SKRIPSI
PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR DEHP DAN ANALISIS MIGRASI DEHP KE DALAM SIMULAN PANGAN DI PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN, BADAN POM RI
Oleh PRATIWI RETNO F24050949
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR DEHP DAN ANALISIS MIGRASI DEHP KE DALAM SIMULAN PANGAN DI PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN, BADAN POM RI
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh PRATIWI RETNO F24050949
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Pratiwi Retno. F24050949. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP dan Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan di Pusat Riset Obat dan Makanan, Badan POM RI. Di bawah bimbingan Maggy T. Suhartono dan Winiati P. Rahayu. RINGKASAN Seiring dengan berkembangnya teknologi pengemasan pangan, penggunaan bahan kimia pun semakin meningkat sehingga banyak muncul isu yang mencuat terkait dengan bahaya kimia. Salah satu isu kimiawi yang mencuat dan menjadi perhatian dunia internasional saat ini adalah migrasi bahan pemlastis kemasan ke dalam pangan, khususnya di-(2-etilheksil) ftalat (DEHP). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat telah mendeteksi keberadaan ftalat dalam sampel urin dari seluruh 2,790 orang yang diuji, kecuali pada 12 orang (CDC, 2005), dengan enam atau lebih jenis ftalat ditemukan pada 84% orang yang diuji. Besar paparan DEHP adalah sebesar 32% dari keseluruhan paparan ftalat. DEHP ini memiliki efek kronis yaitu menumpuk dalam tubuh dan akan menimbulkan masalah kesehatan setelah bertahun-tahun kemudian. DEHP termasuk kategori dua dalam pelabelan dan klasifikasi bahaya, yang artinya bahan diperlakukan seperti jika berdampak pada manusia, berdasarkan bukti jelas pada hewan. DEHP merupakan pemlastis yang sebagian besar digunakan untuk meningkatkan fleksibilitas kemasan jenis polivinil klorida (PVC). Menurut survei di Eropa tahun 1999 yang dilakukan oleh European Council for Plasticisers and Intermediates (Cadogan, 2006), DEHP merupakan jenis pemlastis yang paling banyak digunakan, yakni sebesar 42%. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tanggal 20 Agustus 2007 telah mengatur mengenai batas migrasi beberapa zat kemasan yang kontak dengan pangan, tetapi belum mengatur tentang batas penggunaan dan migrasi DEHP. Selain itu, metode penentuan kadar DEHP dan analisis migrasi DEHP yang dikembangkan di Indonesia masih terbatas. Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah membantu melaksanakan pengembangan metode penentuan kadar DEHP dan analisis migrasi DEHP ke dalam simulan pangan (n-heptana). Data yang diperoleh diharapkan dapat menunjang penelitian mengenai DEHP berikutnya sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan mengenai DEHP. Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI), pengembangan metode penentuan kadar DEHP, dan pengembangan metode analisis migrasi DEHP ke dalam simulan pangan (n-heptana). Seluruh tahapan penelitian menggunakan instrumen GC-MS dengan kondisi kolom 30 m x 0.25 mm I.D. x 0.25 μm df HP-5MS; injeksi splitless (1 μl); suhu awal oven 50°C, dipertahankan selama 1 menit, dinaikkan dengan laju 30°C/menit hingga 280°C, dinaikkan dengan laju 15°C/menit hingga 320°C dan dipertahankan selama 3 menit; gas pembawa Helium, 0.99 ml/menit (36.1 cm/detik), aliran tetap (52.6 kPa); dan deteksi dengan MS dalam mode SIM. LDI yang dicari dalam penelitian ini merupakan batas terendah konsentrasi DEHP yang dapat dideteksi oleh instrumen GC-MS untuk n-heptana. LDI yang
didapat adalah 1.00 µg/ml n-heptana dengan koefisien korelasi (r) kurva sebesar 0.986. Metode ini disarankan untuk diulang lagi dengan penambahan standar internal butil benzil ftalat (BBP) agar diperoleh r kurva yang lebih baik (>0.99). Pengembangan metode penentuan kadar DEHP dilakukan dengan memodifikasi metode dari Consumer Products Safety Commision (CPSC) dan Sentra Teknologi Polimer (STP), lalu mengujinya pada satu sampel kemasan lunch box PVC (sampel A). Modifikasi dilakukan melalui penambahan miliQ untuk memudahkan pengendapan senyawa selain ftalat, sehingga pengekstrakan DEHP juga menjadi lebih mudah dan lebih banyak. Perbedaan modifikasi metode yaitu metode A tidak ditambahkan miliQ, metode B ditambahkan 5 ml miliQ, sedangkan metode C ditambahkan 10 ml miliQ. Persentase kadar DEHP berturutturut pada metode A, B, dan C adalah 2.33, 119.77, dan 40.74%. Seluruh Relative Standard Deviation (RSD) metode memenuhi kriteria yang baik RSD (<2%). Akan tetapi, metode yang dipilih untuk divalidasi lebih lanjut adalah metode C. Pengembangan metode analisis migrasi DEHP dilakukan dengan penggunaan simulan pangan sebagai langkah awal sebelum mengujicobakannya ke dalam pangan. Simulan pangan yang digunakan adalah n-heptana sebagai pengganti pangan berlemak (nasi goreng dan kue). Sampel kemasan yang digunakan adalah lima merek kemasan PVC berjenis lunch box dan wadah kue (sampel A, B, C, D, dan E). Perlakuan sampel kemasan pangan yaitu direndam dalam n-heptana pada suhu 38ºC selama 30 menit, lalu dievaporasi dan dilarutkan kembali dengan n-heptana. Besar migrasi DEHP dengan kondisi penelitian ini pada sampel A, B, C, D, dan E secara berurutan adalah 13.13, 9.82, 8.76, 17.33, dan 5.54 µg/10 cm2/menit. Migrasi kelima sampel PVC ini melebihi batas maksimum migrasi DEHP yang ditetapkan oleh Scientific Committee on Toxicity, Ecotoxicity and the Environment (SCTEE), yakni sebesar 1.6 µg/10 cm2/menit. Akan tetapi, rata-rata RSD metode ini cukup baik (2.95%), sehingga metode ini layak disarankan untuk divalidasi agar diperoleh metode yang valid. Penelitian ini dilakukan di Pusat Riset Badan POM RI dalam rangka magang. Selain diperoleh data mengenai DEHP ini, penulis berkesempatan mengaitkan antara ilmu yang diperoleh di perguruan tinggi dengan di tempat magang, sehingga penulis dapat meningkatkan kemampuan analisisnya dan mendapatkan pula wawasan mengenai lingkungan kerja di instansi pemerintah.
2
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR DEHP DAN ANALISIS MIGRASI DEHP KE DALAM SIMULAN PANGAN DI PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN, BADAN POM RI
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh PRATIWI RETNO F24050949
Menyetujui, Bogor, 20 Januari 2010 Dosen Pembimbing I/Akademik,
Dosen Pembimbing II/Lapang,
(Prof. Dr. Maggy T. Suhartono)
(Prof. Dr. Winiati P. Rahayu)
NIP: 19530507.197701.2.001
NIP: 19560813.198201.2.001 Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP: 19650814.199002.1.001 Tanggal lulus: 11 Januari 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang merupakan anak pertama dari pasangan Wiyanto Suroso dan Cut Anita Krishna, dilahirkan pada tanggal 3 Mei 1987 di Jakarta. Penulis memiliki dua adik, yaitu Ariwiyanti Yasmin dan Farhan Sujatmoko. Sejak usia dua tahun hingga saat ini, penulis tinggal di Depok. Penulis bersekolah di Taman Kanak-Kanak Nurul Islam selama dua tahun. Kemudian meneruskan pendidikan di SD Yaspen Tugu Ibu (1993-1999), SLTP Negeri 3 Depok (1999-2002), dan SMA Negeri 1 Depok (2002-2005). Selama SLTP, penulis aktif di ekstrakurikuler Rohani Islam. Begitu pula di SMA. Selain itu, penulis pun kerap mengisi acara berlingkup kota maupun nasional melalui ekstrakurikuler lain yang diikutinya, yakni Rampak Kendang. Saat kelulusan, penulis mendapat predikat Siswa Berprestasi Akademik di SMA Negeri 1 Depok. Melalui jalur USMI, penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis memilih Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan dengan Minor Perkembangan Anak. Pada tingkat pertama, penulis mengikuti UKM bela diri Thifan Pokhan dan Panahan. Saat kenaikan tingkat, penulis sempat mendapatkan penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi Akademik Tingkat Persiapan Bersama IPB. Selama menjalani kuliah mulai tingkat dua hingga empat, penulis mendapatkan beasiswa pendidikan Tanoto yang diberikan oleh Tanoto Foundation. Berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan diikuti penulis, antara lain: Anggota Badan Pengawas Masa Perkenalan Fakultas Fateta (2008), Pengurus BEM Fateta Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (2007-2008), Bendahara Food Chat Club (2007-2008), Bendahara Kejuaraan Nasional Panahan In Door Terpadu VII
(2007), Panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XV
(2007), Sekretaris Kepanitiaan Wisuda Sarjana (2007) dan Wisuda Diploma (2006), dan sebagainya. Saat ini penulis bersama beberapa teman dari ITP 42 dan 43 membuka kantin bernama Café Friends 24 yang didanai oleh Direktorat Pengembangan Kewirausahaan dan Hubungan Alumni IPB.
Menjelang tingkat akhir, penulis melakukan penelitian tentang ”Efek Sorgum, Jewawut, dan Ketan Hitam dalam Pencegahan Hemolisis Eritrosit Manusia dan Tikus”. Akan tetapi, penulis memilih untuk mengerjakan tugas akhir berdasarkan hasil kegiatan magangnya yang dilaksanakan di Pusat Riset Obat dan Makanan Badan POM RI. Penelitian ini berjudul ”Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP dan Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan di Pusat Riset Obat dan Makanan, Badan POM RI”.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP dan Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan di Pusat Riset Obat dan Makanan, Badan POM RI” dengan baik. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Pada kesempatan ini dengan segenap hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibunda, ayahanda, dan kedua adikku tercinta. Terima kasih atas doa, kasih sayang yang tulus serta dukungan moril dan materil yang berharga bagi penulis 2. Ibu Prof. Dr. Maggy T. Suhartono selaku dosen pembimbing I/akademik dan Prof. Dr. Winiati P. Rahayu selaku dosen pembimbing II/lapang yang telah memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis 3. Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berarti bagi kesempurnaan skripsi ini 4. Ibu Wiwi Hartuti, S. Farm., Apt. selaku pembimbing teknis di PROM serta seluruh kepala bidang dan staf PROM lainnya yang telah membantu dan membimbing selama penulis magang 5. Tanoto Foundation yang telah memberikan dukungan materiil dalam bentuk beasiswa pendidikan kepada penulis 6. Seluruh dosen dan staf Departemen ITP dan IKK atas ilmu dan bantuannya selama penulis berkuliah 7. Boyke Fadhliy atas perhatian dan pemberian motivasinya untuk terus maju 8. Mike M. Siregar, Upik Rasi S.R., Tri Oktora A., Priyanka P.D., Siyam S., dan Fitri selaku rekan satu bimbingan dan penelitian yang selalu menyemangati
i
9. Keluarga Café Friends 24, yaitu Fahmi N., Riza A.A., RH. Fitri Faradilla, Widya, Widi, Risma, Rina, Rijali, Zul, dan Tito yang menemani penulis mengembangkan café sembari mengerjakan skripsi 10. Keluarga besar ITP 41, 42, dan 43. Terima kasih atas kebersamaan yang selama ini terjalin 11. Seluruh teman kos di Harmony 2 dan Wisma SAS 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dan telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari kesalahan. Namun, penulis berharap semoga hasil karya ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, 20 Januari 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii I.
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1 B. TUJUAN ................................................................................................... 2 C. MANFAAT ............................................................................................... 2
II. KEADAAN UMUM INSTANSI ..................................................................... 3 A. VISI DAN MISI PROM ........................................................................... 4 B. TUGAS DAN FUNGSI PROM ................................................................ 4 C. BIDANG RISET PROM........................................................................... 5 III. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 7 A. KEMASAN PANGAN ............................................................................. 7 B. MIGRASI KEMASAN PANGAN ........................................................... 9 C. SIMULAN PANGAN ............................................................................... 9 D. DI-(2-ETILHEKSIL) FTALAT (DEHP) ................................................ 11 1.
Karakteristik..................................................................................... 11
2.
Produksi dan Penggunaan ................................................................ 12
3.
Regulasi ........................................................................................... 12
4.
Metabolisme..................................................................................... 14
5.
Dampak terhadap Tubuh .................................................................. 15
E. TEKNIK PENGUKURAN DEHP .......................................................... 16 IV. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG ........................................................... 18 A. KEGIATAN KERJA DI PROM ............................................................. 18 1.
Pelatihan HPLC ............................................................................... 18
2.
Pelatihan GC-MS ............................................................................. 18
3.
Pencarian Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut .................. 18
4.
Pembuatan Draft Proposal Program Intensif Riset Terapan ............ 19
iii
B. PENELITIAN PENGEMBANGAN METODE ..................................... 19 V. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 20 A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................. 20 B. METODE ................................................................................................ 21 1.
Penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI) (Harmita (2004) dan EU (2001)) ....................................................................................... 21
2.
Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP (modifikasi CPSC (2009) dan STP (2009)) ................................................................... 23
3.
Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan (modifikasi Badan POM RI (2007a) dan EU (2001)) ......... 26
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 28 A. KEGIATAN KERJA DI PROM ............................................................. 28 1.
Pelatihan HPLC ............................................................................... 28
2.
Pelatihan GC-MS ............................................................................. 29
3.
Pencarian Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut .................. 30
4.
Pembuatan Draft Proposal Program Intensif Riset Terapan ............ 30
B. PENELITIAN PENGEMBANGAN METODE ..................................... 31 1.
Persiapan Bahan dan Alat ................................................................ 31
2.
Kondisi Pengukuran, Troubleshooting, dan Maintenance GC-MS . 32
3.
Penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI) (Harmita (2004) dan EU (2001)) ....................................................................................... 36
4.
Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP (modifikasi CPSC (2009) dan STP (2009)) ................................................................... 39
5.
Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan (modifikasi Badan POM RI (2007a) dan EU (2001)) ......... 44
VII. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 48 A. KESIMPULAN ....................................................................................... 48 B. SARAN ................................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 50 LAMPIRAN .......................................................................................................... 54
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kimia DEHP (Gobas et al., 2003) ...................................... 11 Gambar 2. Skema penelitian .............................................................................. 21 Gambar 3. Sampel penentuan kadar DEHP ....................................................... 24 Gambar 4. Sampel analisis migrasi DEHP ........................................................ 26 Gambar 5. HPLC seri 20 AD Shimadzu ............................................................ 28 Gambar 6. GC-MS seri QP-2010 Shimadzu...................................................... 30 Gambar 7. Fragmentasi massa DEHP (David et al., 2003) ............................... 33 Gambar 8. Sampler di bagian autosampler (AOC-20s) .................................... 34 Gambar 9. Jendela Peak Monitor View ............................................................. 35 Gambar 10. Penggantian septum ......................................................................... 36 Gambar 11. Kromatogram larutan DEHP 0.75 µg/ml ......................................... 37 Gambar 12. Kurva hubungan antara konsentrasi DEHP dengan rata-rata area DEHP ............................................................................................... 38 Gambar 13. Kromatogram larutan DEHP 0.75 µg/ml + BBP 1000 µg/ml ......... 39 Gambar 14. Penggumpalan pada larutan setelah penambahan miliQ ................. 42 Gambar 15. Perbandingan kromatogram tiga ulangan injeksi pada (a) metode A, (b) metode B, (c) metode C ............................................................. 43 Gambar 16. Perbandingan kromatogram tiga ulangan injeksi pada kemasan A . 45
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pembatasan produk PVC untuk anak-anak di beberapa negara ............. 13 Tabel 2. Informasi sampel kemasan ..................................................................... 20 Tabel 3. Kondisi dan parameter GC-MS (EU, 2001) ........................................... 23 Tabel 4. Kondisi ion MS (EU, 2001) ................................................................... 23 Tabel 5. Perbedaan antar metode.......................................................................... 24 Tabel 6. Kadar DEHP pada tiga metode .............................................................. 40 Tabel 7. Migrasi DEHP pada lima sampel kemasan pangan................................ 45
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM (Badan POM RI, 2007b) ............ 55 Lampiran 2. Diagram alir Penentuan Limit Deteksi Instrumen ......................... 56 Lampiran 3. Diagram alir Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP .... 57 Lampiran 4. Diagram alir pembuatan larutan standar internal BBP .................. 58 Lampiran 5. Diagram alir pembuatan larutan standar DEHP ............................ 59 Lampiran 6. Diagram alir Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan .................................................................. 60 Lampiran 7. Ringkasan Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut ............... 61 Lampiran 8. Ringkasan Draft Proposal Metode Deteksi Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dalam Produk Perikanan Khas Bangka-Belitung, Bali, dan Sulawesi Selatan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric) ............................. 64 Lampiran 9. Perhitungan Penentuan Limit Deteksi Instrumen .......................... 65 Lampiran 10. Perhitungan kurva standar ............................................................. 67 Lampiran 11. Perhitungan Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP ..... 68 Lampiran 12. Perhitungan Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan .................................................................. 69
vii
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya teknologi pengemasan pangan, penggunaan bahan kimia pun semakin meningkat sehingga banyak muncul isu yang mencuat terkait dengan bahaya kimia. Salah satu isu kimiawi yang mencuat dan menjadi perhatian dunia internasional saat ini adalah migrasi bahan pemlastis kemasan ke dalam pangan, khususnya di-(2-etilheksil) ftalat (DEHP). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat telah mendeteksi keberadaan ftalat dalam sampel urin dari seluruh 2,790 orang yang diuji, kecuali pada 12 orang (CDC, 2005), dengan enam atau lebih jenis ftalat ditemukan pada 84% orang yang diuji. Besar paparan DEHP adalah sebesar 32% dari keseluruhan paparan ftalat. DEHP ini memiliki efek kronis yaitu menumpuk dalam tubuh dan akan menimbulkan masalah kesehatan setelah bertahun-tahun kemudian. DEHP termasuk kategori dua dalam pelabelan dan klasifikasi bahaya, yang artinya bahan diperlakukan seperti jika berdampak pada manusia, berdasarkan bukti jelas pada hewan. DEHP merupakan pemlastis yang sebagian besar digunakan untuk meningkatkan fleksibilitas kemasan jenis polivinil klorida (PVC). Menurut survei di Eropa tahun 1999 yang dilakukan oleh European Council for Plasticisers and Intermediates (Cadogan, 2006), DEHP merupakan jenis pemlastis yang paling banyak digunakan, yakni sebesar 42%. Akan tetapi, penggunaannya menurun menjadi 21% pada tahun 2005. Hal ini terjadi karena semakin banyak industri yang menghindari pemakaian DEHP. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tanggal 20 Agustus 2007 telah mengatur mengenai batas migrasi beberapa zat kemasan yang kontak dengan pangan, tetapi belum mengatur tentang batas penggunaan dan migrasi DEHP. Selain itu, metode penentuan kadar DEHP dan analisis migrasi DEHP yang dikembangkan di Indonesia masih terbatas. Hal inilah yang mendorong perlunya pengembangan dua metode yang telah disebutkan di atas. Penelitian ini mengembangkan metode penentuan kadar DEHP dengan tiga variasi kondisi dan mencoba metode analisis migrasi
1
DEHP dengan menggunakan simulan pangan sebagai langkah awal sebelum mengujicobakannya ke dalam pangan. Simulan pangan yang digunakan adalah n-heptana sebagai pengganti pangan berlemak (nasi goreng dan kue). Pangan berlemak dan berminyak terutama terkontaminasi senyawa ftalat karena sifat lipofiliknya (Wenzl, 2009).
B. TUJUAN Tujuan dari magang ini adalah 1. Mengaitkan ilmu yang diperoleh selama di perguruan tinggi dengan tempat
magang
dan
meningkatkan
wawasan
penulis
mengenai
lingkungan kerja, terutama dalam suatu instansi pemerintah. 2. Membantu melaksanakan pengembangan metode kadar DEHP dan analisis migrasi DEHP ke dalam simulan pangan (n-heptana).
C. MANFAAT Adapun manfaat dari magang ini adalah 1. Memberikan pengalaman bagi penulis mengenai dunia kerja, khususnya di Badan POM RI. 2. Menyediakan data yang bermanfaat untuk penelitian mengenai kadar dan migrasi DEHP selanjutnya.
2
II.
KEADAAN UMUM INSTANSI
Badan POM merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang sebelum tahun 2001 bernama Direktorat Jendral POM dan berada di bawah naungan Departemen Kesehatan. Badan POM didesain sedemikian rupa sehingga merefleksikan adanya scientific based executing agency yang memiliki independensi tinggi, tidak birokratik, dapat bertindak secara cepat dalam lingkup nasional, akurat, dan profesional dalam pengambilan keputusan berdasarkan bukti-bukti ilmiah. Oleh karena sangat penting peran lembaga ini, Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) melalui Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 173 tahun 2000. Pembentukan Badan POM ini ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM, tanggal 26 Februari tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM setelah mendapatkan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 34/M.PAN/2/2001 tanggal 1 Februari 2001. Badan POM memiliki berbagai kewenangan. Kewenangan tersebut, antara lain: mengatur, meregulasi, dan menstandardisasi Obat dan Makanan. Selain itu juga mengevaluasi produk sebelum diizinkan beredar. Badan POM memberikan lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi dan pangan berdasarkan cara-cara produksi yang baik. Fungsi sebagai post marketing vigilance yang meliputi pengambilan sampel dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum, juga dipegang oleh Badan POM. Di samping itu, Badan POM juga melakukan pre-audit dan post-audit iklan serta media promosi produk lainnya. Fungsi lain Badan POM yaitu melakukan riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawas obat dan makanan. Badan POM terletak di Jalan Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat. Lokasi tepatnya yaitu di depan Rutan Salemba, diapit oleh Departemen Kesehatan RI dan Percetakan Negara RI. Badan POM dipimpin oleh seorang kepala Badan. Beliau membawahi inspektorat, sekretariat utama, Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
3
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif, Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen, Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan, Pusat Informasi Obat dan Makanan, dan Unit Pelaksana Teknis Badan POM. Struktur organisasi Badan POM ditunjukkan dalam Lampiran 1. Bagian dari Badan POM yang akan dijabarkan lebih lanjut adalah Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) karena di bagian itulah penulis melaksanakan kegiatan magang. PROM didirikan pada tahun 2001 berdasarkan SK Kepala Badan POM RI No. 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tanggal 26 Februari 2001. PROM adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. PROM dipimpin oleh seorang kepala. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, PROM secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama.
A. VISI DAN MISI PROM Visi dan misi PROM sama dengan Badan POM. Visinya adalah: Obat dan Makanan terjamin aman, bermanfaat, dan bermutu; sedangkan misinya adalah: melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
B. TUGAS DAN FUNGSI PROM Sesuai dengan SK Kepala Badan POM RI No. 02001/KBPOM tanggal 26 Februari 2001, PROM mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan, dan produk terapetik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, PROM melakukan fungsi sebagai berikut: 1. Menyusun rencana dan program riset Obat dan Makanan 2. Melaksanakan riset Obat dan Makanan 3. Mengevaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan riset Obat dan Makanan
4
C. BIDANG RISET PROM Riset di PROM terbagi menjadi tiga bidang, yaitu: 1. Bidang Toksikologi Bidang toksikologi mempunyai tugas menyusun rencana dan program, pelaksanaan, evaluasi serta penyusunan laporan pelaksanaan riset toksikologi. Bidang toksikologi melaksanakan pengujian toksisitas umum dan toksisitas khusus untuk menghasilkan data keamanan suatu bahan atau produk. Judul penelitian yang telah dilakukan oleh bidang toksikologi selama tahun 2007 hingga 2009 antara lain adalah (1) riset toksisitas akut dan subkronis chitosan; (2) riset toksisitas akut terhadap tanaman obat; dan (3) uji toksisitas seluler kemasan. 2. Bidang Keamanan Pangan Bidang keamanan pangan mempunyai tugas menyusun rencana dan program, pelaksanaan, evaluasi serta penyusunan laporan pelaksanaan riset keamanan pangan. Penelitian yang ditekankan yaitu mengembangkan metode untuk mengidentifikasi kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain di dalam pangan yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Berikut ini adalah beberapa judul penelitian yang telah dilakukan bidang keamanan pangan selama tahun 2007 hingga 2009: (1) studi paparan dan pengembangan metode sakarin dan siklamat pada pangan jajanan anak sekolah; (2) kajian penelusuran mikroba patogen penyebab keracunan pada pangan dengan menggunakan metode PCR; (3) kajian hasil riset pengawet alami pada pangan; (4) kajian migran kemasan pangan; (5) pengembangan metode deteksi mikotoksin pada pangan; dan (6) kajian formaldehida alami pada pangan. 3. Bidang Terapetik Bidang produk terapetik mempunyai tugas menyusun rencana dan program, pelaksanaan, evaluasi serta penyusunan pelaksanaan riset terapetik. Bidang terapetik melaksanakan penelitian terhadap obat, obat tradisional, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), kosmetik dan suplemen makanan. Judul penelitian yang telah dilakukan bidang terapetik selama tahun 2007 hingga 2009, antara lain: (1) kajian risiko
5
pengunaan produk obat tradisional; (2) riset pengembangan metode analisis produk terapetik; dan (3) riset produksi marker tanaman obat unggulan.
6
III.
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEMASAN PANGAN Kemasan menurut UU No. 7 Tahun 1996 Bab 1 Pasal 1 tentang Pangan, adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Saat ini banyak jenis bahan yang digunakan untuk mengemas makanan, di antaranya adalah berbagai jenis plastik, kertas, fiberboard, gelas, tinplate, dan alumunium. Dalam industri pangan, kemasan mempunyai peranan yang sangat penting. Fungsi kemasan, antara lain: (1) melindungi produk terhadap pengaruh cuaca, sinar matahari, benturan, kotoran, dan lain-lain, (2) menarik perhatian konsumen, (3) memudahkan distribusi, penyimpanan, dan pemajangan, (4) tempat penempelan label yang berisi informasi tentang nama produk, komposisi bahan, isi bersih, nama dan alamat produsen/importir, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk penggunaan, informasi nilai gizi, tanda halal, serta klaim atau pernyataan khusus (LópezCervantes et al, 2003). Menurut Astawan (2008), kemasan harus dirancang agar memenuhi beberapa persyaratan penting, yaitu: (1) faktor ergonomi, meliputi kemudahan untuk dibawa, dibuka, dan dipegang, (2) faktor estetika, meliputi paduan warna, logo, ilustrasi, huruf, dan tata letak tulisan, (3) faktor identitas agar tampil beda dengan produk lain dan mudah dikenali. Berdasarkan urutan dan jaraknya dengan produk, kemasan dapat dibedakan atas kemasan primer, sekunder, dan tersier. Kemasan
primer
adalah kemasan yang langsung bersentuhan dengan pangan, sehingga dapat terjadi migrasi komponen bahan kemasan ke pangan yang berpengaruh terhadap rasa, bau, dan warna. Kemasan sekunder adalah kemasan lapis kedua setelah kemasan primer, dengan tujuan untuk lebih memberikan perlindungan kepada produk. Kemasan tersier adalah kemasan lapis ketiga setelah kemasan sekunder, dengan tujuan untuk memudahkan proses
7
transportasi sehingga lebih praktis dan efisien. Kemasan tersier dapat berupa kotak karton atau peti kayu (Astawan, 2008). Syarat keamanan kemasan pangan, di antaranya (Astawan, 2008): 1. Kemasan tidak bersifat toksik dan beresidu terhadap pangan. 2. Kemasan harus mampu menjaga bentuk, rasa, kehigienisan, dan gizi bahan pangan. 3. Senyawa bahan kimia berbahaya kemasan tidak boleh bermigrasi ke dalam bahan pangan terkemas. 4. Bentuk, ukuran, dan jenis kemasan memberikan efektivitas. 5. Bahan kemasan tidak mencemari lingkungan hidup. Menurut Peraturan Kepala Badan POM RI No. 00.05.55.6497/2007 tentang Bahan Kemasan Pangan, jenis bahan kemasan terdiri dari plastik (termasuk varnishes dan coating), selulosa teregenerasikan (regenerated cellulose), elastomer dan karet, kertas dan karton, keramik, kaca/gelas, logam dan paduan logam (alloy), kayu/gabus, produk tekstil, lilin parafin, dan mikrokristal. Masing-masing jenis bahan pengemas ini memiliki keunggulan untuk jenis pangan tertentu. Di antara berbagai jenis bahan kemasan pangan yang dikenal, plastik menempati porsi terbesar. Kemudahan dibentuk, fleksibilitas yang tinggi, dan tampilan yang menarik dengan aneka warna cetakan merupakan sejumlah alasan plastik lebih dominan dibandingkan bahan kemasan lain dalam beberapa dekade terakhir. Bahan kemasan plastik berupa polietilen (PE), polipropilen (PP), poliester (PET, PEN, PC), ionomer, etilen vinil asetat (EVA), poliamida (PA), polivinil klorida (PVC), poliviniliden klorida (PVdC), polistiren (PS), stiren butadiena (SB), akrilonitril butadiena stirena (ABS), etilen vinil alkohol (EVOH), polimetil pentena (TPX), polimer tinggi nitril (HNP), fluoropolimer (PCTFE/PTFE), materi berbasis selulosa, dan polivinil asetat (PVA) (Kirwan and Strawbridge, 2003). Dalam proses pembuatan plastik, berbagai bahan tambahan sering ditambahkan ke dalam bahan dasar plastik untuk mempengaruhi sifat fisik, warna atau bentuk kemasan. Bahan-bahan tambahan tersebut, antara lain: pemlastis (plasticiser), antimikroba (antimicrobial), pengawet (preservative),
8
pembentuk busa (blowing agent), perekat (adhesive), pewarna (colorant), anti statik, penahan api (flame retardant), pelumas (lubricant), pengisi (filler), penstabil (stabilizer), dan pemutih (bleaching) (Hutapea, 2008).
B. MIGRASI KEMASAN PANGAN Migrasi adalah proses pemindahan dua arah yang akan terus berlangsung hingga potensi kimia dari pangan sama dengan potensi kimia yang terdapat pada kemasan (Crosby, 1981). Migrasi merupakan salah satu mekanisme yang digunakan untuk menjelaskan interaksi antara kemasan dengan produk terkemas. Walaupun migrasi dapat berasal pula dari bahan pangan ke dalam kemasan, yang lebih dikhawatirkan adalah migrasi dari bahan kemasan ke dalam pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses migrasi, antara lain: (1) jenis dan konsentrasi bahan kimia yang terkandung dalam kemasan, (2) sifat alamiah pangan atau pilihan larutan simulan pangan disertai kondisi saat terjadi kontak (suhu dan lama kontak), (3) ketebalan kemasan, dan (4) sifat intrinsik bahan kemasan (inert atau tidak) (Budiawan (2004) dan Crompton (2007)). Potensi migrasi meningkat seiring dengan meningkatnya lama kontak, suhu kontak, dan luas permukaan kontak, semakin tinggi konsentrasi komponen aditif dalam bahan kemasan, dan adanya bahan pangan yang agresif. Potensi migrasi menurun bila bahan kemasan berbobot molekul tinggi, kontak antara pangan dan kemasan tidak langsung atau kering, daya difusi bahan kemasan rendah (inert), dan adanya lapisan pembatas yang inert (Barnes et al., 2007).
C. SIMULAN PANGAN Menurut McCort-Tipton and Pesselman (1999), simulan pangan adalah larutan yang dapat menyerupai aksi pelepasan komponen dari pangan yang berair, asam, beralkohol, dan berlemak. Simulan pangan digunakan sebagai pengganti pangan pada uji migrasi kemasan. Uji dengan pangan langsung terkadang sulit dilakukan karena produk pangan merupakan matriks yang sangat kompleks.
9
Simulan Administration
pangan (FDA)
yang dan
direkomendasikan European
Union
Food (EU)
and
Drug
diklasifikasikan
berdasarkan tipe pangannya, yakni pangan berair, asam, berlemak, dan beralkohol. Secara umum, FDA merekomendasikan simulan etanol 10% untuk pangan berair dan asam; etanol 10% atau 50% untuk pangan beralkohol; dan minyak makan, HB307 (campuran trigliserida sintetis), atau Miglyol 812 (minyak kelapa yang difraksinasi) untuk makanan berlemak. FDA juga mengatur tentang beberapa simulan pengganti untuk pangan berlemak, bila penggunaan minyak makan tidak praktis. Simulan tersebut terdiri dari etanol 95% dan 50%, tergantung polimer yang diuji. Alternatif simulan pangan yang disarankan oleh FDA, antara lain: air destilasi dan asam asetat 3% untuk pangan berair dan asam; dan etanol 50% atau 95% atau heptana untuk pangan berlemak (McCort-Tipton and Pesselman, 1999). EU membagi penggunaan simulan pangan menjadi empat bagian, yaitu air destilasi untuk pangan berair (pH>4,5); asam asetat 3% untuk pangan asam (pH<4,5); etanol 10% untuk pangan beralkohol; dan minyak zaitun rectified, campuran trigliserida sintetis, minyak bunga matahari, atau minyak jagung untuk pangan berlemak. EU menyarankan penggunaan simulan pengganti yang meliputi isooktana, etanol 95%, dan polifenilena oksida termodifikasi untuk pangan berlemak, jika penggunaan simulan sebelumnya kurang sesuai. EU merekomendasikan pula penggunaan simulan untuk pangan yang lebih spesifik, misalnya untuk ikan segar, asin, asap, pedas, dalam bentuk pasta menggunakan simulan air destilasi dan minyak zaitun rectified, campuran trigliserida sintetis, minyak bunga matahari, atau minyak jagung, dan sebagainya (McCort-Tipton and Pesselman, 1999). Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tanggal 20 Agustus 2007 mengatur penggunaan simulan pangan berdasarkan jenis pangan dan kondisi proses pengolahan serta penyimpanan pangan yang dikemas. Penggunaan simulan pangan untuk plastik meliputi air, heptana, dan alkohol 8% yang bervariasi suhu dan waktu perendamannya tergantung tiga faktor di atas.
10
D. DI-(2-ETILHEKSIL) FTALAT (DEHP) Nama lain untuk senyawa ini adalah dioktil ftalat (DOP) dan bis(2etilkeksil) ftalat (BEHP). Nama dagang untuk DEHP meliputi Platinol DOP, Octoil, Silicol 150, Bisoflex 81, dan Eviplast 80 (ATSDR, 2007). Struktur kimia DEHP ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia DEHP (Gobas et al., 2003) 1. Karakteristik DEHP merupakan pemlastis dari golongan ftalat. Pemlastis merupakan senyawa yang ditambahkan ke plastik untuk meningkatkan fleksibilitas plastik. DEHP digunakan terutama untuk melunakkan PVC yang bersifat kaku dan sulit diproses. Ftalat bekerja dengan cara melekatkan diri di antara rantai polimer sehingga menjaga jarak lalu menurunkan suhu transisi “kaca” (suhu saat polimer menjadi rapuh pada pendinginan dan lentur pada pemanasan) secara signifikan dan membuatnya menjadi lebih lentur (Rosyianie et al., 2008). DEHP tidak terikat secara kimia dengan polimer, yakni hanya berupa gaya Van der Waals lemah dan ikatan hidrogen antara molekulnya dengan segmen polimer (Patrick, 2005). Senyawa yang memiliki bobot molekul 390.6 g/mol dan titik leleh -47ºC (Stanley et al., 2003) ini tidak dapat dievaporasi dengan mudah dan dalam jumlah sedikit akan tetap ada dalam udara dekat sumber produksi. Senyawa ini stabil dalam larutan dan tahan panas (Wenzl, 2009). DEHP merupakan cairan tidak berwarna dan hampir tidak berbau. Senyawa ini larut lebih mudah dalam bahan seperti bensin, penghilang cat, dan minyak daripada dalam air.
11
DEHP memiliki beberapa keunggulan sehingga banyak dipakai sebagai pemlastis. Keunggulan tersebut di antaranya: karakteristik gelasi yang baik, efisiensi pemlastisan yang baik, dan sifat viskositas yang baik dalam emulsi pasta PVC (Ecobilan, 2001).
2. Produksi dan Penggunaan Proses produksi DEHP memerlukan reaksi antara anhidrat ftalat dengan 2-etilheksanol (Ecobilan, 2001). Reaksinya adalah sebagai berikut: C6H4(CO)2O + 2 C8H17OH → C6H4(CO2 C8H17)2 + H2O. DEHP digunakan pada banyak produk yang dibuat dari plastik, khususnya PVC atau vinil. Kandungan DEHP yang tinggi terdapat pada produk yang baru diproduksi. Barang-barang yang dibuat dari PVC meliputi banyak mainan plastik, beberapa perabot plastik, ubin (ubin vinil), kain pelapis mobil dan perabot, shower, pelapis dinding, beberapa selang karet taman, penggaris kolam renang, pakaian hujan, celana panjang bayi, taplak, film dan lembaran kemasan, pelapis kawat dan kabel, pipa medis, dan kantong penyimpan darah. Produk PVC tidak semuanya mengandung DEHP, tetapi DEHP ditemukan pada beberapa produk mainan. Suatu studi menunjukkan bahwa DEHP dapat berpindah dari plastik ke saliva yang disimulasikan di laboratorium (ATSDR, 2002). Penggunaan DEHP dalam kemasan pangan, antara lain: cling dan stretched film untuk membungkus produk pangan (termasuk daging), tutup botol, penutup kaleng pangan, dan tabung dalam transportasi minuman (Patrick, 2005).
3. Regulasi Berbagai negara telah mengatur ketentuan tentang pemlastis kemasan pangan maupun mainan atau barang pengasuhan anak. Isu mengenai keberadaan DEHP juga menjadi perhatian khusus pada mainan anak, selain kemasan pangan. EU melalui Directive 2005/84/EC membatasi penggunaan DEHP tidak boleh melebihi 0.1% dari massa bahan pemlastis dalam mainan dan barang pengasuhan anak (EU, 2005).
12
Selain itu, EU melalui Directive 2007/19/EC menetapkan limit migrasi spesifik untuk DEHP yang sangat rendah dalam pangan atau simulan pangan, yaitu 1.5 mg/kg (EU, 2007). SCTEE sesuai dengan yang disebutkan dalam EU (2001), menetapkan batas maksimum migrasi DEHP sebesar 1.67 µg/10 cm2/menit. Beberapa negara lain seperti Canada, Spanyol, Korea Selatan, dan Republik Ceko sudah melarang penggunaan kemasan pangan PVC baik yang mungkin maupun mungkin tidak mengandung DEHP. Pembatasan produk PVC tersebut ditunjukkan dalam Tabel 1 (Wargo et al., 2008). Tabel 1. Pembatasan produk PVC untuk anak-anak di beberapa negara Negara
Tahun
Pembatasan Nasional Larangan penjualan pemlastis ftalat dalam mainan untuk anak di bawah usia tiga tahun Larangan pemlastis ftalat dalam mainan dan barang pengasuhan anak untuk anak di bawah usia tiga tahun Penutupan seluruh mainan dan barang pengasuhan anak mengandung ftalat yang dapat dikunyah anak di bawah usia tiga tahun Larangan impor dan penjualan mainan PVC yang mengandung ftalat untuk anak di bawah usia tiga tahun Larangan memproduksi, distribusi, impor, ekspor mainan, dan produk lain yang mengandung pemlastis ftalat untuk anak di bawah usia tiga tahun Larangan untuk mainan bayi yang terbuat dari PVC Larangan penjualan barang untuk anak yang terbuat dari PVC, termasuk mainan kunyah dari PVC lunak dan barang lain seperti penutup kereta bayi dan alas kasur Larangan impor, penjualan, dan distribusi seluruh mainan PVC serta barang pengasuhan anak yang ditujukan untuk anak di bawah usia tiga tahun dan yang mengandung lebih dari 0.1% dari salah satu kategori ftalat (DINP, DEHP, DNOP, DIDP, BBP, DBP)
Austria
1999
Denmark
1999
Argentina
1999
Yunani
1999
Norwegia
1999
Siprus
2000
Kepulauan Fiji
2000
Tunisia
2000
Republik Ceko
2001
Larangan ftalat dalam mainan PVC
Jepang
2001
Dalam produksi resin mainan, PVC yang mengandung DEHP tidak boleh digunakan
13
Pemerintah Amerika Serikat belum memiliki regulasi mengenai pengunaan maupun migrasi DEHP dalam kemasan pangan. FDA mengijinkan penggunaan DEHP sebagai pemlastis dalam bahan kemasan pangan dengan kadar air tinggi. Walaupun DEHP bermigrasi ke dalam Air Minum dalam Kemasan (AMDK), baik FDA maupun Environmental Protection Agency (EPA) belum menetapkan limit untuk DEHP dalam AMDK. Begitu pula dengan peraturan tentang mainan anak, Amerika Serikat belum menetapkan peraturannya (Wargo et al., 2008). Aturan di Indonesia, yakni Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan (sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 24/Tahun 2006 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan) memuat ketentuan mengenai pemlastis yang dilarang dan diizinkan digunakan dalam kemasan pangan (Badan POM RI, 2007a). DEHP merupakan salah satu jenis ftalat yang diizinkan. Akan tetapi, batasan penggunaan maupun migrasinya belum diatur. Begitu pula dengan peraturan mengenai DEHP terkait mainan dan barang pengasuhan anak.
4. Metabolisme Kebanyakan DEHP yang memasuki tubuh lewat pangan, air, atau udara masuk ke darah melalui saluran pencernaan dan paru-paru. DEHP dapat langsung masuk ke aliran darah melalui transfusi darah, menerima obat melalui tabung plastik fleksibel atau mendapat perawatan dialisis. Setelah DEHP dicerna, kebanyakan secara cepat dipecah dalam usus menjadi
mono-(2-etilheksil)
ftalat
(MEHP)
dan
2-etilheksanol.
Pemecahan menjadi lebih lambat jika DEHP memasuki darah secara langsung melalui transfusi. Walaupun beberapa MEHP diserap ke dalam aliran darah dari usus, MEHP kurang baik terserap, sehingga kebanyakan DEHP tercerna meninggalkan tubuh melalui feses. Senyawa ini yang telah memasuki darah berkeliling melalui aliran darah ke hati, ginjal, testis, dan jaringan lain. Sejumlah kecil senyawa ini kemungkinan disimpan dalam lemak dan disekresikan pada ASI. Kebanyakan DEHP, MEHP, dan
14
2-etilheksanol keluar tubuh dalam 24 jam melalui urin dan feses (ATSDR, 2007).
5. Dampak terhadap Tubuh Informasi mengenai dampak DEHP terhadap kesehatan yang akan dijabarkan berikut ini seluruhnya berasal dari studi terhadap tikus dan mencit yang dilaporkan oleh ATSDR (2007). Hal ini dilakukan dengan memberikan ransum ataupun memasukkan DEHP ke dalam perut tikus dan mencit menggunakan selang melalui mulut. Pada studi menggunakan tikus dan mencit hamil yang terpapar melalui mulut dengan dosis tinggi akan berdampak pada perkembangan janin, meliputi kecacatan lahir dan bahkan kematian janin. DEHP atau produk hasil uraiannya dapat melewati plasenta bayi. Oleh karena itu, manusia yang terpapar dosis tinggi DEHP selama hamil kemungkinan memiliki bayi dengan berat lahir yang rendah dan gangguan perkembangan sistem syaraf kerangka. Studi pada hewan juga menunjukkan bahwa DEHP atau beberapa produk uraiannya dapat berpindah dari ibu ke bayi melalui ASI dan mengganggu perkembangan hewan yang masih muda. Hal ini kemungkinan dapat pula terjadi pada manusia karena DEHP ditemukan pada ASI manusia. Studi paparan jangka panjang pada tikus dan mencit menunjukkan bahwa DEHP dosis tinggi dapat merugikan kesehatan terutama pada hati dan testis. Dampak ini diinduksi dengan tingkat DEHP yang lebih tinggi daripada yang diterima manusia dari paparan lingkungan. Risiko kesehatan akibat DEHP pada anak dan orang dewasa belum diketahui perbedaannya. Bagaimana pun, beberapa studi menunjukkan bahwa hewan jantan yang masih muda lebih rentan terutama pada organ seksualnya. Toksisitas DEHP dalam jaringan lain kurang terkarakterisasi dengan baik, walaupun dampak pada tiroid, ovarium, ginjal, dan darah telah dilaporkan dalam beberapa studi hewan. Potensi DEHP berbahaya bagi ginjal disebabkan oleh terpaparnya organ ini selama dialisis. Tabung
15
plastik untuk dialisis ginjal umumnya mengandung DEHP dan menyebabkan DEHP memasuki darah pasien. Akan tetapi, perubahan ginjal pada pasien yang mengalami dialisis jangka panjang kemungkinan dapat pula disebabkan oleh penyakit ginjal. Perubahan struktur dan fungsi ginjal terjadi pada beberapa tikus percobaan yang terpapar. Walaupun begitu, terdapat ketidakkonsistenan perubahan ginjal yang terlihat, sehingga perubahan ginjal tikus dapat dinyatakan tidak berbeda nyata. Tubuh manusia menyerap dan memecah DEHP berbeda dengan tikus dan mencit. Oleh karena itu, akibat yang terlihat pada tikus dan mencit setelah paparan dengan DEHP mungkin tidak terjadi pada manusia dan hewan tingkat tinggi seperti monyet atau primata (ATSDR, 2007).
E. TEKNIK PENGUKURAN DEHP Berdasarkan survei yang dilakukan pada 19 laboratorium kontrol pangan Eropa oleh Wenzl (2009), teknik yang umum digunakan untuk pengukuran ftalat adalah kromatografi gas dengan detektor spekrometer massa atau biasa disebut GC-MS. Gas Chromatography-Flame Ionisation Detection (GC-FID) atau Gas Chromatography-Electron Capture Detection (GC-ECD) merupakan alternatif penggunaan MS, tapi penggunaannya sangat jarang. HPLC-MS dapat digunakan sebagai teknik alternatif dan khususnya berguna untuk analisis campuran isomer (David et al., 2003). DEHP merupakan isomer tunggal, yang menyebabkan senyawa ini cukup mudah menguap dan termostabil, sehingga dapat dianalisis dengan Capillary Gas Chromatography (CGC). CGC merupakan teknik analisis yang paling luas digunakan untuk penentuan ftalat (David et al., 2003). Kolom yang biasa digunakan untuk pemisahan kromatografi analit adalah kolom berpolaritas rendah yang mengandung fase diam dengan tipe 5% fenil95% metil polisiloksan. Program suhu bervariasi tergantung kompleksitas pemisahan analit. Mode MS Single Ion Monitoring (SIM) dengan tipe ionisasi Electron Ionisation (EI) merupakan cara analisis yang umum diaplikasikan untuk pengukuran GC-MS. Akan tetapi, terdapat pula sedikit laboratorium yang
16
mengoperasikan MS dalam mode scan dalam kisaran rasio massa-muatan (m/z) dari 50 hingga 350 atau lebih tinggi. Setelah EI pada 70 eV, fragmen ion utama dari DEHP diwakili oleh m/z 149, yang dibentuk oleh ion anhidrat asam ftalat yang terprotonasi. Ion ini biasa digunakan untuk menguji kandungan DEHP secara kuantitatif. Oleh karena kelimpahan dari jumlah ion ini rendah, mayoritas laboratorium menggunakan ion tambahan, yang berperan dalam konfirmasi identitas area puncak (Wenzl, 2009). Positive Chemical Ionisation (PCI) merupakan tipe ionisasi alternatif selain EI. PCI menggunakan gas metana dan amonia sebagai gas pereaksi yang menghasilkan puncak lebih melimpah pada molekul ion dari tiap jenis ftalat, sehingga dapat mendeteksi puncak kromatogram seperti halnya pembedaan ftalat yang berlainan (George and Prest (2001) dalam Wenzl (2009)). Hal ini merupakan keunggulan, khususnya dalam analisis campuran kompleks dari isomer ftalat yang berbeda. Bagaimana pun, tidak ada satupun dari laboratorium yang disurvei Wenzl (2009) menggunakan Chemical Ionisation (CI) dalam MS untuk penentuan ftalat. Standardisasi internal dengan standar berlabel isotop tidak umum digunakan oleh seluruh laboratorium yang menggunakan GC-MS untuk pengukuran ekstrak sampel pangan. Beberapa laboratorium menggunakan Dialil Ftalat (DAP), Diheksil Ftalat (DHXP), atau Butil Benzil Ftalat (BBP) sebagai standar internal, dan banyak laboratorium yang menggunakan pula kalibrasi eksternal (Wenzl, 2009).
17
IV.
DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG
Magang merupakan perpaduan kegiatan studi, analisis, dan aplikasi yang dilakukan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman kerja praktis sesuai dengan bidang studi yang dipilih. Magang dapat dilakukan di perusahaan atau instansi pemerintah. Melalui magang, mahasiswa diharapkan dapat mempelajari, mengamati, dan memberikan pemecahan masalah atau saran terhadap setiap permasalahan yang muncul di tempat ia magang. Kegiatan magang ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Instrumen, PROM Badan POM RI mulai bulan Februari sampai dengan Juli 2009. Kegiatan magang terbagi menjadi dua bagian, yaitu melakukan kegiatan kerja di PROM dan mengikuti penelitian pengembangan metode.
A. KEGIATAN KERJA DI PROM 1. Pelatihan HPLC Pelatihan HPLC ini dilaksanakan di Laboratorium Instrumen PROM pada tanggal 23 Februari 2009. Pelatihan ini dipandu oleh teknisi Shimadzu dari PT Ditek Jaya.
2. Pelatihan GC-MS Pelatihan GC-MS ini diadakan di Laboratorium Instrumen PROM pada tanggal 4-6 Maret 2009. Pelatihan ini dipandu oleh teknisi Shimadzu dari PT Ditek Jaya.
3. Pencarian Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut Pencarian MSDS ini dilakukan melalui internet. MSDS pelarut yang dicari adalah pelarut yang direncanakan akan digunakan dalam penelitian tentang kemasan. Pelarut tersebut antara lain: tetrahidrofuran (THF), aseton, n-heksana, n-heptana, 2-propanol, asetonitril, sikloheksana, natrium sulfat anhidrida, diklorometana, etanol 96%, dan metanol. Akan tetapi, MSDS pelarut yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini hanyalah THF, aseton, n-heksana, dan n-heptana.
18
4. Pembuatan Draft Proposal Program Intensif Riset Terapan Pengiriman proposal singkat ini dilakukan melalui internet. Draft proposal yang dibantu pembuatannya adalah “Metode Deteksi Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dalam Produk Perikanan Khas Bangka-Belitung, Bali, dan Sulawesi Selatan dengan Menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric)".
B. PENELITIAN PENGEMBANGAN METODE Penelitian ini merupakan kegiatan utama yang dilakukan penulis. Metodologi penelitian lebih detail dijelaskan dalam BABLV.
19
V.
METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan, antara lain: sampel kemasan PVC lima merek, yakni sampel A-E (informasi sampel kemasan dapat dilihat pada Tabel 2), larutan standar DEHP, larutan standar internal Butil Benzil Ftalat (BBP), simulan pangan n-heptana, n-heksana, tetrahidrofuran (THF), miliQ, aseton, kertas saring Whatman, tisu, dan aluminium foil. Tabel 2. Informasi sampel kemasan Sampel
Karakteristik sampel
A
Lunch box p= 15.4 cm; l= 9.3 cm; t= 1.8 cm merek 1PLAST B3A
B
Lunch box p= 12.9 cm; l= 6.5 cm; t= 3 cm merek BX STP 4A
C
Lunch box p= 19 cm; l= 10.5 cm; t= 4 cm merek BX STP 2A
D
Wadah kue p= 21.7 cm; l= 7.1 cm; t= 7.9 cm
E
Wadah kue p= 19.8 cm; l= 8.5 cm; t= 7.2 cm
Foto sampel
Keterangan: p = panjang; l = lebar; t = tinggi Alat-alat dan instrumen yang digunakan, antara lain: gelas piala, labu takar, corong gelas, sudip, pinset, gunting, penggaris, termometer, mikropipet, oven, Gas Chromatograph-Mass Spectrometer (GC-MS) seri QP-2010 Shimadzu, penangas air, inkubator, dan neraca analitik.
20
B. METODE Metode penelitian yang digunakan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI), pengembangan metode penentuan kadar DEHP, dan pengembangan metode analisis migrasi DEHP ke dalam simulan pangan n-heptana. Skema penelitian ditunjukkan dalam Gambar 2. Penentuan LDI
Pengembangan metode penentuan kadar DEHP
Pengembangan metode analisis migrasi DEHP ke dalam simulan pangan
Pembuatan 5 konsentrasi larutan DEHP dalam n-heptana (0.75, 1.25, 1.50, 2.75, 5.00 µg/ml @ 6 ulangan)
Persiapan sampel kemasan dan alat
Persiapan sampel kemasan dan alat
Injeksikan ke GC-MS dengan autosampler
Pengembangan metode A, B, dan C (modifikasi penambahan miliQ)
Pengembangan metode analisis migrasi DEHP (simulan, suhu, dan waktu tertentu)
Pembuatan kurva hubungan antara konsentrasi dengan rata-rata area DEHP
Penentuan kadar DEHP pada 1 merek kemasan PVC
Analisis migrasi DEHP pada 5 merek kemasan PVC
Perhitungan secara statistik mencari LDI
Pemilihan metode
Gambar 2. Skema penelitian 1. Penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI) (Harmita (2004) dan EU (2001)) LDI merupakan sinyal terendah di atas background yang dapat dipercaya terdeteksi (tetapi tidak terkuantitasi) oleh instrumen analisis. LDI hanya meliputi bagian deteksi instrumen. Prosedur penyiapan uji penentuan LDI tidak meliputi preparasi sampel, faktor pengenceran, ataupun parameter spesifik metode lainnya. Penentuan LDI ini bertujuan
21
untuk mencari batas terendah konsentrasi DEHP yang dapat dideteksi oleh alat GC-MS. Sebelum melakukan analisis, seluruh alat gelas dikeringkan dalam oven lalu dibilas dengan aseton. Larutan stok standar DEHP dibuat dalam n-heptana untuk menyamai larutan yang digunakan dalam tahap analisis migrasi dengan simulan pangan n-heptana. Kromatogram konsentrasi DEHP yang dipakai adalah kromatogram yang stabil. Kromatogram dinyatakan stabil bila persen deviasi tiap ulangan konsentrasi adalah ± 10% (CPSC, 2009). Oleh karena itu, konsentrasi yang dipakai untuk menentukan LDI adalah 0.75, 1.25, 1.50, 2.75, dan 5.00 µg/ml. Larutan tersebut masing-masing diambil sebanyak 1.5 ml kemudian dimasukkan ke dalam vial GC-MS dan diletakkan di autosampler GC-MS. Sebanyak 1 μl larutan diinjeksikan ke dalam instrumen GC-MS. Tiap konsentrasi diinjeksi sebanyak enam ulangan. Kondisi dan parameter GC-MS yang digunakan mengacu pada EU (2001), dijabarkan dalam Tabel 3. Kondisi ion yang harus dipantau ditunjukkan dalam Tabel 4. Diagram alir metode ini ditunjukkan dalam Lampiran 2. Larutan blanko dibuat hanya dari n-heptana. Hasil tiap area DEHP dalam larutan standar dikurangi dengan area DEHP dalam larutan blanko. Rata-rata area dari tiap konsentrasi dihitung, kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi (sumbu x) dengan rata-rata area DEHP (sumbu y). Nilai LDI ini dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva tersebut. Perhitungan nilai LDI mengikuti rumus sebagai berikut:
Keterangan: S (y/x)
= simpangan baku residual respon analitik
Y
= area DEHP yang didapat dari persamaan regresi
Yi
= rata-rata area DEHP
N
= jumlah konsentrasi larutan standar DEHP
Sl
= arah garis linier (kepekaan arah) dari kurva = slope (b) pada persamaan garis y = a + bx 22
Tabel 3. Kondisi dan parameter GC-MS (EU, 2001) GC Kolom Injeksi
Program suhu kolom oven
Suhu injeksi Gas pembawa Mode kontrol aliran Tekanan Aliran total Aliran kolom Kecepatan linier Aliran purge Waktu gas saver MS Deteksi Suhu sumber ion Suhu interface Waktu potong pelarut
30 m x 0.25 mm I.D. x 0.25 μm df HP-5MS splitless, 1 μl Suhu awal 50°C, dipertahankan selama 1 menit, dinaikkan dengan laju 30°C/menit hingga 280°C, dinaikkan dengan laju 15°C/menit hingga 320°C, dipertahankan selama 3 menit 325°C Helium Tekanan 52.6 kPa 23.1 ml/menit 0.99 ml/menit 36.1 cm/detik 3.0 ml/menit 2.5 menit MS dalam mode SIM 290°C 300°C 4 menit
Tabel 4. Kondisi ion MS (EU, 2001) Analit DEHP BBP Ion primer 149 149 Ion sekunder 279 91 2. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP (modifikasi CPSC (2009) dan STP (2009)) a. Persiapan Sampel dan Alat Seluruh alat gelas dikeringkan dalam oven. Setelah itu, alat gelas dibilas dengan aseton (STP, 2009). Sampel kemasan PVC yang digunakan hanya sampel A. Sampel dipotong kecil-kecil seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.
23
Gambar 3. Sampel penentuan kadar DEHP b. Metode Analisis Pengembangan metode penentuan kadar DEHP ini merupakan perpaduan metode CPSC (2009) dan STP (2009). Metode analisis dasar mengacu pada metode CPSC (2009). Adapun pengembangan dari metode CPSC (2009) ini mengambil dari STP (2009). Metode STP tidak menggunakan standar internal dalam analisisnya, padahal standar internal sangat dibutuhkan untuk analisis yang memakai GC-MS. Pengembangan metode ini dimaksudkan untuk mencari metode yang dapat mempercepat pengendapan senyawa ftalat (termasuk DEHP) dalam analisis, sehingga dapat mempercepat pula waktu pengerjaan analisis. Modifikasi metode dilakukan pada tahap pemisahan senyawa ftalat dengan senyawa non ftalat, yakni melalui penambahan miliQ. Penambahan miliQ ini sendiri merupakan pengembangan dari penambahan akuades pada metode STP (2009). Perbedaan antar metode ditunjukkan dalam Tabel 5. Tabel 5. Perbedaan antar metode Metode Penambahan miliQ A tanpa B 5 ml C 10 ml Kadar DEHP dari tiap metode tersebut dihitung dan dilihat apakah terdapat perbedaan. Metode yang memberikan hasil kadar DEHP maksimal 30-40%, akan dipilih untuk divalidasi. Pemilihan metode ini didasari pada jumlah kadar DEHP yang mengacu pada literatur karena komposisi DEHP dalam kemasan merupakan rahasia industri.
24
Metode analisis dijelaskan berikut ini. Sampel kemasan yang telah dipotong kecil-kecil, ditimbang sebanyak 0.1 g dan dimasukkan ke dalam gelas piala ukuran 100 ml. Larutan THF ditambahkan sebanyak 10 ml, dikocok hingga sampel terlarut sempurna. Lalu n-heksana ditambahkan 20 ml. Pada metode A, larutan didiamkan setidaknya 5 menit, kemudian larutan disaring dengan kertas saring Whatman. Pada metode B, miliQ ditambahkan 5 ml, sedangkan pada metode CPSC 3, miliQ ditambahkan 10 ml. Setelah penambahan milliQ, bagian bawah larutan menggumpal. Proses clean up untuk memindahkan bahan yang menggumpal dilakukan dengan filtrasi. Supernatan disaring dengan kertas saring Whatman. Filtrat ditampung minimal 2 ml. Kemudian filtrat diambil 0.1 ml filtrat dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 50 ml. Larutan BBP 250 µg/ml sebanyak 80 µl dan n-heptana 20 ml ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer. Larutan diaduk hingga homogen. Larutan tersebut diambil sebanyak 1.5 ml lalu dimasukkan ke dalam vial GC-MS dan ditempatkan di autosampler GC-MS. GC-MS dioperasikan sesuai dengan kondisi dan parameter yang ditunjukkan dalam Tabel 3 dan Tabel 4. Diagram alir metode ini ditunjukkan dalam Lampiran 3. Pembuatan larutan standar internal BBP dijabarkan dalam Lampiran 4, sedangkan pembuatan larutan standar DEHP terdapat dalam Lampiran 5. Perhitungan kadar DEHP mengikuti rumus sebagai berikut: % Kadar DEHP (w/w) =
x 100
Keterangan: C DEHP = Konsentrasi DEHP dalam sampel GC-MS (µg/ml) V
= Volume total pelarut (THF, heksana, miliQ) (ml)
FP
= Faktor pengenceran filtrat dengan n-heptana
m
= Massa sampel (g)
25
3. Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan (modifikasi Badan POM RI (2007a) dan EU (2001)) a. Persiapan Sampel dan Alat Seluruh alat gelas dikeringkan dalam oven. Setelah itu, alat gelas dibilas dengan aseton (STP, 2009). Sampel yang digunakan adalah lima merek sampel kemasan PVC, yakni sampel A, B, C, D, dan E. Sampel dipotong seluas 3 cm x 3 cm, ditunjukkan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Sampel analisis migrasi DEHP b. Metode Analisis Pengembangan metode analisis migrasi DEHP ini merupakan perpaduan metode Badan POM RI (2007a) dan EU (2001). Metode mengenai migrasi dalam peraturan Badan POM RI (2007a) masih terbatas pada migrasi global atau total, yaitu migrasi keseluruhan (unsur-unsurnya tidak diketahui secara pasti) komponen kemasan. Akan tetapi, peraturan ini sudah mengatur penggunaan simulan pangan berdasarkan jenis pangan dan kondisi proses pengolahan serta penyimpanan pangan yang dikemas. Sampel pangan yang diwakili simulan pangan dalam penelitian ini adalah nasi goreng dan kue (pangan berlemak atau tipe pangan V) yang dimasukkan ke dalam kemasan dalam keadaan hangat (kondisi pengisian panas di bawah 66°C). Oleh karena itu, simulan dengan kondisi analisis yang cocok dan mengacu pada peraturan Badan POM RI (2007a) adalah simulan n-heptana untuk merendam sampel kemasan dalam suhu 38°C selama 30 menit. Metode EU (2001) menganalisis migrasi ftalat dalam mainan anak-anak ke simulan saliva dengan cara membuat saliva sintetik dan menggunakan alat pengepres agar bentuk sampelnya seragam. Bagian 26
metode EU (2001) yang digunakan dalam metode analisis ini adalah perlakuan terhadap simulan n-heptana setelah perendaman sampel. Metode analisis migrasi dijelaskan sebagai berikut. Sampel kemasan direndam dalam 50 ml larutan simulan n-heptana yang telah dipanaskan hingga bersuhu 38°C. Wadah ditutup dengan aluminium foil. Wadah lalu diletakkan dalam inkubator bersuhu 38°C selama 30 menit. Setelah itu, 5 ml tiap larutan diambil dan dievaporasikan hingga menjadi residu kering. Residu dilarutkan dengan 1 ml n-heptana dan 1 ml BBP 1 µg/ml. Larutan dimasukkan ke vial GC-MS dan diletakkan dalam autosampler GC-MS. Larutan sebanyak 1 μl kemudian diinjeksikan ke dalam instrumen GC-MS. Kondisi dan parameter GC-MS ditunjukkan dalam Tabel 3 dan Tabel 4. Diagram alir metode ini ditunjukkan dalam Lampiran 6. Kurva standar yang digunakan untuk penghitungan besar migrasi DEHP sama dengan metode penentuan kadar DEHP. Perhitungan migrasi DEHP mengikuti rumus sebagai berikut: Migrasi DEHP (µg/10 cm2/menit) = Keterangan: C DEHP = Konsentrasi DEHP dalam sampel GC-MS (µg/ml) Lperm = Luas permukaan sampel (cm2) V1 = Volume heptana untuk merendam sampel (ml) V2 = Volume heptana untuk evaporasi, diambil dari V1 (ml) V3 = Volume heptana untuk melarutkan kembali residu dari V2 (ml) t
= Waktu perendaman sampel (menit)
27
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEGIATAN KERJA DI PROM 1. Pelatihan HPLC Hal-hal yang dibahas mengenai HPLC adalah sebagai berikut: a. Pengenalan komponen HPLC dan fungsinya Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai komponen HPLC dan fungsinya: (1) botol reservoir (fase gerak ditampung di botol reservoir dan disedot melalui selang ke sistem HPLC dengan bantuan pompa), (2) degasser (menghilangkan udara terlarut dari fase gerak sehingga menghindari adanya gelembung udara), (3) unit pompa (mengalirkan fase gerak melalui injektor manual, kolom, detektor, dan terakhir ke botol pembuangan), (4) unit oven (memanaskan kolom tempat pemisahan sampel dan menghindari fluktuatif suhu), (5) injektor manual (tempat injeksi sampel, dengan suntikan khusus), (6) kolom (memisahkan komponen-komponen sampel melalui interaksi antara fase gerak dengan fase diam), (7) detektor (mendeteksi analit yang dielusi dari kolom dan mengirim sinyal data ke komputer), (8) pembuangan akhir (menampung fase gerak dan sampel yang telah melalui detektor). HPLC ditunjukkan dalam Gambar 5.
Gambar 5. HPLC seri 20 AD Shimadzu b. Pengenalan program pilihan utama Tiga program pilihan utama tersebut adalah Data Acquisition, Batch Table, dan Report. Data Acquisition berfungsi untuk menyetel parameter atau metode baru, membuka metode yang sudah pernah
28
dibuat, menyetel perhitungan pre-run, melihat kromatogram yang sedang berjalan, dan melakukan injeksi tunggal (single-run). Batch Table berfungsi untuk membuat jadwal penginjeksian yang banyak dan menghitung data. Report berfungsi untuk membuat format laporan hasil analisis. c. Percobaan analisis Single-Run dan pembuatan format laporan Setelah penjelasan umum mengenai HPLC, dilakukan percobaan injeksi dengan cara Single-Run. Pembuatan laporan dalam satu lembar kertas dapat dilakukan dengan Summary Simple (beberapa hasil injeksi), Single Simple (satu hasil injeksi), ataupun Single Complete (satu hasil injeksi beserta parameternya).
2. Pelatihan GC-MS Hal-hal yang dibahas mengenai GC-MS adalah sebagai berikut: a. Pengenalan komponen GC-MS dan fungsinya Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai komponen utama GC-MS dan fungsinya: (1) gas pembawa (membawa senyawa sampel dalam kolom dan membantu pemisahannya), (2) autosampler (tempat meletakkan vial GC-MS dan bergerak secara otomatis menginjek sampel setelah diprogram), (3) unit oven (memanaskan kolom tempat pemisahan sampel, (4) kolom (memisahkan komponenkomponen sampel melalui interaksi antara fase gerak dengan fase diam), (5) detektor MS (mendeteksi analit yang dielusi dari kolom dan mengirim sinyal data ke komputer). GC-MS yang digunakan ditunjukkan dalam Gambar 6.
29
Gambar 6. GC-MS seri QP-2010 Shimadzu MS terdiri dari tiga bagian, yaitu sumber ion, penganalisis massa, dan detektor ion. Sumber ion bertugas memecah komponen sampel menjadi fragmen (fungsi seperti sidik jari). Penganalisis massa berfungsi
memisahkan
fragmen
berdasarkan
bobot
molekul
(kualitatif). Detektor ion untuk menghitung jumlah ion yang dihasilkan (kuantitatif). b. Pengenalan program utama Program utama dalam instrumen ini adalah GC-MS Real Time Analysis dan GC-MS Post Run Analysis. GC-MS Real Time Analysis hanya dapat dijalankan bila instrumen dalam keadaan hidup karena program ini berfungsi saat analisis sampel. GC-MS Post Run Analysis digunakan untuk mengolah data hasil analisis sampel. c. Percobaan analisis Single-Run dan pembuatan format laporan Di samping penjelasan umum mengenai GC-MS, dilakukan pula percobaan injeksi dengan cara Single-Run. Kemudian dibuat format laporannya dengan memilih informasi mana yang perlu ditampilkan.
3. Pencarian Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut MSDS memberikan informasi mengenai karakteristik pelarut dan cara penanganannya. Ringkasan data MSDS pelarut yang dikumpulkan ditunjukkan dalam Lampiran 7. Akan tetapi, MSDS yang diacu dalam penelitian ini adalah MSDS pelarut THF, aseton, n-heksana, n-heptana.
4. Pembuatan Draft Proposal Program Intensif Riset Terapan Ringkasan draft proposal tersebut terlampir dalam Lampiran 8.
30
B. PENELITIAN PENGEMBANGAN METODE 1. Persiapan Bahan dan Alat Aplikasi penggunaan senyawa ftalat yang luas menyebabkan senyawa ini ada di mana-mana dalam lingkungan, baik pangan, udara, air, pangan, dan produk kosmetik atau kesehatan (Wenzl, 2009). Tidak menutup kemungkinan, ftalat ini juga mengkontaminasi pelarut, peralatan plastik, dan karet laboratorium. Oleh karena itu, banyak metode yang melakukan perlakuan pendahuluan terhadap alat gelas, pelarut, maupun instrumennya untuk mengurangi jumlah ftalat yang mengkontaminasi. Dalam penelitian ini, perlakuan pendahuluannya adalah mengeringkan seluruh alat gelas dalam oven 50°C, kemudian dibilas dengan aseton dan pelarutnya masing-masing. Selain cara ini, ada pula metode yang mengeringkan alat gelas hingga suhu 550°C selama 2 jam tanpa membilasnya lagi dengan pelarut (Wenzl, 2009) agar ftalat dalam alat gelas dapat terdegradasi sempurna dan merasa yakin bahwa tanpa pembilasan, ftalat sudah minimal. Akan tetapi, dalam penelitian ini suhu pengeringan yang dipakai hanya 50°C dan dilakukan sampai alat gelas kering saja karena oven yang digunakan terkalibrasi pada suhu tersebut. Sebagai penggantinya, digunakan aseton untuk mendegradasi ftalat yang tersisa (Health Canada (2007) dan STP (2009)). Mengacu pada EU (2001), penggunaan peralatan plastik dan karet harus dihindari dalam penelitian ini. Oleh karena itu, bulb dan sarung tangan karet atau plastik tidak dipakai. Seluruh pengambilan pelarut dilakukan dengan mikropipet. Selain itu, kontak antara larutan sampel dengan screw cap dan crimp cap berbahan PTFE pada vial GC-MS juga harus dihindari. Crimp cap pun jika memungkinkan hanya sekali pakai karena biasanya pada penginjeksian kedua dari vial yang sama, area puncak yang terbaca berbeda cukup jauh. Sifat senyawa ftalat yang dapat terdegradasi di bawah paparan cahaya matahari (Wenzl, 2009) menyebabkan wadah penyimpanan larutan DEHP harus berwarna gelap atau wadah dibungkus aluminium foil. Kondisi pelarut (n-heptana) yang mudah menguap menyebabkan
31
wadah penyimpanan larutan pun harus tertutup rapat. Hal ini berguna untuk mempertahankan konsentrasi DEHP yang dibuat. Di samping itu, penyimpanan larutan DEHP sebaiknya tidak lebih dari seminggu karena konsentrasinya yang sudah berubah.
2. Kondisi Pengukuran, Troubleshooting, dan Maintenance GC-MS Capillary Gas Chromatography (CGC) adalah teknik analisis yang paling banyak digunakan untuk penentuan ftalat. Untuk pemisahan dalam GC,
kolom
kapiler
yang
dibungkus
fase
diam
non
polar
(polidimetilsiloksan atau polimetil-fenilsiloksan) lebih dipilih karena menyediakan resolusi yang cukup, suhu operasi maksimum yang lebih tinggi, dan kebocoran yang lebih rendah dibandingkan kolom yang dibungkus fase diam polar seperti poli(etilen glikol (kolom Wax) atau fase diam sianopropil. Pemisahan dalam penelitian ini menggunakan kolom dengan panjang 30 m dan diameter dalam 0.25 mm yang dibungkus 0.25 µm film 5% fenil-95% metil polisiloksan (RTX 5). Kondisi analisis ini memberikan resolusi yang cukup dan merupakan kompromi yang baik antara resolusi dan kecepatan analisis. Semakin panjang atau semakin lama program suhu, memberikan resolusi yang semakin baik pula (David et al., 2003). Teknik injeksi splitless digunakan karena DEHP diperkirakan berjumlah sedikit sehingga perlu memasukkan seluruh sampel ke kolom. Di samping itu, teknik ini merupakan solusi dari kelemahan teknik split yang terkadang membedakan senyawa berbobot molekul besar sehingga sampel yang memasuki kolom tidak mewakili sampel yang diinjeksi (McNair and Miller, 1998). DEHP termasuk senyawa berbobot molekul besar, yaitu 390.6 g/mol. Mode MS yang digunakan adalah mode SIM. Mode scan tidak digunakan karena menyebabkan instrumen mudah jenuh dan tidak langsung menunjukkan kromatogram DEHP. Biasanya mode scan digunakan untuk kualitatif dan masih dalam tahap mengidentifikasi senyawa apa saja yang terdapat dalam sampel, sedangkan dalam
32
pencarian DEHP ini sudah diketahui berapa kondisi ion yang diperlukan. Terdapat dua ion yang digunakan dalam memfragmentasi DEHP, yaitu pada m/z 149 dan 279. Ion primer DEHP pada m/z 149, berasal dari fragmentasi dengan kehilangan gugus alkil ester dan pembentukan sebuah cincin furan. Selain ion pada m/z 149 yang sangat banyak, spektrum lain menunjukkan area puncak yang kecil. Ion sekunder DEHP pada m/z 279. Ion ini dihasilkan dari fragmentasi dengan kehilangan satu gugus alkil. Pada Gambar 7 ditunjukkan fragmentasi ion pada m/z 279 lebih lanjut menjadi m/z 167 (David et al., 2003). Akan tetapi, ion yang digunakan dalam penelitian ini hanya dua ion utama karena dengan dua ion tersebut sudah cukup menunjukkan senyawa yang dimaksud adalah DEHP.
Gambar 7. Fragmentasi massa DEHP (David et al., 2003) Instrumen GC-MS yang digunakan dalam penelitian ini masih tergolong baru. Pada awal penelitian, pencarian LDI agak sulit diperoleh karena kromatogram yang didapat masih belum stabil (deviasi lebih dari 10%). Oleh karena itu, peneliti bekerja sama dengan teknisi Shimadzu melakukan uji coba menginjeksi blank sample, yakni hanya menggunakan sampel udara atau menginjeksi tanpa pelarut apapun. Seharusnya kromatogram blank sample hanya berupa garis lurus. Akan tetapi, uji coba ini tidak menunjukkan hasil tersebut. Awalnya diduga syringe penginjeksi kotor. Oleh sebab itu, uji coba kembali dilakukan dengan menghilangkan udara (degassing) terlebih dahulu dari syringe dan menginjeksi secara manual. Sayangnya, kromatogram blank sample masih belum rata.
33
Dugaan penyebab berikutnya adalah kolom yang terkontaminasi bahan alam saat uji coba analisis dalam pelatihan GC-MS. Bahan alam memiliki komponen yang sangat beragam dan berkonsentrasi tinggi, sehingga dikhawatirkan komponen tersebut masih berada dalam kolom dan menganggu analisis. Alternatif cara yang dapat dilakukan agar hasil analisis baik adalah melakukan conditioning semalaman (McNair and Miller, 1998), yakni mencuci kolom sepanjang malam dengan pelarut yang dipakai. Cara ini cukup berhasil sehingga peneliti dapat memulai kembali penelitian. Adakalanya autosampler juga bermasalah, yaitu di bagian sampler (Gambar 8) yang tidak mau berotasi, ditandai dengan muncul message: AOC-20s rotating error. Hal yang harus dilakukan adalah mencabut sambungan kabel sampler lalu masuk ke system configuration dan memasukkan lagi AOC-20s dalam daftar bagian instrumen yang digunakan.
Gambar 8. Sampler di bagian autosampler (AOC-20s) Masalah yang sering muncul pula adalah kebocoran. Kebocoran dapat terjadi di setiap sambungan kolom dalam GC maupun MS. Tiap baru menyalakan instrumen, pemeriksaan kebocoran harus dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan membuka program GC-MS Real Time Analysis, pada jendela Peak Monitor View (Gambar 9) mengisi m/z di tiga kolom. Isi m/z berurutan dari kiri ke kanan, m/z 18 (H2O), m/z 28 (N2), dan m/z 69 (PFTBA). Kemudian mengisi detektor 0.5 kV, mengklik ikon Open PFTBA dan Filamen ON. Tidak ada kebocoran bila puncak di kolom m/z 69 atau m/z 18 masih lebih tinggi daripada m/z 28. Bila hal ini tidak terjadi, ganti m/z 69 dengan m/z 59 (aseton). Lalu cek kebocoran dengan menggunakan kapas yang dibasahi aseton, usapkan ke bagianbagian GC dan MS yang dicurigai bocor. Bila saat kapas berada di suatu 34
bagian yang sedang diperiksa dan puncak kromatogram di m/z 59 langsung meningkat, berarti di bagian tersebutlah terjadi kebocoran. Hal yang harus dilakukan adalah mengencangkan sambungan di bagian tersebut, lalu menyalakan instrumen dari awal, dan menjalankan Vacuum control lagi.
Gambar 9. Jendela Peak Monitor View Septum pun harus diganti setiap 100 kali injeksi. Septum terletak di dalam GC, tepatnya di atas kolom dan di bawah syringe autosampler. Septum berfungsi memastikan agar syringe tidak bergeser saat menginjeksi sampel. Gambar 10 menunjukkan cara penggantian septum. Bila septum tidak diganti setelah 100 kali injeksi, ada risiko kebocoran karena septum sudah terlalu panas. Hasil analisis pun tidak akan baik.
35
Gambar 10. Penggantian septum Menurut Goodman (2009), frekuensi maintenance instrumen menjadi lebih sering bila kondisi penginjeksian memakai splitless. Hal ini disebabkan oleh injeksi splitless yang memasukkan matriks sampel dan pelarut lebih banyak dibandingkan injeksi split sehingga meningkatkan pula pemakaian sistem dan sistem menjadi mudah jenuh.
3. Penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI) (Harmita (2004) dan EU (2001)) Penentuan LDI dimaksudkan untuk mencari batas terendah konsentrasi DEHP yang dapat dideteksi oleh GC-MS. Walaupun LDI biasanya tidak berhubungan langsung dalam pelaporan tentang hasil penelitian, LDI bermanfaat bila instrumen baru digunakan dan belum ada data mengenai berapa LDI untuk senyawa yang bersangkutan. LDI ini penting dicari karena merek instrumen GC-MS yang digunakan belum memberikan data mengenai senyawa yang dipakai dalam penelitian ini (DEHP dalam n-heptana). LDI tiap pelarut berbeda di tiap merek instrumen. LDI yang dicari dalam penelitian ini diperuntukkan bagi GC-MS seri QP-2010 Shimadzu. Hasil kromatogram yang ditampilkan dalam program report adalah Total Ion Chromatogram (TIC). TIC merupakan gabungan dari ion primer (149) dan ion sekunder (279) yang digunakan dalam pencarian DEHP. Kenaikan respon ion primer dan ion sekunder secara bersamaan pada waktu retensi tertentu menandakan itulah senyawa yang dicari (Health Canada, 2007). Contoh salah satu kromatogram hasil injeksi larutan DEHP berkonsentrasi 0.75 µg/ml dapat dilihat di Gambar 11. Pada gambar tersebut terlihat di waktu retensi 11.628 menit terdapat
36
puncak kromatogram yang lebih tinggi dan luas dibandingkan dengan puncak yang lain. Puncak ini adalah puncak kromatogram DEHP.
Gambar 11. Kromatogram larutan DEHP 0.75 µg/ml Waktu retensi DEHP bervariasi tergantung dari pelarut dan kondisi oven instrumen. David et al. (2003) mendapatkan waktu retensi DEHP murni sekitar 23.5 menit menggunakan instrumen GC-MS yang berbeda kondisi ovennya dengan penelitian ini. Waktu retensi DEHP dalam n-heptana di penelitian ini berkisar dari 11.62 hingga 11.63 menit. Dalam metode STP (2009), yang melarutkan DEHP dalam n-heptana tetapi menggunakan instrumen GC-FID, didapat DEHP pada waktu retensi 11 menit. Pada metode Health Canada (2007) yang menginjeksi DEHP dalam pelarut diklorometana/aseton (1:1) dan kondisi oven berbeda, puncak DEHP keluar pada waktu retensi 9 menit. Berbeda lagi dengan metode CPSC (2009) yang menggunakan pelarut sikloheksana, DEHP keluar di waktu retensi 10.42-10.49 menit. Persamaan
kurva
dalam
penentuan
LDI
ini
adalah
y = 336,705.40x + 172,803.85 dengan r = 0.9860. Kurva ditunjukkan dalam Gambar 12, sedangkan perhitungannya dicantumkan dalam Lampiran 9.
37
Rata-rata Area DEHP (mV)
2.000.000 1.600.000 1.200.000 800.000 400.000 0 0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
Konsentrasi DEHP (µg/ml)
Gambar 12. Kurva hubungan antara konsentrasi DEHP dengan rata-rata area DEHP Berdasarkan perhitungan secara statistik, LDI adalah 1.00 µg/ml. Artinya, instrumen ini dapat mengindentifikasi DEHP dalam n-heptana bila konsentrasinya di atas 1.00 µg/ml. Melihat hasil korelasi regresi (r=0.9860) yang bernilai kurang dari 0.99, diperlukan percobaan penambahan standar internal BBP dalam penelitian berikutnya. Penambahan standar internal ini diharapkan dapat memperbaiki kelinieran kurva dan mendapatkan LDI yang lebih akurat. Gambar 13 menunjukkan salah satu kromatogram larutan DEHP 0.75 µg/ml yang ditambahkan BBP 1000 µg/ml. Larutan ini digunakan sebagai kurva standar pada perhitungan penentuan kadar dan analisis migrasi DEHP. Nantinya, kurva standar LDI merupakan hubungan antara konsentrasi DEHP dengan normalisasi area DEHP (rasio area DEHP dengan BBP). Pada gambar tersebut terlihat jelas pada waktu retensi 11 menit terdapat puncak kromatogram yang dominan, di samping puncak DEHP di waktu retensi 11.6 menit. Puncak tersebut adalah puncak kromatogram BBP. Hal ini sudah dipastikan melalui pembacaan ulang kromatogram menggunakan mode SIM dengan ion primer 149 dan ion sekunder 91. Respon kedua ion meningkat secara bersamaan. Standar internal ini bermanfaat untuk mengoreksi respon senyawa yang dicari. Penjelasan lebih lanjut tentang standar internal terdapat pada sub bab Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP.
38
Gambar 13. Kromatogram larutan DEHP 0.75 µg/ml + BBP 1000 µg/ml Dalam pelaporan hasil analisis biasanya dicantumkan besar Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ). Sebenarnya LOD ini jamak pula disebut sebagai Limit Deteksi Metode (EPA, 2001). Pencarian LOD dan LOQ ini memperhitungkan efek persiapan sampel atau metode yang digunakan dalam analisis sampel. Oleh karena itu, dalam penentuan LOD dan LOQ ini seluruh tahapan metode dikenakan pada larutan DEHP dalam n-heptana. Besar LOD dan LOQ pun khusus untuk satu metode. Bila ada perubahan metode, LOD dan LOQ-nya pun berubah. LOD dan LOQ ini merupakan salah satu parameter validasi metode analisis.
4. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP (modifikasi CPSC (2009) dan STP (2009)) Pengembangan metode penentuan kadar DEHP ini merupakan perpaduan metode CPSC (2009) dan STP (2009). Modifikasi metode dilakukan pada tahap pemisahan senyawa ftalat dengan senyawa non ftalat, yakni melalui penambahan miliQ. Sampel kemasan yang digunakan dalam pengembangan metode ini hanyalah sampel A. Hal ini untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan metode mana yang akan dipilih. Nilai kadar DEHP ditunjukkan dalam Tabel 6. Perhitungan lengkapnya dijabarkan dalam Lampiran 10 dan Lampiran 11.
39
Tabel 6. Kadar DEHP pada tiga metode % Kadar DEHP (w/w) Ulangan Rata-rata SD % RSD 1 2 3 A 2.36 2.34 2.29 2.33 0.03 1.41 B 119.45 119.25 120.60 119.77 0.73 0.61 C 40.81 40.96 40.44 40.74 0.27 0.67 Persentase kadar DEHP berturut-turut pada metode A, B, dan C
Metode
adalah 2.33, 119.77, dan 40.74%. Besar RSD dari tiap metode memberikan hasil yang baik karena besar RSD masih kurang dari 2% (Ibrahim, 2009). Dalam metode ini, reagen yang dipakai adalah THF, n-heksana, miliQ, dan n-heptana. THF berfungsi untuk melarutkan kemasan PVC. THF merupakan senyawa dengan kepolaran sedang yang dapat melarutkan senyawa polar dan non polar. Oleh karena itu, seluruh bagian PVC dapat terlarut. Ukuran sampel juga berpengaruh dalam kemudahan sampel untuk larut. Semakin kecil dan halus ukuran potongan sampel, semakin mudah dan cepat sampel larut. Selain itu, DEHP pun semakin mudah terekstrak. Semakin banyak jumlah sampel dan semakin kecil ukuran sampel yang digunakan lalu dicampur merata akan meningkatkan keakuratan kadar DEHP yang sebenarnya dicari. Dalam penelitian ini, sampel dipotong hingga kecil sekali dengan gunting. Hal ini cukup memberikan hasil yang baik karena RSD persentase kadar DEHP pada ketiga metode masih di bawah 2% (Tabel 6). Akan tetapi, waktu pengerjaan analisis masih terbilang cukup lama untuk memotong sampel hingga kecil sekali. Hal ini akan menjadi masalah bila terdapat banyak sampel yang harus dianalisis. Oleh karena itu, akan lebih baik menggunakan cryogenic mill, grinding mill, atau cutting mill untuk menghancurkan sampel hingga bubuk (CPSC, 2009). Pelarut n-heksana yang bersifat non polar berfungsi untuk memisahkan ftalat (termasuk DEHP) dari komponen selainnya dan mengendapkan PVC. MiliQ untuk memudahkan pengendapan senyawa selain ftalat, sedangkan n-heptana berperan sebagai pelarut DEHP untuk menyamai penggunaannya selaku pelarut di analisis migrasi DEHP.
40
Seluruh modifikasi metode ini menggunakan standar internal BBP untuk memperkecil variasi penginjeksian dalam tiap ulangan. Pemilihan BBP ini mengikuti prosedur analisis migrasi dalam EU (2001). BBP memenuhi persyaratan sebagai standar internal, yaitu memiliki kedekatan waktu retensi (11 menit) dengan DEHP (11.6 menit), terpisah dari DEHP dengan baik, struktur kimia yang mirip dan tidak bereaksi dengan komponen sampel, serta tersedia dalam kemurnian yang tinggi (McNair and Miller, 1998). Standar internal dapat berperan sebagai pembanding dan memperkecil noise serta drift yang berasal dari terbacanya senyawa pengotor dan variasi tegangan listrik. Pembacaan area puncak kromatogram BBP dijadikan pembagi untuk area puncak DEHP yang dinamakan normalisasi. Tujuan
utama
penambahan
miliQ
adalah
meningkatkan
pengendapan senyawa selain ftalat dalam analisis, sehingga ftalat (dalam hal ini DEHP) dapat terpisah lebih mudah dari senyawa lain. Mekanismenya yaitu THF (kepolaran sedang) melarutkan komponen PVC yang bersifat polar maupun non polar. Kemudian penambahan n-heksana yang bersifat non polar, akan memisahkan senyawa polar dan non polar. Akan tetapi, diperlukan waktu tunggu agar senyawa yang berbeda kepolarannya tersebut dapat terpisah jelas. Oleh karena itulah ditambahkan miliQ yang bersifat polar. Kondisi kepolaran dalam larutan yang amat berbeda merupakan cara ekstraksi yang efektif. MiliQ membawa monomer vinil klorida yang bersifat polar ke bagian bawah larutan dan menggumpal, sedangkan ftalat yang bersifat non polar akan berada di bagian atas larutan atau supernatan. Supernatan inilah yang difiltrasi. Proses filtrasi akan lebih baik jika dilakukan menggunakan filter yang lebih kecil ukuran lubangnya. Filter yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas saring Whatman (STP, 2009). Proses filtrasi dinyatakan baik bila filtrat tidak mengendap lagi. Dalam penelitian ini, filtrat sudah tidak mengendap lagi. Akan tetapi, bila filtrat masih mengendap di penelitian berikutnya (senyawa selain ftalat masih terikut
41
dalam filtrat), perlu digunakan filter yang lebih sensitif atau lebih kecil, misalnya filter PTFE 45 µm (CPSC, 2009). Tujuan utama penelitian ini terpenuhi pada modifikasi metode B dan C, yaitu terlihat pemisahan yang jelas serta cepat (Gambar 14). Selain itu, ternyata penambahan miliQ juga mempengaruhi kadar DEHP yang terekstrak. Hal ini terbukti pada metode B dan C yang memiliki persentase kadar DEHP lebih tinggi dibandingkan metode A. Monomer vinil klorida yang bersifat polar dalam PVC awalnya memiliki ikatan hidrogen dan gaya Van der Waals yang lemah dengan DEHP (Patrick, 2005). Semakin banyak penambahan miliQ, semakin banyak pula monomer vinil klorida yang melepas dan memisah dari ftalat. Sehingga ftalat dapat dengan mudah bergerak ke bagian atas larutan untuk difiltrasi dan dianalisis. Prinsip kerja ini juga diterapkan dalam analisis penentuan ftalat dalam sampel air menggunakan ekstraksi cair-cair (David et al., 2003). Ekstraksi sampel air dengan pelarut non polar adalah metode yang sangat tepat untuk ekstraksi ftalat dari sampel berair. Penggunaan heksana juga dapat memberikan perolehan kembali hasil ekstraksi yang baik (Braaten et al. (1996) dalam David et al. (2003)).
Gambar 14. Penggumpalan pada larutan setelah penambahan miliQ Pemilihan metode yang akan divalidasi lebih lanjut didasari oleh kemampuan metode untuk menggumpalkan senyawa selain ftalat dan mengekstrak DEHP lebih banyak dalam jumlah yang tidak melebihi kadar biasanya. Oleh karena itu, metode yang layak untuk divalidasi adalah metode C. Metode ini dapat mengekstrak DEHP lebih banyak daripada metode A dan menyatakan persentase kadar DEHP yang masuk akal, yakni sebesar 40.74%. ATSDR (2002) menyebutkan bahwa jumlah penambahan senyawa ftalat ke dalam PVC adalah sekitar 40%, sedangkan menurut Barnes et al. (2007) adalah sekitar 30%. Tsumura et al. (2002),
42
yang menggunakan cara ekstraksi sama dengan penelitian ini kecuali bagian penambahan miliQ, memberikan hasil analisis sampel PVC mengandung 12-41% DEHP (w/w). Metode B tidak dipilih karena memberikan hasil yang terlampau besar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketidaktelitian peneliti dalam menggunakan mikropipet untuk memipet BBP dalam metode B. Dalam metode B, area BBP sangat kecil (< 30 mV), padahal area BBP pada dua metode lain di atas 100 mV. Visualisasi perbandingan kromatogram pada ketiga metode ditunjukkan dalam Gambar 15.
(a)
(b)
(c) Gambar 15. Perbandingan kromatogram tiga ulangan injeksi pada (a) metode A, (b) metode B, (c) metode C Penentuan kadar DEHP saat ini juga dianggap penting, di samping analisis migrasi DEHP. Terbukti dari peraturan yang dikeluarkan EU melalui Directive 2005/84/EC yang membatasi penggunaan DEHP tidak 43
boleh melebihi 0.1% dari massa bahan pemlastis dalam mainan dan barang pengasuhan anak (EU, 2005). Menurut LGA Qualitest GmbH (2007), peraturan ini tidak hanya mengacu pada dua jenis barang tersebut melainkan juga berlaku untuk plastik kemasan pangan, pelapis cat, lem, serta bahan lain yang mengandung DEHP. Oleh sebab itu, Indonesia melalui BPOM pun perlu mengkaji masalah ini lebih lanjut untuk merumuskan peraturan mengenai batas penggunaan DEHP dalam kemasan pangan.
5. Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan (modifikasi Badan POM RI (2007a) dan EU (2001)) Migrasi terjadi karena pemlastis (DEHP) tidak terikat secara kimia dengan polimer, yakni hanya terdapat gaya Van der Waals lemah dan ikatan hidrogen antara molekul pemlastis dan segmen polimer (Patrick, 2005). Hal ini menyebabkan pemlastis dapat bermigrasi ke permukaan kemasan dan akhirnya menyentuh pangan. Parameter yang diacu dalam analisis migrasi ini adalah seberapa besar migrasi yang terjadi dengan mempertimbangkan suhu, waktu, dan luas permukaan tertentu. Dalam menentukan luas permukaan, ketebalan sampel yang lebih dari 1 mm harus diperhitungkan (EU, 2001). Oleh karena tebal sampel yang digunakan dalam penelitian ini kurang dari 1 mm, tebal sampel dapat diabaikan. Contoh perbandingan kromatogram hasil analisis migrasi DEHP ditunjukkan
dalam Gambar 16.
Terlihat bahwa besar puncak
kromatogram ketiga ulangan injeksi tersebut tidak berbeda jauh. Puncak kromatogram di waktu retensi 11 menit adalah standar internal BBP, sedangkan pada 11.62 menit adalah DEHP. Dalam perhitungan mencari konsentrasi DEHP dan besar migrasi, dibuat normalisasi area sampel. Lalu normalisasi area sampel ini dikurangi pula dengan normalisasi area blanko. Perhitungan seperti ini umum diterapkan oleh laboratorium yang menguji ftalat di Eropa (Wenzl, 2009). Blanko pada metode ini adalah larutan n-heptana yang diperlakukan mengikuti prosedur analisis sampel.
44
Selain standar internal, blanko juga amat penting peranannya dalam mengoreksi hasil pembacaan.
Gambar 16. Perbandingan kromatogram tiga ulangan injeksi pada kemasan A Besar migrasi DEHP pada lima sampel kemasan pangan ditunjukkan dalam Tabel 7. Perhitungan lengkapnya dijabarkan dalam Lampiran 11 dan Lampiran 12. Tabel 7. Migrasi DEHP pada lima sampel kemasan pangan Migrasi DEHP (µg/10 cm2/menit) Sampel Ulangan Rata-rata SD % RSD 1 2 3 A 13.37 13.10 12.93 13.13 0.22 1.67 B 9.82 9.81 9.82 9.82 0.01 0.06 C 8.77 8.80 8.72 8.76 0.04 0.44 D 15.52 18.33 18.15 17.33 1.57 9.07 E 5.66 5.63 5.31 5.54 0.19 3.49 Rata-rata 2.95 Rata-rata RSD pengujian sampel dalam penelitian ini terbilang cukup baik, yaitu 2.95%. Hal ini didasari oleh kriteria hasil analisis yang baik adalah yang memiliki RSD <2% (Ibrahim, 2009). Akan tetapi, besar RSD ini seharusnya dibandingkan dengan nilai RSD hasil dari uji validasi untuk metode ini (belum dilakukan). Sebagai gambaran, besar RSD keterulangan dari DINP (Diisononil Ftalat) yang rata-rata bermigrasi 5.64 µg/10 cm2/menit ke dalam simulan saliva berdasarkan metode EU (2001) adalah 29.8%. Memang untuk simulan saliva, ketelitian yang tinggi sulit dicapai. Akan tetapi, ketelitian hasil analisis dengan simulan n-heptana dalam penelitian ini cukup baik, sehingga layak dilakukan validasi metodenya.
45
SCTEE sesuai dengan yang disebutkan dalam EU (2001), menetapkan
batas
maksimum
migrasi
DEHP
sebesar
2
1.67 µg/10 cm /menit. Jika demikian, seluruh sampel kemasan telah melebihi batas maksimum migrasi. Hal ini menandakan kemasan tidak aman dipakai bila penggunaannya seperti yang disimulasikan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang dilakukan Ozaki et al. (2002) tentang migrasi DEHP dalam n-heptana membuktikan bahwa n-heptana adalah simulan pangan yang baik untuk mewakili pangan berlemak dan DEHP lebih mudah termigrasi ke dalam pangan berlemak dibandingkan pangan berair atau asam. Selain itu, migrasi DEHP lebih besar terjadi pada kemasan berjenis PVC dibandingkan PP, PA, maupun PE. Besar migrasi DEHP ke dalam n-heptana dibandingkan dengan simulan lain (air, asam asetat 4%, dan etanol 20%) pada penelitian Tsumura et al. (2002) memperkuat hipotesis bahwa pangan berlemak mudah terkontaminasi DEHP. Bila membandingkan hasil migrasi DEHP pada penelitian Tsumura et al. (2002), besar migrasi sampel PVC seperti stretched film (± 200 µg/10 cm2/menit) memiliki tingkat migrasi lebih tinggi daripada tabung (± 4 µg/10 cm2/menit) dan lunch box serta wadah kue (5.54-13.13 µg/10 cm2/menit) pada penelitian ini. Hal ini kemungkinan karena stretched film membutuhkan pemlastis yang lebih banyak untuk membuat karakteristik yang sangat lentur, sehingga tingkat migrasinya pun lebih banyak daripada lunch box, wadah kue, dan tabung yang bentuknya lebih padat. Salah satu penelitian yang menggunakan simulan saliva sintetik seperti EU (2001) adalah Niino et al. (2003). Penelitian ini menunjukkan besar
DEHP
yang
bermigrasi
pada
sampel
bola
sekitar
11-14 µg/10 cm2/menit. Metode EU bermanfaat dalam pengembangan metode ini. Akan tetapi, hasil penelitian dari metode tersebut tidak dapat dibandingkan dengan hasil penelitian ini karena simulan saliva sintetik mewakili saliva, sedangkan n-heptana mewakili pangan berlemak.
46
Dalam peraturan EU (2007), DEHP ini hanya boleh digunakan dalam kemasan yang dipakai berulang kali untuk menyimpan pangan tidak berlemak, serta kadar DEHP-nya tidak lebih dari 0.1% pada produk akhir. Bila mengacu pada peratuan EU tersebut, kemasan yang diuji pada penelitian ini tidak layak digunakan untuk pangan berlemak. Metode ini perlu divalidasi lebih lanjut untuk melihat keterulangan, sensitivitas, dan parameter validasi metode lainnya sehingga hasil analisisnya dapat lebih valid. Selanjutnya, penelitian migrasi ke dalam pangan langsung dapat dilakukan. Penelitian ini pastinya memerlukan tahapan kerja yang lebih panjang dibandingkan hanya menggunakan simulan pangan. Akan tetapi, penelitian ini tetap harus dijalankan karena dapat
dijadikan
pertimbangan
bagi
perumusan
kebijakan
yang
berhubungan dengan migrasi kemasan.
47
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Kegiatan magang di PROM Badan POM RI membuat penulis dapat mengaitkan antara ilmu yang diperoleh selama di perguruan tinggi dengan tempat magang. Kegiatan magang juga meningkatkan wawasan penulis mengenai lingkungan kerja, terutama dalam suatu instansi pemerintah. Penelitian dalam kegiatan magang ini menghasilkan beberapa data yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Data tersebut meliputi LDI, pengembangan metode kadar DEHP dalam kemasan pangan, dan metode analisis migrasi DEHP ke dalam simulan pangan n-heptana. LDI yang didapat adalah sebesar 1.00 µg/ml n-heptana. Persentase kadar DEHP berturut-turut pada metode A, B, dan C adalah 2.33, 119.77, dan 40.74%. Metode yang dipilih untuk divalidasi lebih lanjut adalah metode C, yakni metode yang telah dimodifikasi dengan penambahan miliQ 10 ml. Besar migrasi DEHP dengan kondisi penelitian ini pada sampel A, B, C, D, dan E secara berurutan adalah 13.13, 9.82, 8.76, 17.33, dan 5.54 µg/10 cm2/menit. Migrasi kelima sampel PVC ini melebihi batas maksimum migrasi DEHP yang ditetapkan oleh SCTEE (1.6 µg/10 cm2/menit). Akan tetapi, rata-rata RSD metode ini cukup baik (2.95%), sehingga metode ini layak disarankan untuk divalidasi agar diperoleh metode yang valid.
B. SARAN Saran untuk penelitian selanjutnya, antara lain: 1. Menentukan LDI dengan menggunakan standar internal BBP agar didapat koefisien korelasi (r) kurva LDI yang lebih baik. 2. Mengembangkan kembali metode penentuan kadar DEHP melalui variasi interval penambahan miliQ yang lebih kecil dan dengan penambahan miliQ hingga di atas 10 ml untuk memastikan berapa jumlah penambahan miliQ agar DEHP benar-benar terekstrak sempurna. 3. Memvalidasi metode C penentuan kadar DEHP dan metode analisis migrasi DEHP dengan n-heptana, serta mengembangkan dan memvalidasi
48
metode analisis migrasi DEHP ke dalam pangan agar didapat metode yang lebih valid. Selain itu, metode yang diperoleh ini dapat dijadikan pertimbangan dalam pembuatan SNI yang baru diusulkan ke BSN, yakni mengenai penggunaan PVC dalam kemasan pangan. 4. Kemasan lunch box dan wadah kue yang diuji pada penelitian ini hendaknya tidak digunakan untuk menyimpan pangan yang panas. Hal ini didasari pada jumlah migrasi DEHP-nya yang telah melebihi batas maksimum menurut SCTEE sehingga dapat berbahaya bagi kesehatan. 5. Mengkonversi besar migrasi yang dinyatakan dalam µg/10 cm2/menit ini ke dalam mg/kg pangan. Konversi ini tidak memperhitungkan waktu kontak, tetapi memerlukan data luas permukaan kemasan yang sebenarnya kontak dengan pangan dan data berat pangan yang sebenarnya saat digunakan. Dengan demikian, datanya dapat dibandingkan dengan limit migrasi spesifik untuk DEHP yang ditetapkan EU (2007) ke dalam simulan pangan atau pangan (1.5 mg/kg).
49
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2008. Kemasan: Pengaman & Pengawet Makanan. http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cyb ermed%7C0%7C0%7C6%7C474 [13 Februari 2009] Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 2007. ToxFAQs™ for Di(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP). http://www.atsdr.cdc.gov/ tfacts9.html [15 Februari 2009] Badan POM RI. 2007a. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan. BPOM, Jakarta. Badan POM RI. 2007b. Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. www.pom.go.id/profile/organisasi_BadanPOM.asp. [20 Agustus 2009] Barnes, K.A., C.R. Sinclair and D.H. Watson (Eds.). 2007. Chemical Migration and Food Contact Material. Woodhead Publishing Ltd., Cambridge, England. Braaten, B., J.A. Berge, L. Berglind and T. Baekken. 1996. Occurence of Phthalates and Organotins in Sediments and Water in Norway. Norwegian Institute for Water Research (NIVA) report SNO 3552–96. Budiawan, R.N. 2004. Ekses Bahan Kemasan terhadap Kesehatan dan Lingkungan. Di dalam: Prosiding Lokakarya Wadah Pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPPOM, Jakarta. Cadogan, D. 2006. Plasticisers: An Update. www.pvc-forum.com/?M=N&action= download&external=true&id=48 [25 Februari 2009] Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2005. Third National Exposure Report. http://www.cdc.gov/exposurereport/report.htm [17 Januari 2010] Consumer Products Safety Commision (CPSC) United States. 2009. Test Method: CPSC-CH-C1001-09. Standard Operating Procedure for Determination of Phthalates. http://www.cpsc.gov/about/cpsia/phthalatesop.pdf [17 Februari 2009] Crosby, N.T. 1981. Food Packaging Material: Aspect of Analysis and Migration of Contaminants. Applied Science Publisher, London. Crompton, T.R. 2007. Additive Migration from Plastics into Foods. A Guide for analytical Chemists. Shawbury, Shrewsbury, Shropshire, Smithers Rapra Technology Limited. David, F., P. Sandra, B. Tienpont, F. Vanwalleghem and M. Ikonomou. 2003. Analytical Methods Review. In: The Handbook of Environmental Chemistry Vol. 3, Part Q (C. A. Staples, ed.). Springer, Verlag, Berlin, Heidelberg. Ecobilan. 2001. Eco-Profile of High Volume Commodity Phtalate Esters (DEHP/DINP/DIDP). http://www.ecpi.org/upload/documents/document31. pdf [22 Februari 2009] 50
Environmental Protection Agency (EPA). 2001. Risk Burn Guidance for Hazardous Waste Combustion Facilities. Appendix B: Sampling and Analysis. http://www.epa.gov/osw/hazard/tsd/td/combust/pdfs/ apxb0927.pdf [2 Desember 2009] European Union (EU). 2001. Standard Operation Procedure for: Determination of Release of Phthalate Plasticisers in Saliva Simulant. http://ec.europa.eu/ enterprise/chemicals/docs/ studies/phthalates3.pdf [25 Februari 2009] European Union (EU). 2005. Directive 2005/84/EC of the European Parliament and of the Council of 14 December 2005. Official Journal of the European Union. http://eur-lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri= OJ:L:2005:344:0040:0043:EN:PDF [16 Maret 2009] European Union (EU). 2007. Directive 2007/19/EC of the European Parliament and of the Council of 30 March 2007. Official Journal of the European Union. http://www.dehp-facts.com/upload/documents/webpage/ foodcontact%20leg.pdf [15 Januari 2010] George, C. and H. Prest. 2001. Agilent Application note 5988-2244EN. www.agilent.com. Gobas, F.A.P.C, C.E. Mackintosh, G. Webster, M. Ikonomou, T.F. Parkerton and K. Robillard. 2003. Bioaccumulation of Phthalate Esters in Aquatic FoodWebs. In: The Handbook of Environmental Chemistry Vol. 3, Part Q (C. A. Staples, ed.). Springer, Verlag, Berlin, Heidelberg. Goodman, W. 2009. GC/MS Analysis of Phthalates ini Children’s Products. PerkinElmer, Inc., Waltham. Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 1(3) : 117-135. Departemen Farmasi FMIPA-UI. Health Canada. 2007. Book 5 - Laboratory Policies and Procedures. Part B: Test Methods Section, Method C-34. Determination of Phthalates in Polyvinyl Chloride Consumer Products. http://www.hc-sc.gc.ca/cpsspc/alt_formats/hecs-sesc/pdf/prod-test-essai/_method-chem-chim/c-34eng.pdf [25 Februari 2009] Hutapea, R. 2008. Kajian Estimasi Paparan Zat Kontak dengan Pangan (Food Contact Substances) dalam Kemasan Pangan. BPOM, Jakarta. Ibrahim, S. 2009. Implementasi validasi pengujian mutu sediaan farmasi untuk penjaminan khasiat, keamanan, dan mutunya. Penataran Sertifikasi Kompetensi Apoteker, ISF Jawa Barat-Sekolah Farmasi ITB, 13-14 Maret. Jakarta. Kirwan, M.J and J.W. Strawbridge. 2003. Plastics ini Food Packaging. In: Food Packaging Technology (R. Coles, D. McDowell, M.J. Kirwan, eds.). Blackwell Publishing Ltd, London. LGA Qualitest GmbH. 2007. Directive 2005/84/EC: Phthalates in Toys and Childcare Articles. http://lga.de/tuv/en/download/products_info_0708 en.pdf [16 Maret 2009]
51
López-Cervantes, J., D.I. SÁnchez-Machado, S. Pastorelli, R. Rijk and P. Paseiro-Losada. 2003. Evaluating the migration of ingredients from active packaging and development of dedicated methods: a study of two iron-based oxygen absorbers. J. Food Addit Contam. 20(3) : 291-299. Merck. 2006a. Safety Data Sheet Tetrahydrofuran. http://www.merckchemicals.com [2 April 2009] Merck. 2006b. Safety Data Sheet n-Hexane. http://www.merck-chemicals.com [2 April 2009] Merck. 2006c. Safety Data Sheet n-Heptane. http://www.merck-chemicals.com [2 April 2009] Merck. 2006d. Safety Data Sheet Acetonitrile. http://www.merck-chemicals.com [2 April 2009] Merck. 2006e. Safety Data Sheet Sodium Sulfate Anhydrous. http://www.merckchemicals.com [2 April 2009] Merck. 2007a. Safety Data Sheet Cyclohexane. http://www.merck-chemicals.com [2 April 2009] Merck. 2007b. Safety Data Sheet Dichlorometane. http://www.merck-chemicals. com [2 April 2009] Merck. 2008. Safety Data Sheet Ethanol 96%. http://www.merck-chemicals.com [2 April 2009] Merck. 2009a. Safety Data Sheet Acetone. http://www.merck-chemicals.com [2 April 2009] Merck. 2009b. Safety Data Sheet 2-Propanol. http://www.merck-chemicals.com [2 April 2009] Merck. 2009c. Safety Data Sheet Methanol. http://www.merck-chemicals.com [2 April 2009] McCort-Tipton, M. and R.L. Pesselman. 1999. What Simulant is Right for My Intended End Use?. In: Food Packaging. Testing Methods and Applications. (S. J. Risch, ed.). American Chemical Society, Washington DC. McNair, H and J.M. Miller. 1998. Basic Gas Chromatography. Techniques in Analytical Chemistry. John Willey & Sons, Inc, New York, Chichester, Weinheim, Brisbane, Singapore, Toronto. Niino, T., T. Asakura, T. Ishibashi, T. Itoh, S. Sakai, H. Ishiwata, T. Yamada and S. Onodera. 2003. A simple and reproducible testing method for dialkyl phthalate migration from polyvinyl chloride products into saliva simulant. J. Food Hyg. Soc. Japan 44(1) : 13-18. Ozaki, A., Y. Yamaguchi, A. Okamoto and N. Kawai. 2002. Determination of alkylphenols, bisphenol A, benzophenone and phthalates in containers of baby food, and migration into food simulants. J. Food Hyg. Soc. Japan 43(4) : 260-266.
52
Patrick, S.G. 2005. Practical Guide to Polyvinyl Chloride. Rapra Technology Limited, Shawbury, Shrewsbury, Shropshire, SY4 4NR, United Kingdom. Rosyianie, Y., D. Pangaribuan, dan R. Hutapea. 2008. Pemlastis (plasticiser) dalam plastik untuk kemasan pangan. Buletin Keamanan Pangan BPOM RI 13 : 3-5. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Sentra Teknologi Polimer (STP). 2009. Pelatihan teknologi plastik: Kajian keamanan kemasan pangan, 18-20 Mei. Jakarta. Stanley, M.K., K.A. Robillard and C.A. Staples. 2003. Introduction. In: The Handbook of Environmental Chemistry Vol. 3, Part Q (C. A. Staples, ed.). Springer, Verlag, Berlin, Heidelberg. Tsumura, Y., S. Ishimitsu, K. Hirayama and T. Fujimaki. 2002. Migration of di(2etylhexyl) phthalate from polyvinyl chloride tubes used in preparation of foods. J. Food Hyg. Soc. Japan 43(4) : 254-259. Wargo, J., M.R. Cullen and H.S. Taylor. 2008. Plastics that may be Harmful to Children and Reproductive Health. Environment & Human Health, Inc. http://www.ehhi.org/reports/plastics/ehhi_plastics_report_2008.pdf [3 Desember 2009] Wenzl, T. 2009. Methods for The Determination of Phthalates in Food. Outcome of a Survey Conducted among European Food Control Laboratories. European Communities, Belgium.
53
LAMPIRAN
54
Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM (Badan POM RI, 2007b) KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
SEKRETARIAT UTAMA 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Humas 4. Biro Umum
INSPEKTORAT
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA 1. Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Dit. Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Dit. Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Dit. Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Dit. Pengawasan NAPZA
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen 1. Dit. Penilaian OT, Suplemen Makanan, dan Kosmetik 2. Dit. Standardisasi OT, Kosmetik, dan Produk Komplemen 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik, dan Produk Komplemen 4. Dit. Obat Asli Indonesia
Pusat Riset Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat dan Makanan
Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya 1. Dit. Penilaian Keamanan Pangan 2. Dit. Standardisasi Produk Pangan 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan 4. Dit. Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Dit. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Balai dan Balai Besar POM
55
Lampiran 2. Diagram alir Penentuan Limit Deteksi Instrumen 10 µl DEHP 106 µg/ml dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml
n-Heptana ditambahkan hingga tanda tera (konsentrasi stok 103 µg/ml)
Larutan dikocok
Larutan stok 103 µg/ml diambil 7.5; 12.5; 15; 27.5; 50 µl
Larutan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml
n-Heptana ditambahkan hingga tanda tera (konsentrasi akhir 0.75; 1.25; 1.5; 2.75; 5 µg/ml)
Larutan dikocok
1.5 ml larutan dimasukkan ke vial GC-MS
Vial diletakkan di autosampler GC-MS
GC-MS dijalankan sesuai dengan kondisi dan parameter yang ditentukan
56
Lampiran 3. Diagram alir Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP 0.1 g potongan kecil sampel A
0.1 g potongan kecil sampel A
0.1 g potongan kecil sampel A
Ditambahkan THF 10 ml
Ditambahkan THF 10 ml
Ditambahkan THF 10 ml
Ditambahkan n-heksana 20 ml
Ditambahkan n-heksana 20 ml
Ditambahkan n-heksana 20 ml
Ditambahkan miliQ 5 ml
Ditambahkan miliQ 10 ml
Disaring dengan kertas saring Whatman
Disaring dengan kertas saring Whatman
Disaring dengan kertas saring Whatman
Filtrat diambil 0.1 ml
Filtrat diambil 0.1 ml
Filtrat diambil 0.1 ml
Ditambahkan 80 µl BBP 250 µg/ml dan 20 ml heptana
Ditambahkan 80 µl BBP 250 µg/ml dan 20 ml heptana
Ditambahkan 80 µl BBP 250 µg/ml dan 20 ml heptana
1.5 ml larutan dimasukkan ke vial GC-MS
1.5 ml larutan dimasukkan ke vial GC-MS
1.5 ml larutan dimasukkan ke vial GC-MS
Vial diletakkan di autosampler GC-MS
Vial diletakkan di autosampler GC-MS
Vial diletakkan di autosampler GC-MS
GC-MS dijalankan sesuai dengan kondisi dan parameter yang ditentukan
GC-MS dijalankan sesuai dengan kondisi dan parameter yang ditentukan
GC-MS dijalankan sesuai dengan kondisi dan parameter yang ditentukan
57
Lampiran 4. Diagram alir pembuatan larutan standar internal BBP 10 µl BBP 106 µg/ml dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml
n-Heptana ditambahkan hingga tanda tera (konsentrasi stok 103 µg/ml)
Larutan dikocok
Larutan stok 103 µg/ml diambil 2.5 ml
Larutan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml
n-Heptana ditambahkan hingga tanda tera (konsentrasi 250 µg/ml)
Larutan dikocok
58
Lampiran 5. Diagram alir pembuatan larutan standar DEHP 10 µl DEHP 106 µg/ml dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml
n-Heptana ditambahkan hingga tanda tera (konsentrasi stok 103 µg/ml)
Larutan dikocok
Larutan stok 103 µg/ml diambil 7.5; 12.5; 15; 50 µl Larutan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml
Ditambahkan 20 µl BBP 103 µg/ml
n-Heptana ditambahkan hingga tanda tera (konsentrasi akhir 0.75; 1.25; 1.5; 2.75; 5 µg/ml)
Larutan dikocok
1.5 ml larutan dimasukkan ke vial GC-MS
Vial diletakkan di autosampler GC-MS
GC-MS dijalankan sesuai dengan kondisi dan parameter yang ditentukan
59
Lampiran 6. Diagram alir Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan Sampel kemasan 3 cm x 3 cm direndam ke dalam n-heptana 38 C
Wadah sampel dimasukkan ke inkubator bersuhu 38 C selama 30 menit
Larutan diambil 5 ml
Larutan dievaporasi hingga menjadi residu kering
Ditambahkan heptana 1 ml
Ditambahkan 1 ml BBP 1 µg/ml
Diaduk hingga larut
1.5 ml larutan dimasukkan ke vial GC-MS
Vial diletakkan di autosampler GC-MS
GC-MS dijalankan sesuai dengan kondisi dan parameter yang ditentukan
60
Lampiran 7. Ringkasan Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut No.
1
2
3
4
Nama Pelarut
THF (Merck, 2006a)
Aseton (Merck, 2009a)
n-Heksana (Merck, 2006b)
n-Heptana (Merck, 2006c)
Titik Didih (ºC)
65-66
56.2
69
97-98
Kelarutan dalam Air (20ºC)
Identifikasi Bahaya
Larut
Sangat mudah meledak. Dapat membentuk peroksida eksplosif. Mengiritasi mata dan sistem respirasi.
Cari udara segar.
Larut
Mudah meledak. Mengiritasi mata/kerusakan mata serius. Toksik terhadap sistem organ.
Cari udara segar. Konsultasi ke dokter
0.0095 g/l
0.05 g/l
Sangat mudah meledak. Mengiritasi kulit. Berbahaya bagi kesehatan bila terhirup. Kemungkinan berisiko melemahkan kesuburan. Menyebabkan kerusakan paru-paru jika tertelan. Uap menyebabkan kantuk dan pusing. Sangat mudah meledak. Mengiritasi kulit. Menyebabkan kerusakan paru-paru jika tertelan. Uap menyebabkan kantuk dan pusing.
Setelah Terhirup
Cari udara segar. Jika nafas terhenti: beri pernafasan buatan atau dengan ventilasi mekanik. Pakai masker oksigen bila diperlu. Secepatnya ke dokter.
Cari udara segar. Konsultasi ke dokter.
Tindakan Pertolongan Pertama Setelah Kontak Setelah Setelah Tertelan Kulit Kontak Mata Bilas dengan Cuci dengan banyak air, banyak air. Minum banyak air. mata dibuka Ganti pakaian Konsultasi ke lebar. yang dokter. Konsultasi ke terkontaminasi. dokter mata. Bilas dengan banyak air, mata dibuka lebar. Konsultasi ke dokter mata.
Jaga jalur pernafasan tetap lancar. Secepatnya ke dokter.
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi.
Bilas dengan banyak air, mata dibuka lebar. Konsultasi ke dokter mata.
Jika muntah: berisiko aspirasi. Jaga jalur pernafasan.Panggil dokter. Segera minum karbon aktif, jangan minum susu atau alkohol.
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi.
Bilas dengan banyak air, mata dibuka lebar. Konsultasi ke dokter mata.
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi.
Jaga jalur pernafasan tetap lancar. Secepatnya ke dokter.
Tindakan Pemadaman Api
Penanganan
Penyimpanan
Memakai bubuk, busa, semprotan air.
Bekerja dalam ruang asam.Tidak menghirup senyawa. Jauhkan dari bahan yang panas.
Simpan tertutup rapat dalam tempat berventilasi baik, jauhkan dari sumber panas dan pembakaran. Simpan tertutup rapat dalam tempat berventilasi baik, jauhkan dari sumber panas dan pembakaran. Simpan pada suhu 15-25ºC.
Memakai CO2, busa, dan bubuk kering.
Jauhkan dari sumber pembakaran. Bekerja dalam ruang asam.Tidak menghirup senyawa.
Memakai CO2, busa, dan bubuk.
Jauhkan dari sumber pembakaran dan bahan yang panas. Bekerja dalam ruang asam.Tidak menghirup senyawa.
Simpan tertutup rapat dalam tempat berventilasi baik, jauhkan dari sumber panas dan pembakaran.
Memakai CO2, busa, dan bubuk.
Jauhkan dari sumber pembakaran dan bahan yang panas. Bekerja dalam ruang asam.Tidak menghirup senyawa.
Simpan tertutup rapat dalam tempat berventilasi baik, jauhkan dari sumber panas dan pembakaran.
61
Lampiran 7. Ringkasan Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut (Lanjutan) No.
5
6
Nama Pelarut
2Propanol (Merck, 2009b)
Asetonitril (Merck, 2006d)
7
Siklo heksana (Merck, 2007a)
8
Natrium sulfat anhidrida (Merck, 2006e)
Titik Didih (ºC)
82.4
81.6
81
-
Tindakan Pertolongan Pertama Setelah Kontak Setelah Kulit Kontak Mata
Kelarutan dalam Air (20ºC)
Identifikasi Bahaya
Larut
Cairan mudah meledak. Mengiritasi mata/kerusakan mata serius. Toksik terhadap sistem organ.
Cari udara segar. Konsultasi ke dokter.
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi.
Bilas dengan banyak air, mata dibuka lebar. Konsultasi ke dokter mata.
Larut
Sangat mudah meledak. Berbahaya bila terhirup, kontak dengan kulit, dan tertelan. Mengiritasi mata.
Cari udara segar. Jika nafas terhenti: beri pernafasan buatan atau dengan ventilasi mekanik. Pakai masker oksigen bila diperlu. Secepatnya ke dokter.
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi. Konsultasi ke dokter.
Bilas dengan banyak air, mata dibuka lebar. Konsultasi ke dokter mata.
Secepatnya minum banyak air. Panggil dokter.
55 mg/l
Sangat mudah meledak. Mengiritasi kulit. Menyebabkan kerusakan paru-paru jika tertelan. Uap menyebabkan kantuk dan pusing.
200 g/l
Bukan produk berbahaya.
Setelah Terhirup
Cari udara segar. Konsultasi ke dokter.
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi.
Bilas dengan banyak air, mata dibuka lebar. Konsultasi ke dokter mata.
Cari udara segar.
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi.
Bilas dengan banyak air, mata dibuka lebar.
Tindakan Pemadaman Api
Penanganan
Penyimpanan
Jauhkan dari sumber pembakaran dan bahan yang panas. Bekerja dalam ruang asam.Tidak menghirup senyawa.
Simpan tertutup rapat dalam tempat berventilasi baik, jauhkan dari sumber panas dan pembakaran. Simpan pada suhu 5-30ºC.
Memakai CO2, busa, dan bubuk.
Jauhkan dari sumber pembakaran.
Simpan tertutup rapat dalam tempat berventilasi baik, jauhkan dari sumber panas dan pembakaran. Simpan pada suhu 15-25ºC.
Jaga jalur pernafasan tetap lancar. Secepatnya ke dokter. Jika spontan muntah: Ada kemungkinan kegagalan pulmonari. Panggil dokter.
Memakai CO2, busa, dan bubuk.
Jauhkan dari sumber pembakaran dan bahan yang panas. Bekerja dalam ruang asam.Tidak menghirup senyawa.
Simpan tertutup rapat dalam tempat berventilasi baik, jauhkan dari sumber panas dan pembakaran. Simpan pada suhu 15-25ºC.
Minum banyak air. Konsultasi ke dokter.
Memakai CO2, busa, dan bubuk kering.
Tidak ada persyaratan khusus.
Simpan tertutup rapat.
Setelah Tertelan Jaga jalur pernafasan tetap lancar. Secepatnya ke dokter. Jika spontan muntah: Ada kemungkinan kegagalan pulmonari. Panggil dokter.
Memakai CO2, busa, dan bubuk kering.
62
Lampiran 7. Ringkasan Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut (Lanjutan) No.
9
10
11
Nama Pelarut
Dikloro metana (Merck, 2007b)
Etanol 96% (Merck, 2008)
Metanol (Merck, 2009c)
Titik Didih (ºC)
40
78
64.5
Kelarutan dalam Air (20ºC)
20 g/l
Larut
Larut
Identifikasi Bahaya
Bukti sedikit mengenai efek karsinogenik.
Sangat mudah meledak.
Cairan mudah meledak. Toksisitas akut. Toksik terhadap sistem organ.
Setelah Terhirup Cari udara segar. Jika diperlukan, beri pernafasan buatan atau dengan ventilasi mekanik. Konsultasi ke dokter.
Cari udara segar.
Cari udara segar. Jika diperlukan, beri pernafasan buatan atau dengan ventilasi mekanik. Secepatnya panggil dokter.
Tindakan Pertolongan Pertama Setelah Kontak Setelah Kulit Kontak Mata
Setelah Tertelan
Jaga jalur pernafasan tetap lancar. Segera minum karbon aktif dan banyak air. Secepatnya ke dokter.
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi.
Bilas dengan banyak air, mata dibuka lebar. Konsultasi ke dokter mata.
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi.
Bilas dengan banyak air, mata dibuka lebar. Konsultasi ke dokter mata.
Secepatnya minum air 2 gelas. Konsultasi ke dokter.
Bilas dengan banyak air. Konsultasi ke dokter mata.
Cari udara segar. Minum etanol (1 gelas dari minuman beralkohol 40%). Secepatnya panggil dokter. Jika tidak ada pengobatan yang tersedia dalam 1 jam, induksi pemuntahan (dalam keadaan sadar) dan minum etanol lagi (± 0.3 ml dari minuman beralkohol 40%/kg BB/jam)
Bilas dengan banyak air. Ganti pakaian yang terkontaminasi. Secepatnya panggil dokter.
Tindakan Pemadaman Api
Penanganan
Penyimpanan
Bekerja dalam ruang asam.Tidak menghirup senyawa.
Simpan tertutup rapat pada suhu 15-25ºC.
Memakai CO2, busa, dan bubuk.
Jauhkan dari sumber pembakaran.
Simpan tertutup rapat dalam tempat berventilasi baik, jauhkan dari sumber panas dan pembakaran. Simpan pada suhu 15-25ºC.
Memakai CO2, busa, dan bubuk kering.
Jauhkan dari sumber pembakaran dan bahan yang panas. Bekerja dalam ruang asam.Tidak menghirup senyawa.
Simpan tertutup rapat dalam tempat berventilasi baik, jauhkan dari sumber panas dan pembakaran. Simpan pada suhu 15-25ºC.
Memakai CO2, busa, dan bubuk.
63
Lampiran 8. Ringkasan Draft Proposal Metode Deteksi Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dalam Produk Perikanan Khas Bangka-Belitung, Bali, dan Sulawesi Selatan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric) Pencemaran lingkungan perairan oleh logam-logam berat seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) yang berasal dari limbah industri, pertanian, pangan, dan rumah tangga lainnya sudah lama diketahui. Akan tetapi, data kajian cemaran logam berat dalam pangan di Indonesia masih terbatas dan tersebar di berbagai sumber. Hal ini menyulitkan pemerintah untuk memanfaatkan informasi tersebut dan melakukan intervensi. Sementara itu, masyarakat perlu jaminan bahwa pangan yang tersedia di pasaran aman untuk dikonsumsi. Berbagai alasan tersebut mendorong PROM untuk mengembangkan metode deteksi cemaran logam berat merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) produk perikanan pada beberapa daerah pertambangan di Indonesia, khususnya Bangka-Belitung, Bali, dan Sulawesi Selatan. Penelitian ini terdiri atas delapan tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data sekunder mengenai produk perikanan khas dari Bangka-Belitung (sarden, pempek, kerupuk kemplang, abon ikan, gangan kepala ikan, otak-otak, belacan), Bali (lawar cumi, krupuk klejat, pepes ikan jangki, dendeng ikan, nuget ikan, sate lilit, sop ikan), dan Sulawesi Selatan (pallumara, langga roko, kapurung, otakotak, ikan bakar bumbu parape, acar telur ikan terbang, ikan pepes). Tahap kedua adalah pengadaan bahan kimia dan persiapan alat. Tahap ketiga adalah penyusunan metode analisis. Metode yang digunakan mengadaptasi prosedur yang ada dalam AOAC. Prosedur akan dikembangkan dan disesuaikan dengan karakterisik sampel produk pangan. Tahap keempat adalah penentuan LOD dan LOQ. Tahap kelima adalah pengambilan sampel dan preparasi sampel. Tahap keenam adalah analisis kandungan logam berat dalam sampel produk perikanan. Tahap ketujuh adalah analisis data. Tahap kedelapan adalah evaluasi dan pembuatan laporan. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah suatu metode analisis yang sudah divalidasi untuk mendeteksi cemaran logam berat (Hg, Cd, dan Pb) pada produk perikanan khas daerah Bangka-Belitung, Bali, dan Sulawesi Selatan. Metode ini dapat digunakan untuk pengawasan keamanan produk perikanan dari cemaran logam berat. Selain itu, metode ini dapat memberikan data paparan cemaran logam berat pada masyarakat setempat. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan dalam rangka menjaga kesehatan masyarakat dan mendorong perdagangan produk perikanan Indonesia.
64
Lampiran 9. Perhitungan Penentuan Limit Deteksi Instrumen Ab = 5,829 Konsentrasi (µg/ml)
0.75
1.25
1.50
2.75
5.00
U 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Astd 402,765 370,872 394,353 360,227 362,220 390,139 447,345 480,785 461,264 501,475 524,936 552,235 781,685 863,716 776,736 840,188 842,558 843,437 1,061,724 1,097,545 1,272,387 1,183,856 1,180,368 1,142,449 1,723,082 1,832,428 1,784,638 1,895,336 1,861,520 1,854,332
Astd - Ab 396,936 365,043 388,524 354,398 356,391 384,310 441,516 474,956 455,435 495,646 519,107 546,406 775,856 857,887 770,907 834,359 836,729 837,608 1,055,895 1,091,716 1,266,558 1,178,027 1,174,539 1,136,620 1,717,253 1,826,599 1,778,809 1,889,507 1,855,691 1,848,503
Rata-rata
374,267
488,844
818,891
1,150,559
1,819,394
% Deviasi 6.06 2.46 3.81 5.31 4.78 2.68 9.68 2.84 6.83 1.39 6.19 11.78 5.26 4.76 5.86 1.89 2.18 2.29 8.23 5.11 10.08 2.39 2.08 1.21 5.61 0.40 2.23 3.85 2.00 1.60
Keterangan: Ab = Area DEHP larutan blanko Astd = Area DEHP larutan standar
65
Rata-rata Area DEHP (mV)
2.000.000 1.600.000 1.200.000 800.000 400.000 0 0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
Konsentrasi DEHP (µg/ml) Persamaan garis y = 336,705.40x + 172,803.85; r = 0.9860 Konsentrasi (µg/ml) 0.75 1.25 1.50 2.75 5.00
Rata-rata (Yi) 374,267 488,844 818,891 1,150,559 1,819,394
Y 425,332.90 593,685.60 677,861.95 1,098,743.70 1,856,330.84 ∑ S(y/x)2 LDI
(Yi-Y)2 2,607,726,464.53 10,991,761,520.41 19,889,192,520.82 2,684,825,443.63 1,364,330,429.91 37,537,836,379.29 12,512,612,126.43 1.00 µg/ml
Y didapat dari persamaan garis
66
Lampiran 10. Perhitungan kurva standar
Blanko Konsentrasi DEHP (µg/ml) 0.75 1.25 1.50 5.00
Area DEHP 46,657
Area BBP 279,683
Nb 0.1668
Area DEHP
Area BBP
Nstd
Nstd-Nb
236,309 332,170 422,378 1,261,383
230,074 184,874 205,838 187,685
1.0271 1.7967 2.0520 6.7207
0.8603 1.6299 1.8852 6.5539
7 6
Nstd-Nb
5 4 3 2 1 0 0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi DEHP (µg/ml) Persamaan garis y = 1.3308x – 0.0957; r = 0.9998 Keterangan: Nb = Nstd =
Normalisasi area DEHP larutan blanko Normalisasi area DEHP larutan standar
67
Lampiran 11. Perhitungan Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP
Blanko
Metode
Area DEHP 41,183 Berat sampel (g)
A
0.1004
B
0.1008
C
0.1004
Area BBP 74,609
U
Area DEHP
1 2 3 1 2 3 1 2 3
453,935 566,152 628,744 643,639 669,784 588,190 854,272 879,438 925,865
Nb 0.5520
Area BBP 462,806 579,061 650,294 27,568 28,735 24,957 117,479 120,508 128,420
Ns 0.9808 0.9777 0.9669 23.3473 23.3090 23.5681 7.2717 7.2978 7.2097
Ns-Nb 0.4288 0.4257 0.4149 22.7953 22.7570 23.0161 6.7197 6.7458 6.6577
C DEHP (µg/ml) 0.3941 0.3918 0.3836 17.2009 17.1721 17.3669 5.1213 5.1409 5.0747
% Kadar DEHP (w/w) RataHasil SD % RSD rata 2.36 2.34 0.03 1.41 2.33 2.29 119.45 119.25 119.77 0.73 0.61 120.60 40.81 40.96 0.27 0.67 40.74 40.44
Keterangan: Nb = Normalisasi area DEHP larutan blanko Ns = Normalisasi area DEHP larutan sampel V = Volume total pelarut (THF, heksana, miliQ) (ml) FP = Faktor pengenceran filtrat dengan n-heptana m = Massa sampel (g) C DEHP = Konsentrasi DEHP dalam sampel GC-MS (µg/ml) C DEHP (sumbu x) dari persamaan garis y = 1.3308x – 0.0957
68
Lampiran 12. Perhitungan Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan
Blanko Kode Sampel A
B
C
D
E
Area DEHP
Area BBP
Nb
1,798
17,285
0.1040
U
Area DEHP
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
415,877 429,686 472,098 312,795 322,110 356,199 299,591 307,138 317,063 939,941 1,086,969 1,120,361 439,912 439,059 459,234
Area BBP 108,012 113,844 126,725 110,532 113,892 125,788 118,505 121,027 126,024 210,316 205,986 214,430 268,979 269,812 299,078
Ns 3.8503 3.7743 3.7254 2.8299 2.8282 2.8317 2.5281 2.5378 2.5159 4.4692 5.2769 5.2248 1.6355 1.6273 1.5355
Ns-Nb 3.7463 3.6703 3.6214 2.7259 2.7242 2.7277 2.4241 2.4338 2.4119 4.3652 5.1729 5.1208 1.5315 1.5233 1.4315
C DEHP (µg/ml) 2.8870 2.8299 2.7931 2.1202 2.1190 2.1216 1.8934 1.9007 1.8843 3.3520 3.9590 3.9198 1.2227 1.2165 1.1476
Hasil 13.37 13.10 12.93 9.82 9.81 9.82 8.77 8.80 8.72 15.52 18.33 18.15 5.66 5.63 5.31
Migrasi DEHP (µg/10 cm2/menit) Rata-rata SD % RSD 13.13
0.22
1.67
9.82
0.01
0.06
8.76
0.04
0.44
17.33
1.57
9.07
5.54
0.19
3.49
Keterangan: Nb = Normalisasi area DEHP larutan blanko Ns = Normalisasi area DEHP larutan sampel V1 = Volume heptana untuk merendam sampel (ml) V2 = Volume heptana untuk evaporasi, diambil dari V1 (ml) V3 = Volume heptana untuk melarutkan kembali residu dari V2 (ml) t = Waktu perendaman sampel (menit) Lperm = Luas permukaan sampel (cm2) C DEHP = Konsentrasi DEHP dalam sampel GC-MS (µg/ml) C DEHP (sumbu x) dari persamaan garis y = 1.3308x – 0.0957
69