada mereka adalah Hasan yang pada akhirnya berhasil mengusir Asef dan teman-temannya. Penggambaran peristiwa tersebut dalam film dapat dilihat seperti berikut.
4. Asef dan teman-temannya mencegat Amir dan Hasan
5. Hasan membela Amir dan melawan Asef dan teman-temannya. Penggambaran tokoh Asef sebagai tokoh antagonis dalam film sesuai dengan gambaran tokohnya dalam novel. Bentuk badan, karakter, sifat dan hal-hal lain dibuat sedemikian rupa sehingga mendekati penggambaran dalam novel seperti berikut ini: Terlahir dari ibu berdarah Jerman dan ayah seorang Afgan, Aseef berambut pirang dan bermata biru, bertubuh jauh lebih tinggi disbanding anak-anak lainnya. Kenakalannya sudah diketahui umum, membuatnya ditakuti. Diiringi teman-teman pengikutnya, Asef berkeliaran dilingkungan kami, bagai seorang Khan yang mengawasi tanah miliknya….. (hlm.62) Pada adegan 4, dengan jelas tergambar kenakaln Asef dan kelompoknya. Amir seorang penakut dan Hasan seorang Hazara yang dibencinya menjadi sasaran empuk yang mudah untuk dihncurkan. Adegan 5 menceritakan bagaimana Asef dan kelompoknya mencegat Amir dan Hasan serta mengolok-olok mereka terutama Hasan karena telah dianggap mengotori tanah miliknya, Afganistan. Amir yang meminta mereka pergi juga menjadi sasaran kemarahan karena dianggap melindungi Hazara. Ketika tanggan Asef bergerak hendak memukul Amir, Hasan menarik ketapelnya dan mengarahkan ke kepala Asef. Pada akhirnya Asefpun pergi. Hal ini dapat dilihat dalam adegan 5 yang merupakan representasi dari kutipan novel sebagai berikut:
Aku berbalik dan berhadapan langsung dengan ketapel Hasan. Hasan telah menarik tali elastisnya yng lebar dan panjang ke belakang. Di tengahnya, baju sebesar biji kenari siap dibidikkan. Hasan mengarahkan ketapelnya tepat ke wajah Asef. (hlm.68) Adegan selanjutnya merupakan akhir dari bagian eksposisi. Dalam adegan ini digambarkan bagaimana kegembiraan Amir dan Hasan saat mereka memenangkan pertandingan layang-layang. Untuk melengkapi kemenangan amir, hasan mengejar layang-layang yang terakhir untuk diberikan pada shabatnya itu. Adegan cerita film tersebut tergambar dalam adegan 6 dan 7 di bawah ini.
6. Amir dan hasan berpelukan setelah memenangkan adu layang-layang
7. Hasan berteriak saat akan mengejar layang-layang untuk Amir
Dalam novel, kedua adegan di atas dijelaskan dengan detil dalam kutipan berikut ini: Lalu aku bersorak, dan semuanya berwarna dan bersuara, semuanya hidup dan menyenangkan. Aku melaayangkan tanganku yang bebas memeluk hasan, dan kamipun berjingkrak, kami berdua tertawa, kami berdua menangis. (hlm. 110) Penggambaran kutipan novel di atas ke dalam adegan film sangatlah mirip, terutama bagaimana saat Hasan bersorak mememberi semangat kepada Amir, serta bagaimana mereka merasakan kegembiraan dengan berteriak dan meloncat-loncat. Semuanya digambarkan seperti penuturan dalam novel. Adegan selanjutnya, yaitu adegan 7 memperlihatkan hasan sedang berteriak kepada Amir dan memberitahunya bahwa dia kan membawakan layang-layang untuknya. Dalam adegan itu hasan meneriakkan kata-kata “Untukmu, yang keseribu kali”. Hal yang hamper sama tergambar dengan jelas dalam novel sebagai berikut:
Hasan telah berbelok di tikungan, sepatu bot karetnya menendang salju. Dia berhenti membalikkan badan. Kedua tangannya membentuk corong di sekeliling mulutnya. “Untukmu, ke seribu kalinaya” katanya. (hlm. 112) Penggambaran kondisi masyarakat Afganistan yang membenci Hazzara juga digambarkan dengan jelas dalam film seperti dalam novelnya. Hal ini direpresentasikan oleh kata-kata Asef ketika mencegat Amir dan Hasan sebagai berikut: Afgan adalah Negara milik Pasthun. Kita ada adalah orang-orang afgan sejati, tidak seperti si pesek ini. Kaummnya mengtori tanah kita. (Novel halaman 66, Film menit ke 14.30 ) Meskipun terdapat banyak kesamaan antara novel dan filmya, terdapat beberapa perbedaan. Salah satu perbedaan tersebut adalah hadiah yang diberikan Baba (Ayah Amir) kepada hasan saat ia berulang tahun. Dalam novel hasan dihadiahi dengan operasi terhadap bibirnya yang sumbing, sedangkan dalam film Hasan hanya dihadiahi layang-layang. Bentuk hadiah yang berupa operasi bibir sumbing memberikan ironi tersendiri dalam novel yang tidak ada dalam film. Hal ini tergambar dengan jelas dari kata-kata penulis yang menyatakan bahwa pada musim dingin berikutnya Hasan mulai tersenyum, namun pada musim dingin itu pulalah dia berhenti tersenyum. Pemberian hadiah berupa operasi ini juga menjadi bagian penting bagi Amir untuk mengetahui identitas Hasan yang sebenarnya. Bagian selanjutnya yaitu insiden awal merupakan hal atau kejadian yang memulai suatu tindakan. Dalam hal ini, suatu peristiwa tertentu digunakan untuk menandai awal konflik utama. Pada novel dan film The Kite Runner bagian insiden awal memaparkan tentang peristiwa pemerkosaan Hasan oleh kelompok Asef karena menolak menyerahkan layang-layang yang berhasil ditangkapnya. Amir yang saat itu melihat, tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bersembunyi karena sifat penakutnya. Adegan ini digambarkan dengan jelas dalam seperti apa tertera dalam novel. Adegan ini juga merupakan adegan yang mengakhiri bagian eksposisi karena setelah ini muncul ketegangan hubungan antara Amir dan Hasan karena penyesalan Amir terhadap sikapnya yang pengecut.
Penggambaran kejadian di atas dalam film dapat dilihat pada cuplikan gambar film The Kite Runner di bawah ini.
8. Asef dan kelompoknya mengeroyok 9. Amir mengintip pengeroyokan hasan dari Hasan sebuah sudut jalan
10. Pemerkosaan Hasan
11. Amir berlari ketakuatn meninggalkan Hasan yang sedang diperkosa
Pengambaran setiap adegan dalam film merepresentasikan apa yang ingin diceritakan dalam novel. Adegan perkelahian antara Hasan dan kelompok Asef yang tidak seimbang, raut muka Amir yang penakut sedang mengintip Hasan diperkosa, serta mimik muka hasan yang menahan kesakitan dan kesedihan tanpa suara tangis digambarkan dengan jelas dan mampu membuat penonton untuk bisa merasakannya. Hal yang sama juga, terjadi dalam kisah novel seperti dalam kutipan berikut. Hasan melemparkan batu yang dipegangnya. Bati itu menimpa Asef tepat dikeningnya. Asef melolong seraya menubruk Hasan, menerjangnya hingga jatuh ke tanah. Wali dan Kamal mengikuti tindakannya. (hlm. 122)
Perlahan aku mendekat ke mulut gang. Menahan napasku. Mengintip dari sudut. (hlm. 118) Asef berlutut di belakang hasan…. Dia menurunkan celang dalamnya. Hasan tidak melawan. Dia bahkan tidak menangis. Kepalanya bergerak sedikit hingga aku bisa menangkap wajahnya sekilas. Melihat siratan kepasrahan di sana. (hlm. 126) Aku berhenti menyaksikan, berlalu meninggalkan gang itu. …… Akhirnya, aku melarikan diri. (hlm. 128) Setiap adegan film merepresentasikan kutipan novel di atas. Adegan 8 mereprsentasikan kutipan pertama tentang pengeroyakan Hasan oleh Asef dan teman-temannya. Adegan 9 merepresentasikan kutipan selanutnya saat Amir mengintip Hasan dikeroyok dan diperkosa. Adegan 10 merepresentasi kutipan tentang pemerkosaan Hasan, dan adegan 11 merepresentasikan kutipan tentang tindakan pengecut Amir yang meninggalkan Hasan saat diperkosa Asef. Peristiwa pemerkosaan Hasan memberi dampak yang besar terhadap hubungan persahabatan mereka. Amir yang merasa bersalah karena tidak berbuat apa-apa, berusaha menjauhi Hasan. Amir bahkan meminta Baba mencari pembantu menggantikan Hasan dan Ali. Akibatnya perkataannya itu Baba marah besar. Konflik Amir dan Hasan semakin runcing ketika Amir memfitnah hasan mencuri arlojinya. Hasan mengaku telah mencurinya untuk menyelamatkan Amir dari amarah Baba. Meskipun Baba memaafkan, Ali dan hasan bersikeras meninggalkan rumah Baba. Adegan kisah ini, diperlihatkan dalam cuplikan sebagai berikut.
(12) Amir meminta Baba mencari pem pembantu baru
(13) Amir meletakkan arlojinya di kamar Hasan
(14) Hasan mengaku mencuri arloji
(15) Amir mengintip kepergian Hasan
(16) Ali dan Hasan meninggalkan rumah Baba Cuplikan gambar film di atas menceritakan peristiwa yang dialami oleh hubungan Hasan dan Amir setelah kejadian pemerkosaan. Pengambaran di dalam cuplikan gambar itu sesuai dengan narasi dalam novel, sebagimana berikut ini: Saat dia sedang bercerita, aku memotongnya dengan kalimatku “baba, pernahkah Baba berpikir untuk mencari pelayan Baru” Dia melepas sarung tangan berkebunnya. “Chi. Kamu bilang apa”.
“Aku hanya berpikir saja”. “Mengapa aku ingin
melakukannya” tukas Baba dengan ketus (hlm.147) Aku menuruni tangga, melintasi halaman, dan memasuki tempat tinggal Ali dan Hasan yang terletak di bawah pohon loquat. Aku mengangkat matras Hasan dan meletakkan arloji baruku dan setumpuk pecahan Afghani di bawahnya. (hlm. 172) Hasan menjawabnya dengan satu kata, dengan suara serak dan bergetar: “Ya.” (hlm. 174)
Untuk terakhir kalinya, sebelum Baba membelokkan mobilnya ke kiri di tikungan yang begitu sering kami tempat bermain kelereng, pandanganku melayang pada sosok kabur Hasan yang duduk di bangku belakang.
Aku berjalan menjauhi
jendela itu, dan satu-satunya pemandangan yang kulihat melalui jendelaku adalah derasnya curahan hujan, yang tampak bagai lelehan perak. (hlm. 181) Cuplikan film di atas sebagian besar sama dengan kutipan narasi dalam novel khususnya cuplikan film 12 sampai 14. Perbedaan muncul pada cuplikan gambar film 15 dan 16 tentang kepergian Ali dan Hasan. Dalam novel dinyatakan bahwa Ali dan Hasan pergi ketika hari hujan, dan Amir hanya bisa menyaksikan kepergian mereka dari balik jendela kamarnya meskipun samar karena tertutup derasnya air hujan. Pada film, adegan kepergian Ali dan Hasan digambarkan terjadi pada siang hari yang cerah sehingga Amir bisa dengan jelas melihat kepergian mereka. Perbedaan latar antara hari hujan dan hari cerah memberikan kesan tersendiri pada cerita. Penggambaran hari hujan dalam novel menambah daya kedramatisan cerita khususnya pada tokoh Hasan dan Ali. Persaan sedih harus pergi karena difitnah seperti belum cukup menyedihkan. Cerita kesedihan mereka lebih didramatisir lagi dengan hujan deras yang sepertinya menyusahkan langkah mereka untuk pergi. Di satu sisi, pengaruh situasi hujan juga dapat diterapkan pada tokoh Amir. Derasnya hujan mengindikasikan kondisi jiwa Amir yang sebenarnya sangat terganggu dengan perasaan bersalah, dan ingin segera mengejar Hasan untuk melarangnya pergi. Derasnya air hujan bisa dijadikan ungkapan kesedihan Amir akan kehilangan sahabat terdekatnya. Kesan dramatisir adegan seperti dalam novel tidak muncul dalam film. Hari cerah saat kepergian Hasan dan Ali tidaklah memberikan suasana dramatis selain hanya sebagai latar waktu kejadian. Bagian selanjutnya adalah rising action di mana cerita yang dibuat bergerak lebih menarik dan mendebarkan. Pada bagian ini, konflik utama disertai juga dengan koflik sekunder lain termasuk pandangan keputusasaan dari tokoh protagonist dalam mencapai tujuannya. Penggambaran bagian rising action pada film dibuat sedemikian rupa sehingga walaupun tidak persis seperti dalam novel tetapi tidak merusak inti cerita yang sebenarnya. Hal ini dapat dilihat pada adegan saat Amir dan Baba melarikan diri ke Amereka yang merupakan awal dari naiknya ketegangan (suspense) pada rising action. Bagaimana baba dan Amir melarikan diri dan bagiamana kehidupan mereka di Amerika memulai kisah yang ada dalam bagian ini. Pada novel
diceritakan bahwa saat perjalanan mereka sampai di Pakistan dengan truk tangki, kamal yang juga melarikan diri meninggal karena keracunan gas. Ayah kamal marah. Lalu membunuh karim (pria yang jadi perantara mereka melarikan diri, lalu bunuh diri. Hal ini memberikan dampak psikologis tersendiri bagi Amir seperti dalam kutipan berikut. Aku takkan pernah melupakan gema ledakan itu. Atau kilatan cahaya dan muncratan cairan merah pada pagi itu. Aku segera berlari keluar dari kerumunan itu dan memuntahkan isi perutku di tepi jalan. (hlm. 206) Pada film hal ini tidak digambarkan dengan jelas, hanya menunjukkan perdebatan antara tentara Rusia penjaga perbatasan dengan rombongan pengungsi serta perpndahan mereka dari truk ke dalam truk tangki yang akan membawa mereka menuju Pakistan. Adegan selanjutnya dalam film menunjukkan Amir yang sedang ketakutan dalam truk tangki dan Baba menghiburnya. Setelah itu, latar langsung berpindah ke kehidupan di Amerika. Tidak tampak adegan pembunuhan seperti dalam novel yang memberikan satu dampak psikologis tersendiri bagi Amir. Pada adegan selanjutnya, menceritakan kisah kehidupan Amir yang pergi ke Amerika karena adanya pergantian politik dan kekuasaan di Afganistan. Kondisi politik yang tidak memungkinkan Baba untuk melanjutkan bisnisnya serta perasaan adanya ketidakamanan terhadap anaknya (Amir) membuatnya melakukan segala cara untuk pergi ke Amerika meskipun secara illegal. Pada akhirnya mereka berhasail tiba di Amerika dan mereka harus memulai semuanya. Baba bekerja di pom bensin dan Amir pada akhirnya bisa menyelesaikan kuliah. Dalam menjalani kehidupan di Amerika, Amir bertemu Soraya, putrid Jendral Taheri, seorang pelarian dari Afganistan seperti mereka. Pada akhirnya mereka jatuh cinta lalu menikah. Tak lama setelah pernikahan mereka, sebuah peristiwa menyedihkan terjadi yaitu meninggalnya Baba. Kisah di atas digambarkan dalam film sebagai berikut:
(17) Adegan Baba bekerja di pom bensin
(19) Adegan baba merayakan kelulusan
(18) Adegan Amir menyelesaikan pendidikannya
(20) Adegan pernikahan Amir dan Soraya Amir
(21) Adegan saat upacara penguburan Baba Adegan pertama memperlihatkan kondisi baba yang sudah tua dengan rambutnya berwarna abu-abu bekerja di sebuah pom bensin. Baba, seorang pengusaha sukses di Afganistan harus
merelakan harga dirinya turun dengan bekerja di pom bensin. Hal ini tergambar seperti dalam narasi novel sebagai berikut : Hanya sebulan setelah kami tiba di AS, Baba mendapat pekerjaan di Washingto Boulevard sebagai petugas di pompa Bensin milik seorang warga Afgan kenalannyaDia mulai mencari pekerjaan langsung pada minggu pertama kedatangan kami Adegan selanjutnya memperlihatkan bagaimana akhirmnya dia berhasil menyelesaikan sekolah menengah atasnya dan hal itu dirayakan oleh baba dengan membawa Amiir ke sebuah Bar tempat orang-orang Afganistan sering berkumpul. Hal ini tergambar jelas pada adegan kedua dan ketiga bagian awal rising action, seperti juga tergambar dalam novel sebagai berikut: Pada musim panas 1983, aku ulus dari sma di umurku yang ke-20. Sejauh itu, aku adalah siswa senior tertua yang turut melepar topi wisuda di lapangan football pagi itu. … baba melihatku dan melambaikan tangnnya. Tersenyum. (hlm. 218) Malamnya Baba membawaku ke kedai khas Afgan di Hayward dan memesan begitu banyak makanan. (hlm. 219) Baba tersenyum menyandarkan kapalanya pada dudukan leher, keningnya hamper menyentuh atap mobil. Kami tidak berkata-kata. Baba memalingkan kepalanya ke arahku. “Aku berharap Hasan ada di sini bersama kita” katanya (hlm. 222) Terdapat perbedaan antara narasi film dan novel. Pada narasi novel kutipan terakhir terjadi ketika Baba dan Amir pulang dari pesta perayaan kelulusan, tetapi dalam film Baba menyatakannya di kedai. Meskipun demikian, hal ini tidak merusak inti dari cerita. Hal yang ingin disampaian adalah bagaimana Baba menyebut nama Hasan yang langsiung membuka perasaan Amir kembali atas apa yang telah dilakukannya. Cuplikan adegan selanjutnya mengambarkan kehidupan Amir yang menikah dengan Soraya (anak seorang bekas Jendral di Afganistan. Perjumpaan mereka dipasar loak menumbuhkan benih cinta di hati keduanya. Amir lalu meminta
Baba melamarnya. Setelah lamaran diterima,
merekapun menikah. Sayang, kebahagian pernikahan mereka tidak berlangsung cukup lama,
karena beberapa hari setelah itu Baba meninggal. Cerita ini disampaikan dalam novel sebagai berikut: Salah satu sepupu Soraya, putra Sharif jan, memegang Al-Quran di atas kepala kami selama kami berjalan perlahan. Lagu pernikahan berkumandang dari setiap pengeras suara dalam ruangan itu……. Aku ingat saat aku duduk di sofa yang diletakkan di atas panggung, menggenggam tangan Soraya, sementara 300 pasang memandang kami. Kami menjalankan upacara Ayena Masshaf.Sehelai kain dikerudungkan ke kepala kami, yang ada hanya kami berdua dan dua buah cermin, yang berguna untuk melihat pantulan wajah satu sama lain (hlm. 285) Sebelumnya, di area pekuburan kecil untuk kaum muslim, aku menyaksikan saat jenazah Baba diturunkan ke lubang. Aku menyaksikan saat mereka menimbun satu sekop penuh tanah ke dalam lobang itu, lalu meninggalkannya. (hlm. 292) Pada dasarnya adegan atau cerita kehidupan Amir di Amerika bisa dianggap sebagai sebuah transfornasi psikologis. Baginya tinggal di Amerika bukan saja untuk memenuhi keinginan Baba tetapi juga menjadi tempat untuk melupakan penghianatnya terhadap Hasan.
Akan tetapi,
kenangan dan perasan bersalah tetap tidak hilang dan tetap tersimpan di hatinya seperti dalam kutipan awal novel sebagai berikut. Peristiwa itu telah berlalu, tapi pengalamanku selama ini menunjukkan bahwa kita takkan pernah bisa mengubah masa lalu. Karena bagaimanapun juga, masa lalu akan selalu menyeruak mencari jalan keluar. Sekarang, saat aku melihat kembali ke masa lalu, aku menyadari bahwa aku telah mengintip gang sempit yang terbengkalai selama dua puluh enam tahun. (hlm. 1) Kenangan masa lalu kembali muncul ketika Amir yang pada saat itu sedang bahagia karena novel pertamanya diterbitkan mendapat telepon dari rahim Khan, sahabat ayahnya, yang memintanya untuk kembali ke Afganistan karena da hal penting yang harus disampaikan. Pada mulanya Amir menolak, tetapi kata-kata rahim Khan telah memaksa Amir menyetujuinya. Katakata yang menunjukkan bahwa dia telah tahu apa yang terjadi antara Amir dan Hasan di masa lalu. Dalam novel ataupun film, bagian ini terpisah dengan bagian cerita selanjutnya. Ini biasa terjadi
dalam narrative dengan plot flashback (alur mundur). Dalam hal ini, bagian ketika amir menerima telepon dari Rahim diletakkan di awal cerita yang kemudian dilanjutkan dengan ingatan Amir tentang persahabatannya dengan Hasan. Persetujuannya kembali ke Afganistan, membuat Amir berada di dalam masalah yang rumit. Di satu sisi dia harus berspekulasi dengan kehidupannya yang sudah bahagia di Amerika, di sisi lain dia harus menyelamatkan putra hasan sebagai penebus kesalahnnya di masa lalu. Lebih lanjut, kedatangan kembali Amir ke kampung halmannya juga membuka rahasia yang selama ini disimpan Baba yaitu bahwa Hasan adalah adik tirinya. Hal inilan yang kemudian memaksa Amir memenuhi permintaan Rahim Khan untuk membawa anak Hasan, Sohrab, ke Amerika. Permintaan ini diajukan Rahim Khan bukan hanya sebagai tanggung jawab Amir sebagai paman tetapi juga sebagai bentuk penebusan dosa yang selama ini ditanggung oleh Amir serta Babanya karena tidak mampu memberikan kehidupan yang baik kepada Hasan. Inilah yang dimaksud Rahim Khan dengan kata-katanya di telepon yaitu ada jalan untuk menuju kebaikan. Kata-kata tersebut mengindikasikan bahwa Ali atau Hasan telah menceritakan kejadian sesungguhnya kepada Rahim Khan tanpa sepengetahuan Amir. Kisah kehidupan Hasan kembali diceritakan oleh Rahim Kham yang menyerahkan surat yang ditulisnya oleh Amir. Kesedihan jelas terlihat dalam raut muka Amir ketika membaca surat Hasan yang disertai sebuah foto Hasan dan anaknya, Sohrab. Dalam surat Hasan menulis bagaimana dia belajar membaca, kemudian pindah ke rumahnya dan tetap tinggal di kamar pembantu karena meskipun diminta Rahim untuk tinggal di rumah tetap menolak dengan alas an itu adalah kamar Amir. Hal ini menunjukkan betapa besar kesetiaan Hasan sebagai seorang sahabat. Isi surat Hasan membuat Amir mengambil keputusan untuk menyelamatkan Sohrab sebagai bentuk penebusan dosa. Adegan di atas digambarkan dalam film sebagai berikut:
(22) Amir berbicara dengan Rahim Khan
(23) Amir membaca surat Hasan
(24) Amir dan Farid menuju panti asuhan
(25) Amir bertemu dengan pimpinan
(26) Perisiwa qisas di lapangan
panti asuhan
(27) Pimpinan Taliban memperhatikan Amir
Cuplikan adegan film di atas menceritakan kisah Amir saat kembali ke Afganistan untuk memenuhi permintaan Rahim Khan menyelamatkan anak Hasan, Sohrab. Pada awalnya hasan menolak karena dia merasa sudah mempunyai kehidupan yang mapan di Amerika. Rahim Khan bersikeras Amir melakukan hal itu dengan alasan untuk menebus kesalahannya pada Hasan. Satu hal lagi disampaikan oleh Rahim Khan sebagai alasan yaitu bahwa Hasan adalah anak Baba, adik tirinya. Bagi Amir, menyelamatkan Sohrab bukan hanya bentuk penebusan kesalahannya tetapi juga penebusan terhadap dosa Baba. Adegan selanjtnya memperlihatkan Amir yang sedang membaca surat dari Hasan. Setelah membaca surat itu, Amir yang sebelumnya tidak yakin apa yang harus dilakukan memutuskan untuk menyelamatkan Sohrab. Dalam Novel, kedua cuplikan film itu disampaikan seperti berikut ini. Aku membawamu kemari karena aku akan memintamu untuk melakukan sesuatu. Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku. Tapi sebelum aku mengatakan
keinginanku padamu, aku ingin membertahukan kamu tentang Hasan. Kau mengerti? (hlm. 338) Aku membuka lipatan surat itu. Hasan menulisnya dalam bahasa Farsi. Tidak ada satu titikpun yang terlewatkan, tidak ada coretan, tidak ada kata-kata yng tak terbaca— tulisan tangan itu serapi tulisan anak-anak yang sedang menulis indah. (hlm. 360) Kutipan pertama secara tepat digambarkan dalam cuplikan pertama. Dalam hal ini diperlihatkan Amir yang sedang duduk dengan Rahim Khan berbicara tentang suatu hal dengan serius. Kutipan kedua digambarkan pada cuplikan film selanjutnya. Meskipun representasi kutipan film dari novelnya bisa dianggap sesuai, tetapi terdapat suatu perbedaan dalam latar tempat kejadian. Pada novel, dinyatakan bahwa Amir membaca surat di rumah Rahim Khan, beberapa saat setelah ia menyerahkan surat Hasan. Hal ini ditandai dengan percakapan Amir dan Rahim setelah membaca surat itu. Pada film, adegan ini terjadi di sebuah tempat makan di mana dia duduk sendirian termenung membaca surat sahabatnya itu. Cuplikan gambar film (24) sampai (27) mengisahkan tentang perjalanan Amir dan Farid (orang yang diminta Rahim Khan membantu Amir) menemukan keberadaan Sohrab. Gambar (24) memperlihatkan Amir dan Farid yang sedang bercakap-cakap di mobil menuju sebuah panti asuhan tempat Sohrab dititipkan. Ketika tiba di panti asuhan, pengurus panti mengatakan bahwa anak yang dicari mereka telah dibawa oleh petinggi Taliban. Untuk itu mereka harus menemuinya. Hal ini digambarkan dalam cuplikan gambar film (25). Pengurus panti juga memberitahu bahwa mereka bisa menemui petinggi Taliban di lapangan. Saat Amir dan farid tiba di lapangan, mereka menyaksikan suatu hukuman qisas yang diberikan terhadap sepasang muda-mudi yang dianggap melanggar aturan agama. Amir memaksakan dirinya untuk kuat menyaksikan pelemparan batu kepada muda mudi tadi hingga mati. Setelah hukuman selesai, Amir dan Farid menemui pimpinan Taliban seperti nampak dalam cuplikan gambar (27). Klimaks merupakan puncak ketegangan tertinggi dalam cerita. Ini merupakan bagian yang dituju oleh peningkatan konfliks yang selanjutnya diikuti dengan penurunan ketegangan. Dalam novel dan film The Kite Runner bagian klimaks menceritakan kedatngan Amir ke markas Taliban untuk mengambil Sohrab. Pimpinan Taliban menemui dan segera mengenal Amir meskip
menggunakan jenggot palsu. Amir kaget saat menyadari bahwa pimpinan Taliban itu adalah musuhnya pada masa kecil yaitu Asef. Asef memperbolehkan Amir membawa Sohrab dengan syarat dia bisa mengalahkannya. Dalam perkelahian Amir kalah dan hamper mati jika saja tidak ditolong oleh Sohrab. Peluru ketapel Sohrab berhasil melukai mata Asef dan membuat mereka bisa melarikan diri. Dalam film, bagian klimaks dapat dilihat pada cuplikan gambar berikut ini:
(28) Pimpinan Taliban menemui Amir
(30) Asef berkelahi dengan Amir
(29) Pimpinan Taliban menyuruh Sohrab menari
(31) Sohrab menyelamatkan Amir
(32) Asef terkena lemparan ketapel Sohrab
(33 ) Sohrab dan Amir melarikan diri
Cuplikan gambar film (28) sampai (33) mengisahkan tentang pertemuan Amir dengan pimpinan Taliban untuk meminta kembali Sohrab. Gambar (28) merupakan cuplikan adegan ketika pimpinan Taliban menemui Amir di markas mereka. Seorang lelaki tinggi berambut ikal panjang dan berjanggut lebat dan bertubuh jangkung yang menjadi pimpinan Taliban segera mengetahui penyamaran Amir. Lelaki itu ternyata adalah Asef musuh lamanya. Dia bahkan mengatakan tindakan Amir mengenakan jenggot palsu merupakan kesalahan yang fatal. Hal ini dijelaskan dalam novel sebagai berikut: Dia mengembalikan tatapannya padaku. Mengangkat bahunya. “….. Aku bisa membuatmu ditahan karena tuduhan penghianatan, bahkan membuatmu dihukum tembak. Apa ini membuatmu ketakutan” “Aku kemari hanya untuk anak itu” “Apa ini membuatmu ketakutan?” “Ya” “Memang seharusnya begitu” katanya. Dia menyandarkan tubuhnya ke sofa. (hlm. 463) Cuplikan gambar (29) mengisahkan bagaimana Asef memanggil memznggil seorang bocah laki-laki kecil keluar dan menyuruhnya menyuruhnya menarai di depan mereka. Amir tahu bocah itu adalah Sohrab. Asef memperbolehkan Amir membawanya pergi dengan satu syarat dia harus
bisa merebutnya. Dan perkelahianpun terjadai antara Amir dan Asef seperti pada cupluikan gambar (30). Dalam perkelahian itu, Amir kalah dan nyaris kehilangan nyawanya kalau saja Sohrab tidak menolongnya seperti terlihat dalam cuplikan (31). Tiga cuplikan di atas, digambarkan persis seperti narasi yang ada dalam novel sebagi berikut. Sohrab mengangkat lengannya dan berbalik perlahan. Dia berjinjit, berputar dengan luwes, menekuk lutut ya, meluruskannya, dan kembali berputar. Dia menggetargetarkan kedua tangannya yang mungil, menentik-jentikkan jarinya, dan mengayunayunkan kepalanya seperti pendulum. ……. (hlm. 466) Saat dia menghempaskanku ke dinding, sebatang paku menusuk punggungku. Aku tersungkur menabrak dinding. Pukulannya menghancurkan rahangku. Aku tersedak oleh gigiku sendiri, menelannya,…… (hlm. 479) Tangannya terbentang ke belakang bahunya, menahan bantalan ketapel pada tali elastisnya yang ditarik sepanjang mungkin. Ada sesuatu di bantalan itu, sesuatu yang kuning berkilauan. Benda itu adalah bola logam yang tading terpasang di meja. Sohrab membidikkan ketapelnya ke wajaf Asef. (hlm. 482) Narasi dalam novel dibuat ke adalam adegan film sedemikian rupa sehingga mampu menceritakan apa yang ingin disampaikan dalam novel. Adegan saat Sohrab menari, adegan perkelahian, serta adegan saat Sohrab membidikkan ketapelnya merupakan bentuk representasi narasi novel. Sekalipun demikian terdapat dalam narasi novel yang sedikit sulit untuk dimasukkan ke dalam adegan film. Dalam narasi dikatakan bahwa saat dipukul dan ditendang Asef, Amir tertawa, bukan karena tidak sakit tetapi lebih disebabkan oleh hilangnya perasaan bersalah atas apa yang dia lakukan pada masa lalu. Rasa sakit itu seperti telah mengangkat semua dosa masa lalu yang ditanggungnya. Kondisi ironis ini sulit untuk ditampilkan dalam film karena jika dinampakkan akan memicu intrepertasi yang berbeda, misalnya perkelahian mereka hanyalah akal-akalan saja. Hal ini disebabkan ekkspresi Amir yang tidak merasakan sakit dan bibirnya terus tertawa. Cuplikan gambar (32) menceritakan bagaimana Asef terluka oleh peluru logam yang dibidikkan dari ketapel Sohrab. Asef berteriak kesakitan, menutup wajahnya dengan tangan.
Kesempatan itu digunakan oleh Sohrab untuk membantu Amir yag yang sudah tidak berdaya keluar. Pada akhirnya, Sohrab berhasi menolong Amir dan membantunya kabur dari markas Taliban. Kedua cuplikan gambar film tersebut merupakan bentuk adaptasi dari narasi yang novel seperti berikut ini. Dia menangkupkan tangannya ke rongga yang beberapa saat sebelumnya didiami mata kirinya.darah mengalir melalui sela-sela jarinya. Darah dan sesuatu yang lain, sesuatu yang kental berwarna putih. (hlm. 483) “Ayo pergi” teriak sohrab. Dia menarik tanganku. Membentuku berdiri. Setiap bagian dari tubuhku yang luluh lantak meneriakkan rasa sakit. (hlm. 483) Reaksi Asef
dengan menutup wajahnya dengan dua tangan, serta cairan darah yang
bercampur dengan cairan putih kental lain keluar disela-sela jarinya merupakan bentuk representasi yang tepat dari kutipan novel seperti disebutkan di atas. Adegan gambar bagaimana Amir dan Sohrab keluar jendela mengindikasikan bahwa pada akhirnya mereka berhasil kabur dan menyelamatkan diri dari kejaran Taliban anak buah Asef. Keberhasilan Amir menyelamatkan diri tidak lepas dari bantuan Sohrab seperti Bagian selanjutnya yaitu penurunan ketegangan adalah peristiwa yang terjadi sebagai hasil dari klimaks dan biasanya menunjukkan bahwa ceritanya akan segera selesai. Pada film dan novel The Kite Runner bagian ini mengisahkan bagaimana luka-luka Amir akibat perkelahiannya dengan Asef sedang diobati. Pada saat itu Sohrab tinggal bersamanya. Ketika Amir bangun dari tidur, dia mendapai Sohrab telah pergi. Dia pun mencari keponakannya itu dengan panic. Pada akhirnya Sohrab ditemukan sedang berada di sebuah Masjid. Amir menghampirinya lalu memberikan foto ayahnya. Pada akhirnya Amir pun mengajak Sohrab ke Amerika. Kisah pada bagian penurunan ketegangan (falling actions) dalam film dapat dilihat dalam cuplikan berikut.
34) Amir beristirahat menyembuhkan
(35) Amir sedang panik mencari Sohrab
luka.
(36) Amir memberikan fota Hasan kepada Sohrab Pengambaran cuplikan film pada bagian penurunan ketegangan (falling action) di atas hanyalah representasi dari sebagian narasi novel yang ada pada bagian ini. Terdapat berapan konflik dalam novel yang tidak digambarkan dalam cerita. Mungkin kaena adanya alasan durasi waktu yang terbatas mengingat filmnya berdurasi dua jam lebih maka bagian tersebut dihilangkan. Adegan Amir yang sedang beristirahat mengobati lukanya, kepanikananya saat mencari Sohrab yang pergi dari rumah, srta pertemuannya dengan Sohrab di masjid seperti dalam cuplikan gambar (34) sampai (36) merupakan representasi narasi novel sebagai berikut. Saat aku terbangun kamar itu gelap. Sepotong langit mengintip dari celah pada tirai menunjukkan lembayung senja yang menjelang malam. Seprei di bawahku kuyup dan kepalaku berdenyut…… Aku memanggil namanya. Aku memanggil namanya dan tidak mendapat dan tidak mendapat jawaban. Dia pergi. (hlm.548) “Aku mulai melupakan wajah mereka” kata Sohrab. ‘Burukkah itu’. “Tidak” jawabku. “Waktulah yang menyebabkannya.”. Aku teringat sesuatu, lalu meraih ke saku depan mantelku. Di sana terdapat fota Polaroid Hasan dan Sohrab. “Ini” kataku. Dibandingakan dengan bagian lain dalam sruktur dramatis narasi film dan novel The Kite Runner, bagian penurunan ketegangan merupakan bagian yang paling banyak mengalami perubahan. Perubahan pertama terjadi pada latar terjadinya peristiwa. Dalam film, tidak dijelaskan
Amir dan Sohrab tinggal di mana, mungkin di hotel atau rumah seorang warga. Dalam novel, lokasi mereka menginap jelas dinyatakan. Setelah Amir dan Sohrab berhasil kabur, farid membawa mereka ke rumah sakit untuk mengobati lukanya. Setelah dirawat beberap hari, Amir akhirnya bisa menginap di hotel. Pada saat bangun, Amir tidak mendapati Sohrab di kamar. Dia lalu mencari dengan bantuan manajer hotel. Berbeda dengan novel, adegan dalam film tidak terjadi di sebuah hotel. Tempat amir beristirahat menyembuhkan luka seperti dalam gambar (34) tidaklah menandakan itu hotel, lebih tepat dikatakan rumah milik warga atau penginapan. Selain itu, ketika mencari Sohrab, dalam film digambarkan Amir mencarinya sendirian. Meskipun terjadi perbedaan pada bagian di atas, esensi dari cerita tidaklah hilang. Alur cerita utama tetap mirip antara film dan novel yaitu Sohrab pergi dan Amir panic. Kepergian Sohrab memberikan dampak psikologis yang besar buat Amir. Baginya usahanya untuk menemukan anak hasan sekaligus menebus dosa Baba dan dirinya akan gagal. Kesan dramatis dalam bagian ini sama-sama dapat dirasakan meskipun berlatar berbeda. Narasi selanjutnya dalam novel tidak diadaptasi ke dalam film yaitu kisan tentang kesulitan yang diterima oleh Amir saat mengurus proses adopsi Sohrab. Proses adobsi yang akan membawa Sohrab ke Amerika tidak berjalan lancer karena adanya aturan-aturan imigrasi internasional yang ketat. Amerika tidak bisa mengurus proses adopsi dari wilayah yang sedang dalam konflik perang. Sementara, saat itu Afganistan termasuk salah satu negara yang sedang dilanda konfliks sehingga sulit untuk mengurus surat dan dokumen imigrasi bagi Sohrab. Setelah mendengar nasehat dari temannya, seorang yang mengerti aturan keimigrasian, Amir melihat sedikit jalan untuk membawa keponakannya ke Amerika. Caranya dengan memasukkan Sohrab kembali ke panti asuhan. sementara dia mengurus dokumen, Keponakannya harus tinggal dipanti asuhan. Hal ini mendapat penolakan dari Sohrab karena adanya trauma saat tinggal dip anti asuhan sebelumnya. Saat amir keluar, Sohrab masuk ke kamar mandi, mengambil silet dan memotong nadi tangannya sendiri. Amir yang mengetahui hal itu segera membawanya ke rumah sakit. Sohrab berhasil diselamatkan, tetapi senyuman yang sempat terkembang dibibirnya kembali hilang hingga mereka tiba di Amerika. Hilangnya bagian ini dalam film cukup mengurangi kualitas cerita jika dibandingkan dengan novelnya. Hal ini terjadi karena bagian cerita ini merupakan bagian inti dan bisa dianggap sebagai anti klimaks dari jalan cerita secara keseluruhan. Usaha Amir yang menghadapi berbagai masalah
untuk mendapatkan Sohrab kembali dan membawanya ke Amerika, yang bisa dikatakan sudah berhasil, harus menemui konfliks terakhir dengan adanya usaha bunuh diri Sohrab. Berbeda dengan novel, kesan usaha Amir untuk mendapatkan Sohrab kembali berakhir setelah dia berhasil mengalahkan Asef. Dengan demikian terjadi suatu perbedaan nuansa psikologis yang ditanggung Amir. Beban psikologis dalam usahanya menebus dosa masa lalu dalam novel terasa lebih berat dibandingkan dalam film. Bagian berikutnya adalah resolusi yang menceritakan tentang bagaimana pada akhirnya Amir berhasil membawa Sohrab ke Amerika. Dalam film, kisah ini digambarkan dengan adegan Soraya yang menjemput Anir dan Sohrab di banadra. Kehadiran Sohrab di keluarga Amir bukannya tidak mendapat tantangan. Jendral Taheri, ayah Soraya merasa kehadiran bocah Hazara itu menganggu ketenangannya karena hamper setiap hari orang mengunjingkannya. Ketika dia menyampaikan hal itu, Amir merasa tersinggung dan tetap mempertahankan Sohrab tinggal di rumahnya. Adegan kisah di atas dapat dilihat dalam cuplikan film berikut:
(37) soraya menjemput Sohrab di
(38) Jenral taheri memprotes kehadiran
Sohrab
(38) Amir marah dengan ucapan jendral Taheri
banadara
Cuplikan adegan film (36) diatas dibuat dengan baik sesuai dengan penggambaran kisah dalam narasi novel berikut ini. Kami tiba di rumah sekitar tujuh bulan yang lalu, pada hari yang hangat di bulan agustus 2001. Soraya menjemput kami di bandara. Aku belum pernah berjauhan dengan soraya selama ini, dan saat dia melingkarkan lengannya pada leherku, saat aku menghirup araoma apel di rambutnya, ….. (hlm. 592)
Cuplikan (37) memperlihatkan suasana makan malam saat Jendral Taheri melakukan protes terhadap kehadiran Sohrab, seperti tergambar dalam kata katanya berikut ini. “… Orang-orang akan bertanya, Mereka akan mencari tahu mengapa ada anak Hazara yang tinggal dengan putrid kita. Apa yang akan kubilang pada mereka” (hlm.597)
Cuplikan selanjutnya memperlihatkan wajah Amir yang menahan marah atas ucapan jendral Taheri, dan menyatakan bahwa dia tidak akan mengijinkan orang lain memanggil Sohrab Hazara, serta akan tetap tinggal bersama mereka. Hal ini sesuai dengan penggambaran kisah dalam narasi berikut: “Dan satu lagi Jendral Sahib” lanjutku. “Anda tidak akan pernah lagi menyebut dia ‘anak Hazara’ di depan saya. Dia punya nama, Sohrab” Bagian selanjtnya adalah akhir. Pada bagian ini berbagai macam permasalahan setelah bagian resolusi terpecahkan. Dalam film, hal ini diperlihatkan dengan adegan Amir dan Sohrab bermain layang-layang bersama. Mereka mengadau layang-layang, dan Amir mengejar layanglayang sama seperti yang dilakukan Hasan dahulu. Kisan bagian akhir ini dapat dilihat dalam cuplikan gambar film berikut:
(39) Amir dan Sohrab bermain 40) amir mengejar layang-layang
layang-layang
untuk Sohrab. Pengambaran adegan Amir dan sohrab bermain layang-layang sama seperti pengambaran dalam narasi novel. Hal ini dapat dilihat dalam narasi berkut ini: Layang-layang hijau itu terus mendekat, sekarang berada sedikit di atas kami, tidak menyadari jebakan yang telah kupersiapkan untuknya. “Lihat Sohrab, aku akan menunjukkan padamu salah satu trik kesukaan ayahmu, angkat-dan-tukik yang termasyur”. Disebelahku Sohrab
bernapas dengan cepat melalui hidungnya.
Gelondongan benang berputar di tangannya…… (hlm. 643). “Untukmu keseribu kalinya” kudengar aku mengataknnya. Lalu aku membalik badan dan berlari. Aku berlari. Seorang pria dewasa di tengah gerombolan anak-anak. Namun aku tak peduli…… (hlm. 645) Pengambaran adegan film bagian akhir sama seperti apa yang dituturkan dalam narasi novel. Meskipun terdapat perbedaan kecil dalam hal dialog ataupun tokoh yang ada tetapi tetap saja tidak mengurangi jalan cerita yang ada di novel. Hal ini wajar mengingat terbatasnya ruang (space) yang ada dalam film jika dibandingkan dengan novelnya. Secara keseluruhan struktur narasi yang ada dalam film diubah kedalam novel sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi esensi jalan cerita yang sebenarnya. Penamaan tokoh cerita sama seperti yang ada dalam Novel meskipun terdapat beberapa tokoh-tokoh yang tidak begitu berpengaruh dalam novel dihilangkan dalam film. Perbedaan muncul pada tingkat dramatisasi psikologis Amir sebagai tokoh utama. Dalam novel, penggambaran psikologisnya yang terbebani oleh dosa masa lalu begitu terasa, membuat pembaca seakan-akan merasakan terhanyut dalam kesedihan yang sama. Latar suatu peristiwa digambarkan mengikuti psikologis sang tokoh. Hal ini tentu saja tidak nampak dalam film. Yang bisa terlihat dalam film adalah suatu urutan kejadian yang harus dialami tokoh utama yang meskipun setiap peristiwanya diikuti suatu latar yang cukup baik tetapi tetap saja tidak mewakili apa yang ada dalam novel. Hal ini mungkin berhubungan dengan interpretasi pembaca itu sendiri
di mana sebuah novel menuntut pembaca untuk membuka imajinasi dengan luas dan tanpa batas sedangkan dalam film penonton tidak perlu berimajinasi karena mereka bisa menikmatinya secara visual.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Secara umum narasi film The Kite Runner sama seperti narasi yang ada dalam novelnya meskipun terdapat beberapa penghapusan. Secara struktur dramatis, narasi fil dan novel The Kite Runner terdiri dari bagian eksposisi yang berisi tentang persahabatan Amir dan Hasan, bagian insiden awal berisi penghianatan Amir terhadap Hasan, bagian peningkatan ketegangan berisi usaha Amir menebus dosa terhadap Hasan, bagian Klimaks berisi perkelahian Amir dengan Asef (musuhnya), bagian penurunan ketegangan berisi keberhasilan Amir mendapatkan Sorhab (anak Hasan), bagian resolusi berisi keberhasilan Amir membawa Sohrab ke Amerika, dan bagian akhir berisi Amir dan Sohrab bermain layang-layang bersama. Perbedaan muncul pada bagian resolusi di mana dalam film narasi tentang kesulitan Amir saat membawa Sohrab ke Amerika nyaris menemui jalan buntu karena masalah imigrasi dan berakibat pada usaha bunuh diri dari Sohrab. Selain itu, perbedaan juga terdapat pada tingkat dramatisasi psikologis Amir sebagai tokoh utama. Dalam novel, penggambaran psikologisnya yang terbebani oleh dosa masa lalu begitu terasa, membuat pembaca seakan-akan merasakan terhanyut dalam kesedihan yang sama. Latar suatu peristiwa digambarkan mengikuti psikologis sang tokoh. Hal ini tentu saja tidak nampak dalam film. Hal ini mungkin berhubungan dengan interpretasi pembaca itu sendiri di mana sebuah novel menuntut pembaca untuk membuka imajinasi dengan luas dan tanpa batas sedangkan dalam film penonton tidak perlu berimajinasi karena mereka bisa menikmatinya secara visual 6.2 Saran Penulisa merasa masih banyak kekurangan yang ada dalam hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini tidaklah menggambarkan secara penuh startegi pengubahan narasi novel ke dalam film. Di sini penulis menayadari kekurangan itu khususnya disebabkan oleh batasan topic
penelitian yang terlalu sempit yaitu hanya masalah struktur dramatis narasi. Akan lebih baik jika pada penelitian selanjutnya dilakukan penelitain yang lebih menyeluruh dengan melibatkan unsure naratif lain seperti setting, character, strory, discourse dan sebagainya. Dengan demikian akan didapatkan hasil penelitian yang lengkap dan menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA