STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERDASARKAN PEMODELAN KUALITAS AIR DI PERAIRAN ESTUARIA TALLO SULAWESI SELATAN
RASTINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir disertasi
Bogor, September 2012 Rastina NRP. P062080041
ABSTRACT RASTINA. Environmental Management Strategy Based on Water Quality Modelling at Tallo Estuary, South of Sulawesi. Supervised by I WAYAN NURJAYA, TRI PRARTONO and HARPASIS S. SANUSI. Tallo River is one of the rivers in the northern city of Makassar, exists many activities, such as, industrial, aquaculture, agriculture, transportation area. The domestic activities have contributed of solid and liquid waste on Tallo river and Tallo estuary. The previous studies indicated that the activities at the river area have influenced on water quality Tallo rivers and Tallo estuary. To decrease the effect of the activities on sustainability of estuary and river functions, a model design of the water quality management that involves of many elements based on simulation of water quality models is required. This model can be used as a recomendation for local government policies to conserve the aquatic environment in the future. The aim of research were: a) to determine the environmentaly existing conditions of Tallo estuary; b) to describe the Tallo estuary condition based on hydrodynamic and water quality models; d) to determine the strategies of estuary environmental management based on modelling of water quality. The research was carried out in two seasons, such as, tide period in wet and dry season. The parameters measured included determinate physical parameter (current, temperature, sediment, TSS), chemical parameter (DO, salinity, pH, BOD,TOC, BOT, phosphate, nitrate, Cd, Pb and Zn), and biological (makrozoobhentos). Method that was utilized for measured the exist condition, which is, to compare the parameter that was measured with water quality standard; to determine index pollution with use index pollution method. The water quality modeling was constructed by 2-D hydrodynamic model and MIKE 21 program and to determine of environmental management strategy on Tallo estuary utilizes to methodic Analytical Hierarchy Process (AHP). The existing condition was determinate by comparing the parameter observed with then listed in water quality standard. Environmental existing condition of Tallo Estuary showed some chemical parameter (TSS, DO, phosphate, nitrate, Pb, and Cd) higher than treshold standard of marine water quality. The pollution category of Tallo estuary that be counted by Pollution Index (IP) was a medium chategory of pollution with IP value was 7,03-9,05. Stream patterns of Tallo estuary at west season and dry season were influced by tidal direction and speed of the wind. The stream moved to the west. When the highest tide, the stream pattern moved from west to east along beach to river direction. The simulation of BOD5 and Pb pattern was influenced by the pattern of marine hydrodynamic motion. The model result shown that the estuary has a potency of polution accumulation, such as, organic waste or/and anorganic waste. The result of Analytical Hierarchy Process (AHP) shown that the strategy of estuary environment management needed 5 level strategy, such as, focus, factor, stakeholders, purpose, and alternative. On the focuses of the strategy of estuary environment management was human resources and estuary ecosystems with AHP value 0.34. The stakeholders level e.g. community had AHP value was 0.36. The purpose that must be achieved was estuary environment maintained that is had 0.60 AHP value. The regulation and standard quality control had AHP value was 0.667.
Key words : Water quality model, MIKE 21, Index pollution, management strategy, estuary
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc Staf Pengajar Departemen MSP, FPIK IPB Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc Staf Pengajar Departemen MSP, FPIK IPB
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc Guru Besar Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP,UNHAS Dr. Ir. Enan . Adiwilaga, M.Sc Staf Pengajar Departemen MSP, FPIK IPB
RINGKASAN RASTINA. Strategi Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan Pemodelan Kualitas Air Di Perairan Estuaria Tallo Sulawesi Selatan. Dibawah bimbingan I WAYAN NURJAYA, TRI PRARTONO dan HARPASIS.S.SANUSI. Sungai Tallo adalah salah satu sungai yang terletak di bagian Utara Kota Makassar. Sepanjang aliran sungai ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai daerah permukiman, daerah industri, pertambakan dan pertanian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada wilayah tersebut menghasilkan limbah baik berupa limbah padat maupun limbah cair yang sebagian besar dibuang ke sungai sehingga memberikan beban ancaman terhadap perairan di sepanjang sungai hingga ke muara bahkan sampai ke laut. Beberapa penelitian terdahulu mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas air Sungai Tallo akibat semakin meningkatnya aktivitas di sepanjang DAS Tallo. Tujuan utama dari penelitian ini adalah : a) Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan Estuaria Tallo, b) Menggambarkan kondisi lingkungan perairan Estuaria Tallo berdasarkan model hidrodinamika dan kualitas air perairan Estuaria Tallo, c) Menentukan strategi pengelolaan lingkungan Estuaria berdasarkan pengembangan pemodelan kualitas perairan. Penelitian ini dilakukan selama 2 periode musim yaitu musim Barat dan musim Timur pada kondisi pasang dan surut. Parameter yang diukur adalah : parameter fisika (arus,suhu,sedimen,TSS), parameter kimia (DO, salinitas, pH, BOD,TOC, BOT, fosfat, nitrat, logam berat Cd, Pb dan Zn), dan parameter biologi (makrozoobentos). Selain itu juga dilakukan wawancara dengan masyarakat dan pakar yang terlibat dalam pengelolaan Estuaria Tallo. Metode yang digunakan untuk kondisi eksisting yaitu membandingkan parameter yang diukur dengan baku mutu air laut untuk biota laut; penentuan tingkat pencemaran dengan metode indeks pencemaran. Model kualitas air dibangun berdasarkan model hidrodinamika 2-D dengan bantuan program MIKE 21 dan penentuan strategi pengelolaan lingkungan Estuaria Tallo menggunakan metode Analytical Hierarchy Process AHP. Hasil penelitian menunjukkan sebaran suhu di Estuaria Tallo menunjukkan nilai yang bervariasi dimana pada musim Barat kisaran suhu 27,8-32,7 oC sedangkan pada musim Timur 28,10-31,70 oC. Nilai pH perairan Estuaria Tallo pada saat musim Barat berkisar antara 5,62-7,75, dimana pada saat pasang nilai pH berkisar 6,19-7,45 dan pada saat surut nilai pH 5,62-7,75. Nilai pH pada musim Timur berkisar 7,05-7,85 dan kisaran pH di perairan pada saat pasang dan surut masing-masing antara 7,23-7,85 dan 7,05-7,84. Kisaran salinitas pada saat musim barat dan musim timur di lokasi penelitian sangat bervariasi antara 0-35 ‰ dan 7-35 ‰. Pada musim Barat nilai salinitas cenderung lebih rendah baik pada saat pasang maupun pada saat surut yaitu berkisar 0-35. Sedangkan pada musim Timur salinitas perairan pada saat pasang 7-35 ‰ dan pada saat surut 15-35 ‰. Pada kondisi eksisting ini menunjukkan pula bahwa beberapa parameter air terukur di Estuaria Tallo seperti TSS, DO, fosfat, nitrat, logam Pb dan logam Cd telah melampaui baku mutu air laut untuk biota laut. Nilai total padatan tersuspensi (TSS) pada beberapa stasiun penelitian berkisar 21,00-143,00 mg/l. Kandungan oksigen terlarut (DO) cukup bervariasi pada musim barat dan pada musim timur yaitu 2,75-6,21 mg/l dan 3,70-6,16 mg/l. Pada musim barat kandungan oksigen terlarut saat pasang yaitu 3,50-6,21 mg/l sedangkan pada saat surut 2,75- 6,77 mg/l. Sedangkan pada musim timur kandungan oksigen pada saat
pasang 3,70-6,16 mg/l dan pada saat surut 3,86-5,62 mg/l. Kandungan nitrat pada musim Barat berkisar 0,01-0,31 mg/l pada saat pasang dan 0,002-0,31 mg/l pada saat surut. Pada musim Timur sebaran nitrat pada saat pasang 0,013-0,066 mg/l dan pada saat surut 0,0090,046 mg/l. Kisaran kandungan fosfat di Estuaria Tallo pada musim Barat saat pasang 0,462,67 mg/l dan 0,86-2,43 mg/l pada saat surut. Pada musim Timur kandungan fosfat pada saat pasang berkisar 0,66-1,15 mg/l dan pada saat surut 0,28-1,21 mg/l. Kandungan logam berat Pb pada Estuaria Tallo pada musim Barat menunjukkan konsentrasi Pb berkisar <0,002-0,219 mg/l saat pasang dan <0,002-0,492 mg/l pada saat surut. Pada musim Timur kisaran nilai Pb pada saat pasang dan surut masing-masing 0,066 – 0,389 mg/l dan 0,088-0,370 mg/l. Hasil pengukuran logam cadmium (Cd) diperoleh konsentrasi Cd pada perairan Estuaria Tallo pada musim Barat 0,006-0,109 mg/l saat pasang dan 0,006- 0,104 mg/l pada saat surut. Sedangkan hasil pengukuran pada musim Timur pada saat pasang dan saat surut masing-masing 0,0100,058 mg/l dan 0,010-0,082 mg/l Status Pencemaran Estuaria Tallo berdasarkan perhitungan Pollution Index menunjukkan tingkat pencemaran di wilayah Estuaria Tallo berada pada status tercemar sedang dengan nilai IP berkisar 7,03-9,05 Tipe pasang surut di lokasi penelitian adalah campuran ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) yang menunjukkan bahwa terjadi satu kali pasang dan surut dalam sehari dengan periode pasang yang lebih panjang dibanding surut. Pola arus di muara Sungai Tallo pada musim Barat dan musim kemarau tidak hanya di pengaruhi oleh pasang surut tetapi juga dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin. Pada saat surut arus bergerak kearah Barat dan pada saat menuju ke pasang tertinggi pola arus bergerak dari Barat ke Timur menyusuri pantai menuju kearah sungai. Hasil simulasi Pola sebaran BOD5 dan logam Pb mengikuti pola gerakan hidrodinamika perairan. Hasil model menunjukkan pada daerah muara potensial terjadi akumulasi polutan baik yang bersifat organik maupun yang anorganik. Berdasarkan hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh lima level yaitu fokus, faktor, stakeholder, tujuan dan alternatif. Pada fokus strategi pengelolaan lingkungan Estuaria Tallo faktor yang dominan adalah sumber daya manusia dan ekosistem perairan dengan nilai 0,34. Kemudian pada level stakeholder masyarakat yang paling dominan dengan nilai 0,36 dan tujuan yang hendak dicapai adalah terpeliharanya kualitas lingkungan Estuaria dengan bobot 0,60. Adapun Alternatif strategi yang hendak di terapkan adalah regulasi dan control baku mutu dengan bobot nilai 0,667. Kata kunci : Pemodelan kualitas air, MIKE 21, Indeks pollution, strategi pengelolaan, AHP, estuaria
©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor,Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah ; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh katya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERDASARKAN PEMODELAN KUALITAS AIR DI PERAIRAN ESTUARIA TALLO SULAWESI SELATAN
RASTINA
Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul
:
Strategi Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan Pemodelan Kualitas Air di Perairan Estuaria Tallo Sulawesi Selatan
Nama
:
Rastina
NIM
:
P062080041
Program Studi
:
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir.I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua
Dr.Ir.Tri Prartono, M.Sc Anggota
Prof. Dr.Ir. H.S. Sanusi, M.Sc Anggota Mengetahui
Ketua Program Studi/Mayor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 10 Agustus 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya, disertasi dengan judul “Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria Berdasarkan Pemodelan Kualitas Air Di Perairan Estuaria Tallo Sulawesi Selatan” ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, MSc, sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr.Ir.Tri Prartono, MSc, dan Bapak Prof.Dr.Ir.H.Sanusi, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan, saran, koreksi yang kritis, nasehat, dan dorongan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini; 2. Bapak Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana, MSc selaku ketua program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan beserta staf yang telah memberikan dukungan, motivasi, nasehat, dan layanan akademik selama masa studi; 3. Rektor Institut Pertanian Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di IPB, demikian pula kepada dosen dan staf akademik yang telah memberikan bantuan akademik bagi penulis dalam menempuh pendidikan doktor; 4. Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan FIKP UNHAS yang telah memberikan izin bagi penulis untuk mengikuti program pendidikan doktor di IPB; 5. Rekan staf pengajar jurusan kelautan FIKP, yang telah memberikan saran dalam penulisan disertasi ini; 6. Departemen Pendidikan Nasional dan program COREMAP II yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS dan biaya penulisan disertasi; 7. Saudara Benny Gosary ST,MSi, Isyianita SSi.MSi dan Ramli S.Kel., yang telah membantu selama penelitian baik di lapangan maupun di laboratorium; Andri Purwandani MS., yang telah membantu penulis dalam pengolahan data pemodelan kualitas air; 8. Para narasumber dari akademisi, LSM, dan tokoh masyarakat yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk berdiskusi dengan penulis, pengisian kuesioner serta sebagai pakar dalam analisis data strategi pengelolaan; 9. Rekan-rekan mahasiswa PSL 2008 terkhusus kepada Dr. Nurlita Pertiwi, MT., Siti Wirdhana Ahmad, SSi, MSi., Dewi Sartika, SSi. MSi yang atas segala dukungannya dalam penyelesaian disertasi; 10. Orangtuaku, mertua, suamiku tercinta Ir. Mahmudin Rachman dan anak-anakku tersayang: Septian Fakhrulwahid M., Farham R.M., dan Shiddiqa Maharani yang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan, semangat dan bantuan yang tak ternilai dengan penuh kesabaran dan pengertian hingga penyelesaian disertasi ini ; serta seluruh keluarga dan kerabat yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan doktor di IPB. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Agustus 2012 Rastina
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 4 September 1971 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan H.A.Rachim Syukur dan Hj.Hasnah. Pendidikan dasar dimulai dari SDN. Pongtiku Makassar dan lulus pada tahun 1984. Pada tahun yang sama melanjutkan ke SMP Negeri IV Makassar dan lulus pada tahun 1987. Setelah menamatkan SMA pada tahun 1990 dari SMA Negeri V Makassar, penulis melanjutkan studi pada Program Ilmu Kelautan FIKP Universitas Hasanuddin yang pada saat itu bernama Fakultas Ilmu dan Teknologi Kelautan dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1997 melalui program URGE dari DIKTI mendapat kesempatan melanjutkan studi S2 pada Fakultas Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung dengan judul penelitian Pemodelan Logam Cd dalam Sedimen di Estuaria Banjir Kanal Timur Semarang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diangkat menjadi staf pengajar pada jurusan Ilmu Kelautan FIKP UNHAS. Penulis melanjutkan pendidikan S3 tahun 2008 pada Program Studi Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xvii 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah ..........................................................................................4 1.3. Kerangka Pemikiran ..........................................................................................6 1.4. Tujuan Penelitian ...............................................................................................8 1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................................8 1.6. Novelty .............................................................................................................8 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Estuaria .........................................................................................11 2.2. Kualitas Perairan .............................................................................................13 2.2.1. Parameter Fisika....................................................................................13 2.2.2. Parameter Kimia ...................................................................................16 2.2.3. Parameter Biologi .................................................................................18 2.2.4. sedimen .................................................................................................19 2.3. Model Kualitas Air di Estuaria ........................................................................21 2.4. Pengelolaan Lingkungan Estuaria ..................................................................27 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu ..........................................................................34 3.2. Desain Penelitian ............................................................................................34 3.2.1. Kajian Kondisi Eksisting Lingkungan Perairan Estuaria Tallo ............35 3.2.2. Penentuan Status Pencemaran Estuaria Tallo .......................................39 3.2.3. Desain Model Kualitas Air Estuaria .....................................................40 3.2.4. Kajian Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria ...............................42 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis............................................................................................45 4.2. Iklim ................................................................................................................46 4.3. Hidrografi ........................................................................................................47 4.4. Kependudukan .................................................................................................47 4.5. Perekonomian Kota Makassar .........................................................................49 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Estuaria Tallo .....................................................................................52 5.1.1. Parameter Fisika Kimia Perairan ..........................................................52 5.1.2. Sedimen.................................................................................................62
5.1.3. Struktur Komunitas Makrozoobentos ...................................................65 5.1.4. Status Pencemaran Estuaria Tallo .........................................................67 5.2. Model Hidrodinamika dan Model Kualitas Air Estuaria Tallo .......................68 5.2.1. Model Hidrodinamika ...........................................................................68 5.2.2. Model Kualitas Air ...............................................................................70 5.3. Arahan Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria Tallo ...............................77 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ......................................................................................................86 6.2. Saran ................................................................................................................87 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran................................................................................................7 2. Sistem Aliran Air di Estuaria ...............................................................................22 3. Skema Perilaku Bahan Pencemar Pada Badan Air ...............................................23 4. Skema Aliran Air di Estuaria ................................................................................24 5. Hasil Transformasi Matriks Pendapat ...................................................................31 6. Peta Lokasi Penelitian ...........................................................................................34 7. Bagan Alir Analisa AHP .......................................................................................44 8. Peningkatan Jumlah Industri di Kota Makasssar…...…................…...…………50 9. Rerata Suhu di Estuaria Tallo .................................... ..........................................52 10. Rerata pH di Estuaria Tallo ..............................................………………...…….53 11. Nilai Salinitas pada Setiap Stasiun Pengamatan ........................................…...…53 12. Konsentrasi Oksigen Terlarut di Perairan Estuaria Tallo .....................................54 13. Konsentrasi BOD5 di Perairan Estuaria Tallo .......................................................55 14. Sebaran Nilai TSS Pada Musim Barat dan Musim Timur ....................................56 15. Konsentrasi TOC di Perairan Estuaria Tallo ........................................................57 16. Konsentrasi BOT di Perairan Estuaria Tallo ........................................................58 17. Konsentrasi Nitrat di Perairan Estuaria Tallo .......................................................59 18. Konsentrasi Fospat di Perairan Estuaria Tallo ......................................................60 19. Konsentrasi Logam Pb di Perairan Estuaria Tallo ................................................61 20. Konsentrasi Logam Cd di Perairan Estuaria Tallo ...............................................62 21. Konsentrasi Logam Zn di Perairan Estuaria Tallo................................................62 22. Konsentrasi Logam dalam Sedimen di Perairan Estuaria Tallo ...........................64 23. Komposisi Jenis Makrozoobentos ........................................................................66 24. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada Musim Barat ....................................66 25. Struktur Komunitas Makrozoobentod pada Musim Timur...................................67 26. Pola Arus Pada Saat Musim Barat ........................................................................69 27. Pola Pasang Surut Pada Musim Barat ...................................................................69 28. Pola Sebaran BOD5 pada Musim Barat................................................................71
29. Pola Sebaran Pb pada Musim Barat ......................................................................72 30. Pola Sebaran BOD5 pada Musim Timur ..............................................................74 31. Pola Sebaran Pb pada Musim Timur ....................................................................75 32. Perbandingan Konsentrasi Hasil Model................................................................76 33. Struktur Hirarki Perumusan Kebijakan Pengelolaan Estuaria ..............................78 34. Nilai Bobot Prioritas pada Level Faktor ...............................................................79 35. Nilai Bobot Prioritas pada Level Stakeholders .....................................................81 36. Nilai Bobot Prioritas pada Level Tujuan ..............................................................83 37. Nilai Bobot Prioritas pada Level Alternatif ..........................................................84
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Penelitian Terdahulu..............................................................................................9
2.
Kriteria Pencemaran Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut .................18
3.
Klasifikasi Partikel Sedimen Menurut Skala Wenworth .....................................21
4.
Skala Perbandingan Berpasangan ........................................................................30
5.
Nilai Indeks Acak Rata-rata Berdasarkan Orde Matriks .....................................32
6.
Nilai Rentan Penerimaan Bagi CR ......................................................................32
7.
Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan Dalam Penelitian ................................35
8.
Parameter Kualitas Air yang Diteliti, Metode Analisis dan Pengukurannya .....................................................................................................37
9.
Data dan Sumber Data Pembangun Model Kualitas Air .....................................41
10. Data Curah Hujan dan Hujan Bulanan Tahun 2010-2011 ..................................46 11. Jumlah Penduduk Kota Makassar Tahun 2009 ....................................................48 12. Perkembangan dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar Tahun 2005-2009 .................................................................................................49 13. Perbandingan Konsentrasi Logam dalam Sedimen di Estuaria ...........................65 14. Indeks Pencemaran Estuaria Tallo .....................................................................68
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil pengamatan parameter oseanografi Perairan Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011)...............................................................
94
2. Parameter Oseanografi Kimia Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011)…….......……………………………...............................
95
3. Kandungan Logam di Perairan Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011)...……………….....................…………………….…....
96
4. Ukuran Butiran Sedimen (Oktober 2010 dan September 2011)…………...…
97
5. Parameter Kimia Sedimen Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011)…………..………………………….…..…...
98
6. Komposisi Makrozoobenthos Estuaria Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011)................................................................................................
99
7. Contoh Perhitungan Indeks Pencemaran ( IP) Perairan Estuaria Tallo (Oktober 2010)...................................................................................................
103
8. Contoh Perhitungan Indeks Pencemaran ( IP) Perairan Estuaria Tallo (September 2011).............................................................................................
104
9. Kelimpahan (ind/m2), keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominasi (C) makrozoobentos para perairan Estuaria Tallo (Oktober 2010)..................
105
10. Kelimpahan (ind/m2), keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominasi (C) makrozoobentos para perairan Estuaria Tallo (September 2011)........................ ..................................................................
107
11. Pola arus Pada Musim Barat ..........................................................................
109
12. Pola arus Pada Musim Timur .........................................................................
110
13. Jawaban Pakar dan Analisis AHP...................................................................
111
14. Data pakar pada penelitian strategi pengelolaan lingkungan Estuaria Tallo...
114
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah pesisir yang paling rawan mendapatkan beban pencemar yang bersumber dari daratan adalah daerah estuaria. Estuaria merupakan badan air tempat terjadinya percampuran massa air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan air tawar yang berasal dari daratan. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya air payau dengan salinitas yang meningkat kearah mulut sungai. Pada musim kemarau volume air sungai berkurang dan air laut dapat masuk sampai ke arah hulu sehingga salinitas di wilayah estuaria meningkat, sebaliknya pada musim penghujan volume air tawar dari sungai sangat besar dan mengalir ke wilayah estuaria sehingga salinitas menjadi rendah. Wilayah estuaria meliputi muara sungai dan delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuaria dan hamparan lumpur dan pasir yang luas. Wilayah ini dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis karena terjadi proses dan perubahan pada lingkungan fisik, kimia dan biologi (Supriadi, 2001). Menurut UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan PulauPulau Kecil dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER 16/MEN/2008 pasal 1 menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Menurut undang-undang ini perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuaria, teluk, perairan dangkal, rawa, payau dan laguna. Kawasan estuaria yang berada di kawasan pesisir ini tak luput dari pengembangan dan pembangunan kota. Hal ini memungkinkan terjadinya kerusakan ekosistem estuaria dan munculnya konflik kepentingan. Sebagai contoh di beberapa wilayah di Indonesia terjadi konflik antara konservasi dengan pengembang reklamasi pantai di Manado (Sulawesi Utara), konflik antara industri dan masyarakat pesisir atau konflik antara lahan konservasi mangrove dengan pembangunan perumahan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Kerusakan ekosistem yang mungkin ditimbulkan dari adanya
2
konflik kepentingan tersebut adalah meningkatnya konsentrasi limbah yang masuk ke perairan, volume sedimen, penurunan biomassa dan keanekaragaman hayati. Pencemaran pantai dan laut telah menjadi penyebab utama perubahan struktur dan fungsi dari fitoplankton, zooplankton, bentos dan komunitas ikan pada area yang luas, termasuk dampak terhadap kesehatan masyarakat, khususnya pada perikanan dan penggunaan komersil habitat pantai dan laut (Tanaka, 2004). Beberapa kasus pencemaran yang terjadi di muara sungai di Indonesia telah dilaporkan seperti pencemaran bahan organik dan anorganik di perairan di perairan pesisir Semarang (Sulardiono, 1997). Menurunnya kualitas perairan pantai Jakarta, Semarang, dan Jepara akibat limbah domestik (Suhartono, 2004). Pencemaran bahan organik di muara Sungai Cisadane (Saputra, 2009). Pada perairan bagian Utara Kota Makassar, terdapat muara Sungai Tallo yang merupakan salah satu muara sungai terbesar di Kota Makassar. Berbagai aktivitas di sepanjang perairan muara Sungai Tallo seperti keberadaan PT. Industri Kapal Indonesia yang kegiatannya berhubungan dengan docking kapal-kapal, kawasan
industri di
sepanjang aliran sungai dan sekitar muara, pemukiman padat penduduk, dan di sepanjang perairan Sungai Tallo juga terdapat beberapa areal pertambakan yang diduga membuang limbah pestisida ke sungai ini. Padatnya aktivitas sepanjang Sungai Tallo mengakibatkan aliran sungai ini banyak membawa limbah yang akhirnya menumpuk dan mencemari daerah muara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan pantai kota Makassar mengalami peningkatan kekeruhan, kadar nitrat dan fosfat serta kandungan bahan organik (Samawi, 2001). Sepanjang pantai Utara Kota Makassar sudah mengandung limbah yang berasal dari penguraian bahan-bahan organik yang berasal dari limbah rumah sakit, rumah tangga, perhotelan, dan pedagang kaki lima. Kondisi ini secara fisik ditandai dengan perubahan warna air laut dan bau yang tak sedap. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa sumber pencemar yang dominan di perairan Sungai Tallo berasal dari limbah industri dan domestik dari kawasan Industri Makassar dan limbah pemukiman. Jenis limbah yang paling dominan adalah bahan organik, padatan tersuspensi dan logam berat.
3
Penelitian Roem (2006) tentang logam berat Pb di muara Sungai Tallo menunjukkan bahwa konsentrasi logam Pb pada sedimen dan air berturut-turut adalah 18,01 mg/kg berat kering dan 0,8 mg/l . Konsentrasi ini menunjukkan nilai yang telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 0,008 mg/l untuk logam Pb. Roem (2006) membandingkan dua lokasi muara sungai yang berada di kota besar, yaitu muara Sungai Karajae (Pare-Pare) dan muara Sungai Tallo (Makassar). Hasil analisis menunjukkan bahwa di muara Sungai Karajae konsentrasi Pb di sedimen dan air jauh lebih kecil (8,7 mg/kg bk dan 0,2 mg/l). Somba (2006) menyebutkan besarnya beban limbah yang masuk ke Sungai Tallo mengindikasikan Sungai Tallo telah mengalami penurunan kualitas perairan (tercemar). Samawi (2007) mengemukakan bahwa daerah Estuaria Tallo pada saat ini telah mengalami pendangkalan di muara akibat pencemaran. Hasil penelitian ini juga menunjukkan jenis organisme yang ditemukan dominan adalah bivalvia dan polichaeta yang mengindikasikan bahan organik
yang tinggi.
Penelitian-penelitian ini
menunjukkan bahwa pencemaran pantai perlu ditangani secara serius dan sistemik dari hulu ke hilir agar tidak meluas dan semakin parah dikemudian hari. Kondisi Estuaria Tallo sudah mengalami sedimentasi. Berdasarkan laporan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Makassar (2005), proses sedimentasi di Sungai Tallo yang bermuara pada Estuaria Tallo yang memiliki debit alir 143,07 liter/ detik, dengan kecepatan sedimentasi Sungai Tallo berkisar antara 29,6 cm hingga 76,1 cm maka rata-rata kecepatan sedimentasi 52,85 cm/tahun. Lambatnya kecepatan aliran Sungai Tallo dengan laju sedimentasi yang cukup tinggi, menimbulkan kecenderungan mengalami perubahan alur dengan membentuk meander. Kondisi kemiringan yang landai (1/10.000) dan pasang surut air laut yang dapat menjalar hingga jarak 20 km, kecepatan sedimentasi seperti ini menjadi rawan bagi daerah pelabuhan tradisional Paotere, daerah pemukiman dan termasuk Kawasan Industri Makassar (BAPEDALDA, 2004). Kerusakan ini semakin meningkat oleh semakin banyaknya penduduk yang bermukim di sepanjang aliran Sungai Tallo yang cenderung membuang limbah ke sungai. Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Makassar terkait dengan pengendalian kualitas lingkungan di wilayah Estuaria antara lain adalah diterbitkannya
4
Peraturan Daerah No. 14 tahun 1999 tentang larangan membuang sampah ke perairan, program kali bersih (PROKASIH), pembuatan tanggul dan penataan pemukiman sepanjang aliran sungai. Namun demikian upaya tersebut belum dilaksanakan secara optimal dan kurang mendapat tanggapan dari masyarakat secara serius. Disamping itu kurangnya kerja sama antara pemerintah dan kalangan industri, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan mengakibatkan semakin menurunnya kualitas perairan di wilayah ini. Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan kota Makassar berkelanjutan memerlukan upaya keseimbangan antara dimensi sosial-ekonomi-budaya, dimensi lingkungan, dimensi sosial politik dan dimensi hukum kelembagaan dalam setiap kegiatan pembangunan (Dahuri et al., 2001). Konsep pembangunan berkelanjutan pada pengelolaan kawasan estuaria yang bersifat holistik dapat dilakukan dengan mempertimbangkan dinamika kualitas perairan karena tekanan eksternal dan internal estuaria itu sendiri. Dinamika perairan dapat dipahami dan dipelajari dengan pendekatan model dan beberapa pendekatan matematik untuk melihat perubahan fenomena kualitas perairan pada saat ini dan masa yang akan datang. Beberapa pendekatan model dinamik yang digunakan untuk menggambarkan kualitas perairan di estuaria adalah dengan menggunakan pendekatan model hidrodinamik, model transport senyawa terlarut, dan transport sedimen (Brebbia, 1995). Model kualitas perairan dapat dikembangkan menjadi dasar pengelolaan estuaria dengan mempertimbangkan kondisi kualitas perairan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan khususnya wilayah perairan yang lestari. Konsep ini meliputi dimensi sosial, ekonomi, dan ekologi yang nantinya diharapkan mampu menghasilkan suatu model pengelolaan secara menyeluruh dan berkelanjutan serta dapat diterapkan dan diaplikasikan secara nyata di lapangan oleh berbagai pihak yang terkait.
1.2. Perumusan Masalah Sungai
Tallo merupakan sungai yang membelah Kota Makassar dan
memanjang hingga Selat Makassar. Sungai ini bermuara di bagian Utara Kota Makassar. Sepanjang aliran sungai ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat
5
sebagai daerah permukiman, daerah industri, pertambakan dan pertanian. Kegiatankegiatan yang dilakukan pada wilayah tersebut menghasilkan limbah baik berupa limbah padat maupun limbah cair yang sebagian besar dibuang ke sungai sehingga memberikan beban ancaman terhadap perairan di sepanjang sungai hingga ke muara bahkan sampai ke laut. Wahab (2009) mengemukakan bahwa aliran Sungai Tallo membawa limbah yang berasal dari kawasan industri, pabrik seng sermani, limbah PLTU, limbah rumah sakit , dan limbah rumah tangga yang pada akhirnya menumpuk dan mencemari daerah muara. Selain itu keberadaan PT. Industri Kapal Indonesia di wilayah muara sungai yang aktivitasnya berkaitan dengan docking kapal-kapal turut memberikan masukan limbah ke perairan ini. Pemerintah Kota Makassar Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar No.6 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Kota Makassar 2005-2015 diatur bahwa Strategi Pengembangan Kawasan Khusus Pengembangan Sungai Tallo yaitu menata kawasan koridor Sungai Tallo sebagai upaya pengendali banjir dan penyedia ruang terbuka hijau, mendorong program peremajaan lingkungan kawasan hilir Sungai Tallo menjadi kawasan konservasi dengan peremajaan terbatas terhadap beberapa kegiatan pembangunan yang direncanakan didalamnya. Namun pada kenyataannya di sepanjang bantaran sungai Tallo telah banyak terjadi alih fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukannya sehingga memberikan dampak negatif terhadap ekosistem di sepanjang aliran sungai khususnya masalah kualitas air di perairan tersebut yang pada akhirnya juga berdampak pada daerah muara sungai hingga ke laut lepas. Hasil penelitian Samawi (2007) mengemukakan bahwa adanya aliran dari beberapa sungai yang bermuara di pantai Kota Makassar mengakibatkan perairan ini dikategorikan tercemar ringan. Beban pencemaran terbesar yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar adalah dari jenis bahan organik sebesar 4.170.995,4 ton per tahun yang sebagian besar berasal dari Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang. Menurunnya kualitas air di sepanjang DAS hingga ke muara Sungai Tallo pada dasarnya disebabkan karena lemahnya struktur kelembagaan dalam pengelolaan dan pengawasan serta faktor ekologis yang sensitif. Selain itu semakin padatnya penduduk yang bermukim di sepanjang DAS dan diikuti dengan pemanfaatan SDA yang tidak
6
berkelanjutan serta semakin bertambahnya industri yang membuang limbah ke sungai ini juga menambah tekanan ekologi terhadap perairan ini. Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk menekan ancaman terhadap keberlanjutan fungsi perairan ini perlu dibuat rancangan model pengelolaan lingkungan estuaria yang melibatkan semua elemen yang terkait berdasarkan simulasi model kualitas air yang dapat diprediksi beberapa tahun ke depan, sehingga diharapkan dapat menjadi arahan bagi kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pelestarian lingkungan perairan pada masa yang akan datang. Untuk dapat merancang strategi pengelolaan
berkelanjutan pada perairan
estuaria, terdapat beberapa permasalahan yang perlu dirumuskan yaitu; -
Bagaimana kondisi terkini lingkungan di estuaria dan berapa besar dampak lingkungan serta tekanan yang muncul akibat menurunya kualitas perairan di wilayah ini.
-
Mengidentifikasi bahan polutan yang masuk ke lingkungan sungai sebagai masukan model.
-
Bagaimana model hidrodinamika perairan estuaria dan perubahan kondisi lingkungan perairan Estuaria Tallo berdasarkan model kualitas air.
-
Bagaimana kondisi kualitas perairan estuaria pada musim barat dan musim timur dengan skenario yang berbeda (kondisi pasang dan surut) .
-
Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan estuaria berdasarkan model kualitas perairan .
1.3. Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, pengelolaan lingkungan perairan
Estuaria
perlu
memperhatikan
kondisi
kualitas
perairan.
Semakin
meningkatnya beban limbah yang dibuang ke Sungai Tallo dapat mengakibatkan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Perubahan tersebut tentunya lambat laun akan mengganggu kestabilan ekosistem estuaria. Terganggunya kestabilan ekosistem estuaria dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem pesisir dan laut. Untuk dapat memprediksi beberapa tahun kedepan mengenai kondisi kualitas perairan estuaria, diperlukan suatu simulasi model matematik yang diharapkan mampu
7
memberikan gambaran kondisi ke depan agar dapat dijadikan pertimbangan dalam merumuskan strategi pengelolaan. Hasil model matematis dibandingkan dengan baku mutu perairan yang berlaku. Upaya
pengelolaan lingkungan perairan estuaria merupakan suatu masalah
kompleks dan melibatkan berbagai komponen dan stakeholders terkait. Metode pendekatan sistem merupakan salah satu metode yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penyelesaian masalah pengelolaan lingkungan estuaria. Penyusunan skenario untuk melihat berbagai fenomena kondisi perairan yang akan terjadi di masa depan didasarkan pada hasil simulasi model dengan program MIKE 21. Hasil ini kemudian akan dijadikan rekomendasi sebagai dasar menyusun strategi pengelolaan yang akan diterapkan. Bantuan pakar (expert judgment) juga ditentukan untuk menyusun strategi pengelolaan yang dilaksanakan saat ini dan pada masa yang akan datang. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1. Perairan Estuaria
Kondisi Eksisting
Model Hidrodinamika
Model Kualitas Air
Baku Mutu Lingkungan
Kondisi Lingkungan Perairan Estuaria
- Peraturan dan UU Lingkungan - Manajemen dan Perubahan regulasi - Strategi alternatif manajemen lingkungan - Eksploitasi SDA yang berkelanjutan
AHP Strategi pengelolaan Lingkungan Estuaria yang terpadu dan berkelanjutan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
8
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mendesain model pengelolaan lingkungan perairan estuaria khususnya Estuaria Tallo Sulawesi Selatan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berdasarkan model interaksi antar berbagai variabel dalam sistem kualitas air perairan estuaria. Adapun tujuan operasional dari penelitian ini adalah : a. Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan Estuaria Tallo b. Menggambarkan kondisi lingkungan perairan Estuaria Tallo berdasarkan model hidrodinamika dan kualitas air perairan Estuaria Tallo c. Menentukan
strategi
pengelolaan
lingkungan
Estuaria
berdasarkan
pengembangan pemodelan kualitas perairan.
1.5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Bagi ilmu pengetahuan sebagai masukan konsep model kualitas perairan Estuaria Tallo yang dapat dimanfaatkan untuk upaya pengelolaan lingkungan b. Sebagai bahan informasi dalam membuat penilaian dampak menurunnya kualitas air di lingkungan perairan estuaria c. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah kota Makassar dalam pengelolaan dan penanggulangan pencemaran di Sungai Tallo.
1.6. Kebaruan (Novelty) Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan kualitas air di estuaria disajikan pada Tabel 1.
9
Tabel 1. Penelitian Terdahulu NO 1 2
3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16
17 18
PENELITIAN Pendekatan model kualitas air pada estuaria Perencanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Estuaria Dengan Pendekatan Tata Ruang dan Zonasi (studi kasus Segara Anakan, Kbupaten Cilacap) Analisis Fungsi Ekosistem Dan Sumber Daya Estuaria Sebagai Penunjang Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan) Perbandingan model kualitas air di estuaria untuk total buangan limbah harian Kualitas Air Sungai Tallo Ditinjau dari Parameter Fisik dan Kimia, Kota Makassar Fungsi model hidrodinamika estuaria dalam pengelolaan ekosistem mangrove Membangun model kualitas air DO dan SOD pada estuaria Pendekatan model untuk evaluasi dampak kualitas air
PENELITI Worall et al., 1998 Murni,2000
Pengembangan model kualitas perairan di estuaria khususnya logam berat Model Penyebaran Logam Berat Akibat Cemaran Industri Pada Perairan Umum Dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Ekonomi Air (Studi Kasus Pada Kali Cakung Dalam Di RorotanMarunda, Jakarta Utara) Pendekatan model ekologi untuk manajemen kualitas air Model hidrodinamika di estuaria dengan menggunakan pendekatan kecepatan dan persamaan Euler Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di perairan muara Sungai Cisadane Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Pantai Kota (Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar) Pengembangan model nutrient berdasarkan variasi pasang surut di estuaria Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus Di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan) Model transformasi flux massa dan nutrien Struktur komunitas makrozoobentos di estuaria
Wu et al., 2005
Ginting, 2002
Stow et al., 2003 Rasyid et al., 2003 Soedradjad, 2003 Zheng et al.,2004 Santhi et al., 2005
Mastaruddin, 2005
Lee et al.,2005 Novikov et al.,2006 Rochyatun et 2006 Samawi, 2007
al.,
Neto et al., 2008 Noor, 2009
Hu et al., 2009 Irmawan et al., 2010
10
Berdasarkan uraian diatas bahwa penelitian yang telah dilakukan umumnya masih bersifat parsial dan hanya melihat kondisi wilayah pada suatu periode untuk suatu peruntukan tertentu. Keterbaruan dalam penelitian ini adalah dihasilkannya profil hidrodinamika perairan yang berperanan dalam penyebaran suatu substansi terlarut dalam penentuan tingkat kualitas perairan baik pada kondisi pasang dan surut pada musim barat dan musim timur, selanjutnya hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk menyusun strategi dalam pengelolaan lingkungan estuaria secara berkelanjutan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Estuaria Estuaria adalah ekosistem perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut dan masih mendapat pengaruh air tawar dari sungai sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Perairan ini juga masih mendapat pengaruh dari pasang dan surut. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, karena kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain : 1) tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang dari laut, yang berlawanan menjadikan pola sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya . 2). Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut. 3). Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. 4) Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasangsurut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut (Wolanski, 2007). Estuaria merupakan suatu habitat yang bersifat unik karena merupakan tempat pertemuan antara perairan laut dan perairan darat. Adanya aliran air tawar yang terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang mengangkat mineral-mineral, bahan organik dan sedimen merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah estuaria yang melebihi produktifitas laut lepas dan perairan air tawar. Hal ini mengakibatkan estuaria mempunyai peran ekologis penting karena : sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
12
Estuaria sering mendapat tekanan ekologis berupa pencemar yang bersumber dari aktifitas manusia, yang menjadi ancaman serius terhadap kelestarian perikanan laut.
Menurut Dahuri (1996) akumulasi limbah yang terjadi di wilayah pesisir,
terutama diakibatkan oleh tingginya kepadatan populasi penduduk dan aktifitas industri. Aktifitas pemanfaatan wilayah pesisir seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan potensi sumberdayanya menurun dan rusak. Hal ini karena aktifitas-aktifitas yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mengubah tatanan lingkungan di wilayah pesisir sehingga mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir. Sebagai contoh, adanya limbah buangan baik dari pemukiman maupun aktifitas industri, walaupun limbah ini mungkin tidak mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem pesisir yang bertahan, namun kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya yang sensitif. Logam berat, misalnya mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau (mangrove), tetapi sangat berbahaya bagi kehidupan ikan dan udang-udangnya (krustasea) yang hidup di hutan tersebut (Bryan, 1976). Selain dari itu penggundulan hutan juga akan menyebabkan bertambahnya aliran air permukaan dari daratan dimana akan menambah sedimentasi di sungai-sungai dan akhirnya mengakibatkan pendangkalan estuaria/perairan pantai. Pendalaman estuaria karena pengerukan akan menambah volume estuaria dan pembukaan (reklamasi) daerah pasang surut akan mengurangi aliran pasut, mengubah proses pencampuran dan pola sirkulasi serta mengurangi waktu kuras estuaria. Dengan berkurangnya waktu kuras estuaria, maka sirkulasi di estuaria tidak dapat menanggulangi dan mengatur pencemar dalam jumlah besar. Kerusakan ekosistem estuaria tentunya akan menurunkankan peranan ekologi ekosistem estuaria. Bengen (2004) mengemukakan peran ekologi ekosistem estuaria diantaranya: 1. Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), 2. Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan
13
sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. 3. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman. 4. Tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, 5. Jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri.
2.2. Kualitas Perairan Kualitas air merupakan sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan dan kelimpahan makrozoobentos, plankton, bakteri, dan sebagainya). Ada 3 hal penting dalam mempelajari manajemen kualitas air yaitu : 1) observasi, 2) analisa teori dan 3) model numerik. Observasi adalah satu-satunya cara yang digunakan untuk dapat mengetahui karakteristik nyata dari suatu ekosistem dan merupakan dasar dari analisa suatu teori dan model numerik (Gang Ji, 2007). Setelah melakukan observasi di lapangan dengan analisa teori, maka model numerik akan membantu memahami hidrodinamika dan proses-proses kualitas air dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk mengambil suatu keputusan. Parameter kunci dalam penentuan kualitas air dan hidrodinamika air pada suatu perairan adalah : 1) Temperatur, 2) salinitas, 3) Arus, 4) Sedimen, 4) Bakteri, 5) Bahan beracun, 6) DO, 6) Alga dan 7) Nutrient (Gang Ji, 2007).
2.2.1. Parameter Fisika 2.2.1.1. Suhu. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O 2 , CO 2 , N 2 , dan CH 4 (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Suhu
14
air merupakan parameter penting dalam menentukan kondisi badan air karena berpengaruh terhadap pertumbuhan dari tumbuhan dan hewan, reproduksi dan migrasinya (Gang Ji, 2007). Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar daripada laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang datang (pada saat pasang-naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang substratnya terekspos (Kinne, 1964). Parameter ini sangat spesifik di perairan estuaria. Ketika air tawar masuk estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah di musim dingin dan lebih tinggi di musim panas daripada suhu air laut didekatnya. Skala waktu perubahan suhu ini menarik karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut, dimana suatu titik tertentu di estuaria akan memperlihatkan variasi suhu yang besar sebagai fungsi dari perbedaan antara suhu air laut dan air sungai. Kenaikan suhu di atas kisaran
toleransi
organisme
dapat
meningkatkan
laju
metabolisme,
seperti
pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.
2.2.1.2. Gelombang. Gelombang merupakan gerakan naik turunnya muka air laut yang dibarengi perpindahan partikel air dipermukaan sehingga mempengaruhi kondisi fisik suatu perairan. Pada umumya gelombang dibangkitkan oleh angin yang bertiup di atas permukaan air laut. Sifat –sifat gelombang dipengaruhi oleh tiga bentuk angin, yaitu : 1. Kecepatan angin : umumnya makin kencang angin yang bertiup, maka makin besar gelombang yang akan terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar. 2. Waktu dimana angin sedang bertiup. Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya cenderung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang mulai bertiup. 3. Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (dikenal dengan fetch). Gelombang yang terbentuk di danau fetchnya kecil, biasanya mempunyai gelombang hanya beberapa centimeter, sedangkan yang dilautan bebas
15
kemungkinan fetchnya lebih besar sehingga mempunyai panjang gelombang sampai beberapa ratus meter.
2.2.1.3. Arus Sirkulasi air merupakan mekanisme utama yang menyebabkan terjadinya proses percampuran di estuaria. Sirkulasi air merupakan fenomena yang kompleks dipengaruhi oleh angin di atmosfer dan perbedaan panas di lautan. Di estuaria sirkulasi air umumnya dipengaruhi oleh aliran air tawar yang bersumber dari badan sungai, pasang surut, hujan dan peguapan, angin dan peristiwa upwelling di pantai (Mukhtasor, 2007; Wolanski, 2007). Arus pasang surut yang terjadi di estuaria berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan polutan, mengencerkan dan membawa polutan sampai ke laut.
2.2.1.4. Padatan Tersuspensi (TSS) Padatan tersuspensi total (total suspended solid) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003). Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang akhirnya mengganggu keseluruhan rantai makanan. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan nilai TSS di Estuaria Tallo cukup bervariasi namun secara umum telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 80 mg/l (Bapedalda, 2006; Bapedalda 2008; Widyasari, 2007) Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.
16
2.2.2. Parameter Kimia 2.2.2.1. Salinitas Salinitas perairan menggambarkan kandungan garam dalam suatu perairan. Garam yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur (NaCl). Pada umumnya salinitas disebabkan oleh 7 ion utama yaitu : natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit (Cl), sulfat (SO 4 ) dan bikarbonat (HCO 3 ). Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg atau permil (o/ oo ) (Effendi, 2003). Fluktuasi salinitas adalah merupakan kondisi umum dari daerah estuaria. Secara defenitif, suatu gradien salinitas akan tampak pada saat tertentu, tetapi pola gradien bervariasi, bergantung pada musim, topografi estuaria, pasang-surut dan jumlah air tawar misalnya estuaria Sungai Donan salinitasnya 26,8-32,1 o/ oo , dan Estuaria Percut Sei Tuan kisaran salinitasnya 0,50-10 o/ oo (Soedradjad, 2003; Mutiah, 2007). Proses pergerakan massa air laut dan air tawar menyebabkan terjadinya stratifikasi yang menjadi dasar terjadinya klasifikasi estuaria berdasarkan salinitas. Gross (1987), mengklasifikasi estuariaa berdasarkan struktur salinitas yaitu : 1. Estuariaa berstratifikasi sempurna atau estuariaa baji garam (salt wedge estuary); jika aliran lebih besar daripada pasang surut sehingga mendominasi sirkulasi estuariaa. 2. Estuariaa berstratifikasi sebagian atau parsial (moderately stratified estuary) ; jika aliran sungai berkurang, dan arus pasang surut lebih dominan maka akan terjadi percampuran antara sebagian lapisan massa air. 3. Estuariaa campuran sempurna atau estuariaa homogeny vertical (well-mixed estuariaes), jika aliran sungai kecil atau tidak sama sekali, dan arus serta pasang surut besar, maka perairan menjadi tercampur hampir keseluruhan dari atas sampai dasar . Variasi salinitas di daerah estuaria menentukan kehidupan organism laut/payau. Hewan-hewan yang hidup di perairan payau (salinitas 0,5-30 o/ oo ), hipersaline (salinitas 40-80 o/ oo ) atau air garam (salinitas >80 o/ oo ), biasanya mempunyai toleransi terhadap kisaran salinitas yang lebih besar dibandingkan dengan organisme yang hidup di air laut atau air tawar.
17
2.2.2.2. Derajat Keasaman (pH) Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan (Saeni, 1989). Effendi (2003) menyatakan bahwa derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa . Nilai pH di Sungai Tallo berada pada kisaran 6-8 (Bapedalda 2008; Widyasari 2007; Balai Besar K3 2010). Masuknya limbah indutri dan rumah tangga ke perairan akan mempengaruhi derajat keasaman ekosistem estuaria. Kebasaan perairan meningkat akibat adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida. Adanya asam mineral bebas dan asam karbonat menyebabkan tingkat keasaman perairan (Mahida, 1993) Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003). Nilai pH juga dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H 2 S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah. Selain itu, pH juga mempengaruhi nilai BOD 5 , fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya (Dojildo and Best, 1992).
2.2.2.3. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolism tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dan hasil proses fotosintesis fitoplankton pada siang hari. Faktor-faktor yang menurunkan kadar oksigen
dalam air laut adalah
kenaikan suhu, respirasi (khususnya malam hari), adanya lapisan minyak di atas permukaan laut dan masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut. Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebab utama
18
berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam suatu perairan adalah adanya bakteri aerob dari bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen (Fardiaz, 1992). Kandungan oksigen terlarut dapat dijadikan indikator kualitas air sebagaimana diuraikan pada Tabel 2. Sedangkan menurut baku mutu air laut yang ditetapkan oleh pemerintah tahun 2004 kandungan oksigen terlarut yang yang sesuai untuk kehidupan biota perairan adalah >5 mg/l.
Tabel 2. Kriteria Pencemaran Perairan berdasarkan Kandungan Oksigen Telarut Kandungan Oksigen Terlarut (ppm) -
Kriteria Kualitas Air
8–9
Baik
-
6,7 – 7,9
Agak tercemar
-
4,5 – 6,6
Tercemar Sedang
<4,5
Tercemar Berat
-
Sumber: Dojlido dan Best (1993). 2.2.2.4. Nitrat Nitrat (NO 3 ) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient (Alaerst dan Sartika, 1987). Konsentrasi ammonia untuk keperluan budidaya laut adalah 0,3 mg/l (KLH, 2004). Sedangkan untuk nitrat adalah berkisar antara 0,9 – 3,2 mg/l (KLH, 2004; DKP, 2002).
2.2.3. Parameter biologi Pemantauan kualitas perairan selalu menggunakan kombinasi komponen fisika, kimia dan biologi. Penggunaan salah satu komponen saja sering tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa
19
penggunaan komponen fisika dan kimia saja hanya akan memberikan gambaran kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan penafsiran dan kisaran yang luas. Oleh sebab itu penggunaan komponen biologi juga sangat diperlukan karena fungsinya yang dapat mengantisipasi perubahan pada lingkungan kualitas perairan. Parameter biologi yang digunakan dalam kualitas air adalah makrozoobentos. Makrozoobentos memiliki peranan dalam ekosistem perairan, yaitu berperan dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan organik serta menduduki beberapa posisi penting dalam rantai makanan. (Lind, 1979). Selain itu, sifat makrozoobentos yang hidup menetap atau bergerak lambat, sehingga jika ada bahan pencemar memasuki suatu perairan, maka hewan itu yang paling merasakan dampaknya. Perubahan pada struktur komunitas tersebut dapat menggambarkan proses yang terjadi dalam suatu lingkungan perairan. Untuk mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan digunakan indeks keragaman makrozoobentos. Perubahan pada struktur komunitas makrozoobentos ditandai dengan perubahan pada indeks keragamannya. Odum (1993) mengemukakan indeks keragaman komunitas 0,60-0,80 adalah standar untuk ekosistem yang tidak menerima masukan bahan organik dan anorganik yang tinggi.
2.2.4. Sedimen Sedimen adalah kerak bumi yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari satu tempat ke tempat lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal (Friedman dan Sanders, 1978). Menurut Barnes (1986) sedimen terdiri atas dua kelompok, yaitu sediment of inlet dan pyroclastic sediment. Sediment of inlets berasal dari limpasan air sungai, jenis sedimen ini banyak mempengaruhi proses pembentukan pinggir pantai di sekitar muara sungai. Pyroclastic sediment berasal dari daratan (angin atau drainase) atau penguraian bahan organik. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur, yang seringkali sangat lunak. Substrat ini berasal dari sedimen yang dibawa ke dalam estuaria baik oleh air laut maupun air tawar. Pengendapan partikel juga bergantung pada arus dan ukuran partikel. Partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel yang lebih kecil dan arus
20
yang kuat mempertahankan partikel dalam suspensi lebih lama dari arus yang lemah. Oleh karena itu substrat pada tempat yang arusnya kuat cenderung bersubstrat kasar (pasir atau kerikil) karena hanya partikel berukuran besar yang akan mengendap. Jadi, baik air tawar maupun air laut mempunyai tendensi pertama kali melepas sedimen yang kasar, air laut melepasnya pada mulut estuaria, sedangkan air tawar akan melepasnya pada bagian hulu estuaria atau bahkan pada sungai itu sendiri. Dengan demikian, daerah tempat pencampuran didominasi oleh endapan halus (lumpur), sebagai akibat berkurangnya gerakan air dan pada penggumpalan karena penggumpalan karena percampuran kedua massa air. Di antara partikel yang mengendap di estuaria kebanyakan bersifat organik. Akibatnya substrat ini sangat kaya akan bahan organik. Bahan inilah yang menjadi cadangan makanan yang besar bagi organisme yang hidup di estuaria. Besarnya luas permukaan relatif terhadap volume partikel yang sangat kecil berarti tersedia daerah yang sangat luas untuk pertumbuhan bakteri. Daerah estuaria yang memiliki arus yang kuat, umumnya memiliki substrat berpasir. Hal ini terjadi akibat pengaruh arus sehingga partikel-partikel yang berukuran besar akan mengendap lebih cepat, sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil akan lama dipertahankan dalam suspensi dan terbawa ke suatu tempat mengikuti pengaruh arus dan gelombang. Endapan lumpur banyak mengendap di pantai, terutama jika air laut terdorong ke luar estuaria karena aliran air tawar yang besar. Pembentukan endapan juga mendapat pengaruh dari laut, karena pada air laut juga banyak terdapat parikel tersuspensi. Ketika partikel tersuspensi yang dibawa oleh sungai bercampur dengan air laut, kehadiran ion-ion dalam air laut akan menyebabkan lmpur menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar melalui proses konglomerasi (Nybakken, 1988). Senyawa-senyawa kimia di sedimen dipengaruhi oleh faktor lingkungan Kondisi utama lingkungan yang merubah komposisi senyawa di sedimen antara lain pH, redoks potensial, interstitial water (IW), bahan-bahan alami yang berasal dari sistem itu sendiri (autothonous inputs), dan kegiatan yang dilakukan oleh hewan-hewan akuatik (Chester 1990; Mllero dan Sohn 1992). Faktor lain yg mmperngaruhi adalah produktifitas primer dan sekunder perairan (allochthonous inputs), limbah yg berasal dari manusia (antrophogenic input dan kondisi hidrologi (hydrologic variables).
21
Karakteristik sedimen akan mempengaruhi morfologi, fungsional, tingkah laku serta nutrien hewan benthos. Hewan benthos seperti bivalva dan gastropoda beradaptasi sesuai dengan tipe substratnya. Adaptasi terhadap substrat ini akan menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologis organisme terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya (Razak, 2002). Disamping tipe substrat, ukuran partikel sedimen juga berperan penting dalam menentukan jenis benthos laut (Levinton, 1982). Partikel sedimen mempunyai ukuran yang bervariasi, mulai dari yang kasar sampai halus. Menurut Buchanan (1984) berdasarkan skala Wenworth sedimen di klasifikasikan berdasarkan ukuran partikelnya (Tabel 3).
Tabel 3. Klasifikasi partikel sedimen menurut skala Wenworth (Buchanan, 1984) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Partikel Boulder (batuan) Cobble (batuan bulat) Pebble (batu kerikil) Granule (butiran) Very coarse sand (pasir sangat kasar) Coarse sand (pasir kasar) Medium sand (pasir sedang) Fine sand (pasir halus) Very fine sand (pasir sangat halus) Silt (Lumpur) Clay (liat)
mm > 256 64-256 4,0-64 2,0-4,0 1,0-2,0 0,5-1,0 0,25-0,5 0,125-0,25 0,0625-0,125 0,0039-0,0625 < 0,0039
µm > 256x103 64x103-256x103 4000-64000 2000-4000 1000-2000 500-1000 250-500 125-250 62,5-125 3,9-62,5 < 3,9
2.3. Model Kualitas Air di Estuaria Kondisi wilayah estuaria berbeda dari kondisi wilayah sungai dan danau baik dari segi hidrodinamika, proses kimia maupun dari segi biologi. Jika dibandingkan dengan sungai dan danau estuaria memiliki karakteristik yang unik antara lain : 1. Di estuaria pasang surut sebagai penggerak utama 2. Salinitas bervariasi yang ditentukan oleh proses hidrodinamika kualitas perairan
22
3. Terdapat dua aliran yaitu aliran permukaan dari laut, dan aliran pada lapisan air bagian bawah yang berasal dari daratan dan seringkali membawa polutan 4. Kondisi syarat batas yang diperlukan dalam model numerik. Faktor utama yang menentukan proses transport di estuaria adalah pasang surut dan aliran air tawar dari sungai. Untuk muara sungai yang besar kecepatan angin juga berpengaruh signifikan terhadap proses transport tersebut. Kebanyakan estuaria yang panjang dan sempit dianggap sebagai satu saluran. Sungai sebagai sumber utama air tawar dan pada saat kondisi pasang membawa air asin dari laut (Gambar 2). Pesisir Pantai
Estuaria Air garam Sungai pasang surut Air tawar/payau
Gambar 2. Sistem Aliran Air di Estuaria
Pesisir Pantai
Muara Estuaria
Air tawar Sungai
Pendekatan model untuk menggambarkan kondisi suatu bahan polutan di perairan estuaria membutuhkan keterkaitan antara beberapa faktor fisika, kimia dan proses biologi. Aliran air dan persamaan angkutan polutan di estuaria sebenarnya merupakan suatu yang sangat kompleks, karena terjadinya percampuran antara air tawar (berasal dari sungai) dan air asin (yang berasal dari laut) (Cahyono, 1993). Hal ini menjadi semakin kompleks dalam system hidrodinamik dimana terjadi prosesproses pertukaran antara air-sedimen, proses perubahan senyawa kimia antara air tawar dengan air laut dan proses biologi lainnya. Beberapa fenomena fisika-kimia yang penting untuk suatu senyawa atau polutan di badan air dan sedimen yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Sorpsi dan desorpsi antara larutan dan bentuk partikel dalam kolom air dan sedimen 2. Mekanisme pengendapan dan resuspensi partikulat antara sedimen dan badan air 3. Pertukaran difusi antara sedimen dan air kolum
23
4. Kehilangan bahan kimia akibat biodegradasi, volatilasi, photolysis dan reaksi dengan bahan kimia lain serta reaksi biokimia 5. Transport bahan pencemar akibat mekanisme dispersi dan adveksi 6. Pengendapan dan kehilangan bahan kimia ke sedimen lapisan dalam (Gambar 3) Faktor-faktor tersebut diatas adalah merupakan hal yang saling berkaitan dalam mendesain suatu model polutan dalam suatu perairan, hal lain yang juga dapat membantu suatu penyederhanaan suatu model adalah menganggap bahwa estuaria ditinjau dalam keadaan steady state, luas, aliran dan reaksi-reaksi yang terjadi adalah konstan dan seimbang. Biodegradasi Photolisis Volatilzation
Biodegradasi Photolisis Input polutan
Input polutan
Polutan dlm btk partikel mengendap
biodegradasi
Polutan partikel sedimen
desorpsi
Polutan dlm btk terlarut
sorpsi
resuspensi
desorpsi
sorpsi
Pertukaran scr difusi
Polutan terlarut dlm air intrstisial
biodegradasi
sedimentasi
Gambar 3. Skema perilaku bahan pencemar pada badan air (Modifikasi ; Thomann, 1987) Gang Ji (2008), mengemukakan bahwa faktor utama yang mengontrol proses hidrodinamika di estuaria adalah : 1) pasang surut, 2) input air tawar, 3) angin yang
24
berkaitan dengan proses evaporasi dan presipitasi serta pertukaran dengan atmosfer, 4) bentuk geometri dan batimetri estuaria. Pada perairan estuaria dimana terjadi percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai akan menghasilkan pelapisan (stratifikasi) dua massa air. Pada Gambar 4 dapat dilihat gambaran secara umum sirkulasi air di perairan estuaria.
Aliran keluar Transport vertikal
Partikel Partikel resuspensi pengendapan
Pertukaran
Garam dasar aliran
Aliran masuk
Gambar 4. Skema aliran air di Estuaria (Thomann, 1987)
Berbagai pendekatan model kualitas air di estuaria telah dikembangkan dalam 1D-3D. Hu et al. (2009) melakukan pengembangan model kualitas air –2D di estuaria Delta Sungai Pearl
berdasarkan program sistem model lingkungan ekologi (Row-
column AESOP), model 3D yang dimodifikasi dengan model ECOM dan WASP 5 (Zheng et al., 2004), pengembangan model MIKE 11 (Neto, 2007), pendekatan dengan metode empiris dan teknik regresi (Worall et al., 1998), pengembangan model 2D dengan metode euler (Novikof, 2005) dan dengan metode SWAT (Santhi et al.,2005).
2.3.1. Persamaan Pembangun Model Distribusi kualitas air yang merupakan substansi dalam bentuk larutan dan partikel dapat diketahui dengan pendekatan model kualitas air. Beberapa pendekatan model dinamik yang digunakan untuk menggambarkan kualitas perairan di estuaria mengacu pada DHI (2011). Pengembangan model 2-D untuk kualitas air berdasarkan persamaan momentum dan persamaan kontinuitas dengan mempertimbankan kedalaman dimana h= η + d adalah :
25
(1) Selanjutnya persamaan transport 2D dikembangkan dalam Spherical Coordinates dengan skala kuantitas :
(2)
dimana : , t
= kecepatan berdasarkan kedalaman rata-rata arah x dan y = waktu = rata-rata kedalaman skala kuantitas
Fc
= difusi secara horizontal
Cs
= konsentrasi dari sumber
kp
= laju decay
S
= jarak point source
Pada Spherical Co-ordinates kecepatan arah horizontal sebagai berikut : (3) (4) Dimana : R = radius pada bumi λ = bujur Ø = lintang Substitusi persamaan (2), (3) dan (4) diperoleh persamaan sebagai berikut :
(5)
Faktor gesekan dasar dinyatakan dalam formula Chezy number (C) dan Manning number (M) (6)
26
(7) dimana: Cf
= koefisien gesekan dasar
g
= percepatan grafitasi (m/dt2)
Manning number dapat dihitung berdasarkan dari pajang kekasaran dasar yaitu :
(8)
Secara umum dalam membangun model transport suatu substansi dibutuhkan nilai decay, dimana nilai ini spesifik untuk masing-masing komponen. Untuk menghitung laju decay linear digunakan formula :
(9) Dimana; C = konsentrasi polutan k = decay (detik-1) Transpor suatu komponen diperairan tergantung pada arus, dimana pada estuaria arus yang dominan dibangkitkan oleh pasang surut dan kecepatan angin. Kondisi pasang surut disimulasikan berdasarkan hasil prediksi DHI dan data lapangan. Kecepatan angin dihitung berdasarkan persamaan empiris :
dimana; = densitas udara = koefisien tarikan udara = (u w ,v w ) kecepatan angin 10 m diatas permukaan air
27
Interaksi kecepatan gesekan dengan tegangan permukaan dihitung berdasarkan formula; (11)
Koefisien tarikan udara merupakan nilai konstan atau tergantung pada kecepatan angin. Persamaan empiris untuk koefisien tarikan dibangun oleh Wu(1980, 1994) : (12)
dimana : c a , c b , w a dan w b = faktor empiris w10 = kecepatan angin 10 m diatas permukaan laut nilai untuk faktor empiris c a = 1,255.10-3, c b = 2,425.10-3, w a = 7 m/dt dan w b = 25 m/dt.
2.4. Pengelolaan Lingkungan Estuaria Definsi wilayah pesisir memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil (Bengen, 2002), Menurut Dahuri et al. (1996) pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan (sustainable). Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggungjawab antar
28
sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat (vertical integration). Keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa didalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum dan lainnya yang relevan karena wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari system social dan system alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis. Pengelolaan kawasan pesisir dan lautan juga memerlukan partisipasi pakarpakar dari berbagai bidang ilmu (kelautan, ekologi, sosial, ekonomi, hukum, tehnik dan lain-lain) dengan pendekatan yang berbeda. Pendekatan yang dikembangkan adalah inter-disciplinary approach. Pendekatan multi-disiplin, merupakan pendekatan dimana suatu persoalan diinvestigasi dan dianalisis dengan cara membagi kedalam persoalanpersoalan disiplin dan profesi masing-masing dan pemecahannya secara independen. Oleh karena itu untuk kepentingan pengelolaan hendaknya didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan dan pengelolaan ekosistem pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya yang ada didalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu sendiri. Jika tujuan pengelolaan adalah untuk mengendalikan atau menurunkan tingkat pencemaran perairan pesisir yang dipengaruhi oleh aliran sungai, maka batas wilayah pesisir kearah darat hendaknya mencakup suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) (Bengen, 2002). Kawasan estuaria yang berada di kawasan pesisir tak luput dari pengembangan dan pembangunan. Dampaknya adalah kerusakan ekosistem estuaria dan munculnya konflik kepentingan. Oleh karena itu, pengembangan dan pembangunan diselaraskan dengan kelangsungan ekosistem estuaria. Untuk menjaga dan memelihara ekosistem dibuat rencana pengelolaan lingkungan di kawasan pesisir yang bertujuan untuk melindungi kawasan dari pencemaran limbah permukiman, industri pengolahan ikan, pelabuhan dan lain-lain. Misalnya, limbah cair dikelola dengan cara pemusatan pengolahan limbah permukiman atau rumah tangga, sedangkan limbah padat, pengelolaannya dengan pembuangan secara terbuka (open disposall atau dumping), penimbunan dengan tanah (sanitary landfill), kompos (composting), dan pembakaran (incenerator).
29
Pengelolaan lingkungan estuaria membutuhkan partisipasi dari penduduk dan pelaku industri yang banyak menghasilkan berbagai jenis limbah cair yang dapat menurunkan kualitas air perairan. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan industri akan mengakibatkan kapasitas asimilasi dari perairan semakin menurun sehingga terjadi akumulasi limbah yang pada akhirnya juga menurunkan kualitas air di perairan estuaria. Menurunya kualitas air di perairan akan menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya hayati. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap keberlangsungan aktivitas pembangunan seperti perikanan, pariwisata, pemukiman dan investasi. Pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk mengatasi hal ini , sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari dampak menurunnya kualitas perairan disamping itu partisipasi dari seluruh stakeholder juga sangat diharapkan. Selanjutnya dalam penentuan arahan kebijakan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) .
2.4.1. Analytical Hierarchy Process (AHP) Penggunaan AHP dimaksudkan untuk penelusuran permasalahan secara bertahap dan membantu pengambilan keputusan dalam memilih strategi terbaik. Variabel yang dikaji dalam analisis ini adalah faktor pendukung dalam kebijakan, stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan sungai, program pengelolaan sungai serta skenario pengelolaan yang tepat. Analisis data dilakukan dengan membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat di atasnya. Perbandingan berdasarkan judgement dari stakeholder dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasi data kualitatif digunakan nilai skala komparasi 1-9 berdasarkan skala Saaty yang tertera pada Tabel 4. Output dari analisis prioritas kebijakan adalah faktor pendukung dalam kebijakan, stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan lingkungan estuaria/sungai, program pengelolaan estuaria/sungai serta skenario pengelolaan yang tepat.
30
Langkah-langkah Penyelesaian 1.
Matriks pendapat individu Pada penentuan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen-elemen keputusan
di setiap tingkat hirarki keputusan dilakukan dengan judgement melalui komparasi berpasangan. Nilai yang didapat disusun dalam bentuk matrik individu dan gabungan yang kemudian diolah untuk mendapatkan peringkat. Jika C 1 ,
C 2, ……..
Cn merupakan set elemen suatu tingkat keputusan
dalam hirarki, maka kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan setiap elemen terhadap elemen lainnya akan membentuk matrik A yang berukuran n x n. Apabila C i dibandingkan dengan C j , maka a ij merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan C i terhadap C j . Nilai matriks a ij = 1/ a 1j , yaitu nilai kebalikan dari nilai matriks a ij . Untuk i = j , maka nilai matriks a ij = a ji = 1, karena perbandingan elemen terhadap elemen itu sendiri adalah 1. Formulasi matriks A yang berukuran n x n dengan elemen C 1 , C 1, …….. Cn untuk ij = 1, 2, 3, ……n dan ij disajikan pada Gambar 5.
Tabel 4. Skala perbandingan berpasangan Skala
Definisi
Kedua elemen sama pentingnya (equally importance) terhadap tujuan Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya 3 (moderately importance) Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya (strongly 5 importance) Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen lainnya 7 (very strongly importance) Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen lainnya 9 (extremely importance) Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan 2,4,6,8 (intermediate value) Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka jika dibandingkan 1/(1-9) dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan i Sumber: Saaty (1991) 1
31
C1
C2
C3
..
Cn
C1
1
a 12
a 13
..
a 1n
C2
1 / a 12
1
a 23
..
a 2n
C3
1 / a 13
1 / a 23
1
..
a 3n
..
..
..
..
..
..
Cn
1 / a 1n
1 / a 2n
1 / a 3n
..
1
Gambar 5. Hasil transformasi matriks pendapat 2.
Penyelesaian dengan Manipulasi Matriks Matriks pendapat pakar diolah untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu
dengan menentukan nilai eigen dengan prosedur yang diuraikan dalam Marimin (2005): -
Kuadratkan matriks pendapat.
-
Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi.
-
Lakukan secara berulang (iterasi) dan hentikan proses ini jika perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu.
-
Hitung weighted sum vector dengan jalan mengalikan matriks pendapat dengan matriks eigen.
-
Hitung Consistensi Vector (p) dengan menentukan nilai rata-rata dari weighted sum vector.
-
Hitung nilai indeks consistensi dengan rumus :
CI = (p – n) / (n – 1)………………………….(2.8)
-
Hitung consistensi Ratio (CR) yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekwen atau tidak.
32
Perhitungan rasio konsistensi (CR) dengan rumus: CR =
CI …………………………………………(2.9) RI
RI : Indeks Acak (Random Index) Nilai Indeks Acak (RI) bervariasi sesuai dengan orde matriksnya. Untuk lebih jelasnya, indeks acak untuk orde tertentu dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rentang CR yang dapat diterima tergantung pada ukuran matriksnya. Jika nilai CR lebih rendah atau sama dengan nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup dapat diterima atau matriks memiliki konsistensi yang baik. Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai yang dapat diterima, maka dikatakan evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan karenanya proses AHP perlu diulang kembali. Nilai rentang penerimaan bagi CR disajikan pada Tabel 6.
Tabel 5. Nilai indeks acak rata-rata berdasarkan orde matriks Ukuran Indeks Konsistensi Matriks Acak (RI) 1 0.00 2 0.00 3 0.58 4 0.90 5 1.12 6 1.24 7 1.32 8 1.41 9 1.45 10 1.49 Sumber : Saaty (1991) Tabel 6. Nilai rentang penerimaan bagi CR Ukuran Matriks ≤3x3 4x4
Konsistensi Rasio (CR) 0.03 0.08
>4x4
0.10
Sumber : Saaty (1991)
33
3. Penggabungan pendapat responden Matriks pendapat gabungan (G), merupakan susunan matriks baru yang elemen-elemen matriksnya (g ij ) berasal dari rata-rata geometrik pada elemen matriks pendapat individu (a ij ) yang resiko konsistensinya (CR) memenuhi persyaratan. Selanjutnya pada matriks baru dilakukan perhitungan nilai eigen dan bobotnya.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Daerah penelitian secara administrasi berada di kota Makassar pada posisi 5o6’15’’-5o6’36’’ LS dan 119o25’21’’-119o25’37’’ BT. Secara khusus lokasi penelitian adalah wilayah Estuaria Tallo yang masih mendapat pengaruh pasang surut air laut yaitu pada muara Sungai Tallo di Kecamatan Ujung Tanah, sebelah Utara Kota Makassar hingga ke jembatan Tello Kecamatan Tamalanrea sepanjang + 15 km (Gambar 6).
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 hingga bulan November 2011. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan musim Barat (November 2010) dan musim Timur (September 2011) sesuai dengan data curah hujan yang diperoleh dari BMKG Paotere Makassar.
3.2. Desain Penelitian Penelitian dilaksanakan
melalui studi kasus dengan metode survei yang
dirancang untuk mendiskripsikan kondisi fisika, kimia, biologi, sosial dan ekonomi
35
sebagai kondisi eksisting lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung meliputi pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi perairan, wawancara masyarakat dan perorangan berstruktur dengan berpedoman pada kuesioner. Data sekunder berupa kebijakan publik dan kondisi meteorologi, dan kondisi kependudukan diperoleh dari studi pustaka, laporan dan data pengukuran lembaga penelitian.
3.2.1. Kajian Kondisi Eksisting Lingkungan Perairan Estuaria Tallo. Kajian ini dilakukan untuk melihat kondisi lingkungan perairan estuaria saat sekarang. Kondisi yang ditinjau adalah meliputi kondisi kualitas perairan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kondisi ekologi. Hasil analisis ini digunakan sebagai dasar dalam penyusunan model analisis kualitas perairan estuaria.
3.2.1.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder (Tabel 7). Tabel 7. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian Kondisi Lingkungan Kualitas Lingkungan
Sosial Ekonomi Masyarakat
Variabel
Jenis Data
Sumber Data
Primer Parameter fisika : Arus, Gelombang, TSS, Suhu, dan Sedimen (ukuran, jenis, bahan organik dan pH-Redoks) Parameter kimia : DO, BOD 5 , BOT, pH, Salinitas, fosfat, nitrat, Cd, Pb, Zn Parameter biologi : Makrozoobenthos
Pengukuran Lapangan dan laboratorium
Umur Tingkat pendidikan Pekerjaan Pendapatan Persepsi Partisipasi
Sekunder
BPS
Jumlah dan jenis industri Regulasi dan UU Jumlah penduduk
Sekunder
Pemerintah Kota Makassar
36
Ekologi
Topografi Hidrologi Kondisi iklim dan cuaca Kondisi umum lingkungan
Sekunder
BPN Dinas PSDA Prov. Sul Sel BMG BLHD
3.2.1.2. Penentuan Stasiun Penentuan stasiun pengambilan sampel air berdasarkan gradien salinitas (hypothetic line). Lokasi penelitian dibagi atas 2 zona yaitu : Zona A : jembatan Tello (km15) sampai jembatan Tallo ( km 0 ) Zona B : daerah muara Sungai Tallo (daerah model) Masing-masing zona dibagi beberapa stasiun yaitu : Zona A : Stasiun 1 (119 28’ 23” BT, 05 08’ 42” LS) Stasiun 2 (119 28’ 09” BT, 05 07’ 41” LS) Stasiun 3 (119 28’ 36”BT, 05 07’ 11”LS) Stasiun 4 (119 27’ 28”BT, 05 07’ 05”LS) Stasiun 5 (119 26’ 44”BT, 05 06’ 52”LS) Zona B ; Stasiun 6 (119 26’ 59”BT ,05 06’ 09”LS) Stasiun 7 (119 26’ 52”BT, 05 05’ 38”LS) Stasiun 8 (119 26’ 43”BT, 05 05’ 01”LS) Stasiun 9 (119 26’ 25”BT, 05 04’ 51”LS) Stasiun 10 (119 26’ 28”BT, 05 05’ 50”LS) Stasiun 11 (119 25’ 59”BT, 05 06’ 09”LS) Stasiun12 (119 25’ 44”BT, 05 06’ 00”LS) Stasiun 13 (119 25’ 13”BT, 05 06’ 33”LS)
3.2.1.3. Metode Analisis Data Pengambilan contoh air dilakukan pada periode pasang dan surut dengan menggunakan botol Nansen, kemudian contoh air dimasukkan ke dalam botol sampel dan disimpan dalam coolbox selanjutnya dibawa ke laboratorium. Pengambilan spesimen makrozoobentos dilakukan pada beberapa titik di muara sungai dengan menggunakan grab sampler . Setelah disaring, spesimen makrozoobentos dimasukkan
37
ke dalam wadah selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlahnya di laboratorium dengan menggunakan kaca pembesar. Metode analisis parameter fisika kimia dan biologi yang digunakan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Parameter Kualitas Air yang Diteliti, Metode Analisa dan Pengukurannya Parameter Fisika 1. Arus 2. Suhu 3. Sedimen 4.TSS Kimia 1.Oksigen terlarut 2.Salinitas 4. pH 2. BOD 5 3.TOC 4.BOT 5. Fosfat 6. Nitrat 7. Logam (Cd, Pb, Zn) Biologi 1.Makrozoobentos
Satuan
Metode Analisa/Alat
Lokasi
m/dtk o C -
Flowatch Termometer Sedimen Grab Spektrofotometer
In situ In situ Insitu/Lab Lab
mg O 2 /l o / oo -
DO meter Handrefraktometer pH meter
In situ In situ In situ
mg/l mg/l ind/m2
Titrimetri winkler inkubasi 5 Spektrofotometer Titrimetri As.askorbit Brucine SSA
Lab Lab Lab Lab Lab
Pencacahan
Lab
Analisa parameter fisika dan kimia air mengacu pada metode APHA (1998). Karakteristik kondisi eksisting dianalisis dengan membandingkan hasil pemeriksaan sampel dengan baku mutu air laut KEP-MEN LH No 51/MenKLH/2004. Pengukuran parameter biologi meliputi pengukuran komposisi jenis dan kelimpahan, indeks keanekaragaman jenis (H’), indeks keseragaman jenis (E),indeks dominansi jenis (C). - Komposisi Jenis Dan Kelimpahan Kelimpahan makrozoobentos dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh Odum (1971) sebagai berikut :
(13)
38
Keterangan : Y
= Jumlah individu (ind/m2)
a
= Jumlah makrozoobentos yang tersaring (ind)
b
= Luas bukaan grab sampler (cm2)
10000 = Nilai konversi dari cm2 ke m2
- Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Krebs,1978) sebagai berikut : H’ = - ∑ Pi ln Pi ; Pi = ni/N
(14)
dimana: H’ = Indeks keanekaragaman jenis ni = Jumlah Individu Jenis N = Jumlah total individu Hasil perhitungan Indeks keanekaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu : 1) H’ ≤ 1 = keanekaragaman rendah, penyebaran individu tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas rendah, indikator adanya pencemaran berat 2) 1< H ’<3 = keanekaragaman sedang,penyebaran individu tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas sedang, indikator adanya pencemaran sedang 3) H’ ≥ 3 = keanekaragaman tinggi ,penyebaran individu tiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas tinggi, indikator adanya tidak terjadi pencemaran
- Indeks Keseragaman Jenis (E) Untuk mengetahui indeks keseragaman jenis makrozoobentos dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Krebs,1978) sebagai berikut : E = H’/H’ Maks
(15)
39
dimana : E
= Indeks keseragaman jenis
H’
= Indeks Keanekaragaman Jenis
H Maks = Keanekaragaman maksimum Hasil perhitungan indeks keseragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu : 1) 0,0 < E < 0,5
Komunitas dalam kondisi tertekan
2) 0,5 ≤ E < 0,75 Komunitas dalam kondisi labil 3) 0,75 ≤ E < 1,0
Komunitas dalam kondisi stabil
- Indeks Dominansi Jenis (C) Untuk mengetahui indeks dominansi jenis makrozoobentos dipergunakan rumus Simpson (Ludwig dan Reynold 1988) sebagai berikut : C = (ni/N)2
(16)
dimana : C = Indeks Dominansi Jenis ni = Jumlah Individu Jenis N = Jumlah total individu
3.2.2. Penentuan Status Pencemaran Estuaria Tallo Penentuan tingkat pencemaran perairan dilakukan dengan menggunakan metode Indeks pencemaran (IP) berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 tahun 2003 tentang status mutu air dan indeks pencemaran air. Pengelolaan kualitas air atas dasar IP ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat keberadaan senyawa pencemar. Adapun persamaan yang digunakan :
(17)
40
dimana : IP j = Indeks polusi bagi peruntukan air L ij = Baku peruntukan air C i = Konsentrasi parameter kualitas air Pada motode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan C i /Lij acuan polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus Numerow (1991):
(18) dimana : (C i /L ij ) R : nilai rata-rata C i /Lij (C i /L ij ) M : nilai maksimum C i /Lij Untuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut : 0 < P ij < 1,0
memenuhi baku mutu
1,0 < P ij < 5,0
tercemar ringan
5,0 < P ij < 10
tercemar sedang
P ij > 10
tercemar berat
3.2.3. Desain Model Kualitas Air Estuaria Penyusunan model dilakukan dengan diawali konsep matematik dan numerik dari model beserta algoritmanya. Model dibangun berdasarkan atas persamaan hidrodinamika, dan persamaan kualitas air (persamaan 1-12, halaman 23-26)
3.2.3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam mendesain model kualitas air disajikan pada Tabel 9.
41
Tabel 9. Data dan sumber data pembangun model kualitas air No 1
Jenis data Batimetri
2 3
Arah dan kecepatan angin Pasang Surut
4
Hasil pengukuran kualitas air (fisika dan kimia)
Sumber data Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, Makassar Ifremer DHI Dishidros Lapangan
3.2.3.2. Desain Model Untuk membangun model kualitas perairan dilakukan dengan mengintegrasikan proses fisika, kimia dan biologi yang terjadi di dalam perairan Estuaria Tallo. Model hidrodinamika dibuat sebagai dasar untuk menggambarkan proses percampuran antara air dan sedimen, proses kimia yang terjadi pada zona transisi antara air tawar dan laut serta berbagai proses biologi yang terjadi. Data yang digunakan yaitu data koordinat lokasi penelitian, arus, angin, batimetri dan pasang surut. Persamaan yang digunakan berdasarkan persamaan hidrodinamika yang dibangun dari beberapa persamaan
yaitu
persamaan
momentum,
persamaan
kontinuitas,
persamaan
kesetimbangan massa (persamaan 1 – 12). Batasan model dibuat open boundary dengan finite element dan jumlah element 6021, luas daerah model 14,993 km2 dan jarak dari mulut muara ke batas terluar adalah 2,8 km. Model disimulasikan dalam 2 musim yaitu musim Barat (November 2010) dan musim kemarau (September 2011) pada waktu pasang dan surut dengan masa simulasi 15 hari. Beberapa asumsi untuk penyederhanaan model di muara Sungai Tallo yaitu nilai decay sama, jumlah konsentrasi yang berasal dari point source konstan sampai pada titik batas berikutnya dan initial condition sama. Thomann (1987) mengemukakan beberapa asumsi yang dapat digunakan dalam membangun model di estuaria yaitu : estuaria dalam kondisi steady state dimana luas, aliran dan reaksi-reaksi adalah konstan terhadap jarak. Pendekatan model dalam bentuk algoritma dan bahasa program dikerjakan dengan menggunakan software program MIKE 21.
42
3.2.4. Kajian Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria Berdasarkan Pengembangan Model Kualitas Perairan Model pengelolaan lingkungan disusun berdasarkan kondisi eksisting, hasil simulasi model kualitas perairan estuaria, dan
arahan kebijakan pengelolaan
lingkungan estuaria.
3.2.4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan dalam menyusun strategi pengelolaan lingkungan terdiri atas data primer dan data sekunder. Sumber data berasal dari hasil model kualitas air, observasi ke lokasi penelitian serta pengisian kuisioner, diskusi dan wawancara langsung dengan responden dan pakar terpilih dari instansi terkait. Data sekunder diperoleh dengan cara menelusuri berbagai sumber seperti hasil penelitian dan dokumen ilmiah dari instansi terkait.
3.2.4.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada tahap ini adalah menentukan pakar yang dipilih secara sengaja (purposive sampling). Pada metode ini, responden yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan pada kebutuhan penelitian dan memiliki kepakaran sesuai dengan bidang kajian. Beberapa pertimbangan dalam penentuan pakar yang dijadikan responden, menggunakan kriteria sebagai berikut : (1) mempunyai pengalaman yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji; (2) memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan bidang yang dikaji dan (3) memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia dan atau berada pada lokasi yang dikaji (Lampiran 14).
3.2.4.3. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan pada
tahapan ini yaitu analisis prioritas
kebijakan. Prioritas kebijakan pengelolaan estuaria dianalisis
dengan analisis
multikriteria secara partisipatif. Alat analisis yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Penggunaan AHP dimaksudkan untuk penelusuran
43
permasalahan secara bertahap dan membantu pengambilan keputusan dalam memilih strategi terbaik dalam pengelolaan lingkungan Estuaria Tallo. Analisis data dilakukan dengan membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masingmasing tujuan yang setingkat di atasnya. Perbandingan berdasarkan judgement dari stakeholder dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasi data kualitatif digunakan nilai skala komparasi 1 – 9 berdasarkan skala Saaty yang tertera pada Tabel 3. Software AHP yang digunakan dalam penelitian ini adalah criterium decision plus version 3.0. Bagan alir analisis AHP disajikan pada gambar 7. Output dari analisis prioritas kebijakan adalah faktor pendukung dalam pengelolaan lingkungan estuaria, keterlibatan stakeholder, tujuan pengelolaan lingkungan dan alternatif dilaksanakan.
kebijakan pengelolaan lingkungan
yang mungkin
44
Mulai
Identifikasi kriteria pada setiap level
Penyusunan struktur AHP
Struktur AHP
Matriks pendapat individu
Pembuatan dan pengisian kuesioner
Hitung CR
Tidak
CR memenuhi syarat
Jawaban pakar tidak valid
Ya Matriks penggabungan pendapat
Hitung CR
Tidak
CR memenuhi syarat
Jawaban pakar tidak valid
Ya Hitung bobot kriteria
Bobot kriteria
Gambar 7. Bagan alir analisis AHP
Selesai
4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119o24’17,38” BT dan 5o8’6,19” LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kondisi topografi daerah relatif mendatar dengan kemiringan 0-5o ke arah Barat, diapit dua muara sungai yakni Sungai Tallo yang bermuara di bagian Utara kota dan Sungai Jeneberang yang bermuara di Selatan kota. Total luas daerah Kota Makassar kurang lebih 175,77 km2 termasuk 11 pulau di Selat Makassar dan luas wilayah perairan kurang lebih 100 km2 (BPS, 2010). Jumlah kecamatan di Kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki 143 kelurahan. Diantara kecamatan tersebut, ada Tujuh kecamatan berbatasan dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya. Kota Makassar berdekatan dengan sejumlah kabupaten yakni sebelah Utara dengan Kabupaten Pangkep, sebelah Timur dengan Kabupaten Maros, sebelah Selatan dengan Kabupaten Gowa dan sebelah Barat dengan Selat Makassar. Kota Makassar berada di antara dua daerah aliran sungai, yaitu DAS Jeneberang yang luas nya 727 km2 dan panjang sungai utama adalah 75 km dan DAS Tallo dengan luas DAS adalah 418,6 km2 dan panjang sungai utama adalah 70,5 km Alur sungai Tallo merupakan alur yang berbelok-belok dengan belokan-belokan tajam terdapat pada ruas hilir. Lebar sungai rata-rata pada ruas jembatan Tello ke hulu 50-80 meter dan dari jembatan Tello ke muara adalah 80-300 meter. Kedalaman bervariasi dari jembatan Tello ke mulut muara antara 0,5-8,3 meter. Sungai Tallo menerima buangan air drainase dari saluran-saluran drainase kota yang ada di Makassar, seperti Saluran Primer Sinrijala, Gowa dan Antang, serta saluran pembuangan sekunder yang ada di sepanjang sungainya. Selain itu sungai Tallo juga dimanfaat sebagai sumber air untuk irigasi dan tambak, pemenuhan kebutuhan air bagi PLTU Tello, berfungsi sebagai sarana transportasi air bagi penduduk yang tinggal di sekitar daerah hilir dan di sekitar muara, dan transportasi pengangkut kayu bagi beberapa perusahaan kayu yang berada di tepian muara.
46
Kondisi muara sungai Tallo relatif stabil walaupun kondisi lahan di sekitarnya telah mengalami perubahan yang sangat cepat. Saat ini areal lahan di sebelah kiri merupakan areal Kawasan Industri Makassar (KIMA), dan sebagian lahan telah berubah fungsi dari tambak dan rawa-rawa menjadi kawasan industri, pergudangan dan perumahan.
4.2. Iklim Kota Makassar termasuk wilayah yang beriklim tropis yang panas dan lembab (beriklim tropika basah/Am). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Paotere rata-rata curah hujan untuk wilayah Makassar tahun 2010November 2011 adalah 278,9 mm dan 245,4 mm dengan jumlah hari hujan 242 dan 149 (Tabel 10). Suhu udara berkisar antara 26,3°C hingga 33,3°C .
Tabel 10. Data Curah Hujan Bulanan dan Hari Hujan Tahun 2010-2011 Bulan
2010
2011
(mm)
HH
(mm)
HH
Januari
907
26
560,4
26
Februari
127,3
23
527,7
21
Maret
277,6
10
592,5
27
April
228,3
16
383,0
24
Mei
143,2
18
161,7
9
Juni
124
22
8,4
3
Juli
99,8
17
0,8
2
Agustus
56,7
22
0,0
0
September
227,7
24
TTU
1
Oktober
153
20
38,7
14
Nopember
240,7
21
181,2
22
Desember
761,0
28
-
-
Jumlah
3346,3
242
2454,4
149
Maksimum
907
28
592,5
27
Sumber : BMG Paotere, Makassar
47
4.3. Hidrografi Kedalaman perairan pantai Kota Makassar di sekitar dermaga Soekarno-Hatta bervariasi antara 9-17 m yang secara umum di bagian Utara cenderung menjadi lebih dalam, dengan garis kontur sejajar garis dermaga. Daerah laut terdalam terdapat pada jarak 650 meter dari dermaga yaitu 17 meter. Topografi di sekitar Sungai Janeberang secara umum memperlihatkan yang landai dengan kemiringan lereng 0-15° dan kedalaman 0-20 m sepanjang 750 m ke arah laut. Perairan yang tepat berada di depan muara sungai Janeberang mempunyai kemiringan lereng 30-40° dengan kedalaman 0-20 meter. Secara umum gelombang laut di perairan Kota Makassar dibangkitkan oleh angin. Tinggi gelombang sebagian besar berada pada interval 1,1-1,5 m. Kecepatan arus di perairan kota Makassar cukup beragam dan umumnya dipengaruhi oleh arus pasang surut. Rata-rata arus permukaan di perairan kota Makassar bergerak dari Utara ke Selatan, sedangkan arus bawah bergerak dari Selatan ke Utara dengan kecepatan bervariasi sepanjang tahun. Hasil perhitungan kecepatan arus susur pantai Kota Makassar berkisar 0,05-0,10 m/det (Samawi,2007) Sebaran sedimen di sepanjang pantai Kota Makassar mengacu pada debit Sungai Jeneberang
yaitu antara 152-238,8 m3/det dengan debit rata-rata tahunan
sebesar 33,05 m3/det dengan kadar lumpur yang terbawa antara 25-200 gr/liter, dan Sungai Tallo dengan debit alir 143,07 m3/det. Kecepatan sedimentasi Sungai Tallo yang bermuara di Pelabuhan Paotere berkisar antara 29,6-76,1 cm/tahun dengan ratarata kecepatan sedimentasi 52,85 cm/tahun (AMDAL Revitalisasi Pantai Losari, 2005).
4.4. Kependudukan Panjang garis pantai Kota Makassar sekitar 32 km dan pada tahun 2009 jumlah penduduk tercatat sebanyak 1.272.349 jiwa yang terdiri atas 610.270 laki-laki dan 662.079 perempuan. Sementara itu jumlah penduduk Kota Makassar tahun 2008 tercatat sebanyak 1.253.656 jiwa. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin Rasio jenis kelamin penduduk Kota Makassar yaitu sekitar 92,17 persen, yang berarti setiap 100 penduduk wanita terdapat 92
48
penduduk laki-laki. Penyebaran penduduk Kota Makassar tahun 2009 dirinci menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 11. Ditinjau dari kepadatan penduduk (Tabel 11)
Kecamatan Makassar adalah
terpadat yaitu 33.390 jiwa per km2 persegi, disusul Kecamatan Mariso (30.457 jiwa/km2), Kecamatan Bontoala (29.872 jiwa/km2). Sedang Kecamatan Biringkanaya merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah
yaitu sekitar 2.709
jiwa/km2, kemudian Kecamatan Tamalanrea 2.841 jiwa/km2), Manggala (4.163 jiwa/km2), Kecamatan Ujung Tanah (8.266 jiwa/km2), Kecamatan Panakkukang 8.009 jiwa/km2. Tabel 11. Penduduk Kota Makassar Tahun 2009 NO
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Mariso Mamajang Tamalate Rappocini Makassar Ujung Pandang Wajo Bontoala Ujung Tanah Tallo Panakkukang Manggala Biringkanaya Tamalanrea Total
Luas (km2) 1,82 2,25 18,18 9,23 2,52 2,63 1,99 2,10 5,94 8,75 13,03 24,14 48,22 31,84 172,64
Jumlah Penduduk 55.431 61.294 154.464 145.090 84.143 29.064 35.533 62.731 49.103 137.333 136.555 100.484 130.651 90.473 1.272.349
Kepadatan (jiwa/km2) 30.457 27.242 84.96 15.719 33.390 11.051 17.856 29.872 8.266 15.695 10.480 4.163 2.709 2.841 7.370
Sumber : Makassar Dalam Angka tahun 2010
Besarnya jumlah penduduk di sepanjang aliran sungai Tallo yang meliputi 5 kecamatan (Ujung Tanah, Tallo, Manggala, Biringkanaya dan Tamalanrea) tersebut dimungkinkan karena pemanfaatan wilayah pesisir sebagai pemukiman dan hal ini akan erat kaitannya dengan besarnya limbah domestik yang masuk ke Sungai Tallo. Sedangkan jumlah penduduk yang relatif kecil di beberapa kecamatan ini disebabkan karena daya dukung wilayah hunian yang sempit dan padat , juga merupakan wilayah
49
pusat perbelanjaan, pelayanan dan jasa serta berbagai bangunan infrastruktur pemerintah Kota Makassar.
4.5. Perekonomian Kota Makassar Perekonomian Kota Makassar pada dasarnya masih bertumpu pada sektor pengangkutan komunikasi, industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran. Berdasarkan basis data Kota Makassar tahun 2007 menunjukkan bahwa struktur ekonomi Makassar tahun 2005 didominasi oleh peranan sektor perdagangan, hotel dan restoran sekitar 28,09 persen diikuti sektor industri pengolahan sekitar 23,09 persen dan ketiga adalah peranan sektor angkutan dan komunikasi sekitar 16,23 persen. Sementara urutan ke empat dan kelima adalah sektor jasa dan sektor keuangan masing-masing sekitar 11,28 persen dan 10,78 persen. Kemajuan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu 1 tahun di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil penghitungan PDRB tahun 2009, nilai PDRB Kota Makassar atas dasar harga berlaku telah mencapai Rp. 31.263,651 miliar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2009, nilainya sebesar Rp 14.798,187 milliar rupiah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi kota Makassar tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Pekembangan dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar Tahun 2005-2009 PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rp) 10.492.540,67
Pertumbuhan Ekonomi (Persen)
2005
PDRB Atas Perkembangan Dasar Harga (Persen) Berlaku (Milyar Rp) 15.744.193,91 19,94
2006
18.165.876,32
15,38
11.341.848,21
8,09
2007
20.794.721,30
14,47
12.261.538,92
8,11
2008
26.068.221,49
25,06
13.561.827,18
10,52
2009
31.263.651,65
19,93
14.798.187,68
9,20
Tahun
Sumber : Makassar Dalam Angka tahun 2010
7,16
50
Perkembangan dari sektor industri di Kota Makasssar dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu industri makanan, industri minuman, industri tektil, industri pakaian jadi, industri kayu, bambu dan sejenisnya, industri perabot dan kelengkapan rumah tangga serta alat dapur dari kayu, industri kertas, industri percetakan dan penerbitan, industri bahan kimia, industri pembekuan udang dan ikan, industri karet, industri barang dari plastik, industri semen, kapur dan baja, industri logam dasar besi dan logam, industri mesin dan perlengkapannya dan industri pengolahan lainnya. Kondisi perkembangan industri kecil dan kerajinan serta industri besar dan menengah di Kota Makassar dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang berarti. Laju peningkatan jumlah industri di Kota Makassar 5 tahun terakhir 1,5% pertahun (BPS, 2010), sedangkan berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Makassar pada tahun 2004, jumlah perusahaan menengah/besar yaitu 253 dan tahun 2005 meningkat menjadi 260 perusahaan, sehingga prediksi jumlah industri besar dan menengah tahun 2010 yaitu 301 industri (Gambar 8). Kecamatan yang memiliki jumlah
industri
cukup
besar
adalah
kecamatan
Biringkanaya,
Tamalanrea,
Panakkukang dan Tallo.
Gambar 8. Peningkatan Jumlah Industri di Kota Makassar (Olah data : Sumber BPS 2010) Laju pertumbuhan jumlah industri kecil sebesar 2,1% pertahun, pada tahun 2004 sebesar 4.313 unit usaha dan meningkat menjadi 4.392 unit usaha pada tahun
51
2005 dan pada tahun 2009 sebanyak 4724 unit usaha, dimana industri yang banyak diusahakan adalah industri makanan dan industri kayu, bambu, dan rotan. Lokasi industri kecil menyebar di seluruh wilayah Kota Makassar sehingga pengaruhnya terhadap kualitas air Sungai Tallo tidak terlalu signifikan. Berdasarkan analisis data tersebut dapat dikatakan bahwa cukup banyak industri yang beroperasi di daerah aliran Sungai Tallo dan tentu saja jumlah ini memberikan andil terhadap kualitas lingkungan dan jumlah beban limbah yang akan dialirkan melalui Sungai Tallo.
52
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kondisi Estuaria Tallo Parameter fisika kimia perairan merupakan indikator kualitas lingkungan di suatu wilayah perairan. Hasil pengukuran beberapa parameter fisik kimia perairan di wilayah estuaria Tallo menunjukkan nilai yang cukup bervariasi seperti yang di sajikan berikut.
5.1.1. Parameter Fisika Kimia Perairan 5.1.1.1. Suhu Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi yang lebih besar daripada air laut karena dipengaruhi oleh kedalaman, masukan air sungai, serta pasang surut. Sebaran suhu di Estuaria Tallo menunjukkan nilai yang bervariasi dimana pada musim barat kisaran suhu 27,8-32,7 oC sedangkan pada musim timur 28,10-31,70 oC. Kisaran suhu secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 9 dan Lampiran 1.
(a)
(b)
Gambar 9. Rerata suhu di Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
5.1.1.2. pH Nilai pH perairan Estuaria Tallo pada saat musim Barat berkisar antara 5,62-7,75, dimana pada saat pasang nilai pH berkisar 6,19-7,45 dan pada saat surut nilai pH 5,627,75. Nilai pH pada musim Timur berkisar 7,05-7,85 dan kisaran pH di perairan pada saat pasang dan surut masing-masing antara 7,23-7,85 dan 7,05-7,84. Sebaran pH secara lengkap disajikan pada Gambar 10 dan Lampiran 1 .
53
(a)
(b)
Gambar 10. Rerata nilai pH di Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
5.1.1.3. Salinitas Kisaran salinitas pada saat musim barat dan musim timur di lokasi penelitian sangat bervariasi antara 0-35 ‰ dan 7-35 ‰. Pada musim Barat nilai salinitas cenderung lebih rendah baik pada saat pasang maupun pada saat surut yaitu berkisar 035. Sedangkan pada musim Timur salinitas perairan pada saat pasang 7-35 ‰ dan pada saat surut 15-35 ‰. Pola sebaran salinitas meningkat kearah
muara seperti yang
disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Nilai salinitas dari setiap stasiun pengamatan a) musim Barat, b) musim Timur Nilai salinitas antara musim barat dan musim timur cenderung berbeda, hal ini disebabkan Estuaria Tallo merupakan wilayah peralihan antara perairan laut dan banyaknya massa air tawar yang masuk dari sungai-sungai yang berada di sepanjang lokasi penelitian. Berdasarkan Gambar 11 (a), pada musim barat terlihat pada stasiun 15 salinitasnya sebesar 0 o/ oo . Sedangkan pada musim timur stasiun 1 yang berada
54
sekitar 15 km dari muara ini nilai salinitas sebesar 7-15 o/ oo . Salinitas permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan, salinitas air dapat berbeda secara geografis akibat pengaruh curah hujan lokal, banyaknya air yang masuk ke laut, penguapan dan pergerakan massa air (King, 1963). Selain itu sebaran salinitas menunjukkan pula bahwa wilayah penelitian masih termasuk wilayah estuaria yang mendapat pengaruh air laut. Sebaran nilai salinitas secara lengkap disajikan pada Lampiran 1.
5.1.1.4. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO) Sebaran nilai DO pada lokasi penelitian cukup bervariasi pada musim barat dan pada musim timur yaitu 2,75-6,21 mg/l dan 3,70-6,16 mg/l. Pada musim barat kandungan oksigen terlarut saat pasang yaitu 3,50-6,21 mg/l sedangkan pada saat surut 2,75- 6,77 mg/l. Sedangkan pada musim timur kandungan oksigen pada saat pasang 3,70-6,16 mg/l dan pada saat surut 3,86-5,62 mg/l . Nilai oksigen terlarut di lokasi penelitian secara lengkap disajikan pada Gambar 12 dan Lampiran 1. Novotny dan Olem (1994) menyatakan bahwa keseimbangan oksigen di perairan, selain dipengaruhi oleh masukan bahan organik dan besaran kebutuhan oksigen, juga dipengaruhi oleh kondisi fisik estuaria seperti arus dan pasang surut. Faktor ini merupakan dua hal yang dapat mempengaruhi terjadi proses mixing atau pencampuran di estuaria. Proses mixing secara langsung akan membuat partikel dan zat terlarut di perairan menjadi homogen. Hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan oksigen di badan air dan di sedimen.
Gambar 12. Konsentrasi oksigen terlarut (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
55
Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian umumnya berada dibawah baku mutu air laut (> 5 mg/l). Penelitian yang dilakukan oleh BAPEDALDA Kota Makassar Tahun 2006, 2007, 2008 menunjukkan nilai oksigen terlarut pada muara Sungai Tallo mengalami penurunan (11,98 mg/l; 7,11 mg/l dan 4,8 mg/l).
Nilai ini memberikan gambaran bahwa perairan Estuaria Tallo
telah terjadi pencemaran organik.
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait
rendahnya kelarutan oksigen di estuaria (Kennish, 2004). Turunnya kadar oksigen dalam perairan biasanya akan diikuti oleh kematian organisme
laut
yang pada
akhirnya akan menurunkan kualitas perairan karena proses pembusukan dan mengalami penumpukan bahan organik yang akan menimbulkan racun (Mukhtasor, 2007).
5.1.1.5. Kebutuhan Oksigen Secara Biologi (Biological Oxygen Demand, BOD) Kandungan bahan organik di perairan dapat diestimasi dengan mengukur jumlah oksigen yang terpakai pada dekomposisi mikroba perairan dalam botol BOD 5 yang diinkubasi pada suhu sekitar 20o C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988). Nilai BOD 5 yang terukur menunjukkan jumlah bahan organik yang terdapat di perairan tersebut. Meski bukan jumlah bahan organik secara keseluruhan (Wetzel, 1983). Sebaran nilai BOD 5 di perairan estuaria Tallo dapat dilihat pada Gambar 13 dan Tabel Lampiran 1.
Gambar 13. Konsentrasi Biological Oxygen Demand (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
56
Berdasarkan hasil analisis di laboratorium menunjukkan nilai BOD 5 perairan Estuaria Tallo pada musim Barat dan musim Timur cukup bervariasi. Pada musim Barat nilai BOD 5 berkisar 0,24-3,42 mg/l, sedangkan pada musim Timur BOD 5 berkisar 0,79-3,47 mg/l. Secara umum terlihat bahwa nilai BOD 5 pada saat pasang baik pada musim Barat maupun pada musim Timur konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan pada saat surut, namun demikian berdasarkan baku mutu kualitas air konsentrasi BOD 5 di daerah penelitian masih berada dibawah ambang batas yaitu 20 mg/l (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI no 51 tahun 2004). Nilai BOD 5 di perairan dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik (Effendi, 2003).
5.1.1.6. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid/TSS) TSS merupakan jumlah bahan-bahan yang tersaring dengan saringan berdiameter pori 0,45 mikron, yang umumnya terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik. Konentrasi TSS pada Estuaria Tallo disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Sebaran nilai TSS (mg/l) a) musim Barat, b) musim Timur
Gambar 14 memperlihatkan nilai parameter TSS pada Estuaria Tallo pada musim Barat dan pada musim Timur. Pada musim Barat nilai TSS bervariasi pada setiap stasiun pengamatan yaitu 2,00-50,00 mg/l pada saat pasang dan 4,00-20,00 mg/l pada saat surut dan beberapa konsentrasi yang didapatkan berada dibawah ambang batas baku mutu air untuk biota yaitu 20 mg/l kecuali pada stasiun 1, 2, 3, dan 13. Hal ini disebabkan stasiun 1, 2, dan stasiun 3 terletak di zona hulu sehingga pada saat pasang banyak menerima input air sungai yang membawa partikel-partikel tersuspensi,
57
sedangkan stasiun 13 terletak dekat pendaratan kapal nelayan sehingga aktivitas di daratan dan transportasi kapal nelayan meningkatkan proses pengadukan material tersuspensi antara air dan sedimen. Sedangkan pada musim Timur nilai TSS tertinggi pada stasiun 7 yaitu 137 mg/l pada saat pasang dan 143 mg/l pada saat surut. Hal ini disebabkan perairan yang cukup dangkal 0.25 meter sehingga kondisi perairan sangat keruh dan disekitar lokasi ini juga banyak aktivitas masyarakat yang sedang mencari kekerangan dan adanya erosi tanah yang ditimbulkan dari kegiatan pengurukan tanah yang ada disekitar lokasi penelitian. Berdasarkan baku mutu air laut yaitu 20 mg/l, maka perairan estuaria Tallo pada beberapa stasiun menunjukkan kondisi yang telah tercemar oleh padatan tersuspensi. Hal ini disebabkan adanya erosi tanah
yang ditimbulkan dari kegiatan yang ada
disekitar lokasi penelitian.
5.1.1.7. Karbon Organik Total (Total Organic Carbon,TOC) Karbon Organik Total atau Total Organic Carbon (TOC) dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat pencemaran suatu wilayah perairan terutama apabila nilai TOC antara bagian hulu dan hilir suatu tempat dapat dibandingkan. Nilai TOC perairan yang telah menerima limbah baik domestik maupun industri, atau perairan pada daerah berawa-rawa dapat melebihi nilai 10-100 mg/l (Effendi, 2003) sedangkan kandungan TOC pada perairan yang tidak tercemar biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang sangat sedikit dalam mg C/L (Dojlido, 1993). Hasil pengukuran TOC di lokasi penelitian menunjukkan nilai > 10 mg/l seperti yang disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Konsentrasi Karbon Organik Total (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
58
Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 15) secara umum terlihat bahwa kandungan TOC di estuaria Tallo dari hulu ke hilir cenderung mengalami penurunan baik pada musim barat maupun pada musim timur. Kandungan TOC di perairan pada musim barat pada saat pasang yaitu 17-67 mg/l dan 17-39 mg/l pada saat surut. Sedangkan pada musim timur berkisar 18-81 mg/l pada saat pasang dan 16-83 mg/l pada saat surut. Pada stasiun 7 (gambar 15 b) memperihatkan nilai TOC yang cukup tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Sebaran kandungan TOC pada lokasi penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
5.1.1.8. Bahan Organik Total (BOT) Bahan organik total adalah parameter yang menggambarkan kandungan bahan organik yang dapat dioksidasi oleh KMnO 4 dan asam kuat (H 2 SO 4 ). Bahan organik yang terkandung dalam perairan berada dalam bentuk suspensi, koloid, dan terlarut maupun dalam bentuk ukuran lebih besar lagi atau dalam bentuk hidup seperti seston serta dalam bentuk mati seperti tripton dan detritus. Kandungan bahan organik total di stasiun pengamatan pada musim hujan dan musim kemarau dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Konsentrasi Bahan Organik Total (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur Berdasarkan Gambar 16 terlihat kandungan BOT pada musim Barat pada saat pasang maupun surut lebih rendah dibandingkan dengan kandungan BOT pada musim Timur. Hal ini disebabkan tingginya pengenceran yang terjadi akibat curah hujan sehingga bahan-bahan organik banyak mengalami dekomposisi pada stasiun pengamatan. Sedangkan konsentrasi bahan organik dari hulu ke hilir menunjukkan
59
konsentrasi yang semakin meningkat, hal ini disebabkan akumulasi bahan organik dari berbagai kegiatan di sepanjang bantaran sungai lebih besar terjadi di daerah muara. 5.1.1.9. Nitrat (NO 3 ) Kandungan nitrat pada saat musim Barat dan musim Timur di semua stasiun pengamatan cenderung bervariasi. Kandungan nitrat pada musim Barat berkisar 0,010,31 mg/l pada saat pasang dan 0,002-0,31 mg/l pada saat surut. Pada musim Timur sebaran nitrat pada saat pasang 0,013-0,066 mg/l dan pada saat surut 0,009-0,046 mg/l (Gambar 17). Kandungan nitrat yang diperoleh pada penelitian tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Idrus (2009).
(a)
(b)
Gambar 17. Kandungan nitrat (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur Pada gambar diatas terlihat bahwa kandungan nitrat telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 0,008 mg/l. Kandungan nitrat secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
5.1.1.10. Fosfat (PO 4 ) Fosfat merupakan salah satu senyawa nutrien yang penting di dalam perairan. Fosfat biasanya akan teradsorbsi oleh fitoplankton dan seterusnya akan masuk ke dalam rantai makanan. Berdasarkan hasil pengamatan di Estuaria Tallo pada musim Barat kisaran kandungan fosfat di Estuaria Tallo pada saat pasang 0,46-2,67 mg/l dan 0,86-
60
2,43 mg/l pada saat surut. Pada musim Timur kandungan fosfat pada saat pasang berkisar 0,66-1,15 mg/l dan pada saat surut 0,28-1,21 mg/l. Sebaran kandungan fosfat di Estuaria Tallo secara lengkap disajikan pada Gambar 18 dan Lampiran 2. Kandungan fosfat di Estuaria Tallo secara umum terlihat bahwa pada musim barat lebih tinggi dibanding pada musim timur. Hal ini diduga akibat besarnya input limbah dan hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat yang terbawa oleh air.
(a)
(b)
Gambar 18. Kandungan fosfat (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur Kandungan fosfat di lokasi penelitian telah melebihi baku mutu lingkungan yaitu 0,016 mg/l. Samawi (2007), bahwa daerah aliran Sungai Tallo yang melalui pemukiman penduduk dan industri diperkirakan jumlah beban limbah yang dialirkan pada aliran sungai Tallo diperkirakan sebesar 1.023.528 ton bahan organik pertahun, dimana sekitar 438,379 ton N dan 73,385 ton P pertahun. Jumlah ini telah mengalami peningkatan pada periode 2003 – 2005 khususnya pospat yang mengindikasikan bahwa penggunaan detergen yang mengandung fosfat masih cukup tinggi di kota Makassar.
5.1.1.11. Logam Berat Peningkatan konsentrasi logam berat di alam khususnya di perairan terjadi karena masuknya limbah yang mengandung logam berat ke perairan. Limbah yang banyak mengandung logam berat ini umumnya berasal dari limbah industri, pertambangan, pemukiman dan pertanian. Beberapa jenis logam yang diukur pada penelitian ini yaitu logam timbal (Pb), cadmium (Cd) dan seng (Zn) (Lampiran 3).
61
Hasil pengukuran logam Pb pada Estuaria Tallo pada musim Barat menunjukkan konsentrasi Pb berkisar <0,002-0,219 mg/l saat pasang dan <0,002-0,492 mg/l pada saat surut. Pada musim Timur kisaran nilai Pb pada saat pasang dan surut masingmasing 0,066 – 0,389 mg/l dan 0,088-0,370 mg/l (Gambar 19). Secara umum konsentrasi Pb di perairan estuaria Tallo telah melebihi baku mutu air yang diinginkan yaitu 0,008 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi pengamatan telah tercemar logam timbal yang diduga bersumber dari industri-industri yang membuang limbah disepanjang aliran sungai Tallo.
Gambar 19. Kandungan logam Pb (mg/l) di air pada setiap stasiun pengamatan a) musim Barat, b) musim Timur Hasil pengukuran logam cadmium (Cd) diperoleh data konsentrasi Cd pada perairan Estuaria Tallo pada musim barat 0,006-0,109 mg/l saat pasang dan 0,0060,104 mg/l pada saat surut. Sedangkan hasil pengukuran pada musim timur pada saat pasang dan saat surut masing-masing 0,010-0,058 mg/l dan 0,010-0,082 mg/l (Gambar 20). Seperti halnya logam Pb, konsentrasi logam Cd di lokasi penelitian juga telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 0,001 mg/l.
62
Gambar 20. Kandungan logam Cd (mg/l) di air pada setiap stasiun pengamatan a) musim Barat, b) musim Timur Logam Cd bersama unsur seng (Zn) merupakan zat pencemar dalam air dan sedimen di perairan utamanya di sekitar pelabuhan dan instalasi industri. Berdasarkan hasil pengukuran logam Zn didapatkan konsentrasi pada musim Barat berkisar 0,0100,062 mg/l pada saat pasang dan 0,012-0,087 mg/l saat surut, sedangkan pada musim Timur masing-masing 0,009-0,059 mg/l dan 0,021- 0,101 mg/l pada saat pasang dan surut (Gambar 21).
Gambar 21. Kandungan logam Zn (mg/l) di air pada setiap stasiun pengamatan a) musim Barat, b) musim Timur 5.1.2. Sedimen 5.1.2.1. Ukuran butiran sedimen Berdasarkan analisis ukuran butiran sedimen diperoleh bahwa terdapat perbedaan ukuran yang dominan pada musim barat dan musim timur. Pada musim barat sedimen
63
terbanyak di Estuaria Tallo adalah jenis pasir halus dan pasir sedang.Pada musim timur, jenis ukuran sedimen yang dominan adalah pasir sangat halus dan pasir sedang (Lampiran 4). Jenis sedimen yang dominan menunjukkan kemampuan aliran air mengangkut butiran sedimen. Pada musim hujan, besarnya arus menyebabkan terjadinya pengadukan butiran sedimen di dasar perairan sehingga ukuran butiran yang terangkut juga lebih besar. Pada musim kemarau, sedimen cenderung terendapkan karena rendahnya arus air.
5.1.2.2. Bahan Organik Sedimen Bahan organik dalam sedimen berasal dari bahan-bahan organik yang berada di perairan itu sendiri atau berasal dari luar yang terbawa oleh air tanah dan air permukaan. Bahan organik ini dalam jangka waktu tertentu akan mengumpul dan terakumulasi dalam sedimen. Penumpukan bahan organik di sedimen sungai disebabkan oleh rendahnya kecepatan arus di sungai tersebut. Sungai yang memiliki arus yang rendah akan mempercepat proses penumpukan bahan organik dan partikel lainnya di dasar sungai (Novotny dan Olem, 1994). Hasil analisis pH, Eh, fosfat, nitrat, BOT dan TOC pada sedimen disajikan pada Lampiran 5. Konsentrasi beberapa parameter kimia sedimen hasil analisis menunjukkan nilai yang sangat bervariasi. Fosfat yang diukur pada musim Barat menunjukkan kisaran nilai 12,32-24,15 mg/l sedangkan dari sampel sedimen yang diambil pada musim Timur diperoleh kisaran 11,25-18,25 mg/l. Konsentrasi nitrat pada sedimen berkisar 18,26-24,56 mg/l pada musim Barat dan 22,65-27,23 mg/l pada musim Timur. Kandungan BOT pada sedimen berhubungan erat dengan jenis sedimen. Semakin kasar ukuran sedimen, maka kandungan BOT semakin tinggi. Sebaliknya sedimen dengan butiran yang lebih kecil memiliki kandungan BOT yang lebih kecil. Kisaran konsentrasi BOT pada sedimen musim Barat 8,07-39,49 % sedangkan pada musim Timur 1,18-17,43 %. Nilai karbon organik total (TOC) pada sedimen berkisar 1,85 % pada musim hujan dan pada musim kemarau berkisar 18,22-22,32 %.
64
5.1.2.3. Logam Dalam Sedimen Konsentrasi logam yang terkandung dalam sedimen yang diambil dari lokasi penelitian menunjukkan konsentrasi yang cukup tinggi seperti yang disajikan pada Gambar 22 dan Lampiran 5.
Gambar 22. Kandungan Logam Berat Pb (a), Cd (b) dan Zn (c) dalam Sedimen di setiap stasiun
65
Berdasarkan Gambar 22, terlihat bahwa konsentrasi logam tertinggi yang terkandung dalam sedimen berturut-turut adalah Zn, Pb dan Cd. Beberapa penelitian menunjukkan pola yang serupa dimana konsentrasi Zn pada sedimen ditemukan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam Pb dan Cd (Tabel 13). Tingginya konsentrasi logam pada sedimen diduga akibat tingginya konsentrasi logam berat pada perairan dan rendahnya kecepatan arus sehingga jumlah yang diendapkan cukup tinggi. Konsentrasi logam berat pada sedimen yang diambil pada musim Barat jauh lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam di sedimen pada musim Timur.
Tabel 13. Perbandingan konsentrasi logam (ppm) pada sedimen di estuaria Konsentrasi Logam (ppm)
Lokasi
Pb
Pearl River Estuary,China
27-72
Estuarine System of Santos S. 14-33
Cd
Zn
-
32,3 - 210
3,5-5,2
24-103
4-6,1
43-74
0,1-0,2
26-162
Vicente Logoon
Estuarine
ystem
of 19-56
Cananeia Hugli River,India
13,7-24,9
Sumber : Tobias (2008)
5.1.3. Strukur Komunitas Makrozoobentos 5.1.3.1. Komposisi Jenis dan Kelimpahan Komposisi jenis makrozoobentos yang ditemukan di 13 stasiun pengamatan pada musim Barat dan musim Timur sangat bervariasi. Pada musim Barat ditemukan 215 jenis makrozoobentos per stasiun, dimana stasiun 6 memiliki jenis yang paling tinggi yaitu 15 jenis makrozoobentos dengan komposisi yang relatif sama berkisar 2-31 %, dengan kelimpahan rata-rata sebesar 85 individu/m2 . Pada musim Timur jenis makrozoobentos yang ditemukan pada 13 stasiun pengamatan berkisar 2-10 jenis. Stasiun 10 memiliki jenis yang paling tinggi yaitu 10 jenis dengan komposisi berkisar 2-40 % dan kelimpahan rata-rata sebesar 143 individu/m2 . Secara umum komposisi jenis makrozoobentos didominasi dari kelas Gastropoda dan Bivalvia baik pada musim
66
Barat maupun pada musim Timur (Gambar 23). Jenis Gastropoda merupakan spesies yang toleran terhadap perubahan lingkungan selain itu jenis ini biasa hidup pada substrar berpasir (Barnes, 1987). Sebaran makrozoobentos di 13 stasiun pengamatan pada 2 musim yang berbeda secara lengkap disajikan pada Lampiran 6.
(a)
(b)
Gambar 23. Komposisi jenis makrozoobentos pada musim Barat (a) dan musim Timur (b) pada stasiun yang berbeda 5.1.3.2. Keanekargaman, Keseragaman dan Dominansi Jenis Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, keseragaman serta dominansi jenis makrozoobentos pada tiap stasiun pengamatan baik pada musim Barat maupun pada musim Timur dapat dilihat pada Gambar 24 dan 25 serta pada lampiran 10-11.
Gambar 24. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada musim Barat
67
Gambar 25. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada musim Timur
Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos pada lokasi penelitian baik pada musim Barat maupun musim Timur secara umum dapat dikategorikan dalam keadaan tercemar berat dengan nilai ≤ 1 H’
. Nilai ini
menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis yang rendah, penyebaran individu tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas rendah. Kecuali pada stasiun 10,11,12,13 pada musim Timur dikategorikan tercemar sedang, dimana nilai 1 < H’ < 3. Apabila ditinjau dari indek keseragaman jenis makrozoobentos (Gambar 24 dan 25), dimana nilai E < 0,5 maka hal ini menunjukkan estuaria Tallo dalam kondisi tertekan.
5.1.4. Status Pencemaran Estuaria Tallo Penilaian terhadap status pencemaran di wilayah Estuaria Tallo dilakukan dengan menghitung indeks pencemaran (IP) mengacu pada KepMen Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003. Metode ini dapat menggambarkan besarnya tingkat pencemaran yang telah terjadi di suatu lokasi. Pada penelitian ini parameter kualitas air yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran adalah pH, TSS, DO, BOD 5 , PO 4 , NO 3 , logam Pb, logam Cd dan logam Zn.
68
Tabel 14. Indeks Pencemaran Estuaria Tallo Pada Musim Barat 2010 dan Timur 2011 Zona Zona A
Zona B
Zona C
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
IP Barat 9.01 8.98 9.01 8.77 8.18 8.34 8.16 8.83 8.41 7.74 7.56 7.75 7.83
Timur 7.02 7.82 7.52 7.49 7.44 7.50 7.90 7.72 7.60 7.44 7.82 7.48 7.75
Kategori Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang Tercemar sedang
Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran pada tabel 14 menunjukkan bahwa nilai IP yang diperoleh baik pada musim Barat maupun pada musim Timur Estuaria Tallo termasuk dalam kategori tercemar sedang. Kondisi ini berbeda dengan tingkat pencemaran berdasarkan indeks keanekaragaman makrozoobentos yang dikategorikan tercemar berat. Secara umum perairan Estuaria Tallo yang telah mengalami pencemaran sedang sampai berat ini menjadikan alasan yang kuat untuk melakukan suatu upaya pengelolaan dan pengendalian pencemaran pada perairan Sungai Tallo. Perhitungan indeks pencemaran beberapa parameter kimia secara lengkap disajikan pada Lampiran 7 dan 8.
5.2. Model Hidrodinamika Dan Model Kualitas Air Estuaria Tallo 5.2.1. Hasil Model Hidrodinamika Model hidrodinamika perairan muara Sungai Tallo bervariasi antara musim Barat dan musim Timur. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan program MIKE 2007 (DHI 2011). Berdasarkan hasil simulasi model hidrodinamika yang diskenariokan berdasarkan musim dan pola pasang surut di muara Sungai Tallo terlihat bahwa pola arus pada saat surut bergerak kearah Barat dengan kecepatan rata-rata 0,40 m/dtk (Gambar 26) sebagian pergerakan arus bergerak sebaliknya mengikuti arah dan
69
kecepatan angin, sedangkan pada saat surut menuju pasang tertinggi pola arus bergerak dari arah Barat ke arah Timur dan menyusuri pantai menuju kearah sungai. Pola pergerakan arus di muara Sungai Tallo tidak hanya dipengaruhi oleh pasang surut tetapi juga di pengaruhi oleh arah dan kecepatan angin (Lampiran 12).
(a)
(b)
Gambar 26. Pola arus pada saat surut (a) dan saat pasang (b) pada musim Barat
Berdasarkan hasil model tipe pasang surut adalah campuran ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) yang menunjukkan bahwa terjadi satu kali pasang dan surut dalam sehari dengan periode pasang yang lebih panjang dibanding surut Hasil verifikasi pasang surut pada musim Barat antara hasil model dengan data pasang surut dari bakosurtanal menunjukkan nilai korelasi 94,87 %. Hal ini berarti bahwa hasil model mendekati kondisi yang terjadi di lapangan (Gambar 27)
Gambar 27. Pola pasang surut hasil model dengan data Bakosurtanal musim Barat
70
5.2.2. Hasil Model Kualitas Air Simulasi model kualitas air dilakukan mulai jam pertama sampai jam ke 360 (15 hari) hal ini diharapkan agar memberikan gambaran yang mendekati kondisi lapangan. Konsentrasi awal untuk simulasi diambil dari data lapangan, dengan beberapa asumsi yaitu nilai decay dan konsentrasi dari point sorce adalah konstan. Daerah model meliputi stasiun 4-13, yang terletak di muara Sungai Tallo.
5.2.2.1. Musim Barat Simulasi awal pada musim Barat dilakukan pada saat Surut, dengan konsentrasi BOD 5 sebesar 1,93 mg/l pada saat pasang dan 1,61 mg/l pada saat surut, sedangkan konsentrasi logam Pb adalah 0,002 mg/l pada saat pasang dan 0,026 mg/l pada saat surut. Debit air sebesar 233,91 m3/dtk dengan kecepatan arus sebesar 0,25 m/dtk (Gambar 28). Pola sebaran BOD 5 dengan nilai input yang konstan memperlihatkan bahwa meskipun jumlah konsentrasi yang masuk masih berada di bawah baku mutu air laut (20 mg/l) namun terjadi peningkatan konsentrasi pada daerah mulut muara hal ini menunjukkan bahwa jumlah BOD 5 yang masuk secara terus menerus mengakibatkan kapasitas asimilasi di muara sungai terlampaui, selain itu faktor oseanografi juga berpengaruh terhadap penyebaran polutan di perairan. Kecepatan arus yang lambat dengan durasi pasang yang lebih lama dibandingkan pada saat surut serta faktor kedalaman perairan mengakibatkan massa air dapat tertahan di mulut muara sungai. Goldberg (1992) menyatakan bahwa kapasitas asimilasi suatu perairan ditentukan oleh morfologi dan dinamika perairan serta jenis dan jumlah limbah yang masuk ke perairan. Pola sebaran BOD 5 mengikuti pola gerakan hidrodinamika perairan dimana pada saat surut cenderung kearah Barat menuju laut sedangkan pada saat pasang pola arus masuk kearah muara sungai .
71
MUSIM BARAT
MUSIM BARAT
Awal simulasi BOD 1/11/2010. 6.00 am (SURUT)
Awal simulasi BOD 1/11/2010. 10.30 am (PASANG)
(a) MUSIM BARAT
MUSIM BARAT
Akhir simulasi BOD 15/11/2010. 2.40 am (SURUT)
Akhir simulasi BOD 15/11/2010. 1.30 pm (PASANG)
(b) Gambar 28. Pola sebaran BOD 5 a) awal simulasi pada saat surut dan pasang dan b) akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim Barat Pola sebaran logam Pb juga mengikuti pola hidrodinamika perairan, Namun berbeda dengan pola sebaran BOD 5 , sebaran logam Pb pada akhir simulasi memperlihatkan pola yang menyebar ke seluruh domain model. Hal ini disebabkan logam Pb merupakan unsur konservatif , sehingga dalam scenario model nilai decay sama dengan 0/hari sedangkan nilai decay BOD 5 yaitu 0,83/hari. Arah sebaran logam Pb cenderung bergerak kearah Barat mengikuti pola arus (Gambar 29).
72
MUSIM BARAT Awal simulasi Pb 1/11/2010. 10.30 am (PASANG)
MUSIM BARAT Awal simulasi Pb 1/11/2010. 6.00 am (SURUT)
(a) MUSIM BARAT Akhir simulasi Pb15/11/2010. 2.40 am (SURUT)
MUSIM BARAT Akhir simulasi Pb 15/11/2010. 1.30 pm (PASANG)
(b) Gambar 29. Pola sebaran logam Pb a) awal simulasi pada saat surut dan pasang dan b) akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim Barat
73
5.2.2.2. Musim Timur Pada musim Timur simulasi diawali pada saat surut, dengan konsentrasi BOD 5 sebesar 0,99 mg/l pada saat pasang dan 1,20 mg/l pada saat surut, sedangkan konsentrasi logam Pb adalah 0,17 mg/l pada saat pasang dan 0,029 mg/l pada saat surut. Debit air sebesar 89,82m3/dtk dengan kecepatan arus sebesar 0,12 m/dtk (Gambar 30). Hasil simulasi menggambarkan pola sebaran BOD 5 terkonsentrasi di muara sungai dan tidak menyebar ke daerah domain model, hal ini disebabkan rendahnya kecepatan arus dan volume debit air yang masuk dari muara sungai. Sedangkan pola sebaran logam Pb pada akhir simulasi memperlihatkan pola yang menyebar hampir keseluruh domain model. Arah sebaran logam Pb cenderung bergerak kearah Barat mengikuti pola arus dan terjadi akumulasi di daerah pantai (Gambar 31) Berdasarkan KepMen LH No 51 Tahun 2004, konsentrasi BOD 5 di lokasi penelitian masih berada dibawah baku mutu yaitu < 20 mg/l. Meskipun demikian pengelolaan hendaknya dilakukan untuk menekan jumlah beban limbah organik yang masuk ke wilayah ini. Peningkatan konsentrasi BOD hasil simulasi model pada musim Barat adalah 4 kali lebih besar dari konsentrasi awal, sedangkan hasil simulasi model dari nilai baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah masih berada pada kisaran yang sesuai. Hal ini disebabkan BOD merupakan limbah yang mudah terurai sehingga kapasitas asimilasi perairan muara sungai Tallo masih terpenuhi.
74
MUSIM TIMUR
MUSIM TIMUR
Awal simulasi BOD 2/9/2011. 3.00 AM (SURUT)
Awal simulasi BOD 2/9/2011. 10.20 (PASANG)
(a) MUSIM TIMUR
MUSIM TIMUR
Akhir simulasi BOD15/9/2011. 4.20 AM (SURUT)
Akhir simulasi BOD 15/9/2011. 10.00 AM (PASANG)
(b) Gambar 30. Pola sebaran logam BOD 5 a) awal simulasi saat surut dan pasang dan b) akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim timur
75
MUSIM TIMUR Awal simulasi Pb 2/9/2011. 3.00 AM (SURUT)
MUSIM TIMUR Awal simulasi Pb 2/9/2011. 10.20 (PASANG)
(a) MUSIM TIMUR
MUSIM TIMUR
Akhir simulasi Pb15/9/2011. 4.20 AM (SURUT)
Akhir simulasi Pb 15/9/2011. 10.00 AM (PASANG)
(b) Gambar 31. Pola sebaran logam Pb a) awal simulasi pada saat surut dan pasang dan b) akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim timur
76
Jika diasumsikan input logam Pb pada stasiun 6 (mulut muara) adalah tetap (0,008 mg/l), maka setelah 15 hari simulasi pada wilayah ini akan mengalami peningkatan konsentrasi (Gambar 32). Meskipun terdapat perbedaan besarnya akumulasi yang disebabkan oleh perbedaan besarnya volume air yang masuk ke sungai Tallo pada musim Barat dan musim Timur akan tetapi pola penyebaran menunjukkan pada daerah muara bahan pencemar yang sifatnya anorganik cenderung akan mengalami akumulasi. Sehingga jika input yang masuk terus menerus mengalami peningkatan maka akan memberikan dampak yang sangat merugikan pada wilayah sekitarnya. Akumulasi ini disebabkan oleh faktor oseanografi perairan dan sifat kimia dari logam Pb.
Gambar 32. Peningkatan konsentrasi logam Pb pada muara sungai (stasiun 6) setelah 15 hari simulasi Adanya potensi akumulasi yang terjadi di daerah muara Sungai Tallo khususnya bahan pencemar anorganik contohnya logam Pb seperti yang disajikan di atas, memerlukan strategi dan perhatian khusus tidak hanya dari pemerintah tetapi juga dari kalangan industri dan masyarakat. Penyediaan fasilitas instalasi pengolahan limbah (IPAL) dan instalasi pengolahan limbah cair (IPLC) bagi industri dan kawasan pemukiman perlu ditingkatkan. Pemerintah dan instansi terkait perlu meningkatkan pengawasan terhadap instalasi dan upaya pengelolaan lingkungan bagi industri secara berkelanjutan.
77
5.3. Arahan Strategi Pengelolaan Lingkungan Perairan Estuaria berdasarkan Permodelan Kualitas Perairan Permasalahan yang kompleks dalam upaya pengelolaan estuaria memerlukan suatu strategi pengelolaan yang menyeimbangkan antara kondisi riil di lapangan dan tujuan terpeliharanya kualitas lingkungan estuaria. Pengelolaan ini dapat berhasil bila kondisi struktur dan fungsi ekosistem dalam keadaan stabil dan dapat menunjang keberlajutan pembangunan dan kehidupan manusia. Kondisi ini dapat dilihat pada kondisi kualitas perairan yang masih baik atau tidak tercemar. Berdasarkan hasil simulasi model kualitas air menunjukkan bahwa limbah yang masuk ke Sungai Tallo potensial terakumulasi di daerah muara. Hal ini disebabkan konsentrasi limbah yang masuk ke sungai telah melebihi ambang batas baku mutu dan didukung oleh kondisi oseanografi Estuaria Tallo. Untuk menyusun suatu strategi pengelolaan lingkungan estuaria pemerintah daerah hendaknya melakukan pendekatan pada berbagai tatanan kehidupan masyarakat dan
pembangunan
yang
kompleks
dalam
mewujudkan
pembangunan
yang
berkelanjutan. Salah satu model pembuatan keputusan yang dapat digunakan untuk penentuan strategi dalam pengelolaan lingkungan estuaria adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) yang membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria (multi criteria). Strategi tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut : 1. Sosialisasi hasil simulasi model kualitas perairan pada masyarakat. 2. Brainstorming
usulan
masyarakat
untuk
merumuskan
kriteria
yang
dipertimbangkan dalam strategi pengelolaan. 3. Penyusunan hirarki AHP dan kuisioner. Selanjutnya dilakukan pengisian kuisioner pada pakar. 4. Analisis strategi pengelolaan untuk merumuskan kriteria yang dominan dan dapat mempengaruhi tujuan program. Berdasarkan hasil penyusunan hirarki diperoleh lima level yaitu fokus, faktor, stakeholder, tujuan dan alternatif (Gambar 33)
78
Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria Berdasarkan Pemodelan Kualitas Perairan
Fokus
Faktor
Stakehol der
Tujuan
Sumber Daya Manusia (0,34)
Masyara kat (0,36)
Ekosistem Perairan (0,34)
Pemerin tah (0,21)
Terpeliharanya Kualitas Lingkungan (0,60)
Kebijakan Pemerintah (0,13)
Perguruan Tinggi (0,21)
Teknologi (0,06)
Sarana dan Prasarana (0,13)
LSM
Industri
(0,11)
(0,07)
Reduksi Limbah Industri dan Domestik
Pengusaha Angkutan Kapal (0,05)
Regulasi Penerapan Standar Baku Mutu (0,20)
(0,20)
Alternatif
Regulasi dan Kontrol Baku Mutu (0,667)
Sosialisasi Pentingnya Reduksi Limbah (0,333)
Gambar 33. Hasil struktur hierarki perumusan strategi pengelolaan estuaria
Pada tingkat hirarki pertama atau level 1 difokuskan pada strategi pengelolaan estuaria yang berdasarkan permodelan kualitas perairan estuaria. Selanjutnya pada level 2 dianalisis faktor pendukung yang dapat menentukan keberhasilan suatu program. Dalam kajian ini diperoleh lima faktor pendukung yaitu sumber daya manusia, ekosistem perairan, kebijakan, teknologi dan sarana dan prasarana. Pada level 3 dianalisis stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan estuaria yang berdasarkan permodelan kualitas perairan estuaria
yaitu pemerintah daerah,
industri, LSM, perguruan tinggi, pengusaha angkutan kapal dan masyarakat. Kriteria ini digunakan dalam menentukan stakeholder yang paling berperan dalam pengelolaan
79
estuaria. Selanjutnya dalam menentukan tujuan program pada level 4 terdapat tiga kriteria yaitu terpeliharanya lingkungan, reduksi limbah dan regulasi penerapan standar baku mutu. Alternatif kegiatan yang dilakukan dalam strategi pengelolaan estuaria pada level 5 terdiri atas dua yaitu sosialisasi pentingnya reduksi limbah pada masyarakat dan industri serta regulasi dan kontrol baku mutu. Perhitungan nilai CR dari jawaban pakar dan analisis AHP disajikan pada Lampiran 13. Hasil analisis AHP memberikan hasil faktor prioritas berdasarkan bobot yang disajikan pada Gambar 34
Gambar 34. Nilai bobot prioritas pada level faktor
Berdasarkan hasil analisis pada level faktor menunjukkan bahwa sumber daya manusia dan ekosistem perairan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan pengelolaan lingkungan estuaria dengan bobot 0,34. Sumber daya manusia yang dominan terlibat dalam pengelolaan estuaria adalah aparat pemerintah daerah yang berwenang memonitoring kualitas perairan estuaria.
Pada tingkat
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan lembaga yang berwenang memantau kualitas air sungai adalah Dinas PSDA dan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD). Sedang ditingkat Kota Makassar terdapat Dinas Lingkungan Hidup. Aparat pada ketiga kelembagaan tersebut hendaknya memiliki pengetahuan tentang kondisi kualitas air dan
80
tindakan yang harus dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan ekosistem perairan Estuaria Tallo. Upaya yang telah dilakukan oleh dinas PSDA dan Dinas Lingkungan Hidup daerah adalah melakukan pemeriksaan kualitas air Sungai Tallo namun belum mewakili kondisi perairan secara menyeluruh. Berdasarkan data yang diperoleh dari BAPEDALDA 2001-2008 terlihat titik pengambilan sampel air hanya pada satu lokasi saja yang mewakili aliran Sungai Tallo. Tentu saja hal ini belum representatif menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu ketiga dinas ini hendaknya meningkatkan kinerja aparat dalam pengelolaan kualitas air secara menyeluruh melalui bimbingan teknis dan penyusunan standar operasional pemantauan kualitas air. Kendala lain dalam sumber daya manusia adalah Rendahnya pengawasan atau pemantauan yang dilakukan oleh instansi terkait ini dibuktikan dengan adanya beberapa industri di Kota Makassar yang membuang limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu
(http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/393122/37/15/April
2011).
Berdasarkan laju pertumbuhan industri sebesar 1,5% pertahun dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,17% pertahun selama 10 tahun terakhir seperti yang telah diuraikan pada Bab 4.4 dan Bab 4.5 dimana sebagian besar industri terletak di sepanjang aliran Sungai Tallo tentu saja akan berimplikasi pada penurunan kualitas perairan Sungai Tallo. Data tahun 2010 (BPS dalam Tribun Timur, 2010) diketahui hanya sebesar 2,02% dari total jumlah industri besar dan menengah yang memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Faktor dominan lain yaitu ekosistem perairan atau kualitas perairan estuaria ditinjau pada faktor fisika, kimia dan biologi harus tetap terjaga untuk mendukung fungsi ekosistem estuaria. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan pengelolaan yang baik dan didukung ketersediaan data kondisi eksisting. Data kualitas air Sungai Tallo yang tersedia hingga saat ini tidak menggambarkan kondisi perairan secara menyeluruh baik dari faktor fisika, kimia dan biologi. Sistem monitoring kualitas air yang tepat sangat mendukung kelestarian ekosistem perairan. Prioritas kedua pada faktor adalah sarana prasarana dan kebijakan pemerintah yang menunjukkan bobot masing-masing sebesar 0,13. Kebijakan pemerintah merupakan suatu aturan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengikat seluruh pihak
81
sehingga suatu tujuan program dapat tercapai. Pengelolaan kualitas perairan estuaria membutuhkan adanya suatu kebijakan pemerintah yang efektif dan efisien, yaitu dengan pemanfaatan dana yang terbatas maka suatu tujuan dapat dicapai. Kebijakan pemerintah juga tidak terlepas dari dukungan kelembagaan pemerintah. Kelembagaan yang baik yang didukung dengan mekanisme kerja serta kemampuan aparat akan mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan perairan estuaria. Sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan kualitas perairan adalah peralatan yang digunakan untuk monitoring kualitas perairan. Pemerintah Daerah hendaknya mampu mengantisipasi dampak yang akan timbul akibat menurunnya kualitas perairan. Hal ini didukung peralatan pemeriksaan kualitas air yang sesuai dengan standar baku mutu. Pada analisis prioritas stakeholder (level 3) yang terlibat dalam model pengelolaan perairan estuaria, nampak bahwa masyarakat merupakan stakeholder utama dengan bobot 0,36. Stakeholder berikutnya adalah pemerintah dan perguruan tinggi dengan bobot 0,21. Stakeholder lain yaitu pengusaha angkutan kapal, LSM dan industri memiliki bobot yang sangat kecil. Hal ini disajikan pada Gambar 35.
Gambar 35. Nilai bobot prioritas pada level stakeholder
Hasil analisis pada Gambar 35 menunjukkan bahwa masyarakat memegang peranan yang sangat penting dalam pengelolaan lingkungan perairan. Peran tersebut tidak hanya berupa dukungan untuk pemelihaaraan namun dapat berupa peran negatif
82
seperti perilaku membuang limbah di perairan,
adanya konversi lahan mangrove
menjadi tambak atau perumahan serta adanya anggapan masyarakat bahwa wilayah perairan merupakan lahan yang bebas untuk dikelola. Di lain pihak lingkungan perairan yang buruk akan sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berdiam disepanjang Sungai Tallo. Dengan demikian, maka kebijakan pengelolaan estuaria hendaknya memprioritaskan perubahan perilaku masyarakat yang mendukung keberlanjutan ekosistem perairan. Perilaku masyarakat dapat diubah melalui peningkatan pengetahuan akan pentingnya menjaga kualitas perairan dan pemahaman tentang indikator menurunnya kualitas air. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah hingga saat ini hanya sebatas monitoring kualitas air tanpa penerapan strategi dalam menjaga kualitas perairan. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerinyah dan melibatkan masyarakat hanya bersifat insidental dan tidak berkelanjutan, sehingga biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak dirasakan oleh masyarakat contoh: pengadaan tempat sampah yang selanjutnya beralih fungsi menjadi tempat penampungan air, program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang antara lain terdiri dari penyediaan pipa-pipa dan sarana MCK ternyata tidak efektif (http://beritadaerah.com/article/sulawesi/56070/20 Februari 2012). Samawi (2007), menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mengakibatkan semakin meningkatnya pencemaran di wilayah pesisir Kota Makassar adalah upaya yang dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kegiatan pengendalian hanya bersifat mobilisasi tanpa didasari oleh kesadaran dari masyarakat selain itu rendahnya pengawasan pemerintah terhadap sektor industri semakin memperburuk kualitas lingkungan perairan. Tentu saja hal ini tidak berdampak pada perubahan paradigma masyarakat dalam menjaga kelestarian perairan. Perhatian pemerintah baik pada tingkat provinsi maupun tingkat kota juga berperan penting dalam keberhasilan pengelolaan kualitas perairan. Kebijakan pengelolaan harus disertai dengan program yang sinergis dan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dapat dicapai dengan dukungan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perguruan tinggi setempat. Kajian tersebut tidak hanya dilakukan untuk pemeliharan kualitas fisik estuaria, tetapi juga disertai dengan kajian sosial ekonomi masyarakat.
83
Strategi pengelolaan perairan estuaria dilaksanakan untuk mencapai tiga tujuan (level 4). Tujuan yang dianalisis dengan bobot prioritas disajikan pada Gambar 36
Gambar 36. Nilai bobot prioritas pada level tujuan
Gambar 36 mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah yang dibuat dalam pengelolaan lingkungan perairan estuaria hendaknya bertujuan pada terpeliharanya kualitas lingkungan. Tujuan ini memiliki bobot tiga kali dibandingkan dengan dua tujuan lain. Yaitu sebesar 0,60 sedang kedua tujuan lain hanya sebesar 0,20. Kualitas lingkungan perairan estuaria terkait dengan ekosistem lain seperti ekosistem daerah aliran sungai dan ekosistem laut. Kualitas daerah aliran sungai sebagai upland menjadi masukan bagi perairan estuaria. Tataguna lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung pada daerah aliran sungai dapat menyebabkan akumulasi limbah dan sedimentasi pada estuaria. Hal ini akan menurunkan kualitas lingkungan. Selanjutnya kondisi ini akan berdampak pada ekosistem perairan laut seperti rusaknya terumbu karang dan berdampak penurunan keanekaragaman hayati. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan harus dilakukan secara holistik mulai dari hulu ke hilir. Hingga saat ini pemerintah daerah Kota Makassar belum membangun kerjasama dengan pemerintah Kabupaten Gowa sebagai pengelola daerah hulu Sungai Tallo dalam hal pemeliharaan kualitas perairan.
84
Disisi lain pemerintah Kota Makassar membuat salah satu strategi pengembangan Sungai Tallo untuk mendorong program peremajaan lingkungan kawasan hilir Sungai Tallo menjadi kawasan konservasi dengan peremajaan terbatas terhadap beberapa kegiatan pembangunan. Hal ini tertuang dalam PERDA Kota Makassar No 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. Berdasarkan PERDA diatas pemerintah akan dapat menekan perubahan alih fungsi lahan yang terjadi di hilir Sungai Tallo. Strategi ini dapat mengantisipasi terakumulasinya limbah pada daerah muara seperti yang dihasilkan dari model kualitas air. Pada level kelima, diperoleh gambaran bahwa alternatif terpenting
dalam
strategi pengelolaan perairan estuaria yang dapat dipilih adalah regulasi dan kontrol baku mutu. Hasil analisis perhitungan bobot prioritas pada alternatif disajikan pada Gambar 37.
Gambar 37. Nilai bobot prioritas pada level alternatif
Gambar 37 menunjukkan bahwa pemerintah daerah diharapkan dapat menyediakan regulasi yang dapat mengikat seluruh stakeholder sehingga kualitas perairan estuaria dapat terjaga. Selanjutnya regulasi ini dapat dijadikan dasar dalam mengontrol kualitas air berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Baku mutu kualitas air sungai yang berlaku pada saat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2004 yang menyangkut syarat fisik, kimia dan biologi perairan.
85
Upaya pemerintah dalam melakukan kontrol baku mutu harus didukung dengan ketersediaan aparat yang handal, bertanggung jawab dan memiliki kepedulian terhadap kelestarian kualitas perairan. Aparat yang memiliki wawasan lingkungan yang universal dan menyeluruh baik dari segi ekologi, sosial dan ekonomi tidak akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat dalam proses konservasi lingkungan. Alternatif kedua dalam menentukan strategi pengelolaan lingkungan estuaria adalah sosialisasi pentingnya reduksi limbah kepada masyarakat dan industri dengan bobot prioritas 0,333. Pembuangan limbah cair rumah tangga pada umumnya melalui saluran induk yang menghubungkan kawasan pemukiman dengan wilayah estuaria. Pada Bab 4 telah dijelaskan bahwa 1/3 jumlah penduduk di Kota Makassar berdiam di sepanjang aliran Sungai Tallo sehingga tingkat ketergantungan masyarakat terhadap Sungai Tallo cukup tinggi. Samawi (2007), menjelaskan bahwa diperkirakan beban limbah cair yang dihasilkan pertahun sebesar 1.023.528 ton bahan organik yang dilihat dari nilai BOD dan 1.962.083 ton bahan organik yang dilihat dari nilai COD pertahun, 438.379 ton N pertahun dan 73.385 ton P pertahun. Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mereduksi limbah yang akan dibuang ke lingkungan adalah meningkatkankan peran masyarakat dan industri dalam penyusunan strategi yang akan dilaksanakan. Sehingga diharapkan program-program yang diambil oleh pemerintah seperti penyediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah cair domestik dapat berjalan efektif dan berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut diatas arahan implementasi strategi yang hendaknya dilakukan oleh pemerintah adalah : 1. Pengembangan kapasitas pemberdayaan masyarakat dalam penentuan strategi pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem perairan secara berkelanjutan. 2. Diperlukan suatu program pengembangan kapasitas aparat dalam pengelolaan kualitas air untuk menjaga ekosistem perairan. 3. Pemerintah daerah harus meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam menerapkan dan mengontrol baku mutu yang ada secara menyeluruh.
86
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis beberapa parameter kualitas air perairan Estuaria Tallo, perhitungan indeks pencemaran dan keanekaragaman, keseragaman
hasil perhitungan indeks
serta dominansi jenis makrozoobentos
menunjukkan kondisi Estuaria Tallo kategorikan berada pada status tercemar sedang. 2. Pola arus di muara Sungai Tallo pada musim Barat dan musim Timur tidak hanya di pengaruhi oleh pasang surut tetapi juga dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin. Pada saat surut arus bergerak kearah Barat dan pada saat menuju ke pasang tertinggi pola arus bergerak dari Barat ke Timur menyusuri pantai menuju kearah sungai. 3. Hasil simulasi pada musim Barat menunjukkan Pola sebaran BOD 5 mengikuti pola gerakan hidrodinamika perairan dimana pada saat surut cenderung kearah Barat menuju laut sedangkan pada saat pasang pola arus masuk kearah muara sungai. Demikian halnya pola sebaran logam Pb juga mengikuti pola hidrodinamika perairan, Namun berbeda dengan pola sebaran BOD 5 , sebaran logam Pb pada akhir simulasi memperlihatkan pola yang menyebar ke seluruh domain model. 4. Pada musim Timur menggambarkan pola sebaran BOD 5 terkonsentrasi di muara sungai dan tidak menyebar ke daerah domain model, hal ini disebabkan rendahnya kecepatan arus dan volume debit air yang masuk dari muara sungai. Sedangkan pola sebaran logam Pb pada akhir simulasi memperlihatkan pola yang menyebar hampir keseluruh domain model. Arah sebaran logam Pb cenderung bergerak kearah Barat mengikuti pola arus dan terjadi akumulasi di daerah pantai. Hasil model yang disimulasikan selama 15 hari menunjukkan di daerah muara potensial terjadi akumulasi polutan baik yang organik maupun yang an organik, hal ini disebabkan oleh faktor oseanografi dan morfologi perairan.
87
5. Strategi
pengelolaan pengelolaan perairan Estuaria Tallo berdasarkan
Analitycal Hierarchy Process (AHP) disusun dengan memprioritaskan faktor sumber daya manusia dan ekosistem perairan. Stakeholder yang paling berperan adalah
masyarakat.
Adapun
tujuan
pengelolaan
diprioritaskan
pada
pemeliharaan kualitas lingkungan dengan alternatif regulasi dan kontrol baku mutu.
6.2. Saran Pada penelitian ini data pasang surut yang digunakan adalah data yang diperoleh dari DISHIDROS, untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan data pasang surut hasil pengukuran langsung di lapangan. Nilai input polutan yang digunakan pada penelitian ini adalah konstan, namun dalam kenyataan di lapangan input yang masuk akan berbeda pada waktu yang berbeda baik dari point source atau non point source, sehingga pada penelitian lain diperlukan data time series yang cukup banyak pada lokasi yang sama dan data dari point source atau non point source yang lebih detail. Evaluasi terhadap hasil monitoring kualitas perairan Sungai Tallo perlu dilakukan secara efektif dengan melibatkan semua stakeholders yang terkait. Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan perairan hendaknya dilakukan secara berkelanjutan. Pemerintah
juga
diharapkan lebih meningkatkan kontrol dan memperketat aturan yang berlaku baik terhadap industri maupun masyarakat dalam pembuangan limbah ke lingkungan perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Alaert G. dan Santika S.S. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Anna S. 1999. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Anthony E.J. and Orford J.D., 2002. Between wave- and tide-dominated coasts: the middle ground revisited. J Coast Res. SI 36: 8–15. (ICS 2002 Proceedings). BAPEDALDA. 2001. Neraca Kualitas Lingkungan Daerah Kota Makassar. BAPEDALDA Makassar. BAPEDALDA. 2003. Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Makassar. Parameter Basis Data Lingkungan Hidup. BAPEDALDA Makassar BAPEDALDA. 2004. Neraca Kualitas Lingkungan Daerah Kota Makassar. BAPEDALDA Makassar BAPEDALDA. 2006. Sertifikat Hasil Uji (SHU). Pengawasan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Propinsi Sulawesi Selatan. BAPEDALDA Sul-Sel. BAPEDALDA. 2007. Sertifikat Hasil Uji (SHU). Pengawasan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Propinsi Sulawesi Selatan. BAPEDALDA Sul-Sel. BAPEDALDA. 2008. Sertifikat Hasil Uji (SHU). Pengawasan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Propinsi Sulawesi Selatan. BAPEDALDA Sul-Sel Bengen D. G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. BPS. 2010. Makassar Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kota Makassar. Bryan G.W. 1976. Heavy Metal Contamination in The Sea dalam R. Johson (Ed). Marine Pollution. London Academic Press. Buchanam, J.B. 1984. Sedimen analysis: Holme, N.A. and Mc.Intyre, A.D. Editor Methods For The Study of Marine Benthos. Blackwell Scientific Publication Brebbia C.A., Traversoni,L., Wrobel, L.C. 1995. Computer Modelling of Seas and Coastal Regions II,Southampton Boston, USA. Cahyono. 1993. Pemodelan Kualitas Air di Estuaria dan Laut. Kursus Pemodelan dan Simulasi Komputer ITB.Bandung.
89
Chapra S. 1997. Surface Water Quality Modelling. Mc.Graw Hill Inc. Dahuri, R., Rais J., Ginting S.P., Sitepu M. J. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Terpadu. Jakarta : Pradnya Paramita. Day, J.W. Jr., Charles, A.S.H., W.Michael, Alejanro, Y.A. 1988. Estuarine Ecology. John Wiley and Sons. New York. DHI. 2011. Mike 21 & MIKE 3 Flow Model FM ; Hidrodinamic and Transport Module Scientific Documentation. DHI Water and Environment. Denmark. DHI. 2011. Mike 21 Flow Model FM. DHI Water and Environment. Denmark. Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Publikasi Data Debit Sungai dan Kualitas Air. Departemen Pekerjaan Umum Sulawesi selatan. Dojlido, J.R., and Best G.A. 1992. Chemistry of Water and Water Pollution. Ellis Horwood Limited. New York. Duda A.M. 2006 Policy, Legal and Institusional reform for Public Partnership Needed to Sustain Large Marine Ecosystem of East Asia. Ocea Coast Manag ; 49(9-10) 469-461. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Engel B., Storm D., White M., Arnold J., Arabi M. 2007. A Hydrologic⁄Water Quality Model Application Protocol. J Amer War Res Ass. 43 : 5 Faizal S. 2003. Format-format Penelitian Sosial. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. Goldberg, D.H. Ruyitno. 1992. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. LON-LIPI. Jakarta. Hu J., dan Shiyu Li. 2009. Modelling The Mass Fluxes ang Transformations of Nutrients in The Pearl River Delta, China. J Mar Syst . 78:146-167. Hutagalung H.P. 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat. Dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P30-LIPI. Jakarta. Irmawan R.N., Hilda Z., dan Hendri M. 2010. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Estuaria Kuala Sugihan Provinsi Sumatera Selatan. Maspari J. 01:53-58. UNSRI. Riau.
90
Ji Zhen-Gang. 2008. Hidrodynamics and Water Quality. John Wiley and Sons. Amerika. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 2001 Indonesia : Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota dan Budidaya laut (KEPMEN LH No.51/MenKLH/2004). Kinne O. 1964. Marine ecology. A Comprehensive Integrated Treatise On Life In Oceans And Coastal Water. Willey Interscience. John Willey and Sons Ltd. London, New York, Sydney, Toronto. Krebs C.J. 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Second Edition. Harper and Row, New York. 678 pp. Levinton J.F. 1982. Marine Ecology. New Jersey prentice-Hall Inc. Englewood cliff. Lind O.T. 1979. Handbook of Common Methods in Limnology. The CV Mosby company. St. Louis. Missouri. Long A.J, Scaife, R.G, Edwards R.J. 2000. Stratigraphic Architecture, Relative Sea Level, and Model Estuaria Development in Southern England: New Data from Southampton Water. Special Publication 175. Geology Society. London. Mahida U.N. 1993. Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. Marimin 2008. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta.Grasindo. Millero, F.J. 2006. Chemical Oceanography. Taylor and Francis. New York. Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita. Jakarta. Mutiah H.Z.N., Amrul. 2007. Kualitas Fisika-Kimia Sedimen serta Hubungannya Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Neto J.,M., Flind M.R., Marques J.C., dan Pardal M. A. 2007. Modelling Nutrient Mass Banlance in a temperate Mesa-Tidal Estuary : Implication for Management. J Est, Coast Self Sci . 76: 175-185. Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Jembatan . Jakarta.
91
Novikov A. dan Bagtzoglou A.C. 2006. Hydrodinamic Model of The Lower Hudson River Estuarine System and its Application for Water Quality Management. J Res Manag. 20: 257-276. Numerow. 1991. Stream,Lake, Estuary and Ocean Pollution. Secong Edition. Van Nostrand Reinhold. New York Nybakken J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta. P.W Ford, Robson B., Margvelashvili N., Parslow J. 2003. Conceptual models of the hydrodynamics, fine sediment dynamics, biogeochemistry and primary production in the Fitzroy Estuary. Draft Final Report For Coastal CRC Project CM-2 October 2003. CSIRO Land and Water GPO Box 1666, Canberra. Rastina. 1999. Pemodelan Logam Cadmium (Cd) Pada sedimen di aliran Permukaan Bebas. Studi Kasus di Estuari Banjir Kanal Timur, Semarang. [Tesis]. Bandung : Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. Rasyid A., Ahmad, H., dan Abduhrivai. 2003. Kualitas Air Sungai Tallo Ditinjau dari Parameter Fisik dan Kimia, Kota Makassar. Poltekkes. Makassar. Razak A. 2002. Dinamika karakteristik fisika-Kimiawi Sedimen dan Hubungannya dengan struktur komunitas Moluska Bentik (Bivalvia dan gastropoda di muara Bandar Bakali Padang[Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Rochyatun, E., Kaisupy, M.T., dan Rozak. 2006. Distribusi Logam Berat Dalam Air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. Makara Sains. 10 (1): 35-40. LIPI. Jakarta. Saaty T.L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Jakarta. Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen. PT.Pustaka Binaman Pressindo. Samawi F. 2007. Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota (Studi Kasus Peraiarn Pantai Kota Makassar) [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Samawi F. dan Amran S. 2001. Analisis Parameter Fisika Kimia Perairan Muara Sungai Jeneberang Kota Makassar. BIPP : 7 (3) : 230-235. Santhi C., Srinivasan C. Arnold J.G. dan Williams J.R. 2006. A Modelling Approach to Evaluate the Impact of Water Quality Management Plans Implemented in a Watershed in Texas. J Environ Modelling Soft .21 : 1141-1157
92
Saputra H.K. 2009. Karakteristik Kualitas Air Muara Sungai Cisadane Bagian Tawar Dan Payau Di Kabupaten Tangerang, Banten [Skripsi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Cetakan I. Graha Ilmu. Jakarta. Sastrawijaya A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. Soedrajat R. 2003. Fungsi Model Hidrodinamika Estuari Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove (Studi Kasus Pencemaran Minyak Di Estuari Sungai Donan Cilacap). J Penelitian Hayati : 81-86. LIPI. Jakarta. Somba B.N., 2006. Analisis Beban Limbah Cair dan Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai Kota Makassar [Skripsi]. Makassar : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Stow C.A., Roessler C., Borsuk M.E., Bowen J.D. Reckhow K.H. 2003. Comparison Of Estuarine Water Quality Models For Total Maximum Daily Load Development In Neuse River Estuary. J Wat Res Plan And Manag. 129 (4) : 307-314 Sugeng B. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita : Jakarta Suhartono E. 2004. Identifikasi Kualitas Perairan Pantai Akibat Limbah Domestik Pada Monsun Timur Dengan Metode Indeks Pencemaran (Studi Kasus Di Jakarta, Semarang, Dan Jepara). J Wahana Tek Sipil. 14 : 1. Sulardiono E. 1997. Evaluasi Beban Pencemaran dan Kualitas Perairan Pesisir Pantai Kotamadya Semarang [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Supriadi I.H. 2001. Dinamika Estuaria Tropik. Majalah Ilmiah Oseana, Volume XXVI. Jakarta Supriharyono 2004. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Di Wilayah Pesisir, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sverdrup H.U., Johson M.W., Fleming R.H. 1966. The Oceans : physics, Chemistry and General Biology. Modern Asia Edition . New jersey Prentice- Hall inc. Tanaka M. dan Islam S.H. 2004. Impact of Pollution on Coastal and Marine Ecosystem Including Coastal and Marine Fisheries and Approach for Management. Mar Poll Bull. 48: 624 – 649
93
Thomann R.V. dan Muller J.A. 1987. Principles of Surface Water Quality Modeling And Control. Harper & Row. Tobias N.H. 2008. Marine Pollution New Research. Nova. New York. Towned I. 2004. Coast and Estuary Behaviour Systems. ABP Marine Environmental Research Ltd. 19p. Strimbling, J.M and J.C. Cornwel. 1997. Identification of Important Primary Producers in a Chesapeake Bay Tidal Creek System Using Stable Isotopes of Carbon and Sulfur. Estuaries.20. (1): 77-95. Wolanski E. 2007. Estuarine Ecohydrology. Elsevier. Amsterdam. Worrall F., Woof D.A., and McIntyre P. 1998. A Simple Modelling Approach for water Quality : The Example of an Estuarine Impoundment. Sci Total Environ. 219: 41-51. Wu Yan, Falconer, dan Lin,B. 2005. Modelling Trace Metal Concentration Distributions in Estuarine Waters. J Est, Coast Self Sci. 64: 699-709. Zheng Lianyuan,Chen C. and Frank, Y.Z., 2004. Development of Water Quality model in The Sattila River Estuary, Georgia.
94
LAMPIRAN 1. Hasil pengamatan parameter oseanografi Perairan Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011)
SALINITAS (o/ oo) Stasiun Pasang Surut 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 1 0 5 0 1 6 5 1 7 5 7.3 8 22 17 9 25 20 10 25 20 11 32 30 12 32 33 13 35 35 2010
SALINITAS (o/oo) Stasiun Pasang Surut 1 7 15 2 16 20 3 16 22 4 26 26 5 27 29 6 30 30 7 32 34 8 34 35 9 35 34 10 30 34 11 35 35 12 36 35 13 35 30 2011
pH
SUHU (oC)
Pasang Surut Pasang 6.25 6.44 27.8 6.35 5.62 31.2 6.41 6.37 32.7 6.50 6.17 31.4 6.19 6.52 30.47 6.56 6.85 29.63 7.06 7.75 28.97 7.21 7.10 27.77 7.33 7.21 26.53 7.45 7.29 28.20 7.45 7.39 28.00 7.41 7.39 28.10 6.84 7.36 27.90
Surut 28.23 30.77 30.43 29.80 29.9 32.5 32.4 30.3 30 31.3 31.6 31 30.2
DO (mg/l) Pasang 4.14 3.65 3.67 3.50 3.58 3.69 5.12 6.21 6.13 5.71 5.99 5.74 5.50
Surut 3.86 4.93 3.67 3.67 2.93 2.75 6.77 2.95 3.41 4.47 4.88 4.37 3.92
pH
SUHU (oC)
DO (mg/l)
Pasang Surut 7.23 7.05 7.24 7.12 7.28 7.25 7.34 7.43 7.38 7.42 7.42 7.53 7.64 7.81 7.66 7.58 7.75 7.56 7.80 7.85 7.83 7.71 7.83 7.76 7.85 7.42
Pasang Surut 30.47 31.70 31.40 31.10 31.37 31.23 30.60 30.83 30.40 31.33 30.60 31.00 31.30 31.10 30.57 29.37 29.10 29.70 29.00 29.80 29.03 29.50 28.23 29.30 28.10 28.70
Pasang Surut 5.04 3.94 4.26 4.18 4.71 4.08 3.70 4.31 3.77 4.23 3.87 4.32 4.65 4.34 5.13 4.64 5.26 3.86 5.67 5.50 6.16 4.74 5.70 5.62 5.65 3.89
BOD 5 (mg/l) Pasang 2.22 1.57 0.63 0.93 0.38 1.93 1.6 2.85 2.43 1.87 1.19 1.26 3.42
Surut 0.98 3.17 1.75 1.43 2.65 1.61 1.49 0.44 1.81 1.59 1.89 1.01 0.24
BOD 5 (mg/l) Pasang 2.19 1.82 2.17 1.15 0.79 0.99 1.55 2.33 2.32 2.97 3.47 3.17 2.58
Surut 1.37 1.71 1.32 1.55 1.66 1.20 0.98 1.00 0.54 2.14 1.98 1.64 0.91
95
LAMPIRAN 2. Parameter Oseanografi Kimia Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011) 2010 PO4 (mg/L) NO3 (mg/L) TSS (mg/L) TOC (mg/L) BOT (mg/L) Stasiun Pasang Surut Pasang Surut Pasang Surut Pasang Surut Pasang Surut 1 2.60 2.22 0.24 0.26 48.00 16.00 65.00 25.00 121.34 66.36 2 2.67 1.70 0.32 0.32 36.00 5.00 67.00 20.00 78.37 41.71 3 2.66 1.86 0.24 0.19 50.00 11.00 52.00 28.00 92.90 36.66 4 1.84 1.95 0.15 0.28 15.00 17.00 39.00 26.00 36.02 47.40 5 0.99 1.70 0.07 0.11 3.00 18.00 27.00 28.00 30.34 35.39 6 1.26 1.85 0.03 0.17 11.00 20.00 23.00 39.00 38.55 40.45 7 1.04 1.81 0.03 0.04 12.00 16.00 21.00 30.00 36.02 73.94 8 1.71 2.43 0.01 0.12 3.00 10.00 21.00 23.00 32.23 64.46 9 1.09 1.92 0.01 0.06 10.00 13.00 27.00 26.00 116.92 42.98 10 0.46 1.54 0.04 0.03 2.00 14.00 18.00 29.00 132.09 104.28 11 0.80 1.05 0.02 0.03 4.00 8.00 17.00 19.00 87.85 62.57 12 1.07 0.87 0.01 0.00 2.00 4.00 17.00 17.00 73.94 88.48 13 0.46 0.86 0.06 0.01 48.00 4.00 29.00 17.00 89.11 80.26
2011 Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
PO4 (mg/L) Pasang Surut 0.66 0.75 1.15 1.08 0.88 0.91 0.89 0.86 0.98 0.70 0.83 0.91 0.95 0.88 0.92 0.68 0.86 0.94 0.94 0.28 0.99 0.88 0.84 0.95 0.90 1.21
NO3 (mg/L) TSS (mg/L) Pasang Surut Pasang Surut 0.03 0.03 4.00 2.00 0.03 0.03 9.00 3.00 0.04 0.03 3.00 7.00 0.03 0.02 4.00 7.00 0.04 0.01 5.00 14.00 0.02 0.05 9.00 8.00 0.04 0.03 137.00 143.00 0.04 0.04 38.00 108.00 0.07 0.02 21.00 24.00 0.04 0.01 11.00 6.00 0.02 0.03 9.00 4.00 0.01 0.02 4.00 4.00 0.02 0.03 4.00 3.00
TOC (mg/L) Pasang Surut 19.00 20.00 24.00 20.00 25.00 22.00 23.00 23.00 24.00 23.00 19.00 22.00 81.00 83.00 36.00 43.00 23.00 28.00 22.00 19.00 22.00 17.00 18.00 17.00 18.00 16.00
BOT (mg/L) Pasang Surut 87.85 156.10 95.43 110.60 121.98 127.66 154.21 73.94 84.06 120.08 113.76 83.42 190.23 127.66 183.91 176.96 185.18 180.12 170.64 171.27 116.92 161.16 159.90 130.82 75.84 84.69
96
LAMPIRAN 3. Kandungan Logam di Perairan Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011) 2010 Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
2011 Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pb (mg/L) Pasang <0.002 <0.002 <0.002 <0.002 <0.002 <0.002 <0.002 0.073 0.208 0.100 0.009 0.219 0.220
Surut <0.002 0.095 0.114 0.109 0.085 0.026 0.116 0.205 0.409 0.363 0.329 0.492 0.478
Pb (mg/L) Pasang 0.066 0.109 0.166 0.197 0.193 0.170 0.303 0.312 0.268 0.276 0.389 0.343 0.362
Surut 0.088 0.233 0.223 0.291 0.292 0.288 0.370 0.309 0.283 0.306 0.339 0.264 0.246
Cd (mg/L) Pasang 0.012 0.007 0.010 0.019 0.022 0.041 0.038 0.072 0.093 0.092 0.058 0.109 0.032
Surut 0.105 0.018 0.007 0.022 0.018 0.017 0.038 0.062 0.100 0.096 0.058 0.086 0.086
Cd (mg/L) Pasang 0.010 0.022 0.035 0.044 0.045 0.040 0.047 0.050 0.043 0.048 0.058 0.050 0.052
Surut 0.010 0.033 0.033 0.041 0.044 0.048 0.078 0.067 0.068 0.073 0.083 0.066 0.064
Zn (mg/L) Pasang 0.015 0.017 0.016 0.010 0.014 0.041 0.042 0.036 0.047 0.023 0.035 0.045 0.062
Surut 0.023 0.026 0.041 0.036 0.015 0.012 0.039 0.035 0.087 0.064 0.035 0.040 0.045
Zn (mg/L) Pasang 0.022 0.024 0.023 0.017 0.009 0.021 0.060 0.050 0.024 0.032 0.057 0.024 0.024
Surut 0.052 0.029 0.034 0.024 0.029 0.035 0.101 0.022 0.031 0.021 0.027 0.022 0.022
97
98
LAMPIRAN 5. Parameter Kimia Sedimen Estuaria Tallo Pada Musim Barat (2010) dan Musim Timur (2011)
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
pH 6.87 6.77 7.14 7.09 7.29 7.43 7.37 7.41 7.55 7.65 7.43 7.52 7.52
BOT (%) 15.74 20.36 23.37 39.49 28.37 18.97 15.54 27.04 29.59 9.90 8.07 28.37 26.88
SEDIMEN HUJAN Cd Pb eH (mV) (mg/Kg) (mg/Kg) 13.43 55.88 1.81 17.37 71.09 2.65 3.43 73.29 2.41 3.50 73.71 3.75 -4.57 70.66 3.50 -11.67 58.31 4.96 -8.33 39.19 1.84 2.20 70.95 2.75 -4.70 63.05 1.89 -22.77 19.78 0.73 -11.93 14.55 0.61 7.52 68.36 3.13 -16.07 83.01 4.28
HUJAN (2010) NO 3 P 2 O5 (ppm) (ppm) 22.56 12.97 19.64 12.52 18.32 18.32 24.56 14.52 23.66 16.32 18.65 12.32 18.54 15.62 18.26 17.25 19.34 19.24 20.85 18.32 19.65 17.22 19.56 24.15 20.64 16.32
TOC (%) 2.49 2.24 1.97 2.66 2.42 2.35 3.25 2.84 1.89 2.55 2.74 2.62 1.85
Zn (mg/Kg) 97.53 109.32 156.54 191.44 144.57 130.82 290.48 138.37 156.76 92.83 53.57 139.28 294.76
BOT (%) 10.38 7.39 16.39 17.43 11.69 16.31 7.63 10.50 10.02 3.43 1.18 7.49 14.72
pH 8.16 7.94 7.63 7.85 7.82 7.37 8.19 8.28 8.36 8.30 6.09 8.14 7.34
SEDIMEN KEMARAU Pb Cd Zn eH (mV) (mg/Kg) (mg/Kg) (mg/Kg) -87.50 29.72 0.38 40.04 -70.71 27.94 0.48 54.81 -49.37 26.96 0.42 45.04 -73.80 24.63 0.48 41.26 -33.30 24.25 0.34 71.04 -27.40 26.80 0.54 62.27 -80.80 19.42 0.67 123.19 -96.93 22.76 0.52 59.87 -96.27 27.67 0.55 64.09 -71.60 17.96 0.40 83.48 -59.90 13.25 0.29 40.02 -76.57 28.23 0.52 46.71 -31.45 64.98 0.80 352.81
KEMARAU (2011) NO 3 P 2 O5 TOC (ppm) (ppm) (%) 22.65 11.25 20.56 23.85 16.32 22.32 26.32 18.25 22.15 23.68 13.55 20.56 25.95 14.52 20.85 27.21 12.36 21.45 24.15 16.32 20.75 23.28 17.25 20.65 23.66 16.32 20.18 24.15 14.11 21.85 27.23 11.85 21.22 24.21 16.24 19.32 26.32 12.32 18.22
99
LAMPIRAN 6. Komposisi Makrozoobenthos Estuaria Tallo (Oktober 2010 dan September 2011)
100
…..lanjutan lampiran 6
101
…..lanjutan lampiran 6
102
…..lanjutan lampiran 6
103
LAMPIRAN 7. Contoh Perhitungan Indeks Pencemaran ( IP) Perairan Estuaria Tallo (Oktober 2010)
Parameter pH TSS (mg/l) DO (mg/L) STASIUN BOD 5 (mg/l) 1 PO 4 (mg/l) NO 3 (mg/l) Pb (mg/L) Cd (mg/L) Zn (mg/L)
STASIUN 6
STASIUN 13
Parameter pH TSS (mg/l) DO (mg/L) BOD 5 (mg/l) PO 4 (mg/l) NO 3 (mg/l) Pb (mg/L) Cd (mg/L) Zn (mg/L)
Parameter pH TSS (mg/l) DO (mg/L) BOD 5 (mg/l) PO 4 (mg/l) NO 3 (mg/l) Pb (mg/L) Cd (mg/L) Zn (mg/L)
Ci 6.35 32.00 4.00 1.60
Lij 7,5-8,5 20 6 20
Ci/Lij 0.793 1.600 0.667 0.080
Ci/Lij baru 3.310 2.021 3.000 0.080
Ratarata
Maks
2.41 0.253
0.015 0.008
160.667 31.625
12.030 8.500
4.375
12.030 9.01
0.002 0.059 0.019
0.008 0.001 0.050
0.250 58.550 0.377
0.400 9.838 0.199
Ci 6.71 15.5 3.29 1.77 1.56 0.10 0.026 0.029 0.027
Lij 7,5-8,5 20 6 20 0.015 0.008 0.008 0.001 0.050
Ci/Lij 0.838 0.78 0.55 0.09 103.67 12.50 3.26 28.80 0.54
Ci/Lij baru 2.590 0.78 3.71 0.089 11.08 6.48 3.564 8.297 0.28
Ci 7.10 26.000 4.710
Lij 7,5-8,5 20 6
Ci/Lij 0.888 1.300 0.785
Ci/Lij baru 1.793 1.570 2.290
1.830 0.660 0.036 0.349 0.059 0.053
20 0.015 0.008 0.008 0.001 0.050
0.091 44.000 4.500 43.607 58.900 1.069
0.091 9.217 4.266 9.198 9.851 0.562
IP
Ratarata
Maks
IP
4.097
11.078
8.34
Ratarata
Maks
IP
4.315
9.851
7.83
104
LAMPIRAN 8. Contoh Perhitungan Indeks Pencemaran ( IP) Perairan Estuaria Tallo (September 2011)
STASIUN 1
Parameter pH TSS (mg/l) DO (mg/L) BOD 5 (mg/l) PO 4 (mg/l) NO 3 (mg/l) Pb (mg/L) Cd (mg/L) Zn (mg/L)
pH TSS (mg/l) DO (mg/L) STASIUN BOD (mg/l) 6 PO 4 (mg/l) NO 3 (mg/l) Pb (mg/L) Cd (mg/L) Zn (mg/L)
STASIUN 13
pH TSS (mg/l) DO (mg/L) BOD (mg/l) PO 4 (mg/l) NO 3 (mg/l) Pb (mg/L) Cd (mg/L) Zn (mg/L)
Ci 7.14 3 4.49 1.78 0.71 0.03 0.077 0.010 0.037
Lij 7,5-8,5 20 6 20 0.015 0.008 0.008 0.001 0.05
Ci/Lij 0.893 0.15 0.75 0.09 47 4.01 9.6375 10 0.74
Ci/Lij baru 1.713 0.15 2.51 0.089 9.36 4.02 5.920 6.000 0.389
Ratarata
Maks
IP
3.350
9.360
7.02
Ci 7.48 8.5 4.10 1.10 0.87 0.03 0.229 0.044 0.028
Lij 7,5-8,5 20 6 20 0.015 0.008 0.008 0.001 0.05
Ci/Lij 0.934 0.43 0.68 0.05 58.00 4.06 28.6 43.70 0.56
Ci/Lij baru 1.050 0.43 2.91 0.055 9.82 4.04 8.282 9.202 0.295
Ratarata
Maks
IP
4.008
9.817
7.48
Ci 7.64 3.5 4.77 1.75 1.06 0.02 0.304 0.058 0.023
Lij 7,5-8,5 20 6 20 0.015 0.008 0.005 0.002 0.095
Ci/Lij 0.955 0.18 0.80 0.09 70.33 2.88 60.82 29.15 0.24
Ci/Lij baru 0.723 0.18 2.23 0.087 10.24 3.29 9.920 8.323 0.241
Ratarata
Maks
IP
3.914
10.236
7.75
105
106
107
108
109
LAMPIRAN 11. Pola Arus Pada Musim Barat
110
LAMPIRAN 12. Pola Arus Pada Musim Timur
111
112
113
114
LAMPIRAN 14. Data pakar pada penelitian strategi pengelolaan lingkungan Estuaria Tallo
1. Nama Jabatan Instansi
: Prof.Dr.Ir. Ambo Tuwo, DEA : Staf Ahli Walikota Makassar : Universitas Hasanuddin
2. Nama Jabatan Instansi
: Fitriana Noor SP.MSi. : Kasubid.Pengembangan Partisipasi Masyarakat : Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Makassar
3. Nama Jabatan Instansi
: Prof.Dr.Ir.A.Niartiningsih, MSi : Ketua Mitra Bahari : Universitas Hasanuddin
4. Nama Jabatan Instansi
: Prof.Dr.Ir. Mulyadi, MSi : Ka.Puslit Lingkungan Hidup LPM : UNM
5. Nama Jabatan Instansi
: Prof.Dr.Ir.Jamaluddin Jompa. MSc : Dir.Puslitbang LP3K : Universitas Hasanuddin
6. Nama Jabatan
: Dr.Ir. Farid Samawi : Fak.Ilmu Kelautan dan Perikanan
115
Instansi 7. Nama Jabatan Instansi
: Universitas Hasanuddin : Kamaruddin Azis ST., MM : Ketua Tim Pengembangan Kapasitas Daerah Sulawesi Selatan : Konsultan JICA
LAMPIRAN 4. Ukuran Butiran Sedimen (Oktober 2010 dan September 2011)
No
Grain Size (mm) ST.1 (%)
K o d e C o n t o h (HUJAN) ST.2 (%)
ST.3 (%)
ST.4 (%)
ST.5 (%)
ST.6 (%)
ST.7 (%)
ST.8 (%)
ST.9(%)
ST.10 (%) ST.11 (%) ST.12 (%) ST.13 (%)
1
<0.063
2,67
15,31
4,91
19,65
18,58
4,22
7,05
8,10
28,60
3,79
0,27
8,24
18,08
2
0,063
1,95
12,49
3,99
11,89
9,51
4,65
44,07
28,30
22,80
58,11
1,60
34,39
32,31
3
0,125
4,69
23,62
9,09
26,07
21,46
25,10
42,04
14,88
29,00
35,30
43,51
30,71
24,29
4
0,250
23,40
33,94
35,40
32,46
29,55
23,89
4,46
18,23
10,83
2,27
52,57
22,78
22,39
5
0,500
41,43
11,34
32,42
3,57
8,98
23,87
1,17
30,52
2,70
0,40
1,58
2,78
1,21
6
1,000
25,29
2,65
6,93
3,93
6,14
13,75
0,56 -
2,49
0,13
0,22
1,09
0,84
7
2,000
0,58
0,68
7,28
2,47
5,81
4,55
0,68 -
3,60 -
0,28
0,01
0,88
No
Grain Size (mm)
ST.1(%)
ST.2 (%)
ST.3 (%)
ST.4 (%)
ST.5 (%)
ST.6 (%)
ST.7 (%)
ST.8 (%)
1
<0.063
18,51
11,60
33,35
9,64
21,43
9,47
8,53
16,07
31,87
2
0,063
35,55
10,13
26,99
18,60
27,85
11,54
39,11
40,31
42,50
3
0,125
23,84
40,74
20,71
46,54
40,80
42,77
44,04
26,45
23,52
4
0,250
22,10
18,92
18,95
17,17
8,45
27,46
5,65
9,48
1,03
5
0,500
0,00
17,15
0,00
7,44
0,14
4,34
1,38
4,67
6
1,000
0,00
1,47
0,00
0,44
0,30
1,90
0,67
1,77
7
2,000
0,00
0,00
0,00
0,18
1,04
2,53
0,65
1,26
K o d e C o n t o h (KEMARAU) ST.9 (%) ST.10 (%) ST.11 (%) ST.12 (%) ST.13 (%) 2,95
1,22
18,59
32,53
8,62
4,43
30,17
22,04
75,82
63,98
26,96
29,81
11,28
28,66
21,09
13,98
0,55
0,44
1,26
2,21
0,94
0,13
0,28
0,22
0,48
0,25
0,41
0,61
0,24
0,53
0,47
LAMPIRAN 9. Kelimpahan (ind/m2), keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominasi (C) makrozoobentos para perairan Estuaria Tallo (Oktober 2010) STASIUN 1 NO 1 2 3 4
JENIS ORGANISME Strombus labiatus Hiatula nitida Terebralia sulcata Amphitrite gracilis JUMLAH
ni
NO
JENIS ORGANISME Strombus labiatus Sternaspis scutata JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Siliqua winteriana Septifer bilocularis Amphitrite gracilis JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Cellana testudinaria Pteria penguin Filograna implexa JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Strombus labiatus Tellina virgata Siliqua winteriana JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Cellana testudinaria Euchelus atratus Chrysostoma paradoxum Astraea calcar Telescopium telescopium Strombus labiatus Polinices didyma Cymatium pileare Pteria penguin Pholas orientalis Meretrix meretrix Asaphis violascens Sunetta truncata Anadara granosa Barbatia decussata JUMLAH
ni
7 91 27 2 127
(ni/N)2 0,003038006 0,513423027 0,04519809 0,000248 0,561907124
ni/N 0,055118 0,716535 0,212598 0,015748
ln(ni/N) -2,89828 -0,33333 -1,54835 -4,15104
ni/N*(ln(ni/N) -0,159747548 -0,238841022 -0,329176819 -0,065370707 -0,793136095
ni/N 0,4 0,6
ln(ni/N) -0,91629 -0,51083
ni/N*(ln(ni/N) -0,366516293 -0,306495374 -0,673011667
ni/N 0,96063 0,015748 0,023622
ln(ni/N) -0,04017 -4,15104 -3,74557
ni/N*(ln(ni/N) -0,038584701 -0,065370707 -0,088478145 -0,192433554
(ni/N)2 0,922809846 0,000248 0,000558001 0,923615847
ni/N 0,166667 0,5 0,333333
ln(ni/N) -1,79176 -0,69315 -1,09861
ni/N*(ln(ni/N) -0,298626578 -0,34657359 -0,366204096 -1,011404265
ni/N 0,012876 0,957082 0,030043
ln(ni/N) -4,35243 -0,04387 -3,50513
ni/N 0,019608 0,078431 0,019608 0,019608 0,019608 0,117647 0,019608 0,039216 0,039216 0,039216 0,117647 0,039216 0,058824 0,058824 0,313725
ln(ni/N) -3,93183 -2,54553 -3,93183 -3,93183 -3,93183 -2,14007 -3,93183 -3,23868 -3,23868 -3,23868 -2,14007 -3,23868 -2,83321 -2,83321 -1,15924
H' 0,793136095
C' 0,561907124
E 0,098366601
Kelimpahan 175 2275 675 50 3175
0,52
E 0,139388553
Kelimpahan 50 75 125
H' 0,192433554
C' 0,923615847
E 0,023866061
Kelimpahan 3050 50 75 3175
(ni/N)2 0,027777778 0,25 0,111111111 0,388888889
H' 1,011404265
C' 0,388888889
E 0,201851503
Kelimpahan 25 75 50 150
ni/N*(ln(ni/N) -0,056039822 -0,041983992 -0,105304284 -0,203328098
(ni/N)2 0,000165779 0,916005084 0,000902577 0,91707344
H' 0,203328098
C' 0,91707344
E 0,023452146
Kelimpahan 75 5575 175 5825
ni/N*(ln(ni/N) -0,07709462 -0,199649511 -0,07709462 -0,07709462 -0,07709462 -0,25177249 -0,07709462 -0,127006998 -0,127006998 -0,127006998 -0,25177249 -0,127006998 -0,166659608 -0,166659608 -0,363682168 -2,29369697
(ni/N)2 0,000384468 0,00615148 0,000384468 0,000384468 0,000384468 0,01384083 0,000384468 0,00153787 0,00153787 0,00153787 0,01384083 0,00153787 0,003460208 0,003460208 0,098423683 0,147251057
H' 2,29369697
C' 0,147251057
E 0,32076531
Kelimpahan 25 100 25 25 25 150 25 50 50 50 150 50 75 75 400 1275
STASIUN 2 2 3 5
(ni/N)2 0,16 0,36 0,52
H' 0,673011667
C'
STASIUN 3 NO
122 2 3 127
STASIUN 4 NO
1 3 2 6
STASIUN 5 NO
3 223 7 233
STASIUN 6 NO
1 4 1 1 1 6 1 2 2 2 6 2 3 3 16 51
……lanjutan lampiran 9
STASIUN 7 NO
JENIS ORGANISME Cellana testudinaria Sunetta truncata Barbatia decussata Tellina virgata Ensis ensis Balanus balanoides Lingula sp Portunus sp JUMLAH
ni 3 2 2 69 4 12 14 2 108
Tellina virgata Ensis ensis JUMLAH
134 2 136
ni/N 0,027778 0,018519 0,018519 0,638889 0,037037 0,111111 0,12963 0,018519
ln(ni/N) -3,5835189 -3,988984 -3,988984 -0,4480247 -3,2958369 -2,1972246 -2,0430739 -3,988984
ni/N*(ln(ni/N) -0,099542193 -0,073870075 -0,073870075 -0,286238017 -0,122068032 -0,244136064 -0,264842913 -0,073870075 -1,238437444
(ni/N)2 0,000771605 0,000342936 0,000342936 0,408179012 0,001371742 0,012345679 0,016803841 0,000342936 0,440500686
0,985294 0,014706
-0,0148151 -4,2195077
-0,014597217 -0,062051584 -0,076648801
0,970804498 0,000216263 9,71021E-01
ni/N 0,956989 0,032258 0,010753
ln(ni/N) -0,0439631 -3,4339872 -4,5325995
ni/N*(ln(ni/N) -0,042072236 -0,110773781 -0,048737629 -0,201583646
(ni/N)2 0,915828419 0,001040583 0,00011562 0,916984622
H' 0,201583646
C' 0,916984622
E 0,026005842
Kelimpahan 2225 75 25 2325
ni/N 0,105263 0,105263 0,052632 0,052632 0,052632 0,578947 0,052632
ln(ni/N) -2,2512918 -2,2512918 -2,944439 -2,944439 -2,944439 -0,5465437 -2,944439
ni/N*(ln(ni/N) -0,236978084 -0,236978084 -0,154970473 -0,154970473 -0,154970473 -0,316420041 -0,154970473 -1,410258099
(ni/N)2 0,011080332 0,011080332 0,002770083 0,002770083 0,002770083 0,335180055 0,002770083 0,368421053
H' 1,410258099
C' 0,368421053
E 0,228814874
Kelimpahan 50 50 25 25 25 275 25 475
ni/N 0,7 0,2 0,1
ln(ni/N) -0,3566749 -1,6094379 -2,3025851
ni/N*(ln(ni/N) -0,249672461 -0,321887582 -0,230258509 -0,801818553
0,54
E 0,145218551
Kelimpahan 175 50 25 250
ni/N 0,086957 0,173913 0,73913
ln(ni/N) -2,442347 -1,7491999 -0,3022809
ni/N*(ln(ni/N) -0,212378003 -0,30420867 -0,223424992 -0,740011666
(ni/N)2 0,007561437 0,030245747 0,5463138 0,584120983
H' 0,740011666
C' 0,584120983
E 0,116457125
Kelimpahan 50 100 425 575
ni/N 0,076923 0,115385 0,807692
ln(ni/N) -2,5649494 -2,1594842 -0,2135741
ni/N*(ln(ni/N) -0,197303797 -0,24917126 -0,172502158 -0,618977214
(ni/N)2 0,00591716 0,013313609 0,652366864 0,671597633
H' 0,618977214
C' 0,671597633
E 0,095565826
Kelimpahan 50 75 525 650
H' 1,238437444
C' 0,440500686
E 0,156744252
Kelimpahan 75 50 50 1725 100 300 350 50 2700 3350 50 3400
STASIUN 9 NO
JENIS ORGANISME Tellina virgata Siliqua winteriana Portunus sp JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Cellana testudinaria Strombus labiatus Sunetta truncata Barbatia decussata Conus glaucus Sternaspis scutata Ophiura texturata JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Barbatia decussata Siphonaria javanica Astropecten aurantiacus JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Sunetta truncata Barbatia decussata Tellina virgata JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Strombus labiatus Barbatia decussata Tellina virgata JUMLAH
ni
89 3 1 93
STASIUN 10 NO
2 2 1 1 1 11 1 19
STASIUN 11 NO
7 2 1 10
(ni/N)2 0,49 0,04 0,01 0,54
H' 0,801818553
C'
STASIUN 12 NO
2 4 17 23
STASIUN 13 NO
2 3 21 26
LAMPIRAN 10. Kelimpahan (ind/m2), keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominasi (C) makrozoobentos para perairan Estuaria Tallo (September 2011) STASIUN 1 NO
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Peristernia incarnata Modiolus micropterus JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Cellana testudinaria JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Nerita undata JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Nassaria pusilla Turbo reevei Placuna ephippium Nereis sp Amphitrite sp Pagurus sp JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Tellina palatam Nereis sp JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Nassaria pusilla Codakia punctata Tellina palatam Nereis sp JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Clithon oualaniensis Codakia punctata Pagurus sp Cancer pagurus Talitrus sp Ophiura sp JUMLAH
ni
1 1 1 3
ni/N 0,333333333 0,333333333 0,333333333
ln(ni/N) -1,098612289 -1,098612289 -1,098612289
ni/N*(ln(ni/N) -0,366204096 -0,366204096 -0,366204096 -1,098612289
(ni/N)2 0,111111111 0,111111111 0,111111111 0,333333333
H' 1,0986123
C' 0,333333333
E 0,014648164
Kelimpahan
ni/N 0,142857143 0,857142857
ln(ni/N) -1,945910149 -0,15415068
ni/N*(ln(ni/N) -0,277987164 -0,132129154 -0,410116318
(ni/N)2 0,020408163 0,734693878 0,755102041
H' 0,4101163
C' 0,755102041
E 0,002343522
Kelimpahan
ni/N 0,666666667 0,333333333
ln(ni/N) -0,405465108 -1,098612289
ni/N*(ln(ni/N) -0,270310072 -0,366204096 -0,636514168
(ni/N)2 0,444444444 0,111111111 0,555555556
H' 0,6365142
C' 0,555555556
E 0,002828952
Kelimpahan 150 75 225
ni/N 0,076923077 0,076923077 0,307692308 0,307692308 0,076923077 0,076923077 0,076923077
ln(ni/N) -2,564949357 -2,564949357 -1,178654996 -1,178654996 -2,564949357 -2,564949357 -2,564949357
ni/N*(ln(ni/N) -0,197303797 -0,197303797 -0,362663076 -0,362663076 -0,197303797 -0,197303797 -0,197303797 -1,711845135
(ni/N)2 0,00591716 0,00591716 0,094674556 0,094674556 0,00591716 0,00591716 0,00591716 0,218934911
H' 1,7118451
C' 0,218934911
E 0,005267216
Kelimpahan
ni/N 0,972477064 0,027522936
ln(ni/N) -0,027908788 -3,592735594
ni/N*(ln(ni/N) -0,027140656 -0,098882631 -0,126023287
(ni/N)2 0,94571164 0,000757512 0,946469152
H' 0,1260233
C' 0,946469152
E 4,6247E-05
Kelimpahan 2650 75 2725
ni/N 0,027272727 0,063636364 0,018181818 0,790909091 0,1
ln(ni/N) -3,601868077 -2,754570217 -4,007333185 -0,234572247 -2,302585093
ni/N*(ln(ni/N) -0,098232766 -0,175290832 -0,072860603 -0,185525323 -0,230258509 -0,762168033
(ni/N)2 0,000743802 0,004049587 0,000330579 0,62553719 0,01 0,640661157
H' 0,762168
C' 0,640661157
E 2,7715E-04
Kelimpahan
ln(ni/N) -0,916290732 -2,302585093 -2,302585093 -2,302585093 -1,609437912 -2,302585093
ni/N*(ln(ni/N) -0,366516293 -0,230258509 -0,230258509 -0,230258509 -0,321887582 -0,230258509 -1,609437912
E 6,4378E-03
Kelimpahan 100 25 25 25 50 25 250
25 25 25 75
STASIUN 2 NO
1 6 7
25 150 175
STASIUN 3 NO
6 3 9
STASIUN 4 NO
1 1 4 4 1 1 1 13
25 25 100 100 25 25 25 325
STASIUN 5 NO
106 3 109
STASIUN 6 NO
3 7 2 87 11 110
75 175 50 2175 275 2750
STASIUN 7 NO
ni/N 4 1 1 1 2 1 10
0,4 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1
(ni/N)2 0,16 0,01 0,01 0,01 0,04 0,01 0,24
H' 1,6094379
C' 0,24
..lanjutan Lampiran 10 STASIUN 8 NO
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Cellana testudinaria Nassaria pusilla Barbatia decussata Vepricardium sinense JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Clithon oualaniensis Siliqua winteriana Pagurus sp JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Nerita undata Cellana testudinaria Nassaria pusilla Clithon oualaniensis Gafrarium tumidum Vepricardium sinense Nereis sp Amphitrite sp Ophiura sp JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Nassaria pusilla Thais kieneri Gafrarium tumidum Vepricardium sinense JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Nassaria pusilla Pagurus sp JUMLAH
ni
JENIS ORGANISME Terebralia sulcata Clithon oualaniensis Codakia punctata Barbatia decussata Pagurus sp Leander sp JUMLAH
ni
16 1 12 3 1 33
ni/N 0,48484848 0,03030303 0,36363636 0,09090909 0,03030303
ln(ni/N) -0,723918839 -3,496507561 -1,011600912 -2,397895273 -3,496507561
ni/N*(ln(ni/N) -0,350990952 -0,105954775 -0,367854877 -0,217990479 -0,105954775 -1,148745858
(ni/N)2 0,235078053 0,000918274 0,132231405 0,008264463 0,000918274 0,377410468
H' 1,14874586
C' 0,37741047
E 0,001392419
Kelimpahan 400 25 300 75 25 825
ni/N 0,84615385 0,07692308 0,07692308
ln(ni/N) -0,167054085 -2,564949357 -2,564949357
ni/N*(ln(ni/N) -0,141353456 -0,197303797 -0,197303797 -0,53596105
(ni/N)2 0,715976331 0,00591716 0,00591716 0,727810651
H' 0,53596105
C' 0,72781065
E 0,001649111
Kelimpahan 275 25 25 325
ni/N 0,40350877 0,05263158 0,05263158 0,24561404 0,14035088 0,03508772 0,01754386 0,01754386 0,01754386 0,01754386
ln(ni/N) -0,907557052 -2,944438979 -2,944438979 -1,403993938 -1,963609726 -3,349904087 -4,043051268 -4,043051268 -4,043051268 -4,043051268
ni/N*(ln(ni/N) -0,366207231 -0,154970473 -0,154970473 -0,344840616 -0,275594348 -0,117540494 -0,070930724 -0,070930724 -0,070930724 -0,070930724 -1,697846531
(ni/N)2 0,162819329 0,002770083 0,002770083 0,060326254 0,019698369 0,001231148 0,000307787 0,000307787 0,000307787 0,000307787 0,250846414
H' 1,69784653
C' 0,25084641
E 0,001191471
Kelimpahan 575 75 75 350 200 50 25 25 25 25 1425
ni/N 0,25 0,25 0,25 0,125 0,125
ln(ni/N) -1,386294361 -1,386294361 -1,386294361 -2,079441542 -2,079441542
ni/N*(ln(ni/N) -0,34657359 -0,34657359 -0,34657359 -0,259930193 -0,259930193 -1,559581156
(ni/N)2 0,0625 0,0625 0,0625 0,015625 0,015625 0,21875
H' 1,55958116
C' 0,21875
E 0,007797906
Kelimpahan 50 50 50 25 25 200
ni/N 0,2 0,4 0,4
ln(ni/N) -1,609437912 -0,916290732 -0,916290732
ni/N*(ln(ni/N) -0,321887582 -0,366516293 -0,366516293 -1,054920168
(ni/N)2 0,04 0,16 0,16 0,36
H' 1,05492017
0,36
E 0,008439361
Kelimpahan 25 50 50 125
ni/N 0,125 0,125 0,125 0,125 0,375 0,125
ln(ni/N) -2,079441542 -2,079441542 -2,079441542 -2,079441542 -0,980829253 -2,079441542
ni/N*(ln(ni/N) -0,259930193 -0,259930193 -0,259930193 -0,259930193 -0,36781097 -0,259930193 -1,667461933
(ni/N)2 0,015625 0,015625 0,015625 0,015625 0,140625 0,015625 0,21875
H' 1,66746193
C' 0,21875
E 0,00833731
Kelimpahan 25 25 25 25 75 25 200
STASIUN 9 NO
11 1 1 13
STASIUN 10 NO
23 3 3 14 8 2 1 1 1 1 57
STASIUN 11 NO
2 2 2 1 1 8
STASIUN 12 NO
1
1 2 2 5
C'
STASIUN 13 NO
1 1 1 1 3 1 8
LAMPIRAN 13. Jawaban Pakar dan Analisis AHP
Faktor Pakar ke 1 2 3 4 5 6 7
1 5 1 1 5 1 1 1
2 9 3 9 1 7 1 3
3 9 3 5 3 5 5 5
4 5 1 5 3 5 5 5
Jawaban 5 6 7 5 5 1 3 3 3 5 5 5 1 5 3 3 5 5 1 5 5 5 5 3
8 5 1 5 5 3 5 5
9 0.33 1.00 5.00 3.00 5.00 5.00 1.00
10 0.20 1.00 5.00 0.20 1.00 0.20 0.20
CR
Ket
0.095 0.033 0.223 0.145 0.080 0.075 0.079
Konsisten Konsisten
Konsisten Konsisten Konsisten
Stakeholders Pakar ke 1 2 3 4 5 6 7
11 5.00 1.00 5.00 5.0 1.00 5.00 5.00
12 5.00 3 5 5.00 1.00 0.33 1.00
13 3.00 1 0.2 5 1 3 1
14 5.00 5 5 7.00 5 5.00 5
15 0.20 1 0.20 1 0.20 1 1
16 1.00 1 5 1 0.20 1
Jawaban 17 18 19 0.33 3 0.11 0.33 1 0.20 0.20 3 0.20 0.33 7 0.33 0.20 1.00 0.11 0.20 1 0.20 0.333 1 0.2
20 0.20 0.20 0.20 0.20 1.00 7.00 0.2
21 3 1.00 3 1.00 3 5.00 3
22 0.11 0.20 0.20 0.14 0.20 1.00 0.2
23 5 5.00 5 5.00 3 5.00 5
24 1.00 1.00 0.33 0.33 0.11 0.20 0.33333
25 0.11 0.33 0.20 0.20 0.11 0.20 0.2
CR
Ket
0.083 0.036 0.148 0.09 0.076 0.091 0.07
Konsisten Konsisten Konsisten Konsisten Konsisten Konsisten
Alternatif
Tujuan Pakar ke 1 2 3 4 5 6 7
26 9.00 1.00 5.00 5.00 1.00 1 1
Jawaban 27 28 3.00 0.2 1 1 5 0.333 1.00 0.333 1 1 5.00 3 1 0.33
CR
Ket Pakar ke
0.025 0.000 0.116 0.025 0.000 0.116 0.116
Konsisten Konsisten
1 2 3 4 5 6 7
Konsisten Konsisten
Jawaban 29 1.00 0.33 1.00 0.20 1.00 0.20 1.00
Matriks Pendapat Gabungan Faktor 1 1.00 0.33 0.20 0.33 Stakeholder 1 0.33333 1 1.00 0.2 1
1 1 0.33 0.20 0.33
3.00 1 1 3 1 5
3 3 1 0.33 1
1.00 1 1 3.00 0.33333 5
5 5 3 1 3
1 0 0 1 0.2 3.003
3 3 1.00 0.33 1
5 1 3 5 1 3.003
1 0.2 0.2 0.333 0.14286 1
Tujuan 1.00 0.33 0.33
3.00 1.00 1.00
Alternatif 1 3.00
0.33 1
3.00 1.00 1.00
........lanjutan lampiran 13
Hasil Perhitungan CR Matriks Pendapat Gabungan
Kriteria
Ukuran matriks
CR
CR maks
Ket
Faktor
5x5
0.012
0.1
konsisten
Stakeholder Tujuan Alternatif
6x6 3x3 2x2
0.03 0
0.1 0.03
konsisten konsisten konsisten