STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA SMK AL FALAH SIDOMUKTI SALATIGA TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan (S.PD. I)
Oleh: ISTIQOMAH 11109026
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013
MOTTO (انمابعثت اتمم صالح ااخاق )رواه احمد “Sesungguhnya aku(Nabi Muhammad SAW) diutus ke bumi untuk menyempurnakan keluhuran akhlak” (H.R. Imam Ahmad bin Hambal dalam musnad Abu Hurairah, Juz 2, hlm.381)
PERSEMBAHAN Teriring Do’a rasa syukur kepada Allah SWT yang teramat dalam kupersembakan karya ini buat orang-orang yang telah banyak berjasa dalam hidupku, yang tanpa mereka aku tidak mungkin bisa merasakan hidup seperti saat ini. Skripsi ini bukanlah akhir dari tugas, namun awal aku berkarya. Terimakasih buat… Wanita terindah penuh kasih sayang (Ibuku tercinta) yang sabar dan tanpa kenal lelah memberikan kasih sayang, pengarahan, pengorbanan yang tiada ternilai, serta doa yang terucap setiap hari. Bapakku, ibu mertua, suami dan anakku (Najwa) yang selalu memberikan motivasi setiap hari. Buat Bapak Agus Ahmad Su’aidi, Lc., M.A. Dengan ketelatenan dan kesabaran serta senyumnya telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini sampai membuahkan hasil maksimal sebagaimana impian penulis. Kepada para guru dan dosenku yang telah memberikan ilmu pengetahuan untuk menggapai cita-cita. Untuk semua warga SMK Al Falah yang telah membantu tersusunnya skripsi ini. Sahabat terbaikku “Fier” yang telah banyak memberikan arti kebersamaan dan persahabatan dari pertama kali kita menginjakkan kaki di bangku SMK sampai perkuliahan, semoga persahabatan kita selalu dijaga oleh Allah SWT... Untuk semua teman-temanku Fata Smart, terimakasih atas motivasi yang kalian berikan padaku, semoga tali persaudaraan kita menjadi lebih erat.
KATA PENGANTAR
بسم اه الرحمن الرحيم Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan anugerahNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi berjudul: STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA SMK AL FALAH SIDOMUKTI SALATIGA TAHUN 2013. Dan peneliti yakin tanpa pertolongan dan petunjuk-Nya mustahil skripsi ini dapat peneliti selesaikan. Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW yang memberikan pelita bagi umatnya beserta keluarga, para shahabat, dan tabi’ tabi’in. Laporan skripsi ini disusun untuk memenuhi kewajiban dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu tarbiyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatuga. Dalam penulisan ini, peneliti mendapatkan beberapa masukan bantuan dan dukungan dari beberapa pihak. Maka dalam kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Ibu Asdiqoh selaku kaprogdi PAI. 3. Bapak Agus Ahmad Su’aidi, Lc., M.A., selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan dengan penuh kesabaran. 4. Bapak Drs. Sumarno Widjadipa, M. Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang mendampingi penulis selama menimba ilmu di STAIN Salatiga. 5. Para dosen STAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu pengetahuan sehingga dapat mengantarkan penulis dalam menyelesaikan skripsi. 6. Para karyawan yang melayani dan membantu dengan penuh kesabaran.
7. Bapak (Rahmat Hidayat), ibu (Nuryati), ibu mertua (Alfiyah), suami tercinta (M. Abu Thohir), anakku tersayang (Nurin Najwa), dek Taufik, dan segenap keluarga besarku. Terimakasih atas dukungan moril, materiil, dan spiritual kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di bangku perkuliahan dan penyusunan skripsi. 8. Bapak Samsidi S.Pd. Kim., selaku kepala sekolah, bapak Zamroni S.Pd.I., selaku guru pendidikan agama Islam, ibu Eka Chandra Satria S.Pd., selaku waka kesiswaan, serta para siswa di SMK Al Falah yang meluangkan waktu dan memberikan bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 9. Teman-teman PAI ’09 dan sahabat f@t@ SMART thank’s of all. 10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Dalam laporan ini peneliti sadar akan banyaknya kekurangan yang dapat ditemui. Untuk itu penulis berharap adanya kritik dan saran. Semoga skripsi ini bermanfaat. Amiin. Salatiga, 6 April 2014 Penulis Istiqomah
ABSTRAK
Istiqomah (NIM. 11109026). Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga Tahun 2013. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Agus Ahmad Su’aidi, Lc., M.A. Kata Kunci: Strategi, Guru Pendidikan Agama Islam, Pembinaan Akhlakul Karimah SMK AL Falah merupakan SMK Plus pondok pesantren, maksudnya sekolah menengah kejuruan yang memberikan pendidikan teknologi dengan penguatan dibidang agama. Pembiasaan keagamaan yang diterapkan di Al Falah dapat dijadikan contoh bagi sekolah kejuruan dan sekolah umum untuk mewujudkan generasi yang berakhlak mulia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Strategi guru pendidikan agama Islam dalam membina akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga Tahun 2013, 2) Kegiatan guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga tahun 2013, 3) Faktor pendukung dan penghambat kegiatan pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan jenis penelitian kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dilapangan kemudian disusun dengan memilih dan menyederhanakan data. Selanjutnya dilakukan penyajian data untuk dapat ditarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Strategi guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah antara lain: pendekatan personal, pembiasaan yang baik, memberikan teladan, hafalan surat pendek sebagai prasyarat, dan penyampaian hikmah. (2) Kegiatan guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah antara lain: membaca do’a, membaca asma’ul husna, baca Al-Qur’an pada pagi hari, shalat Dhuha berjama’ah, shalat Dhuhur berjama’ah, pembinaan saat upacara bendera. (3) Faktor pendukung dan penghambat strategi pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah: a. faktor pendukung kegiatan pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah adalah: motivasi dan dukungan dari orang tua, sarana yang lengkap, dan komitmen bersama.b. faktor penghambat kegiatan pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah adalah: kurangnya kesadaran, fasiltas kadang kurang mendukung, waktu yang nanggung, lingkungan masyarakat (pergaulan).
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN BERLOGO ................................................................................ ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iv DEKLARASI ...................................................................................................
v
MOTTO............................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
viii
ABSTRAK ....................................................................................................... x DAFTAR ISI ....................................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii DAFTAR TABEL DAN BAGAN....................................................... ........... xiii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ................................................................
6
E. Penegasan Istilah ...................................................................
7
F. Metode Penelitian..................................................................
9
G. Sistematika Penulisan............................................................
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Guru Pendidikan Agama Islam ................................
17
B. Karakteristik Anak Usia SMK/SMA......................................
31
C. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa........................................................ 38 D. Bentuk Kegiatan Pembinaan Akhlakul Karimah...................
50
E. Faktor Pendukung Dan Penghambat Pelaksanaan Strategi Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa....................... BAB III
52
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data 1. Sejarah Berdirinya SMK Al Falah....................... ............... 58 2. Visi, Misi dan Tujuan.......................................................... 60 3. Kebijakan Mutu Sekolah........................................ ............. 61 4. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa...................... ............ 64 5. Keadaan Sarana dan Prasarana............................... ............ 68 B. Temuan Penelitian 1. Kondisi Siswa SMK Al Falah................................ ............. 69 2. Strategi Guru PAI Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah........................................................... 74 3. Kegiatan Guru PAI Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah........................................................... 83 4. Faktor Pendukung Dan Penghambat Kegiatan Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa.......................................... .......... 88
BAB IV
ANALISIS A. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah............................. B. Kegiatan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
97
Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah..........
103
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK AL Falah.......................... BAB
V
108
PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................... ..................................
114
B. Saran ..................................................................................
115
C. Penutup...............................................................................
115
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
116
DAFTAR TABEL DAN BAGAN Tabel 3.1
Daftar Guru Dan Karyawan
Tabel 3.2
Jumlah Siawa
Tabel 3.3
Sarana Dan Prasarana SMK AL Falah
Bagan 3.1
Sruktur Organisasi Sekolah
DAFTAR LAMPIRAN
1. Riwayat Hidup Penulis 2. Surat Ijin Penelitian 3. Surat Pernyataan Telah Meneliti 4. Lembar Konsultasi 5. Laporan SKK 6. Pedoman Wawancara 7. Hasil Wawancara 8. Dokumentasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru pendidikan agama Islam memegang peranan yang cukup penting dalam suatu sekolah/lembaga pendidikan. Seorang guru pendidikan agama Islam harus mampu menjadi teladan dalam pembentukan watak dan kepribadian (character building) siswanya. Selain itu, dalam berinteraksi dengan masyarakat guru juga dianggap sebagai orang yang serba bisa. Melalui pendidikan Islam, guru mampu menanamkan nilai sosial yang hidup dan dipertahankan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu tugas Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul adalah menyuruh manusia berakhlak baik, beradab sempurna dan diantara perangai-perangai itu
ada yang kembali
faedahnya kepada pribadi sendiri, seperti berlaku benar, memelihara lidah, tiada berdusta, tiada melihat barang yang haram, dan ada yang bermanfaat bagi umum, seperti murah tangan, memberi pertolongan, memberi makan fakir miskin, dan lain sebagainya. Seperti dinyatakan dalam hadis: (انمابعثت اتمم صالح ااخاق )رواه احمد Artinya: “Bahwasannya aku di utus Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak/budi pekerti”.(H.R. Imam Ahmad bin Hambal dalam musnad Abu Hurairah, Juz 2, hlm.381).
1
Usia Sekolah menengah merupakan usia masa remaja antara 13-19 tahun yang sudah mulai menemukan jati dirinya, seperti dikatakan oleh Kartono (1986:149): Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode tersebut terjadi perubahan-perubahan besar dan esensiil mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksuil. Yang sangat menonjol pada periode ini ialah: kesadaran yang mendalam mengenai diri sendiri, dengan mana orang muda mulai meyakini kemauan, potensi, dan cita-cita sendiri. Dengan kesadaran tersebut ia berusaha menemukan jalan hidupnya, dan mulai mencari nilai-nilai tertentu seperti kebaikan, keluhuran, kebijaksanaan, keindahan, dan sebagainya. Masa remaja terbagi menjadi dua, yakni masa prapubertas (12-14 tahun), dan masa pubertas (14-18 tahun). Sehingga dapat diketahui bahwa anak usia sekolah menengah atas telah memasuki masa pubertas (14-18 tahun) di mana seorang anak tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga mulai aktif. Keaktifan anak ini dalam rangka menemukan jati dirinya, mencari pedoman hidup untuk bekal kehidupannya mendatang, serta memasuki
diri
pada
kegiatan
kemasyarakatan.
Kegiatan
tersebut
dilakukannya dengan semangat yang tinggi tetapi ia sendiri belum memahami akan hakikat dari sesuatu yang dicarinya itu (Ahmadi dan Sholeh, 2005:124). Dengan demikian remaja berjuang mencari keseimbangan antara tuntutan menciptakan identitas diri berdasarkan dayanya sendiri dan identitas sebagaimana
diharapkan
dengan
didukung
oleh
orang
lain
yang
dipercayainya. Oleh karena itu guru pendidikan agama Islam perlu memiliki cara khusus dalam membina akhlak siswanya agar mereka paham dan mengamalkannya sehingga menjadi manusia yang berakhlakul karimah. 2
Menurut pendapat penulis dengan seiring perubahan zaman yang semakin maju, berubah pula tatanan kehidupan masyarakat. Dari hal yang paling kecil, misalnya tegur sapa, dahulu setiap kali bertemu dengan orang, yang muda menyapa yang tua, akan tetapi sekarang hal tersebut sudah tidak menjadi tradisi lagi. Perkembangan teknologi dan informasi sering kali berdampak pada tingkah laku siswa, khususnya siswa sekolah menengah atas. Guru dan orang tua hendaknya bekerja sama dalam megawasi anak didiknya dalam
bergaul
dan
mengikuti
perkembangan
teknologi.
kemerosotan akhlak anak pada usia remaja seperti
Fenomena
pelecehan seksual,
berkelahi, sikap arogan, bertutur kata yang kotor, tidak menghargai orang lain, dan sebagainya apabila dibiarkan dan tidak diarahkan dengan tepat dapat meningkat menjadi tindak kejahatan. Hal ini menjadi peluang bagi guru pendidikan agama Islam untuk melakukan perannya dengan menekan sekecil mungkin hal- hal negatif tersebut. Dari survey yang telah dilakukan di SMK Al Falah pada tanggal 5 Juli 2013, melalui wawancara kepada guru PAI bapak Zamroni dan melalui pengamatan langsung, bahwa SMK AL Falah merupakan SMK Plus pondok pesantren, maksudnya sekolah menengah kejuruan yang memberikan pendidikan teknologi dengan penguatan dibidang agama. Perilaku siswa SMK Al Falah sebagian besar sopan. Mereka saling bertegur sapa bila bertemu teman, setiap bertemu guru bersalaman, murah senyum pada peneliti, dan jika diperintah guru langsung mengerjakan. Kegiatan setiap hari siswa yang dilakukan di sekolah pun sangatlah baik. Kegiatan itu misalnya shalat Dhuha
3
berjama’ah dilanjutkan dengan membaca Asma’ul Husna dan shalat Dhuhur jama’ah. Dari keseharian siswa tersebut guru pendidikan agama Islam pastilah memiliki strategi atau cara khusus agar siswanya berakhlak yang baik. Keberadaan akhlak memiliki kemutlakan yang nyaris absolud, ibarat Islam adalah sebuah gedung, maka akhlak adalah tiangnya yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim (Halim, 2000:20). Oleh karena itu akhlak seorang muslim harus didasari akidah yang benar. Apabila akhlak seorang anak didik sebagai generasi bangsa sudah rusak, maka suatu bangsa pun akan hancur, seperti dinyatakan dalam sya’ir Ahmad Syauqi Bek dalam Muhammad Al-Ghozali (1985:71):
وانمااامم ااخاق مابقيت * فا هم هبت اخاق م هب ا Artinya: “Sesungguhnya bangsa itu tergantung moralnya, bila rusak moral maka binasalah bangsa itu”.
Perbaikan akhlak merupakan suatu misi utama yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam kepada anak didik. Misi tersebut akan berhasil apabila ada kerja sama antara semua pihak yang terkait. Strategi dalam pembinaan akhlakul karimah merupakan salah satu komponen terpenting dalam meningkatkan kualitas pendidikan Islam. Strategi tersebut nantinya akan sangat berpengaruh pada tingkat pemahaman dan pengamalan nilai-nilai akhlak itu sendiri. Harapannya strategi pembinaan akhlak yang diterapkan di SMK Al Falah dapat menjadi contoh bagi sekolah kejuruan yang lain.
4
Dengan memperhatikan uraian-uraian tersebut di atas, maka penulis ingin mengetahui strategi guru pendidikan agama Islam dalam membina akhlakul karimah siswanya dengan melakukan penelitian secara sistematis dengan judul “STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA SMK AL FALAH SIDOMUKTI SALATIGA TAHUN 2013”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana strategi guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga tahun 2013? 2. Apa saja kegiatan guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga tahun 2013? 3. Apakah faktor pendukung dan penghambat kegiatan pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga tahun 2013? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui strategi guru pendidikan agama Islam dalam membina akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga Tahun 2013. 2. Untuk mengetahui kegiatan guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga tahun 2013. 3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat kegiatan pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga tahun 2013.
5
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan khazanah keilmuan Pendidikan Agama Islam umumnya, khususnya pendidikan akhlak terutama mengenai strategi yang dilakukan oleh guru agar anak didiknya berakhlakul karimah. Serta temuan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pada munculnya teori tentang “Strategi Jitu Dalam Mendidik Akhlak Anak” 2. Manfaat Praktis Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada dan atau terhadap: a. Bagi peneliti: dapat mengetahui strategi yang tepat dalam membina akhlak anak agar berakhlakul karimah. b. Bagi Lembaga ( STAIN Salatiga): seluruh komponen yang ada di STAIN Salatiga, terutama fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam, sebagai masukan dan bahan koreksi bagi masing-masing mahasiswa agar berakhlak yang baik dimanapun berada. c. Bagi siswa SMK Al Falah: diharapkan dapat memahami dengan baik materi pelajaran agama Islam, khususnya akhlak. Selain itu siswa agar lebih menghormati guru, orang yang lebih tua dan saling menghargai satu sama lain.
6
E. Penegasan Istilah Penegasan
Istilah
ini
dimaksudkan
untuk
memperjelas
dan
mempertegas kata-kata/ istilah kunci yang diberikan dengan judul penelitian STRATEGI
GURU
PENDIDIKAN
AGAMA
ISLAM
DALAM
PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA SMK AL FALAH SIDOMUKTI SALATIGA TAHUN 2013. Istilah-istilah tersebut meliputi: 1. Strategi Guru Dalam Pembinaan Akhlak Strategi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1092) ialah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Adapun strategi yang penulis maksud adalah rangkaian perilaku pendidik yang tersusun secara terencana dan sistematis untuk menginformasikan, mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Islam agar dapat membentuk kepribadian muslim seutuhnya. Pembinaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:152) adalalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Menurut Syafaat ,dkk (2008:153), pembinaan adalah kegiatan yang mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada dengan mengamalkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Kata Akhlaq atau lazim disebut dengan moral adalah sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa(Mahmud ,2004:26-27).
7
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis membagi indikator strategi guru PAI dalam pembinaan akhlakul karimah menjadi lima macam, yaitu: a. Usaha dari guru memotivasi siswa b. Motivasi orang tua siswa c. Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya d. Program sekolah e. Aktivitas ibadah dan kehalusan perilaku. 2. Kegiatan Guru Dalam Membina Akhlak Kegiatan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah aktivitas; usaha; pekerjaan. Jadi, kegiatan guru dalam membina akhlak merupakan berbagai macam usaha yang dilakukan oleh guru agama Islam di sekolah yang dapat diterapkan/diamalkan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis membagi indikator kegiatan guru dalam membina akhlak menjadi tiga macam: a. Partisipasi siswa b. Kegiatan siswa di sekolah c. Teladan guru 3. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung Faktor dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah (1) hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu. (http://kamusbahasaindonesia.org/faktor#ixzz2kFx9Amst )
8
Menurut peneliti, faktor pendukung merupakan suatu hal yang menyebabkan terjadinya suatu hal yang diinginkan. Sedangkan faktor penghambat merupakan suatu hal yang menyebabkan suatu hal yang tidak diingikan. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis membagi indikator faktor pendukung dan penghambat menjadi dua macam: a. Kesadaran siswa b. Fasiltas sekolah F. Metode Penelitian Untuk mempermudah penelitian dalam pengumpulan data, maka penulis menggunakan metode dan pendekatan sebagai berikut: 1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Jika ditinjau dari segi rujukan primernya, maka penelitan ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bermaksud untuk mengetahui data responden secara langsung dari lapangan, yakni suatu penelitian yang bertujuan studi mengenai suatu kegiatan sosial dengan sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik mengenai kegiatan tersebut. Pendekatan penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yaitu dengan menyajikan gambaran tentang situasi/ perilaku sosial secara rinci dan akurat mengenai strategi guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah,
9
kegiatan yang dilakukan, serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan strategi tersebut. Penelitian kualitatif menurut Moleong (2009:6) adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Dengan cara mendeskripsikan data yang berupa kata-kata lisan dan tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati dan yang diwawancarai. 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data yang ada di lapangan. Sedangkan instrument pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumendokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan mengunjungi lokasi penelitian dan terjun langsung dalam mengikuti aktivitas siswa di dalam maupun luar sekolah. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dengan pengamatan perilaku siswa. Proses penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2013. 3. Lokasi Penelitian
10
Lokasi penelitian ini berada di SMK Al Falah yang terletak di dalam Ponpes Al Falah kecamatan Sidomukti kota Salatiga. 4. Sumber Data a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara langsung tentang strategi pembinaan akhlak di SMK Al Falah yang dilakukan oleh guru agama Islam, kegiatan apa saja yang dilakukan untuk mewujudkan strategi tersebut, serta faktor pendukung dan penghambatnya. Adapun sumber data langsung peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam, dan sampel siswa, serta pengamatan. b. Data Sekunder Yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan dokumen resmi dari instansi. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan.
5. Prosedur Pengumpulan Data
11
a. Pengamatan Metode ini digunakan peneliti dengan mengamati langsung lapangan untuk mengukur dan mengetahui strategi guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah Sidomukti Salatiga, kegiatan apa saja yang dilakukan, serta faktor pendukung dan penghambatnya. b. Wawancara Metode wawancara/ interview adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2009:186). Peneliti akan melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru PAI dan, siswa SMK dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. c. Dokumentasi Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel, baik itu berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 1989:30). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang guru PAI dalam mengajar siswanya, terutama dalam membina akhlakul karimah, data siswa, profil dan sejarah sekolah tersebut.
12
6. Analisis Data Menurut pendapat Moleong (2009:190), proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah dibaca, dipelajari, ditelaah, langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan cara membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan
pada
langkah
berikutnya.
Kategori-kategori
itu
dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.. Setelah selesai tahap ini mulailah tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu 7. Keabsahan Data Dalam tulisan Moleong (2009:173) untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada tiga kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik sendiri-sendiri. Pada kriteria credibility menggunakan
beberapa
teknik
pemeriksaan
yaitu
perpanjangan
13
keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan triangulasi. Sedangkan kriteria kebergantungan dan kepastian menggunakan teknik auditing. 8. Tahap-Tahap Penelitian a. Tahap pra-lapangan Dalam tahap ini, yang dilakukan peneliti adalah menyusun rancangan peneltian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memafaatkan informan, serta menyiapkan perlengkapan penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan Pada tahap ini peneliti harus mempersiapkan diri dengan menjaga kesehatan fisik, berpenampilan rapi dan sopan saat melakukan penelitian. Ketika memasuki lapangan, hendaknya peneliti berbaur mejadi satu dan menjaga keakraban dengan subyek agar tidak ada dinding pemisah antara keduanya. Selain itu peneliti juga harus berbahasa yang baik dan jelas agar dalam mencari informasi subyek mudah menjawabnya. Sambil berperan serta, peneliti juga mencatat data yang diperlukan. c. Tahap analisis data Analisis data menurut Patton dalam kutipan Moleong (2009:103), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Dalam hal ini peneliti
14
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengategorikannya. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini akan peneliti susun dengan sistematika sebagai berikut: a. Bagian awal Bagian awal meliputi: Halaman sampul, pernyataan keaslian tulisan, nota pembimbing, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi. b. Bagian Inti Bagian inti terdiri dari beberapa bab yaitu: BAB I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II, merupakan kajian pustaka yang menyajikan tinjauan teoritik mengenai: karakteristik anak usia SMK/ SMA, konsep guru pendidikan agama Islam, strategi pembinaan akhlakul karimah, bentuk kegiatan dalam pembinaan akhlakul karimah, serta faktor pendukung dan penghambat strategi tersebut. BAB III merupakan hasil penelitian yang meliputi gambaran umum lokasi dan subyek penelitian serta penyajian data hasil penelitian.
15
BAB IV merupakan analisis data yang memuat tentang analisis mengenai data yang telah di dapat yang meliputi strategi pembinaan akhlakul karimah, bentuk kegiatan dalam pembinaan akhlakul karimah, faktor pendukng dan penghambat strategi pembinaan akhlakul karimah. BAB V penutup yang berisikan kesimpulan, saran dan kata penutup. c. Bagian akhir Bagian akhir termuat lampiran, daftar rujukan, riwayat hidup penulis.
16
BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam Guru dalam istilah Jawa adalah orang yang selalu digugu dan ditiru, maksudnya orang yang selalu dicontoh muridnya atau orang lain ketika berinteraksi dengan masyarakat. Oleh karena itu seyogyanya seorang guru harus bersikap dan bertindak yang baik. Pengertian guru yang diberikan oleh para ahli adalah sebagai berikut: a. Dalam UU RI No. 14 Tahun 2005 Bab I pasal 1, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. b. Nurdin (2010:128) menguraikan bahwa guru dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik. Dengan begitu pengertian guru agama Islam, adalah seorang pendidik yang mengajarkan ajaran Islam dan membimbing anak didik ke arah pencapaian kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim yang berakhlak, sehingga terjadi keseimbangan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 17
Ahmad Tafsir mengutip pendapat dari Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ (2008:76) mengatakan bahwa “siapa yang memilih pekerjaan mengajar, ia sesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan penting”. Karena kedudukan guru agama Islam yang demikian tinggi dalam Islam dan merupakan realisasi dari ajaran Islam itu sendiri, maka pekerjaan atau profesi sebagai guru agama Islam tidak kalah pentingnya dengan guru yang mengajar pendidikan umum. 2. Syarat Menjadi Guru Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling utama, karena pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak anak dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi (Yunus, 1983:7). Oleh karena itu tidak mudah menjadi seorang guru, selain bertanggung jawab di dunia, guru juga dimintai pertanggungjawabannya di akhirat. Sebagai guru pendidikan agama Islam yang berkaitan dengan upaya mengajak ke jalan Allah, setidaknya harus memenuhi persyaratan seperti tercermin dalam firman Allah surat Al-Muddasir ayat 1-7 yang bunyinya:
وال جز فاهج
وثيابك فط
وربَك ف ب ٧
قم ف ن ر
ول بك فاصب
يا أي ا المدَث تس ث
ولا تم
“Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah”.
18
Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan menjadi pendidik adalah menguasai, menghayati dan mengamalkan ilmu-ilmu Allah sehingga mampu mengagungkan nama Allah SWT, memiliki penampilan fisik yang menarik (pakaian bersih), berakhlak mulia (tidak pernah berbuat dosa), ikhlas, sabar (ulet, tekun, tak kenal putus asa, dan ramah tamah). Dalam Kekiyasaning Pangracutan, anggitan dalem Sultan Agung dielaborasikan kiat-kiat memilih guru sejati. Sebagai narasumber ilmu, guru harus: a. Nastiti
: artinya ajarannya tidak kacau
b. Nastapa
: guru harus seorang yang mempunyai keberanian dalam amal zuhud
c. Kulina
: Berani terhadap semua perbuatan benar
d. Diwasa
: Guru adalah seorang yang sudah mempunyai sifat kedewasaan dalam berpikir, bertindak, berbuat.
e. Santosa
: Mempunyai watak yang teguh, lurus, dan kuat
f. Engetan
: Guru yang baik adalah yang memiliki kecerdasan berpikir, tidak ragu-ragu dan engamalkan ilmunya serta tidak pelupa.
g. Santika
: Guru tidak cacat secara mental maupun fisik
h. Lana
: Guru harus berpendirian teguh, tidak ingkar janji, luas pengetahuannya (Muslich, dkk, 2006:37).
19
Sedangkan menurut Daradjat (2011:41-44), dilihat dari ilmu pendidikan Islam untuk menjadi guru yang baik dan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, hendaknya guru harus: a. Taqwa Kepada Allah SWT Guru sesuai tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertaqwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertaqwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya. Jika seorang guru mampu member teladan yang baik kepada semua anak didiknya, maka kemungkinan besar guru tersebut berhasil mencetak generasi penerus bangsa yang baik dan mulia. b.
Berilmu Seorang guru memiliki pengetahuan yang luas, dimana pengetahuan itu nantinya dapat diajarkan kepada muridnya. Pengetahuan tersebut didapat dari lembaga pendidikan formal maupun non formal dan dibuktikan dengan ijazah agar diperbolehkan mengajar. Makin tinggi pendidikan atau ilmu yang guru punya, maka makin baik dan tinggi pula tingkat keberhasilan dalam memberikan pelajaran.
c. Sehat Jasmani Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular, sangat membahayakan kesehatan anak didiknya. Disamping itu 20
guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar, guru yang sakitsakitan kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak didiknya. Akan tetapi hal itu tidak bisa dijadikan patokan, tidak sedikit guru yang memiliki kelainan (cacat sejak lahir) tapi memiliki talenta yang bagus diperbolehkan mengajar pada suatu lembaga khusus yang mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. d. Berkelakuan Baik Guru harus menjadi teladan, karena anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Diantara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru lain, bekerjasama dengan masyarakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa persyaratan menjadi seorang guru yang hakiki itu tidak mudah. Pada zaman sekarang ini banyak guru yang hanya berperan ketika di sekolah saja. Mereka merasa guru merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan saat itu dan pada waktu tertentu. Apalagi jika gajinya tidak sesuai dengan harapan, maka mengajarnya akan kurang ikhlas. 21
Sebaiknya
sebagai
calon
guru,
pembaca
harus
benar-benar
memperhatikan syarat-syarat menjadi guru, agar bisa menjadi guru yang hakiki dan bisa mencetak generasi yang berakhlakul karimah. 3. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Seorang guru mempunyai peran di dalam maupun luar sekolah, dan menjadi penyuluh masyarakat. Islam sangat menghargai orang yang berilmu pengetahuan, sehingga mereka memperoleh derajat yang lebih tinggi. Seperti dikatakan dalam firman Allah surat Al-Mujadilah ayat 11:
يا أي ا اَل ي آم ا ا قي ل م تفسَح ا في المجالس فافسح ا يفسح الَل ل م و ا قي والَل بما تعمل
انشزوا فانشزوا ي فع الَل اَل ي آم ا م م واَل ي أوت ا العلم درجا خبي
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. . Dalam proses mencari ilmu pengetahuan untuk kepentingan hidup di dunia, seseorang harus dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, serta memenuhi etika dan tata karma. Deduga (mempertimbangkan segala sesuatu sebelum bertindak), prayoga (mempertimbangkan hal yang baik terhadap segala sesuatu yang akan dikerjakan), watara (memikir-mikir apa yang akan dikerjakan), dan reringa (berhati-hati karena menghadapi 22
relativitas), kesemuanya menjadi aspek penting dan harus diperhatikan oleh seorang guru (Muslich, dkk, 2006:34). Pada dasarnya peranan guru agama Islam dan guru umum itu sama, yaitu sama-sama berusaha untuk memindahkan ilmu pengetahuan yang ia miliki kepada anak didiknya, agar mereka lebih banyak memahami dan mengetahui ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi. Akan tetapi peranan guru agama Islam selain berusaha memindahkan ilmu (transfer of head), ia juga harus menanamkan nilai-nilai (transfer of heart) agama Islam kepada anak didiknya agar mereka bisa mengaitkan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Djamarah (2005:43-48) menyebutkan peranan guru agama Islam adalah seperti diuraikan dibawah ini: a. Korektor Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda itu harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang berbedabeda sesuai dengan sosio-kultural masyarakat dimana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan 23
mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya disekolah, tetapi diluar sekolah pun harus dilakukan. b. Inspirator Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan pilihan yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik. c. Informator (sic!) Sebagai
informator,
guru
harus
bisa
memberikan
informasi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasa sebagai kunci, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada anak didik. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik.
24
d. Organisator Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya. Semua diorganisasikan sehinga dapat mencapai efektivitas dan efesiensi dalam belajar pada diri anak didik. e. Motivator Guru sebagai motivator hendaknya dapat mendorong agar siswa mau melakukan kegiatan belajar, guru harus menciptakan kondisi kelas yang merangsang siswa melakukan kegiatan belajar, baik kegiatan individual maupun kelompok. Stimulasi atau rangsangan belajar pada siswa bisa ditumbuhkan dari dalam diri siswa dan bisa ditumbuhkan dari luar diri siswa. f. Inisiator Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi
edukatif
yang
ada
sekarang
harus
diperbaiki
sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbaharui sesuai kemajauan media komunikasi dan informasi abad ini. Guru harus menjadikan dunia pendidikan, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu. Bukan 25
mengikuti terus tanpa mencetuskan ide-ide inovasi bagi kamajuan pendidikan dan pengajaran. g. Fasilitator Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercapai lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik. h. Pembimbing Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas, adalah sebagai pembimbing. Peranan yang harus lebih dipentingkan,
karena
kehadiran
guru
di
sekolah
adalah
untuk
membimbing anak didik menjadi manusia dewasa bersusila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Kekurangmampuan anak didik menyebabkan lebih banyak tergantung pada bantuan guru. Tetapi semakin dewasa, ketergantungan anak didik semakin berkurang. Jadi, bagaimanpun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri).
26
i. Pengelola Kelas Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Anak didik tidak mustahil akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama dikelas. Hal ini akan berakibat mengganggu jalannya proses interaksi edukatif. Kelas yang terlalu padat dengan anak didik, pertukaran udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatifyang optimal. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan umum dari pengelola kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas dari bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik dan optimal. Jadi maksud dari pengelolaan kelas adalah agar anak didik betah tinggal dikelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar didalamnya. j. Evaluator Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik. Berdasarkan hal ini guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Jadi penilaian 27
itu pada hakikatnya diarahkan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia bersusila dan cakap. Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua kegiatan ini akan mendapatkan umpan balik (feedback) tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang telah dilakukan. 4. Tugas dan Tanggung Jawab Seorang Guru Pendidikan Agama Islam Guru dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik. Ketiga potensi tersebut akan berkembang baik apabila guru pendidikan agama Islam melakukan perannya dengan baik pula. Tugas dan tanggung jawab seorang guru sesungguhnya sangat berat. Dipundaknyalah tujuan pendidikan secara umum dapat tercapai atau tidak. Secara garis besar, tugas dan tanggung jawab seorang guru adalah mengembangkan kecerdasan yang ada di dalam diri setiap anak didiknya. Kecerdasan ini harus dikembangkan agar anak didik dapat tumbuh dan besar menjadi manusia yang cerdas dan siap menghadapi segala tantangan di masa depan. Kecerdasannya meliputi kecerdasan intelektual (kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari segala sesuatu dengan alat-alat berpikir), kecerdasan emosional (hubungan sosial), kecerdasan spiritual (kecerdasan yang mengangkat fungsi internal diri sehingga seseorang memiliki
28
kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada dibalik sebuah kenyataan tertentu) (Azzet, 2011:19-20). Dengan demikian, tanggung jawab guru agama Islam adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang yang berakhlakul karimah dan cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang. Dengan begitu guru pendidikan agama Islam harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Sedangkan tugas utama seorang guru pendidikan agama Islam telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 164 yang bunyinya:
بعث في م رس ا م أنفس م ي ل علي م آيات ويزكي م
لقد م َ الل على الم م ي
ويعلم م ال ا والح م و كان ا م قب لفي ضا مبي “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tugas Rasulullah SAW selain sebagai Nabi, juga sebagai pendidik. Oleh karena itu, tugas utama guru menurut ayat tersebut adalah:
29
a. Penyucian, yakni pengembangan, pembersihan dan pengangkatan jiwa kepada pencipta-NYA, menjauhkan diri dari kejahatan dan menjaga diri agar tetap berada pada fitrah. b. Pengajaran, yakni pengalihan berbagai pengetahuan dan aqidah kepada akal dan hati kaum Muslim agar mereka merealisasikannya dalam tingkah laku kehidupan (Nurdin, 2010:128). Penulis menambahkan bahwa tugas Nabi sesuai ayat tersebut adalah membacakan ayat-ayat atau penyampaian secara verbal ayat-ayat kepada umatnya. Implikasinya, guru juga mempunyai tugas menyampaikan secara verbal
ayat-ayat Allah dan hadis Nabi kepada muridnya. Menjelaskan
tentang hukm-hukum Islam, janji dan ancaman, kisah-kisah, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, menjadi guru pendidikan agama Islam tidak boleh dianggap remeh. Guru pendidikan agama Islam dalam ayat di atas tugasnya sangat mulia, sama dengan Nabi Muhammad SAW. Tugas tersebut akan terasa berat jika dilakukan oleh guru yang tidak bertanggung jawab dan hanya memikirkan jabatannya, karena menurut Nurdin (2010:128) guru juga sebagai norm dragger (pembawa norma) agama di tengah-tengah masyarakat. Penulis berpendapat bahwa inti dari pendidikan adalah mengajarkan dan mengajak anak didik agar menjadi orang Islam, beriman dan berlaku ihsan. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab seorang guru pendidikan 30
agama Islam harus dilakukan secara seimbang. Guru yang melaksanakan tugasnya dengan baik, ikhlas, bertanggung jawab dan benar-benar mengajak siswanya ke jalan Allah maka Allah akan memudahkan tercapainya tujuan pendidikan nasional. B. Karakteristik Anak Usia SMK/ SMA Sebelum membahas lebih dalam mengenai karakteristik anak usia SMK, penulis akan mengungkapkan pendapat Selels dan Richey dalam Budiningsih (2004:16)
tentang
pengertian
karakteristik
siswa,
yaitu
bagian-bagian
pengalaman siswa yang berpengaruh pada keefektifan proses belajar. Anak usia SMK/ SMA memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan berbeda satu sama lain, tergantung dari faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Informasi mengenai karakteristik remaja dan budayanya di daerah-daerah lain amat penting dipahami para guru dan pendidik di bidang keagamaan. Mereka perlu memahami berbagai aspek, diantaranya: pada tahap penalaran moral di mana remaja berada, pada tahap kepercayaan atau eksistensial/iman di mana mereka berada, bagaimana empati dan peran sosial mereka. Ini semua harus dijadikan pijakan dalam mengembangkan programprogram pembelajaran dan pembinaan moral/akhlak bagi remaja. Pembahasan di dalam bab ini akan lebih ditekankan mengenai karakteristik perkembangan anak usia SMK/ SMA.
31
1. Istilah Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan (Ahmadi dan Sholeh, 2005:5). Hasil dari pertumbuhan dapat dilihat pada perubahan fisik anak, seperti badan tumbuh menjadi besar, tambah tinggi, pada anak perempuan payudara menjadi besar, pinggul melebar, pada anak laki-laki mulai tumbuh kumis dan bulu- bulu halus, dan lain sebagainya. Sedangkan arti perkembangan adalah suatu proses perubahan yang lebih dapat mencerminkan sifat-sifat mengenai gejala psikologis yang tampak (Ahmadi dan Sholeh, 2005:7). Contoh dari perkembangan yaitu perubahan perhatian, ingatan, pikiran, perasaan, kemauan, dll. Dari definisi di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perkembangan merupakan suatu proses perubahan yang bersifat kualitatif mengenai gejala psikologis yang tampak. Sedangkan pertumbuhan adalah suatu proses perubahan yang bersifat kuantitatif, karena dapat diukur dan ditimbang. 2. Fase Perkembangan dan Tugas Perkembangan Anak Usia SMK/ SMA Masa remaja sedang berada di persimpangan jalan antara dunia anakanak dan dunia dewasa. Oleh sebab itu, pada masa ini merupakan masa yang penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi remaja itu sendiri, tetapi juga bagi orang tua, guru dan masyarakat di sekitarnya (Tohirin, 2008:42 ). Dengan
32
demikian, si remaja harus di bina dan diarahkan agar dalam kehidupannya tidak terjadi perilaku yang menyimpang. Masa remaja terbagi menjadi dua, yakni masa pra pubertas (12-14 tahun), dan masa pubertas (14-18 tahun). Sehingga dapat diketahui bahwa anak usia sekolah menengah atas
telah memasuki masa pubertas (14-18
tahun) di mana seorang anak tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga mulai aktif. Keaktifan anak ini dalam rangka menemukan jati dirinya, mencari pedoman hidup untuk bekal kehidupannya mendatang, serta memasuki diri pada kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan tersebut dilakukannya dengan semangat yang tinggi tetapi ia sendiri belum memahami akan hakikat dari sesuatu yang dicarinya itu (Ahmadi dan Sholeh, 2005:124). Dengan demikian remaja berjuang mencari keseimbangan antara tuntutan menciptakan identitas diri berdasarkan dayanya sendiri dan identitas sebagaimana diharapkan dengan didukung oleh orang lain yang dipercayainya. Pada masa pubertas, sikap hidup antara anak laki-laki dan perempuan nampak berbeda. Anak laki-laki lebih aktif memberi, cenderung untuk memberikan perlindungan, minatnya tertuju pada hal-hal yang bersifat intelektual dan abstrak, berusaha memutuskan sendiri dan ikut berbicara, serta sifat saklijk dan objektif. Sedangkan anak perempuan lebih pasif dan menerima, cenderung untuk menerima perlindungan, minat tertuju pada yang bersifat emosional dan konkret, berusaha mengikuti dan menyenangkan orang tua, serta sikap personlijk dan subjektif (Ahmadi dan Sholeh, 2005:125). 33
Menurut Tohirin (2008:42-43), tugas-tugas perkembangan masa remaja umumnya berkenaan dengan pencapaian dan persiapan memasuki kehidupan (fase) berikutnya (dewasa), yaitu: a. Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku dalam masyarakat. b. Mencapai peranan sosial sebagai seorang pria atau wanita selaras dengan tuntutan sosial dan kultural masyarakatnya. c. Menerima kesatuan organ-organ tubuh sebagai pria atau wanita dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing. d. Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab di tengah-tengah masyarakatnya. e. Mencapai kemerdekaan atau kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa
lainnnya
dan
mulai
menjadi
seorang
“person”(menjadi dirinya sendiri) f. Mempersiapkan diri untuk mencapai karier tertetu dalam bidang ekonomi. g. Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan atau kehidupan berkeluaga (sebagai suami istri) h. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidpuan kewarganegaraannya.
34
3. Aspek-Aspek Perkembangan Aspek perkembangan remaja menurut H. Syamun Yusuf LN dalam Syafaat (2008:103-104): a. Perkembangan Fisik Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan kehidupan, di mana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Perubahan tubuhnya tidak serentak dan kadang-kadang tidak seimbang sehingga keserasian gerak hilang. Perubahan yang pesat ini bila tidak dipahami oleh remaja bisa mengakibatkan kecemasan dan menggoncangkan jiwanya. Kegoncangan jiwa remaja jika tidak dikendalikan oleh dirinya sendiri dan di beri arahan orang tua atau gurunya maka bisa mengakibatkan terjadinya perilaku yang menyimpang. b. Perkembangan Intelektual Remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Karena itu mereka telah mampu mengkritik orang tuanya, guru, pemimpin yang menurut penilaian objektifnya kurang baik. Seyogyanya orang tua dan guru bisa memberikan teladan yang baik pada anak atau siswanya. Jika sedang dinasehati, remaja cenderung melihat figur orang yang menasihatinya. Jika orang yang menasihatinya
35
berkelakuan buruk tapi memberikan nasihat yang baik, maka si remaja akan meremehkan isi nasiat tersebut. Hal tersebut berlaku sebaliknya. c. Perkembangan Emosi Aspek ini remaja mencapai puncak emosional. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi perkembangan emosi atau perasaan dan dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan dengan lawan jenis. d. Perkembangan Sosial Pada masa ini remaja sudah mempunyai kemampuan untuk memahami orang lain, sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun persaannya. Pada aspek ini remaja cenderung suka menilai orang-orang disekitarnya. Remaja yang baik akan memberikan penilaian yang baik pada sesuatu hal yang benar-benar baik dan akan menirunya. Sesuatu hal yang buruk akan dinilainya buruk pula dan berusaha untuk menjauhinya. e. Perkembangan Moral Masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi juga psikologisnya.
36
Menurut penulis, aspek perkembangan moral erat kaitannya dengan perkembangan sosial. Karena pada perkembangan sosial remaja suka menilai orang lain, sedangkan pada perkembangan moral remaja melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Hal ini bisa saja karena remaja telah melihat atau menilai perbuatan orang lain yang telah dikerjakan dan dianggapnya baik. f. Perkembangan Kepribadian Kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari fisik, sikap kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respon individu yang beragam. g. Perkembangan Kesadaran Agama Pada masa ini kemampuan berfikir abstrak memungkinkannya dapat
mentransformasikan
keyakinan
beragamanya.
Dia
dapat
mengapresiasi kualitas keabstrakan Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Kasih Sayang. Dengan demikian, guru pendidikan agama Islam perlu memahami perkembangan perasaan remaja yang tak menentu itu. Dia juga perlu memberikan penjelasan tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja yang sedang dalam masa pubertas, mengenai apa saja yang wajib dilakukan
37
dan yang tidak boleh dilakukan. Selain itu, dia juga harus berperan dalam mengatasi kesulitan siswanya. C. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa Pembinaan akhlakul karimah terjadi di semua lingkungan hidup, baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pada pembahasan ini, penulis hanya menyajikan pembinaan akhlakul karimah di lingkungan sekolah. Akan tetapi pendidikan agama akan lebih berhasil guna apabila ketiga lingkungan tersebut saling bekerja sama dalam mewujudkan generasi muda yang berakhlakul karimah. 1. Pengertian Akhlakul Karimah Siswa Secara etimologis akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata kholaqo yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata tersebut mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilku tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq (Tuhan) (Ilyas, 2007:1). Sedangkan Al-Karimah berarti baik atau mulia.
38
Dalam arti kata tersebut dimaksudkan agar tingkah laku manusia menyesuaikan dengan tujuan penciptanya, yakni agar memiliki sikap hidup yang baik, berbuat sesuai dengan tuntutan akhlak yang baik. Artinya, seluruh perbuatan dalam kehidupannya terlingkup dalam rangka pengabdian kepada Sang Pencipta. Tolok ukur akhlak adalah baik dan buruk yang dinilai oleh akal dan syari’at. Dalam bukunya Ilyas (2007:1-2), secara terminologis/istilah ada beberapa definisi tentang akhlak, diantaranya: a. Menurut Imam Al-Ghazali:
بس ل ويس م
ع اتصدراافعا, فى ال فس راس
هي
فال لق عبار ع
. غي حاج الى ف ور ي “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
b. Menurut Abdul Karim Zaidan: فى ال فس وفى ض ءها وميزان ايحس
المس ق
مجم ع م المعانى والصفا
. وم ثم يقد علي اويحجم ع,الفع فى نظ اانسا اويقبح “Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya 39
baik
atau
buruk,
untuk
kemudian
memilih
melakukan
atau
meninggalkannya”. c. Menurut pendapat
Mahmud (2004:26-27) kata khuluqiyah “Akhlaq”
atau lazim disebut dengan moral adalah sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda. d. Menurut Ibnu Miskawaih dalam Syafaat, dkk (2008:59) ,”Akhlak adalah sikap seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatanperbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu)”. Bepijak dari istilah di atas, jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar, sehingga menjadi kebiasaan. Orang yang berakhlak baik senantiasa mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Di samping istilah akhlak juga dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak
40
standarnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah, etika standarnya pertimbangan akal pikiran, moral standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat (Ilyas, 2007:3). 2. Dasar dan Tujuan Pembinaan Akhlakul Karimah Islam memberikan petunjuk dan mengarahkan umat manusia untuk selalu berbuat baik dan berjalan di jalan yang benar. Islam tidak akan membiarkan kehidupan manusia penuh kontradiksi, oleh karena itu pembinaan akhlak perlu dilakukan dengan dasar dan tujuan tetentu. a. Dasar Pembinaan Akhlakul Karimah Menurut Hendiyat Soetopo dan Westy Soeamanto dalam Syafaat ,dkk (2008:153), pembinaan adalah menunjuk kepada suatu kegiatan yang mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada. Sedangkan pendidikan menurut UU Sisdiknas dalam kutipan Rohmaniyah (2010:54) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya
pengendalian
untuk
diri,
memiliki
kepribadian,
kekuatan kecerdasan,
spiritual akhlaq
keagamaan, mulia
serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Jadi, dasar dan tujuan pembinaan terikat erat dan hampir sama dengan dasar dan tujuan pendidikan Islam. Dasar ideal pendidikan Islam menurut Syafaat, dkk (2008:17-29) adalah identik dengan ajaran Islam itu sendiri, yaitu berasal dari Al-Qur’an dan Hadis. Kemudian dasar tadi 41
dikembangkan lebih lanjut dalam pemikiran para ulama/ cendekiawan. Berikut adalah penjelasan tentang dasar-dasar tersebut: 1) Al-Qur’an Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi
Muhammad SAW, sebagai pedoman hidup manusia, bagi yang membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala. Seperti difirmankan dalam surat An-Nahl 89:
نبعث في ك أ َم ش يدا علي م م أنفس م وج ا بك ش يدا على هـ اء ٨٨
للمسلمي
شيء وهد ورحم وبش
وي
ونزَل ا عليك ال ا تبيانا ل
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Al-Qur’an merupakan petunjuk yang lengkap dan juga merupakan pedoman bagi kehidupan manusia, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang bersifat universal. Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan yang lengkap berupa pendidikan sosial, akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah. 2) Sunnah (hadis) Sunnah atau hadis adalah perkataan, perbuatan Rasulullah. Sunnah berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala
42
aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Contoh hadis tentang bermasyarakat yang baik:
ي م باه والي
م كا, ااخ فليحس الى جاره
ااخ فليق خي ا اوليس ت
ي م باه والي
وم كا ي م باه والي, ضيف
م كا ااخ فلي
()رواه مسلم Artinya:”Barangsiapa yang percaya Allah dan hari akhir maka berbuatlah baik kepada tetangga, barangsiapa yang percaya pada Allah dan hari akhir maka hendaklah memulyakan tamunya, dan barangsiapa yang percaya pada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diam, (H.R. Muslim dalam buku ringkasan Shahih Muslim, hlm.32)
3) Perkataan, perbuatan dan sikap para sahabat Perkataan para sahabat dapat diperpegangi karena Allah sendiri di dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 100 yang memberikan pernyataan:
م الم اج ي واأنصار واَل ي اتَبع هم ب حسا رَضي الل تح ا اأن ار خالدي في ا أبدا لك
تج
اأوَل
والسَابق
ع م ورض ا ع وأع َد ل م ج َا العظيم
الف
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orangorang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
43
sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. Contoh: Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: "Sebaik-baik bid'ah adalah ini". Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan Sayyidina Umar ibn Khattab "Sebaik-baik bid'ah adalah ini" mengatakan: "Pada mulanya, bid'ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar'i, bid'ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid'ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid'ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid'ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bid’ah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid'ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam". (http://pendidikan-islamiyah.blogspot.com/2012/03/bidah-hasanahpara-sahabat-setelah.html) 4) Ijtihad Menurut Zakiah Daradjat ijtihad adalah istilah para fuqoha’, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum
44
syari’at
Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan
hukumnya oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Contoh: Suatu peristiwa di zaman Khalifah Umar ibn Khattab, di mana para pedagang Muslim bertanya kepada Khalifah berapa besar cukai yang harus dikenakan kepada para pedagang asing yang berdagang di negara Khalifah. Jawaban dari pertanyaan ini belum dimuat secara terperinci dalam Al-Quran maupun hadis, maka Khalifah Umar ibn Khattab selanjutnya berijtihad dengan menetapkan bahwa cukai yang dibayarkan oleh pedagang adalah disamakan dengan taraf yang biasanya dikenakan kepada para pedagang Muslim oleh negara asing, di mana mereka berdagang (http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-fungsicontoh-ijtihad.html). b. Tujuan Pembinaan Akhlakul Karimah Perbuatan yang lahir dari akhlakul karimah siswa pada dasarnya mempunyai tujuan langsung yang dekat, yaitu harga diri, dan tujuan jauh adalah ridha Allah melalui amal shaleh dan jaminan kebahagiaan dunia dan akhirat (Daradjat, 1995:11). Maksud tujuan tersebut adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Inilah yang menghantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Akhlak
45
mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan
akhlak Islam ini.
Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan niai-nilai yang tekandung dalam Al-Qur’an (Mahmud, 2004:159). Dengan demikian, Islam mengakui dan memperhatikan kehidupan umat manusia, kemudian memberikan petunjuk bagaimana seharusnya berperilaku dalam kehidupan ini, demi mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Inilah yang menjadi tujuan pendidikan akhlak dalam Islam. Selain itu, tujuan akhir pendidikan Agama Islam adalah membina manusia agar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, menjadi manusia yang Iman, Islam dan Ihsan baik secara individu maupun secara kelompok dan sebagai umat seluruhnya. 3. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa Strategi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1092) ialah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi adalah rangkaian perilaku pendidik yang tersusun secara terencana dan
sistematis
untuk
menginformasikan,
mentransformasikan
dan
menginternalisasikan nilai-nilai Islam agar dapat membentuk kepribadian muslim seutuhnya.
46
Strategi guru agama yang dilakukan dalam upaya pendidikan atau pembinaan Akhlakul karimah siswa diantaranya ialah: a. Pendidikan secara langsung Yaitu dengan mengadakan hubungan langsung secara pribadi dan kekeluargaan
dengan
individu
yang
bersangkutan
dengan
cara
mempergunakan petunjuk, nasehat, tuntunan, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya. Menurut Marimba dalam bukunya yang berjudul ”Pengantar Filsafat Pendidikan Islam” ditulis bahwa pendidikan secara langsung ini terdiri dari lima macam yakni: 1) Teladan Disini guru sebagai teladan bagi anak didiknya dalam lingkungan sekolah disamping orang tua dirumah. Guru hendaknya menjaga dengan baik perbuatan maupun ucapan sehingga naluri anak yang suka meniru dan mencontoh dengan sendirinya akan turut mengerjakan apa yang disarankan baik itu orang maupun guru. 2) Anjuran Anjuran yaitu saran atau ajakan untuk berbuat atau melakukan sesuatu yang berguna. Dengan adanya anjuran menanamkan kedisiplinan pada anak didik sehingga akhirnya akan menjalankan segala sesuatu dengan disiplin sehingga akan membentuk suatu kepribadian yang baik.
47
3) Latihan Tujuan dari latihan adalah untuk menguasai gerakan hafalan dan ucapanucapan (pengetahuan). Dalam melakukan ibadah kesempurnaan gerakan ucapan. Dengan adanya latihan ini diharapkan bisa tertanamkan dalam hati atau jiwa mereka. 4) Kompetensi Kompetensi adalah persaingan meliputi hasil yang dicapai oleh siswa. Dengan adanya kompetensi ini para siswa akan terdorong atau lebih giat lagi dalam usahanya Misalnya guru mendorong anak untuk berusaha lebih giat dalam beribadah. Kompetensi menumbuhkan rasa kebersamaan dan menanamkan rasa saling percaya. 5) Pembiasaan Strategi ini mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan dan pembinaan akhlakul karimah yang baik. Karena dalam pembiasaan ini menjadi tumbuh dan berkembang dengan baik dan tentunya dengan pembiasaan-pembiasaan yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga muncul suatu rutinitas yang baik yang tidak menyimpang dari ajaran Islam. b. Pendidikan secara tidak langsung Yaitu strategi guru yang bersifat pencegahan, penekanan pada hal-hal yang akan merugikan. Strategi ini dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian diantaranya adalah:
48
1) Larangan Larangan adalah suatu keharusan untuk tidak melaksanakan atau melakukan pekerjaan yang merugikan. Alat inipun bertujuan untuk membentuk disiplin. 2) Koreksi dan pengawasan Adalah untuk mencegah dan menjaga, agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan. Mengingat manusia bersifat tidak sempurna maka kemungkinan untuk berbuat salah serta penyimpangan-penyimpangan maka belum kesalahan-kesalahan itu berlangsung lebih jauh lebih baik selalu ada usaha-usaha koreksi dan pengawasan. 3) Hukuman Adalah suatu tindakan yang dijatuhkan kepada peserta didik secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan penyesalan. Dengan adanya penyesalan tersebut siswa akan sadar atas perbuatannya dan ia berjanji untuk tidak melakukannya dan mengulanginya. Hukuman ini dilaksanakan apabila larangan yang telah diberikan ternyata masih dilakukan oleh siswa. Namun hukuman tadi tidak harus hukuman badan, melainkan bisa menggunakan tindakan-tindakan, ucapan dan syarat yang menimbulkan mereka tidak mau melakukannya dan benar-benar menyesal atas perbuatannya (Marimba, 1962:85)
49
D. Bentuk Kegiatan Pembinaan Akhlakul Karimah Sekolah adalah lingkungan kedua dalam pembinaan akhlak setelah lingkungan keluarga. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab semua guru, khususnya guru pendidikan agama Islam untuk membina akhlak siswanya agar tujuan pendidikan Islam tercapai. Pembinaan akhlakul karimah lebih penting daripada hanya menghafal dalil dan hukum-hukum Islam tetapi tidak menghayati dan mengamalkannya. Oleh karena itu dalam pembinaan harus mendapat petunjuk dan nasehat yang terus menerus agar dapat meresap dalam hati serta melekat dalam jiwa dan ingatan, hingga menjadi keyakinannya bahwa iman, kebaikan dan akhlak adalah unsur-unsur yang erat kaitannya , tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya (Al-Ghazali, 1985:21-22). Setiap guru adalah unsur terpenting dalam pendidikan di sekolah. Hari depan anak didik tergantung banyak kepada guru. Guru yang pandai, bijaksana, bersikap positif, ikhlas terhadap pekerjaannya akan dapat membimbing anak didik ke arah sikap positif terhadap pelajaran yang diberikan kepadanya dan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini bentuk kegiatan pembinaan yang dilakukan guru di sekolah dengan cara: 1) Menumbuhkembangkan dorongan dari dalam, yang bersumber pada iman dan taqwa. Untuk itu perlu pendidikan agama.
50
2) Meningkatkan
pengetahuan
tentang
akhlak
Al-Qur’an
lewat
ilmu
pengetahuan, pengalaman, dan latihan, agar dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. 3) Meningkatkan pendidikan kemauan, yang nantinya akan bisa mempengaruhi pikiran dan perasaan. Sehingga siswa sadar untuk selalu memilih yang baik dan melaksanaknnya. 4) Pembiasaan dan pengulangan melaksanakan yang baik. Sehingga siswa merasa bahwa perbuatan baik itu menjadi keharusan moral dan perbuatan akhlak terpuji yang akan selalu dilaksanakannya 5) Di dalam Al-Qur’an dijelasakan bermacam-macam cara untuk membentuk akhlak manusia, misalnya shalat, mengajak orang untuk bebuat baik, mencegah perbuatan mungkar, nasihat yang baik, ajakan kepada keutamaan, kisah-kisah, contoh teladan, dan sebagainya (Daradjat, 1995:11-12). Penulis berkesimpulan bahwa cara-cara di atas dapat ditempuh melalui kegiatan: 1) Memberikan
pengajaran
dan
kegiatan
yang
bisa
menumbuhkan
pembentukan pembiasaan berakhlak mulia dan beradat kebiasaan yang baik. Misalnya: a) Membiasakan siswa bersopan santun dalam berbicara, berbusana dan bergaul dengan baik di sekolah maupun di luar sekolah. b) Membiasakan siswa dalam hal tolong menolong, sayang kepada yang lemah dan menghargai orang lain. 51
c) Membiasakan siswa bersikap ridha, optimis, percaya diri, menguasai emosi, dan sabar. 2) Membuat program kegiatan keagamaan, yang mana dengan kegiatan tersebut
bertujuan
untuk
memantapkan
rasa
keagamaan
siswa,
membiasakan diri berpegang teguh pada akhlak mulia dan menghindari akhlak yang buruk, selalu tekun beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermu’amalah yang baik. Ini dapat dilakukan dengan adanya program sholat dhuha bejama’ah, membaca asma’ul husna sebelum pelajaran dimulai, sholat dhuhur berjama’ah, diadakannya peringatanperingatan hari besar Islam, adanya kegiatan Ramadhan, adanya peraturanperaturan tentang kedisiplinan dan tata tertib sekolah. Dengan adanya program kegiatan diatas tadi diharapkan mampu menunjang pelaksanaan guru agama Islam dalam proses pembinaan akhlakul karimah peserta didik disekolah. E. Faktor
Pendukumg
dan
Penghambat
Pelaksanaan
Strategi
Guru
Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa 1. Faktor Pendukung a. Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam pembinaan generasi muda. Pembinaan akhlak sebenarnya dimulai sejak dalam kandungan. Orang tua, terutama ibu yang mendidik buah hatinya sejak di dalam kandungan. Sang ibu selalu berusaha 52
merangsang perkembangan buah hatinya. Apapun ia lakukan agar buah hatinya tumbuh berkembang menajadi orang yang sholeh. Namun, upaya ibu tidak akan berhasil maksimal jika tidak didukung oleh seluruh anggota keluarga, karena pendidikan di dalam keluarga melibatkan seluruh anggota keluarga itu. Oleh karena itu, orang tuanya lah yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap pendidikan buah hatinya. Sesuai hadis Nabi Muhammad SAW:
فأب ا ي ِدانه ي صِرانه يمجِسانه.كل م ْل ْد ي ْلد على الْفطْرة Artinya: Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majus i (H.R. Imam Ahmad bin Hambal dalam musnad Abu Hurairah, juz 2, hlm.275). Diantara faktor terpenting dalam lingkungan keluarga dalam pembinaan akhlak anaknya adalah pengertian orang tua akan kebutuhan kejiwaan anak yang pokok, antara lain rasa kasih sayang, rasa aman, harga diri, rasa bebas dan rasa sukses. Selain perhatian, orang tua juga memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya, ketenangan dan kebahagiaan merupakan faktor positif yang penting dalam pembinan remaja. b. Lingkungan Sekolah Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang secara teratur dan terencana melakukan pembinaan terhadap generasi muda. Sekolah dengan semua tenaga dan alat pengajaran merupakan unsur pembina bagi generasi 53
muda. Artinya, bahwa guru tidak hanya merupakan pengajar yang memberikan ilmu dan keterampilan bagi anak didik, akan tetapi guru adalah teladan dalam pembinaan anak didik. Sikap guru, kepribadiannya, agamanya, cara bergaul sesama guru, dengan keluarga dan masyarakat, cara berpakaian dan penampilan adalah unsur penting dalam pembinaan anak didik. Bagi siswa sekolah menengah atas, cara menghadapi mereka perlu dengan pengertian dan keramahtamahan. Mereka memerlukan orang yang memahaminya dan membantunya untuk mendapatkan keseimbangan jiwa. Mereka mau menerima nasihat dan bimbingan serta mau patuh, akan tetapi mereka jangan dianggap remeh, dicela, dan diperintah secara kasar dan keras. Oleh karena itu guru harus hati-hati dalam tindakan dan ucapan, sebab siswanya selalu memperhatikan dan mencontoh gurunya. c. Lingkungan Masyarakat Pada masa pubertas, pengaruh lingkungan masayarakat kadang lebih besar daripada lingkungan keluarga dan sekolah. Sebab remaja sedang mengembangkan kepribadiannya yang sangat memerlukan pengakuan lingkunan teman-teman dan masyarakat. Mereka sangat memperhatikan persoalan masyarakat atau nasib orang banyak dan mereka berjuang untuk
54
membela yang lemah dan menderita. Karena mereka pada masa ini ingin yang idealis, ingin yang sempurna, baik, dan sebagainya. Remaja masa pubertas juga harus pintar memilih teman bergaul yang baik, film, bacaan, tempat rekreasi, dan berbagai kegiatan yang disenangi dan mendukung bagi pembinaan akhlak. Apabila semuanya baik, sesuai dengan nilai-niai dan akhlak, maka akan berguna bagi perkembangan jiwa generasi muda sehingga menjadi generasi muda yang berakhlakul karimah. d. Lingkungan Keagamaan Lingkungan keagamaan, baik lembaga pendidikan, rumah-rumah ibadah, maupun kegiatan keagamaan adalah sangat penting peranannya dalam pembinaan akhlakul karimah generasi muda. Pengaruh agama akan sangat besar terhadap remaja, terutama bagi mereka yang mengalami kegoncangan dan ketidaktenangan dalam keluarga. Apabila remaja tidak meyakini suatu agama, atau tidak mendapatkan pendidikan agama sejak kecil, maka setelah remaja ia akan bimbang menghadapi kesukaran pribadinya. e. Lingkungan adat Adat merupakan lembaga tersendiri yang juga mempunyai pengaruh dalam pembinaan akhlak remaja, terutama dalam lingkungan masyarakat yang masih kuat adatnya. Karena setiap anggota masyarakat itu
55
terikat oleh ketentuan-ketentuan adatnya. Remaja yang patuh dengan adat di daerahnya, akan bisa membentengi dari pengaruh luar yang kurang baik (Daradjat, 1976:140-147). 2. Faktor Penghambat Menurut Syafaat, dkk (2008:61-62) di dalam pendidikan akhlak yang dilaksanakan saat pendidikan agama, ada beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian karena hasilnya belum optimal: 1) Terlalu kognitif, pendekatan yang dilakukan terlalu berorientasi pengisian otak, memberi tahu mana yang baik dan mana yang jelek, yang sepatutnya dilakukan, dan yang tidak sepatutnya. Aspek afektif dan psikomotornya hanya sedikit disinggung. 2) Problema yang bersumber dari anak didik sendiri yang berasal dari latar belakang keluarga yang beraneka ragam, yang sebagiannya ada yang sudah tertata dengan baik akhlaknya di rumah tangga masing-masing dan ada yang belum. 3) Terkesan bahwa tanggung jawab pendidikan agama tersebut berada di pundak guru agama saja. 4) Keterbatasan waktu, ketidakseimbangan antara waktu yang tersedia dengan bobot materi pendidikan agama yang sudah dirancangkan.
56
Menurut
Daradjat (1996:132) diantara
faktor
yang menghambat
pembinaan akhlak remaja adalah: 1) Kaburnya nilai-nilai dimata generasi muda. Mereka dihadapkan kepada berbagai
kontradiksidan
aneka
ragam
pengalaman
moral,
yang
menyebabkan mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka. Hal itu nampak jelas pada mereka yang sedang berada pada masa remaja, terutama ynag hidup di kota-kota besar, yang mencoba mengembangkan diri ke arah kehidupan yang maju dan modern, di mana berkecamuk beraneka ragam budaya asing yang masuk seolah-olah tanpa disaring. 2) Kontradiksi yang terdapat dalam kehidupan generasi muda itu bisa mengahambat pembinaan moralnya. Karena pembinaan moral itu terjalin dalam pembinaan pribadinya. Apabila faktor-faktor dan unsur-unsur yang membina itu bertentangan satu sama lain, maka akan goncanglah jiwa yang akan dibina.
57
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data 1.
Sejarah Berdirinya SMK Al-Falah Pondok pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah berdiri pada tahun 1986, yang diasuh oleh KH. M. Zoemri RWS bersama istri beliau Ny. Latifah. Berawal menampung para santri putra dan putri dari lingkungan sekitar, yang kemudian diikuti oleh santri putra putri dari daerah sekitarnya. Seiring dengan perkembangan zaman, Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah dituntut pula untuk menampung aspirasi masyarakat yang membutuhkan pendidikan lebih mapan lagi. Untuk itu pada tahun 1990, KH. M. Zoemri RWS
mendirikan Madrasah Diniyah dengan materi pelajaran khusus
pelajaran agama antara lain: „Aqidah Al-Awwam, Syifa’u Al-Jinan, Fasholatan, Risalatu Al-Makhid, dan Al-Qur’an. Pendidikan ini diwajibkan bagi santri putra maupun putri. Melihat keadaan santri Al-Falah yang mayoritas berpendidikan formal di luar pondok pesantren maka pengajian madrasah Diniyah dimulai ba’da Ashar (15.30 WIB), ba’da Magrib sampai ba’da Isya’ (±jam 20.00 Wib), dan ba’da Subuh sampai jam 6 pagi. Lima tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1995 pendidikan Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah menambahkan kurikulum pembelajaran berupa ekstra pesantren antara lain: Kaligrafi, Qiro’at Al-Qur’an, bahasa
58
Arab, dan menjahit. Pendidikan ekstra ini dimaksudkan sebagai dasar agama, santri mampu berkreasi dan mempunyai skill untuk kepentingan pribadi dan bisa dikembangkan ketika terjun di masyarakat. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2005 didirikannya SMK AL FALAH untuk menjawab tantangan zaman yang semakin kompetetif dan kebutuhan sekolah berdasarkan kepentingan santri dan masyarakat. SMK Al Falah adalah SMK plus yang memberikan pendidikan teknologi dengan penguatan di bidang agama, sehingga lulusan yang dihasilkan akan memiliki kemampuan yang berkompeten diikuti kematangan mental keagamaan yang kuat. Diharapkan setiap lulusan akan lebih siap menghadapi kehidupan yang semakin global. Pelaksanaan proses belajar mengajar di SMK Al Falah secara mandiri dan terjadwal untuk jam masuk sekolah. Proses belajar mengajar lebih kondusif baik teori maupun praktek yang didukung dengan sarana dan prasarana bermutu. Penerapannya mengacu pada delapan Standar Pendidikan Nasional. Meskipun demikian santri Al Falah tidak diwajibkan untuk sekolah di SMK Al Falah, akan tetapi sekolah tersebut terbuka untuk umum. SMK Al-Falah membuka dua jurusan, yaitu Tata Busana dan Otomotif. Lokasi kampus Sekolah Menengah Kejuruan AL FALAH Salatiga yakni di Jl. Bima No. 2 Dukuh, Sidomukti, Salatiga. Menempati tanah seluas 3100 m, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Dsn. Ngemplak, Ds. Dukuh 59
2.
b. Sebelah Selatan
: Dsn.Grogol, Ds. Dukuh
c. Sebelah Barat
: Dsn. Ngenplak, Ds. Dukuh
d. Sebelah Timur
: Dsn. Grogol baru, Ds. Dukuh
Visi, Misi dan Tujuan Visi SMK Al Falah Salatiga yaitu: “Menyiapkan tamatan yang berkompeten dan berakhlak mulia”. Dengan visi tersebut, maka misi yang diemban oleh SMK adalah sebagai berikut: a. Menyiapkan tamatan yang menguasai IPTEK dan beragamis b. Menyiapkan tamatan yang mandiri, cerdas, dan jujur c. Menyiapkan tamatan yang berjiwa kewirausahaan d. Menyiapkan tamatan yang berkompeten di bidang keahliannya e. Menyelenggarakan sekolah yang berkarakter Adapun tujuan penyelenggaraan pendidikan di SMK Al-Falah adalah sebagai berikut: a. Tujuan umum 1) Menyiapkan
siswa
untuk
memasuki
lapangan
kerja
serta
mengembangkan sikap profesionalitas. 2) Menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, kompetisi dan mengembangkan diri. 3) Menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan usaha dan industri pada saat ini maupun masa mendatang.
60
4) Menyiapkan tamatan agar menjadi warga Indonesia yang produktif, adaptif, dan kreatif. b. Tujuan Khusus 1) Menambah kelengkapan dan media pembelajaran sesuai dengan perkembangan teknologi yang mengacu pada standar kompetensi. 2) Meningkatkan keterampilan guru dan siswa dalam mengikuti perkembangan teknologi. 3) Menambah peralatan praktik atau sarana pendukung yang belum dimiliki sekolah. 3.
Kebijakan Mutu Sekolah SMK Al Falah Salatiga bertekad akan memberikan layanan berupa jasa pendidikan dan latihan yang berfokus pada kebutuhan akan persyaratan pelanggan (stakeholder). Oleh karena itu SMK Al Falah
Salatiga akan
berusaha selalu meningkatkan mutu layanannya dengan menerapkan Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001:2008) yang selalu berusaha melakukan perbaikan secara berkelanjutan (continual improvement). Dengan demikian sebagai konsekuensinya maka setiap sumber daya manusia di SMK Al Falah Salatiga harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan penyempurnaan mutu layanan produk jasa pendidikan dan latihan agar dapat memenuhi kepuasan pelanggan.
61
Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, SMK Al Falah Salatiga menerapkan budaya mutu dengan semboyan “BERADAP”, yang berarti bahwa : Berani
:
Memiliki rasa percaya dan kesanggupan yang
tinggi
dalam
menyelesaikan
tugasnya sebagai agen perubahan dalam dunia pendidikan. Edukatif
:
Mampu
menyesuaikan
perubahan
jaman
diri
terhadap
terutama
dalam
membekali siswa untuk menguasai IPTEK sesuai
dengan
kompetensi
yang
dipilihnya. R eligius
:
Memiliki perilaku yang didasarkan atas nilai-nilai budaya agamis dan normanorma susila yang berlaku di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.
A ndhap Asor
:
Mampu memberikan pelayanan
jasa
pendidikan dan latihan yang didasari dengan sikap kasih sayang yang tulus
62
demi keberhasilan siswa didik. D isiplin
:
Mempunyai komitmen terhadap budaya mutu yang diterapkan yakni tepat waktu dalam menyelesaikan setiap tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
A ktif
:
Memiliki daya cipta, rasa dan karsa yang tinggi
dengan
berani
melakukan
pembaharuan dan perbaikan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
P intar
:
Mempunyai jiwa dan semangat prinsipprinsip
wirausaha
untuk
dapat
menyelesaikan pekerjaannya sendiri tetapi tetap selalu dapat bekerja sama dengan orang lain. Dengan menerapkan budaya mutu “BERADAP”, maka seluruh warga SMK Al Falah Salatiga bertekad akan membentuk siswa dan tamatan yang tangguh dan kompeten dengan : Bertekad untuk mencapai sekolah berstandar nasional dan internasional.
63
Memenuhi kompetensi sumber daya manusia sesuai bidangnya masingmasing. Melaksanakan proses pembelajaran, proses dukungan pembelajaran yang handal. Senantiasa berpegang pada nilai-nilai kedisiplinan, religius, dan edukatif
Kerja keras yang diimplementasikan dengan penuh kecerdasan yang didasari niat keikhlasan dan mengharap ridho dari Allah. 4.
Keadaan Guru, Karyawan, dan Siswa Salah satu syarat mutlak dalam proses belajar mengajar disuatu lembaga pendidikan yaitu adanya guru dan siswa serta para pendukung pelaksana (Karyawan). Adapun pegawai yang bertugas di SMK Al Falah ada 20, sebagaimana terdapat dalam tabel 3.2. Tabel 3.1 Daftar Guru dan Karyawan
No
Nama
Jabatan
1.
Samsidi S.Pd. Kim.
Kepsek
2.
Dra. Tri Fatichah Hadijati
Waka Sarpras
3
Mateas Ma’ruf S.Pd.
Kajur TO
4.
Nikmah S.Pd.
Kajur TB
5.
Sri Widyaningsih S.Pd. I
Waka Humas
6.
NazillatulR. S.Pd.
Waka Kurikulum
64
7.
Eka Chandra Satria S.Pd.
Waka Kesiswaan
8.
Sulistiyani A. Md.
Guru
9.
Meyla Kurniawati
Guru
10.
Rinta Sari S. Pd. I
Guru
11.
Endang Wahyuningsih S.Pd.
Guru
12.
Ika Kurniawati
Guru
13.
M.aswin S.Pd.
Guru
14.
Naela Fadlil S.Pd.
Guru
15.
Sri Wahyuni S.Pd.
Guru
16.
Zamroni S.Pd.I
Guru
17.
Edi Pramono
Karyawan
18.
Tri Juniarti. SI
Karyawan
19.
M. Samsuri
Karyawan
20.
Syukur K.
Karyawan
65
Siswa SMK Al-Falah pada tahun ajaran 2013/2014 terdiri dari 194 siswa, sebagaimana terdapat dalam tabel 3.3. Tabel 3.2 Jumlah siswa
No
Kelas
L
P
Jumlah
1.
X TO 1
22
3
25
2.
X TO 2
25
0
25
3.
X TB
0
12
12
4.
XI TO A
22
I
23
5.
XI TO B
23
1
24
6.
XI TB
0
20
20
7.
XII TO A
22
2
24
8.
XII TO B
25
0
25
9.
XII TB
0
16
16
66
Sedangkan stuktur organisasi sekolah adalah sebagai berikut: Bagan 3.1 Struktur Organisasi SMK AL-FALAH Salatiga 2013 Ketua Yayasan
Drs. H.Yasmin DU/DI
Waka Kurikulum
Perpustaka an
Kepala Sekolah Samsidi. S.Pd. Kim
Komite Sekolah
WMM
Tata Usaha
Nazillatul S.Pd.
Tri Juniarti. SI
Waka Sarana dan Ketenagaan
Waka Kesiswaan Eka Chandra Satria. S.Pd.
Dra. Tri Fatichah Hadijati
Bimbingan Konseling (BK)
Kaprokali Otomatif Mateas Ma’ruf S.Pd.
Wali Kelas
Guru
Waka Humas Sri Widyaningsih S.Pd.I
Kaprokali Busana Nikmah S.Pd.
Siswa
67
5. Keadaan Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana penunjang pelaksana pendidikan yang berada di SMK Al Falah terdiri dari ruang kelas dan ruang aktivitas lainnya. Sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 3.1 Tabel 3.3 Sarana dan Prasarana SMK AL-FALAH Salatiga 2013
No
Nama Barang
Jumlah
1.
Daya Listrik
Ada
2.
Air
PAM
3.
Telepon
1
4.
Ruang Kepala Sekolah
1
5.
Ruang Tata Usaha
1
6.
Ruang Guru
1
7.
Ruang Osis
1
8.
UKS
1
9.
Mushola
1
10.
Aula
1
11.
Gudang
2
12.
Ruang Kelas
9
13.
Lab. Komputer
1
68
14.
Perpustakaan
1
15.
Lab. Bahasa
1
16.
Ruang Teknik Otomotif
3
17.
Ruang praktik Tata Busana
1
18.
Tempat Parkir Guru
1
19.
Tempat Parkir Siswa
1
20.
Lapangan
1
B. Temuan Penelitian 1.
Kondisi Siswa SMK Al Falah SMK Al-Falah merupakan sekolah berbasis pondok pesantren, karena di bawah naungan yayasan pondok pesantren Al Falah. Oleh karena itu siswa yang bersekolah di SMK Al Falah ada yang dari dalam pondok pesantren ada yang dari luar pondok. Siswanya bervariasi karena mereka berasal dari latar belakang orang tua yang berbeda dan daerah dengan adat yang berbeda-beda. Perilaku mereka pun bervariasi, ada anak yang perilakunya sudah baik, sedang proses menjadi baik, dan ada juga yang kurang baik. Seperti dituturkan oleh Guru Pendidikan Agama Islam (12/10/2013:10.25), “Muridnya bervariasi, ada yang baik, ada yang nakal, ada yang baru proses menjadi baik, ada yang menjadi lebih baik”. Hal itu
69
juga dituturkan oleh mantan ketua OSIS yang sekarang sudah kelas XII (13/10/2013:13.00), di kamar pondok: “Teman-teman saya bermacam-macam mbak, ada yang senang bergaul, ada yang suka menyendiri, ada yang suka celelekan terutama saya. Kalau ikut organisasi bisa mengetahui situasi teman-teman yang beragam, sehingga bisa menyesuaikan. Kalau orangnya pemarah atau egois saya bisa mengatasinya. Banyak pengalaman-pengalaman yang saya ketahui dari teman-teman, mereka bisa memberikan inspirasi, ada yang bisa memberikan saya motivasi dan ada juga sebagian yang mau menjerumuskan saya. Karena saya sudah besar dan tau mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga saya juga bisa memilah-milah teman bergaul”. Untuk mengetahui keadaan siswa SMK Al Falah, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa yang jawaban mereka berbeda-beda. Yang pertama, peneliti berwawancara dengan NW (14/10/2013:09.30), jawabannya: “Untuk perilaku adalah kepribadian seseorang, jadi siswa di SMK Al Falah perilakunya beragam ada yang baik hati, sombong, ramah, nakal, dan lain-lain”. Jawaban responden NNS (14/10/2013:10.00): “Baik dan ramah, tapi yang namanya anak ada yang bersifat baik, ada yang tidak, ada yang ramah tapi lebih banyak yang pendiam”. Responden LM (14/10/2013:10.15) mengungkapkan: “Siswa SMK AlFalah cukup baik, teman-temannya juga menyenangkan” Jawaban NA (14/10/2013:12.30):
70
“Baik-baik dan kendil-kendil tapi sayang, akhlaq atau sopan santunnya belum ada terhadap guru-guru ataupun sesama teman sendiri. Menurut saya, saya berfikir…? Teman-teman saya aneh, sepertinya sekolah tapi tidak mau sekolah dan menginginkan kebebasan yang kebebasan itu tidak ada tujuannya”. Informan FI (14/10/2013:13.00) mengungkapkan: “Baik semua, walaupun ada yang jengkelin sich…”. Jawaban NH (15/10/2013:09.30):“Ada yang bandel tapi pandai/cerdas, ada yang bandel tapi bodoh, pokoknya lengkap sudah. Berbagai masalah pun sering terjadi antara guru dengan murid”. Jawaban ANR (15/102013:10.00):“Siswa SMK Al Falah,,, masih belum disiplin”. Jawaban L (15/10/2013:12.30):“Teman ada yang selalu baik dan teman yang selalu cuek”. Dapat diketahui bahwa siswa SMK Al Falah terdiri dari berbagai macam karakter dengan kepribadiannya masing-masing. Misalnya siswa yang berkarakter pendiam dengan kepribadian yang baik, siswa yang berkarakter pendiam tapi kepribadiannya buruk, siswa yang berkarakter bandel tapi baik hati dan cerdas, dan lain sebagainya. Jadi menurut peneliti kondisi siswa dimanapun berada rata-rata sama, pasti perilakunya ada yang baik dan ada yang tidak baik. Hal itu tergantung pada suatu sekolah yang akan menggiring mereka ke arah mana. SMK Al Falah merupakan SMK
71
berbasis pondok pesantren, oleh karena itu para siswa digiring untuk menjadi tamatan yang berkompeten dan berakhlak mulia. Siswa yang bermukim di pondok pesantren mendapatkan dua pembinaan akhlak sekaligus dan lebih mendalam, karena di bimbing oleh Kyai dan Ustadz/Ustadzah. Akan tetapi belum tentu siswa yang bermukim di pondok pesantren akhlaknya lebih baik daripada siswa yang laju dari rumah/kos. Karena hal itu semua dipengaruhi oleh kesadaran masing-masing siswa dan faktor dari luar. Salah satu alat untuk mengatur siswa agar tertib, disiplin, dan berakhlaq mulia adalah peraturan atau tata tertib sekolah. Peraturan tersebut harus dipatuhi oleh siswa yang bersekolah di SMK Al-Falah, karena setiap aturan pasti bertujuan baik yaitu salah satunya agar tercipta susana yang kondusif. Akan tetapi sering kali peraturan tersebut diabaikan, kebanyakan siswa bertindak semaunya dan akhirnya nanti dipanggil oleh guru dan dikenakan sanksi/hukuman. Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa SMK tentang peraturan di sekolahnya, jawaban mereka berbeda-beda. Jawaban NW (14/10/2013:09.30):
72
“Menurut saya, peraturan di SMK Al-Falah kurang tegas. Karena saya pernah lihat siswa yang melanggar tapi tidak diberi hukuman, ya…. mungkin karena tidak ketahuan oleh guru dan tidak ada yang melapor”. Jawaban NNS (14/10/2013:10.00):“Sudah bagus, hanya saja masih kurang tegas untuk murid-murid yang tidak tepat waktu atau tidak mematuhi aturan”. Jawaban LM (14/10/2013:10.15):“Sebenarnya peraturan di SMK AlFalah sama dengan SMK lainnya, hanya saja di SMK Al-Falah kurang tegas memberikan sanksi kepada pelanggar aturan”. Jawaban NA (14/10/2013:12.30): “Hmmmmm, untuk peraturan di sekolah sudah ada dan baik, tetapi sayang visi dan misinya melenceng jauh dan tidak satu pun yang nyantel… meleset semua. Maksudnya, sebenarnya visi misinya bagus, tapi belum terwujud. Menurut saya karena siswanya sendiri yang susah diatur”. Jawaban FI (14/10/2013:13.00): “Ya memang sebuah organisasi, instansi, dan lembaga harus ada peraturan. Karena dengan adanya peraturan, anggotanya bisa tertib (harapannya). Tapi menurut saya, kalau ada peraturan tidak dijalankan oleh masing-masing individu, baik itu guru, karyawan, siswa atau santri, dan pengurus pondok, maka peraturan yang ada tersebut akan percuma. Jika kita sudah menyadari arti pentingnya peraturan, walaupun ada peraturan yang tidak tertulis dan tidak ada sanksinya, maka dengan sendirinya kita akan menjalankannya. Kalau itu memang baik kita jalankan, kalau itu tidak baik/madhorotnya lebih
73
banyak daripada manfaatnya maka ditinggalkan. Tergantung dari individu juga”. Jawaban NH (15/10/2013:09.30): m Jawaban ANR (15/10/2013:10.00): “Kurang tegas, karena sebagian dari peraturan yang tidak tertulis tidak ada san ksinya. Contohnya ada kegiatan sholat Dhuha berjama’ah, teman-teman terkadang ada yang tidak ikut dan tidak diberi hukuman. Kata pak guru, kegiatan ini menerapkan kesadaran siswa terlebih dulu, jika banyak yang tidak sadar ke depannya akan dikenakan sanksi”. Jawaban L (15/10/2013:12.30): “Cukup baik, saran saya, harus diperketat lagi agar siswa untuk menyadarkan diri”. Setiap sekolah pasti memiliki aturannya masing-masing, baik tertulis maupun tidak tertulis. Semua peraturan menurut peneliti adalah baik karena bertujuan untuk menertibkan siswa dan menciptakan suasana yang kondusif. Tujuan suatu aturan belum dapat tercapai jika kesadaran pihak yang ada di sekolah tersebut, terutama siswa masih kurang. 2.
Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah Pembinaan akhlak menjadi prioritas utama karena harapan terbesar bertumpu pada siswa sebagai penerus generasi bangsa yang Islami. Cerminan akhlak yang baik dapat dilihat dari aktivitas ibadah dan kehalusan perilaku. Semakin tinggi aqidah seseorang niscaya akan terlihat semakin
74
tinggi semangatnya dalam beribadah dan semakin halus budi pekertinya. Dengan demikian, maka dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh aqidah Islamiyah siswa SMK, pembinaan akhlak harus dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Sehingga di kemudian hari akhlakul xsiswa benarbenar dapat diaplikasikan di dalam masyarakat, keluarga, serta dilingkungan SMK itu sendiri. Dalam dunia pendidikan peranan guru agama Islam selain berusaha memindahkan ilmu (transfer of head), ia juga harus menanamkan nilai-nilai (transfer of heart) agama Islam kepada anak didiknya agar mereka bisa mengaitkan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Ketika nilai-nilai ajaran Islam itu benar-benar tertanam dalam jiwa siswa, maka tercapailah kepribadian yang berakhlakul karimah. Untuk dapat mewujudkannya, maka guru pendidikan agama Islam harus mempunyai strategi dalam pembinaan akhlaakul
karimah.
Karena
dengan
menggunakan
strategi
dapat
menghasilkan tujuan yang diinginkan dalam pendidikan. Pada penelitian ini penulis dalam mengumpulkan data menggunakan sampel penelitian yaitu guru pendidikan agama Islam, serta data pendukung yang diperoleh dari kepala sekolah, waka kesiswaan, dan beberapa orang siswa. Berdasarkan hasil dari wawancara dengan guru pendidikan agama Islam, dalam membina akhlak siswanya baik di dalam maupun di luar kelas beliau menggunakan beberapa strategi, diantaranya:
75
a. Pendekatan personal Siswa SMK yang sedang mengalami masa pubertas cenderung lebih terbuka dan bisa menerima nasihat jika diadakan pendekatan secara personal. Pendekatan ini dilakukan dengan metode dialog/hiwar antara guru dan siswa, dialog tersebut dilakukan dengan enjoy agar siswa yang akan diarahkan memahami dan bisa diarahkan. Dari hasil wawancara dengan guru pendidikan agama Islam (12/10/2013:10.25), beliau mengungkapkan: ”Bimbingan akhlak bukan semata-mata tugas guru PAI tapi tugas semua guru. Kalau dari saya sendiri dengan pendekatan personal. Misal ada pelanggaran ringan langsung melihat, saya rangkul dan ditegur. Jika sangat mengganggu atau berat, maka dipanggil dan diajak ngobrol berdua. Jika terlalu berat, disidang. Bila tidak bisa diubah, diberi surat peringatan. Jika peringatan tidak dihiraukan, langsung dikeluarkan”. Untuk mendukung jawaban dari guru pendidikan agama Islam, peneliti mengajukan pertanyaan dengan kepala sekolah dan siswa. Kepala sekolah (16/10/2013:08.00) mengungkapkan: ”Pak Zam biasanya kalau menegur anak putra itu dirangkul dan diajak ngobrol. Saya seringnya melihat siswa putra, kalau yang putri jarang melakukan pelanggaran. Tapi pastinya kalau putri yang melanggar atau berbuat salah ya tidak dirangkul toh, hanya dinasihati, diajak ngobrol sambil guyon-guyon”. Siswa NA (14/10/2013:12.3): ”Hehe, ya mbak, saya pernah ditegur Pak Zam. Yang dulu saya jarang ikut Dhuha jama’ah karena celana saya sobek. Beliau mengajak ngobrol
76
saya sambil mengelus-elus pundak saya. Saya jadi malu, trus Alhamdulillah saya kalau mau shalat pinjam sarung anak pondok”. Jadi peneliti memyimpulkan bahwa pembinaan akhlak yang dilakukan dengan pendekatan secara personal merupakan langkah yang dilakukan guru dengan mendekati siswa secara individu dengan memberikan bantuan solusi atas permasalahan yang dihadapi siswa dan bimbingan moral kepada masing-masing individu. Pendekatan ini dilakukan dengan metode dialog/hiwar, yaitu percakapan silih beganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (Tafsir,2008:136). b. Pembiasaan yang baik Pada awalnya pembiasaan yang baik perlu dipaksakan. Ketika seorang siswa telah terbiasa melakukan perbuatan baik dan tertanam dalam jiwa, niscaya ia akan selalu melakukan perbuatan baik tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Menurut Azizi (2003:146): Pembiasaan merupakan proses pendidikan. Pendidikan yang instant berarti melupakan dan meniadakan pembiasaan. Tradisi dan bahkan juga karakter (perilaku) dapat diciptakan melalui latihan dan pembiasan. Ketika suatu praktek sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini, maka akan menjadi habit bagi yang melakukanya, kemudian akan menjadi ketagihan, dan pada waktunya akan menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Hal ini berlaku untuk hampir semua hal, meliputi nilai-nilai yang buruk maupun yang baik.
77
Dari hasil wawancara dengan guru pendidikan agama Islam (12/10/2013:10.25), beliau menuturkan bahwa: ”Kalau keseharian dengan menanamkan kebiasaan yang baik, yang sudah ada shalat Dhuha, membaca Asma’ul Husna sebelum pelajaran jam pertama dan setelah shalat Dhuha, membaca Al-Qur’an sebelum jam pertama dimulai, shalat Dhuhur jama’ah. Dan ke depan akan ada dzikir bersama”. Ketika melakukan penelitian, peneliti mengamati perilaku siswa, diantaranya: siswa menyapa dan bersalaman ketika bertemu dengan Bapak/Ibu Guru, siswa mengucapkan salam sebelum masuk ruang kantor, siswa jurusan otomotif berdo’a dan melakukan pemanasan sebelum praktik, tadarus bersama sebelum pelajaran jam pertama, shalat Dhuha dilanjutkan membaca Asma’ul Husna, shalat Dhuhur berjama’ah. Semua kegiatan pembiasaan tersebut dilakukan secara rutin, kecuali hari Jum’at dan Sabtu shalat Dhuhur tidak dilakukan berjama’ah di sekolah karena pulangnya sebelum Dhuhur sesuai jadwal. Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa pada awalnya demi pembiasaan suatu perbuatan perlu di paksakan, sedikit demi sedikit kemudian menjadi kebiasaan. Berikutnya kalau aktifitas itu sudah menjadi kebiasaan, ia akan menjadi habit, yaitu kebiasaan yang sudah dengan sendirinya, dan bahkan sulit untuk dihindari. Ketika menjadi habit ia akan selalu menjadi aktifitas rutin yang selanjutnya menjadi budaya.
78
Jadi kebiasaan tidak begitu saja terjadi. Oleh karena itu perlu ditetapkan setrategi untuk menciptakan kebiasaan yang diinginkan. Seperti yang telah dituturkan oleh kepala sekolah saat upacara bendera hari Senin (21/10/2013:07.15): ”….Semua itu (pembiasaan yang telah ada) dapat dijalankan dengan baik kalau kita mempunyai komitmen secara bersama, punya integritas, loyalitas, didukung dengan kerja keras sesuai dengan kemampuan masing-masing, dan berkesiambungan…..”. Dari uraian di atas, menurut peneliti di dalam melaksanakan strategi pembiasaan diperlukan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menciptakan kebiasaan akhlak mulia di SMK yaitu: 1) Penciptaan komitmen bersama Cara ini diperlukan untuk memastikan adanya kebersamaan warga sekolah. Adalah sangat sulit merubah atau membuat kebiasaan baru pada suatu lembaga tanpa adanya komitmen bersama. Adanya komitmen bersama diawali dengan adanya pengertian, pengetahuan dan keyakinan individu-individu warga sekolah terhadap tujuan bersama. Untuk itu diperlukan keteladanan dalam bertindak, tidak sekedar sosialisasi terhadap visi, misi, dan tujuan bersama.
79
2) Pengelolaan dengan program yang jelas Pengelolaan proses pembiasaan akhlak mulia di suatu lembaga diperlukan untuk mencapai tujuan bersama yaitu membudayakan akhlak mulia. 3) Perbaikan berkesinambungan Perbaikan
yang
berkesinambungan
fundamental dalam penciptaan budaya
merupakan
unsur
yang
akhlak mulia. Perbaikan
berkesinambungan merupakan usaha yang dilakukan dengan tetap untuk mengubah dan membuat sesuatu tindakan lebih baik secara terus menerus. c. Memberikan Teladan
Teladan merupakan salah satu pedoman bertindak. Siswa cenderung meneladani pendidiknya. Hal ini diakui oleh semua ahli pendidikan. Dasar pemikiran ini adalah bahwa secara psikologis anak memang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelek juga ditiru (Tafsir, 2008:143). Oleh karena itu seorang guru harus lebih berhati-hati dalam bertindak agar menjadi teladan yang baik bagi siswanya. Sebaiknya seorang guru jangan hanya berbicara, tapi juga memberikan contoh secara langsung. Jika seorang guru hanya berbicara untuk menyuruh siswanya berbuat baik tapi guru tersebut tidak
80
memberikan contoh terlebih dahulu dalam kesehariannya maka perkataan guru tadi akan diabaikan oleh siswanya. Seperti yang dikatakan oleh mantan ketua OSIS (13/10/2013:13.00) mengenai pembinaan yang telah dilakukan oleh gurunya: “Ada yang sudah baik, ada yang belum. Baiknya itu memberi tahu/menyuruh sambil memberi contoh, tapi ada juga yang hanya menyuruh. Kan sambil diberi contoh kita ikut melakukan apa yang diperintahkan guru tadi. Tapi kalau bagi guru yang hanya menyuruh saja tanpa memberi contoh pasti akan diabaikan oleh teman-teman. Kalau guru PAI-nya Alhamdulillha sudah baik, sudah menghimbau, menyarankan, mencontohkan”. Kepala sekolah, para guru dan karyawan SMK Al Falah berusaha memberikan contoh atau teladan yang baik bagi siswa-siswanya, akan tetapi sesekali mereka pernah melakukan kekhilafan. Kebanyakan siswa yang tidak baik hanya mengambil sisi negatif saat guru melakukan kesalahan, padahal dari kebaikan atau teladan yang baik yang dilakukan oleh guru lebih banyak daripada kekhilafan/kesalahan yang dilakukan. d. Hafalan surat pendek sebagai prasyarat Guru PAI SMK Al Falah menerapkan hafalan surat pendek sebagai prasyarat agar nilai mata pelajaran PAI siswa bisa keluar. Dari hasil wawancara dengan guru PAI (16/10/2013:10.25): ”Semester kemarin ada hafalan surat pendek, saya akan mengeluarkan nilai jika sudah hafal surat pendek yang sudah ditentukan. Ini merupakan
81
salah satu cara untuk menuju akhlak mulia. Harapannya kalau sudah hafal, siswa akan malu untuk berbuat tidak baik”. e. Penyampaian hikmah
Sebagai seorang muslim wajib meyakini bahwa tidak satupun perintah baik yang bersifat wajib maupun anjuran yang kosong dari hikmah. Semua perintah dan anjuran sangat sarat dengan hikmah dan manfaat. Hikmah dan manfaat tersebut terkadang tidak secara langsung diperoleh orang yang telah melakukan kebaikan, akan tetapi bisa secara bertahap atau balasan kebaikan tersebut diperoleh di akhirat. Karena di dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah berjanji akan menunjukkan rahasia di balik hikmah yang pada gilirannya nanti akan membuktikan kebesaran Allah SWT dan kebenaran Islam. Oleh karena itu perintah Allah yang wajib dan yang sunnah sebaiknya kita laksanakan dengan penuh keikhlasan (Smeer, 2011:5). Sebagai siswa yang baik hendaknya mematuhi peraturan sekolah, perintah, dan anjuran dari gurunya. Tidak mungkin peraturan sekolah dan anjuran guru itu menyesatkan muridnya. Semua itu akan membawa manfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Dari hasil wawancara dengan guru PAI (12/10/2013:10.25), beliau menuturkan:
82
“Bimbingan akhlak bukan semata-mata tugas guru PAI, tapi tugas semua guru. Kalau dari saya sendiri dengan pendekatan personal, kalau secara umum dikabarkan tentang hari-hari besar Islam dan hikmahnya. Contohnya, besok kan hari raya Idul Adha, murid-murid saya beri tahu sedikit tentang puasa sunnah Arofah, yang jika melaksanakan puasa Arofah akan dilepas dosanya satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Jika ada momen-momen diberi tahu hikmahnya. Setiap selesai shalat Dhuha saya selalu memberi siraman rohani, jika ada momen selain itu juga ada kajian dengan mengundang pemateri untuk mengisi dengan membuat forum diskusi. Kemarin tentang lahirnya Nabi Muhammad dibuat pengajian”. Untuk mendukung jawaban dari guru PAI, penulis bertanya pada siswa FI (14/10/2013:13.00): ”Seusai shalat Dhuha sesekali guru PAI memberikan siraman rohani pada kita, apalagi kalau akan ada hari besar Islam. Pak guru menasihati kami, menyuruh kami untuk menunaikan ibadah sunnah. Karena sesuatu yang baik itu pasti ada hikmahnya. Kemarin menjelang hari raya Qurban beliau menerangkan pada kami tentang sejarah Qurban dan hikmah puasa Arofah. Setelah mengetahui itu Al-Hamdulillah saya puasa dua hari, tapi kalau teman-teman yang lain saya tidak tahu”.
3. Kegiatan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah Sekolah adalah lingkungan kedua dalam pembinaan akhlak setelah lingkungan keluarga. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab guru pendidikan agama Islam khususnya dan semua guru pada umumnya dalam membina akhlak siswanya agar tujuan pendidikan Islam tercapai. Pembinaan akhlakul karimah lebih penting daripada hanya menghafal dalil dan hukum-hukum Islam tetapi tidak menghayati dan mengamalkannya. Siswa yang bervariasi di atas hidup dalam satu pendidikan yang dididik, dibina dan diarahkan untuk menjadi lebih baik dengan
83
diberlakukannya peraturan-peraturan, pembinaan dari guru dan kepala sekolah, serta pembiasaan yang baik setiap hari. Pembinaan tersebut harus diprogramkan dengan baik dan harus dilaksanakan dengan maksimal. Program kegiatan yang dibuat oleh para guru ini merupakan konsep yang diberikan dari kepala sekolah. Disini para guru hanya mengembangkan konsep tersebut menjadi program kegiatan dalam usaha pembinaan akhlakul karimah siswa. Dalam upaya pembinaan akhlakul karimah siswa, sebagaimana yang telah dituturkan oleh guru PAI adalah: ”Kalau keseharian dengan menanamkan kebiasaan yang baik, yang sudah ada shalat Dhuha, membaca Asma’ul Husna sebelum pelajaran jam pertama dan setelah shalat Dhuha, membaca Al-Qur’an sebelum jam pertama dimulai, shalat Dhuhur jama’ah. Dan ke depan akan ada dzikir bersama. Takutnya kalau anak terlalu dikekang untuk kegiatan akan tidak berjalan. Kalau kebiasaan setiap hari ada ngaji sebelum jam pembelajaran, yaitu jam pertama jika guru tidak berhalangan”.(12/10/2013:10.25) Ketika peneliti sedang melakukan penelitian di SMK Al Falah selama dua minggu, peneliti melihat sendiri kegiatan pembiasaan yang dilakukan siswa setiap hari. Pembiasaan tersebut meliputi: berdo’a sebelum pelajaran dimulai, dilanjutkan membaca Asma’ul Husna, tadarus Al-Qur’an bersama yang dipimpin oleh guru yang masuk jam pertama, menjelang istirahat dilaksanakan shalat Dhuha berjama’ah dilanjutkan membaca Asma’ul Husna, shalat Dzuhur berjama’ah, berdo’a dan pemanasan sebelum praktik dilaksanakan.
84
Jadi peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam upaya pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah adalah: a. Membaca Do’a (Do’a bersama sebelum pelajaran dimulai) Do’a belajar merupakan permohonan yang dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah SWT agar ditambahkan pemahaman dalam menimba ilmu. Ilmu akan mudah diterima apabila siswa ikhlas alam berdo’a dan belajar. b. Membaca Asma’ul Husna Asma’ Allah yang menciptakan jagad raya dengan segala isinya ini telah memiliki aneka ragam nama yang berjumlah 99 nama. Dimana nama-nama itu bukanlah sekedar nama, melainkan nama-nama yang baik, yang sesuai dengan kenyataan pemiliknya. Dan nama itu disebut Asma’ Al- Husna. Guru PAI membiasakan siswanya untuk membaca Asma’ul Husna karena banyak manfaat yang diperoleh dari membacanya. Bila nama-nama itu kita sebut, akan berpengaruh dan bermanfaat besar lagi menakjubkan bagi pekerjaan yang sedang kita lakukan dan bagi orang yang telah melakukan pekerjaan itu. c. Baca Al-Qur’an pada pagi hari Berdasarkan dari hasil wawancara dengan guru pendidikan agama Islam (16/10/2013:10.25), beliau menjelaskan: “MembacaAl-Qur’an bersama dilaksanakan sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, kira-kira 5-10 menit dan teknik membacanya adalah bersama-sama. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan agar 85
siswa mampu membaca ayat Al-Qur’an dengan baik dan mampu mengerti dan memahami isi dari bacaan Al-Quran serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari”. d. Shalat Dhuha berjama’ah Shalat Dhuha berjama’ah dilaksanakan sebelum istirahat pertama, tempatnya di aula SMK. Ketika peneliti mewawancarai guru Pendidikan Agama Islam mengenai sejak kapan pembiasaan shalat Dhuha dilaksanakan, beliau menjawab: “Dhuha dilaksanakan sudah dari guru PAI yang dulu atau sejak awal berdiri, tapi waktunya yang diubah. Dulu waktu pagi sebelum masuk, sekarang waktunya jika akan istirahat pertama, kalau shalat Dzuhur berjama’ah baru semester ini”(12/10/2013:10.25). Shalat Dhuha diimami oleh guru PAI sendiri, terkadang oleh kepala sekolah. Setelah usai shalat Dhuha, para siswa membaca Asma’ul Husna. Dan pada waktu-waktu tertentu guru PAI memberikan siraman rohani pada siswanya. Guru PAI membiasakan siswanya untuk shalat Dhuha agar siswa bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena banyak sekali manfaat yang diperoleh dari keistiqomahan shalat Dhuha. e. Shalat Dhuhur berjama’ah Shalat jama’ah Dhuhur ini dilaksanakan pada waktu Dhuhur tiba, kecuali hari Jum’at dan Sabtu karena pada hari tersebut jam pelajaran tidak sampai Dhuhur. Jama’ah Dhuhur dilaksanakan oleh semua civitas yang ada 86
di SMK Al Falah mulai dari guru, karyawan sampai siswa wajib mengikuti sholat jama’ah Dhuhur kecuali bagi yang berhalangan. Sholat Dhuhur berjama’ah dilaksanakan dengan tujuan siswa dapat saling mengenal satu dengan yang lain. Sehingga menumbuhkan atau mempererat tali silaturahmi baik siswa dengan guru, dengan karyawan maupun antar siswa. Yang intinya sholat sholat Dhuhur berjama’ah ini menjadi pembiasaan bagi semua civitas sekolah dalam upaya pembinaan akhlakul karimah siswa dan menimbulkan rasa kekeluargaan di SMK Al Falah. Dengan adanya kegiatan diatas maka diharapkan mampu membina akhlakul karimah siswa. Karena akhlak yang baik itu pembentukan dan pembinaannya tidak hanya bisa melalui pelajaran saja, akan tetapi juga ditunjang dengan adanya kegiatan-kegiatan keagamaan. Dengan kegiatankegiatan itu terealisasikannya dengan contoh atau teladan yang baik dan nyata sehingga bisa membantu pembentukan dan pembinaan akhlakul karimah siswa. Selain kegitan di atas, pembinaan bisa dilakukan di mana saja, ketika di
dalam kelas, di luar kelas, saat sharing bersama, dan saat upacara bendera. Saat penelitian, peneliti menyorot pembinaan yang dilakukan kepala sekolah saat upacara bendera hari Senin tanggal 21/10/2013. Kepala sekolah menjelaskan mengenai tata tertib sekolah dan tata tertib lalu lintas yang harus dipatuhi. Kepala sekolah memupuk kesadarn siswa dan guru agar melakukan kegiatan pembiasaan yang baik secara rutin dan disiplin, karena berawal dari itulah akhlakul karimah dapat dibentuk. Sekolah kejuruan
87
berbeda dengan sekolah umum, sekolah kejuruan mempersiapkan generasi yang cendekiawan dan tenaga ahli, sedangkan sekolah umum hanya mempersiapkan cendekiawan. Oleh karena itu, siswa SMK harus mempunyai kedisiplinan yang tinggi agar siap terjun dalam dunia kerja. Kegiatan pembinaan di atas diimbangi dengan adanya tata tertib untuk mengatur akhlak atau perilaku yang diharapkan terjadi pada diri siswa, sehingga siswa memiliki pribadi yang baik. Tanpa adanya tata tertib otomatis pembinaan akhlakul karimah siswa tidak akan mungkin bisa terwujud, sebaliknya dengan melaksanakan tata tertib yang ada, maka dengan sendirinya akan membentuk pribadi siswa yang berakhlak. 4. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah Dalam suatu kegiatan pastilah tidak lepas dari dukungan dan hambatan, diantara faktor pendukung dan penghambat strategi dalam membina akhlak siswa SMK Al Falah adalah sebagai berikut: a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung merupakan hal yang terpenting dalam rangka mensukseskan pelaksanaan pembinaan akhlakul karimah siswa di SMK Al Falah Salatiga, adapun faktor pendukung adalah sebagai berikut:
88
1) Motivasi dan Dukungan Dari Orang Tua Motivasi pola hidup berakhlak tidak hanya diberikan oleh pihak sekolah saja, melainkan juga dari orang tua, karena setelah sampai di rumahlah siswa dibina oleh orang tua masing-masing dalam berakhlak. Diantara faktor terpenting di lingkungan keluarga dalam pembinaan akhlak anaknya adalah pengertian orang tua akan kebutuhan kejiwaan anak yang pokok, antara lain rasa kasih sayang, rasa aman, harga diri, rasa bebas dan rasa sukses. Selain perhatian, orang tua juga memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya, ketenangan dan kebahagiaan merupakan faktor positif yang penting dalam pembinaan remaja. Siswa yang bersekolah di SMK tidak akan merasa nyaman belajar dan termotivasi untuk menaati peraturan SMK
jika tidak
didukung oleh keluarganya. Seperti informan FI (13/10/2013:13.00) yang peneliti temukan dalam wawancaranya: “Motivasi saya sekolah di SMK Al Falah karena paman saya punya teman yang mengajar di SMK ini. Nah, waktu itu saya tidak ingin sekolah di sini, karena saya kira tidak ada pondoknya. Terus setelah ditelusuri ternyata ada pondoknya juga. Kemudian bapak saya cocok dengan pondok sini. Saya sekolah di sini pertamanya membosankan, mondok dengan sekolah dan sekolahannya dekat. Akhir-akhir sampai kelas 3 ini malah rasanya tidak ingin lulus, karena ingin ikut berbaur dengan guru-guru dan teman-teman. Apalagi sekarang SMK Al Falah sudah dikenal di mata dinas pendidikan, maka dari itu saya bangga sekolah di SMK Al-Falah, karena akhir-akhir ini ya Al-Hamdulillah prestasi SMK Al-Falah sudah baik lah”.
89
Jawaban yang hampir sama diungkapkan oleh siswa NW (14/10/2013:09.30): “Alasan saya sekolah di SMK Al falah karena plus pondok pesantren, sedangkan tujuan saya menjadi santri dan siswa di Al-Falah agar mengetahui ilmu tentang agama dan mahir dalam menjahit untuk meraih cita-cita. Orang tua saya memberikan dukungan dengan selalu menyemangati saya, setiap sebulan sekali mereka menjenguk saya di sini. Selain itu saya ingin membahagiakan kedua orang tua saya yang telah bersusah payah banting tulang dengan menyekolahkan dan memondokkan saya di Al-Falah”. Jawaban
yang
sama
diungkapkan
oleh
siswa
LM
(14/10/2013:10.15):“Saya disayang bapak ibuk, maka saya juga harus sayang pada mereka. Saya selalu berusaha untuk meraih prestasi yang terbaik dan berperilaku baik terhadap siapa saja”. Peneliti menyimpulkan bahwa dukungan dari orang tua di rumah membuat semangat belajar anak-anaknya di SMK Al-Falah tinggi dan berperilaku baik serta melaksanakan kegiatan apa saja yang ada di SMK Al Falah selama kegiatan tersebut bermanfaat. 2) Sarana Yang Lengkap SMK Al Falah telah berdiri selama delapan tahun dan telah memiliki fasilitas yang lumayan lengkap walaupun masih ada sedikit kekurangan. Fasilitas yang di maksud adalah sarana dan prasarana yang mendukung yang digunakan untuk proses pembelajaran. Sarana
90
yang dipakai untuk kegiatan pembiasaan meliputi aula yang luas, mushola, tempat wudlu, Al-Qur’an, bel otomatis dengan sistem komputerisasi yang jika tiba saatnya untuk sholat dhuha bel tersebut bersuara Asma’ Al-husna dan jika sudah tiba waktunya shalat dhuhur bel tersebut bersuara adzan, serta tape recorder. Selain fasilitas di atas suasanannya juga mendukung karena terletak di tengah-tengah pondok pesantren, sehingga masih berbau suasana santri. Kyai juga ikut berperan menasihati siswa yang melanggar peraturan. Penjelasan di atas di dukung oleh hasil wawancara dengan guru pendidikan agama Islam (12/10/2013:10.25) di kantor guru:”Sarana lengkap, guru professional yang datang selalu awal, dan dalam lingkungan pondok, jadi suasananya mendukung”. 3) Komitmen Bersama Sangat sulit merubah atau membuat kebiasaan baru pada suatu lembaga tanpa adanya komitmen bersama. Adanya komitmen bersama diawali dengan adanya pengertian, pengetahuan dan keyakinan individuindividu warga sekolah terhadap tujuan bersama. Untuk itu diperlukan transformasi tidak sekedar sosialisasi terhadap visi-misi dan tujuan bersama.
91
Seperti yang telah dituturkan oleh kepala sekolah saat upacara bendera hari Senin (21/10/2013:07.15): ”….Semua itu (pembiasaan yang telah ada) dapat dijalankan dengan baik kalau kita mempunyai komitmen secara bersama, punya integritas, loyalitas, didukung dengan kerja keras sesuai dengan kemampuan masing-masing, dan berkesiambungan…..”.
b. Faktor Penghambat Di antara faktor yang menghambat kegiatan pembinaan akhlak adalah sebagai berikut: 1) Kurangnya Kesadaran Kepala sekolah dan guru pendidikan agama Islam telah berusaha mencanangkan pembiasaan baik setiap hari, dan memberikan contoh secara riil, akan tetapi masih banyak siswa yang belum sadar untuk melaksanakannya. Contohnya adalah ketika tiba waktunya untuk shalat Dhuha berjama’ah, para siswa berkumpul menuju aula akan tetapi sebagian kecil siswa ada yang tidak mengikuti shalat Dhuha berjama’ah. Mereka hanya mengikuti membaca Asma’ul Husna bersama-sama.
Dari
hasil
wawancara
dengan
guru
PAI
(12/10/2013:10.25) di kantor guru, beliau mengungkapkan: “Faktor penghambatnya, diantaranya dari murid sendiri, misal jika mau Dhuha ada yang masih dioyak-oyak. Karena masih ada yang kurang kesadarannya. Anak penuh alasan, dimanapun sebagian besar anak sama, karena pengalaman saya juga begitu”. 92
Ketika peneliti bertanya kepada siswa tentang alasan mereka jarang mengikuti shalat Dhuha dan Dhuhur berjama’ah adalah sebagai berikut: Informan NNS (14/10/2013:10.00):”Kalau baru ingin shalat, ya shalat. Tapi kalau sedang menuruti hawa nafsu, ya tidak shalat”. Jawaban yang hampir serupa penulis dapatkan dari informan NW (14/10/2013:09.30): ”Pernah, untuk dulu karena tidak ada perlakuan yang tegas, sedangkan kakak-kakak kelas banyak yang tidak mengikuti shalat Dhuha. Untuk sekarang Al-Hamdulillah selalu mengikuti shalat Dhuha setelah ada absennya. Kalau untuk jama’ah Dhuhur kadang telat, karena baru saja selesai wudlu shalatnya sudah selesai. Dan sebelum ada absennya saya sering shalat di pondok, karena sekarang sudah ada absennya saya akan berusaha untuk tidak telat mengikuti jama’ah Dhuhur”. Faktor lain karena siswa malas ribet dan melakukan shalat Dhuha sendiri sebelum berangkat sekolah, seperti telah dituturkan oleh informan FI (14/10/2013:13.00): ”Kalau saya sendiri lebih sering Dhuha di pondok sebelum berangkat sekolah. Karena kalau saya, mau ngajak teman-teman itu biasanya dicemoohkan. Terus kalau kita sholat sendiri nanti disangka wah oleh teman-teman, nanti palah menimbulkan kesombongan atau pandangan dari teman-teman yang tidak baik. Takutnya kalau ada persepsi yang salah, jadinya saya usahakan shalat Dhuha dulu sebelum sekolah. Biasanya kalau anak putri suruh repot-repot membawa rukuh dan wudlu dulu biasanya malas mbak. Apalagi ribet copot kudung dan berbenah. Walaupun dari rumah sudah wudlu dulu, tapi kan kalau di angkot/ bus sering senggolan dengan anak laki-laki. Intinya tidak mau yang ribet”.
93
2) Fasiltas Kadang Kurang Mendukung Guna menunjang keberhasilan strategi guru agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa yaitu dengan adanya kegiatankegiatan yang diprogramkan khusus untuk pembinaan akhlakul karimah siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut bisa berjalan efektif apabila sarana
dan prasarananya
cukup, namun apabila
sarana
dan
prasarananya tersebut kurang maka kegiatan tersebut tidak akan berjalan dengan maksimal. Sebagaimana
dituturkan
(12/10/2013:10.25):”…..Fasilitas
oleh kadang
guru
kurang
PAI
mendukung,
contohya air sering mati”. Hasil
wawancara
peneliti
dengan
informan
NH
(15/10/2013:09.30):”Jarang mengikuti shalat Dhuha karena kendala air yang kurang lancar. Kalau Dhuhur sering, karena waktunya memungkinkan serta itu adalah shalat wajib”. Informan NA (14/10/2013:12.30) mengungkapkan alasannya jarang mengikuti shalat Dhuha bejama’ah: ”Untuk shalat Dhuha memang saya jarang shalat di sekolah karena celana saya sobek, jadi aurat saya kelihatan. Selain itu karena airnya
94
sering mati dan waktunya terbatas, jadi kalau mau cari air wudlu di pondok kelamaan. Tapi kalau shalat Dhuhur Al-hamdulillah agak sering karena itu wajib juga dan saya berusaha pinjam sarung dari teman yang mondok”. 3) Waktu Yang Nanggung Shalat Dhuha di SMK Al-Falah dilakukan pukul 09.15 sebelum istirahat pertama, sedangkan jam istirahat dari pukul 09.15-09.40 WIB. Waktu tersebut oleh sebagian siswa dianggap nanggung. Informan AN (15/10/2013:10.00) mengungkapkan: ”Jarang mengikuti shalat Dhuha karena waktunya nanggung. Kadang sudah batal wudlunya dan malas untuk wudlu lagi. Hehe…(sambil tertawa). Kalau untuk jama’ah Dhuhur sering ikut, karena waktunya lebih banyak dan dapat wudlu di pondok”. Menurut peneliti, yang dianggap waktu yang nanggung adalah karena jamnya menjelang istirahat pertama, yaitu jam 9.15 dan dilakukan hanya ± 10 menit. Terkadang jam tersebut bersamaan dengan siswa selesai jam olah raga keburu ingin istirahat makan/minum, akan/sedang praktik produktif, dan paginya sudah berwudlu tapi sudah batal.
95
4) Lingkungan masyarakat (Pergaulan) Wawancara dengan guru PAI (12/10/2013:10.25): “Pergaulan dari siswa diluar sekolah juga sangat berpengaruh besar terhadap akhlak siswa, karena pengaruh dari pergaulan itu sangat cepat, maka apabila ada pengaruh yang buruk maka akan mambawa dampak yang buruk pula bagi anak. Besarnya pengaruh dari pergaulan di masyarakat tidak terlepas dari adanya norma dan kebiasaan yang ada, apabila kebiasaan yang ada di lingkungan positif maka akan berpengaruh positif pula, dan kebiasaan yang negatif dalam lingkungan masyarakat maka juga akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak, besarnya pengaruh yang ditimbulkan juga terlepas dari tidak adanya pengawasan dari sekolah”.
96
BAB IV PEMBAHASAN A. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah Sidomukti, Salatiga Berdasarkan temuan penelitian, di antara strategi yang dilakukan guru agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah adalah: 1. Pendekatan personal Pembinaan akhlak yang dilakukan dengan pendekatan secara personal merupakan langkah yang dilakukan guru dengan mendekati siswa secara individu dengan memberikan bantuan solusi atas permasalahan yang dihadapi siswa dan bimbingan moral kepada masing-masing individu. Pendekatan ini dilakukan dengan metode dialog/hiwar yaitu percakapan silih beganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki, dalam hal ini antara guru dan siswa (Tafsir, 2008:136). Dialog tersebut dilakukan dengan enjoy agar siswa yang akan diarahkan memahami dan bisa diarahkan. Cara yang dilakukan guru PAI jika yang melakukan pelanggaran siswa laki-laki adalah dengan merangkulnya dan ditegur. Biasanya siswa tersebut diajak mengobrol berdua di tempat yang nyaman. Beliau tidak langsung menginterogasinya, tapi stswa itu diajak becanda dan bercerita dahulu. Cerita
97
tersebut nantinya menjurus ke pokok permasalahan. Jika siswa yang sudah dinasihati secara halus tapi masih tetap melakukan pelanggaran, dan pelanggaran tersebut terlalu berat, maka siswa yang bersangkutan disidang. Bila tidak bisa diubah, diberi surat peringatan. Surat peringatan merupakan rambu-rambu tanda akan dikeluarkan jika tidak dihiraukan. Bila yang melakukan pelanggaran siswa putri perlakuannya sama dengan siswa lakilaki, akan tetapi tidak dengan dirangkul. 2. Pembiasaan yang baik Pada awalnya pembiasaan yang baik perlu dipaksakan. Ketika seorang siswa telah terbiasa melakukan perbuatan baik dan tertanam dalam jiwa, niscaya ia akan selalu melakukan perbuatan baik tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Menurut Azizi (2003:146): Pembiasaan merupakan proses pendidikan. Pendidikan yang instant berarti melupakan dan meniadakan pembiasaan. Tradisi dan karakter (perilaku) dapat diciptakan melalui latihan dan pembiasan. Ketika suatu praktek sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini, maka akan menjadi habit bagi yang melakukanya, kemudian akan menjadi ketagihan, dan pada waktunya akan menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Hal ini berlaku untuk hampir semua hal, meliputi nilainilai yang buruk maupun yang baik. Jadi pembiasaan pada intinya adalah menjadikan suatu hal yang tadinya dilakukan secara sadar dan terkadang tepaksa, diupayakan menjadi otomatis dan tanpa paksaan, melalui latihan dan pengulangan secara terus menerus.
98
Di dalam melaksanakan strategi pembiasaan diperlukan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menciptakan kebiasaan akhlak mulia di SMK yaitu: a. Penciptaan komitmen bersama Cara ini diperlukan untuk memastikan adanya kebersamaan warga sekolah. Adalah sangat sulit merubah atau membuat kebiasaan baru pada suatu lembaga tanpa adanya komitmen bersama. Adanya komitmen bersama diawali dengan adanya pengertian, pengetahuan dan keyakinan individu-individu warga sekolah terhadap tujuan bersama. Untuk itu diperlukan keteladanan dalam bertindak, tidak sekedar sosialisasi terhadap visi, misi, dan tujuan bersama. b. Pengelolaan dengan program yang jelas Istilah lain dari pengelolaan adalah manajemen. Pengelolaan proses pembiasaan akhlak mulia di suatu lembaga diperlukan untuk mencapai tujuan bersama yaitu membudayakan akhlak mulia. Pengelolaan tersebut dilakukan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Diawali dengan perencanaan yang dituangkan dalam program-program yang baik, lalu pengorganisasian terhadap semua sumber daya yang ada di sekolah, dan selanjutnya dilakukan penggerakan terhadap semua sumber daya, dan kemudian pengontrolan. Semua fungsi tersebut dijalankan sebagai siklus
99
yang berputar. Dengan demikian hasil pengontrolan dijadikan sebagai umpan balik untuk memperbaiki program/rencana selanjutnya, dan demikian seterusnya. c. Perbaikan berkesinambungan Perbaikan yang berkesinambungan merupakan unsur mendasar dalam penciptaan budaya akhlak mulia. Perbaikan berkesinambungan merupakan usaha konstan untuk mengubah dan membuat sesuatu tindakan lebih baik secara terus menerus. Perbaikan berkesinambungan menuntut kepala sekolah memperbaiki setiap aspek dalam sistem organisasi sekolah pada setiap kesempatan. Pelaksanaannya antara lain dengan menciptakan komunikasi yang baik dalam memberikan informasi, memperbaiki masalah yang tampak nyata atau jelas, pandangan ke hulu (maksudnya mencari penyebab suatu masalah yang sesungguhnya dan mendasar, bukan pada gejalanya). 3. Memberikan Teladan Teladan merupakan salah satu pedoman bertindak. Siswa cenderung meneladani
pendidiknya. Hal ini diakui oleh semua ahli pendidikan. Dasar
pemikiran ini adalah bahwa secara psikologis anak memang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelek juga ditiru (Tafsir, 2008:143). Oleh karena itu guru hendaknya menjaga dengan baik perbuatan maupun ucapan sehingga
100
naluri anak yang suka meniru dan mencontoh dengan sendirinya akan turut mengerjakan apa yang disarankan, baik itu orang lain maupun guru (Marimba, 1962:85). Jika seorang guru hanya berbicara untuk menyuruh siswanya berbuat baik tapi guru tersebut tidak memberikan contoh terlebih dahulu dalam kesehariannya maka perkataan guru tadi akan diabaikan oleh siswanya. Pembinaan akhlak harus dimulai sejak dini, terutama di lingkungan keluarga. Daradjat (1994:87) berpendapat ”si anak yang mendengar orang tuanya mengucapkan asma Allah, dan sering melihat orang tuanya atau semua orang yang dikenal menjalankan ibadah, maka yang demikian itu merupakan bibit dalam pembinaan jiwa anak”. Setelah sampai usia sekolah, guru lah yang menjadi teladan bagi siswa. Teladan yang baik untuk siswa di sekolah adalah guru, kepala sekolah, dan semua jajarannya. Dan teladan yang baik untuk guru, kepala sekolah dan jajarannya adalah Nabi Muhammad SAW, karena dalam melakukan segala hal Rasul selalu mencontohkan terlebih dahulu. Guru, kepala sekolah, dan jajarannya telah berusaha memberikan teladan yang baik bagi siswa. Akan tetapi sesekali pernah melakukan kekhilafan. Siswa yang tidak baik biasanya mengambil atau mencontoh sisi negatif dari seorang guru, kepala sekolah atau jajarannya. Sebaiknya, siswa harus meniru sisi positifnya.
101
4. Hafalan surat pendek sebagai prasyarat Guru PAI mewajibkan siswa kelas X untuk menghafalkan surat-surat pendek dengan harapan jika siswa tersebut hafal surat pendek dan bisa mengamalkan kandungan dari ayat-ayatnya, maka siswa akan malu untuk berbuat tidak baik. Dan secara otomatis telah terbentuk akhlak yang baik. Hafalan surat pendek diwajibkan hanya untuk kelas X, siswa boleh menyetor hafalan sebisa mereka, dan waktunya tidak ditentukan. Batas maksimalnya adalah ketika setelah ujian akhir semester, hafalan mereka harus sudah selesai sampai ayat yang telah ditentukan oleh guru. Jika hafalannya belum selesai, maka guru PAI tidak akan mengeluarkan nilai mata pelajaran PAI-nya. Kepala sekolah menyetujui cara yang dilakukan guru PAI, karena bertujuan baik. 5. Penyampaian hikmah Sebagai seorang muslim wajib meyakini bahwa tidak satupun perintah baik yang bersifat wajib maupun anjuran yang kosong dari hikmah. Semua perintah dan anjuran sangat sarat dengan hikmah dan manfaat. Hikmah dan manfaat tersebut terkadang tidak secara langsung diperoleh orang yang telah melakukan kebaikan, akan tetapi bisa secara bertahap atau balasan kebaikan tersebut diperoleh di akhirat. Karena di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah berjanji akan menunjukkan rahasia di balik hikmah yang pada gilirannya nanti
102
akan membuktikan kebesaran Allah SWT dan kebenaran Islam. Oleh karena itu perintah Allah yang wajib dan yang sunnah sebaiknya kita laksanakan dengan penuh keikhlasan (Smeer, 2011:5). Contoh yang telah diungkapkan guru PAI kepada peneliti adalah menjelang peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW, beliau membuat forum
diskusi
mengenai
sejarah
lahirnya
Nabi
Muhammad
dan
menyampaikan hikmah di balik peristiwa yang terjadi saat Nabi lahir. Selain itu ketika menjelang hari raya Idul Adha, beliau menyampaikan manfaat jika melakukan anjuran sunnah puasa Arofah. Sebagai siswa yang baik hendaknya mematuhi peraturan sekolah, perintah, dan anjuran dari gurunya. Tidak mungkin peraturan sekolah dan anjuran guru itu menyesatkan muridnya. Semua itu akan membawa manfaat untuk diri sendiri dan orang lain. B. Kegiatan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah 1. Membaca Do’a (Do’a bersama sebelum pelajaran dimulai) Do’a belajar merupakan permohonan yang dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah SWT agar ditambahkan pemahaman dalam menimba ilmu. Doa yang siswa panjatkan adalah dengan membaca surat Al-Fatihah dilanjutkan membaca do’a akan belajar. Mereka berdo’a dengan harapan agar
103
Allah SWT memudahkan mereka dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh gurunya. 2. Membaca Asma’ul Husna Asma’ Allah yang menciptakan jagad raya dengan segala isinya ini telah memiliki aneka ragam nama yang berjumlah 99 nama. Dimana nama-nama itu bukanlah sekedar nama, melainkan nama-nama yang baik, yang sesuai dengan kenyataan bagi pemiliknya. Dan nama itu disebut Asma’ Al- Husna. Guru PAI membiasakan siswanya untuk membaca Asma’ul Husna karena banyak manfaat yang diperoleh dari membacanya, yang mana bila nama-nama itu kita sebut, mempunyai pengaruh dan manfaat yang besar lagi menakjubkan terhadap pekerjaan yang sedang kita lakukan dan bagi orang yang telah melakukan pekerjaan itu. Sebagaimana firmanAllah SWT dalam surat AlA’raf 180:
ولل اأسماء الحس ى فادع ه ب ا و روا اَل ي يلحدو في أسم ئ سيجزو ما ٨
كان ا يعمل
Artinya:“Hanya milik Allah asma’ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asm’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (Al-A’raf 180) Asma’ul Husna dibaca setiap hari oleh siswa SMK Al Falah yang nantinya akan membangkitkan kekuatan hati. Hati yang bersih akan memancar sifat-sifat Allah yang ada pada diri siswa. Sehingga lama-kelamaan
104
siswa akan menghayati lalu mencoba menginternalisasikan sifat-sifat Tuhan dan berperilaku terpuji (Nasution, 2009:82,103). 3. Baca Al-Qur’an Pada Pagi Hari Membaca Al-Qur’an bersama dilaksanakan sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, kira-kira 5-10 menit. Teknik membacanya adalah siswa dan guru membaca secara bersama-sama beberapa ayat, kemudian guru menunjuk siswa secara acak untuk membaca sendiri. Kegiatan ini dilaksanakan pada pagi hari dengan alasan otak siswa masih fresh sehingga bisa membangkitkan semangat belajar, selain itu agar siswa mampu membaca ayat Al-Qur’an dengan baik serta mampu mengerti dan memahami isi dari bacaan Al-Quran serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 4. Shalat Dhuha Berjama’ah Shalat Dhuha berjama’ah dilaksanakan sebelum istirahat pertama, tempatnya di aula SMK. Shalat Dhuha sudah dibiasakan sejak dari guru PAI yang dulu, yaitu pada masa awal pendiriannya. Hanya saja waktunya dulu pagi hari sebelum masuk, kalau sekarang waktunya menjelang istirahat pertama. Shalat Dhuha diimami oleh guru PAI sendiri, terkadang oleh kepala sekolah. Setelah usai shalat Dhuha, para siswa membaca Asma’ul Husna. Dan pada waktu-waktu tertentu guru PAI memberikan siraman rohani pada siswanya. Guru PAI membiasakan siswanya untuk shalat Dhuha agar siswa
105
bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena banyak sekali manfaat yang diperoleh dari keistiqomahan shalat Dhuha. 5. Shalat Dhuhur Berjama’ah Shalat jama’ah Dhuhur ini dilaksanakan pada waktu Dhuhur tiba, kecuali hari Jum’at dan Sabtu karena pada hari tersebut jam pelajaran tidak sampai Dhuhur. Jama’ah Dhuhur dilaksanakan oleh semua civitas yang ada di SMK Al Falah mulai dari guru, karyawan sampai siswa wajib mengikuti sholat jama’ah Dhuhur kecuali bagi yang berhalangan. Sholat Dhuhur berjama’ah dilaksanakan dengan tujuan siswa dapat saling mengenal satu dengan yang lain. Sehingga menumbuhkan atau mempererat tali silaturahmi baik di antara siswa dengan guru, siswa dengan karyawan maupun siswa dengan siswa. Sholat Dhuhur berjama’ah ini menjadi pembiasaan bagi semua civitas sekolah dalam upaya pembinaan Akhlakul karimah siswa dan menimbulkan rasa kekeluargaan di SMK Al Falah. Dengan adanya kegiatan diatas maka diharapkan mampu membina akhlakul karimah siswa. Karena akhlak yang baik itu pembentukan dan pembinaannya tidak hanya bisa melalui pelajaran saja, akan tetapi juga ditunjang dengan adanya kegiatan-kegiatan keagamaan. Dengan kegiatankegiatan itu terealisasikannya dengan contoh atau teladan yang baik dan nyata sehingga bisa membantu pembentukan dan pembinaan akhlakul karimah siswa.
106
6. Pembinaan Saat Upacara Bendera Pembinaan sebenarnya bisa dilakukan di mana saja, ketika di dalam kelas, di luar kelas, saat sharing bersama, dan saat upacara bendera. Saat penelitian, peneliti menyorot pembinaan yang dilakukan kepala sekolah saat upacara bendera hari Senin tanggal 21/10/2013. Kepala sekolah menjelaskan mengenai tata tertib sekolah dan tata tertib lalu lintas yang harus dipatuhi. Kepala sekolah memupuk kesadaran siswa dan guru agar melakukan kegiatan pembiasaan yang baik secara rutin dan disiplin, karena berawal dari itulah akhlaq al-karimah dapat dibentuk. Sekolah kejuruan berbeda dengan sekolah umum, sekolah kejuruan mempersiapkan generasi yang cendekiawan dan tenaga ahli, sedangkan sekolah umum hanya mempersiapkan cendekiawan. Oleh karena itu, siswa SMK harus mempunyai kedisiplinan yang tinggi agar siap terjun dalam dunia kerja. Kegiatan pembinaan di atas diimbangi dengan adanya tata tertib untuk mengatur akhlak atau perilaku yang diharapkan terjadi pada diri siswa, sehingga siswa memiliki pribadi yang baik. Tanpa adanya tata tertib otomatis pembinaan akhlakul karimah siswa tidak akan mungkin bisa terwujud, sebaliknya dengan melaksanakan tata tertib yang ada, maka dengan sendirinya akan membentuk pribadi siswa yang berakhlak.
107
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK AL Falah Dalam suatu kegiatan pastilah tidak lepas dari dukungan dan hambatan, diantara faktor pendukung dan penghambat kegiatan dalam membina akhlak siswa SMK Al Falah adalah sebagai berikut. 1. Faktor Pendukung a. Motivasi dan Dukungan Dari Orang Iua Motivasi pola hidup berakhlak tidak hanya diberikan oleh pihak sekolah saja, melainkan juga dari orang tua, karena setelah sampai di rumah siswa dibina oleh orang tua masing-masing dalam berakhlak. Di antara faktor
terpenting dalam lingkungan keluarga dalam pembinaan
akhlak anaknya adalah pengertian orang tua akan kebutuhan kejiwaan anak yang pokok, antara lain rasa kasih sayang, rasa aman, harga diri, rasa bebas dan rasa sukses. Selain perhatian, orang tua juga memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya, ketenangan dan kebahagiaan merupakan faktor positif yang penting dalam pembinaan remaja. Siswa yang bersekolah di SMK tidak akan merasa nyaman belajar dan termotivasi untuk menaati peraturan SMK
jika tidak di dukung oleh
keluarganya. Seperti yan telah diungkapkan oleh informan FI, NW, dan LM dalam wawancaranya dengan peneliti. Mereka yang memperoleh dukungan baik materi maupun non materi dari orang tua dan keluarganya 108
berusaha untuk selalu menaati peraturan dan perintah guru serta berusaha untuk menjadi yang terbaik. b. Sarana Yang Lengkap SMK Al Falah telah berdiri selama delapan tahun dan telah memiliki fasilitas yang lumayan lengkap walaupun masih ada sedikit kekurangan. Fasilitas yang di maksud adalah sarana dan prasarana yang mendukung yang digunakan untuk proses pembelajaran. Sarana yang dipakai untuk kegiatan pembiasaan meliputi aula yang luas, mushola, tempat wudlu, AlQur’an, bel otomatis dengan sistem komputerisasi yang jika tiba saatnya untuk sholat Dhuha bel tersebut bersuara Asma’ul Husna dan jika sudah tiba waktunya shalat Dhuhur bel tersebut bersuara adzan, dan tape recorder. Selain fasilitas di atas suasanannya juga mendukung karena terletak di tengah-tengah pondok pesantren, sehingga masih berbau suasana santri. Kyai juga ikut berperan menasihati siswa yang melanggar peraturan. c. Komitmen Bersama Sangat sulit merubah atau membuat kebiasaan baru pada suatu lembaga tanpa adanya komitmen bersama. Adanya komitmen bersama diawali dengan adanya pengertian, pengetahuan dan keyakinan individuindividu warga sekolah terhadap tujuan bersama. Untuk itu diperlukan
109
transformasi tidak sekedar sosialisasi terhadap visi, misi dan tujuan bersama. 2. Faktor Penghambat a.
Kurangnya Kesadaran Kepala sekolah dan guru pendidikan agama Islam telah berusaha mencanangkan pembiasaan baik setiap hari, dan memberikan contoh secara riil, akan tetapi masih banyak siswa yang belum sadar untuk melaksanakannya. Contohnya adalah ketika tiba waktunya untuk shalat Dhuha berjama’ah, para siswa berkumpul menuju aula akan tetapi sebagian kecil ada siswa yang tidak mengikuti shalat Dhuha berjama’ah. Mereka hanya mengikuti membaca Asma’ul Husna bersama-sama. Menurut guru PAI, siswa penuh alasan untuk tidak melakukan shalat Dhuha berjama’ah. Ketika peneliti bertanya kepada siswa tentang alasan mereka jarang mengikuti shalat Dhuha dan Dhuhur berjamah adalah sebagi berikut: 1) Informan FI
: tergantung dari moodnya pada hari itu.
2) Informan NW : Karena tidak ada perlakuan yang tegas bagi yang tidak mengikuti jama’ah Dhuha dan Dhuhur. 3) Informan NN : Sudah shalat Dhuha sebelum berangkat sekolah, karena malas ribet kalau shalat Dhuha di sekolah. Karena banyak teman
110
putri yang tidak shalat Dhuha, nantinya takut kalau dianggap anak sok alim. Dari beberapa alasan siswa di atas, peneliti berpendapat jika semua kegiatan pembiasaan di SMK Al Falah sebaiknya diberi perlakuan yang tegas mengenai sanksi bagi yang tidak mengikutinya. Karena dengan adanya
sanksi
tersebut
siswa
akan
merasa
terpaksa
untuk
melaksanakannya dan lambat laun akan menjadi kebiasaan tanpa ada paksaan. b. Fasiltas Kadang Kurang Mendukung Guna menunjang keberhasilan strategi guru agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa yaitu dengan adanya kegiatankegiatan yang diprogramkan khusus untuk pembinaan akhlakul karimah siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut bisa berjalan efektif apabila sarana dan prasarananya cukup, namun apabila sarana dan prasarananya tersebut kurang maka kegiatan tersebut tidak akan berjalan dengan maksimal. Dari hasil wawancara dengan guru PAI dan sebagian siswa yang menjadi responden pendukung, mereka terkadang merasa kendala air lah yang menghambat pelaksanaan shalat Dhuha dan shalat Dhuhur. Sebaiknya air di Al Falah tidak mengandalkan dari PAM dan sumur, tapi juga dengan membuat tampungan air yang besar. Agar sewaktu-waktu air
111
PAM dan sumur mati, masih memiliki cadangan air dan aktivitas tidak terganggu. c.
Waktu Yang Nanggung Shalat Dhuha di SMK Al-Falah dilakukan pukul 09.15 sebelum istirahat pertama, sedangkan jam istirahat dari pukul 09.15-09.40 WIB. Waktu tersebut oleh sebagian siswa dianggap nanggung. Menurut peneliti, yang dianggap waktu yang nanggung adalah karena jamnya menjelang istirahat pertama, yaitu jam 9.15 dan dilakukan hanya ± 10 menit. Terkadang jam tersebut bersamaan dengan siswa selesai jam olah raga keburu ingin istirahat makan/minum, akan/sedang praktik produktif, dan paginya sudah berwudlu tapi sudah batal.
d. Lingkungan masyarakat (pergaulan) Menurut Daradjat (1996:132): Kaburnya nilai-nilai dimata generasi muda. Mereka dihadapkan kepada berbagai kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral, yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka. Hal itu nampak jelas pada mereka yang sedang berada pada masa remaja, terutama yang hidup di kota-kota besar, yang mencoba mengembangkan diri ke arah kehidupan yang maju dan modern, di mana berkecamuk beraneka ragam budaya asing yang masuk seolah-olah tanpa di saring.
Pergaulan siswa di luar sekolah berpengaruh besar terhadap perilakunya. Oleh karena itu remaja harus pintar-pintar memilah teman
112
bergaul dan budaya asing yang masuk. Pengawasan dari orang tua dan sekolah berperan dalam perkembangan jiwa anak.
113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah dilakukan pembahasan dan analisis mulai dari bab I sampai dengan bab IV, guna menjawab pokok permasalahan dalam penelitian yang dilakukan, maka ada beberapa hal yang menjadi titik tekan sebagai kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu: 1. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah Sidomukti, Salatiga: pendekatan personal, pembiasaan yang baik, memberikan teladan, hafalan surat pendek sebagai prasyarat dan penyampaian hikmah. 2. Kegiatan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah: membaca do’a (do’a bersama sebelum pelajaran dimulai), membaca Asma’ul Husna, baca Al-Qur’an pada pagi hari, shalat Dhuha berjama’ah, shalat Dhuhur berjama’ah, pembinaan saat upacara bendera.
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa SMK Al Falah a. Faktor pendukung kegiatan pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah adalah: motivasi dan dukungan dari orang tua, sarana yang lengkap, dan
komitmen bersama.
114
b. Faktor penghambat kegiatan pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah adalah: kurangnya kesadaran, fasiltas kadang kurang mendukung, waktunya yang nanggung, lingkungan masyarakat (pergaulan) B. Saran Berdasarkan permasalahan yang peneliti bahas dalam skripsi ini yaitu mengenai strategi guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa SMK Al Falah, maka peneliti hendak menyampaikan saran sebagai berikut: 1. Para guru hendaknya selalu memberikan teladan tentang akhlak yang baik, dan secara bersama-sama melakukan peningkatan dalam pembinaan akhlakul karimah siswa, sehingga siswa mau meneladani dalam kehidupan sehari-hari. 2. Dalam pembinaan akhlakul karimah, hendaknya sekolah memberikan sanksi yang tegas terhadap peraturan dan kegiatan yang sudah ada. Hal tersebut agar menumbuhkan kesadaran siswa yang berawal dari keterpaksaan. 3. Sebagai siswa, hendaknya selalu mematuhi peraturan sekolah dan berpartisipasi pada kegiatan yang ada di sekolahnya selama kegiatan tersebut baik. C. PENUTUP Dengan teselesaikannya skripsi ini, peneliti mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang membantu. Akhir kata peneliti ucapkan
الْحمْد لله ر ِ الْعالمين
115
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Rineka Cipta. An-Nahlawi, Abdurrahman. 1989. Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, di sekolah, dan di Masyarakat. Bandung: CV Diponegoro. Al-Ghazali, Muhammad. 1985. Akhlak seorang Muslim. Semarang: Wicaksana. Al Mundiri, Zaki Al-Din Abd Al Azhim. 2002. Ringkasan Shahih Muslim. Terj. Syingithy Djamaluddin. Bandung: Mizan Azizi, Qodri. 2003. Pendidikan ( Agama ) untuk Membangun Etika Sosial. Semarang: Aneka Ilmu. Azzet, Akhmad Muhaimin. 2011. Menjadi Guru Favorit. Yogyakarta: ArRuzz Media. Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta. Daradjat, Zakiyah. 1976. Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang. 1995. Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan sekolah. Jakarta: Ruhama. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.
116
Halim, Nippan Abdul. 2000. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Hambal, Al-Imam Ahmad. 1978. Musnad Al-Imam Ahmad bin Hambal. Bairut: Maktabah Al-Islamiyyi. Jilid 2 Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Dan Pengamalan Islam (LPPI). Iswanto, Agus. 2009. Integrasi PAI dan PKN Mengupayakan PAI Yang Berwawasan Multikultural. Dalam Zainal Abidin dan Neneng Habibah (Ed.), Pendidikan Agama
Islam Dalam Perspektif
Multikulturalisme, Jakarta: Balai Litbang Agama dan PT Saadah Cipta Mandiri. Kartono, Kartini.1986. Psikologi Anak. Bandung: Alumni. Kementrian Agama. Al-Qur’anul Karim Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Terj. Abdul Hayyie AlKattani, dkk. Jakarta: Gema Insani Press. Marimba. 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al Maarif. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muslich, dkk. 2006. Konsep Moral dan Pendidikan Dalam Manuskrip Keraton Yogyakrta. Yogyakarta: YKII−UIN Sunana Kalijaga.
117
Nasution, Ahmad Taufik. 2009. Melejitkan SQ Dengan Prinsip 99 Asmaul Husna. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Nurdin, Muhammad. 2010. Kiat Menjadi Guru Profesional, Yogyakarta:ArRuzz Media. Rohmaniyah, Istighfarotur. 2010. Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Miskawaih Dalam Kontribusinya di Bidang Pendidikan. Malang: UIN-Maliki Press. Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Kencana. Smeer, H. Zeit. B. 2011. Hikmah dan Rahasia Tutunan Rasulullah: Dalam Aktivitas Sehari-Hari. Malang: UIN Malang. Syafaat, Aat., Sohari Sahrani, dan Muslih. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Rajawali Pers. Tafsir, Ahmad. 2008. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tohirin. 2008. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
118
Usman, Basyiruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta:Ciputat Pers. Yunus, Mahmud. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT Hidakarya Agung. Zuhairini. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional. http://kamusbahasaindonesia.org/faktor#ixzz2kFx9Amst ) (http://pendidikan-islamiyah.blogspot.com/2012/03/bidah-hasanah-parasahabat-setelah.html) (http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-fungsi-contohijtihad.html)
119