STATUS HEMATOLOGIS AYAM RAS PETELUR YANG DIPELIHARA PADA SISTEM FREE-RANGE DENGAN JENIS HIJAUAN YANG BERBEDA (Haematological Profile of Laying Hen Reared In Free-Range Systems with Different Types of Forage) Wempie Pakiding, Ambo Ako, M. Rachman Hakim, Mustakim Mattau, dan F. Watungadha Departemen Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar-90245 Corresponding author:
[email protected]
ABSTRACT Chicken reared in free-range system has an opportunity to express their natural instincts, acquire additional natural food, as well as life in the fresh air. This condition may increase the level of welfare that indicates the health status of the chicken. The purpose of this study was to investigate the health status through the observation of hematological profile of laying hens that were maintained in free-range systems with different types of forage. Research was conducted experimentally using a completely randomized design, 6 treatments with 3 replications. Treatment applied was the maintenance of laying hen in free-range system with different types of forage, comprising: R0 = without giving grass (intensive system), R1 = Paitan grass (Axonopus compressus), R2 = Setaria grass (Setaria sphacelata), R3 = Arachis (Arachis pitoi), R4 = Bengal grass (Panicum maximum), R5 = Calopo (Calopogonium spp). Four laying hens of Lohman Brown strains were kept in the paddock of 4 x 7 m (7 m2/head) which was planted with different forages. In each paddock was placed shelter of 1 x 1 m equipped with a tube feeder, drinker and laying nest. Treatment without giving the grass was reared in battery cages placed in postal house. At the end of the study, the blood was sampled from vena brachialis for investigating of hematocrit value and the number erythrocytes and leukocytes. The results indicated that hens reared in different types of forage have a similar number of erythrocytes, but the forage treatments were significantly affected hematocrit value and the number of leucocytes of laying hen. Key word: Hematological profile, Forages, Free-range, Laying hen. ABSTRAK Pemeliharaan ayam dengan sistem free-range memberi kesempatan kepada ayam untuk mengekspresikan insting secara alami, memperoleh makanan tambahan berupa hijauan, serta hidup pada udara yang segar. Kondisi ini dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan (welfare) yang mengindikasikan derajat kesehatan ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesehatan ternak melalui pengamatan hematologi darah ayam ras petelur fase produksi yang dipelihara pada sistem free-range dengan jenis hijauan yang berbeda. Penelitian dilakukan secara experiment dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 6 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah pemeliharaan sistem free-range dengan jenis hijauan yang terdiri atas: R0 = Tanpa pemberian rumput (sistem intensif) (kontrol), R1 = Rumput Gajah Paitan (Axonopus compressus), R2 = Rumput Setaria (Setaria sphacelata), R3 = Arachis (Arachis pitoi), R4 = Rumput Benggala (Panicum maximum), R5 = Calopo (Calopogonium spp). Empat ekor ayam ras petelur strain Lohman Brown fase produksi, dipelihara dalam pedok yang ditanami jenis hijauan yang berbeda dengan tingkat kepadatan 7 m2/ekor (4 x 7 m/pedok). Setiap pedok ditempatkan kandang 37
Wempie Pakiding dkk
terbuka ukuran 1 x 1 m yang dilengkapi dengan tempat pakan, minum dan sarang bertelur. Perlakuan tanpa pemberian rumput dilakukan dengan sistem pemeliharaan intensif pada kandang battery yang ditempatkan dalam kandang postal. Pada akhir penelitian dilakukan pengambilan darah pada vena jungularis untuk pengamatan nilai hematokrit, jumlah sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa ayam yang dipelihara pada jenis hijauan yang berbeda pada sistem pemeliharaan free-range memiliki jumlah sel darah merah yang sama, tetapi perlakuan pemeliharaan pada jenis hijauan yang berbeda berpengaruh terhadap nilai hemaktokrit dan jumlah sel darah putih ayam. Kata kunci: Status hematologsi, Hijauan, Free-range, Ayam petelur PENDAHULUAN Salah satu pola budidaya alternatif untuk mengeliminir keterbatasan pola pemeliharaan intensif pada produksi ternak unggas adalah sistem pemeliharaan free-range. Pada sistem budidaya ini, ayam dipelihara secara bebas dipadang rumput dan mengkonsumsi pakan alami sehingga produk yang dihasilkan lebih sehat dibanding dengan ayam yang dipelihara dalam kandang secara intensif (Fanatico et al., 2006). Pavlovski et al., (2009) melaporkan bahwa pemeliharaan secara alami pada sistem free-range menghasilkan ayam dengan level welfare lebih tinggi sehingga dapat menghasilkan kualitas produk yang lebih baik. Hal ini disebabkan ayam yang dipelihara dengan sistem free-range akan mengekspresikan insting yang lebih alami yang mengindikasikan derajat kesehatan ternak (Sosnowka-Czajka et al., 2007). Lebih lanjut Castellini et al. (2002) melaporkan bahwa kondisi pemeliharaan yang lebih alami dan peningkatan aktivitas dari ayam dapat menurunkan kadar lemak, kolesterol dan residu antibiotik pada daging dan telur. Demikian pula ayam yang dikembangkan di pastur legum menghasilkan telur yang mengandung lebih banyak vitamin A dan E dan juga mengandung lebih banyak asam lemak omega-3 dibanding ayam yang dipelihara di kandang (Korsten, et al., 2003). Bogosavljevic-Boscovic et al. (2006) menyimpulkan bahwa sistem pemeliharaan ayam adalah satu dari sekian banyak faktor non-genetik yang sangat mempengaruhi kualitas dari produk ayam. Sistem free-range juga dipahami sebagai salah satu jawaban dari segala ketakutan masyarakat terhadap keamanan pangan yang dihasilkan dari sistem pemeliharaan intensif menggunaan kandang batterai konvensional. Penempatan ayam dalam ruang yang sangat terbatas dan pemberian pakan komersil yang mengandung agrichemical yang tinggi sepanjang hidup ternak dapat berdampak pada tingkat kesehatan dan produk yang dihasilkan oleh ternak tersebut. Pada sisi lain, kebebasan aktivitas ayam dan kesempatan ayam mendapatkan pakan hijauan dari lingkungannya diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup ternak ayam yang dipelihara pada sistem free-range (Narahari, et al. (2005). Pakan ayam yang bersumber dari jenis hijauan yang berbeda menyebabkan perbedaan dalam hal nilai nutrisi dan zat kimia makanan pada ayam oleh karena setiap jenis hijauan mengandung unsur nutrisi yang berbeda-beda. Adanya perbedaan kebebasan beraktivitas dan akses terhadap hijauan berdampak terhadap performa yang digambarkan pula dengan parameter hematologis. Studi hematologi dapat membantu dalam memahami hubungan antara karakteristik fisiologis terutama sistem sirkulasi dengan aspek lingkungan. Darah merupakan parameter yang baik untuk menilai status fisiologis seekor ternak, dengan gambaran bahwa ternak dengan kondisi komposisi darah yang baik dapat dikatakan berada dalam kondisi performa yang baik (Durai, et al 2013). Perbedaan nilai dari beberapa parameter hematologi pada ayam yang dipelihara dengan sistem perkandangan yang berbeda dapat memberikan gambaran perbedaan fisiologis, dan menentukan ada atau tidaknya kondisi stress akibat 38
Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
kondisi lingkungan pemeliharaan. Oleh sebab itu dilakukan penelitian yang bertujuan mengkaji tentang dampak pemberian hijauan yang berbeda pada sistem pemeliharaan freerange terhadap tingkat kesehatan ayam yang digambarkan melalui status hematologis ayam ras petelur. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Ternak yang digunakan berjumlah 72 ekor ayam ras petelur strain Lohman Brown fase produksi. Pada pemeliharaan secara free-range, masingmasing paddok ditempatkan 4 ekor, dan pada pemeliharaan intensif, setiap cage ditempatkan dua ekor ayam. Pengamatan performa ayam ras terhadap jenis hijauan pakan, dilakukan secara experiment dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 5 perlakuan dengan 3 ulangan (setiap ulangan terdiri atas 4 ekor ternak sebagai sub-ulangan). Adapun perlakuan jenis hijauan yang diterapkan adalah: R0 = Tanpa pemberian rumput (sistem intensif) (kontrol), R1 = Rumput Gajah Paitan (Axonopus compressus), R2 = Rumput Setaria (Setaria sphacelata), R3 = Arachis (Arachis pitoi), R4 = Rumput Benggala (Panicum maximum), R5 = Calopo (Calopogonium spp). Lahan yang digunakan seluas 420 m2 yang selanjutnya dibagi kedalam lima kelompok perlakuan jenis hijauan yang masing-masing seluas 84 m2. Setiap kelompok perlakuan selanjutnya dibagi kedalam tiga paddok ulangan, masing-masing seluas 28 m2. Paddok yang digunakan terlebih dahulu dilakukan pengolahan dan pemupukan dengan menggunakan manure ayam dengan level pemupukan 1 ton/ha. Selanjutnya dilakukan penanaman 5 jenis hijauan sesuai dengan perlakuan dengan menggunakan anakan dengan jarak tanam 40 cm. Tanaman dipelihara dengan melakukan penyiangan dari gulma selama kurang lebih 2 bulan sampai dengan tanaman siap untuk digrazing. Setiap paddok ditempatkan kandang/naungan dengan konstruksi terbuat dari balok kayu, dinding kawat dan atap rumbia yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum serta sangkar untuk tempat bertelur. Ukuran kandang adalah 1,0 x 1,0 m dan ditempatkan secara permanen pada bagian tengah setiap paddok ulangan. Untuk perlakuan intensif (kontrol), kandang yang digunakan adalah kandang batterai (cage) berukuran 30 x 40 x 40 cm, berjumlah 12 buah dan dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum. Kandang batterai ditempatkan dalam kandang postal yang dilengkapi dengan lampu penerang. Selama pengamatan ayam diberi pakan dan air minum serta dilakukan pencegahan penyakit.. Pakan yang digunakan adalah campuran antara jagung, dedak dan konsentrat komersil yang disusun secara isokalori dan isoprotein sesuai dengan rekomendasi NRC. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada every day basis (120 g/ekor/hari) yang diberikan pada pagi dan sore hari dengan jumlah yang sama. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum dan pengumpulan telur dilakukan pada pagi dan sore hari. Pada akhir penelitian dilakukan pengambilan sampel darah sebanyak 1 (satu) ekor dari setiap unit percobaan melalui vena brachialis dengan menggunakan syringe. Darah ditampung dalam dua tabung berisi antikoagulan untuk pengamatan hematologis. Parameter yang di amati adalah nilai hematokrit, jumlah sel darah merah (eritrosit) dan jumlah sel darah putih (leukosit) Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan perbedaan diantara perlakuan diuji lanjut dengan uji beda nyata terkecil (Gasperz, 1991).
39
Wempie Pakiding dkk
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai hematokrit Nilai hematokrit merupakan suatu istilah yang memberi arti persentase (berdasarkan volume) dari darah yang terdiri dari sel darah merah (Frandson, 1996). Williams et al. (2004) mengemukakan bahwa nilai hematokrit dapat memberikan informasi mengenai kapasitas daya tampung oksigen darah, dan nilai hematokrit yang rendah akan berakibat pada penurunan performans aerobik sistem sirkulasi. Selain itu, nilai hematokrit juga dapat memberikan gambaran mengenai tingkat efisiensi penggunaan pakan pada ayam (Mmereole, 2009). Rata-rata nilai hematokrit darah ayam yang dipelihara secara free-range dengan jenis hijauan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 1.
Nilai Hematokrit (%)
40.0 29.00b
30.0
20.0
29.83b
32.33b
29.67b
28.00b
15.17a
10.0
0.0 R0
R1
R2 R3 Perlakuan
R4
R5
Keterangan : R0: kontrol (intensif); R1: Rumput Gajah Paitan (Axonopus compressus); R2 : Rumput Setaria (Setaria sphacelata); R3 : Arachis (Arachis pitoi); R4 = Rumput Benggala (Panicum maximum); R5 : Calopo (Calopogonium spp). abSuperskrip berbeda yang mengikuti nilai pada perlakuan yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Gambar 1.
Rata-rata nilai hematokrit ayam ras yang dipelihara pada sistem free-range dengan jenis hijauan yang berbeda.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan nilai hematokrit mengindikasikan bahwa nilai hematokrit berkisar antara 15,17 – 32,33% dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis hijauan setaria dan terendah pada perlakuan intensif (kontrol). Nilai hematokrit yang diperoleh masih berada dalam rentang nilai normal sebagaimana dilaporkan oleh Tumova et al. (2004), Suchy et al (2004), Pavlik et al. (2007), dan Durai et al. (2012). Hasil analisis ragam mengindikasikan bahwa perlakuan jenis hijauan memberi pengaruh signifikan terhadap nilai hematokrit yang diperoleh. Hasil uji beda nyata terkecil memperlihatkan bahwa nilai hematokrit pada perlakuan kontrol, nyata lebih rendah dibanding dengan nilai hematokrit ayam yang mendapat akses hijauan dan tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan jenis hijauan. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan aktifitas ayam yang sangat terbatas pada perlakuan intensif. Lichovnikova et al. (2002) melaporkan bahwa keterbatasan gerak pada ayam yang dipelihara pada sistem intensif cenderung memperlambat reproduksi sel darah merah sehingga proses metabolisme dalam tubuh lebih rendah. Sel darah merah inilah yang akan mempengaruhi nilai hematokrit.
Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit) Sel darah merah atau eritrosit berfungsi sebagai alat transport terutama oksigen dan zat-zat nutrisi keseluruh tubuh. Jumlah eritrosit yang bersirkulasi dalam tubuh berkaitan oxygen carrying capacity. Oleh karena itu, mengetahui jumlah eritrosit penting artinya untuk mengevaluasi sistem pemeliharaan ayam petelur dengan sistem free range. Rata-rata jumlah sel darah merah ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem free-range dengan jenis hijauan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2. 3.20
Jumlah Eritrosit (x106/mm3)
3.10 3.00
2.96
2.93 2.84
2.90
2.82
2.80
2.69
2.70
2.58
2.60 2.50 2.40 2.30 R0
R1
R2
R3
R4
R5
Perlakuan Keterangan : R0: kontrol (intensif); R1: Rumput Gajah Paitan (Axonopus compressus); R2 : Rumput Setaria (Setaria sphacelata); R3 : Arachis (Arachis pitoi); R4 = Rumput Benggala (Panicum maximum); R5 : Calopo (Calopogonium spp).
Gambar 2.
Rata-rata jumlah eritrosit ayam ras yang dipelihara pada sistem freerange dengan jenis hijauan yang berbeda.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan terdapat variasi jumlah sel darah merah pada masing masing perlakuan. Namun hasil analisis ragam mengindikasikan bahwa perlakuan jenis hijauan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah sel darah merah ayan yang dipelihara pada sisten free-range. Hasil tersebut sejalan dengan beberapa studi yang melibatkan beberapa jenis ayam yang dipelihara secara intensif dalam kandang cage (Suchy et al., 2004) dan berbagai variasi sistem pemeliharaan lain seperti furnished cage (Pavlik et al., 2007), deep litter (Molee et al., 2011), maupun free range (Olaniyi et al., (2012). Tidak ditemukannya perbedaan antara ayam petelur yang dipelihara secara intensif dalam kandang cage dengan yang dipelihara pada sistem free range dan ditanami jenis hijauan yang berbeda pada penelitian ini, memperkuat hasil yang serupa yang telah dilaporkan beberapa peneliti sebelumnya (Molee et al. 2011; Olaniyi et al., 2012; dan Nyaulingo, 2013). Suchy et al. (2004) menegaskan bahwa jumlah eritrosit pada unggas lebih banyak dipengaruhi oleh faktor umur dibandingkan dengan faktor perbedaan sistem pemeliharaan. Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Sel darah putih atau biasa dikenal dengan leukosit merupakan sel yang membentuk komponen darah. Rata-rata jumlah sel darah putih ayam ras petelur yang dipelihara dengan sistem free-range dengan jenis hijauan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3.
Wempie Pakiding dkk
575.0c
Jumlah Sel Darah Putih (sel/mm3)
600.0
475.0bc
500.0 400.0ab 400.0
416.7ab
375.0ab
350.0a
300.0 200.0 100.0 0.0 R0
R1
R2
R3
R4
R5
Perlakuan Keterangan : R0: kontrol (intensif); R1: Rumput Gajah Paitan (Axonopus compressus); R2 : Rumput Setaria (Setaria sphacelata); R3 : Arachis (Arachis pitoi); R4 = Rumput Benggala (Panicum maximum); R5 : Calopo (Calopogonium spp). abc Superskrip berbeda yang mengikuti nilai pada perlakuan yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Gambar 2.
Rata-rata jumlah sel darah putih ayam ras yang dipelihara pada sistem free-range dengan jenis hijauan yang berbeda.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa jumlah sel darah putih yang diperoleh berkisar antara 350 – 575 sel/mm3 dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan setaria dan terendah diperoleh pada perlakuan benggala. Hasil analisis ragam mengindikasikan bahwa perlakuan jenis hijauan secara signifikan mempengaruhi jumlah sel darah putih pada ayam ras petelur. Hasil uji beda nyata memperlihatkan bahwa perlakuan setaria nyata lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang lainnya kecuali pada perlakuan arachis. Sebaliknya tidak terdapat perbedaan diantara perlakuan yang lain kecuali diantara perlakuan arachis dan benggala. Hasil yang diperoleh ini lebih rendah dibanding laporan Molee et al 2011 dengan nilai 0,87 x 104/mm3. Jumlah sel darah putih yang lebih tinggi pada pemeliharaan secara free range menggunakan hijauan jenis rumput setaria dan arachis mengindikasikan bahwa jenis hijauan tersebut kemungkinan mengandung subtansi yang memicu terjadinya peningkatan jumlah leukosit (Shini, 2003). Ogbe and Affiku (2012) mengemukakan bahwa berbagai jenis tanaman dapat mengandung subtansi anti-nutrisi yang dapat menurunkan daya cerna suatu jenis hijauan, dan dapat pula mengandung senyawa toksik yang dapat mempengaruhi jumlah sel darah putih sebagai bentuk penyesuaian terhadap perubahan status fisiologis akibat adanya senyawa tersebut. Namun demikian, masih perlu dikaji lebih lanjut mengenai jenis dan kadar subtansi yang dikandung jenis hijauan yang diberikan pada pemeliharaan secara free range, mengingat hasil studi sebelumnya (Ridwan, 2015), model pemeliharaan free range tidak menurunkan produksi telur yang dihasilkan oleh ayam ras petelur. KESIMPULAN Ayam yang dipelihara pada jenis hijauan yang berbeda pada sistem pemeliharaan freerange memiliki jumlah sel darah merah yang sama, tetapi perlakuan pemeliharaan pada jenis hijauan yang berbeda berpengaruh terhadap nilai hematokrit dan jumlah sel darah putih ayam ras petelur.
Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
DAFTAR PUSTAKA Bogossavijevic-Boskovic, S., V.Kurcubic, M. Petrovic, V. Radovic. 2006. The effect of season and rearing systems on meat quality traits. Czech J. Anim. Sci., 51(8): 369-374. Castellini, C., C. Mugnai, A. Dal Bosco. 2002. Effect of organic production system on broiler carcass and meat quality. Meat Sci., 60: 219-225. Durai, P.C., T. P. T. Maruthai, S. S. Arumugam, and O. A. Venugopal. 2012. Haematological profile and erythrocyte indices in different breed of poultry. Int. J. Livestock Res., 2(3): 89-92. Fanatico, A. 2007. Speciality poultry production: Impact of alternative genotype, production system, and nutrition on performance, meat quality and sensory attributes of meat chickens free range and organic markets. PhD diss., Unifersity of Arkansas. Frandson, R. D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Gadjah University Press. Yogyakarta.
Mada
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung Karsten, H. D., G. L. Crews, R. C. Stout, And P. H. Patterson. 2003. The impact of outdoor coop housing and forage based diets vs. cage housing and mash diets on hen performance, egg composition and quality. Paper presented at the international poultry scientific forum, Atlanta. Lichovníková M., L. Zeman, D. Klecker, M. Fialová. 2002. The effect of the long term administration of dietary lipase on the performance of laying hens. Czech J. Anim. Sci., 47: 141–145. Mmereole, F. U. C. 2009. Effect of age and breeds on the haematological parameters of broilers. Natural and Applied Science Journal, 10: 1-8. Narahari, D. P. A. Michealraj, Kirubakaran, and T. Sujatha. 2005. Antioxidant, cholesterol reducing, immunomudulating and other health promoting properties of herbal enriched egg. In: Proceeding of XIth European symposium on the quality of eggs and egg products. Doorwerth, Netherland. Pp. 194-201. Nyaulingo, J. M. 2013. Effect of different management systems on haematological parameters in layers chickens. Dissertation. Sokoine University of Agriculture, Morogoro, Tanzania. Ogbe, A. O. and J. P. Affiku. 2012. Effect of polyherbal aqueous extract (Moringa oleifera, Arabic gum, and wild Ganoderma lucidum) in comparison with antibiotic on growth performance and haematological parameters of broilers chickens. Res. J. Recent Sci., 1(7):10-18. Olaniyi, O. A., O. A. Oyenaiya, O. M. Sogunle, O. S. Akinola, O. A. Adeyemi, and O. A. Ladokun. 2012. Free range and deep litter housing systems: effect on performance and blood profile of two strains of cockerel chickens. Tropical and Subtropical Agroecosystems, 15: 511-523. Pavlik, A., M. Pokludova, D. Zapletal, P. Jelinek. 2007. Effect of housing systems on biochemical indicators of blood plasma in laying hens. Acta Vet. Brno, 76: 339-347 Pavlovski Z., Z. Skrabic, M. Lukic, V. L. Petricevic, S. Trenkovski. 2009. The effect of genotype and housing system on production results of fattening chickens. Biotechnology in Animal Husbandry, 25: 221-229. 43
Wempie Pakiding dkk
Ridwan, M. 2015. Performa Ayam Ras Petelur ayng Dipelihara secara Free Range dengan Waktu Pemberian Naungan Alami yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Shini, S. 2003. Physiological responses of laying hens to the alternative housing systems. Int. J. Poult. Sci., 2 (5): 357-360. Sosnowka-Czajka, E., I. Skomorucha, E. Herbut, R. Muchaka R. 2007. Effect of management systems and flock size on the behavior of broiler chickens. Annals of Animal Science 7(2), 329-335. Suchy, P., E. Strakova, B. Jarka, J. Thiemel, and V. Vecerek. 2004. Differences between metabolic profiles of egg-type and meat-type hybrid hens. Czech J. Anim.Sci., 49: 323328. Tumova, E., H. Hartlova, Z. Ledvinka, and A. Fucikova. 2004. The effect of digitonin on egg quality, cholesterol content in eggs, biochemical and haematological parameter in laying hens. Czech J. Anim. Sci. 49 (1): 33-37. Williams, T. D., W. O. Challenger, J. K. Christians, M. Evanson, O. Love, and F. Vezina. 2004. What causes the decrease in haematocrit during egg production? Func. Eco., 18: 330336.
44