STRATEGI KOMISI PENYIARAN INDONESIA ( KPI ) UNTUK MENGANTISIPASI TAYANGAN KEKERASAN DALAM PEMBERITAAN JURNALISTIK DAN SINETRON DI TELEVISI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata I ( SI ) Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh Nama
: Zulkarnain
Nim
: 04102-054
Jurusan
: Jurnalistik / Brodcasting
FAKULTAS KOMUNIKASI JURNALISTIK / BRODCASTING UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi Bidang Studi Broadcasting
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI Nama
: Zulkarnain
NIM
: 04102-054
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi
: Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Untuk Mengantisipasi Tayangan Kekerasan Dalam Pemberitaan Jurnalistik dan Sinetron di Televisi
Jakarta, 18 Juli 2009
Disetujui dan diterima oleh : Pembimbing
( Feni Fasta, SE, M.Si )
Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi Bidang Studi Broadcasting TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI Nama
: Zulkarnain
NIM
: 04102-054
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi
: Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Untuk Mengantisipasi Tayangan Kekerasan Dalam Pemberitaan Jurnalistik dan Sinetron di Televisi
Jakarta, 18 Juli 2009
Disetujui dan diterima oleh :
Ketua Sidang Nama : Dra. Tri Dhiah Cahyowati, M.Si
(……………………….)
Penguji Ahli Nama : Drs. Hardiyanto, M.Si
(……………………….)
Pembimbing Nama : Feni Fasta, SE, M.Si
(……………………….)
Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi Bidang Studi Broadcasting LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI Nama
: Zulkarnain
NIM
: 04102-054
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi
: Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Untuk Mengantisipasi Tayangan Kekerasan Dalam Pemberitaan Jurnalistik dan Sinetron di Televisi
Jakarta, 20 Agustus 2009
Disetujui dan diterima oleh : Pembimbing
( Feni Fasta, SE, M.Si )
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
( Dra. Diah Wardhani, M.Si )
Ketua Bidang Studi
( Ponco Budi Silistyo.,S.Sos.M.Comn )
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STUDI BRODCASTING ZULKARNAIN ( 04102-054 ) STRATEGI KOMISI PENYIARAN INDONESIA UNTUK MENGANTISIPASI TAYANGAN KEKERASAN DALAM PEMBERITAAN JURNALISTIK DAN SINETRON DI TELEVISI ( EDISI JULI 2009 ) ( X + 5 Bab + 71 halaman + lampiran )
Abstraksi Perkembangan dunia penyiaran di Indonesia khususnya Televisi, telah menjadi perhatian banyak kalangan. Banyak pendapat – pendapat orang yang mengatakan bahwa dunia pertelevisian di Indonesia telah melupakan sisi moral, budaya, dan etika bangsa ini. Hal ini dapat di lihat melalui program acara yasng mentayangkan unsur kekerasan dalam acara pemberitaan jurnalistik dan sinetron yang sudah / kian menjamur. Dan dalam hal ini Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga independent yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi segala bentuk isi siaran di Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di buat perumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Strategi Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengantisipasi tayangan kekerasan dalam pemberitaan jurnalistik dan sinetron di televisi. Kerangka teori yang di gunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi, komunikasi massa, teori depedensi, televisi sebagai saluran media massa, sifat / ciri televisi, program televisi, berita, sinetron drama, dan P3 / SPS. Tujuan penelitan ini adalah Bagaimana Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Untuk Mengantisipasi Tayangan Kekerasan Dalam Pemberitaan Jurnalistik Dan Sinetron Di Televisi Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu penelitan yang memaparkan dan menjelaskan masalah terhadap objek yang akan di teliti, metode penelitiannya adalah metode studi kasus sebab focus penelitian terletak pada fenomena di dalam kehidupan nyata, design studi kasus yang telah di gunakan dalam penelitian ini adalah design kasus tunggal dengan unit analisis tunggal, definisi konsep dalam penelitian ini adalah Strategi yang meliputi perencanaan (planning)/pengorganisasian (organizing)/tindakan (actuating)/dan pengendalian (Controling), Serta penegakan hukum yang di lakukan KPI dalam mengurangi tayangan kekerasan di pemberitaan jurnalistik dan sinetron. Dan nara sumber dalam penelitian ini Bapak Bimo Nugroho (anggota KPI), teknik pengumpulan data dengan menggunakan dua tahap yaitu data primer dan data sekunder. Dalam proses wawancara pertanyaan-pertanyaan yang di gunakan pada nara sumber berupa isi pasal-pasal maupun ayat-ayat yang terkandung dalam Undang-undang penyiaran Nomor 32 Tahun 2002/P3 & SPS. Dari penelitian ini saya mendapatkan hasil yang intinya startegi KPI adalah melakukan Reward and Punishment (pemberian anugerah terhadap tayangan atau acara-acara terbaik dan pemberian hukuman atau sangsi berupa teguran dan penghentian program tersebut). Dan juga melakukan strategi Media Literasi atau pendidikan Melek Media.
iii
DAFTAR ISI Halaman Judul…………………………………………………………………………...ii Abstraksi……..………………………………………………………………………….iii Kata Pengantar………………………………………………………………………….iv Daftar Isi…………………………………………………………………………………ix Daftar Tabel…………………………………………………………………………….xii BAB. I. PENDAHULUAN……………………………………………………………….1 1.1. Latar Belakang Masalah……………………………………………………...1 1.2. Perumusan Masalah…………………………………………………………..9 1.3. Tujuan Penelitian……………………………………………………………..9 1.4. Signifikansi Penelitian………………………………………………………..9 1.4.1. Signifikansi Akademik………………………………………….....9 1.4.2. Signifikansi Praktis………………………………………………..9 BAB. II. KERANGKA PEMIKIRAN…………………………………………………11 2.1. Komunikasi………………………………………………………………….11 2.2. Komunikasi Massa…………………………………………………………..13 2.3. Teori Depedensi……………………………………………………………..19 2.4. Televisi Sebagai Saluran Media Massa……………………………………..22 2.5. Sifat / Ciri Televisi…………………………………………………………..24 2.6. Program Televisi…………………………………………………………….25 2.6.1. Pengertian Program Televisi………………………………………25 2.6.2. Jenis Program Televisi…………………………………………….26 2.7. Berita………………………………………………………………………...29
ix
2.8. Sinetron Drama……………………………………………………………...32 2.9. Pedoman Prilaku Penyiaran Dan Standar Program Siaran………………….34 BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………………44 3.1. Jenis Penelitian……………………………………………………………...44 3.2. Metode Penelitian…………………………………………………………...45 3.3. Definisi Konsep……………………………………………………………..46 3.4. Nara Sumber ( Key informan )……………………………………………....48 3.5. Tehnik Pengumpulan Data…………………………………………………..49 3.5.1. Data Primer………………………………………………………..49 3.5.2. Data Sekunder……………………………………………………..49 3.6. Fokus Penelitian……………………………………………………………..50 3.7. Tehnik Analisis Data………………………………………………………...50 BAB. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………….52 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian……………………………………..….52 4.1.1. Visi Dan Misi Komisi Penyiaran Indonesia……………………….54 4.1.2. Fungsi, Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPI………………….54 4.1.3. Kelembagaan………………………………………………………57 4.2. Hasil Penelitian……………………………………………………………...58 4.2.1. Strategi Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI )……………………...58 4.2.1.1. Perencanaan ( Planing )…………………………………...60 4.2.1.2. Pengorganisasian ( Organizing )…………………………..61 4.2.1.3. Tindakan ( Actuating )…………………………………….62 4.2.1.4. Pengendalian ( Controling )……………………………….63
x
4.3. Pembahasan………………………………………………………………….64 BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….70 5.1. Kesimpulan………………………………………………………………….70 5.2. Saran………………………………………………………………………...71 Daftar Pustaka Lampiran CV ( Curiculum Vitae )
xi
Daftar Tabel
Tabel 1 BAB III Program Faktual……………………………………………………….35 Tabel 2 BAB IV Kesopanan, Kepantasan dan Kesusilaan……………………………....38
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bersama, bahwa Komunikasi merupakan suatu hal terpenting dalam kehidupan manusia di mana dan kapanpun kita berada sebagai alat untuk saling berinteraksi. Bahkan sejak kita lahir, kita sudah mengenal komunikasi yang mungkin tidak kita sadari. Sebagian para ahli Psikolog berpendapat bahwa kebutuhan yang mendasar dalam diri manusia adalah terjalinnya hubungan sosial yang baik dan kondusif dalam kehidupan bermasyarakat. Dan untuk terciptanya hal di atas manusia membutuhkan alat yang bernama Komunikasi. Komunikasi sebagai proses dasar manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan, seperti yang di utarakan Rene Spitz, komunikasi adalah jembatan antara bagian luar dan bagian dalam kepribadian manusia, mulut sebagai alat utama untuk menjembatani antara persepsi luar dan model dasarnya adalah tempat transisi bagi perkembangan aktifitas internasional bagi munculnya kemauan dari kepasifan1. Saat ini orang-orang dan ahli-ahli komunikasi memberikan pengartian tentang komunikasi yang beragam, namun pada dasarnya dari setiap pemikiran mereka dalam memberikan pengertian tentang komunikasi intinya sama. Joseph A. Devito mengatakan, komunikasi mengacu pada tindakan satu orang atau lebih 1
John W. Keltner. inter personal speech communication : element and structures. Belmant, California 1970, Hal 14.
1
2
dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang terdistorsi oleh noise atau gangguan yang terjadi dalam konteks tertentu, serta mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.2. Bicara tentang definisi komunikasi tidak ada yang menyatakan bahwa argument mereka benar ataupun salah. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyatakan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal-hal di atas, seperti dalam kalimat kita berbagi pikiran, kita mendiskusikan makna, dan mengirimkan pesan. Dalam hal ini, maka dalam berbicara tentang komunikasi tidak ada definisi yang benar atau salah, sebelum kita memberikan pengertian khusus tentang komunikasi pada orang lain, kita harus lebih dahulu mengetahui masalahnya atau dari sisi manfaatnya, untuk menjelaskan fenomena yang di definisikan dan mengevaluasi sehingga jelas arah serta tujuan yang kita bicarakan. Adapun bentuk komunikasi yang saat ini menjadi barometer kehidupan manusia, baik dalam keadaan suka maupun duka, di manapun mereka berada yakni media massa seperti koran, majalah, radio, televisi, dan internet3. Mediamedia di atas dapat berkembang dan di sukai oleh khalayak dan memiliki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap khalayak banyak. Bila melihat fungsi media massa, baik dari segi popularitas dan pengaruh yang merasuk dari media massa dapat kita perhatikan, jika media-media massa menjalankan fungsi pokoknya yaitu menghibur, meyakinkan, mengulasikan, mengubah, menggerakan, menawarkan etika atau sistem nilai tertentu, 2 3
Joseph A. Devito. Komuniasi Antar Manusia, Jakarta : Profesional Books, 1997, Hal 24 Kun Sri Budiarsih. Berani Nolak TV, Bandung : DAR! Mizan, 2005, Hal 13
3
menginformasikan, menganugerahkan status, membius, menciptakan rasa kebersatuan, dan mengevaluasi fungsi media4. Dan sudah jelas bahwa media memiliki power untuk mempengaruhi khalayak. Namun hampir seluruh manusia yang ada di dunia menganggap media sebagai sarana yang dapat memajukan pola pikir untuk maju atau sebaliknya. Setiap saat kita dapat mengetahui seluruh isi dunia tanpa harus pergi ke suatu tempat yang jauh, tapi cukup hanya melihat media-media massa di atas tadi. Terutama media massa yang menurut saya sangat di gandrungi oleh khalayak, yakni televisi. Seperti kita ketahui bersama televisi adalah suatu perangkat yang dapat menghadirkan berbagai macam bentuk informasi dan juga hiburan dengan bentuk gambar yang dapat bergerak dan suara yang cukup baik, dan di pancarluaskan melalui satelit yang di atur oleh para pekerja di bidang broadcast, yang memiliki kreatifitas tinggi sehingga tak jarang penonton banyak yang terlena dengan berbagai format acara yang di sajikan oleh media televisi dan siap duduk berlamalama untuk menonton dan menyaksikan acara favoritnya. Kecendrungan pola masyarakat yang mencari kemudahan untuk mendapatkan hiburan dan informasi dengan memilih televisi sebagai alternatif merupakan hal yang paling mudah dan murah, jangan heran kita dapat melihat banyaknya masyarakat memiliki seperangkat televisi di rumah-rumahnya, walau pada saat ini situsi perekonomian di negeri ini tidaklah kondusif.
4
Opcit, Komunikasi Antar Manusia, Hal 515
4
Pada saat ini televisi sudah menjadi bagian pokok bagi khalayak, bahkan kita dapat melihat beberapa khalayak yang memiliki lebih dari satu televisi, hal ini menandakan bahwa televisi merupakan suatu barang yang wajib di miliki keluarga, dan ini seperti sudah menjadi sebuah trend. Dan keberadaan televisi telah membuat khalayak banyak yang terlena, bahkan saat ini sudah banyak khalayak yang mengelurkan komentar-komentarya, baik itu komentar positif maupun negatif terhadap televisi. Terutama program acara sinetron yang selalu menyajikan yang diluar realita budaya bangsa ini. Hal ini menuntut pemerintah untuk membuat suatu peraturan yang seharusnya memihak untuk kepentingan khalayak banyak. Bukan itu saja, tidak sedikit khalayak yang menuntut pihak pertelevisian untuk memperhatikan sajian-sajian acara sinetron yang telah menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat. Seharusnya televisi dengan format acara-acaranya menyajikan adegan yang dapat memberikan manfaat untuk khalayak banyak, minimal memperkaya wawasan khalayak tentang nilai-nilai atau norma-norma yang terkandung dalam kepribadian bangsa ini dan memperkuat mental khalayak sesuai dengan budaya bangsa ini yang di wariskan oleh pejuang-pejuang masa lampau tentang nasionalisme dan moralisme. Permasalahan muncul ketika masyarakat menyadari adanya sinetron yang menawarkan gaya hidup mewah, kekerasan, caci maki yang berlebihan, pornografi dan pornoaksi, mistik, serta religi dan juga pemberitaan jurnalistik yang selalu menampilkan berita kriminal dengan unsur kekerasan. Memang acaraacara tersebut, harus kita sadari tergolong menarik namun dari segi edukatif tidak
5
memiliki makna khusus untuk memajukan pola pikir masyarakat. Dan anehnya banyak khalayak yang menyukai acara-acara seperti itu, hal ini terungkap melalui riset media dengan share dan rating yang di gunakan oleh intansi pertelevisian. Sehingga pihak televisi, mau tidak mau harus menyajikan tayangan-tayangan tersebut untuk mendapatkan pasokan dana melalui iklan-iklan yang masuk. Seperti kita ketahui bersama, hampir semua instansi pertelevisian menyajikan program acara, khususnya tayangan sinetron dan pemberitaan jurnalistik tanpa memperdulikan efek atau dampak yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sehingga lapisan masyarakat, baik itu pengamat, pendidik, ulama, dan politikus serta mahasiswa-mahasiswa melontarkan kritik terhadap tayangantayangan tersebut. Salah satu budayawan Ahmad Tohari mengatakan televisi saat ini telah menjadi racun bagi anak-anak dan masyarakat, sedangkan pengelola pertelevisian telah mengabaikan pendidikan moral5. Bahkan media-media telah salah menafsirkan kebebasan pers yang sesungguhnya. Salah satu wartawan senior Indonesia Rosihan Anwar mengatakan, bahwa di zaman reformasi ini, jurnalistik Indonesia telah kehilangan arah sehingga informasi yang kita dapatkan sering kebablasan. Dalam wawancaranya di salah satu stasiun televisi swasta. Kebebasan pers muncul sebagai reaksi terhadap pers otoriter di mana konsep isi suatu pemberitaan harus sesuai dengan keinginan pemerintah atau kepala Negara. Karena pers otoriter di anggap tidak sesuai dan tidak relevan dengan azas demokrasi dan gagasan kebebasan individu, sehingga munculah kebebasan pers yang ada pada saat ini. Adapun perbedaan
5
Ibid, Hal 23
6
antara pers bebas dengan pers otoriter adalah pers bebas di perlukan sebagai mitra di dalam mencari suatu kebenaran, sedangkan pers otoriter lebih di anggap sebagai pelayan setia bagi pemerintahan atau Negara6. Pada tahun 1998, bangsa Indonesia berhasil mengeluarkan undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan untuk mengemukakan pendapat. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1999 lahir undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, dan undang-undang nomor 32 pada tahun 2002 tentang penyiaran. Seperti yang telah di jelaskan pada pembahasan sebelumnya pers bebas tidak sepenuhnya memperdulikan aturan yang sudah di buat, sehingga yang terjadi pada saat ini kebablasanlah yang selalu menghiasi perjalanan media-media massa, khususnya media televisi. Fenomena ini jelas mempengaruhi mental khalayak khususnya generasi muda, yang notabene adalah calon pemimpin bangsa. Apa jadinya bangsa yang besar ini di pimpin oleh pemimpin yang bermental aji mumpung dan tidak memiliki rasa tanggung jawab, dan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah. Untuk mengantisipasi hal di atas, pemerintah membentuk satu badan khusus yakni KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang berfungsi untuk mengawasi setiap isi siaran dan memiliki wewenang untuk menegur setiap instansi media massa, khususnya intansi pertelevisian yang menampilkan tayangan-tayangan tidak layak bagi budaya bangsa ini. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sebagai salah satu badan independent menetapkan aturan perundang-undangan untuk mengurangi dan mengantisipasi
6
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, Ciputat : Kalam Indonesia, 2005, Hal 47
7
dampak negatif bagi masyarakat. Akhirnya pada tanggal 30 agustus 2004, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) menetapkan undang-undang penyiaran atau yang lebih di kenal dengan sebutan Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standart Program Siaran (P3/SPS), undang-undang tersebut berisi aturan-aturan yang mengatur jam tayang hiburan berbentuk film ataupun sinetron, talk show, dan pemberitaan jurnalistik. Banyak sekali program acara, khususnya yang berbentuk sinetron, dan juga pemberitaan jurnalistik, namun di balik itu selalu dapat kita lihat sajian-sajian kekerasan yang mencerminkan tokoh yang memerankannya. Dalam tayangantayangan sinetron, sering kali kita melihat adegan-adegan kekerasan berupa katakata kasar, pemukulan dan perbuatan-perbuatan yang sulit di cerna oleh akal sehat kita sebagai manusia yang beradab. Dan jarang sekali terlihat pesan yang mencontohkan moral seorang anak negeri yang sesungguhnya. Intinya, dari acaraacara tersebut yang di jadikan objek tontonan untuk khlayak adalah sisi penyimpangan moral dari tokoh-tokoh melankolisnya. Harus saya akui, tayangan-tayangan ini sangat di gemari oleh segenap lapisan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat banyaknya iklan yang mengiringi acara-acara tersebut, belum lagi penelitian yang saya lakukan pada remaja-remaja yang berdomisili di tempat saya tinggal. Mayoritas mengatakan acara-acara tersebut cukup bagus dan sangat di sayangkan sekali untuk meninggalkan acara itu dari episode ke episode berikutnya. Namun bagi saya, fakta di atas tak menyurutkan niat saya untuk fokus pada penelitian ini dan pemikiran saya tentang layak dan tidak layaknya suatu
8
acara untuk disajikan untuk khalayak. Dengan modal ilmu jurnalistik/broadcasting yang saya dapatkan di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Mercu Buana, yang selalu menanamkan pola pikir kritis dalam melihat dan menganalisa suatu fenomena yang berkembang di masyarakat. Adapun alasan saya meneliti Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengantisipasi tayangan kekerasan dalam pemberitaan jurnalistik dan sinetron di televisi, karena KPI merupakan badan atau lembaga yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi segala bentuk siaran di Indonesia. Dan kenapa tayangan kekerasan yang menjadi subjek penelitian ini, karena tindak kekerasan sangat jelas tidak sesuai dengan budaya dan karakter bangsa Imdonesia. Seperti kita ketahui bersama, makin maraknya aksi-aksi kekerasan dalam pemecahan konflik di Indonesia, baik itu di lakukan dalam aksi demontrasi, percekcokan antar pihak, pertengkaran dalam rumah tangga, bahkan perselisihan kepentingan dalam setiap rapat yang di laksanakan oleh badan legeslatif. Hal ini makin meyakinkan saya, bahwa maraknya aksi-aksi kekerasan tersebut, berkat tayangantayangan kekerasan baik itu dalam pemberitaan jurnalistik maupun dalam sinetron. Dan pastinya, apa bila masyarakat/khalayak tetap/selalu di suguhkan atau di paksa untuk mengkonsumsi tayangan kekerasan dan tanpa adanya pengawasan khusus, maka akan mempengaruhi karakter dan sifat kalayak banyak.
9
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang saya buat di atas, maka perumusan masalahnya adalah : Bagaimana Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Untuk Mengantisipasi Tayangan Kekerasan
dalam Pemberitaan
Jurnalistik dan Sinetron di Televisi ?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Untuk Megantisipasi Tayangan Kekerasan dalam Pemberitaan Jurnalistik dan Sinetron di Televisi.
1.4. Signifikansi Penelitian 1.1.4. Signifikansi Akademis Untuk bahan masukan untuk ilmu komunikasi, khususnya ilmu jurnalistik dan broadcasting tentang isi dan dampak bahayanya tayangan kekerasan di televisi terhadap masyarakat. 1.4.2. Signifikansi Praktis : 1. Untuk memberikan masukan pada intansi pertelevisian tentang besarnya pengaruh dari tayangan atau adegan kekerasan bagi masyarakat khususnya generasi muda. 2. Untuk di jadikan bahan evaluasi bagi intansi pertelevisian, khususnya dalam menayangkan acara sinetron maupun pemberitaan jurnalistik yang menampilkan adegan atau tayangan kekerasan.
10
3. Memotivasi KPI untuk melaksanakan tugasnya dalam memberantas tayangan-tayangan yang menyimpang dari perundang-undangan penyiaran yang ada saat ini.
11
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Komunikasi Berbicara komunikasi terlalu banyak pengertian dan penjelasan mengenai komunikasi itu sendiri, namun dari arah dan tujuan pengertian-pengertian yang di jelaskan hampir sama atau satu sama lain saling berkaitan dari sisi arti dan makna. Namun prakteknya yang mungkin mebedakan para ahli komunikasi, karena faktor zaman mereka yang berbeda-beda dan waktu yang banyak mengubah cara pandang mereka terhadap komunikasi. Laswell mendefinisikan secara mendetail bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu7. Dalam prosesnya, komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan atau noise yang terjadi dalam konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Di dalam komunikasi mengandung beberapa sifat, yang mana hal ini merupakan komunikasi yang sering dan pernah kita lakukan. Adapun sifat-sifat komunikasi yang di maksud adalah :8
7 8
Onong Uchjana Efendy, Televisi Siaran Teori dan Praktek, Bandung : Mandar Maju, 1993, Hal 3 Opcit, Komunikasi Antar Manusia, Hal 24
11
12
1. Intra Prbadi Intra pribadi merupakan komunikasi yang di lakukan dengan diri sendiri, dengan tujuan untuk berfikir, melakukan penalaran, menganalisis dan merenung. 2. Antar Pribadi Antar pribadi merupakan komunikasi yang di lakukan antara dua orang, dengan tujuan untuk mengenal, berhubungan, mempengaruhi, bermain, membantu. 3. Kelompok Kecil Komunikasi yang di lakukan sekumpulan kelompok kecil orang di mana masing-masing di hubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu di antara mereka, dengan tujuan untuk berbagi informasi, mengembangkan gagasan, memecahkan masalah dan membantu. 4. Organisasi Komunikasi yang di lakukan dalam komunikasi formal dan bisa di definisikan sebagai sebuah kelompok individu yang terorganisir untuk mencapai suatu tujuan tertentu, yakni untuk meningkatkan produktivitas, membangkitkan semangat kerja, memberi informasi, dan meyakinkan. 5. Publik Komunikasi yang di lakukan melalui seorang pembicara kepada khalayak, dengan tujuan untuk memberi informasi, meyakinkan, dan menghibur.
13
6. Antar Budaya Komunikasi yang di lakukan antara orang dari budaya yang berbeda, memiliki tujuan untuk mengenal, berhubungan, mempengaruhi, bermain, dan membantu. 7. Massa Komunikasi yang di arahkan kepada khalayak yang sangat luas, dan di salurkan melalui sarana audio dan visual dengan tujuan menghibur, meyakinkan
(mengukuhkan,
mengubah,
mengaktifkan),
memberi
informasi, mengukuhkan status, membius, dan menciptakan rasa persatuan.
2.2. Komunikasi Massa Seperti kita ketahui bersama, begitu mudah dan gampang kita untuk mendapatkan suatu informasi dan hiburan, kapan dan di manapun kita berada selalu saja kita mendapatkan informasi baik melalui media cetak maupun elektronik. Komunikasi massa dapat di artikan sebagai jenis komunikasi yang di tujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, hetrogen, dan anonim antara lain melalui media cetak atau media elektronik. Sehingga pesan yang sama dapat di dapatkan atau di terima secara serentak dan sesaat9. Komunikasi massa menurut Severin, Tan, dan Wright merupakan bentuk komunikasi
9
yang
menggunakan
bentuk
saluran
berupa
media
Arifin Anwar, Strategi Komunikasi Sebuah pengantar ringkas, Armico bandung, Hal 26
dalam
14
menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal dan berjumlah banyak10. Komunikasi massa adalah sebuah proses yang terjadi dari serangkaian tahap. Adapun tahapan-tahapan itu, yakni : 1. Formulasi pesan komunikator 2. Penyebaran pesan dengan cara yang relatif cepat dan terus menerus melalui media (cetak, film, broadcasting, radio, televisi) 3. Pesan mencapai khalayak dengan jumlah relatif besar dan beragam. Khalayak ini mengakses media dengan cara selektif. 4. Individu dari anggota khalayak mencoba menafsirkan pesan yang di kirim komunikator sehingga memperoleh pemahaman yang sama, sebagaimana yang di maksud komunikator. 5. Sebagai hasil memahami pesan, maka selanjutnya anggota khalayak ini sampai level tertentu akan terpengaruhi oleh pesan tersebut. Komunikasi massa memiliki karakteristik, yakni adanya suatu organisasi yang kompleks dan formal dalam tugas oprasional pengiriman pesan. Adapun beberapa karakteristik dalam komunikasi massa :11 1. Adanya khalayak luas dan hetrogen 2. Isi pesan harus bersifat umum tidak dapat bersifat rahasia. 3. Komunikasi di lakukan dengan massa yang sangat hetrogen dengan tingkat pendidikan, keadaan sosial, dan ekonomi maupun keadaan budaya.
10 11
Manuele Thypographycum, 1932 Alo Lili Weri, Kounikasi Massa dalam Masyarakat, Pt. Citra Aditya Bakti.
15
4. Setiap pesan memiliki kontrol sosial dalam arti murni, yaitu di nilai oleh banyak orang dengan berbagai latar belakang dan taraf pendidikan maupun daya cernanya. 5. Walaupun reaksi pada pihak khalayak akan berbeda-beda, pesan yang keluar dan peralatan komunikasi di fokuskan pada perhatian yang sama. Seakan-akan khalayak yang hetrogen tersebut akan memberikan reaksi yang sama pula. Dalam kehidupan sehari-hari, kita melaksanakan berbagai aktifitas dan pekerjaan yang terkadang tidak kita sadari bahwa yang kita lakukan merupakan ciri-ciri komunikasi massa. Dalam hal ini, kita dapat mempelajari dan memudahkan kita dalam memahami komunikasi massa sesuai dengan yang kita bahas. Adapun cirri-ciri komunikasi massa adalah :12 1. Komunikasi
massa
berlangsung
dalam
satu
arah
(one
way
communication). Berarti, dalam hal ini tidak terdapat arus balik dari komunikan atau tidak langsung, bahkan penulis suatu berita atau produsen suatu acara tidak langsung mengetahui tanggapan khalayak pembaca atau pemirsanya yang di jadikan sasaran. 2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga. Berarti di setiap intansi dan organisasi atau institusi perusahaan media massa maupun lembaga tertentu biasanya memberikan layanan jasa informasi.
12
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung 19994, Hal 22-25
16
3. Komunikasi massa bersifat umum. Karena pesan yang di sampaikan atau di sebarluaskan melalui media massa bersifat umum dan di tujukan untuk khalayak demi kepentingan umum, jadi tidak di tujukan pada kelompok atau organisasi tertentu maupun perseorangan 4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Karena media ini memiliki kemampuan yang dapat menyebarluaskan dan menyampaikan
pesan
dengan
cepat
maka
akan
menimbulkan
keserempakan dalam pengiriman pesan pada khalayak. 5. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat hetrogen. 6. Seperti kita ketahui keberadaan khalayak terpencar-pencar, di mana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, serta memiliki perbedaan dalam segala hal seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pengalaman, keinginan, cita-cita, ideologi, agama dan lain-lainnya. Sedangkan dalam media massa terkandung setiap tindakan komunikasi yang di dalamnya memiliki variabel-variabel yang berkerja pada media massa. Adapun variabel-variabel itu adalah : 13 1. SUMBER Sumber merupakan komunikator massa, yang di mana sumber ini menyusun dan memberikan informasi kepada khalayak.
13
Ibid, hal 505
17
2. KHALAYAK Komunikasi massa di tujukan pada khalayak, maksudnya berhasil atau tidaknya suatu program acara tergantung dengan banyaknya jumlah khalayak yang menikmati program tersebut. Bila suatu program jarang di saksikan khalayak maka lambat laun acara itu akan di hilangkan secara perlahan-lahan. Terkadang program tersebut di ubah jam tayangnya agar khalayak dapat melihat acara tersebut, bila strategi ini tidak menaikan rating maka acara tersebut akan di ganti dengan program lain. Maksud dan tujuannya untuk menarik khalayak sebanyak mungkin agar iklan-iklan berdatangan. 3. PESAN Komunikasi merupakan sarana yang di miliki oleh setiap manusia, dan setiap orang tidak pernah di larang untuk mengetahui isi pesan yang di hadirkan dalam suatu media. Permasalahannya, ada beberapa program acara yang tidak sesuai dengan budaya bangsa ini dan tidak layak untuk di sajikan atau di perlihatkan pada khalayak banyak. 4. PROSES Di dalam komunikasi massa memiliki dua proses komunikasi. Yakni proses mengalirnya pesan yang pada dasarnya merupakan proses satu arah, dan proses seleksi yang pada dasarnya merupakan proses dua arah.
18
5. KONTEKS Komunikasi massa berlangsung dalam suatu konteks sosial, maksudnya media mempengaruhi konteks sosial dan konteks sosial mempengaruhi media. Dalam setiap harinya khalayak dapat mengetahui berbagai informasi dan juga hiburan melalui media massa, dalam hal ini media massa memiliki berbagai fungsi. Adapun fungsi komunikasi massa adalah sebagai berikut :14 1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform) Menyiarkan informasi merupakan fungsi pers yang pertama dan yang utama. Khalayak menerima informasi mengenai berbagai hal yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain dan apa yang di pikirkan orang lain dan lain sebagainya. 2. Fungsi mendidik (to educate) Fungsi ini sebagai sarana pendidikan massa agar khalayak bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana. 3. Fungsi menghibur (to entertain) Hal-hal yang bersifat menghibur untuk mengimbangi berita yang berbobot (hard news) yang tujuanya untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah di hidangkan berita yang berat.
14
Jalaludin Rakhmat, Teori Komunikasi Massa, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, Hal 56
19
4. Fungsi mempengaruhi (to persuasive) Fungsi ini menyebabkan pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat dalam mempengaruhi khalayak.
2.3. Teori Dependensi Teori yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah Teori Dependensi, teori ini di kembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. Defleur pada tahun 1976. Mereka memfokuskan perhatiannya pada kondisi struktural suatu masyarakat yamg mengatur kecendrungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini merupakan suatu pendekatan struktur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern, di mana media massa dapat di anggap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tatanan sosial, kelompok atau individu dalam aktifitas sosialnya. Hal terpenting pada teori ini adalah dalam kehidupan masyarakat modern memiliki ketergantungan pada media, media menjadi sarana untuk melepaskan lelah pada saat setelah seharian berkerja, media juga menjadi sumber informasi serta sarana hiburan bagi audience untuk mendapatkan pengetahuan, peristiwa atau fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Jadi, media massa khususnya media penyiaran harus mempertimbangkan atau lebih selektif dalam menyiarkan program acaranya yang sesuai seperti di amanatkan Undang-Undang Penyiaran. Nomor 32. Tahun 2002, agar tercipta masyarakat yang menjunjung tinggi integritas nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan
20
bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa¸ memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Hal ini seperti yang di amanatkan Undang-Undang Penyiaran. Nomor 32. Tahun 2002, dalam Bab II Pasal 3 tentang Tujuan. Dalam hal ini, seperti yang di amanatkan Undang-Undang Penyiaran. Nomor 32. Tahun 2002, Bab III tentang Penyelenggaraan Penyiaran. Bagian Kedua. Komisi Penyiaran Indonesia, dalam Pasal 8 Ayat 3 tugas dan kewajiban. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai Lembaga Independent di tuntut untuk : a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. b. Ikut membantu infrastruktur bidang penyiaran c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antara lembaga penyiaran dan industri terkait d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang e. Menampung, meneliti, dan menindak lanjuti aduan, sanggahan, serta kritik,
dan
apresiasi
masyarakat
terhadap
penyelenggaraanpenyiaran, dan f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
21
Jenis dan tingkat ketergantungan ini akan di pengaruhi oleh kondisi struktural dan kondisi tingkat perubahan pada masyarakat tertentu. Kedua kondisi ini memiliki keterkaitan dengan yang di lakukan media. Teori ini menjelaskan saling berhubungan antara tiga variabel dalam menentukan efek tertentu sebagai hasil dari proses interaksi. Tiga jenis efek tersebut adalah :15 1. Kognitif a. Menciptakan atau menghilangkan ambiguitas b. Pembentukan sikap c. Perluasan sistem keyakinan masyarakat d. Penegasan dan penjelasan nilai-nilai 2. Afektif a. Menciptakan ketakutan dan kecemasan b. Meningkatkan atau menurunkan moral 3. Konatif (behaviorial) a. Mengaktifkan atau mengerakan dan meredakan. b. Pembentukan issue tertentu atau penyelesaiannya c. Menyediakan dan menjangkau strategi dalam suatu aktifitas d. Menyebabkan prilaku dermawan.
15
S. Djuarsa Sendjaja, Ph.D. Teori Komunikasi, pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2002 Hal 5.26
22
2.4. Televisi Sebagai Saluran Media Massa Seperti kita ketahui bersama televisi pada saat ini telah menjadi kebutuhan pokok di dalam suatu kelurga, kurang kondusifnya perekonomian di negeri ini bahkan dunia, tidak mempengaruhi masyarakat untuk memiliki media televisi. Ketika saya berumur 5 sampai 11 tahun, di lingkungan tempat saya tinggal sangatlah minim suatu keluarga memiliki media televisi, namun pada saat saya berumur belasan tahun media ini menjadi primadona bagi keluarga. Bahkan saat ini saya sudah menginjak usia 27 tahun media televisi bukan hanya menjadi primadona melainkan sudah menjadi barang yang wajib di miliki bagi setiap keluarga. Intinya media televisi pada saat ini telah menjadi kebutuhan pokok yang tak terelakan lagi. Media televisi tercipta antara tahun 1883-1884, ketika seorang mahasiswa di Berlin, Jerman, Paul Nipkow menemukan electrisce telescope yang mana alat ini berfungsi sebagai alat untuk mengirim gambar melalui udara dari suatu tempat ke tempat lain, karena prestasi ini beliau di sebut sebagai bapak televisi.16 Pada awal terciptanya televisi hanya berupa layer kecil berukuran empat inchi, dan pada saat itu orang yang mengisi acara harus menggunakan pakaian yang mencolok agar menghasilkan gambar yang kontras. Pada tahun 1932 di Amerika stasiun televisi percobaan di buat namun empat tahun kemudian stasiun ini memulai siarannya, tapi sayang permulaan yang ajaib ini harus terhambat
16
Morisson, Jurnalistik Televisi Mutakhir. Ramdina Prakarsa, Jakarta, 2004, Hal 2
23
karena Jepang menyerang Perl Harbour pada tahun 1941, perhatian pada saat itu lebih tertuju kepada pertahanan negara.17 Pada tahun 1945 di Amerika merupakan masa transisi sesudah perang, saat itu di buat kembali siaran untuk masyarakat umum dan ternyata televisi cepat di terima oleh masyarakat Amerika padahal harga televisi pada saat itu cukup mahal seharga setengah harga mobil baru dengan ukuran big screen yang layarnya sekitar satu halaman folio.18 Ini menandakan hanya orang elite yang dapat memilikinya, baru pada tahun 1950-an televisi telah meluas di seluruh Amerika sehingga masyarakat pada saat itu disebut generasi televisi. Sedangkan di Indonesia, televisi mulai berada pada tahun 1961 dalam proyek pembangunan Asian Games IV. Kala itu Presiden RI yang pertama, Soekarno mengirimkan teleks kepada menteri penerangan yang pada saat itu di jabat oleh Maldini. Hal ini di lakukan untuk mendukung adanya pekan olah raga se Asia yang biasa di sebut Asian Games, yang akan di laksanakan pada tahun 1962, di Jakarta. Pada tahun 1962 Panitia Persiapan Televisi saat itu berhasil mengadakan siaran percobaan pada tanggal 17 Agustus 1962, dengan acara HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Negara dengan pemancar cadangan 100 watt. Pada tanggal 24 agustus 1962 Indonesia mengeluarkan televisi pertama, yang di namakan TVRI (Televisi Republik Indonesia), dan pada
17 18
Opcit, Berani Nolak TV, Hal 42 Ibid, Hal 43
24
saat itu juga TVRI mulai mengudara untuk pertama kalinya dengan siaran langsung Pembukaan Asian Games IV dari stadion Gelora Bung Karno.19 Pada tahun 1989 industri pertelevisian Indonesia mengalami perubahan besar dan berkembang dengan pesat, pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok bimantara untuk membuka stasiun televisi swasta.20 Semenjak itu stasiun swasta semakin banyak bermunculan walaupun krisis moneter menimpa Indonesia di tahun 1998 tidak membuat kemunculan televisi swasta mati, di tahun 2000 serentak bermunculan empat stasiun baru. Pada zaman orde baru, televisi dapat di katakana TV ideologis pada saat itu televisi menjadi saluran propaganda penguasa yang di gunakan sebagai alat pemberitaan tentang kemajuan pemerintahan orde baru, namun saat ini kita hidup di zaman kedigjayaan TV hedonis yang mengajarkan budaya konsumtif ketimbang budaya produktif, dengan iklan sebagai penopangnya.21
2.5. Sifat/Ciri Televisi Televisi merupakan sarana komunikasi massa di mana terjadi komunikasi antara komunikator dan komunikan sebagai media kominikasi massa, televisi memiliki ciri sebagai berikut :22 1. Informasi di sampaikan kepada komunikan melalui proses pemancar atau transmisi
19
Tim TVRI, 4 Windu, Jakarta. 1994. Hal 19 Morisson, Jurnalistik Televisi Mutakhir, Ramdina Prakasa, Jakarta. 2004, Hal 3 21 Opcit, Berani Nolak TV, Hal 18 22 JB Wahyudi, Dasar-dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, Grafiti, Jakarta, 1996, Hal 8-9 20
25
2. Si pesan audiovisual. Artinya, dapat di dengar dan di lihat secara bersamaan pada waktu siaran 3. Sifatnya periodik, tidak dapat di ulang 4. Sifatnya transitory (hanya meneruskan) pesan-pesan yang di terima hanya bisa di lihat dan di dengar secara sekilas 5. Serentak dan global 6. Mentiadakan jarak dan waktu 7. Dapat menyajikan peristiwa atau pendapat yang sedang terjadi, secara langsung atuau original 8. Bahasa yg di gunakan formal dan non formal (bahasa tutur) 9. Kalimat singkat, padat, jelas dan sederhana 10. Tujuan akhir dalam penyampaian pesan untuk menghibur, mendidik dan kontrol sosial.
2.6. Program Televisi 2.6.1 Pengertian Program Televisi Kata “Program” berasal dari bahasa Inggris, yakni programme atau program yang berarti acara atau rencana. Program adalah segala hal yang di tampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audience. Dengan demikian program memiliki pengertian yang sangat luas. Program atau acara televisi yang di sajikan adalah faktor yang membuat audience tertarik untuk mengikuti siaran yang di pancarkan stasiun televisi tersebut. Program dapat di samakan dengan produk atau barang atau pelayanan
26
yang di jual pada pihak lain. Dengan demikian program adalah produk yang di butuhkan orang, sehingga mereka bersedia mengikutinya. 2.6.2 Jenis Program Televisi Pada stasiun televisi, jenis program yang di tayangkan ada dua, yaitu : 1. Program Informasi Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk memeberikan tambahan pengetahuan atau informasi kepada khalayak atau audience. Program informasi dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news) 1. Berita keras atau hard news adalah segala informasi penting dan atau menarik yang harus segera di siarkan oleh media penyiaran karena sifatnya yang harus segera di tayangkan agar dapat di ketahui oleh khalayak atau audience secepatnya. Berita keras dapat di bagi ke dalam beberapa bentuk berita yaitu straight news, features, dan infotainment. a. Straight news berarti berita “langsung” (straight), maksudnya suatu berita yang singkat (tidak detail) dengan hanya menyajikan informasi terpenting saja yang mencakup 5W+1H (who, what, where, when, why, dan how) terhadap suatu peristiwa yang di beritakan. b. Feature adalah berita ringan namun menarik. Pengertian menarik disini adalah informasi yang lucu, unik, aneh, menimbulkan kekaguman dan sebagainya.
27
c. Infotainment adalah suatu bentuk berita yang memuat tentang kehidupan atau gaya hidup selebritis. 2. Berita lunak atau soft news adalah sebuah informasi yang penting dan menarik yang di sampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus segera di tayangkan. Program yang masuk dalam program ini adalah : magazine, current affair, dokumenter, dan talk show. a. Magazine, adalah program yang menampilkan informasi ringan namun mendalam atau kata lain magazine adalah feature dengan durasi yang lebih panjang. b. Current affair, adalah program yang menyajikan informasi yang terkait dengan suatu berita penting yang muncul sebelumnya namun di buat secara lengkap dan mendalam. c. Dokumenter, adalah program informasi yang bertujuan untuk pembelajaran dan pendidikan namun di sajikan dengan menarik. d. Talk Show, adalah program yang menampilkan satu atau beberpa orang untuk membahas suatu topik tertentu yang di pandu oleh seorang pembawa acara atau bisa di sebut Host. 2. Program Hiburan (entertainment ) Program hiburan atau entertainment adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audience dalam bentuk lagu , musik, cerita dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, musik dan permainan atau game.
28
1. Drama adalah pertunjukan (show) yang menyajikan cerita mengenai kehidupan masyarakat setelah di tempa bencana alam dahsyat, misalnya gempa bumi atau tsunami. Program televisi yang termasuk dalam program drama adalah sinema elektronik (sinetron) dan film. a. Sinetron merupakan drama yang menyajikan cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. b. Film, yang di maksud film di sini adalah film layar lebar yang di buat oleh perusahaan-perusahaan film. 2. Musik, program musik dapat di tampilkan dalam 2 (dua) format yaitu, video klip atau konser. Program musik berupa konser dapat di lakukan di lapangan (out door) ataupun di dalam studio (in door). 3. Permainan atau game show merupakan suatu bentuk program yang melibatkan sejumlah orang baik secara individu ataupun kelompok atau tim yang saling bersaing untuk mendapatkan sesuatu. Program permainan dapat di bagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : a. Quiz Show, merupakan bentuk program permainan yang paling sederhana di mana sejumlah peserta saling bersaing untuk menjawab sejumlah pertanyaan. b. Ketangkasan, peserta dalam permainan ini harus menunjukan kemampuan fisik atau ketangkasannya untuk melewati suatu halangan atau rintangan atau melakukan suatu permainan yang membutuhkan perhitungan dan strategi.
29
c. Reality Show, sesuai dengan namamnya maka program ini mencoba menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan atau hubungan berdasarkan realitas yang sebenarnya.
2.7. BERITA Dalam kehidupan sehari-hari seseorang berbicara kepada orang lain dan memberikan informasi yang baru kepada orang lain itu sudah di katakan berita, selama hal tersebut bersifat baru dan belum pernah orang lain mendengarnya. Berita adalah susunan kejadian setiap hari sehingga masyarakat menerimanya dalam bentuk yang tersususn dan di kemas rapi menjadi cerita.23 Dan pastinya suatu kejadian yang sama bisa memiliki tingkat kepentingan yang berbeda-beda tergantung dari mana kita memberikan informasi yang akan kita berikan kepada orang lain dan seberpa penting orang itu tertarik sehingga kita akan memilih berita mana yang baik dan mana yang kurang baik, adapun kriteria untuk menilai suatu berita itu penting, adalah sebagai berikut : 1. Apakah Sesuatu yang Baru itu ? Sesuatu yang sudah lama dan biasa itu bukan berita. Contoh : Terjadi indikasi kecurangan PEMILU 2009 oleh KPU tapi sangat tidak mungkin hal itu yang akan di beritakan untuk saat ini, melainkan bagaimana proses persidangan dalam gugatan beberapa PARPOL pada KPU mengenai banyak hal, yang salah
23
Peter Henshall & David Ingram, Menjadi Jurnalis. Institut Studi Arus Informasi. Jakarta. 2000. Hal 7
30
satunya hilangnya kursi yang sebelumnya sudah di informasikan KPU kepada pihak PARPOL. 2. Apakah Luar Biasa ? Apa yang terjadi mungkin ada yang biasa dan luar biasa pada saat di selenggarakannya PEMILU 2009 hal ini terkait megelembungnya prosentase GOLPUT di Indonesia. Contoh : Sebelum pemilu di gelar banyak yang sudah memprediksi akan ada pemilih yang menggunakan hak pilihnya dengan GOLPUT, tetapi sangat luar biasa sekali untuk di beritakan jumlah GOLPUT 2009 hampir mencapai 50% suara, hal ini di kaitkan sampai sejauh mana kinerja atau persiapan KPU dalam mensosialisasikan PEMILU kepada masyarakat. 3. Apakah Penting dan Menarik ? Ketika naiknya pamor KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di mata masyarakat, namun terkait atau terlibatnya kasus pembunuhan Nazarudin Zulkarnaen yang di duga dilakukan oleh ketua KPK Antasari Azhar. 4. Apakah Menyangkut Kehidupan Manusia ? Sebagian besar berita yang di tunjukan untuk khalayak otomatis beritanya harus yang berdampak pada manusia. Seperti, berita tentang prediksi cuaca akan sangat berguna bagi perjalanan udara, laut dan darat.24 Selain itu lebih dalam mengenai kriteria ada yang di namakan dengan istilah nilai berita yakni seperangkat kriteria untuk menilai apakah suatu kejadian
24
Ibid. Hal 9-11
31
cukup penting untuk di liput, ada beberapa faktor yang membuat suatu kejadian memiliki nilai berita diantaranya: 25 1. Kedekatan (Proximity) Segala sesuatu yang terjadi di dekat atau di sekitar khalayak, yang mana khalayak ingin mengetahui yang terjadi dengan mereka. Biasanya kedekatan ini di lihat dari segi Ras, Agama, Suku dan Wilayah. 2. Ketenaran (Prominence) Orang terkenal memang akan menjadi bahan yang menarik untuk di ekspose, hal ini dapat kita lihat dalam tayangan infotainment yang mulai pagi hari sampai malam hari selalu di tayangkan dan hampir keseluruhan isinya sama saja dengan infotainment lainnya. 3. Aktualisasi (Time Lines) Ketepatan dalam pemberitaan dan juga hal yang benar-benar baru terjadi dapat menarik khalayak untuk melihat kejadian pesawat Adam Air yang hilang dan menewaskan seluruh penumpangnya, banyak stasiun televisi yang membuat acara dadakan Breaking News yang menayangkan kejadian baru sekitar pemberitaan Pesawat Adam Air 4. Dampak (Impact) Sebuah kejadian yang telah di siarkan akan membuat masyarakat menimbulkan suatu dampak yang bersifat negatif maupun positif. Ketika pemberitaan penerbitan majalah Play Boy versi Indonesia terbit di Indonesia berbagai macam reaksi muncul mulai di tutupnya kantor hingga 25
Ina Ratna Mariani & Jane Kuncoro H. Tehnik Mencari Menulis Berita. Universitas Terbuka.1999. Hal 24
32
pengrusakan kantor majalah tersebut dan juga demo yang di lakukan oleh Front Pembela Islam. 5. Keluarbiasaan (Magnitude) Ini hampir sama dengan dampak namun magnitude lebih kepada orang – orang besar, prestasi besar, dan juga kehancuran besar. 6. Konflik (Conflic) Di sini berarti adanya bentrokan dengan kedua belah pihak. Misalnya perang Amerika dengan Irak, juga kejadian di daerah sulawesi tengah tepatnya di Poso. 7. Keganjilan (Oddity) Sesuatu yang tak lazim mengundang perhatian orang di sekitarnya seperti orang yang berdandan eksentrik, orang yang cara hidupnya tidak umum, maupun berbagai hal yang ganjil yang membuat khalayak heran dan berdecak kagum.
2.8. Sinetron Drama Di Indonesia, televisi merupakan medium paling favorit bagi para pemasang iklan, dan karna itu mampu menarik investor untuk membangun industri televisi. Sebelum tahun 1998 jumlah stasiun televisi swasta hanya ada 6 (enam) maka sejak tahun 2000 jumlah stasiun swasta telah menjadi 12 (dua belas) stasiun televisi swasta. Dan pastinya pemirsa di Indonesia memiliki banyak pilihan dalam menikmati berbagai program acara televisi. Sinetron mejadi primadona atau andalan program acara stasiun televisi untuk menarik banyak
33
pemirsa. Sinetron juga harus di buat semenarik mungkin, sehingga memiliki ciri khas tersendiri. Ciri khas ini dapat menjadi stimuli bagi pemirsanya, sehingga dapat menimbulkan dampak atau efek bagi pemirsanya. Sinetron adalah sinema elektronik, pertunjukan sandiwara (drama), di buat khusus untuk penayangan di media elektronik seperti televisi. Sinetron merupakan salah satu media komunikasi massa pandang dan dengar. Pembuatannya melalui proses produksi yang panjang, dengan melibatkan banyak orang. Gambar di ambil dengan menggunakan kamera elektronik dan di rekam dengan menggunakan kaset video. Sinetron dapat di masukan dalam salah satu kategori drama. Drama adalah jenis cerita fiksi yang bercerita tentang kehidupan dan prilaku manusia seharihari. Jenis cerita drama jika mengutip pernyataan atau teori Aristoteles hanya di golongkan menjadi tragedi, komedi, dan gabungan antara tragedy dan komedi. Namun ada 4 (empat) jenis drama yang di kenal, yaitu :26 1. Drama Misteri 2. Drama Laga/Action 3. Melodrama 4. dan Drama sejarah
26
Elizabeth Lutters, 2004. Kunci Sukses Dalam Menulis Skenario. Hal 35 - 38
34
2.9. Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3/SPS) Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3/SPS) merupakan aturan untuk setiap pelaku penyiaran yang mana di keluarkan oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) di dalamnya mengatur segala bentuk sajiansajian mengenai penyiaran, yang terdiri dari 9 bab dan 82 pasal. Isinya mengatur dua bentuk siaran. Yakni, yang pertama siaran Non Faktual antara lain acara-acara hiburan seperti film, sinetron, musik, quis, dan reality show. Dan yang kedua siaran yang sifatnya aktual yakni berita dokumenter, investigasi. Isi sebagian P3/SPS tentang pemberitaan jurnalistik terdapat pada Bab III dari ayat 8 hingga ayat 25, yang isinya sebagai berikut :
35
Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3/SPS) Tabel 1 Bab III PROGRAM FAKTUAL Pasal
Uraian
Penjelasan
Pasal 18
Dalam menyiarkan
a. Anak dan remaja, di
Nara Sumber
program yang melibatkan
bawah 18 tahun, tidak
Anak dan Remaja
anak dan remaja sebagai
boleh di wawancarai
nara sumber harus
mengenai hal-hal di
mengikuti rangkaian
luar kapasitas mereka
ketentuan sebagai berikut
untuk menjawabnya, misalnya tentang kematian orang tua, tentang perceraian orang tua, atau tentang perselingkuhan orang tua. b. Keamanan dan masa depan anak dan remaja yang menjadi nara sumber harus di pertimbangkan. c. Anak dan Remaja yang terkait dalam permasalahan dengan polisi atau proses pengadilan terlibat dalam kejahatan seksual harus di
36
samarkan atau di lindungi indentitasnya.
Pasal 24
Dalam menyajikan
a.
Lembaga penyiaran
program yang berisi
di larang menyiarkan
liputan dan laporan
secara langsung
tentang peristiwa yang di
adegan penjarahan,
duga dapat menimbulkan
serta tindakan-
kepanikan, mempertajam
tindakan merusak
konflik masyarakat atau
oleh massa yang
dapat mendorong
dapat menimbulkan
terjadinya kerusuhan,
kepanikan atau
lembaga penyiaran harus
mendorong
mengikuti ketentuan
masyarakat di daerah
sebagai berikut
lain meniru prilaku tersebut b.
Lembaga penyiaran di larang menyiarkan secara langsung peristiwa kerusuhan atau konflik fisik yang melibatkan unsur Suku, Ras, dan Agama.
c.
Dalam meliput dan
37
menyajikan laporan tentang konflik antar kelompok masyarakat, lembaga penyiaran di larang berpihak pada salah satu kelompok atau dengan sengaja menyajikan informasi yang di percaya mampu menyulutkan kemarahan setidaknya salah satu kelompok. Pasal 25
Dalam mengulas atau merekonstruksi peristiwa traumatik (misalnya pembantaian, kerusuhan sosial, bencana alam), lembaga penyiaran harus mempertimbangkan perasaan korban, kelurga korban, maupun pihak terkait dengan peristiwa traumatik tersebut.
38
Tabel 2 BAB IV KESOPANAN, KEPANTASAN, DAN KESUSILAAN Pasal 31
Sesuai dengan Kodratnya, lembaga penyiaran dapat menjangkau secara langsung khalayak yang sangat beragam baik dalam usia, latar belakang, ekonomi, budaya, agama, dan keyakinan. Karena itu, lembaga penyiaran harus senantiasa berhati-hati agar isi siaran yang di pancarkan tidak merugikan, menimbulkan efek negatif, atau bertentangan dan menyinggung nilai-nilai dasar yang di miliki beragam kelompok khalayak tersebut.
Bagian Pertama
1. Program atau
Kekerasan
promo program
Pasal 32
yang
Pembatasan umum
mengandung
39
muatan kekerasan secara dominan, atau mengandung adegan kekerasan eksplisit dan vulgar, hanya dapat di siarkan pada jam tayang di mana anakanak pada umumnya di perkirakan sudah tidak menonton televisi, yakni pukul 22.0003.00 sesuai dengan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan. 2. Lembaga penyiaran di larang menyajikan program dan promo program yang mengandung
40
adegan yang di anggap di luar prikemanusiaan atau sadistis. 3. Lembaga penyiaran di larang menyajikan program yang dapat di persepsiakan sebagai mengagungagungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. 4. Lembaga penyiaran di larang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan
41
atau mendorong kekerasan. Pasal 33
Lembaga penyiaran
Kekerasan, Kecelakan,
harus
kekerasan tidak
dan Bencana dalam
memperhatikan
boleh di sajikan
Program Faktual.
keseimbangan
secara eksplisit
antara kebutuhan
a. Adegan
b. Gambar luka-
untuk
luka yang di
memperlihatkan
derita korban
realitas dan
kekerasan,
pertimbangan efek
kecelakaan, dan
negative yang dapat
bencana tidak
di timbulkan.
boleh di sorot
Karena itu,
secara close up
penyiaran adegan
(big close up,
kekerasan
medium close
kecelakaan, dan
up, extreme close
bencana dalam
up)
program faktual
c. Gambar
harus mengikuti
penggunaan
ketentuan sebagai
senjata tajam
berikut :
dan senjata api tidak boleh di sorot secara close up (big close up, medium close up, extreme close up) d. Gambar kekerasan
42
tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang di akibatkan tindak kekerasan, kecelakaan, dan bencana harus di samarkan. e. Durasi dan Frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus di batasi. f. Dalam siaran radio, penggambaran kondisi korban kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh di siarkan secara rinci. g. Saat-saat kematian tidak boleh di siarkan. h. Adegan eksekusi hukuman mati
43
tidak boleh di siarkan. Pasal 35
Dalam program anak-
Kekerasan dalam
anak, kekerasan tidak
Program Anak-anak
boleh tampil secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah hal lazim di lakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelaku dan korbannya.
44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Tipe penelitian ini yakni dengan pendekatan deskriptif, yaitu penelitian
yang memaparkan dan menjelaskan masalah terhadap beberapa objek yang akan diteliti. Penelitian deskriptif bertujuan melukiskan secara sisetamatis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau pada bidang tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian deskriptif di maksudkan untuk membuat pencandraan (deskripsi), mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian dengan tujuan:27 a. Untuk
mencari
informasi
faktual
yang
mendetail
yang
mendeskripsikan pada gejala yang ada. b. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung. c. Untuk membuat konspirasi dan evaluasi. d. Untuk mempengaruhi apa yang di kerjakan oleh orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama, dan agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa depan. Sedangkan mengenai pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
27
Sumardi Suryabatra, Metode Penulisan, Hal 19
44 44
45
secara fundamental berhubungan dengan pengamatan manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.28
3.2 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, sebab fokus penelitian terletak pada fenomena di dalam kehidupan nyata, yaitu strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengantisipasi tayangan kekerasan di televisi. Jika di kaitkan dengan masalah penelitian, design studi kasus yang digunakan dalam penelitian adalah design kasus tunggal dengan unit analisis tunggal karena peneliti hanya meneliti satu kasus yaitu strategi Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengantisipasi tayangan kekerasan di televisi.. Seperti dijelaskan oleh K. Yin bahwa studi kasus lebih di kehendaki untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer. Karena itu studi kasus berdasarkan diri pada tehknik-tehknik yang sama dengan kelaziman yang ada pada strategi historis, tetapi dengan menambahkan dua sumber bukti yaitu wawancara dan observasi.29 Adapun tayangan kekerasan yang selama ini saya amati selama 1 (satu) bulan tercatat dari tanggal 16 maret-17 april 2009, yakni sinetron Muslimah di INDOSIAR pukul 18.00-19.30 (melanggar pasal 31, pasal 32), Cinta Fitri di SCTV pukul 19.30-21.00 (melanggar pasal 31, pasal 32), sinetron Inayah di
28
Lexy J, Moleong. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, Hal 4 29 Robert K. Yin. Studi Kasus ( desain dan metode ), terjemahan M. Djauzi Murdzaki, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2000, Hal 12
46
INDOSIAR pukul 20.30-21.30 (melanggar pasal 31, pasal 32), Melati untuk Marcel di SCTV Pukul 20.00-21.00 (melanggar Pasal 31, pasal 32), Rindu milik Rangga di SCTV Pukul 19.00-20.00 (melanggar pasal 31, pasal 32), Terlanjur Cinta di SCTV pukul 21.30-23.00 (melanggar pasal 31, pasal 32), Liputan 6 Siang di SCTV pukul 12.00-12.30 (melanggar pasal 31, pasal 32, pasal 33), Liputan 6 Malam di SCTV pukul 00.30-01.00 (melanggar pasal 31, pasal 33), Reportase Pagi di TRANS 7 PUKUL 05.30-06.30 (melanggar pasal 24, pasal pasal 25, pasal 31, pasal 32, pasal 33), Reportase Malam di TRANS 7 pukul 00.00-00.30 (melanggar pasal 24, pasal 31, pasal 33), Seputar Indonesia Malam di RCTI pukul 00.00-00.30 (melanggar pasal 24, pasal pasal 25, pasal 31, pasal 32, pasal 33), SERGAP di RCTI pukul 12.30-13.00 (melanggar pasal 25, pasal 32, pasal 33).
3.3 Definisi Konsep Untuk melaksanakan penelitian ini berbagai konsep dari istilah perlu di perjelas definisi konsepnya, antara lain yaitu : 1. Strategi adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) yang dilakukan lembaga tersebut untuk mencapai satu tujuan. Manajemen adalah proses menginterprestasikan, mengkoordinasikan sumber daya, sumber dana dan sumber-sumber, lainnya untuk mencapai tujuan dan sasaran melalui tindakan-tindakan Prencanaan (planning), Pengorganisasian (organizing), Tindakan (actuating), dan Pegendaliaan (controling).
47
2. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan suatu badan khusus yang memiliki wewenang untuk menegur setiap instansi media massa, khususnya instansi pertelevisian yang menampilkan tayangantayangan yang tidak layak bagi budaya bangsa ini. 3. Tayangan kekerasan merupakan tayangan yang hampir tiap saat hadir dalam program televisi, baik itu program sinetron ataupun pemberitaan jurnalistik.
Intinya
kekerasan
adalah
tindakan/perbuatan
yang
mengarah pada prilaku anarki yang dapat merugikan orang lain atau pihak lain. Kekerasan di sini bisa melalui aksi pemukulan, perusakan, penembakan, dan penggunaan kata-kata kasar. Misalnya : a. Sinetron religi dengan judul Muslimah di INDOSIAR. pukul 18.00-19.30 b. Sinetron Cinta Fitri di SCTV.pukul 19.30-22.00 (saat ini sudah tidak di tayangkan) c. Sinetron Religi Inayah di INDOSIAR pukul 20.30-21.30 d. Sinetron Melati Untuk Marcel di SCTV pukul 20.00-21.30 e. Sinetron Rindu Milik Rangga di SCTV pukul 19.00-20.00 f. Sinetron Terlanjur Cinta di SCTV pukul 21.30-23.00 g. Aksi pemukulan terhadap wartawan yang di lakukan security Bank Indonesia, Lipitan 6 Siang, pukul 12.00- 12.30 dan Liputan 6 Malam, pukul 00.30-01.00 di SCTV h.
Aksi Pengrusakan fasilitas umum, pembakaran gedung, dll. Reportase Pagi pukul 05.30-06.30 di TRANS 7
48
i. Aksi Tawuran antar mahasiswa YAI dengan UKI di salemba, Jakarta. Repotase Malam. Pukul 00.00-00.30 di TRANS 7 j. Aksi anarki demonstran di Ambon dan PAPUA, Sepurar Indonesia Malam, di RCTI. Pukul 00.00-00.30 k. Aksi Percekcokan yang mengakibatkan terjadi Pembunuhan, SERGAP, di RCTI pukul 12.30-13.00 4. Berita merupakan susunan kejadian setiap hari sehingga masyarakat menerimanya dalam bentuk yang tersusun dan di kemas secara rapi menjadi cerita. Berita juga memiliki tingkat kepentingan yang ber beda-beda tergantung kita memberikan informasi yang akan kita berikan pada orang lain dan seberapa penting orang itu tertarik sehingga kita akan memilih berita mana yang baik dan mana yang kurang baik. 5. Sinetron merupakan format acara yang memiliki ciri khas tersendiri, sehingga dapat menjadi stimuli bagi pemirsanya dan dapat menimbulkan dampak atau efek bagi pemirsanya. Sinetron adalah sinema elektronik, pertunjukan sandiwara (drama), di buat khusus untuk penayangan di media elektronik seperti televisi.
3.4 Nara Sumber ( Key Informan ) Menurut Lexy J. Moleong, informan adalah orang yang di manfaatkan untuk memberi informasi tentang kondisi dan situasi latar penelitian.30
30
Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990, Hal 90
49
Dengan demikian key informan atau narasumber adalah orang yang di anggap penulis paling mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian. Orang yang berperan besar dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan yang di lakukan oleh KPI dalam menjalankan tugasnya, serta berkaitan langsung dengan strategi Komisi Penyiaran Indonesi (KPI) dalam mengantisipasi tayangan kekerasan di televisi. Dan ini berarti key informan haruslah memiliki kapabilitas dan kompetensi untuk meberikan informasi yang terkait. Adapun nama yang menjadi nara sumber penelitian ini adalah Bimo Nugroho, Anggota KPIP (Komisi Penyiaran Indonesia Pusat)
3.5 Tehnik Pengumpulan Data Dalam memperoleh pengumpulan data, penulis menggunakan dua tahap, yaitu 3.5.1
Data Primer Data yang diambil secara langsung dari narasumber dengan
melakukan wawancara mendalam (indepth inteview) kepada pihak Komisi Penyiaran Indonesia dan melakukan observasi. Menurut Berelson, metode indepth
interview
adalah
suatu
tehnik
penelitian
untuk
keperluan
mendeskripsikan secara obyektif sistimatis dan kualitatif secara manisfest.31 3.5.2
Data Sekunder Peneliti juga memperoleh data penelitian melalui pengumpulan data-
data tertulis dari data-data berupa, struktur organisasi perusahaan, berbagai 31
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998, Hal 163
50
buku, karya tulis dan bentuk tulisan yang memungkinkan untuk melengkapi data-data untuk penulisan dalam penelitian ini. 3.6 Fokus Penelitian Fokus penelitian ini terletak pada Strategi Komisi Penyiaran Indonesia dalam mencapai satu tujuan dan sasaran melalui tindakan-tindakan perencanaan (planning), Pengorganisasian (organizing), tindakan (actuating), dan pengendalian (controling), serta penegakan hukum (Rule Of Law) yang di lakukan oleh KPI, agar media penyiaran (lembaga penyiaran) memberikan atau mensuguhkan tayangan atau program acara yang sehat berupa pemberitaan jurnalistik dan sinetron serta ilmu pengetahuan dengan menetapkan suatu standar program siaran dan pedoman prilaku penyiaran sebagai rujukan untuk segala aktivitasnya yang akan di sajikan pada khalayak. Rule Of Law merupakan suatu upaya yang di tujukan kepada lembaga penyiaran agar menjadi sarana informatif yang mendidik dan mencerdaskan bangsa Indonesia. Jadi penelitian ini meneliti Strategi Komisi Penyiaran Indonesia Untuk Mengantisipasi Tayangan Kekerasan Dalam Pemberitaan Jurnalistik Dan Sinetron Di Televisi.
3.7 Tehnik Analisis Data Analisis data dimaksudkan untuk mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan laporan dan tanggapan peneliti, gambar, foto, dokumentasi berupa laporan, biografi, artikel dan sebagainya.32
32
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, Hal 280
51
Pengumpulan data di lakukan melalui wawancara mendalam dengan cara melakukan observasi dan melakukan uji kebenaran data. Dengan hasil penelitian tersebut akan menghasilkan bagaimana cara membandingkan data hasil wawancara dan bagaimana membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil pembanding tersebut merupakan kesamaan, pandangan, pendapat, atau pemikiran. Yang penting di sini adalah bisa mengetahui adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan tersebut. Data yang di peroleh berdasarkan dari hasil wawancara informan yang sekaligus sebagai key informan beserta hasil observasi langsung yang dilakukan penulis akan di analisis dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata atau penjabaran sehingga tersususn jawaban terhadap masalah pokok penelitian ini.
52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejak di sahkannya Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan media penyiaran di Indonesia. Perubahan paling mendasar dalam semangat Undang-undang tersebut adanya Limited Transfer Authory dari pengelola penyiaran yang selama itu merupakan hak ekslusif pemerintah kepada sebuah badan pengatur Independen (Independent Regulator body) yang memiliki nama Komisi Penyiaran Indonesia. Independent di maksud untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus di kelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi pemodal maupun kepentingan penguasa. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan wujud peran serta masyarakat, yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. KPI juga harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja. Dengan selalu memperhatikan tujuan yang di amanatkan Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002. dalam Pasal 3 : Penyiaran di selenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integritas nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis adil, dan sejahtera, serta menumbuhhkan Industri Penyiaran Indonesia.
52
53
Untuk mencapai tujuan tersebut pengorganisasian KPI di bagi menjadi tiga bidang. Yaitu : 1. Bidang kelembagaan struktur penyiaran dan pengawasan isi siaran. 2. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antara kelembagaan KPI. 3. Bidang koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI. Sesuai dengan tujuan penyelenggaraan penyiaran dan pencapaian pelaksanaan fungsinya dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Komisi Penyiaran Indonesia memiliki wewenang seperti yang tertuang dalam Pasal 8 ayat 2. Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana di maksud dalam ayat 1, KPI mempunyai wewenang : a. Menetapkan standar program siaran b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman prilaku penyiaran c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman prilaku penyiaran serta standar program siaran. d. Memberikan sangsi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran. e. Melakukan koordinasi dan/atau kerja sama dengan pemerintah, dan masyarakat.
54
4.1.1 Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indonesia Komisi Penyiaran indonesia (KPI) memiliki Visi yaitu sesuai dengan amanat Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002. KPI di bentuk untuk menciptakan sistem penyiaran nasional yang di manfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kepentingan masyarakat serta industri penyiaran indonesia. Sedangkan Misi KPI adalah membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang melalui penciptaan infrastruktur yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis antara pusat dan daerah, antar wilayah di Indonesia dan dunia Internasional.
4.1.2 Fungsi, Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPI Menurut Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002, KPI memiliki fungsi, tugas, wewenang dan kewajiban yang dapat di kelompokan kedalam tiga hal. Yakni : 1. Regulasi atau Pengaturan 2. Pengawasan 3. dan Pengembangan Dalam pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002, menyebutkan bahwa KPI berfunsi mewadahi aspirasi serta kepentingan masyarakat akan penyiaran. Eksistensi KPI adalah bagian dari wujud dan peran serta masyarakat dalam hal penyiaran, baik sebagai wadah aspirasi maupun mewakili kepentingan masyarakat.
55
Dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002, menyebutkan legitimasi politik bagi posisi KPI dalam kehidupan kenegaraan berikutnya secara tegas di atur oleh Undang-Undang Penyiran sebagai lembaga negara Independent yang mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Secara konseptual posisi ini menandakan KPI sebagai lembaga kuasa negara atau dalam istilah lain juga biasa di kenal dengan Auxilarry State Institution. Dalam menjalankan fungsinya KPI memiliki kewenangan (otoritas) menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah, mulai dari tahap pendirian, oprasionalisasi, penanggung-jawaban dan evaluasi. Dalam melakukan semua itu, KPI berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga negara lainnya, karna spektrum pengaturannya yang saling berkaitan, hal ini terkait dengan kewenangan yudisial, yustisial karena terjadinya pelanggaran yang oleh undang-undang penyiaran di kategorikan sebagai tindak pidana. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga berhubungan dengan masyarakat dalam menampung dan menindak lanjuti segenap bentuk apresiasi masyarakat terhadap lembaga penyiaran maupun terhadap dunia penyiaran pada umumnya. Dalam rangka melaksanakan pengaturan penyiaran, KPI memiliki kewenangan, tugas dan kewajiban. Yang diantaranya :33
33
www.kpi.go.id
56
a. Wewenang : 1. Menetapkan standar program siaran. 2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman prilaku penyiaran (di usulkan oleh asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI). 3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman prilaku penyiaran serta standar program siaran. 4. Memberikan sangsi terhadap pelanggaran peraturan dan Pedoman Prilaku Penyiaran serta Standar Program Siaran. 5. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. b. Tugas dan Kewajiban : 1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia 2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran. 3. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antara lembaga penyiaran dan industri terkait. 4. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang. 5. Menampung, meneliti, dan menindak lanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiaisi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. 6. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
57
4.1.3 Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP) beranggotakan sembilan orang yang di pilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan secara administrasi di tetapkan Presiden Republik Indonesia. Anggota KPIP berasal dari usulan masyarakat dan di seleksi oleh DPR RI melalui uji kepatutan dan kelayakan yang di lakukan secara terbuka. Masa jabatan anggota KPIP di batasi selama tiga tahun dan dapat di pilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Lembaga KPIP terdiri dari/atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan tujuh orang anggota. Jabatan ketua dan wakil ketua di pilih dari/dan oleh anggota. Kesembilan anggota tersebut sesuai dengan keputusan KPIP, dan di bagi ke dalam bidang-bidang kerja yang mencerminkan pelaksanaan tugas dan kewajiban KPI. Setiap keputusan KPIP adalah keputusan bersama seluruh anggota, keputusan tersebut di hasilkan melalui rapat pleno anggota KPIP, namun ini tidak mengurangi hak dari setiap anggota untuk mengemukakan pendapatnya secara terbuka kepada publik sebelum KPIP menerbitkan keputusan resmi. KPIP bertanggung-jawab kepada Presiden dengan menitik beratkan pada aspek administrasi dan keuangan serta menyampaikan laporan kepada DPR RI dengan menitik beratkan pada pelaksanaan fungsi, wewenang, tugas dan kewajiban KPI sebagaimana di amanatkan dalam Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002. Dalam melaksanakan tugasnya KPI di bantu oleh seluruh sekertaris yang di biayai oleh Negara. Keanggotaan sekretariatan di isi oleh pegawai birokrasi
58
yang di ambil melalui lembaga-lembaga pemerintahan. Dan juga KPI dapat di bantu oleh tenaga ahli yang di rekrut sesuai dengan kebutuhan, sedangkan untuk pendanaan, alokasi anggaranKPIP berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pada penelitian ini, saya sebagai penulis mengumpulkan arsip-arsip dan dokumentasi yang memiliki kaitan dalam penelitian ini. Arsip-arsip dan dokumentasi tersebut berupa salinan transkip hasil wawancara dengan Bapak Bimo Nugroho selaku Anggota Komisi Penyiaran Indonesia. Setelah saya melakukan wawancara mendalam dengan Nara Sumber di atas, terkait dengan penelitian Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Untuk Mengantisipasi Tayangan Kekerasan Dalam Pemberitaan Jurnalistik Dan Sinetron Di Televisi. Saya mencoba untuk meneliti urutan-urutan tugas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan fungsinya sebagai badan atau lembaga independent yang bertugas untuk mengawasi setiap bentuk isi penyiaran. Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Untuk Mengantisipasi Tayangan Kekerasan Dalam Pemberitaan Jurnalistik Dan Sinetron Di Televisi, adapun urutan-urutan tersebut adalah : 1. Perencanaan (Planning) yaitu, meliputi -
Perencanaan Strategi yang di antaranya adalah : a. Reward and Punishment
59
b. Media Literasi atau Pendidikan Melek Media c. Sosialisasi Pedoman Perilaku Penyiran dan Standar Program Siaran pada masyarakat dan lembaga penyiaran. 2. Pengorganisasian (Organizing), meliputi : a. Pembagian bidang-bidang kerja yang mencerminkan tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) b. Setiap proses pencapaian keputusan merupakan keputusan bersama seluruh anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) c. Dalam Proses pengorganisasian Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di bantu oleh sebuah sekretariat yg di biayai oleh Negara 3. Tindakan (Actuating), meliputi : a. Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) dalam proses Pengambilan
Tindakan terhadap pelangaran yang di antaranya : -
proses pemberian teguran
-
proses penghentian program acara atau tayangan
-
dan pembatasan durasi dan frekuensi
b. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam pengambilan tindakan berupa sangsi, berupa : -
sangsi ringan atau sangsi administrasi
-
sangsi menengah atau sangsi teguran
-
sangsi berat atau sansi pidana
60
c. Mengenai isi siaran, terkait tarik menarik kepentingan publik dan kepentingan pasar, KPI melakukan tindakan berupa Pendidikan Publik 4. pengendalian (Controling), meliputi : a. Proses controling yang di lakukan Komisi Penyiran Indonesia (KPI) berupa pengamatan dan pengawasan KPI terhadap program acara b. Penekanan terhadap lembaga penyiaran berlangganan untuk membuat MOU (Memory Of Understnding) Selanjutnya saya akan menjelaskan secara terperinci urutan-urutan di atas tadi, yakni sebagai berikut : 4.2.1.1. Perencanaan (Planning) Perencanaan (planning) di mulai pada rapat anggota Komisi Penyiaran Indonesia yang di pimpin Ketua Komisi Penyiaran Indonesia. Dalam pembahasan perencanaan (planning) ini, yakni Reward and Punishment. Reward di berikan dalam KPI Award setiap tahunnya untuk program-program terbaik dan Punishment berbentuk hukuman atau sangsi-sangsi pada program-program atau tayangan-tayangan yang melanggar ketentuan yang berlaku. Berikut pernyataan dari Anggota KPI, Bimo Nugroho, yakni : “KPI akan melakukan Reward and Panismant, yang artinya KPI akan memberikan KPI award setiap tahunnya. KPI award memberikan apresiasi terhadap sinetron dan program-program terbaik. Sedangkan Punishment atau hukuman maupun sangsi-sangsi berupa teguran dan kalau perlu di hentikan program tersebut”. Selanjutnya perencanaan (planning) strategi Media literasi atau Pendidikan Melek Media, beliau menuturkan , sebagai berikut :
61
“KPI melakuakan strategi Media Literasi atau Pendidikan Melek media yang langsung bersentuhan dengan Masyarakat, misalnya pelajar-pelajar di SD, SMP, dan SMA bahwa yang di sampaikan televisi itu bukan sesuatu yang nyata atau fakta, tetapi sesuatu yang di konstruksi”. Dan juga mesosialisasikan Program Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang di tujukan pada Masyarakat dan Lembaga Penyiaran., adapun penuturan beliau sebagai berikut : “Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun merupakan dasar utama pembentukan KPI, dan semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besanya bagi kepentingan publik. Artinya media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Dan dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat ini adalah Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (Prinsip keberagaman kepemilikan)”. 4.2.1.2. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian (Organizing) dalam pembagian bidang-bidang kerja sesuai dengan keputusan KPI terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua dan tujuh orang anggota. Sesuai dengan wewenang masing-masing. Seperti yang di utarakan Bimo Nugroho : “Lembaga KPIP terdiri dari/atas seorang ketua. Seorang wakil ketua dan tujuh orang anggota. Jabatan ketua dan wakil ketua di pilih dari/dan oleh anggota. Kesembilan anggota tersebut sesuai dengan keputusan Komisi Penyiran Indonesia Pusat (KPIP) dan di bagi dalam bidang-bidang kerja yang mencerminkan pelaksanaan tugas dan kewajiban. KPI dalam pengorganisasian di bagi menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu bidang kelembagaan struktur penyiaran dan pengawasan isi siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI dan koordinasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI ) serta Pengembangan kelembagaan KPI ”. Setelah itu setiap anggota KPI memberikan keputusan yang sifatnya bersama, seperti yang di utarakan beliau yakni :
62
“Setiap keputusan adalah keputusan bersama seluruh anggota melalui rapat pleno dalam menyikapi sesuatu. Namun ini tidak mengurangi hak dari setiap anggota untuk mengemukakan pendapatnya secara terbuka kepada publik sebelum KPIP menerbitkan keputusan resmi”. Dengan setumpuknya pekerjaan seperti yang di uraikan di atas dan dalam pembahasan sebelumnya, untuk menjalankan tugas dan kewajibannya KPI di bantu oleh tenaga-tenaga ahli. Seperti yang di katakan Bimo Nugroho, yakni : “KPI dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya di bantu oleh sebuah sekretariat yang di isi oleh pegawai birokrasi dari lembaga-lembaga pemerintahan, juga di bantu oleh tenaga ahli yang di rekrut sesuai dengan kebutuhan, sedangkan untuk pendanaan melalui anggaran KPIP yang berasal dari APBN”. 4.2.1.3. Tindakan (Actuating) Dalam pengambilan tindakan (actuating) KPI melakukan proses berupa pemberian teguran, penghentian program acara, dan pembatasan durasi dan frekuensi. Seperti yang di katakan Bapak Bimo Nugroho, yakni : “pertama kita harus melihat data-data terlebih dahulu. Data-data yang sebelumnya lebih banyak siaran yang tidak ada blur, artinya darah ada di mana – mana, tubuh terpotong-potong itu tidak di blur maka kami akan menegur. Dan apa bila terjadi pelanggaran kembali akan kita berikan sangsi dan itu akan kita tingkatkan. Jadi teguran pertama, teguran kedua, teguran ketiga, penghentian, pembatasan durasi dan frekuensi dan apa bila mereka melakukan pelanggaran lagi akan di kenakan denda, karna dalam undang-undang di izinkan. Berbeda pula tindakan untuk lembaga penyiaran berlangganan, karena mereka hanya membawa atau menyalurkan, jadi mereka di minta untuk membuat MOU (Memory Of Understanding) antara pihak lembaga penyiaran berlangganan tersebut dengan content perfathernya. Misalnya, SBO, ESPN, dan STAR. Yang intinya mereka harus memiliki kontrak-kontrak untuk menghormati budaya kita, agar masyarakat tidak di rugikan oleh tontonan yang buruk”. Dan adapun sangsi-sangsi yang di berikan KPI berupa sangsi ringan , sangsi sedang dan sangsi berat, seperti yang di utarakan Bimo Nugroho, yakni : “Dalam pelangaran-pelangaran yang di lakukan lembaga penyiaran, maka akan di berikan sangsi berupa sangsi administrasi yang di
63
kategorikan dalam sangsi ringan dan menegah berupa surat teguran dan melalui penyaluran mediasi. Sedangkan kategori sangsi berat merupakan teguran KPI setelah di lakukan secara bertahap dengan pelanggaran yang tidak mengindahkan pedoman prilaku penyiaran dan standar program siaran dan apa bila lembaga penyiaran tersebut tetap menyiarkan tayangan tersebut, maka dapat di kategorikan sebagai pelanggaran pidana dan seharusnya setiap lembaga penyiaran harus lebih berhati-hati dalam menayangkan program acaranya, karena akan menteror masyarakat ”. Terkait pelangaran isi siaran, hingga terjadi tarik menarik dua kepentingan, yang di antaranya kepentingan publik di wakili oleh KPI dan kepentingan pasar di wakili oleh Pengiklan dalam hal ini tindakan KPI melakukan pendidikan publik megenai isi siaran. Seperti yang di utarakan Bimo nugroho, yakni : “Langkah untuk menjalankan amanat Undang-Undang Penyiaran No 32 Tahun 2002 mengenai Isi Siaran sedikit terhambat, karena telah terjadi tarik menarik kepentingan. Kepentingan itu adalah kepentingan publik yang di wakili KPI dan kepentingan Pasar yang di wakili kepentingan Pengiklan, dan KPI akan tetap mewakili kepentingan publik bukan kepentingan pasar. Dan solusi yang di lakukan oleh KPI adalah yang paling utama melakukan Pendidikan Publik. Dalam arti kongkrit, siaran – siaran yang mendidik untuk penonton itu di perbanyak. Baik di lakukan oleh KPI maupun oleh lembaga penyiarannya. Apa bila kita memiliki penonton yang cerdas atau terdidik, bagaimana menonton televisi yang benar, dan tidak terhipnotis oleh televisi, dan kita bisa atau dapat mendorong lembaga penyiaran untuk menyiarkan sesuai yang di butuhkan masyarakat atau khalayak”. 4.2.1.4. Pengendalian (Controling) Tahap pengendalian (controling) KPI melakukan pengawasan dan pengamatan pada program acara/siaran, seperti yang di ungkapkan Bimo Nugroho, yang di antaranya adalah : “Tindakan preventive yang di laksanakan KPI dalam melaksanakan fungsinya melalui dua mekanisme pengawasan, pertama pengawasan secara internal yang di lakukan tim monitoring selama 24 jam, tim ini melakukannya secara bergiliran untuk mnedapatkan data berupa rekaman
64
siaran, kemudian KPI melakukan kajian apakah isi siaran tersebut melanggar pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran atau tidak. Apabila dalam penngkajian tidak terdapat pelanggaran, maka di lakukan penghapusan rekaman siaran dan apa bila sebaliknya ditemukan pelanggaran dalam isi siaran, maka KPI akan menindak stasiun televisi itu. Dan yang kedua melalui pengaduan dari masyarakat, melalui telepon, facsmile, email, atau mendatangi langsung ke kantor KPIP atau KPID, untuk mengajukan aduan berupa data – data judul siaran, program acara, tanggal dan waktu siaran berlangsung”.
4.3 Pembahasan Semenjak keberadan Media Televisi di Indonesia sebagai tempat atau wadah yang dapat menampung segala pikiran dan ide-ide komunikator agar dapat di terjemahkan, dan di sampaikan kepada komunikannya, dan juga media massa yang tepat guna dan bermanfaat bagi khalayak dari berbagai element masyarakat sebagai sumber sarana informasi, pendidikan dan hiburan serta control sosial. Perkembangan empirisnya televisi adalah salah satu media pemicu terjadinya perubahan sosial masyarakat. Efek kognitif dan afektifnya yang di timbulkan dari televisi sangat besar karena di lihat dari dampak yang di timbulkan pada masyarakat secara tidak langsung, namun dapat kita rasakan besarnya pengaruh tersebut. Pengaruh yang terdapat dalam peranan media televisi dalam menayangkan siaran yang tidak layak untuk di konsumsi bagi masyarakat, dapat merubah perilaku dan sikap masyarakat, termasuk dalam proses perubahan karakter dan pola pikir masyarakat. Bila di lihat dari segi teoritisnya, fungsi media sebagai agen of change (agen perubahan) belum terealisasi dengan baik. Pengabaian atas norma dan moral yang menyebabkan kontrol sosial masyarakat terhadap tayangan
65
kekerasan di media massa sangat longgar. Atas permasalahan ini sehingga tayangan kekerasan di media massa menjadi sisi gelap dunia penyiaran Indonesia. Dalam hal ini, Komisi Penyiaran Indonesia terbentuk untuk dapat meminimalisir permasalahan-permasalahan di dalam proses penyiaran di Indonesia dengan menegakan hukum seperti yang tertuang dalam UndangUndang Penyiaran No.32 Tahun 2002 dan menyusun strategi berupa tindakantindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), tindakan (aktuating), dan pengendalian (pengendalian). Dan konsekuensinya, program-program atau tayangan-tayangan seperti sinetron dan pemberitaan jurnalistik yang
di sajikan oleh lembaga-lembaga
penyiaran Indonesia mau tidak mau/harus mentaati Undang-undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Prilaku Penyiaran dan mereka harus memberikan porsi lebih kepada khalayak atau masyarakat dalam mendapatkan wawasan ataupun pendididkan, yang pastinya akan menanamkan watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa. Namun realitanya masih banyak pihak pertelevisian yang menyajikan atau menawarkan tayangan-tayangan kekerasan yang jelas dapat mempengaruhi karakter dan pola pikir masyarakat khususnya anak-anak dan remaja, dan juga sajian sinetron-sinetron yang slalu menawarkan kehidupan semu dan tidak layak untuk di konsumsikan pada khalayak. Dalam hal ini Bimo Nugroho menyatakan : “Sinetron-sinetron saat ini memang benar telah menawarkan kehidupan yang semu pada khalayak”. Dan beliau menegaskan, “Dalam hal ini KPI melakukan Strategi Media Literasi atau Pendidikan Melek Media yang langsung bersentuhan pada masyarakat. Misalnya pelajar-pelajar di SD, SMP, dan SMA bahwa apa yang di sampaikan oleh media televisi itu adalah bukan suatu yang nyata atau fakta, tetapi itu sesuatu yang di
66
konstruksi. Jadi ini merupakan rekonstruksi sosial. Jadi pada kenyataannya yang di sinetron itu adalah sesuatu yang semu, yang tidak boleh di tayangkan adalah yang memiliki terlalu banyak unsur kekerasan, pornografi dan mistik. Beliau menegaskan kembali, terakhir Sinetron Muslimah sudah mendapatkan teguran dan terlebih dalam sinetron Harim telah di berhentikan untuk siaran”. Dalam hal ini sebagai fungsi korelasi dan sosialisasinya perlu ada kesadaran masyarakat terhadap pemahaman pengaruh media dari semua kalangan yang menyerap informasi dan bentuk tindakan tertentu agar menjadi sebuah pengawasan lingkungan atas pencapaian konsensus dalam terciptanya upaya pembatasan terhadap norma–norma agama dan masyarakat yang bermoral. Dalam hal ini Bimo menyatakan : “KPI akan tetap mewakili kepentingan publik, bukan kepentingan pasar”.
Terkait komitmen KPI untuk tetap mewakili kepentingan publik, penulis mencba mengorek informasi dari beliau dan hasilnya penulis mendapatkan In-Put berupa solusi atas permasalahan diatas. Adapun solusi yang di telah di lakukan KPI, menurut penuturan Bimo Nugroho adalah “Yang paling utama melakukan Pendidikan Publik (siaran-siaran yang mendidik), dalam pengartian kongkrit kepada penonton, agar itu di perbanyak. Baik di lakukan oleh KPI maupun oleh lembaga penyiarannya”. Beliau menuturkan kembali : “apa bila kita memiliki penonton yang cerdas atau terdidik, bagaimana menonton televisi yang benar/layak dan tidak terhipnotis oleh televisi, dan kita bisa mendorong lembaga penyiaran untuk menyiarkan yang sesuai di butuhkan masyarakat atau khalayak”. Dalam hal ini keberadaan media harus dapat memiliki peranan penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tatanan masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial. Maka lahirlah Undang-undang
67
tentang Penyaiaran No. 32 Tahun 2002 yang mengatur segala bentuk penyiaran di Indonesia dan Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program siaran (P3/SPS) berkat dorongan masyarakat yang menginginkan adanya kontrol terhadap media penyiaran yang memberikan informasi atau berita yang benar-benar berita dan bukan sekedar pelengkap program berita, memberikan hiburan yang sesuai dengan
budaya
bangsa
indonesia
dan
bukan
sekedar
hiburan
yang
mempertontonkan kehidupan semu, dan memberikan pendidikan agar dapat mencerdaskan Bangsa Indonesia, bukan pendidikan kekerasan, anarkisme dan sebagainya, serta menjadikan media sebagai control sosial untuk mencapai tujuan dalam pembentukan pendapat, sikap, dan prilaku khalayak untuk bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yang berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Tahun 1945 dan PANCASILA. Pada tanggal 30 agustus 2004 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menetapkan adanya P3/SPS yang tak lain merupakan kesempurnaan dari Undangundang sebelumnya. Pembuatan P3/SPS di hadiri berbagai Instansi-instansi Pemerintahan, Intansi Agama, dan Instansi Pertelevisian. dan pada dasarnya instansi pertelevisian menerima dan mengakui keberadaan Undang-undang Penyiaran dan P3/SPS, namun sayangnya instansi pertelevisian kita tak cukup kuat menahan terpaan kepentingan pengiklan dan konsekuensinya pelanggaran demi pelanggaran menghiasi wajah media pertelevisian Indonesia.
68
Momentum kebebasan Pers tidak di manfaatkan sebaik baiknya oleh media pertelevisian, yang ada hanya kebablasan saja. Namun menurut Bimo Nugroho, selaku anggota Komisi Penyiaran Indonesia adalah : “Tidak benar adanya media saat ini mengalami kebablasan, karena pertama, kita sudah terlalu lama mengalami situasi refresif penguasa saat itu dan membuat media depresi, sehingga ketika media itu bebas, maka masyarakat menjadi kaget. Dan yang ke dua apa yang di sampaikan media cetak maupun media elektronik masih mempertimbangkan Etika Pers artinya ada Dewan Pers yang juga menegakkan dan ada Pasal – pasal yang harus di patuhi”. Beliau menegaskan : “Memang ada pelanggaran di sana-sini itu benar, namun kita adalah manusia yang tidaklah sempurna. Dan apa bila terjadi pelanggaran, hukum yang harus di tegakan, jangan mengandungi pemberedelan, pemberangusan dan tidak melalui serangan massa”. Pengoptimalisasian peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap lembaga-lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran sangatlah kurang optimal dalam pemberian sangsi terhadap Pelanggaran. Hal ini jelas bahwa masih banyaknya program atau tayangan yang melakukan pelanggaran. Seperti di tuturkan oleh Bimo Nugroho : “KPI tidak akan melakukan mengkriminalisasikan media artinya tidak akan memberikan hukuman pidana atau pasal-pasal yang berkaitan dengan Pidana tidak di realisasikan. Kenapa ??? karna menurut beliau KPI masih melihat bahwa pendekatan dengan teguran atau penghentian siaran yang sifatnya edukatif ”. Dalam hal ini, penulis mencoba mengkritisi kebijakan yang di keluarkan KPI terhadap pengoptimalisasian atau tidak di lakukannya sangsi atau hukuman pidana. Terlepas benar atau salah buah pemikiran penulis terhadap kebijakan KPI, menurut penulis KPI sebagai Lembaga Independent yang mengabdi pada kepentingan publik tidak konsisten terhadap aturan
Perundang-undangan
69
Penyiaran dan tidak menjalankan amanah seperti yang di amanatkan UndangUndang Penyiaran Bab X Pasal 57, Pasal 58 dan Pasal 59.
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil pembahasan dalam bab sebelumnya melalui tahapan penelitian dengan wawancara yang penulis lakukan melalui anggota Komisi Penyiaran Indonesia, Bapak Bimo Nugroho maka dapat penulis berikan kesimpulan dalam penelitian ini tentang Strategi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Untuk Mengantisipasi Tayangan Kekerasan Dalam Pemberitaan Jurnalistik Dan Sinetron Di Televisi.
5.1 Kesimpulan 1. Strategi Komisi Penyiaran Indonesia memberikan apresiasi bagi sinetron atau program yang bagus berupa KPI Award. 2. Memberikan
Hukuman
berupa
sangsi-sangsi
dan
teguran
serta
penghentian siaran terhadap lembaga penyiaran yang melanggar UndangUndang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. 3. Komisi
Penyiran
Indonesia
menjalankan
amanat
Undang-Undang
Penyiaran No.32 Tahun 2002 dengan menjalankan strategi Reward and Punishment yang di tujukan pada intansi pertelevisian. 4. Komisi Penyiaran Indonesia melakukan Strategi Media Literasi atau Pendidikan melek media dengan tujuan agar penonton khususnya Anak-
70
71
anak dan Remaja memahami dan mengetahui bahwa program sinetron bukan sesuatu yang nyata/fakta, tetapi sesuatu yang di Konstruksi. 5. Penerapan Sangsi seperti yang telah di atur dalam P3/SPS, terkait pelanggaran terhadap isi siaran. 6. Sosialisasi KPI terhadap Lembaga-lembaga penyiaran terkait Penerapan P3/SPS.
5.2 Saran Sedangkan saran yang dapat Penulis berikan, berdasarkan penelitian yang sudah di lakukan adalah : 1. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus berani memakai Sangsi Pidana seperti yang di amanatkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002, Bab X tentang Ketentuan Pidana, Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59. dengan catatan apa bila masih ada pelanggaran-pelanggaran yang di lakukan media penyiaran terkait tayangan kekerasan. 2. Strategi Literasi Media atau Pendidikan Melek Media yang di lakukan oleh Komisi Penyiran Indonesia harus terus di tingkatkan dan kalau perlu pendidikan melek media tersebut di berikan
untuk Ibu-ibu, dimana
strategi ini sebelumnya hanya di tujukan pada anak-anak.
Daftar Pustaka Anwar, Arifin. StrategiKomunikasi Sebuah Pengantar Ringkas : Armico, Bandung 2005 Budiarsih, Kun Sri. Berani Nolak TV : DAR! Mizan, Bandung 2005 Devito, Joseph A. Komunikasi Antar Manusia : Profesional Books, Jakarta 1997 Effendy, Uchjana Onong. Televisi Siaran Teori dan Praktek :Mandar Maju, Bandung 1993 Henshall, Peter & David Ingram. Menjadi jurnalis : Institut Studi Arus Informasi, Jakarta 2000 Kelttner, Jhon W. Inter Personal Speech Communication : Element and Structures. Belmant, California,1970 Liliweri, Alo. Komunikasi Massa dalam Masyarakat : Pt. citra Aditya Bakti
Lutters Elizabeth. Kunci Sukses Dalam Menulis Skenario, 2004 Manuele Thypographycum, 1932 Mariani, Ina Ratna & Kuncoro Jane H. Tehnik Mencari Menulis Berita : Universitas Terbuka, Jakarta 1999 Morisson. Jurnalistik Televisi Mutakhir : Ramdina Prakarsa, Jakarta 2004 Moleong, Lexy J.. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi : Pt. Remaja Rosda Karya, Bandung 2004 Sendjaja, S. Djuarsa Ph.D. Teori Komunikasi : Pusat Penelitian Universitas Terbuka, Jakarta 2002 Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru : Kalam Indoneia, Ciputat, Jakarta 2005 Rakhmat, Jalaludin. Teori Komunikasi Massa : Remaja Rosda Karya, Bandung 2000
Wahyudi JB. Dasar – dasar Jurnalistik Radio dan Televisi : Grafiti, Jakarta 1996
Yin, Robert K. Studi Kasus ( desain dan metode ) terjemahan M. Djauzi Murdzaki : Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2000
Sumber Lainnnya hukumonline.com Tim TVRI 4 Windu, Jakarta 1994 www.kpi.co.id
Hasil Wawancara
T:
Undang-undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dalam poin “D” menyatakan bahwa lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung-jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta control dan perekat sosial. Dalam hal ini seperti yang di amanatkan Undang-undang Republik Indonesia No. 32, tahun 2002 tentang Penyiaran dalam poin “D” di atas terjadi ketimpangan dalam content/isi siaran yang di lakukan intansi pertelevisian sebagai lembaga penyiaran. Program ataupun tayangantayangan yang di sajikan jauh dari fungsinya sebagai media Informasi, Pendidikan, hiburan, serta control sosial. Yang ingin saya tanyakan, apa strategi KPI untuk megantisipasi ketimpangan tersebut ?
J:
“KPI membuat atau menyusun strategi yang di tujukan pada industri penyiaran. Adapun strtegi tersebut, yakni Reward and Panismant. Reward di berikan dalam KPI Award setiap tahunnya. KPI award memberikan apresiasi terhadap sinetron dan program-program terbaik. Sedangkan panismant atau hukuman maupun sangsi-sangsi berupa teguran dan kalau perlu di hentikan program tersebut. Panismant yang di berikan pada program –program atau tayangan yang melanggar ketentuan seperti yang di amanatkan melalui Undang-undang Penyiaran tersebut”.
T:
Dalam Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 9, yang menyatakan lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik penyelenggara lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran
komunitas
maupun
lembaga
penyiaran
berlangganan
yang
dalam
pelaksanaan tugas, fungsi, dan tanggung-jawabnya berpedoman pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Hal ini lembaga penyiaran kurang mematuhi atau menjalankan amanah tersebut. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana pandangan dan bagaimana bapak menyikapinya ? J:
“Lembaga penyiaran publik seperti TVRI dan RRI memiliki Pengawas tersendiri. Dewan pengawas itulah yang memberikan arahan untuk semua program-program baik itu program sinetron dan pemberitaan jurnalistik. Sedangkan fungsi KPI di sini relatif sebagai pemantau, tetapi KPI juga bisa memberikan sangsi dan meminta mereka klarifikasi apa bila ada pelanggaran isi siaran. Sedangkan umtuk lembaga penyiaran swasta akan di berikan teguran ataupun sangsi-sangsi bahkan di hentikan program atau tayangan tersebut apa bila terjadi pelanggaran, hal ini untuk memperbaiki tayangan atau program acara terutama sinetron dan pemberitaan jurnalistik. Untuk lembaga penyiaran berlangganan, itu sangat berbeda karena mereka hanya membawa atau menyalurkan. Jadi mereka di minta untuk membuat MOU (Memory Of Under Standing) antara pihak lembaga penyiaran berlangganan tersebut dengan content perfathernya, misalnya SBO, ESPN, dan Star. Intinya mereka harus memiliki kontrak-kontrak untuk menghormati budaya kita, agar masyarakat tidak di rugikan oleh tontonan yang buruk”.
T:
Dalam Bab II. Asas, Tujuan, Fungsi, dan Arah. Pasal 2 menyatakan Penyiaran di selenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil
dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung-jawab. Seperti permasalahan di atas, hal ini lembaga penyiaran khususnya televisi tidak mengamalkan dengan baik pasal ini, namun yang ada hanya kebablasan dalam menjalankan kebebasan tersebut terkait dengan kebebasan Pers. Bagaiman menurut Bapak dalam hal tersebut ? J:
“KPI sangat menghormati kebebasan PERS, dan mengenai kebablasan itu tidak benar mereka kebablasan, karena pertama kita terlalu lama berada dalam situasi refresif, sehingga ketika media itu bebas, masyarakat kaget dan intinya kita terlalu lama depresi. Dan yang ke dua, apa yang di sampaikan media cetak dan media elektronik itu juga masih mempertimbangkan Etika Pers. Artinya ada Dewan Pers yang juga menegakan dan pasal-pasal yang harus di patuhi. Pada dasarnya memang benar ada pelanggaran di sana sini itu benar, bagaimana adanya pelanggaran hukum yang harus di tegakan, jangan mengandungi misalnya pemberedelan atau pemberangusan, tidak melalui serangan massa dan itu yang perlu di cermati”.
T:
Dalam pasal 3 menyatakan Penyiaran di selenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integritas nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Namun nyatanya program acara seperti sinetron dan juga pemberitaan jurnalistik sering mengabaikan amanah tersebut terutama
tayangan sinetron yang menurut penulis sendiri, lebih menayangkan tayangan yang sifatnya semu. Bagaimana pendapat bapak sebagai anggota yang menangani segala bentuk isi siaran ? J:
“Tayangan-tayangan sinetron yang sifatnya semu tersebut itu benar dalam arti semu. Dan KPI melakukan strategi Media Literasi atau Pendidikan Melek Media yang langsung bersentuhan dengan masyarakat misalnya pelajar-pelajar di SD, SMP, SMA bahwa yang disampaikan televisi itu bukan sesuatu yang nyata atau fakta, tetapi sesuatu yang di kontruksi. Jadi ini merupakan konstruksi sosial oleh sebab itu kita harus memahami, memang bahwa pada kenyataannya sinetron itu adalah sesuatu yang semu. Yang tidak boleh adalah adanya pelanggaran, misalnya terlalu banyak adanya kekerasan, pornografi dan mistik”.
T:
Dalam Bab IV, Pelaksanaan Siaran , Bagian Pertama, Isi Siaran pada Pasal 36 ayat 5 poin “B” menyatakan isi siaran di larang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang. Terkait pelanggaran terhadap pelaksanaan isi siaran ini menurut bapak ?
J:
“KPI memiliki strategi dengan memperjelas apa yang ada dalam P3/SPS, yaitu produk hukum yang di buat oleh KPI untuk memperjelas apa yang boleh dan apa yang tidak boleh itu apa bila di langgar akan di berikan sangsi”.
T:
Dalam Bab X, Ketentuan Pidana, Pasal 57 Poin “D” yang berbunyi melanggar ketentuan sebagaimana di maksud dalam pasal 36 ayat 5. dalam pelanggaran yang di lakukan Instansi Penyiaran terkait pasal 57 poin “D” apa sudah terealisasi dengan semestinya ?
J:
“Undang-undang Penyiaran juga menyebut pasal-pasal pidana. Dan apa bila stasiun-stasiun televisi terkena denda sebesar sepuluh milyar rupiah dan kurungan 5 tahun. KPI generasi Pertama dan Kedua seperti saat ini, mempunyai Policy yg inti strateginya tidak akan melakukan kriminalisasai media, artinya tidak akan mempidanakan mereka. Sehingga untuk KPI saat ini terhadap Pasal-pasal yang berkaitan dengan pidana itu belum di gunakan. Karena kita masih melihat bahwa pendekatan dengan teguran atau penghentian tayangan yang sifatnya educatif itu lebih di kedepankan, sementara yang pidana itu tidak di realisasikan karna KPI dalam posisi tidak ingin melekukan Kriminalisasi Media. Itu untuk KPI generasi atau priode pertama dan kedua di mana saya terlibat di dalamnya, mungkin kedepannya saya tidak tahu !!!! mungkin, DPR akan memilih orang-orang yang akan menggunakan pasal itu”.
T:
Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, Bab I ayat 2, menyatakan bahwa pedoman prilaku penyiaran merupakan panduan tentang batasan-batasan mengenai apa yang di perbolehkan dan atau yang tidak di perbolehkan berlangsung dalam proses pembuatan program siaran, sedangkan standar program siaran merupakan panduan tentang batasan apa yang diperbolehkan dan atau yang tidak di perbolehkan di tayangkan dalam program siaran. Dalam pasal I ayat 2 ini, terlihat sekali ketimpangan terhadap realita di dalam program siaran ataupun isi siaran tentang maraknya adegan kekerasan dalam sinetron ataupun tayangan kekerasan dalam pemberitaan jurnalistik. Apa komentar Bapak dalam hal ini ?
J:
“Hal ini terjadi adanya tarik menarik antara kepentingan publik dengan kepentingan pasar, kepentingan publik di wakili oleh KPI sedangkan kepentingan pasar di wakili oleh pengiklan. seharusnya layar televisi itu tidak perlu menonjolkan kekerasan, pornografi dan mistik, karena ini adalah kepentingan publik. Namun kepentingan pasar berada di seberangnya, bahwa untuk meningkatkan Rating, meningkatkan iklan yang masuk itu, acara-acara yang ada bumbu-bumbu kekerasan, pornografi dan mistik itu di tingkatkan, rumusnya seperti itu, dan KPI akan tetap berpijak pada kepentingan publik dan bukan untuk kepentingan pasar, bukan tugas KPI untuk membela kepentingan pengiklan. Kepentingan KPI adalah agar keluarga Indonesia mendapatkan suguhan berita yang bagus dan sinetron yang bagus”.
T:
Dalam Bab II Dasar, Tujuan, Arah, dan Asas Pedoman Perilaku Penyaiaran dan Standar Program Siaran, Pasal 5, Pedoman Perilaku Penyiaran di arahkan agar : Lembaga penyiaran taat dan patuh hukum terhadap segenap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. a. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia b. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multi kultural c. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi Hak-hak Asasi Manusia d. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi prinsip ketidak berpihakan dan keakuratan
e. Lembaga penyiaran melindungi kehidupan anak-anak, remaja, dan kaum perempuan f. Lembaga penyiaran melindungi kaum yang tidak di untungkan g. Lembaga penyiaran melindungi publik dari pembodohan dan kejahatan, dan h. Lembaga penyiaran menumbuhkan demokratisasi Dalam pasal 5 ini, banyak media penyiaran khususnya media penyiaran televisi sering mengabaikan pedoman perilaku penyiaran, dan keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia seakan-akan hanya tinggal wacana saja. Bagaimana Menurut bapak sebagai anggota KPI ? J:
“Salah besar apa bila ada yang menyatakan adanya KPI hanya wacana saja. Pertama kita harus melihat data-data terlebih dahulu. Data-data yang sebelumnya lebih banyak siaran yang tidak ada blur, artinya darah di mana-mana, tubuh terpotong-potong itu tidak di blur. Sekarang, adanya KPI, ada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran itu di blur. Sehingga korban itu tidak boleh tampak nyata sehingga menteror penonton dan juga lembaga sensor Film lebih sedikit sekali sekarang sensor-sensor yang di lakukan. Itu artinya lembaga penyiaran sudah mulai memilih. Dan apa bila terjadi pelanggaran kembali akan kita berikan sangsi itu akan kita tingkatkan, jadi teguran pertama, teguran kedua, teguran ketiga, penghentian, pembatasan durasi dan frekuensi. Dan apa bila mereka melakukan pelanggaran lagi akan di kenakan denda, karana dalam Undang-undang di izinkan”.
T:
Dalam Bab IV, Kesopanan, Kepantasan, dan Kesusilaan. Bagian Pertama tentang Kekerasan, Pasal 32 Pembatasan Umum, menyatakan : 1. Program atau promo program yang mengandung muatan kekerasan secara dominan, atau mengandung adegan kekerasan eksplisit dan vulgar, hanya dapat di siarkan pada jam tayang di mana anak-anak pada umumnya di perkirakan sudah tidak menonton televisi, yakni pukul 22.00-03.00 sesuai dengan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan. 2. Lembaga penyiaran di larang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan yang di anggap di luar prikemanusian atau sadistis. 3. Lembaga penyiaran di larang menyajikan program yang dapat di persepsikan
sebagai
mengagung-agungkan
kekerasan
atau
menjustifikasikan kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. 4. Lembaga penyiaran di larang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan. Dalam pasal 32 ini, sering pula terjadi pelanggaran yang di lakukan lembaga-lembaga penyiaran yang mengabaikan fungsinya sebagai sarana informasi, Pendidikan, hiburan dan control sosial. Terlebih pada program atau tayangan yang di sajikan melalui INDOSIAR dan TRANS TV. Bagaimana menurut Bapak ?
J:
“Memang pelanggaran paling banyak di lakukan oleh Indosiar dan Trans TV, apa bila di lihat dari situ sudah kelihatan dan apa bila hal itu terjadi terus menerus, konsekuensinya harus mereka terima sendiri”.
T:
Dalam Pasal 33 tentang Kekerasan, Kecelakaan, dan Bencana dalam Program Faktual. Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk memperlihatkan realitas dan pertimbangan tentang efek negatif yang dapat di timbulkan. Karena itu, penyiaran adegan kekerasan, kecelakaan, dan bencana dalam program faktual harus mengikuti ketentuan sebagai berikut : a. Adegan kekerasan tidak boleh di sajikan secara eksplisit b. Gambar luka-luka yang di derita korban kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh di sorot secara Close-Up (big close-up, medium close-up, extreme close – up) c. Gambar Penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh di sorot secara Close-Up (big close-up, medium close-up, extreme close-up) d. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang di akibatkan tindakan kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh di siarkan secara rinci. e. Durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus di batasi. f. Dalam
siaran
radio,
penggambaran
kondisi
korban
kecelakan, dan bencana tidak boleh di siarkan secara rinci. g. Saat-saat kematian tidak boleh di siarkan. h. Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh di siarkan
kekerasan,
Seperti
pertanyaan-pertanyaan
sebelumnya,
media
televisi
sering
mengabaikan aturan aturan yang telah di buat. Bagai mana menurut bapak terkait pasal ini ? J:
“Terkait pasal ini, program faktual itu riil terjadi, kalau fiksi seperti sinetron bahkan reality show, orang tua bisa mengatakan pada anak-anaknya yang bertanya-tanya, saya akan mengatakan itu di buat-buat nak dan itu tidak benar. Namun program faktual itu terjadi benar, seperti kecelakaan dan lain-lain sebagainya itu riil. Kekerasan yang ada di situ di beritakan. KPI meminta kepada lembaga penyiaran harus berhati-hati dalam menayangkan program acaranya, karena akan menteror masyarakat. Dalam program faktual, misalnya apa bila ada korban terpotong-potong fisiknya harus lebih hati-hati, dan yang tidak melakukan ke hati-hatian terhadap tayangan yang di siarkan akan kita tegur. Contohnya, pada saat salah satu stasiun televisi menayangkan pemnberitaan jurnalistik, terhadap kecelakaan di Sawah lunto, korban pada saat di keluarkan di sorot secara eksplisit, dan sangat mengerikan bentuknya, juga pada kecelakaan pesawat Adam Air dan itu telah di tegur oleh KPI. Beda dengan kecelakaan atau musibah di Situ Gintung. Pemberitaan tentang kejadian tersebut cukup bagus. Karena tidak di eksploitasi tapi juga mereka menunjukan kenapa bendungan tersebut pecah, karena terdapat keteledoran dan sebagainya. Jadi masyarakat mendapatkan pendidikan dari kecelakaan di Situ Gintung. Dan terkait pemberitaan mengenai pembunuhan Polisi yang di lakukan demonstran di Papua, tiga televisi memberitakan yakni RCTI, Metro TV, dan TRANS TV. Tetapi yang di peringatkan oleh KPI adalah Trans Tv, kenapa ? RCTI hanya mengisahkan visual
ketika Polisi di pecahkan kepalanya oleh demonstran itu tidak ada, sedangkan Metro TV itu ada, tetapi di blur, sehingga kepala polisi yang pecah-pecah itu tidak kelihatan. Namun di Trans TV hal itu muncul, dan Trans TV yang mendapatkan teguran oleh KPI”. T:
Dari sekian banyak permasalahan yang timbul berkat ketidak profeisonalan media penyiaran, khususnya televisi dalam menjalankan fungsinya. Apa Perencanaan (planning) yang akan KPI lakukan ?
J:
“Seperti yang telah saya sebutkan tadi, KPI akan melakukan Reward and Punisment, yang artinya KPI akan memberikan KPI award setiap tahunnya. KPI award memberikan apresiasi terhadap sinetron dan program-program terbaik. Sedangkan Panismant atau hukuman maupun sangsi-sangsi berupa teguran dan kalau perlu di hentikan program tersebut dan KPI melakuakan strategi Media Literasi atau Pendidikan Melek media yang langsung bersentuhan dengan Masyarakat, misalnya pelajar-pelajar di SD, SMP, dan SMA bahwa yang di sampaikan televisi itu bukan sesuatu yang nyata atau fakta, tetapi sesuatu yang di konstruksi. Dan juga mesosialisasikan Program Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang di tujukan pada Masyarakat dan Lembaga Penyiaran. Dalam hal ini, Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun merupakan dasar utama pembentukan KPI, dan semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besanya bagi kepentingan publik. Artinya media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Dan dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat ini adalah
Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (Prinsip keberagaman kepemilikan)”. T:
Seperti apa sistem Pengorganisasian (Organizing) dalam pembagian bidangbidang kerja KPI ?
J:
“Lembaga KPIP terdiri dari/atas seorang ketua. Seorang wakil ketua dan tujuh orang anggota. Jabatan ketua dan wakil ketua di pilih dari/dan oleh anggota. Kesembilan anggota tersebut sesuai dengan keputusan Komisi Penyiran Indonesia Pusat (KPIP) dan di bagi dalam bidang-bidang kerja yang mencerminkan pelaksanaan tugas dan kewajiban. KPI dalam pengorganisasian di bagi menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu bidang kelembagaan struktur penyiaran dan pengawasan isi siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI dan koordinasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) serta Pengembangan kelembagaan KPI”.
T:
Mengenai keputusan yang bapak sebutkan tadi, mekanismenya seperti apa ? bisa bapak jelaskan ?
J:
“Setiap keputusan adalah keputusan bersama seluruh anggota melalui rapat pleno dalam menyikapi sesuatu. Namun ini tidak mengurangi hak dari setiap anggota untuk mengemukakan pendapatnya secara terbuka kepada publik sebelum KPIP menerbitkan keputusan resmi”.
T:
Khusus untuk KPIP, dengan beranggotakan 9 orang saja bagaimana KPIP mensiasati agar atau dapat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya? Sementara permasalahan demi permasalahan penyiaran hampir selalu ada ?
J:
“KPI dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya di bantu oleh sebuah sekretariat yang di isi oleh pegawai birokrasi dari lembaga-lembaga pemerintahan, juga di bantu oleh tenaga ahli yang di rekrut sesuai dengan kebutuhan, sedangkan untuk pendanaan melalui anggaran KPIP yang berasal dari APBN”.
T:
Apa tindakan (actuating) KPI dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, terkait maraknya tayangan-tayangan yang memiliki unsur kekerasan ?
J:
“Seperti yang telah saya katakan, pertama-tama kita harus melihat data-data terlebih dahulu. Data-data yang sebelumnya lebih banyak siaran yang tidak ada blur, artinya darah ada di mana-mana, tubuh terpotong-potong itu tidak di blur maka kami akan menegur. Dan apa bila terjadi pelanggaran kembali akan kita berikan sangsi dan itu akan kita tingkatkan. Jadi teguran pertama, teguran kedua, teguran ketiga, penghentian, pembatasan durasi dan frekuensi dan apa bila mereka melakukan pelanggaran lagi akan di kenakan denda, karna dalam undang-undang di izinkan. Berbeda pula tindakan untuk lembaga penyiaran berlangganan, karena mereka hanya membawa atau menyalurkan, jadi mereka di minta untuk membuat MOU (Memory Of Understanding) antara pihak lembaga penyiaran berlangganan tersebut dengan content perfathernya. Misalnya, SBO, ESPN, dan STAR. Yang intinya mereka harus memiliki kontrak-kontrak untuk menghormati budaya kita, agar masyarakat tidak di rugikan oleh tontonan yang buruk”.
T:
Seperti apa sangsi-sangsi itu Pak ?
J:
“Dalam pelangaran-pelangaran yang di lakukan lembaga penyiaran, maka akan di berikan sangsi berupa sangsi administrasi yang di kategorikan dalam sangsi
ringan dan menegah berupa surat teguran dan melalui penyaluran mediasi. Sedangkan kategori sangsi berat merupakan teguran KPI setelah di lakukan secara bertahap dengan pelanggaran yang tidak mengindahkan pedoman prilaku penyiaran dan standar program siaran dan apa bila lembaga penyiaran tersebut tetap menyiarkan tayangan tersebut, maka dapat di kategorikan sebagai pelanggaran pidana dan seharusnya setiap lembaga penyiaran harus lebih berhatihati dalam menayangkan program acaranya, karena akan menteror masyarakat”. T:
Menurut Pak Bimo, apa langkah-langkah yang bapak utarakan tadi sudah berjalan maksimal ?
J:
“Saat ini untuk menjalankan amanat UU Penyiaran No 32 Tahun 2002 mengenai Isi Siaran sedikit terhambat karena apa yang telah saya katakan tadi, telah terjadi tarik menarik kepentingan. Dan kepentingan itu adalah kepentingan publik yang di wakili KPI dan kepentingan Pasar yang di wakili kepentingan Pengiklan, dan KPI akan tetap mewakili kepentingan publik bukan kepentingan pasar. Dan solusi yang di lakukan oleh KPI adalah yang paling utama melakukan Pendidikan Publik. Dalam arti kongkrit, siaran-siaran yang mendidik untuk penonton itu di perbanyak. Baik di lakukan oleh KPI maupun oleh lembaga penyiarannya. Apa bila kita memiliki penonton yang cerdas atau terdidik, bagaimana menonton televisi yang benar, dan tidak terhipnotis oleh televisi, dan kita bisa atau dapat mendorong lembaga penyiaran untuk menyiarkan sesuai yang di butuhkan masyarakat atau khalayak”.
T:
Dan yang terakhir, dalam Tahap pengendalian (controling) yang ingin saya tanyakan, bagaimana KPI melakukan pengawasan atau pengamatan pada program acara/siaran ?
J:
“Melakukan tindakan preventive yang di laksanakan KPI dalam menjalankan fungsinya melalui dua mekanisme pengawasan, pertama pengawasan secara internal yang di lakukan tim monitoring selama 24 jam, tim ini melakukannya secara bergiliran untuk mnedapatkan data berupa rekaman siaran, kemudian KPI melakukan kajian apakah isi siaran tersebut melanggar pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran atau tidak. Apabila dalam penngkajian tidak terdapat pelanggaran, maka di lakukan penghapusan rekaman siaran dan apa bila sebaliknya ditemukan pelanggaran dalam isi siaran, maka KPI akan menindak stasiun televisi itu. Dan yang kedua melalui pengaduan dari masyarakat, melalui telepon, facsmile, email, atau mendatangi langsung ke kantor KPIP atau KPID, untuk mengajukan aduan berupa data-data judul siaran, program acara, tanggal dan waktu siaran berlangsung”.